Keanekaragaman Jenis dan Pendugaan Cadangan Karbon yang Tersimpan pada Hutan Sekunder dan Tambak di Desa Pulau Sembilan, kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi dan Jenis Hutan Mangrove
Asal kata “mangrove” tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai
pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove
merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove.
Sementara itu, menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu
kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih
digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur.
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun
pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989)
mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang
surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga di definisikan sebagai formasi
tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang
terlindung. Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove
sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan
muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis
pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Noor, 2006)
Kusmana et al., (2002),
mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu
komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas
tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami
dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas
Universitas Sumatera Utara
dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem
yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu
habitat mangrove. Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove”
adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.
Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada
daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai beair payau sampai
hampir tawar.
a) Mangrove terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Di zona ini
didominasi oleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul
dipengaruhi oleh air laut. Komposisi floristik darikomunitas di zona terbuka
sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung untuk mendominasi
daerah berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur. Meskipun
demikian Sonneratia akan berasosiasi dengan
Avicennia jika tanah
lumpurnya kaya akan bahan organik.
b) Mangrove tengah
Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona ini
biasanya di dominasi oleh jenis Rhizophora dan jenis Bruguiera.
c) Mangrove payau
Mangrove ini berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar.
Di zona ini biasanya di dominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia hingga
ke arah pantai.
Universitas Sumatera Utara
d) Mangrove daratan
Mangrove ini berada di zona paerairan payau atau hampir tawar di belakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang sering ditemukan
pada zona ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N.
frutican, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. Dan Xylocarpus moluccensis.
Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona
lainnya.
Meskipun kelihatannya terdapat zonasi dalam vegetasi mangrove, namun kenyataan
di lapangan tidaklah sesederhana itu. Banyak formasi serta zona vegetasi yang
tumpang tindih dan bercampur serta seringkali struktur dan korelasi yang nampak di
suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah yang lain (Noor dkk, 2006).
Keragaman Struktur dan Komposisi
1. Struktur Hutan Mangrove
Struktur vegetasi tumbuhan, seperti tinggi, biomassa, serta heterogenitas
vertikal dan horizontal, merupakan faktor penting yang mempengaruhi perpindahan
aliran materi dan energi, serta keanekaragaman ekosistem (Dubayah dkk., 1997).
Kanopi/tajuk hutan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena
dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan (Walters dan Reich, 1997; Fahey
dkk., 1998). Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai konopi hutan tergantung
karakter/penampakan anak pohon (Clark dan Clark, 1991; Kobe dkk., 1995). Variasi
ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam
memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan
Universitas Sumatera Utara
(Latham, 1992; Pacala dkk., 1996). Perbedaan kemampuan antara spesies anakan
pohon dalam menoleransi naungan mempengaruhi dinamikahutan (Finzi dan
Canham, 2000). Pada kondisi cahaya rendah,perbedaan kecil dalam pertumbuhan
pohon muda dapat menyebabkan perbedaan mortalitas yang besar (Kobe dkk., 1995),
sehingga mempengaruhi kemelimpahan relatifnya (Pacala dkk., 1996).
2. Komposisi Hutan Mangrove
Kemampuan adaptasi dari tiap jenis terhadap keadaan lingkungan menyebabkan
terjadinya perbedaan komposisi hutan mangrove dengan batas-batas yang khas. Hal
ini merupakan akibat adanya pengaruh dari kondisi tanah, kadar garam, lamanya
penggenangan dan arus pasang surut. Komposisi mangrove terdiri dari jenis-jenis
yang khas dan jenis tumbuhan lainnya. Vegetasi mangrove menjadi dua kelompok,
yaitu:
1. Kelompok utama, terdiri dari Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, Xylocarpus.
2. Kelompok tambahan, meliputi Excoecaria agallocha, Aegiceras sp., Lumnitzera, dan
lainnya.
Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan
di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuhan yang
masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Muller Dombois, 1974),
sedangkan komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa
faktor, seperti : flora setempat, habitat (iklim, tanah dan lain-lain), waktu dan
kesempatan.
Universitas Sumatera Utara
Formasi hutan mangrove terdiri dari empat genus utama, yaitu Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Chapman, 1992; Nybakken, 1993). Hutan
mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian paling luar didominasi
Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorrhiza,
bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritieria, bagian dalam Bruguiera cylindrica,
Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi
Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh
Nypa fruticans (Odum, 1971; Sukardjo, 1985; Tomlison, 1986). Pada masa kini pola
zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove
menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran
lingkungan (Walsh, 1974; Lewis, 1990; Nybakken, 1993; Primavera, 1993).
