Pengaruh Pemberian Ekstrak Herbal Terhadap Produktivitas Dan Mutu Ayam Pedaging

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Broiler
Broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki
karakteristik ekonomi dan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging,
memiliki konversi ransum rendah, siap dipotong pada usia relatif muda dan
menghasilkan kualitas daging berserat lunak (North dan Bell, 1990). Menurut
Ensminger (1991), broiler adalah ayam muda yang berumur 6-8 minggu dengan
bobot hidup 3 sampai 5 pound (lbs) (1,5-2,5 kg). Hasil penelitian Palo, et al.,
(1995) bahwa bobot broiler umur lima minggu 1,788 kg (ayam kontrol dengan
pemberian pakan ad libitum). Cikal bakal broiler yang dikembangkan pada saat
ini merupakan hasil persilangan antara pejantan White Cornish (Inggris) dengan
betina

Plymouth Rock (Amerika). Beberapa galur dengan nama -nama

perdagangan yang banyak dipasarkan antara lain

Arbor Acres, Cobb, Goto,


Hubbard, Ross, Shaver, Tatum, Tegel, Platinum, Avion, CP 707 dan lain-lain
(Bambang dan Burhani, 1982).
Bintang dan Nataamijaya (2004), melaporkan bahwa bobot badan broiler
umur 35 hari yaitu 1,235 kg (pada ayam kontrol) dan 1,183-1.216 kg pada ayam
yang

diberi penambahan tepung kencur dan bawang putih pada pakan .

Lohakare, et al., (2004) menyatakan bahwa bobot badan broiler umur 6 minggu
yaitu 1,377-1,460 kg dengan metoda pemberian vitamin C pada pakan dosis 10
dan 20 ppm. Broiler merupakan media yang sangat efisien dalam mengubah
protein nabati dan bahan lain yang tak lazim untuk selera manusia menjadi daging

10

yang bermutu tinggi dan digemari manusia. Faktor utama dari broiler adalah
bobot untuk dipasarkan kira-kira 1,5-2,0 kg dalam waktu 8 minggu atau kurang
dari

12 minggu


9 dan mempunyai konformasi tubuh yang baik, efisiensi

makanan tinggi dan mortalitas rendah (Oluyemi dan Robert, 1979). Faktor-faktor
yang mempengaruhi bobot hidup ayam yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum,
jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Hal ini karena adanya perbedaan
kebutuhan nutrisi broiler pada umur yang berbeda. Faktor genetik dan lingkungan
juga mempengaruhi pertumbuhan unggas yang meliputi distribusi

bobot,

komposisi kimia dan komponen karkas (Soeparno, 1994).
2.2 Penggunaan Herbal Pada Ayam Pedaging
Mustaqim (2006), mengemukakan bahwa pemberian tepung daun
sambiloto pada dosis 0,4-0,8% memberikan pengaruh yang nyata dalam
menurunkan persentase bobot pankreas. Ahmad, et al., (2008), Penggunaan sari
buah mengkudu sampai taraf 10 % dalam air minum tidak berpengaruh terhadap
konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan konsumsi air
minum ayam broiler. Sutama (2010), penggunaan kapu – kapu sampai 30% dalam
ransum mampu menurunkan LDL serum dan total kolesterol daging. Purwanti

(2008), Pemberian kombinasi serbuk kunyit (1,5%), serbuk bawang putih (2,5%)
dan mineral ZnO (120 ppm) dalam ransum tidak mempengaruhi performa
(konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum), kadar lemak,
kadar kolesterol, status kesehatan (eritrosit, hemoglobin, hematokrit, leukosit dan
diferensial leukosit), luas permukaan villi dan mukosa ayam broiler. Perlakuan R2
dengan kombinasi serbuk bawang putih (2,5%) dan mineral ZnO (120 ppm)
cenderung memperbaiki performa, kadar kolesterol karkas dan status kesehatan

