Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi morfologi tumbuhan, habitat, sistematika
tumbuhan, sinonim, nama asing, nama daerah, khasiat tumbuhan dan kandungan
senyawa kimia.
2.1.1 Morfologi tumbuhan
Pohon yang besar dan rindang, dapat tumbuh hingga setinggi 30-40 m.
Bercabang rendah, batang sawo manila berkulit kasar abu-abu kehitaman sampai
coklat tua. Seluruh bagiannya mengandung lateks, getah berwarna putih susu yang
kental. Daun tunggal, terletak berseling, sering mengumpul pada ujung ranting.
Helai daun bertepi rata, hijau tua mengkilap, bentuk bundar telur atau jorong, 1,57 × 3,5-15 cm, pangkal dan ujungnya berbentuk baji, bertangkai 1-3,5 cm, tulang
daun utama menonjol di sisi sebelah bawah. Bunga-bunga tunggal terletak di
ketiak daun dekat ujung ranting, bertangkai 1-2 cm, menggantung, diameter
bunga sampai dengan 1,5 cm. Kelopak biasanya tersusun dalam dua lingkaran,
berwarna putih. Buahnya termasuk buah buni bertangkai pendek, bulat telur atau
jorong, 3-6 × 3-8 cm, coklat kemerahan sampai kekuningan diluarnya dengan
sisik-sisik kasar coklat yang mudah mengelupas, sering dengan sisa tangkai putik
yang mengering diujungnya. Berkulit tipis, dengan daging buah yang lembut dan
kadang-kadang memasir, coklat kemerahan sampai kekuningan, manis dan

mengandung banyak sari buah. Berbiji sampai 12 butir, namun kebanyakan
kurang dari 6, lonjong pipih, hitam atau kecoklatan mengkilap, keping biji
berwarna putih lilin (Widyaningrum, 2011). Tumbuhan sawo mempunyai akar

7

tunggang (Sunarjono, 2013).
2.1.2 Habitat
Tumbuhan sawo merupakan tumbuhan endemis di kawasan tropis benua
Amerika, tepatnya di Meksiko hingga Guatemala, Salvador dan Honduras Utara.
Dewasa ini tanaman sawo sudah menyebar luas di seluruh kawasan tropis. Sentra
produksi buah sawo yang terkenal di Indonesia antara lain di Ciamis, Bekasi,
Wonogiri, Boyolali, Banyuwangi, Trenggalek, Blitar, Bantul, Sleman, Buleleng
dan Jembrana (Ashari, 2006).
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Menurut Tjitrosoepomo (2000), sistematika tumbuhan sawo manila
diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta


Sub-divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Ebenales

Suku

: Sapotaceae

Genus

: Manilkara


Spesies

: Manilkara zapota (L.) P. Royen

2.1.4 Sinonim
Sinonim dari sawo manila adalah Achras zapota L. (Duke, 1929).
2.1.5 Nama asing
Nama asing, Inggris: sapodilla, neesberry; Belanda: sapotillier; Jerman:
sapotillbaum; Italia: sapota; Peru, Spanyol: sapotilla; Prancis: sapotier; Jepang:
sabojira (Duke, 1929; Heyne, 1987).

8

2.1.6 Nama daerah
Nama daerah, Sumatera: sawo ciku; Sunda: sawo manila; Jawa: sawo
londo, sawo menilo, sawo manila; Madura: sabu manela; Bali: sabo jawa (Heyne,
1987).
2.1.7 Khasiat tumbuhan
Sawo manila berkhasiat untuk menguatkan tulang, menjaga kulit tetap

sehat, obat sembelit, menghambat diare serta obat penyakit tipus (Kariman, 2014;
Mustary, dkk., 2011).
2.1.8 Kandungan senyawa kimia
Kandungan yang terdapat dalam sawo manila adalah flavonoid, saponin,
tanin, natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor dan vitamin C (Kariman,
2014; Widyaningrum, 2011).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan
ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Cara ekstraksi yang tepat
tergantung pada bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang
diisolasi (Ditjen POM, 1995). Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh
dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, b.2000).
Ada beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes RI,
b.

2000), yaitu:


1. Cara dingin

9

a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan yang dilakukan pada
temperatur kamar.
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru, umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari pengembangan
bahan,

tahapan

maserasi

antara,

tahap


perkolasi

sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang tidak meninggalkan sisa bila 500 mg perkolat terakhir
diuapkan pada suhu ± 50ºC.
2. Cara panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50ºC.
d. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 9698ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air.

