Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

BAB II

TINJAUANPUSTAKA

2.1Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai Administrasi Kependudukan telah diteliti oleh penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut sebagai wacana peneliti untuk mencari celah baru suatu permasalahan yang diperlukan solusi pemecahan masalahnya. Penelitian tersebut antara lain :

Penelitian Dhari (2009), penelitian berjudul Dampak Kebijakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Terhadap Pelayanan Publik. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa dampak dari penyelenggaraan kebijakan SIAK yang diterapkan di Kabupaten Bandar Lampung mengacu pada indikator standar pelayanan publik (prosedur, waktu, biaya, produk, sarana dan prasarana serta kompetensi petugas pemberi layanan) negatif, karena secara keseluruhan belum terjadi peningkatan kualitas pelayanan yang terbaik kepada masyarakat sebagai pengguna layanan SIAK. Hal ini ditunjukkan dengan waktu proses penyelesaian yang lama, tingginya biaya pembuatan dokumen kependudukan dan terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pemerintah.

Dipahandi (2009), tentang Aspek Hukum Akta Pencatatan Sipil yang Diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipill Kota Cirebon. Studi kasus tentang pelayanan Akta Pencatatan Sipil di Kota Cirebon suatu kajian yuridis terhadap Undang -Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam penilitian ini peniliti memfokuskan terhadap Dokumen Pencatatan Sipil antara lain : Akta Kelahiran , Akta Perkawinan, Akta Perceraian,


(2)

Akta Kematian, Akta pengakuan anak dan ganti nama. Setelah dilaksanakan penelitian dapat diamati bahwa: a) perlunya keseragaman dan koordinasi pencatatan pencatatan perkawinan antar instansi Departemen Agama dan Dinas Kependudukandan Pencatatan Sipil Kota Cirebon.

Fajarsari (2010), tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta. Dari hasil penelitian ini diperlukan komitmen yang kuat dan konsistensi dari Pemerintah, baik Pusat maupun pada tingkat Pemerintah Daerah Kota Surakarta untuk melaksanakan dengan cara menetapkan peraturan yang mengatur secara rinci tentang pelaksanaan Undang-Undang Tentang Administrasi Kependudukan, agar Undang-Undang tersebut dapat berlaku secara efektif dengan segera di buat Peraturan Daerah (Perda).

2.2Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Umum Pencatatan Sipil Di Indonesia

Di Indonesia dikenal adanya satu lembaga Pencatatan Sipil yang diusahakan oleh Pemerintah. Lembaga Pencatatan Sipil ini sebelumnya merupakan kelanjutan dari lembaga Pencatatan Sipil pada jaman Pemerintahan Kolonial Belanda yang dikenal dengan nama “Burgerlijke Stand” atau dikenal dengan singkatan B.S dan mengandung arti suatu lembaga yang ditugaskan untuk memelihara daftar-daftar atau catatan-catatan guna pembuktian status atau peristiwa-peristiwa penting bagi para warga negara, seperti kelahiran, perkawinan, kematian.


(3)

dari kata golongan militer, akan tetapi, Pencatatan Sipil itu merupakan suatu catatan yang menyangkut kedudukan hukum seseorang. Dapat dilihat dari kelembagaan Pencatatan Sipil, lembaga ini tugas utamanya melakukan Pencatatan Sipil. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana.

Oleh karena Negara Indonesia adalah suatu Negara Hukum, maka kedudukan hukum dari satu peristiwa penting pada setiap warga negaranya harus jelas dan pasti. Manusia dalam menjalankan hidupnya mengalami peristiwa - peristiwa penting, antara lain : peristiwa perkawinan, peristiwa kelahiran, peristiwa perceraian, peristiwa pengakuan anak, peristiwa pengesahan anak, peristiwa pengangkatan anak, peristiwa perubahan nama, peristiwa perubahan status kewarganegaraan dan peristiwa kematian.

