Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

16

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Hsuang Keng (1978) dalam Wijaya (1999) menyatakan bahwa sistematika
tanaman andaliman adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae , Divisio:
Spermatophyta , Subdivisio

: Angiospermae , Klass : Dicotyledonae ,Sub klass

: Rosidae, Ordo : Rutales , Family : Rutaceae , Genus : Zanthoxylum, Spesies :
Zanthoxylum acanthopodium DC.
Sistem perakaran (radix) tanaman antarasa adalah sistem akar tunggang,
karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercang-cabang
menjadi akar-akar yang lebih kecil lagi. Akar pokok yang berasal dari akar
lembaga disebut Radix primana (Mulia, 2000).
Andaliman (zanthoxylum acanthopodium DC) tumbuh sebagai pohon
berbatang kuas, bukan merambat. Batang-batangnya berdahan banyak, daundaunya kecil , mirip seperti bunga mawar . Di sekujur batang , ranting, dari bawah
ke bawah ujung dipenuhi duri-duri yang tajam, seperti duri mawar. Namun duri
andaliman lebih besar dan kokoh . tinggi pohon rata-rata 2-4 meter , jarak lebih

dari 5 meter. Usia produktif kurang dari 7 tahun. Buah andaliman muncul dari
antara duri-duri itu lazimnya diapit dari duri-duri , buah tumbuh dari duri
(Simanjuntak, 2006).
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) merupakan tanaman yang
termasuk pada famili Rutaceae dengan ciri-ciri famili yang dipunyainya antara
lain adalah mempunyai daun majemuk, bunga majemuk terbatas dalam anak
payung serta mempunyai perhiasan bunga satu lingkaran , yaitu kelopak bunga
tersusun oleh lima daun kelopak bebas, Genus Zanthoxylum dikenal sebagai

17

tanaman yang mempunyai tingkat keanekaragaman yang cukup tinggi, terbukti
dengan jumlah spesiesnya yang mencapai 250 spesies sebagian besar terbesar di
benua Amerika, sedangkan di Asia banyak ditemukan di daratan China dan india .
daun andaliman tersebar, bertangkai dan merupakan daun majemuk menyirip
beranak daun gasal , dengan panjang berkisar 5-20 cm dan lebar 3-15 cm, terdapat
kelenjar minyak (Sabri, et al, 2008).

Gambar 1.Bagian Tanaman Andaliman
(A) Pohon Andaliman, (B) Daun Andaliman, (C) Buah Andaliaman

Bunga andaliman adalah bunga majemuk terbatas yang terletak dibagian
ketiak daun, ukuran bunga kecil dengan dasar bunga rata atau berbentuk kerucut.
Kelopak bunga 5-7, panjang 1-2 cm, berwarna kuning pucat dan berkelamin dua .
buah berbentuk kotak sejati atau kapsul , diameter 2-5 mm, pada saat muda
berwarna hijau sedangkan pada saat tua berwarna hitam mengkilap, mempunyai
kulit yang keras dan setiap buahnya mempunyai biji saru (Siregar, 2003) .
Buah andaliman kecil-kecil, butirannya lebih kecil dari merica, buahnya
bertangkai, memetiknya lebih mudah kalau masih muda, buah berwarna hijau, dan

18

jika kering akan berwarna hitam. Buah andaliman yang baru dipetik sebaiknya
dibungkus dengan daun pisang sebab kalau dibiarkan terbuka, akan cepat rusak
dan buahnya langsung berubah hitam, dan pecah-pecah, dan bijinya akan keluar
dari kulit. Oleh karena itu, untuk mendapatkan satu kilogram andaliman sangat
sulit. Memanen andaliman buah perdana biasanya lebih mudah karena tangkainya
lebih panjang-panjang sehingga lebih mudah memetik tetapi karena durinya masih
runcing pemetikan buah sebaiknya dilakukan lebih hati-hati
(Winarno, et al, 2008 ).
Kulit luar biji (semen) antarasa yang tipis merupakan pelindung utama