11

ayam broiler, sedangkan perlakuan R3 dengan kombinasi serbuk kunyit (1,5%)
dan mineral ZnO (120 ppm) cenderung memperbaiki bobot badan akhir, berat
karkas, persentase karkas, lemak abdominal, persentase organ dalam, kandungan
zink dalam serum, luas permukaan villi dan mukosa.
Nusdianto dan Triakoso (1999), menyatakan bahwa pemberian bawang
putih dalam pakan ayam dapat mempertahankan produktifitas ayam pedaging.
Pemberian bawang putih 5% dalam pakan ayam memberikan pengaruh berat
badan tertinggi. Pemberian bawang putih 5 dan 10% mempunyai konversi pakan
yang sama, dan berbeda nyata dengan tanpa pemberian bawang putih. Pemberian
bawang putih dengan tujuan mempertahankan produktivitas ayam pedaging

sebaiknya menggunakan 5% bawang putih. Suharti (2004), menyatakan
pemberian serbuk bawang putih 2,5% dalam ransum dapat meningkatkan konversi
ransum, meningkatkan persentase karkas, serta menurunkan koloni bakteri
Salmonella typhimurium dan dapat meningkatkan kadar γ-globulin tetapi tidak

mempengaruhi kadar immunoglobulin darah. Pemberian serbuk bawang putih
dengan dosis 7,5% menurunkan kadar kolesterol serum ayam kampung sebesar
10,32% juga meningkatnya kadar HDL ayam kampung yang diberi serbuk
bawang putih dengan dosis 5-7,5%, diduga karena adanya kandungan zat aktif
allicin yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Sari, 2007).
Safithri (2004), mengemukakan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol
bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactie,
Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli. Ekstrak air bawang putih dengan

konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicilin 5
μg terhadap bakteri S. agalactie, S. aureus, dan E. coli. Ekstrak etanol bawang

12

putih pekat mempunyai aktifitas antibakteri lebih lemah dari ampicilin 5 μg

terhadap S. agalactie, S. aureus, dan E. coli. Pemberian ekstrak air bawang putih
pada tikus tidak mempengaruhi bobot badan dan nafsu makan tikus. Tikus yang
diinfeksi bakteri S. agalactie, S. aureus, dan E. coli telah mengalami perubahan
struktur kelenjar, sekresi susu, sistem duktus penyalur susu, tetapi tidak
mengalami peradangan pada ambing tikus. Pemberian ekstrak air bawang putih
20% dapat mempertahankan ambing tikus tetap normal. Jaya (1997), dalam hasil
penelitiannya mengemukakan bahwa penambahan 1% bawang putih dalam pakan
ayam broiler dapat menurunkan sekitar 17,10 mg/dl (8.97%) kadar kolesterol
darah dan sekitar 13,02 mg/dl (7,06%) kadar kolesterol daging. Dijelaskan pula
bahwa setiap penurunan 1 mg/dl kadar kolesterol darah akan menyebabkan juga
penurunan kadar kholesterol daging sekitar 0,432 mg/100 g. Penurunan fraksi
LDL dalam darah sekitar 7,476 mg/dl (12,96%) dan 14,44 mg/100 g fraksi LDL
daging (13,35%). Penurunan 1 mg/dl fraksi LDL darah akan menyebabkan juga
penurunan kadar kolesterol daging sekitar 0,563 mg/100 g. Penambahan 1%
bawang putih dalam pakan menaikkan masing-masing 7,106 mg/dl fraksi HDL
darah, 0,32 mg/dl lemak darah, 0,049 mg/100 g lemak daging dan menurunkan
0,448 mg/100 g fraksi HDL daging. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa bawang
putih dapat digunakan untuk menghasilkan produk spesifik seperti daging rendah
kolesterol dan lemak.
Sumarasinghe, et al., (2003), mengemukakan bahwa penambahan kunyit

dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan
serta bisa digunakan sebagai alternatif penggunaan antibiotik. Dewi (2007),
mengemukakan bahwa pemberian campuran tepung kunyit dan tepung daun

13

pepaya sebanyak 1, 1,5 dan 2% dalam ransum ayam broiler yang diberi cekaman
panas belum mampu memberikan performa yang lebih baik dibandingkan tanpa
pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya walaupun memiliki persentase
karkas yang sama dan kualitas lemak abdominal yang lebih rendah dibanding
dengan kontrol. Intania (2006), mengemukakan bahwa jangkrik dengan substitusi
0,4% tepung kunyit memiliki produksi telur dan pertambahan bobot badan
tertinggi serta konversi pakan terhadap produksi telur yang terendah selama 36
hari masa bertelur. Substitusi tepung kunyit sebanyak 0,8% secara umum
menghasilkan jangkrik dengan produksi telur terendah dengan mortalitas induk
tertinggi. Hadian (2004), mengemukakan bahwa penambahan tepung kunyit
dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan
mencit umur 35 hari dengan penambahan tepung kunyit yang terbaik sebanyak
4%. Lebih lanjut dikatakan bahwa tidak ada interaksi antara penambahan tepung
kunyit dalam ransum dan jenis persilangan terhadap performa mencit.

