Analisis Kinerja Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Malaria

Malaria adalah suatu penyakit yang akut maupun kronis yang disebabkan parasit plasmodium yang ditandai dengan gejala demam berkala, menggigil dan sakit kepala yang sering disertai dengan anemia dan limpha yang membesar. Penyakit ini menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium (Kemenkes RI, 2011).

Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota


(2)

(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.

2.2. Cara Penularan Malaria

Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria:

a. Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles. Bila nyamuk anopheles mengigit orang yang sakit malaria, maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak. Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di tularkan ke orang tersebut. Didalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang sel-sel darah merah. Dalam waktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria. b. Penularan yang tidak alamiah.

a) Malaria bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau placenta.

b) Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik yang tidak steril.

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada


(3)

Plasmodium falciparum dan paling panjang pada Plasmodium malarie. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita.

2.3. Pos Malaria Desa

Pos Malaria Desa (PMD) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Tujuan dibentuknya PMD adalah :

- Meningkatkan jangkauan penemuan kasus malaria melalui peran aktif masyarakat dan dirujuk kefasilitas kesehatan terdekat

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria Posmaldes diperlukan karena:

• Sekitar 45% dari desa endemis malaria merupakan daerah terpencil (transportasi dan komunikasi sulit, akses pelayanan kesehatan rendah, sosial ekonomi masyarakat rendah, cakupan penemuan kasus malaria oleh Puskesmas rendah, pengobatan tidak sempurna karena banyak obat malaria dijual bebas)

• Posmaldes merupakan embrio berbagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) lainnya.


(4)

a. Pokok-Pokok Kegiatan :

1. Penemuan dini dan pengobatan penderita

2. Meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas (konfirmasi dengan mikroskop/RDT)

3. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat

4. Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) 5. Menggalang kemitraan

6. Meningkatkan sistem surveilans

7. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi 8. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia. b. Intensifikasi dan Integrasi Malaria

1. Mass Blood Survey (MBS) dan Mass Fever Survey (MFS)

2. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada ibu hamil, bayi dan balita 3. Pengobatan malaria dan pembagian kelambu pada bayi dengan imunisasi

lengkap

4. Pembagian kelambu integrasi dengan pengobatan massal malaria 5. Pembentukan Pos Malaria Desa dengan kader malaria

Kini 52 tahun, Indonesia melakukan berbagai upaya untuk penanggulangan dan pemberantasan malaria. Di Indonesia penyakit malaria memiliki 3 jenis, yaitu Plasmodium falcifarum (malaria tropika), Plasmodium vivax (malaria tertiana) dan Plasmodium malarie (malaria kuartana) sedangkan Plasmodium ovale umumnya ditemukan di Afrika. Masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda,


(5)

gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Jenis Plasmodium falcifarum yang paling banyak ditemukan di Kabupaten Deli Serdang.

Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, hilang ingatan, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malarie, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis keempat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati, beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam (Kemenkes RI, 2011).


(6)

2.4. Kebijakan dalam Program Malaria 2.4.1. Komitmen International

Pencegahan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back Malarie (RBM), suatu komitmen internasional dengan strategi sebagai berikut : deteksi dini dan pengobatan yang tepat; peran serta aktif masyarakat dalam pencegahan malaria; dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan-kegiatan kesehatan lainnya, seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit dan Promosi Kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

2.4.2. Strategi dalam Pemberantasan Malaria

Antara lain adalah dengan sistem kewaspadaan dini dan upaya penanggulangan epidemi agar tidak semakin menyebar, intensifikasi pengawasan, diagnosis awal dan pengobatan yang tepat, dan kontrol vektor secara selektif. Kebijakan-kebijakan yang diambil dalam pemberantasan malaria antara lain penekanan pada desentralisasi, keterlibatan masyarakat dalam pemberantasan malaria, dan membangun kerja sama antar sektor, NGO, dan lembaga donor. Gerakan Berantas Kembali Malaria (GEBRAK Malaria) yang dimulai pada tahun 2000 adalah bentuk operasional dari Roll Back Malarie (RBM). GEBRAK Malaria memprioritaskan kemitraan antara pemerintah, swasta/sektor bisnis, dan masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit malaria (Kemenkes RI, 2012).


(7)

2.4.3. Kegiatan Program Malaria

Program pemberantasan malaria di Indonesia saat ini terdiri atas delapan kegiatan, yaitu : diagnosis awal dan pengobatan yang tepat; program kelambu dengan insektisida; penyemprotan rumah; pengawasan deteksi aktif dan pasif; survei demam dan pengawasan migran; deteksi dan kontrol epidemik; langkah-langkah lain seperti larvaciding; dan peningkatan kemampuan (capacity building). Untuk menanggulangi galur yang resisten terhadap klorokuin, pemerintah pusat dan daerah akan menggunakan kombinasi baru obat-obatan malaria untuk memperbaiki kesuksesan pengobatan. Karena kombinasi obat-obatan itu sangat mahal, penggunaannya akan ditargetkan di daerah dengan prevalensi resistensi yang tinggi.

2.4.4. Pengawasan Penyakit Malaria

Memastikan pelaporan data yang tepat waktu dari fasilitas kesehatan di lapangan, termasuk rumah sakit, untuk memonitor insiden malaria, untuk mendeteksi dan membatasi wabah ledakan malaria, serta melaksanakan survei untuk menghitung prevalensi malaria yang diperlukan merupakan bagian yang esensial dari pengawasan malaria. Dalam pemilihan intervensi yang akurat seperti penyemprotan insektisida diperlukan penelitian lebih dulu untuk menentukan jenis populasi nyamuk dan habitatnya. Idealnya, tiap provinsi perlu melakukan survei secara teratur untuk memonitor daerah-daerah dengan parasit yang resisten terhadap obat-obatan malaria.