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan Kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah
yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil)
yang mempunyai kandungan liat yang tinggi duengan nilai kejenuhan basa dan
kapasita tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan
ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada
bagian arah daratan (Kusmana, 2002). Bersifat dinamis karena hutan mangrove
dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan
perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan
sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.
Noor
dkk.,
(2006)
memberikan
batasan
hutan
Universitas Sumatera Utara
mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan
di
sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan ini
terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa. Flora
mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah diketahui
lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang
80 spesies. Berdasarkan jenis jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove
Indonesia memiliki sekitar 89 jenis, yang terdir atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9
jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
Mangrove diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok mayor,
kelompok minor dan kelompok asosiasi mangrove.
•
Kelompok
mayor
(vegetasi
dominan)
merupakan
komponen
yang
memperlihatkan karakter morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem
perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponen penyusunnya
berbeda taksonomi dengan tumbuhan daratan, hanya terjadi di hutan
mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai
ke dalam komunitas daratan.
Di Indonesia, mangrove yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah R.
apiculata, R. mucronata, S. alba, A. marina, A. officinalis, B. gymnorhiza, B.
cylinrica, B. parvifolia, B. sexangula, ceriops tagal, Kandelia candel,
Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis.
Universitas Sumatera Utara
•
Kelompok minor (vegetasi marjinal) merupakan komponen yang tidak
termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin
terdapat di sekeliling habitatnya dan yang jarang berbentuk tegakan murni.
Jenis-jenis ini biasanya bersekutu dengan mangrove yang tumbuh pada
pinggiran yang mengarah ke darat dan terdapat secara musiman pada rawa air
tawar, pantai, dataran landai, dan lokasi-lokasi mangrove, tetapi jenis-jenis ini
tidak terbatas pada zona litoral.
Jenis-jenis ini yang penting di Indonesia adalah B. cylindrica, L. racemosa, X.
moluccensis, I. bijuga, N. fruticans, Ficus retusa, F. microcorpa, Pandanus
spp., Calamus erinaceus, Glochidionlittorale, Scolopia macrophylla, dan
Oncosperma tigillaria.
•
Asosiasi mangrove merupakan komponen yang jarang ditemukan spesies
yang tumbuh dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan
sering ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat. Beberapa ilustrasi asosiasi
yang dapat ditemui dalam komunitas mangrove yaitu asosiasi mangrove jenis
Tapak Kuda (Ipomoea pescaprae), Jeruju (Acanthus illicifolius), Nipah (Nypa
fruticans), dan Gelang Laut (Sesuvium portulacastrum L.).
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis
mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa
diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media
tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari
kelenjar khusus pada daunnya.
Universitas Sumatera Utara
Hutan Primer dan Hutan Sekunder
Menurut Catterson (1994) hutan sekunder merupakan suatu bentuk hutan
dalam proses suksesi yang mengkolonisasi areal-areal yang sebelumnya rusak akibat
sebab-sebab alami atau manusia, dan yang suksesinya tidak dipengaruhi oleh vegetasi
asli disekitarnya karena luasnya areal yang rusak. Bentuk-bentuk formasi vegetasi
berikut ini dapat terbentuk: lahan kosong/padang-padang rumput buatan/areal areal
bekas-tebangan baru/areal-areal bekas tebangan yang lebih tua.
Menurut Lamprecht (1986) Hutan sekunder adalah fase pertumbuhan hutan
dari keadaan tapak gundul, karena alam ataupun antropogen, sampai menjadi klimaks
kembali. Tidak benar bahwa hutan sekunder tidak alami lagi, yang benar istilahnya
adalah “Hutan Alam Sekunder” untuk membedakannya dari hutan alam primer Sifatsifat hutan sekunder :
1. Komposisi dan struktur tidak saja tergantung tapak namun juga tergantung pada
umur.
2. Tegakan muda berkomposisi dan struktur lebih seragam dibandingkan hutan aslinya.
3. Tak berisi jenis niagawi. Jenis-jenis yang lunak dan ringan, tidak awet, kurus, tidak
laku.
4. Persaingan ruangan dan sinar yang intensif sering membuat batang bengkok. Jenisjenis cepat gerowong.
5. Riap awal besar, lambat laun mengecil.
6. Karena struktur, komposisi dan riapnya tidak akan pernah stabil, sulit merencanakan
pemasaran hasilnya.