Berkaitan dengan pengertian kelembagaan Pencatatan Sipil itu ada beberapa pendapat para sarjana yang memberikan pengertian tentang Pencatatan Sipil, antara lain adalah Vollmar (1992) berpendapat bahwa, Pencatatan Sipil adalah suatu lembaga yang diadakan oleh penguasa atau Pemerintah yang dimaksudkan untuk membukukan selengkap mungkin dan karena itu memberikan kepastian sebesar - besarnya tentang semua peristiwa yang penting -penting bagi status keperdataan seseorang seperti perkawinan, kelahiran, pengakuan anak, perceraian dan kematian.

Sedangkan Lie (1961) yang mengartikan Pencatatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan sejelas -jelasnya serta memberikan kepastian


(4)

hukum yang sebesar-besarnya atas peristiwa kelahiran, pengakuan, perkawinan dan kematian. Bertitik Tolak dari kedua pendapat mengenai pengertian Pencatatan Sipil tersebut di atas, maka dapatlah ditarik suatu pengertian, bahwa Pencatatan Sipil adalah suatu lembaga yang sengaja diadakan oleh Pemerintah yang bertugas untuk mencatat, mendaftarkan serta membukukan selengkap mungkin tiap peristiwa penting bagi status keperdataan seseorang , misalnya perkawinan, kelahiran, pengakuan anak, pengesahan anak, perceraian, perubahan nama dan kematian.

2.2.2 Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat seringkali dianggap sebagai bagian yang tidak terlepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Banyak definisi partisipasi yang dikemukakan para ahli. Partisipasi dapat diartikan sebagai sumbangan, keterlibatan keikutsertaan warga masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan.

Canter (dalam Arimbi, 1993) mendefinisikan partisipasi sebagai feed-forward information and feedback information. Dengan definisi ini, partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus dapat diartikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komunikasi antara pihak Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di pihak lain sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut. Dari pendapat Canter juga tersirat bahwa masyarakat dapat memberikan respon positif dalam artian mendukung atau memberikan masukan terhadap program atau kebijakan yang diambil oleh Pemerintah, namun dapat juga menolak kebijakan.


(5)

Menurut pendapat Mubyarto (1997) bahwa mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu keberhasilan setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

Nelson, Bryant dan White (1982) menyebutkan bahwa keterlibatan kelompok atau masyarakat sebagai suatu kesatuan, dapat disebut partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individual dalam kegiatan kelompok dapat disebut partisipasi individual. Partisipasi yang dimaksud ialah partisipasi vertikal dan horisontal masyarakat. Disebut partisipasi vertikal karena bisa terjadi dalam kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada pada posisi sebagai bawahan, pengikut atau klien. Disebut partisipasi horisontal, karena pada suatu saat tidak mustahil masyarakat mempunyai kemampuan untuk berprakarsa, di mana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi horisontal satu dengan yang lain, baik dalam melakukan usaha bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Tentu saja partisipasi seperti itu merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

2.2.3 Hubungan Perencanaan Wilayah dan Kebijakan Publik

Raksasatya mengemukakan bahwa kebijakan publik (public policy) pada dasarnya memiliki 3 (tiga) elemen, yaitu :

1) Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai.

2) Taktik atau strategi dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


(6)

dan taktik maupun strategi tersebut di atas.

Dari tiga elemen dalam kebijakan publik tersebut terlihat dengan jelas bahwa pada dasarnya kebijakan publik adalah sebuah sikap dari Pemerintah yang beroreintasi pada tindakan. Artinya, di sini bahwa kebijakan publik merupakan sebuah kerja konkrit dan adanya sebuah organisasi Pemerintah, dan organisasi Pemerintah yang dimaksud adalah sebagai sebuah institusi yang dibentuk untuk melakukan tugas-tugas kepublikan. Tugas-tugas kepublikan menyangkut hajat hidup orang banyak dalam sebuah komunitas yang disebut negara. Tugas-tugas kepublikan tersebut lebih konkrit lagi adalah berupa serangkaian program-program tindakan yang hendak direalisasikan dalam bentuk nyata, untuk itu diperlukan serangkaian pentahapan dan manajemen tertentu agar tujuan tersebut terealisir. Rangkaian proses realisasi tujuan publik tersebutlah yang dimaksudkan dengan kebijakan publik.