(8)

2.5. Sejarah Perkembangan Upaya Penanggulangan Malaria di Indonesia 2.5.1. Periode 1959-1968 (Periode Pembasmian Malaria)

Upaya pengendalian penyakit malaria dimulai sejak tahun 1959 dengan adanya Komando Pembasmian Malaria (KOPEM) di pusat dan di daerah didirikan Dinas Pembasmian Malaria yang merupakan integrasi institut Malaria, serta untuk pelatihan didirikan Pusat Latihan Malaria di Ciloto dan 4 pusat latihan lapangan di luar Jawa. Pada periode ini pengendalian malaria disebut sebagai periode pembasmian, dimana fokus pembasmian dilaksanakan di pulau Jawa, Bali dan Lampung. Kegiatan utama yang dilaksanakan adalah dengan penyemprotan insektisida, pengobatan dengan klorokuin dan profilaksis. Pada tahun 1961-1964 penyemprotan insektisida dilakukan juga di luar wilayah Jawa dan Bali. Upaya ini cukup berhasil di daerah Jawa dan Bali dengan adanya penurunan parasite rate.

Tahun 1966, upaya pemberantasan malaria menghadapi berbagai kendala, yang disebabkan karena pembiayaan menurun baik dari pemerintah maupun dari bantuan luar, meluasnya resistensi Anopheles aconitus terhadap

Dichloro-Diphenyl-Trichloroethana (DDT) dan Dieldrin di Jawa Tengah dan Jawa Timur, adanya

resistensi Plasmodium falciparum dan Plasmodium malarie terhadap Pirimetamin dan Proguanil serta meningkatnya toleransi Plasmodium falciparum terhadap Primakuin di Irian Jaya. Selanjutnya tahun 1968, KOPEM diintegrasikan ke dalam Ditjen P4M (Pencegahan Pemberantasan dan Pembasmian Penyakit Menular), sehingga tidak lagi menggunakan istilah pembasmian melainkan pemberantasan.


(9)

2.5.2. Periode 1969-2000 (Pemberantasan Malaria)

Dengan terintegrasinya upaya pengendalian malaria dengan sistem pelayanan kesehatan, maka kegiatan malaria dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit maupun sarana Pelayanan kesehatan lainnya. Seiring dengan perubahan ekologi, tahun 1973 mulai dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum di Yogyakarta, bahkan tahun 1975 di seluruh provinsi di Indonesia, disertai dengan kasus resistensi Plasmodium terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia. Tahun 1973 ditemukan penderita import dari Kalimantan Timur di Yogyakarta dan pada tahun 1991 dilaporkan adanya kasus resistensi Plasmodium vivax terhadap klorokuin di Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara.

2.5.3. Periode 2000-Sekarang (Periode Eliminasi Malaria)

Sejak dilaporkan adanya resistensi Plasmodium falciparum terhadap klorokuin (hampir di seluruh provinsi di Indonesia) dan terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia, maka sejak tahun 2004 kebijakan pemerintah menggunakan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP yaitu dengan kombinasi Artemisinin. Pada tahun 2000 dilahirkan penggalangan pemberantasan malaria melalui gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gebrak Malaria. Gerakan ini merupakan embrio pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dengan slogan “Ayo Berantas Malaria”. Selanjutnya tahun 2004 dibentuk Pos Malaria Desa sebagai bentuk Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).


(10)

Mengingat malaria masih menjadi masalah di tingkatan global, dalam pertemuan WHO 60 tanggal 18 Mei 2007 telah dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara. Indonesia termasuk salah satu negara yang berkomitmen untuk meng-Eliminasi malaria. Eliminasi Malaria sangat mungkin dilaksanakan mengingat telah tersedia 3 kunci utama yaitu :

• Ada obat ACT

• Ada teknik diagnosa cepat dengan RDT

Ada teknik pencegahan dengan menggunakan kelambu LLIN’s (Long Lasting

Insectized Net’s), yang didukung oleh komitmen yang tinggi dari pemda

setempat.

Kebijakan Eliminasi :

 Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat setempat.

 Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia.


(11)

 Strategi Program :

 Diagnosis Malaria : Semua kasus malaria klinis dikonfirmasi dengan miikroskop atau RDT.

 Pengobatan : ACT

 Pencegahan :

Pendistribusian kelambu LLIN’s, Indoor Residual Spraying/IRS, dan lain-lain. Kelambu LLIN’s efektif sampai 3-5 tahun dan dapat dicuci secara teratur 3 bulan sekali.

 Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria Mitra Potensial Pengendalian Malaria yaitu : • DPRD :

- Legislatif, bersama eksekutif, contoh : penyusunan Peraturan daerah “Pengawasan Lingkungan dari Tempat Perindukan Nyamuk” pada sektor Wisata.

- Penganggaran, dll • BAPPEDA :

- Perencanaan program

- Penganggaran, dll • Sektor Pariwisata :

Penggerakan “resort”, hotel dan institusi disektor pariwisata untuk meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-masing, dll.