Universitas Sumatera Utara
Diagram Profil Hutan Mangrove
Diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot, biasanya dengan
panjang 40 - 70 m dan lebar 10 m, tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi
setiap pohon, digambar arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi,
diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi
kanopi ke tanah. Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam
hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan
kualitatif (Aumeeruddy, 1994; Baker dan Wilson, 2000). Dalam kasus tertentu,
histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil
hutan (Grubb dkk., 1963; Ashton dan Hall, 1992).
Pendugaan Cadangan Carbon Tersimpan
Daya adaptasi atau toleransi jenis tumbuhan mangrove terhadap kondisi
lingkungan yang ada mempengaruhi terjadinya zonasi atau permintakatan pada
kawasan hutan mangrove. Permintakatan jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat
sebagai proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem dengan kekuatan yang
datang dari luar seperti tipe tanah, salinitas, tingginya ketergenangan air dan pasang
surut.
Universitas Sumatera Utara
Konversi, Pengusahaan Hutan Mangrove menjadi Tambak
Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai,
yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).Hewan
yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengaair payau atau air laut. Kolam
yang berisiair tawar biasanya disebut kolam saja atau empang (Dirjen Perikanan
1991).
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat
untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum
tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun
sebenamya masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan
bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih
dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus
monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi
berorientasi eksport (Dirjen Perikanan 1997).
Universitas Sumatera Utara
Defenisi dan Jenis Hutan Mangrove
Asal kata “mangrove” tidak diketahui secara jelas dan terdapat berbagai
pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove
merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove.
Sementara itu, menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu
kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih
digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur.
Beberapa ahli mendefinisikan istilah “mangrove” secara berbeda-beda, namun
pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989)
mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang
surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga di definisikan sebagai formasi
tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang
terlindung. Sementara itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove
sebagai hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan
muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis
pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Noor, 2006)
Kusmana et al., (2002),
mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu
komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas
tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami
dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas
Universitas Sumatera Utara
dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem
yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu
habitat mangrove. Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan “mangrove”
adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.
Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada
daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai beair payau sampai
hampir tawar.
a) Mangrove terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Di zona ini
didominasi oleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang betul-betul
dipengaruhi oleh air laut. Komposisi floristik darikomunitas di zona terbuka
sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung untuk mendominasi
daerah berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata
cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur. Meskipun
demikian Sonneratia akan berasosiasi dengan
Avicennia jika tanah
lumpurnya kaya akan bahan organik.
b) Mangrove tengah
Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona ini
biasanya di dominasi oleh jenis Rhizophora dan jenis Bruguiera.
c) Mangrove payau
Mangrove ini berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar.
Di zona ini biasanya di dominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia hingga
ke arah pantai.
Universitas Sumatera Utara
d) Mangrove daratan
Mangrove ini berada di zona paerairan payau atau hampir tawar di belakang
jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang sering ditemukan
pada zona ini termasuk Ficus microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N.
frutican, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. Dan Xylocarpus moluccensis.
Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona
lainnya.
Meskipun kelihatannya terdapat zonasi dalam vegetasi mangrove, namun kenyataan
di lapangan tidaklah sesederhana itu. Banyak formasi serta zona vegetasi yang
tumpang tindih dan bercampur serta seringkali struktur dan korelasi yang nampak di
suatu daerah tidak selalu dapat diaplikasikan di daerah yang lain (Noor dkk, 2006).
Keragaman Struktur dan Komposisi
1. Struktur Hutan Mangrove
Struktur vegetasi tumbuhan, seperti tinggi, biomassa, serta heterogenitas
vertikal dan horizontal, merupakan faktor penting yang mempengaruhi perpindahan
aliran materi dan energi, serta keanekaragaman ekosistem (Dubayah dkk., 1997).
Kanopi/tajuk hutan merupakan faktor pembatas bagi kehidupan tumbuhan, karena
dapat menghalangi penetrasi cahaya ke lantai hutan (Walters dan Reich, 1997; Fahey
dkk., 1998). Keberhasilan sebuah pohon untuk mencapai konopi hutan tergantung
karakter/penampakan anak pohon (Clark dan Clark, 1991; Kobe dkk., 1995). Variasi
ketersediaan cahaya dan perbedaan kemampuan antar spesies anak pohon dalam
memanfaatkannya dapat mempengaruhi komposisi dan struktur vegetasi hutan
Universitas Sumatera Utara
(Latham, 1992; Pacala dkk., 1996). Perbedaan kemampuan antara spesies anakan
pohon dalam menoleransi naungan mempengaruhi dinamikahutan (Finzi dan
Canham, 2000). Pada kondisi cahaya rendah,perbedaan kecil dalam pertumbuhan
pohon muda dapat menyebabkan perbedaan mortalitas yang besar (Kobe dkk., 1995),
sehingga mempengaruhi kemelimpahan relatifnya (Pacala dkk., 1996).