Dari pemahaman tersebut, maka pada dasarnya kebijakan publik memiliki implikasi yang menurut Irfan Islamy sebagai berikut :

a. Kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah merupakan penetapan tindakan-tindakan Pemerintah.

b. Kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk teks-teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau diimplementasikan secara nyata.

c. Kebijakan publik tersebut pada hakekatnya harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek yang telah dipikirkan secara matang terlebih dahulu.


(7)

pihak. Dalam penelitian ini lebih banyak menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana membuat kemajuan hubungan antara Pemerintah, swasta dan warga negara dalam upaya pelaksanaan pelayanan publik. Penelitian ini ternyata menghasilkan kajian bahwa dengan adanya kerja kolaborasi antara Pemerintah, swasta dan warga negara dapat memberikan keuntungan yang lebih pada negara meskipun tidak sepenuhnya ditangani. Hal ini dapat dicoba sebagai salah satu cara untuk memajukan negara baik secara teori maupun praktik dalam kolaborasi pelayanan publik modern.

Hubungan perencanaan wilayah dan kebijakan publik dapat dilihat : a) Pembentukan hukum dan Formulasi Kebijakan Publik.

b) Implementasi. c) Evaluasi.

Proses pembuatan kebijakan publik berangkat dari realitas yang ada di dalam masyarakat. Realitas tersebut bisa berupa aspirasi yang berkembang, masalah yang ada maupun tuntutan atas kepentingan perubahan-perubahan. Dari realitas tersebut maka proses berikutnya adalah mencoba untuk mencari sebuah jalan keluar yang terbaik yang akan dapat mengatasi persoalan yang muncul atau memperbaiki keadaan yang ada sekarang. Hasil pilihan solusi tersebutlah yang dinamakan hasil kebijakan publik.

Perencanaan wilayah merupakan bentuk kecil dari suatu perencanaan nasional. Perencanaan wilayah harus didukung oleh kebijakan publik yang tepat, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan publik mendukung pelaksanaan perencanaan wilayah. Keunggulan sebuah wilayah ditentukan oleh kualitas kebijakan publiknya.


(8)

2.2.4 Implementasi Kebijakan

Fungsi dari suatu masyarakat hukum dapat diprediksi hanya jika fungsi tersebut ditentukan oleh tata hukum, dalam pengertian ilmu hukum normatif. Apa yang dapat diprediksi oleh ilmu hukum sosiologis pada dasarnya hanyalah keefektifan atau ketidak efektifan dari tata hukum tersebut, namun demikian efektivitas dari suatu tata hukum merupakan kondisi utama baik validitasnya, dan ketida kefektifannya merupakan kondisi utama bagi "ketidakvalidannya", menurut pengertian ilmu hukum normatif.

Van Meter dan Van Horn merumuskan "proses implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu/pejabat atau kelompok Pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan". Istilah implementasi itu sendiri berasal dari kata dalam bahasa Inggris "Implementation" yang artinya pelaksanaan. Dalam kamus Webster yang kemudian diterjemahkan oleh Solichin Abdul Wahab disebutkan bahwa "mengimplementasikan berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu serta menimbulkan dampak atau akibat tertentu".

Pengertian implementasi itu sendiri menurut Soenarko diartikan sebagai "kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan Pemerintah tersebut. Oleh karena itu dapat pula disebut sebagai kegiatan administrasi. Sedang dalam administrasi terdapat kegiatan penting yaitu kepemimpinan. Dalam kaitan proses implementasi strategi yang merupakan salah satu proses yang dapat dikatakan menjadi penentu keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini disebabkan karena implementasi strategi merupakan aspek yang penting dari keseluruhan tahap kebijakan, seperti yang diungkapkan oleh Udoji yang


(9)

menyatakan: "Bahwa pelaksanaan suatu kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan".

Menurut Udoji, pengukuran keberhasilan implementasi strategi ditentukan oleh variabel isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan terdiri atas :

• Kepentingan yang dipengaruhi

Kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda-beda bahkan lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit kepentingan.

• Tipe Manfaat

Kebijakan yang memberikan manfaat yang aktual dan langsung dapat dirasakan sasaran akan lebih mudah diimplementasikan.