(12)

• Sektor Informasi/Humas :

- Penyebarluasan upaya penghindaran diri dari gigitan nyamuk

- Penyebarluasan upaya pencarian pengobatan, dll • Sektor Kimpraswil :

- Penyediaan air bersih dan pembangunan MCK (Mandi Cuci Kakus)

- Program sungai bersih, dll • Sektor Peternakan :

Penyuluhan penempatan kandang yang berfungsi sebagai “cattle barier”, dll • Sektor Pertanian :

Dalam rangka tanam padi serempak dan sanitasi kebun, dll • Sektor Perikanan & Kelautan :

- Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk ditebarkan di kolam, badan air

- Penanaman kembali pohon bakau, dll • Sektor Pendidikan Nasional :

Menjadikan pengetahuan upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran Muatan Lokal (MULOK), dll.

• Sektor Agama :

- Bersama Sektor pendidikan Nasional upaya pengendalian malaria sebagai materi pelajaran MULOK.

- Materi penanggulangan malaria disebarluaskan melalui khotbah Jum’at atau kebaktian Minggu, dll


(13)

• PKK :

Penggerakan ibu rumah tangga dalam pencegahan gigitan nyamuk dan upaya pencarian pengobatan, dll

• LSM

- Penggerakan masyarakat dalam pencegahan dan KIE. - Penemuan dan pengobatan malaria.

Bupati Kabupaten Deli Serdang H. Ashari Tambunan menerima Sertifikat Eliminasi Malaria dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Nafsiah Mboi, Sp.A.MPH, pada rangkaian peringatan Hari Kesehatan Sedunia (HKS) dan peringatan Hari Malaria Sedunia (HMS) dengan tema nasional : “BEBAS MALARIA, INVESTASI MASA DEPAN BANGSA”, Sabtu tanggal 26 April 2014 di Hotel Grand Sahid Jaya di Jakarta. Yang dihadiri Pimpinan WHO Representative to Indonesia dr. Khonchit Limpakarnjanarat, Pejabat Kemenkes RI, Gubernur Kaltim Drs H O Faroek Ishak, Wagub Sulteng H Sudarto, 45 Bupati /Walikota perwakilan se Indonesia , Pimpinan Organisasi propesi, Ormas , Tokoh Agama dan undangan lainnya.

Kadis Kesehatan Deli Serdang dr. Aida Harahap, MARS yang turut mendampingi Bupati menerima Sertifikat Eliminasi Malaria tersebut di Jakarta menjelaskan diterimanya sertifikat Eliminasi Malaria tersebut, karena Kabupaten Deli Serdang dinilai telah mampu mengurangi perkembangan nyamuk bahkan kasus penyakit malaria, demam berdarah maupun penyakit cikungunyak sangat rendah


(14)

dengan perbandingan < satu / 1000 penduduk atau 0,008/1000 penduduk. Meskipun kita telah mendapatkan prestasi yang menggembirakan ini, tetapi kita harus tetap waspada serta berupaya untuk mengurangi bahkan menghapuskan perkembangan nyamuk dengan melakukan gerakan kebersihan yang terkoordinasi dengan instansi terkait bersama masyarakat (

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.

www.deliserdangkab.go.id).

Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria pada tahun 2015 menjadi 1 per 1.000 penduduk. Terdapat beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian kelambu dan pengendalian vektor. Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit malaria, di Kabupaten Deli Serdang telah dilaksanakan pembagian kelambu pada tahun 2009, 2010 dan 2011 bantuan dana dari GF Malaria. Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian vector terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan


(15)

dinding rumah dengan insektisida /IRS atau menggunakan kelambu berinsektisida. Pengendalian vektor harus dilakukan secara REESAA (Rational, Effective, Efisien,

Suntainable, Affective dan Affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang

luas dan bionomik vector yang beraneka ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stakeholders dan petugas malaria serta masyarakat dalam pengendalian vektor malaria (Kemenkes RI, 2013).

2.6. Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria

Selain pencegahan, penemuan dan pengobatan malaria juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Untuk indikator penemuan dan pengobatan kasus malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah baik secara mikroskopis/RDT dimana sebagai diagnosa yang tepat dan cepat untuk menentukan kasus positif malaria. Pada tahun 2008 sebesar 1.912.698 malaria klinis, yang diperiksa sediaan darah hanya sebesar 921.599 (48,18%) terjadi peningkatan pada tahun 2009 yaitu 75,61% dan pada tahun 2010 terjadi penurunan yaitu 64,44 % malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya. Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjaminan ketersediaan bahan/reagensia laboratorium/mikroskospis malaria, kemampuan petugas mikroskopis, jangkauan pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria.


(16)

Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT. Pada tahun 2011, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria, 211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih tinggi daripada laporan Riskesdas tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan efektif baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga perlu ada upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga analis di daerah risiko tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dilakukan dan masih menjadi andalan adalah pengobatan terhadap penderita malaria dengan tepat dan cepat. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga kategori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya.

Malaria berat merupakan komplikasi dari infeksi malaria yang sering menimbulkan kematian. Faktor yang menyebabkan perlangsungan menjadi berat ataupun kematian ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosa ) dan penanganan yang salah/ tidak tepat/ terlambat. Perubahan yang besar dalam


(17)

penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu: 1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik). 3. Pengobatan terhadap komplikasi.

Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per-parenteral ( intravena, per infus/intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya resistensi, Derivat Artemisinin merupakan obat baru yang berasal dari China. Untuk mengendalikan malaria selain dengan pengobatan sangatlah penting melalui pencegahan terjadinya malaria. Salah satu pencegahannya adalah dengan memakai kelambu sewaktu tidur atau dengan memakai autan pada malam hari, sebab nyamuk

Anopheles ini sering menggigit pada malam hari. Besarnya persentase pemakaian

kelambu (dengan dan tanpa insektisida) nasional adalah 26,1 persen. Persentase pemakaian kelambu berinsektisida di seluruh Indonesia adalah 12,9 persen (Kemenkes RI, 2011).