Penambahan ekstrak kunyit dalam air minum berpengaruh nyata terhadap
konsumsi air minum mencit jantan dan betina pada waktu bunting, semakin
meningkat taraf penggunaannya, meningkat pula konsumsi air minum. Secara
umum dengan penambahan ekstrak kunyit dalam air minum dapat memperbaiki
penampilan produksi dan reproduksi mencit (Suardi, 2006).

14

Tabel 1. Penggunaan Herbal Terhadap Ayam Pedaging
No

Herbal yang digunakan

Perlakuan

Hasil

Sumber

1


Serbuk sambiloto
(Andrographis paniculata Penambahan
(Burm.f.) Nees 0,4% dan dalam pakan
0,8 %

Berpengaruh
menurunkan
persentase bobot
pankreas

1

2

Serbuk kapu-kapu (Pistia
stratiotes L) 30%

Berpengaruh
menurunkan LDL

serum dan total
kolesterol

2

Tidak berpengaruh
terhadap produktivitas
ayam pedaging.

3

Penambahan
dalam pakan

Tidak berpengapruh
terhadap produktivitas
ayam pedaging

4


5

Penambahan
dalam pakan

Berpengaruh terhadap
peningkatan kesehatan
ayam pedaging,
performa dan
penurunan kolesterol.

5

Penambahan
dalam pakan

Berpengaruh terhadap
peningkatan bobot
badan, penurunan
lemak abdominal,

persentase organ
dalam, kandungan
zink dalam serum,
luas permukaan villi
dan mukosa.

3

Sari buah mengkudu
(Morinda citrifolia ) 10%

4

Serbuk kemangi
(Ocimum Basilicum) 3%

5

Serbuk bawang putih
(Allium sativum L.)
(2,5%) dan mineral ZnO
(120 ppm)

6

Serbuk kunyit (Curcuma
domestica Val.) (1,5%)
dan mineral ZnO (120
ppm)

Penambahan
dalam pakan

Penambahan
dalam air
minum

Sumber : (1) Mustaqim, 2006; (2) Sutama, 2010; (3) Ahmad, dkk., 2007;
(4) Sugiarto, 2008; (5) Purwanti 2008

15

2.3 Herbal Untuk Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Ayam Pedaging
2.3.1 Uraian Tumbuhan Sambiloto
Tumbuhan sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun, tepi
sungai, tanah kosong yang agak lembab, atau pekarangan. Tumbuhan ini tumbuh
di dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Tinggi tanaman 50-90 cm, batang
disertai banyak cabang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dengan nodus yang
membesar, daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan bersilang, pangkal
runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau
muda, panjang daun 2,8 cm dan lebar 1-3 cm. Pembungaan rasemosa yang
bercabang membentuk malai, keluar dari ujung batang, kecil-kecil, warnanya
putih bernoda ungu. Buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar
0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah membujur menjadi
empat keping biji gepeng, kecil-kecil dan berwarna coklat muda (Gunawan dan
Santoso, 2001). Berikut disajikan gambar tumbuhan sambiloto (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Tumbuhan Sambiloto

16

Sambiloto tumbuh pada daerah dengan curah hujan 2.000-3.000
mm/tahun. Bulan basah (diatas 100 mm/bulan): 5-7 bulan, bulan kering (dibawah
60 mm/bulan): 4-7 bulan, suhu udara 25-32°C, kedalaman air tanah 200 -300 cm
dari permukaan tanah, keasaman (pH): 5,5-6,5, kelembaban sedang, penyinaran
sedang, tekstur berpasir, drainase baik dan kesuburan sedang (Gunawan dan
Santoso, 2001).
Sistematika dari tumbuhan sambiloto dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Bagian Biologi adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Class

: Monocotyledoneae

Ordo

: Solanales

Famili

: Acanthanceae

Genus

: Andrographis

Spesies

: Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees.