• Derajat perubahan yang diharapkan

Kebijakan cenderung lebih mudah diimplementasikan jika dampak yang diharapkan dapat memberikan hasil yang pemanfaatannya jelas dibandingkan dengan yang bertujuan merubah sikap dan perilaku penerima kebijakan. Letak Pengambilan Keputusan Kedudukan pembuat kebijakan akan mempengaruhi implementasi kebijakannya.

• Pelaksana Program

Keputusan mengenai siapa yang ditugasi mengimplementasikan kebijakan dapat mempengaruhi pelaksanaannya dan juga hasil yang diperoleh. Dalam hal ini tingkat kemampuan, keaktifan, keahlian dan dedikasi yang tinggi akan berpengaruh pada proses pelaksanaan kebijakan.


(10)

• Sumber daya yang dilibatkan

Siapa dan berapa sumber dana yang digunakan dan dari mana asalnya akan berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijaksanaan Pemerintah melalui proses yang panjang dan meluas guna tercapainya tujuan kebijaksanaan itu, karena penerapannya (aplication) kebijaksanaan itu adalah terhadap rakyat.

2.3Fungsi dan Mamfaat Akta Kelahiran

Akta Kelahiran adalah sebuah akta yang wujudnya berupa selembar kertas yang dikeluarkan Negara berisi informasi mengenai identitas anak yang dilahirkan, yaitu nama, tanggal lahir, nama orang tua serta tanda tangan pejabat yang berwenang.

Terdapat kesalahan persepsi yang memandang pencatatan kelahiran hanya sebagai bagian dari pekerjaan teknis administratif. Padahal, seharusnya pencatatan kelahiran merupakan manifestasi dari hak asasi manusia. Para birokrat Pemerintahan memandang urusan KTP dan Akta Kelahiran hanyalah urusan teknis Administrasi Kependudukan. Cara pandang yang mensubordinasikan masalah pencatatan kelahiran menjadi sekedar urusan Administrasi Kependudukan inilah yang merupakan masalah.

Pencatatan kelahiran adalah hak anak yang paling dasar yang seharusnya diberikan negara. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak untuk diakui sebagai manusia di mana pun di depan


(11)

hukum. Hal itu juga dipertegas dalam Kovenan Internasional mengenai Hak Sipil dan Politik. Dalam perspektif HAM, sebuah nama bersifat universal, terlepas dengan latar belakang politik, agama, dari orangtua mereka. Dalam perspektif seperti itu, pencatatan kelahiran merupakan kewajiban negara untuk mencatat kelahiran anak-anak di Indonesia. Eksistensi legal seseorang sebenarnya baru diakui setelah kelahirannya dicatatkan. Selain nama, kewarganegaraan merupakan status legal imbuhan yang menempatkan seseorang sebagai subyek hukum dari satu yurisdiksi. Tanpa kewarganegaraan, seseorang tak mempunyai privilege-privilege tertentu dari negara, termasuk untuk mendapatkan KTP.

Konstruksi seperti di atas, Akta Kelahiran seharusnya ditempatkan sebagai sebuah dokumen yang amat penting. Akta Kelahiran merupakan dokumen autentik yang paling dasar, yang harus diberikan negara kepada anak-anak Indonesia yang baru dilahirkan. Namun dalam praktik, pencatatan kelahiran tidak dikaitkan dengan status legal seseorang. Pencatatan kelahiran juga tak dikaitkan dengan hak-hak khusus, privilege yang disediakan oleh negara.

Fungsi utama dari Akta Kelahiran :

• Menunjukkan hubungan hukum antara si anak dengan orang tuanya secara hukum, di dalam Akta Kelahiran tersebut disebutkan siapa bapak dan ibu dari si anak.

• Merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki sang anak. Akta Kelahiran membuktikan bahwa si anak lahir di Indonesia dan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).

Kegunaan Akta Kelahiran :


(12)

• Membuat identitas lain, seperti Kartu Kelurga atau Kartu Tanda Penduduk.

• Mencari pekerjaan.

• Menikah, dll.