pada bagian biji yang ada di dalam. Warna lapisan kulit luarnya coklat kehitamhitaman, sedangkan lapisan kulit dalamnya biasanya tipis.(Mulia, 2000)
Syarat Tumbuh
Andaliman banyak tumbuh di tanah kering di dataran tinggi dan rendah.
Tumbuhan yang hidup subur di atas 1.200 m dpl itu mempunyai sifat antibakteri
Salmonella typhy, Shigella disentriae, dan Escherichia coli. Andaliman adalah
sumbernya senyawa polifenolat, monoterpen dan seskuiterpen, serta kuinon.
Selain itu dalam andaliman juga terdapat kandungan minyak atsiri seperti
geraniol, linalool, cineol, dan citronellal yang menimbulkan kombinasi bau mint
dan lemon (Simangunsong, 2008).
Di Indonesia, tumbuhan ini tumbuh liar di pegunungan dengan ketinggian
1400 m dpl pada temperatur 15-180 C. Asal tumbuhan ini dari daerah Himalaya
Subtropis. Di dunia, tumbuhan ini tersebar antara lain di India Utara, Nepal, Pakistan
Timur, Myanmar, Thailand, dan Cina. Di Cina, tumbuhan ini tumbuh pada ketinggian
2900 m dpl (Wijaya, 1999).

19

Keragaman Genetik

Keragaman genetik dalam suatu populasi tanaman sangat penting, agar

seleksi dengan maksud untuk mendapatkan karakter-karakter unggul dapat
dilakukan. Makin tinggi keragaman genetik maka peluang untuk mendapatkan
genotipe unggul semakin besar (Greech and Reich, 1971), dan menunjukkan
besarnya pengaruh genetik terhadap sifat yang diekspresikan (Knight, 1979). Jika
keragaman genetik suatu tanaman sangat sempit sehingga seleksi sulit dilakukan
maka, salah satu cara untuk meningkatkan keragaman genetik adalah melalui
mutasi. Mutasi adalah terjadinya perubahan materi genetik pada tingkat genom,
kromosom, DNA atau gen sehingga mengakibatkan terjadinya keragaman genetik
(Soeranto, 2003). Dalam bidang pemuliaan tanaman, teknik mutasi dapat
meningkatkan keragaman genetik sehingga memungkinkan pemulia melakukan
seleksi genotipe tanaman sesuai dengan tujuan pemuliaan yang dikehendaki.
(Pandin, 2010).
Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor penting untuk
merakit varietas unggul baru. Peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan
dengan memanfaatkan plasma nutfah yang tersedia di alam dan dapat pula dengan
melakukan persilangan. Sifat-sifat tertentu sering tidak ditemukan pada sumber
gen yang ada sehingga teknologi lainnya perlu diterapkan (Hutami et al, 2005).
Informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk mendukung
kegiatan konservasi dalam pemuliaan tanaman. Untuk kegiatan konservasi,
besarnya keragaman genetik mencerminkan sumber genetik yang diperlukan

untuk adaptasi ekologi dalam jangka waktu pendek dan evolusi dalam jangka
panjang, sedangkan untuk pemuliaan, keragaman genetik yag luas diperlukan

20

dalam kegiatan seleksi . Program pemuliaan jangka panjang yang memanfaatkan
plasma nutfah untuk memperbaiki sifat-sifat agronomi dari aksesi/jenis terpilih
harus didasarkan pada perkiraan determinasi genetik yang lebih akurat, sehingga
penentuan individu tanaman sebagai bahan dalam perbaikan genetik dapat
dilakukan dengan tepat (Rahayu dan Handayani, 2010).
Keragaman yang tinggi didalam populasi memberikan dasar yang luas
untuk program pengembangan. Dasar untuk seleksi dalam proses ini sama seperti
konservasi ex-situ tetapi lebih difokuskan pada tingkat tertinggi dari
heterozigositas. Untuk menghasilkan program seleksi yang efektif, seleksi dengan
individu yang jumlahnya lebih banyak dilakukan di dalam populasi sehingga
variasi genetik yang tinggi dapat dijaga (Lim et al., 2002).
Dalam pemuliaan tanaman, keragaman genetik dalam populasi tanaman
mempunyai

arti


yang

sangat

penting

(Mangoendidjojo,

2003)

untuk

pengembangan sumber genetik yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman
(Karsinah et al., 2002). Tingkat keragaman individu dalam populasi
menggambarkan status keberadaan spesies tersebut di alam. Populasi dengan
keragaman genetik yang tinggi mempunyai peluang hidup yang lebih baik karena
mempunyai

kemampuan


yang

lebih

baik

untuk

beradaptasi

dengan

lingkungannya.
Keragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam
adaptabilitas suatu spesies karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi
gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi
(Salisbury dan Ross, 1995). Spesies yang memiliki derajat keragaman genetic