Nama Lokal

: Sambiloto

Nama daerah dari tumbuhan sambiloto adalah: Paitan (Jawa), Papaitan
(Melayu), Takilo (Sunda).
2.3.1.1 Kandungan Kimia dan Khasiat Sambiloto
Winarto (2003), menyatakan bahwa daun dan cabang sambiloto
mengandung laktona yang terdiri dari deoxy-andrographolide, andrographolide
(zat pahit), neo- andrographolide, 14-deoxy-11, 12-didehydro andrographolide
dan homo andrographolide. Flavonoid akar mengandung polymethoxyflavone,

17

andrographin, panicolin, mono-o-methilwithui, apigenin-7, 4 dimethil ether,
alkane, ketosie, aldehyde dan mineral (kalium, kalsium, dan natrium) Rasa pahit
pada sambiloto diduga dikarenakan adanya kandungan saponin, flavonoid, dan
tannin. Flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Fungsi
flavonoid dalam tumbuhan adalah sebagai pengatur tumbuh, fotosintesa dan anti
mikroba (Syamsuhidayat dan Robinson, 1991).
Tumbuhan sambiloto mampu menurunkan panas, antibiotik, antipiretik
(pereda demam), antiinflamasi (antiradang), analgesik (penghilang rasa nyeri),
antibengkak, antidiare, bersifat kholeretis (meningkatkan sekresi empedu dalam
hati), menambah nafsu makan dan memperbaiki saluran pencernaan (Prapanza
dan Marianto, 2003).
2.3.2 Uraian Tumbuhan Jinten
Tumbuhan ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan
berbagai nama yang berbeda. Daun jinten memiliki ciri-ciri bertulang lunak,
beruas-ruas, melingkar, dengan diameter sekitar 15 mm, bagian tengah dan
ujungnya sekitar 10 mm ± 5 mm, dapat berkembang- biak dengan mudah. Daun
yang masih segar bentuknya tebal, berwarna hijau tua, kedua permukaan daun
licin. (Hembing, 1992). Berikut disajikan gambar tumbuhan jinten (Gambar 2.2).

18

Gambar 2.2 Tumbuhan jinten
Sistematika dari tumbuhan jinten dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Bagian Biologi adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatopyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Lamiales

Famili

: Lamiaceae

Genus

: Plectranthus

Spesies

: Plectranthus amboinicus Lour .

Nama Lokal

: Daun Jinten

Nama daerah dari tumbuhan jinten adalah : Ajiran (Sunda), jinten (Jawa),
Torbangun, bangun-bangun (Batak)
2.3.2.1 Kandungan Kimia dan Khasiat Jinten
Daunnya mengadung asam askorbat, betakaroten, chrysoeriol, niasin,
riboflavin, thiamin, protein, dan asam oksaklat. Senyawa lain yang ditemukan

19

dalam jinten adalah alpha-thujene, bergamotene, crategolic acid, euschapic acid,
pomolic acid, A-humulene, A-terpineol, carvacrol, carhyopyllene, cumene,
oleanolic acid, ursolic acid, dan minyak esensial.
Daun jinten dimanfaatkan sebagai obat sariawan, batuk, gangguan
pencernaan, dan sakit gigi. Di Negara-negara Eropa daun jinten dipakai sebagai
obat asma, alergi, sinusitis, bronchitis, demam, influenza, mimisan, sakit kepala
dan demam (Mursito, 2002).
2.3.3 Uraian Tumbuhan Temulawak
Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah sampai
ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut dan berhabitat di hutan tropis.
Rimpang temu lawak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang
gembur.
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi
kurang dari 2 m, merupakan metamorfosis dari daun tanaman. berwarna hijau atau
coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat,
berukuran besar, bercabang-cabang, dan berwarna cokelat kemerahan, kuning tua
atau berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9 helai dengan
bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat
keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84 cm dan lebar 10 – 18 cm,
panjang tangkai daun termasuk helaian 43 – 80 cm, pada setiap helaian
dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang, sedangkan
bunganya berwarna kuning tua, dan bergerombol yakni perbungaan lateral,
tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23 cm dan lebar 4
– 6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding

20

dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8 – 13
mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm,
helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang
berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25 – 2 cm dan lebar 1 cm, sedangkan
daging rimpangnya berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang
menyengat dan rasanya pahit. Berikut disajikan gambar tumbuhan temulawak
(Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Tumbuhan temulawak
Sistematika dari tumbuhan temulawak dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Bagian Biologi adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Class