2.4Peran dan Fungsi Tenaga Kesahatan Dalam Kepemilikan Akta Kelahiran

Dalam rangka upaya peningkatan pencatatan kelahiran dan kepemilikan Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan, Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan telah memerintahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memberdayakan petugas kesehatan terutama para Bidan di desa desa untuk berperan aktif dalam rangka peningkatan kepemilikan Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Gambar 2.1 Tugas Bidan TUGAS BIDAN

Sebagai Ujung Tombak Dalam Pencatatan Kelahiran

- Mengisi Buku KIA - Membuat Surat Kelahiran. - Membantu mengisi Formulir

Pelaporan Kelahiran.

BIDAN

- Mengisi Buku Induk Kelahiran di Kantor Bidan (Register Bidan).

- Mempersiapkan Laporan Kelahiran Bulanan ke :Desa.

Puskesmas. - Mengidentifikasi masalah yg

timbul dlm proses pencatatan kelahiran :

Teknis administratif.

Prosedur, tata cara dan persyaratan.

- Advokasi kpd Masy untuk :

Pencatatan kelahiran tepat waktu.

Penyiapan nama Bayi.

Penyiapan berkas persyaratan


(13)

Gambar 2.2 Hak Bidan HAK BIDAN

Sebagai Ujung Tombak Pencatatan Kelahiran

Kepastian landasan bekerja krn terlibat dlm SPK (Perda).

Penetapan Peraturan Bupati sbg pembantu Dinas.

Mendapatkan pembelaan hkm bila terjadi kasus.

BIDAN

Honorarium Bulanan.

Tersedia alat transportasi atau biaya transportasi utk koordinasi.

Tersedia Buku/Register dlm format resmi.

Tersedia Formulir kelahiran yg diperbaharui.

PENINGKATAN KAPASITAS :Mendapatkan diklat ttg sistem

dan operasionalisasi pencatatan kelahiran

HUKUM :

INSENTIF : ADMINISTRATIF :

Menjadi instruktur utk Pilot Proyek di Kab. lain.

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan SipilKab. Tapanuli Selatan

2.5 Fenomena Sebelum Diimplementasikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Sesudah Diimplementasikan di Kabupaten Tapanuli Selatan

2.5.1 Fenomena Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebelum Diimplementasikan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Sebelum Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terutama pasal 32 ayat (2) diimplementasikan dalam hal tingkat partisipasi masyarakat untuk mengurus Akta Kelahiran lumayan bagus, permasalahan pada tingkat desa juga tidak terlalu ada karena masayarakat tidak ada peraturan yang mengikat harus melalui Pengadilan Negeri karena dalam pengurusan Akta Kelahiran dari tahun 2006 sejak Undang-Undang ini dikeluarkan sampai dengan Desember 2011 Pemerintah memberikan dispensasi pelayanan pencatatan kelahiran sesuai dengan surat Menteri Dalam Negeri Nomor474.1/51274/SJ tanggal 11Juni 2007 perihal Dispensasi Pelayanan Pencatatan Kelahiran Dalam Masa Transisional berlakunya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi


(14)

Kependudukan, surat edaran Menteri Dalam Negeri ini terus diperpanjang hingga terakhir dikeluarkan pada tahun 2011 dengan surat Menteri Dalam Negeri Nomor 472.11/5111/SJ tanggal 28 Desember 2010 perihal Perpanjangan Masa Berlaku Dispensasi Pelayanan Pencatatan Kelahiran.

Sehubungan dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut tingkat kepemilikan Akta Kelahiran masyarakat di Kabupaten Tapanuli Selatan cukup tinggi dari data yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tapanuli Selatan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan dispensasi pelayanan pencatatan kelahiran tersebut tercatat dalam register Pencatatan Sipil di Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebanyak 12.942 (dua belas ribu sembilan ratus empat puluh dua) anak/eksempelar Akta Kelahiran yang dikeluarkan dari target yang akan diselesaikan sebanyak 52.302 anak, atau masih ada 39.360 anak yang belum terlayani.

2.5.2 Fenomena Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Setelah Diimplementasikan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Setelah Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terutama pasal 32 ayat (2) diimplementasikan di Kabupaten Tapanuli Selatan masyarakat banyak yang mengeluh tidak setuju Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ini diimplementasikan, masyarakat merasa dipersulit oleh Pemerintah. Dari data yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tapanuli selatan masih ada sekitar 52.302 anak yang belum memiliki Akta Kelahiran. Data yang ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tapanuli Selatan masyarakat yang terlayani selama tahun 2012 hanya sebanyak 13.220 anak yang terlayani untuk memiliki Akta Kelahiran.