10

2.3 Fraksinasi
Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik yang mana suatu larutan dibuat
bersentuhan (biasanya dalam air) dengan suatu pelarut kedua (biasanya pelarut
organik), yang tidak tercampurkan, pada proses ini terjadi pemindahan satu atau
lebih zat terlarut (solute) kedalam pelarut yang kedua (Basset, dkk., 1994).
Pemisahan yang dapat dilakukan bersifat sederhana, bersih, cepat dan
mudah, yang dapat dilakukan dengan cara mengocok-ngocok dalam sebuah
corong pisah selama beberapa menit (Basset, dkk., 1994). Analit-analit yang
mudah terekstraksi dalam pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang
berikatan secara kovalen dengan substituen yang bersifat nonpolar atau agak
polar. Senyawa-senyawa yang mudah mengalami ionisasi dan senyawa polar
lainnya akan tertahan dalam fase air (Rohman, 2007).
Pelarut yang dipilih untuk ekstraksi pelarut ialah pelarut yang mempunyai
kelarutan yang rendah dalam air, dapat menguap sehingga memudahkan
penghilangan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi dan mempunyai
kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel

(Rohman, 2007).

2.4 Sterilisasi
Sterilisasi berarti membebaskan tiap benda atau substansi dari semua
kehidupan dalam bentuk apapun, tujuannya untuk mendapatkan keadaan yang
steril. Sterilisasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: a) Sterilisasi pemanasan
basah dengan menggunakan uap atau air panas, b) Sterilisasi kering dalam tanur,
dan c) Pembakaran total (incineration) (Irianto, 2006).
Berdasarkan dari tiga cara tersebut, sterilisasi dapat dibagi menjadi :

11

I. Sterilisasi kering
a. Pemijaran
Pemijaran digunakan untuk sterilisasi pada ose, ujung-ujung pinset dan
sudip (spatula) logam.
b. Jilatan api (Flaming)
Jilatan api digunakan untuk sterilisasi pada skalpel, jarum, mulut tabung
biakan, kaca objek, dan kaca penutup. Benda-benda tersebut dijilatkan pada
api bunsen tanpa membiarkannya memijar.

c. Tanur uap panas (Hot-Air Oven)
Sebagian besar sterilisasi kering dilakukan dengan alat ini. Biasanya
digunakan suhu 160-165ºC selama 1 jam. Cara ini baik dilakukan terhadap
alat-alat kering yang terbuat dari kaca, seperti tabung reaksi, cawan petri,
labu, pipet, pinset, skalpel, gunting, kapas hapus tenggorok dan alat suntik
dari kaca. Sterilisasi ini juga dapat dilakukan pada suhu 170ºC selama 2
jam.
II. Sterilisasi basah
a. Perebusan dalam air
Cara ini hanya cukup untuk mematikan mikroorganisme yang tidak
berspora.
b. Uap dalam tekanan
Pensterilan dengan uap dalam tekanan dilakukan dalam autoklaf. Sterilisasi
dilakukan pada suhu 121ºC selama 15-20 menit. Dalam suhu dan waktu
tersebut semua mikroorganisme, baik vegetatif maupun spora dapat
dimusnahkan (Irianto, 2006).

12

2.5 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata “bacterion” (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan pembelahan diri, serta
demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro,
1994).
Bakteri adalah sel prokariotik dan uniseluler. Sel-selnya secara khas
berbentuk bola, batang atau spiral. Bakteri yang khas berdiameter sekitar 0,5 – 1,0
µm dan panjangnya 1,5 – 2,5 µm (Irianto, 2013).
Berdasarkan proses pewarnaan gram, bakteri dibagi menjadi dua golongan
yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif menyerap
zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan warna ungu, sedangkan
bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan
menyebabkannya berwarna merah. Perbedaan hasil dalam pewarnaan gram
disebabkan perbedaan struktur, terutama dinding sel kedua bakteri tersebut
(Waluyo, 2010).
Menurut Volk

(1992), struktur dinding sel bakteri gram positif lebih

sederhana, yaitu berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1 -4%)

sehingga memudahkan bahan bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel
bakteri gram negatif lebih kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar
lipoprotein, lapisan tengah lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang
masuknya bahan bioaktif antibakteri dan lapisan dalam berupa peptidoglikan
dengan kandungan lipid tinggi (11 - 12%).
Beberapa bakteri penyebab diare umumnya adalah Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli.

13

2.5.1

Staphylococcus aureus
Berikut sistematika Staphylococcus aureus (Staf Pengajar FK UI, 1994):

Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

Staphylococcus berasal dari kata staphyle yang berarti kelompok buah
anggur dan kokus yang berarti bulat. Bakteri ini sering ditemukan sebagai bakteri
flora normal kulit dan selaput lendir pada manusia yang dapat menjadi penyebab
infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Staphylococcus aureus
merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan merupakan patogen
utama pada manusia (Jawetz, et al., 2007). Beberapa jenis bakteri ini dapat
membuat enterotoksin yang dapat menyebabkan keracunan makanan. infeksi lokal
pada kulit, hidung, uretra, saluran pernafasan dan saluran pencernaan (Harris, et
al., 2002; Staf Pengajar FK UI, 1994). Diameter bakteri ini antara 0,8-1,0 mikron.
Bakteri ini berbentuk speris, tidak bergerak, tidak berspora, tumbuh dengan baik
pada temperatur 37ºC dan bersifat anaerob fakultatif (Staf Pengajar FK UI, 1994).
2.5.2 Escherichia coli
Bakteri ini berbentuk batang pendek (kokobasil), mempunyai alat gerak
flagela tipe peritrik (flagela yang terdapat diseluruh permukaan sel), ukuran 0,40,7 µm × 1,4 µm dan tumbuh dengan baik pada hampir semua media yang dipakai
di laboratorium mikrobiologi (Staf Pengajar FK UI, 1994).
Berikut sistematika Escherichia coli (Staf Pengajar FK UI, 1994):