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Curcuma

21

Spesies

: Curcuma xanthorrhiza Roxb

Nama Lokal

: Temulawak

2.3.3.1 Kandungan kimia dan khasiat temulawak
Rimpang temulawak mengandung kurkuminoid , mineral minyak atsiri
serta minyak lemak. Tepung merupakan kandungan utama, jumlahnya bervariasi
antara 48 – 54 % tergantung dari ketinggian tempat tumbuhnya, makin tinggi
tempat tumbuhnya makin rendah kadar tepungnya. Selain tepung, temulawak juga
mengandung zat gizi antara lain karbohidrat, protein dan lemak serta serat kasar
mineral seperti kalium (K),

natrium (Na), magnesium (Mg), zat besi (Fe),

mangan (Mn) dan Kadmium (Cd). Komponen utama kandungan zat yang terdapat
dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut ”kurkumin” dan juga
protein, pati, serta zat–zat minyak atsiri. Minyak atsiri temulawak mengandung
phelandren, kamfer, borneol, xanthorrizol, tumerol dan sineal. Kandungan
kurkumin berkisar antara 1,6% - 2,22% dihitung berdasarkan berat kering. Berkat
kandungan dan zat–zat minyak atsiri tadi, diduga penyebab berkhasiatnya
temulawak.
Temulawak digunakan sebagai obat luka, peluruh air susu ibu, peluruh
batu empedu, pencahar, penahan panas sebagai penurun kolesterol, anti jerawat
dan penambah nafsu makan digunakan pula sebagai obat diare, pegal linu, pencuci
darah dan penyakit kuning (Sudarsono, dkk., 1996).
2.3.4 Uraian Tumbuhan Pepaya
Pepaya berasal dari negara Amerika Tengah. Tanaman pepaya tumbuh di
daratan rendah hingga ketinggian 1000 m dpl, tumbuh subur di tanah yang kaya

22

bahan organik dan tidak menyukai tempat tergenang. Syarat pepaya tumbuh
di daerah tropis dengan suhu udara 22°C – 26°C, kelembaban sedang
sampai tinggi. Pepaya juga mentoleransi pH tanah sebesar 6,5 – 7 (Muhlisah,
2004).
Tumbuhan pepaya merupakan perdu tinggi kurang lebih 10 meter, tidak
berkayu, silindris, berongga, putih, kotor. Daun tunggal, bulat, ujung runcing,
pangkal bertoreh, tepi bertoreh, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan
menjari, panjang tangkai 25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bertekuk bintang, di
ketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada tandan
yang serupa malai, kelopak kecil, kapala sari bertangkai pendek atau duduk,
kuning, mahkota bentuk terompet, tepi bertajuk lima, bertabung panjang, putih
kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima,
duduk, bakal buah beruang satu, putih kekuningan. Biji bulat atau bulat panjang,
kecil, bagian luar dibungkus selaput tipis yang berisi cairan, masih muda putih,
setelah tua hitam. Akarnya tunggang, bercabang bulat, putih kekuningan (Depkes
2000). Berikut disajikan gambar tumbuhan daun pepaya (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Tumbuhan pepaya

23

Sistematika dari tumbuhan pepaya dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Bagian Biologi adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Cistales

Famili

: Caricaceae

Genus

: Carica

Spesies

: Carica papaya L

Nama Lokal

: Daun Pepaya

Pepaya disebut juga gedang (Sunda), kates (Jawa), peute, betik,
ralempaya, punti kayu (Sumatra), pisang malaka, bandas, manjan (Kalimantan),
kalujawa (Kalimantan) serta kapalaya kaliki dan uti jawa (Sulawesi).
2.3.4.1 Kandungan kimia dan Khasiat pepaya
Daun, akar, dan kulit batang Carica papaya L mengandung alkaloid,
saponin, dan flavonoid. Di samping itu daun dan akar juga mengandung polifenol
dan bijinya mengandung saponin. Buah mengandung beta karoten, pektin, deltagalaktosa, lamda-arabinosa, papain, papayotimin papain, alkaloid karpain,
fitokinase, vitamin A, vitamin C (Depkes, 2000).
Akar papaya berguna untuk obat cacing, peluruh air seni, penguat
lambung, perangsang kulit. Biji pepaya berguna untuk obat cacing, peluruh haid.
Buah papaya berguna memacu enzim pencernaan, serta daunnya berguna sebagai
penambah nafsu makan, peluruh haid. Buah pepaya juga berguna untuk obat
panas yang memiliki khasiat menurunkan panas (Depkes, 2000). Buah pepaya