(15)

2.6Tinjauan Pemerintah Daerah Kaitannya Dengan Perencanaan Wilayah Pedesaan

Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas. Penduduk berkualitas merupakan modal dasar pembangunan berkelanjutan.

Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.

Untuk mewujudkan suatu perencanaan pembagunan yang baik setidaknya ada empat hal yang harus disiapkan oleh Pemerintah Daerah agar visi membangun dan mensejahterakan rakyatnya menjadi kenyataan. Empat hal itulah yang disebut dengan 4 Pilar Pembangunan. Disebut empat pilar pembangunan karena dengan 4 pilar ini diharapkan Pemerintah Daerah dapat menjalankan perannya dalam membangun daerahnya bisa optimal.


(16)

Pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu, Sumber Daya Manusia yang diperlukan adalah yaitu Sumber Daya Manusia yang memiliki moral yang baik (good morality), kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial (managerial skill) dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang Kepala Daerah perlu didukung oleh aparat yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan & fungsinya.

Sehubungan dengan hal tersebut untuk membentuk sumber daya manusia yang baik tentulah dimulai sejak anak tersebut lahir untuk sangat dibutuhkan untuk menentukan dan menetapkan status keperdataan (sipil) seseorang dalam wilayah hukum suatu negara. Pencatatan ini merupakan bagian dari hak sipil yang melekat begitu seseorang lahir. Karenanya negara berkewajiban menghormati, memenuhi dan melindungi hak ini. Ini berarti dengan mencatatkan seorang anak, negara telah resmi mengakuinya sebagai subyek hukum dan berkewajiban melindungi hak-hak sipilnya. Apabila status anak tersebut sudah tercatat dan diakui oleh negara maka si anak dapat dapat hidup dengan baik sehingga akan terciptalah generasi-generasi penurus bangsa yang handal dengan sumber daya manusia yang unggul. 2. Kebijakan

Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada berbagai stake holder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Daerah (perda) maupun Peraturan Kepala Daerah. Kepala Daerah antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen


(17)

Pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya.

3. Sistem

Artinya Pemerintahan harus berjalan berdasarkan sistem, sangat penting bagi daerah untuk membangun sistem Pemerintahan yang kuat. Beberapa sistem yang harus dibangun agar Pemerintahan dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan aset daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan pemilihan rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan. Sistem yang dimaksud di sini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika Pemerintahan ingin berjalan lebih efisien dan efektif. Penerapan sistem-sistem tersebut akan mendorong terjadinya 3G (Good, Government, Governance), yang pada akhirnya akan menghasilkan Pemerintahan yang transparan.

4. Investasi

Tidaklah mungkin suatu Pemerintah Daerah hanya mengandalkan dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk pembangunan. Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur, seperti pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan laut, bandar udara, telekomunikasi, rumah sakit, hotel.


(18)

Sedangkan infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan dana APBD saja.

Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak mau Pemerintah Daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala Daerah harus dapat menciptakan iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di daerahnya.

Setidaknya ada empat stakeholder yang harus diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang investasi, yaitu pihak investor, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan lingkungan. Investor tentunya berkepentingan agar dana yang dinvestasikannya menghasilkan profit yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan dalam berinvestasi. Pihak Pemerintah Daerah ingin agar pendapatan asli daerahnya (PAD) meningkat.

Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap terjaga kelestariannya. Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya secara jangka panjang terjadi pengrusakan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan dan model investasi yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut.


(19)

2.7Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya Sistem Administrasi Kependudukan merupakan sub sistem dari sistem Administrasi Negara, yang mempunyai peranan penting dalam Pemerintahan dan pembangunan penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Upaya mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan sebagaimana tertuang dalam visi Ditjen Administrasi Kependudukan, perlu disikapi secara serius khususnya oleh pihak-pihak yang terkait dengan bidang kependudukan. Tertib dibidang Administrasi Kependudukan dengan proses pelayanan mengikuti kaidah-kaidah registrasi diharapkan akan menghasilkan dokumen yang memiliki nilai hukum tinggi dan data yang berkualitas. Mengingat pentingnya Administrasi Kependudukan di Indonesia, maka Pemerintah tidak tinggal diam untuk segera membuat peraturan yang berupa Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagai landasan hukum positif terhadap penyelenggaraan pendaftaran penduduk, Pencatatan Sipil dan pengelolaan informasi kependudukan.