(18)

2.7. Pengertian dan Peran Petugas Malaria dalam Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria di Puskesmas

Pengertian petugas malaria adalah seorang yang melakukan kegiatan terus menerus, teratur dan sistematis di bidang penyakit malaria dalam pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data malaria untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan penemuan dan pengobatan kasus malaria secara cepat dan tepat disesuaikan dengan kondisi setempat (Kemenkes RI, 2014). Kegiatan petugas malaria, terbagi menjadi 3 periode, yaitu:

1. Periode kewaspadaan sebelum KLB atau surveilans Periode Peringatan Dini (PPD) : Suatu kegiatan untuk memantau secara terartur perkembangan penyakit malaria di suatu wilayah dan mengambil tindakan pendahuluan untuk mencegah timbulnya KLB malaria.

2. Periode KLB : Kegiatan yang dilakukan dalam periode dimana kasus malaria menunjukan proporsi kenaikan dua kali atau lebih dari biasanya/ sebelumnya dan terjadi peningkatan yang bermakna baik penderita malaria klinis maupun penderita malaria positif atau dijumpai keadaan penderita Plasmodium falciparum dominan atau ada kasus bayi positif baik disertai ada kematian karena atau diduga malaria dan adanya keresahan masyarakat karena malaria.

3. Periode Paska KLB : Kegiatannya sama seperti pada periode peringatan dini. Monitoring dilakukan dengan cara pengamatan rutin atau melakukan survei


(19)

secara periodik pada lokasi KLB (MBS/MFS) juga melakukan survei vektor dan lingkungan.

Kegiatan petugas malaria puskesmas terdiri dari : 1. Pengumpulan Data

Jenis data kasus malaria yang dikumpulkan di setiap jenjang baik di tingkat Puskesmas, Kabupaten, Propinsi dan Pusat merupakan data situasi malaria . 2. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan cara memindahkan data dari formulir yang satu ke formulir yang lain. Pengolah data tersebut dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan, mengurangi, mengalikan dan membagi sesuai dengan kebutuhan “Pedoman Pengumpulan, Pengolahan dan Penyajian Data” yang telah ditetapkan dan berlaku bagi setiap tingkat/jenjang unit organisasi. Pengolahan data dalam rangka pemberantasan malaria mencakup beberapa hal, antara lain: a) Kasus Malaria Klinis atau Malaria Positif

Laporan kasus malaria klinis dan positif dapat diolah dengan menggunakan rumus :

Rata-rata per bulan =

12 bulan

Jumlahkasus selama satu tahun

b) Data Daerah Malaria

• Puskesmas dengan Pemeriksaan Klinis diperiksa Laboratorium

Data malaria positif diolah untuk mendapatkan API masing-masing desa didapat dari Active Case Detection (ACD), Passive Case Detection (PCD) dan dari


(20)

API = Jumlah kasus positif selama satu tahun Jumlah Penduduk endemis

x 1000‰

Setelah ditentukan desa-desa dengan API>50‰, dan selanjutnya dibuat juga tabel desa yang melakukan pemberantasan vektor yang mencakup : jumlah jiwa, jenis pemberantasan vektor, demikian juga dengan Parasite Rate (PR) dari hasil malariometrik survei evaluasi.

c) Pemetaan

Hasil pengolahan data yang ada selanjutnya dibuat data stratifikasi wilayah puskesmas dengan batas desa, kemudian daerah itu dibagi berdasarkan reseptivitas, infrastrukur, data entomologi, pemberantasan vector dan API per desa. API dikelompokkan sebagai berikut :

HCI (High Case Incidence), API> 5‰ penduduk, diberi warna merah. MCI (Moderate Case Incidence), API< 5‰ penduduk, diberi warna kuning. LCI (Low Case Incidence), API< 1‰ penduduk, diberi warna hijau.

d) Pola Musim Penularan

• Menentukan pola musim penularan pada penyakit malaria yang bersifat musiman dapat dihitung dengan menghimpun data dengan unit waktu bulanan selama minimal lima tahun.

• Langkah-langkah menentukan pola musim penularan perlu dilakukan

pengumpulan, pengolahan dan penyajian data secara tertib, teratur dan terus menerus selama lima tahun terakhir.


(21)

3. Pelaporan Data

Pelaporan data petugas malaria dilakukan dengan alur sebagai berikut : • Data awal diperoleh dari Puskesmas Pembantu, Poskesdes dan Polindes • Data dari ketiga elemen tersebut diperoleh oleh Puskesmas

• Kemudian data dari Puskesmas dan rumah sakit dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

• Dari Dinas Kesehatan Kabupaten dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi bersama data dari rumah sakit di wilayah kerja Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Laboratorium kesehatan daerah Provinsi.

• Dari Dinas Kesehatan Propinsi kemudian dilaporkan ke Ditjen PPM&PLP Subdit Malaria.

4. Tindak Lanjut

Bila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria, dilakukan upaya penanggulangan sebagai berikut :

1. Mass Fever Survey (MFS)

• Pemeriksaan spesimen darah tersangka malaria pada semua penderita demam dan dilakukan pengobatan klinis atau pengobatan radikal terhadap semua penderita malaria positif.

• Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan untuk mengetahui apakah kasus yang terjadi indigenous atau import serta untuk mengetahui sampai sejauh mana penyebaran kasus, PE dilakukan pada semua kasus malaria positif.