2. Komposisi Hutan Mangrove
Kemampuan adaptasi dari tiap jenis terhadap keadaan lingkungan menyebabkan
terjadinya perbedaan komposisi hutan mangrove dengan batas-batas yang khas. Hal
ini merupakan akibat adanya pengaruh dari kondisi tanah, kadar garam, lamanya
penggenangan dan arus pasang surut. Komposisi mangrove terdiri dari jenis-jenis
yang khas dan jenis tumbuhan lainnya. Vegetasi mangrove menjadi dua kelompok,
yaitu:
1. Kelompok utama, terdiri dari Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, Xylocarpus.
2. Kelompok tambahan, meliputi Excoecaria agallocha, Aegiceras sp., Lumnitzera, dan
lainnya.
Struktur suatu vegetasi terdiri dari individu-individu yang membentuk tegakan
di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuhan yang
masing-masing individu mempertahankan sifatnya (Muller Dombois, 1974),
sedangkan komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa
faktor, seperti : flora setempat, habitat (iklim, tanah dan lain-lain), waktu dan
kesempatan.
Universitas Sumatera Utara
Formasi hutan mangrove terdiri dari empat genus utama, yaitu Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Chapman, 1992; Nybakken, 1993). Hutan
mangrove alami membentuk zonasi tertentu. Bagian paling luar didominasi
Avicennia, Sonneratia, dan Rhizophora, bagian tengah Bruguiera gymnorrhiza,
bagian ketiga Xylocarpus, dan Heritieria, bagian dalam Bruguiera cylindrica,
Scyphiphora hydrophyllacea, dan Lumnitzera, sedangkan bagian transisi didominasi
Cerbera manghas. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh
Nypa fruticans (Odum, 1971; Sukardjo, 1985; Tomlison, 1986). Pada masa kini pola
zonasi tersebut jarang ditemukan karena tingginya laju konversi habitat mangrove
menjadi tambak, penebangan hutan, sedimentasi/reklamasi, dan pencemaran
lingkungan (Walsh, 1974; Lewis, 1990; Nybakken, 1993; Primavera, 1993).
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan Kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah
yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil)
yang mempunyai kandungan liat yang tinggi duengan nilai kejenuhan basa dan
kapasita tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan
ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada
bagian arah daratan (Kusmana, 2002). Bersifat dinamis karena hutan mangrove
dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan
perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan
sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.
Noor
dkk.,
(2006)
memberikan
batasan
hutan
Universitas Sumatera Utara
mangrove sebagai hutan yang tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan
di
sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut serta ciri dari hutan ini
terdiri dari tegakan pohon Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Scyphyphora dan Nypa. Flora
mangrove terdiri atas pohon, epipit, liana, alga, bakteri dan fungi. Telah diketahui
lebih dari 20 famili flora mangrove dunia yang terdiri dari 30 genus dan lebih kurang
80 spesies. Berdasarkan jenis jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove
Indonesia memiliki sekitar 89 jenis, yang terdir atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9
jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit.
Mangrove diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok mayor,
kelompok minor dan kelompok asosiasi mangrove.
•
Kelompok
mayor
(vegetasi
dominan)
merupakan
komponen
yang
memperlihatkan karakter morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem
perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponen penyusunnya
berbeda taksonomi dengan tumbuhan daratan, hanya terjadi di hutan
mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai
ke dalam komunitas daratan.
Di Indonesia, mangrove yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah R.
apiculata, R. mucronata, S. alba, A. marina, A. officinalis, B. gymnorhiza, B.
cylinrica, B. parvifolia, B. sexangula, ceriops tagal, Kandelia candel,
Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis.
Universitas Sumatera Utara
•
Kelompok minor (vegetasi marjinal) merupakan komponen yang tidak
termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin
terdapat di sekeliling habitatnya dan yang jarang berbentuk tegakan murni.
Jenis-jenis ini biasanya bersekutu dengan mangrove yang tumbuh pada
pinggiran yang mengarah ke darat dan terdapat secara musiman pada rawa air
tawar, pantai, dataran landai, dan lokasi-lokasi mangrove, tetapi jenis-jenis ini
tidak terbatas pada zona litoral.