Undang-Undang ini mencabut produk hukum Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, berupa staadblad yang dicermati deskriminatif karena membeda-bedakan penduduk dari aspek suku, agama dan golongan. Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan ini memuat tentang pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang Administrasi Kependudukan. Tujuan diterbitkannya Undang-Undang Administrasi Kependudukan adalah memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen Penduduk untuk setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk, memberikan perlindungan status hak sipil Penduduk, menyediakan data


(20)

dan informasi kependudukan secara nasional mengenai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya, mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan terpadu dan menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam penyelenggaraan setiap kegiatan Pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hal tersebut dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, maka penelitian ini hendak melihat efektifitas implementasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 khususnya pencatatan kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan.


(21)

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian

HAK WARGA NEGARA UNTUK MENDAPAT PERLINDUNGAN DAN PENGAKUAN STATUS PRIBADI DAN

STATUS HUKUM

KEBIJAKAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENCATATAN KELAHIRAN

IMPLEMENTASI

EFEKTIF TIDAK EFEKTIF

PARTISIPASI MASYARAKAT

RENDAH PARTISIPASI

MASYARAKAT TINGGI


(1)

Pada dasarnya manusialah yang menjadi pelaku dan penentu, Sumber Daya Manusia yang diperlukan adalah yaitu Sumber Daya Manusia yang memiliki moral yang baik (good morality), kemampuan kepemimpinan (leadership), kemampuan manajerial (managerial skill) dan kemampuan teknis (technical skill). Seorang Kepala Daerah perlu didukung oleh aparat yang mempunyai empat kualifikasi tersebut, diberbagai level jabatan & fungsinya.

Sehubungan dengan hal tersebut untuk membentuk sumber daya manusia yang baik tentulah dimulai sejak anak tersebut lahir untuk sangat dibutuhkan untuk menentukan dan menetapkan status keperdataan (sipil) seseorang dalam wilayah hukum suatu negara. Pencatatan ini merupakan bagian dari hak sipil yang melekat begitu seseorang lahir. Karenanya negara berkewajiban menghormati, memenuhi dan melindungi hak ini. Ini berarti dengan mencatatkan seorang anak, negara telah resmi mengakuinya sebagai subyek hukum dan berkewajiban melindungi hak-hak sipilnya. Apabila status anak tersebut sudah tercatat dan diakui oleh negara maka si anak dapat dapat hidup dengan baik sehingga akan terciptalah generasi-generasi penurus bangsa yang handal dengan sumber daya manusia yang unggul. 2. Kebijakan

Maksudnya adalah berbagai konsep kebijakan yang berpihak kepada berbagai stake holder, terutama kepentingan masyarakat luas. Secara formal, kebijakan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Daerah (perda) maupun Peraturan Kepala Daerah. Kepala Daerah antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen


(2)

Pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya.

3. Sistem

Artinya Pemerintahan harus berjalan berdasarkan sistem, sangat penting bagi daerah untuk membangun sistem Pemerintahan yang kuat. Beberapa sistem yang harus dibangun agar Pemerintahan dapat berjalan secara baik antara lain: sistem perencanaan pembangunan, sistem pengelolaan keuangan daerah, sistem kepegawaian, sistem pengelolaan aset daerah, sistem pengambilan keputusan, sistem penyeleksian dan pemilihan rekanan, sistem dan standar pelayanan, sistem pengawasan. Sistem yang dimaksud di sini dapat bersifat manual maupun yang berbasis teknologi informasi. Dukungan teknologi informasi menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan jika Pemerintahan ingin berjalan lebih efisien dan efektif. Penerapan sistem-sistem tersebut akan mendorong terjadinya 3G (Good,