14

Divisi

: Protophyta

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Enterobacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli

Escherichia coli adalah bakteri gram negatif, merupakan flora normal dan
banyak ditemukan pada usus manusia tetapi dapat menyebabkan gangguan
pencernaan seperti diare (Pratiwi, 2008; Sundararaj, et al., 2004).
2.5.3 Morfologi sel bakteri
Ada beberapa bentuk dasar sel bakteri menurut Pratiwi (2008), yaitu :
a. Bentuk bulat (cocci)
Bakteri berbentuk bulat dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain
diplococci (sel yang berpasangan atau dua sel), streptococci (rangkaian sel
yang membentuk rantai panjang atau pendek), tetrad (empat sel bulat yang
membentuk persegi empat), staphylococci (kumpulan sel yang menyerupai
buah anggur) dan sarcina (kumpulan sel berbentuk kubus yang terdiri dari 8 sel
atau lebih).
b. Bentuk bacilli
Sebagian besar bacilli tampak sebagai batang tunggal. Terbagi dalam dua
bentuk yaitu diplobacilli (berpasangan) dan streptobacilli (membentuk rantai).
d. Bentuk spiral
Bakteri berbentuk spiral (tunggal, spirilium; jamak, spirila) memiliki satu atau
lebih lekukan dan tidak dalam bentuk lurus. Bakteri yang ukurannya pendek
dengan spiral yang tidak lengkap disebut bakteri koma atau vibrio.

15

2.5.4 Fase pertumbuhan mikroorganisme
Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Pratiwi (2008), terbagi
menjadi empat macam fase, yaitu :
I. Fase lag (fase adaptasi), merupakan fase penyesuaian mikroorganisme pada
suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah
sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada
kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan.
II. Fase log (fase eksponensial), merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh
dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika
mikroorganisme, sifat media dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk
dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial.
III. Fase stasioner, merupakan fase dimana pertumbuhan mikroorganisme berhenti
dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel
yang mati.
IV. Fase kematian, merupakan fase dimana jumlah sel yang mati meningkat.
Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk
buangan yang toksik.

2.6 Uji Aktivitas Antibakteri
Beberapa bahan antimikrobial tidak bersifat membunuh, tetapi hanya dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Bahan antimikrobial dapat bersifat
menghambat (bakteriostatik) apabila digunakan dalam konsentrasi kecil, namun
bila digunakan dalam konsentrasi tinggi dapat mematikan mikroorganisme
(bakterisid) (Lay, 1994).
Berdasarkan hal diatas, perlu diketahui Konsentrasi Hambat Minimum

16

(KHM) yaitu konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang menghambat
pertumbuhan dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) bahan antimikrobial
terhadap mikroorganisme. KHM didefinisikan sebagai konsentrasi terendah bahan
antimikrobial yang menghambat pertumbuhan, sedangkan KBM adalah
konsentrasi terendah bahan antimikrobial yang mematikan (Lay, 1994).
Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode umum yang dapat
digunakan yaitu metode difusi dan metode dilusi (Pratiwi, 2008).
Ada beberapa metode yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba,
antara lain:
a. Metode dilusi
Metode dilusi terdiri menjadi dua tahap. Tahap awal disebut metode dilusi
cair/broth dilution test. Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory
concentration atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum
bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada
medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen
antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan
mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM
tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan
mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam.
Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.
Tahap selajutnya disebut metode dilusi padat/solid dilution test. Metode ini
serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid).
Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen mikroba yang diuji dapat

17

digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
b. Metode difusi
Metode difusi yaitu suatu metode yang digunakan untuk menentukan
aktifitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan
pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi
pada media agar tersebut. Area jernih yang terdapat pada permukaan media
agar mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh
agen antimikroba pada permukaan media agar tersebut (Pratiwi, 2008).

18

Dokumen yang terkait

Uji Antibakteri Daun Sawo (Manilkara zapota) Terhadap Bakteri Eschericia Coli, dan Staphylococcus Aureus

43 219 52

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

24 77 88

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SAWO MANILA (Manilkara achras) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Batang Sawo Manila (Manilkara achras) Terhadap Escherichia coli Multiresisten Dan Staphylococcus aureus Multiresisten Se

0 3 13

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 1 15

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 2

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 6

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Chapter III V

0 0 23

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 3 3

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Fraksi Kulit Buah Sawo Manila (Manilkara Zapota (L.) P. Royen) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

0 0 27

View of UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SARI BUAH SAWO MANILA (Manilkara zapota (L.) van Royen) MUDA DAN MASAK TERHADAP BAKTERI Escherichia coli

0 1 49