(22)

2. Pengamatan Vektor, dilakukan pengamatan vektor untuk mengetahui jenis vektor yang sudah dikonfirmasi maupun suspek vektor, dan perilaku vektor.

3. Pemberantasan Vektor, untuk menekan penularan malaria, dilakukan upaya pemberantasan vektor dengan berbagai metode yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

4. Jejaring

• Tingkat Kabupaten : Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, LSM/NGO, Bappeda, DPRD.

• Tingkat Propinsi : Rumah Sakit, Labkesda, Kesehatan Lingkungan, Dinas Kabupaten/Kota, DPRD, Bappeda, Universitas, Surveilans/pengamatan. • Tingkat Pusat, Subdit Malaria, Kesehatan Lingkungan, Subdit Pengamatan

Epidemiologi Penyakit, Pusdakes, BPP, Subdit Pengendalian vektor, Ditlabkes, Dit Promosi Kesehatan.

2.7.1. Indikator Petugas Malaria

A. Indikator Input

a) Proporsi puskesmas yang mempunyai peta stratifikasi b) Proporsi puskesmas endemis malaria

c) Proporsi desa endemis malaria

d) Proporsi tenaga pengelola malaria yang sudah dilatih e) Proporsi tenaga mikroskopis yang sudah dilatih


(23)

g) Proporsi puskesmas yang mempunyai mikroskop yang berfungsi h) Proporsi puskesmas dengan reagensia yang cukup

i) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pemberantasan vektor yang cukup

j) Proporsi puskesmas yang mempunyai peralatan pengamatan vektor yang cukup

k) Proporsi puskesmas yang sudah memperoleh pedoman (Juknis dan Juklak) l) Proporsi puskesmas/pustu yang mempunyai kebutuhan obat anti malaria yang

cukup

m) Proporsi puskesmas dengan kebutuhan biaya operasional yang cukup B. Indikator Proses

a) Proporsi cakupan penemuan penderita

b) Proporsi puskesmas yang melakukan diagnosa malaria dengan laboratorium c) Proporsi penderita malaria klinis yang diperiksa secara laboratorium

d) Proporsi penderita yang memperoleh pengobatan klinis

e) Proporsi penderita malana positif yang memperoleh pengobatan radikal f) Proporsi penderita yang dilakukan penyelidikan epidemiologi

g) Proporsi penderita malaria yang dilakukan follow up

h) Proporsi lokasi yang dilakukan pemberantasan vektor yang didukung data epidemiologi dan entomologi (evidence base)


(24)

j) Proporsi tenaga mikroskopis yang melakukan kesalahan pemeriksaan laboratorium > 5%.

C.Indikator Out Put a) Parasit Rate (PR)

b) SPR (mengukur ketepatan diagnosa)

c) Parasit formula (% Pls. falcifarum, Pls. vivax) d) Proporsi gagal obat

e) Kepadatan vektor (MBR) D. Indikator Out Come

a) Case Fatality Rate (CFR)

b) Annual Parasite Incidence (API)

c) Annual Malaria Incidence (AMI)

2.7.2. Kekurangan dan Kelebihan dalam Kegiatan Petugas Malaria

A. Kekurangan dalam kegiatan petugas malaria

 Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan malaria rutin dan non rutin di fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi. Dari evaluasi yang dilakukan pada petugas malaria masih ada desa/dusun/kota yang tinggi kasus malaria tetapi tidak mengirimkan laporan secara rutin ke puskesmas atau rumah sakit.

 Data laporan rutin dan data survei yang tidak dipisahkan sehingga tidak dapat melihat situasi malaria yang sebenarnya.


(25)

 Kesalahan pada SDM petugas malaria puskesmas yang belum memasukkan data tepat waktu, sudah diolah tapi tidak dianalisis, petugas puskesmas mengalami hambatan menyebarkan informasi dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria.

 Informasi yang dihasilkan belum dilaksanakan secara optimal untuk pengambilan keputusan.

 Kesulitan mengakses data dan informasi dan banyaknya data yang hilang.

 Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah dan masyarakat di daerah risiko tinggi malaria agar pengobatan malaria lebih efektif dilakukan, yaitu dengan pengobatan ACT yang diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan dosis obat diperoleh untuk 3 hari serta diminum seluruhnya, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria dan mencegah resistensi.

 Kurangnya tenaga profesional, dana, serta sarana/prasarana untuk pelaksanaan kegiatan petugas malaria.

B. Kelebihan dalam Kegiatan petugas malaria

Kelebihan dalam kegiatan petugas malaria di Indonesia meliputi :

 Sistem yang ada saat ini merupakan bagian dari SIKNAS (Sistem Informasi Kesehatan Nasional) mendukung program Indonesia sehat 2015.

 Sistem yang saat ini berfokus pada penyakit yang dapat menyebabkan KLB sampai pada tahap desiminasi informasi dan penyebaran informasi.


(26)

 Alur sistem malaria di Indonesia memiliki jenjang pengumpulan informasi yang jelas mulai dari tingkat pelayanan kesehatan dasar hingga tingkat pengelolahan dan penyebaran data.

 Sudah ditetapkan jumlah tenaga kesehatan yang melakukan kegiatan survailens epidemiologi tersebut.