24

matang dikonsumsi dalam keadaan segar atau sebagai pencuci mulut (Muhlisah,
2001). Daun pepaya berguna untuk obat panas yang memiliki khasiat
menurunkan panas, obat malaria, menambah nafsu makan, meluruhkan haid dan
menghilangkan sakit. Juga berguna untuk penyembuhan luka bakar.
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Ayam Pedaging
2.4.1 Konsumsi pakan
Konsumsi pakan adalah kemampuan ayam untuk menghabiskan sejumlah
makanan yang diberikan. Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya
sejumlah unsur nutrisi yang ada didalam pakan yang tersusun dari berbagai bahan
makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam. Tinggi rendahnya konsumsi
pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: besar tubuh ayam, aktivitas ayam,
kualitas dan kuantitas pakan (Rasyaf, 2003).
2.4.2 Kebutuhan Air
Air sangat dibutuhkan untuk berbagai fungsi tubuh, terutama sekali
untuk absorbsi zat-zat gizi dari pencernaan makanan dan reaksi metabolisme
(Moreng, et al., 1982). Minum ayam harus memiliki kriteria sehat, dimana air
minum yang sehat harus bebas dari zat racun. Jika ayam kekurangan air sebanyak
10% dari bobot badannya maka ayam akan menjadi sangat lemah dan kekurangan
air sebanyak 20%, dapat menyebabkan kematian (Anggoradi, 1995).
2.4.3 Pertambahan bobot badan
Anggoradi (1979), menyatakan pertumbuhan murni adalah pertambahan
bobot dan jaringan – jaringan tubuh seperti daging, tulang, jantung, otak dan
semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak). Pertumbuhan umumnya
terjadi secara perlahan-lahan kemudian meningkat cepat dan akhirnya berhenti

25

sama sekali. Tingkat pertumbuhan yang berbeda ini mengakibatkan perubahan
dalam proporsi dan komposisi tubuh.
Tillman, et al., (1983), mengemukakan pertumbuhan umumnya dinyatakan
dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan
penimbangan berulang-ulang dan dirata-ratakan sebagai pertumbuhan badan tiap
hari, tiap minggu atau tiap waktu tertentu. Wahyu (1992), menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah varietas, tipe ayam, jenis
kelamin, energi metabolism, kandungan protein dan suhu lingkungan.
Pertumbuhan yang cepat biasanya diikuti oleh konsumsi pakan yang
banyak pula. Jika pakan diberikan tidak terbatas atau ad-libitum, ayam akan
makan sepuasnya hingga kenyang (Rasyaf, 2003). Pertumbuhan bobot badan
relatif akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur dan akan berhenti jika
telah dewasa (Toha, et al., 1988).
2.4. 4 Konversi Pakan
Konversi pakan (Feed Convertion Ratio) adalah jumlah ransum yang habis
dikonsumsi oleh seekor ayam dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai bentuk
dan berat yang optimal (Irawan 1996). Nilai konversi pakan berhubungan dengan
biaya pakan, semakin tinggi nilai konversi maka biaya pakan akan meningkat
karena jumlah pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan pertambahan bobot
badan dalam jengka waktu tertentu semakin tinggi. Sebaliknya nilai konversi
pakan yang rendah ini menunjukan bahwa jumlah pakan yang dibutuhkan untuk
menaikan bobot badan lebih sedikit, sehingga efisiensi pakan semakin meningkat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi angka konversi pakan adalah kualitas pakan
yang sangat erat hubungannya dengan daya cerna pakan tersebut (Rasyaf, 2003).