21


yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat
diseleksi (Elfrod dan Stansfield, 2007).
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Reaksi Berantai Polimerase (Polymerase Chain Reaction / PCR) adalah
metode amplifikasi suatu sekuen DNA tertentu. PCR merupakan cara yang
sensitif, selektif, dan sangat cepat untuk memperbanyak sekuen DNA yang
diinginkan (Murray et al., 2009).
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu
fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) Oligonukleotida primer, yaitu suatu
sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk
mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu
oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai
DNA cetakan pada ujung 5’ – fosfat dan oligonukleotida yang identik dengan
sekuen

pada ujung

3’ –


OH rantai

DNA cetakan

yang lain,

(3)

Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), yang terdiri atas dATP, dCTP, dGTP,
dTTP, dan (4) Enzim DNA polimerase yaitu enzim yang berfungsi sebagai katalis
dalam reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lainnya yang juga berperan penting
adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006).
Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan
daerah konservatif dalam genom tersebut. Makin panjang primer, makin spesifik

daerah yang diamplifikasi. Jika suatu kelompok organisme memang berkerabat
dekat, maka primer dapat digunakan untuk mengamplifikasi daerah tertentu yang
sama dalam genom kelompok tersebut. Beberapa faktor seperti konsentrasi DNA,
ukuran panjang primer, komposisi basa primer, konsentrasi ion Mg, dan suhu


22

hibridisasi primer harus dikontrol dengan hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita
DNA yang utuh dan baik (Suryanto, 2003)..
Keunggulan PCR yaitu (1) Polimerase – DNA dapat diarahkan untuk
sintesis wilayah DNA tertentu. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai
sifat alami replikasi DNA. Dalam proses tersebut, polimerase – DNA
menggunakan DNA berserat tunggal sebagai cetakan untuk mensintesis serat baru
yang komplementer. Cetakan berserat tunggal dapat diperoleh dengan mudah
dilaboratorium melalui pemanasan DNA berserat ganda pendek untuk memulai
(prime) proses sintesis. Posisi awal dan akhir sintesis DNA pada PCR dapat
ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang
menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti
dan (2) PCR menghasilkan amplifikasi wilayah DNA tertentu. Serat DNA dapat
berfungsi sebagai cetakan untuk mensintesis bila primer oligonukleotida
disediakan untuk masing – masing serat. Sepasang primer dapat dipilih yang
membatasi “flanking” wilayah dari DNA yang ingin diperbanyak sehingga serat
DNA yang baru disintesis dimulai dari posisi primer, membentang sampai
melewati posisi primer dari serat lainnya (Mahardika, 2003).
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD)

Random

Amplified

Polymorphic

DNA

(RAPD)

pertama

kali

diperkenalkan oleh Williams et al(1990). RAPD banyak digunakan untuk
menganalisis keanekaragaman karakter genetic dalam berbagai penelitian dengan
pertimbanganantara lain tidak membutuhkan latar belakang pengetahuan tentang
genom yang akan dianalisis, primer yang digunakan bersifat universal (dapat
digunakan untuk prokariot maupun eukariot), mampu menghasilkan karakter yang