Sistem malaria di Indonesia sudah memiliki aturan mengenai sumber data yang harus jelas, jenis data yang akan dikumpulkan sudah berjenjang dan dibagi kedalam berbagai situasi meliputi : periode peringatan dini dan penanggulangan KLB, data kasus malaria sudah divisualisasikan kedalam bentuk tabel, grafik, peta serta jenis data yang akan dikumpulkan pada sistem surveilens meliputi data demografi, epidemiologi, entomologi, hasil kegiatan, standarisasi waktu pengumpulan data tergantung dari kebutuhan, format pengisian laporan sudah diatur dan disosialisasikan kepada petugas malaria, indikator yang digunakan dalam kegiatan survailens sudah ditetapkan.


(27)

Petugas malaria harus memahami tentang tatalaksana kasus malaria sebagai berikut

:

Pasien datang dengan gejala klinis

Tersangka Malaria

Kegawatan (+) Kegawatan (-)

Mikroskopis (+) Malaria konfirmasi →diobati dengan OAM sesuai standard Mikroskopis (-)

Test dengan RDT,bilaRDT tidak tersedia ulang pemeriksaan mikroskopis setelah 4 jam Rujuk ke RS,

rawat di RS

Positif Negatif

Periksa ulang bila gejala masih ada

Malaria konfirmasi→ diobati sesuai standard

Negatif Bukan Malaria

Gambar 2.1. Alur Penemuan dan Pengobatan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2013)

2.8. Landasan Teori

Dari tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa puskesmas endemis malaria di Kabupaten Deli Serdang tidak mencapai target jumlah konfirmasi kasus yang diperiksa dengan menggunakan mikroskop/RDT yang sudah ditentukan sebesar 29.208 kasus, padahal telah dilaksanakan beberapa kegiatan yaitu Pelatihan Pemantapan Mutu Petugas Malaria dan Pelatihan Tatalaksana Kasus Malaria bagi


(28)

Dokter, Bidan Desa, Pelatihan Mikroskop bagi Petugas Mikroskop Puskesmas dan Monitoring dan Evaluasi. Berdasarkan observasi awal peneliti tentang rendahnya kinerja petugas malaria puskesmas tersebut disebabkan oleh pengetahuan yang rendah, strategi dan sarana/prasarana yang minim.

2.8.1. Pengetahuan

Menurut Meliono, dkk (2013), pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan adal

yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan.

a)

Terdapat empat jenis pengetahuan yaitu :

Pengetahuan Implisit yaitu :

b)

pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

Pengetahuan Eksplisit yaitu :

c)

pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata berupa media atau semacamnya.

Pengetahuan Empiris yaitu : pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakuka


(29)

yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi

d) Pengetahuan rasionalisme yaitu : pengetahuan yang diperoleh melalui akal budi.

Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak

menekankan pada pengalaman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a.

seseorang, di antaranya : Pendidikan

b. M

adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan yaitu mencerdaskan manusia.

edia

c.

yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Jadi contoh dari media massa ini adalah televisi, radio, koran, dan majalah.

Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer

Ada dua macam pengetahuan yang dikemukakan oleh Plato dalam Abolla A.S (2010). Pengetahuan yang pertama adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman atau indera (pengetahuan pengalaman) dan yang kedua adalah pengetahuan yang diperoleh melalui akal (pengetahuan akal). Menurut Kant, dalam


(30)

umum dan mutlak, serta memberi pengetahuan yang baru. Beberapa teori pengetahuan yang dikemukakan Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), antara lain : a. Teori a Priori dan a Posteriori

Teoria priori adalah pengetahuan yang bersumber tidak dari pengalaman langsung, melainkan dari ‘aturan umum’ yang ‘dipinjam’ dari pengalaman, menurut Kant teori a priori ini ada dua macam yaitu :

Idea of necessity (keharusan), misalnya setiap peristiwa tentu ada

penyebabnya,

Strict-absolute (benar-benar absolut), misalnya semua benda memiliki

berat.

Menurut Kant, ada jenis pengetahuan yang bersumber dari dunia empirik yang bisa mencapai tingkat absolut karena kebenarannya mencapai tingkat kepastian. Pengetahuan a posteriori atau pengetahuan empirik adalah pengetahuan yang bersumber dari pengalaman.

b. Analitik dan Sintetik

Pengetahuan diformulasikan dalam bentuk putusan (judgement), ada dua bentuk:

 Putusan analitik adalah putusan dimana predikatnya ada di dalam subyek, misalnya semua lingkaran adalah bulat.

 Putusan sintetik adalah putusan dimana predikatnya di luar subyek, yaitu sesuatu yang berbeda dari subyek dan memberikan tambahan terhadap subyek.


(31)

c. Obyek Pengetahuan

Menurut Kant dalam Rahmawati S, dkk (2013), obyek pengetahuan ada dua, yaitu:

Nomena, adalah eksistensi yang dinalar akal (intelligible existence), yaitu sesuatu yang ada di dalam diri mereka sendiri dan difikirkan oleh akal.

 Fenomena, adalah eksistensi indrawi dan menjadi obyek pengalaman dan obyek intuisi indrawi (sensuous existence), bukan sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri. Fenomena itu berupa materi dan ada dalam realitas indrawi. Fenomena adalah obyek dari pengalaman yang bersifat mungkin.

d. Sumber Pengetahuan

Indera (sense), inilah yang menyerahkan obyek kepada kita. Tanpa kemampuan indrawi tidak akan ada obyek yang diberikat kepada kita.

Pemahaman (understanding), inilah yang memberi kita pemikiran. Tanpa pemahaman tidak akan ada obyek yang dipikirkan.