Jenis-jenis ini yang penting di Indonesia adalah B. cylindrica, L. racemosa, X.
moluccensis, I. bijuga, N. fruticans, Ficus retusa, F. microcorpa, Pandanus
spp., Calamus erinaceus, Glochidionlittorale, Scolopia macrophylla, dan
Oncosperma tigillaria.
•
Asosiasi mangrove merupakan komponen yang jarang ditemukan spesies
yang tumbuh dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan
sering ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat. Beberapa ilustrasi asosiasi
yang dapat ditemui dalam komunitas mangrove yaitu asosiasi mangrove jenis
Tapak Kuda (Ipomoea pescaprae), Jeruju (Acanthus illicifolius), Nipah (Nypa
fruticans), dan Gelang Laut (Sesuvium portulacastrum L.).
Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai jenis
mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa
diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari media
tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari
kelenjar khusus pada daunnya.
Universitas Sumatera Utara
Hutan Primer dan Hutan Sekunder
Menurut Catterson (1994) hutan sekunder merupakan suatu bentuk hutan
dalam proses suksesi yang mengkolonisasi areal-areal yang sebelumnya rusak akibat
sebab-sebab alami atau manusia, dan yang suksesinya tidak dipengaruhi oleh vegetasi
asli disekitarnya karena luasnya areal yang rusak. Bentuk-bentuk formasi vegetasi
berikut ini dapat terbentuk: lahan kosong/padang-padang rumput buatan/areal areal
bekas-tebangan baru/areal-areal bekas tebangan yang lebih tua.
Menurut Lamprecht (1986) Hutan sekunder adalah fase pertumbuhan hutan
dari keadaan tapak gundul, karena alam ataupun antropogen, sampai menjadi klimaks
kembali. Tidak benar bahwa hutan sekunder tidak alami lagi, yang benar istilahnya
adalah “Hutan Alam Sekunder” untuk membedakannya dari hutan alam primer Sifatsifat hutan sekunder :
1. Komposisi dan struktur tidak saja tergantung tapak namun juga tergantung pada
umur.
2. Tegakan muda berkomposisi dan struktur lebih seragam dibandingkan hutan aslinya.
3. Tak berisi jenis niagawi. Jenis-jenis yang lunak dan ringan, tidak awet, kurus, tidak
laku.
4. Persaingan ruangan dan sinar yang intensif sering membuat batang bengkok. Jenisjenis cepat gerowong.
5. Riap awal besar, lambat laun mengecil.
6. Karena struktur, komposisi dan riapnya tidak akan pernah stabil, sulit merencanakan
pemasaran hasilnya.
Universitas Sumatera Utara
Diagram Profil Hutan Mangrove
Diagram profil hutan dibuat dengan meletakkan plot, biasanya dengan
panjang 40 - 70 m dan lebar 10 m, tergantung densitas pohon. Ditentukan posisi
setiap pohon, digambar arsitekturnya berdasarkan skala tertentu, diukur tinggi,
diameter setinggi dada, tinggi cabang pertama, serta dilakukan pemetaan proyeksi
kanopi ke tanah. Profil hutan menunjukkan situasi nyata posisi pepohonan dalam
hutan, sehingga dapat langsung dilihat ada tidaknya strata hutan secara visual dan
kualitatif (Aumeeruddy, 1994; Baker dan Wilson, 2000). Dalam kasus tertentu,
histogram kelas ketinggian atau biomassa dibuat sebagai pelengkap diagram profil
hutan (Grubb dkk., 1963; Ashton dan Hall, 1992).
Pendugaan Cadangan Carbon Tersimpan
Daya adaptasi atau toleransi jenis tumbuhan mangrove terhadap kondisi
lingkungan yang ada mempengaruhi terjadinya zonasi atau permintakatan pada
kawasan hutan mangrove. Permintakatan jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat
sebagai proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem dengan kekuatan yang
datang dari luar seperti tipe tanah, salinitas, tingginya ketergenangan air dan pasang
surut.
Universitas Sumatera Utara
Konversi, Pengusahaan Hutan Mangrove menjadi Tambak
Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai,
yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).Hewan
yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengaair payau atau air laut. Kolam
yang berisiair tawar biasanya disebut kolam saja atau empang (Dirjen Perikanan
1991).
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat
untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum
tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun
sebenamya masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan
bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih
dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus
monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi
berorientasi eksport (Dirjen Perikanan 1997).
Universitas Sumatera Utara