23

relatif tidak terbatas jumlahnya,bahan-bahan yang digunakan relatif lebih murah,
preparasi lebih mudah,dan memberikan hasil lebih cepat dibandingkan dengan
analisis molekular lainnya (Weising et al., 1995). Metode RAPD mampu
mendetekasi sekuen nukleotida dengan hanya menggunakan satu primer. Primer
tersebut akan berikatan dengan utas tunggal genom yang satu dan pada utas DNA
pasangannya dengan arah berlawanan. Selama situs penempelan primer masih
berada pada jarak yang dapat diamplifikasi pada umumnya tidak lebih dari 5000
pasangan basa (pb), maka akan diperoleh produk DNA amplifikasi (Weising et
al., 1995). Polimorfisme RAPD merupakan hasil dari perbedaan panjang DNA
hasil amplifikasi (Powell et al., 1996)
Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan salah
satu dari beberapa teknik pembuatan penanda berbasis DNA dengan melibatkan
penggunaan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik PCR-RAPD dapat
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan genotip normal dan abnormal,
berdasarkan perbedaan pada pita DNA yang dapat teramplifikasi dengan random
primer. Pita DNA yang berbeda akan dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui
perbedaan urutan basa DNA antara genotip normal dan abnormal (Azizah,2009).
Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer arbitrasi yang dapat
menempel pada kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang
homolog dengan spesifitas penempelan yang tinggi. Potongan DNA yang
teramplifikasi berdasarkan pilihan penempelan yang bersifat acak dan tidak harus
berkaitan dengan gen tertentu. Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan
mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat
dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya (Bardakci, 2001).

24

Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal
preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan
teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah karakter
yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis
keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya. Pada
tanaman tahunan RAPD dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi seleksi
awal. Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat
tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa peneliti menggunakan teknik ini
untuk membedakan organisme tingkat rendah (procaryote) atau melihat
perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti
mitokondria (Suryanto, 2003).
Dalam program pemuliaan tanaman, diperlukan identifikasi baik karakter
morfologi maupun molekuler untuk menguji keragaman genotip klon-klon yang
akan dipilih untuk tetua persilangan. Pemakaian teknik RAPD memiliki resolusi
yang sebanding dengan RFLP dalam hal analisis kekerabatan antar genotif dan
mampu menghasilkan jumlah karakter yang tidak terbatas sehingga sangat
membantu dalam analisis keragaman genetik tanaman yang tidak diketahui latar
belakang genomnya. Analisis RAPD hanya memerlukan sejumlah kecil DNA
sehingga sangat sesuai untuk species tanaman berkayu. RAPD memerlukan biaya
lebih rendah dibandingkan biaya untuk uji kekerabatan berdasarkan analisis DNA
yang lain. Metode RAPD menggunakan primer dengan ukuran sepuluh basa
sering digunakan untuk studi kekerabatan, identifikasi varietas, pemetaan genetik,
analisis struktur DNA organisme dan finger printing suatu individu organisme.
Teknik RAPD menggunakan primer acak maupun spesifik telah terbukti dapat

25

digunakan sebagai penanda molekuler untuk berbagai karakter agronomis penting.
Pemakaian marka molekuler RAPD banyak digunakan untuk menyusun
kekerabatan beberapa individu dalam spesies maupun kekerabatan antar spesies.
Penggunaan kekerabatan ini dapat dijadikan rujukan dalam pemuliaan persilangan
untuk mendapatkan keragaman yang tinggi dari hasil suatu persilangan penanda
RAPD yang efektif dalam mengevaluasi silsilah bahan, sementara SSR sangat
penting untuk mengenali perbedaan antara karakteristik kuantitatif
(Maftuchah, 2001).
Dalam menganalisis keragaman, ada beberapa hal penting yaitu pemilihan
primer yang dapat menampilkan polimorfisme pita-pita DNA diantara individu
yang diuji dan kualitas pita DNA yang tajam untuk memudahkan interpretasi dan
keakuratan data. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas pita DNA
produk amplifikasi PCR dalam analisis RAPD adalah konsentrasi MgCL2,
konsentrasi DNA , konsentrasi enzim polimerase, primer, dan suhu siklus PCR
terutama suhu annealing (Prana dan Hartati,2003).

Dokumen yang terkait

Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

5 27 73

Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium Dc.) Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

4 29 82

Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

0 0 11

Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

0 0 4

Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

0 0 3

Analisis Penanda RAPD (Random Amplifield Polymorphic DNA ) Untuk Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Sumatera Utara

0 0 16

Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium Dc.) Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 1 13

Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium Dc.) Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 2

Analisis Keragaman Genetik Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium Dc.) Sumatera Utara Menggunakan Marka RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

0 0 3