Menurut Kant, dalam Rahmawati S, dkk (2013) ada tiga tingkatan pengetahuan manusia, yaitu :

1. Tingkat Penyerapan Indrawi (Sinneswahrnehmung)

Unsur a priori, pada taraf ini, disebut Kant dengan ruang dan waktu. Dengan unsur a priori ini membuat benda-benda objek penyerapan ini menjadi ‘meruang’ dan


(32)

ruang kosong, ke dalamnya suatu benda bisa ditempatkan; ruang bukan merupakan “ruang pada dirinya sendiri” (Raum an sich). Dan waktu bukanlah arus tetap, dimana pengindraan-pengindraan berlangsung, tetapi ia merupakan kondisi formal dari fenomena apapun, dan bersifat apriori yang bisa diamati dan diselidiki hanyalah fenomena-fenomena atau penampakan-penampakannya saja, yang tak lain merupakan sintesis antara unsur-unsur yang datang dari luar sebagai materi dengan bentuk-bentuk apriori ruang dan waktu di dalam struktur pemikiran manusia.

2. Tingkat Akal Budi (Verstand)

Bersamaan dengan pengamatan indrawi, bekerjalah akal budi secara spontan. Tugas akal budi adalah menyusun dan menghubungkan data-data indrawi, sehingga menghasilkan putusan-putusan. Dalam hal ini akal budi bekerja dengan bantuan fantasinya (Einbildungskraft). Pengetahuan akal budi baru diperoleh ketika terjadi sintesis antara pengalaman inderawi tadi dengan bentuk-bentuk apriori yang dinamai Kant dengan ‘kategori’, yakni ide-ide bawaan yang mempunyai fungsi epistemologis dalam diri manusia.

3. Tingkat Intelek/Rasio (Versnunft)

Idea ini sifatnya semacam ‘indikasi-indikasi kabur’, petunjuk-petunjuk untuk pemikiran (seperti juga kata ‘barat’ dan ‘timur’ merupakan petunjuk-petunjuk; ‘timur’ an sich tidak pernah bisa diamati). Tingkat intelek adalah menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan pada tingkat dibawahnya, yakni akal budi (Verstand) dan tingkat penyerapan inderawi (Senneswahnehmung).


(33)

Strategi adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis organisasi dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari organisasi dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat (Salusu, 2010). Secara umum, strategi adalah proses penentuan rencana kerja para atasan yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Secara khusus, strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pasien di masa depan. Dengan demikian, strategi selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Organisasi perlu mencari kompetensi inti di dalam pelayanan yang dilakukan. Perumusan strategi merupakan proses penyusunan langkah-langkah ke depan yang dimaksudkan untuk membangun visi dan misi organisas, menetapkan tujuan strategis dan keuangan organisas, serta merancang strategi untuk mencapai tujuan tersebut dalam rangka menyediakan customer value terbaik. Beberapa langkah yang perlu dilakukan organisasi

• Mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki oleh dalam merumuskan strategi, yaitu :

organisasi di masa depan dan menentukan misi organisasi untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan tersebut,


(34)

• Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh Dinas Kesehatan dalam menjalankan misinya,

• Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan dari strategi-strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya,

• Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi,

• Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Salusu, 2010).

Setiap organisasi mempunyai hubungan erat dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok lain seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Terdapat tingkatan-tingkatan strategi yaitu : 1). Corporate Strategy berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. Pertanyaan apa yang menjadi urusan kita dan


(35)

bagaimana kita mengendalikan organisasi, tidak semata mata untuk dijawab oleh organisasi pemerintah tetapi juga oleh organisasi nonprofit. Bagaimana misi itu dijalankan juga penting, ini memerlukan keputusan-keputusan strategik dan perencanaan strategik yang selayaknya juga disiapkan oleh setiap organisasi, 2).

Business Strategy menjabarkan bagaimana merebut pasar di tengah masyarakat.

Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan strategi yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik, 3). Functional Strategy merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu :

Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan.

Strategi fungsiona

planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing dan integrating.

Strategi isu strategik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah (Salusu, 2010).


(36)

Tingkat-tingkat strategi itu merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi isyarat bagi setiap pengambil keputusan tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak boleh dilihat dari sudut kerapian administratif semata, tetapi juga hendaknya memperhitungkan soal “kesehatan” organisasi dari sudut ekonomi.

1)

Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara bersamaan. Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut :

2)

Strategi Integrasi yaitu : integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan / atau pesaing.

3)

Strategi Intensif yaitu : penetrasi pasar, dan pengembangan produk karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

Strategi Diversifikasi, terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah


(37)

produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal.

Disamping strategi integrasi, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama proses rasionalisasi dan menghadapi tekanan dari para pemegang saham, karyawan dan media. Divestasi adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi atau investasi strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi rasionalisasi biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas lainnya dalam perusahaan. Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara emosional sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti beroperasi daripada terus menderita kerugian dalam jumlah besar. Ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya,


(38)

Strategi itu penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan rendah. Ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat, bukan hanya oleh pejabat tinggi. Tiga tingkatan kemudahan penyesuaian strategi dengan struktur manajemen yaitu : manajemen tingkat atas, manajemen tingkat menengah dan manajemen tingkat bawah. Ketiga tingkatan strategi itu ialah : Strategi organisasi, yaitu grand strategy yang sudah mencakup enterprise strategy, Strategi departemental yaitu business strategy dan Strategi fungsional.

Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam membagi strategi itu dalam beberapa kategori, kita cukup diberi petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya satu. Di samping itu, tiap-tiap strategi ini saling menopang sehingga merupakan satu kesatuan kokoh yang mampu menjadikan organisasi sebagai satu lembaga yang kokoh pula, mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu.