Government, Governance), yang pada akhirnya akan menghasilkan

Pemerintahan yang transparan. 4. Investasi

Tidaklah mungkin suatu Pemerintah Daerah hanya mengandalkan dana dari APBD untuk membangun daerahnya. Karena bisa dikatakan, sebagian besar daerah menggunakan rata-rata 2/3 dana APBD tersebut untuk membiayai penyelenggaraan aparaturnya. Hanya sekitar 1/3 yang dapat dialokasikan untuk pembangunan. Dibutuhkan dana ratusan milyar bahkan


(3)

Sedangkan infrastruktur merupakan syarat agar sebuah daerah dapat berkembang. Contoh lain adalah dalam rangka mengoptimalkan potensi sumber daya alam yang dimiliki, juga memerlukan dana yang tidak sedikit, yang tentunya tidak mungkin jika hanya mengandalkan dana APBD saja.

Dengan keterbatasan dana yang dimiliki tersebut, mau tidak mau Pemerintah Daerah harus melibatkan pihak investor (dalam maupun luar negeri) dalam membangun daerahnya. Kepala Daerah harus dapat menciptakan iklim yang kondusif agar para investor tertarik untuk menanamkan investasi di daerahnya.

Setidaknya ada empat stakeholder yang harus diperhatikan kepentingannya saat kita bicara tentang investasi, yaitu pihak investor, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan lingkungan. Investor tentunya berkepentingan agar dana yang dinvestasikannya menghasilkan profit yang memadai, ingin mendapatkan berbagai kemudahan dan adanya jaminan keamanan dalam berinvestasi. Pihak Pemerintah Daerah ingin agar pendapatan asli daerahnya (PAD) meningkat.

Masyarakat berharap kesejahteraannya makin meningkat dan lapangan kerja makin terbuka. Lingkungan perlu diperhatikan agar tetap terjaga kelestariannya. Jangan sampai karena terlalu bersemangat, akhirnya secara jangka panjang terjadi pengrusakan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan dan model investasi yang dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan tersebut.


(4)

2.7Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya Sistem Administrasi Kependudukan merupakan sub sistem dari sistem Administrasi Negara, yang mempunyai peranan penting dalam Pemerintahan dan pembangunan penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Upaya mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan sebagaimana tertuang dalam visi Ditjen Administrasi Kependudukan, perlu disikapi secara serius khususnya oleh pihak-pihak yang terkait dengan bidang kependudukan. Tertib dibidang Administrasi Kependudukan dengan proses pelayanan mengikuti kaidah-kaidah registrasi diharapkan akan menghasilkan dokumen yang memiliki nilai hukum tinggi dan data yang berkualitas. Mengingat pentingnya Administrasi Kependudukan di Indonesia, maka Pemerintah tidak tinggal diam untuk segera membuat peraturan yang berupa Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan sebagai landasan hukum positif terhadap penyelenggaraan pendaftaran penduduk, Pencatatan Sipil dan pengelolaan informasi kependudukan.

Undang-Undang ini mencabut produk hukum Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, berupa staadblad yang dicermati deskriminatif karena membeda-bedakan penduduk dari aspek suku, agama dan golongan. Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan ini memuat tentang pengaturan dan pembentukan sistem yang mencerminkan adanya reformasi di bidang Administrasi Kependudukan. Tujuan diterbitkannya Undang-Undang Administrasi Kependudukan adalah memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen Penduduk


(5)

dan informasi kependudukan secara nasional mengenai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya, mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan terpadu dan menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam penyelenggaraan setiap kegiatan Pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan hal tersebut dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, maka penelitian ini hendak melihat efektifitas implementasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 khususnya pencatatan kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan.


(6)

Gambar 2.3 Kerangka Pikir Penelitian

HAK WARGA NEGARA UNTUK MENDAPAT PERLINDUNGAN DAN PENGAKUAN STATUS PRIBADI DAN

STATUS HUKUM

KEBIJAKAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENCATATAN KELAHIRAN

IMPLEMENTASI

EFEKTIF TIDAK EFEKTIF

PARTISIPASI MASYARAKAT

RENDAH PARTISIPASI

MASYARAKAT TINGGI


Dokumen yang terkait

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 54 86

IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KOTA SURAKARTA

1 9 140

UNDANG UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

0 0 43

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

0 0 44

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 2 7

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 2

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 11

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 17

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 0 2

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

0 0 44