2.8.2. Sarana/Prasarana

Menurut Amirin T.M (2011) secara Etimologis (bahasa) sarana berarti segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan; alat,


(39)

Kinerja Petugas Malaria Puskesmas berdasarkan :

1. Pengetahuan 2. Strategi

3. Sarana/Prasarana

Penemuan dan Pengobatan Kasus

Malaria

media misalnya : ruangan, buku pedoman dan panduan, laboratorium, dan reagensia. Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan, misalnya : kenderaan roda dua, kenderaan roda empat. Administrasi sarana/prasarana dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria itu adalah semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas.

2.9. Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan landasan teori diatas, maka peneliti membuat alur pikir penelitian sebagai berikut :


(1)

• Melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh Dinas Kesehatan dalam menjalankan misinya,

• Merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan dari strategi-strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya,

• Menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi,

• Memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendek dan jangka panjang (Salusu, 2010).

Setiap organisasi mempunyai hubungan erat dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di dalam masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok lain seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya. Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara organisasi dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu akan dilakukan sehingga dapat menguntungkan organisasi. Strategi itu juga menampakkan bahwa organisasi sungguh-sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Terdapat tingkatan-tingkatan strategi yaitu : 1). Corporate Strategy berkaitan dengan misi organisasi, sehingga sering disebut Grand Strategy yang meliputi bidang yang digeluti oleh suatu organisasi. Pertanyaan apa yang menjadi urusan kita dan


(2)

bagaimana kita mengendalikan organisasi, tidak semata mata untuk dijawab oleh organisasi pemerintah tetapi juga oleh organisasi nonprofit. Bagaimana misi itu dijalankan juga penting, ini memerlukan keputusan-keputusan strategik dan perencanaan strategik yang selayaknya juga disiapkan oleh setiap organisasi, 2).

Business Strategy menjabarkan bagaimana merebut pasar di tengah masyarakat.

Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan strategi yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik, 3). Functional Strategy merupakan strategi pendukung dan untuk menunjang suksesnya strategi lain. Ada tiga jenis strategi fungsional yaitu :

Strategi fungsional ekonomi yaitu mencakup fungsi-fungsi yang memungkinkan organisasi hidup sebagai satu kesatuan ekonomi yang sehat, antara lain yang berkaitan dengan keuangan, pemasaran, sumber daya, penelitian dan pengembangan.

Strategi fungsiona

planning, organizing, implementating, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, decision making, representing dan integrating.

Strategi isu strategik, fungsi utamanya ialah mengontrol lingkungan, baik situasi lingkungan yang sudah diketahui maupun situasi yang belum diketahui atau yang selalu berubah (Salusu, 2010).


(3)

Tingkat-tingkat strategi itu merupakan kesatuan yang bulat dan menjadi isyarat bagi setiap pengambil keputusan tertinggi bahwa mengelola organisasi tidak boleh dilihat dari sudut kerapian administratif semata, tetapi juga hendaknya memperhitungkan soal “kesehatan” organisasi dari sudut ekonomi.

1)

Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara bersamaan. Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut :

2)

Strategi Integrasi yaitu : integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan / atau pesaing.

3)

Strategi Intensif yaitu : penetrasi pasar, dan pengembangan produk karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

Strategi Diversifikasi, terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah


(4)

produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal.

Disamping strategi integrasi, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama proses rasionalisasi dan menghadapi tekanan dari para pemegang saham, karyawan dan media. Divestasi adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi atau investasi strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi rasionalisasi biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas lainnya dalam perusahaan. Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara emosional sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti beroperasi daripada terus menderita kerugian dalam jumlah besar. Ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus.


(5)

Strategi itu penting dipahami oleh setiap eksekutif, manajer, kepala atau ketua, direktur, pejabat senior dan junior, pejabat tinggi, menengah dan rendah. Ini harus dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat, bukan hanya oleh pejabat tinggi. Tiga tingkatan kemudahan penyesuaian strategi dengan struktur manajemen yaitu : manajemen tingkat atas, manajemen tingkat menengah dan manajemen tingkat bawah. Ketiga tingkatan strategi itu ialah : Strategi organisasi, yaitu grand strategy yang sudah mencakup enterprise strategy, Strategi departemental yaitu business strategy dan Strategi fungsional.

Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam membagi strategi itu dalam beberapa kategori, kita cukup diberi petunjuk bahwa strategi organisasi tidak hanya satu. Di samping itu, tiap-tiap strategi ini saling menopang sehingga merupakan satu kesatuan kokoh yang mampu menjadikan organisasi sebagai satu lembaga yang kokoh pula, mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu.

2.8.2. Sarana/Prasarana

Menurut Amirin T.M (2011) secara Etimologis (bahasa) sarana berarti segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan; alat,


(6)

Kinerja Petugas Malaria Puskesmas berdasarkan :

1. Pengetahuan 2. Strategi

3. Sarana/Prasarana

Penemuan dan Pengobatan Kasus

Malaria

media misalnya : ruangan, buku pedoman dan panduan, laboratorium, dan reagensia. Prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan, misalnya : kenderaan roda dua, kenderaan roda empat. Administrasi sarana/prasarana dalam penemuan dan pengobatan kasus malaria itu adalah semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses penemuan dan pengobatan kasus malaria di puskesmas.

2.9. Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan landasan teori diatas, maka peneliti membuat alur pikir penelitian sebagai berikut :