26

Anggorodi (1979), melaporkan bahwa semakin rendah angka konversi
pakan berarti kualitas pakan semakin baik. Semakin rendah angka konversi pakan
semakin baik, akan tetapi ini berbeda dari masa awal ke masa akhir, karena di
masa akhir pertumbuhan ayam menjadi lambat atau mulai menurun setelah umur
empat minggu, sedangkan konsumsi pakan bertambah terus (Rasyaf 2003).
Rumus yang digunakan untuk menentukan konversi pakan adalah:
Konversi pakan=
2.5 Parameter Mutu Ayam Pedaging
2.5.1 Mutu Karkas Ayam Pedaging

Berdasarkan

Standar Nasional

Indonesia
Tingkatan mutu karkas ayam pedaging, dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Persyaratan Tingkatan Mutu Karkas Ayam Pedaging Menurut SNI
No
1

Faktor
Mutu
2

Tingkatan Mutu
Mutu II
4

Mutu I
3

Mutu III
5

Boleh ada cacat sedikit
tetapi tidak ada pada
bagian dada dan paha
Boleh cacat sedikit

1

Konformasi

Sempurna

2

Perdagingan

Tebal

Sedang

Tipis

3

Perlemakan

Cukup

Cukup

Tipis

4

Keutuhan

Sempurna

Tulang boleh ada
Tulang sempurna, kulit
yang patah, ujung
boleh sobek sedikit,
sayap boleh terlepas.
tetapi tidak pada bagian
Boleh ada kulit yang
dada
sobek, tetapi tidak
terlalu lebar

27

No
1

5

6

Faktor
Mutu
2

Perubahan
Warna

Kebersihan

Tingkatan Mutu
Mutu II
4

Mutu I
3
Bebas dan
memar
dan
“Frozen
burn”

Mutu III
5

Boleh ada memar sedikit
tetapi tidak pada bagian Boleh ada memar
dada dan tidak “Frozen sedikit tetapi tidak
burn”
ada “Frozen burn”

Boleh ada bulu jarum
sedikit yang meyebar,
Bebas dari tetapi tidak ada pada Boleh ada bulu jarum
bulu jarum bagian dada
sedikit

Sumber : Standar Nasional Indonesia (SNI) No 01-3924-1995

2.5.2 Kolesterol
Kolesterol adalah suatu sterol hewani dan menyusun 17% bahan kering
otak (Tillman, et al., 1986) serta terdapat dalam semua sel hewani, sehingga
tersebar luas dalam tubuh. Kolesterol merupakan zat alami yang terdapat dalam
tubuh yang diperlukan dalam proses-proses penting dalam tubuh. Kebutuhan
kolesterol dalam tubuh sebagian besar dipenuhi melalui sintesis kolesterol dalam
tubuh dan di dalam hati (Piliang dan Djojosoebagio 2006, Frandson 1992). Mayes
(2003), menyatakan bahwa 50 – 60 % jumlah kolesterol tubuh berasal dari sintesis
(sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada
manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus
sekitar 10% lainnya. Pada hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel
berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal (retikulum endoplasma)
dan sitosol sel sangat brperan dalam sintesis kolesterol.
Pada konsumsi makanan yang beraneka ragam, kurang lebih setengah
dari kolesterol berasal dari biosintesis tubuh yang berlangsung di dalam usus, kulit

28

terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil

bahan

makanan. Sebagian besar kolesterol membentuk lapisan lemak dari membran
plasma. Perubahannya menjadi asam empedu memerlukan jumlah kolesterol yang
sangat besar. Selain itu kolesterol juga disekresikan ke dalam empedu dalam
bentuk yang tidak diubah. Sejumlah kecil kolesterol berfungsi dalam biosintesis
hormon steroid. Secara keseluruhan, setiap hari diperlukan kurang lebih 1 g
kolesterol (Koolman dan Rohm, 2001).
Piliang dan Djojosoebagio (2006), mengemukakan bahwa kolesterol
disintesis oleh tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus, dan kelenjar adrenal
meskipun seluruh sel mempunyai kemampuan menghasilkan sterol. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa kolesterol digunakan untuk sintesis hormon-hormon steroid,
garam-garam empedu, dan vitamin D. Zat-zat

tersebut ditranspor diantara

jaringan yang terikat pada lipoprotein, terutama chylomicron-chylomicron dan
lipoprotein-lipoprotein dengan densitas rendah (LDL). Kebutuhan yang tepat akan
kolesterol belum diketahui, tapi para ahli sependapat bahwa meskipun dalam
bentuk sedikit kolesterol yang disintesis dalam tubuh, telah lebih dari cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air,
dan mampu membentuk ester dengan asam lemak. Kolesterol diabsorbsi setiap
hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, dan jumlah yang
lebih besar dibentuk didalam sel tubuh disebut kolesterol endogen. Seperti
digambarkan dalam formula kolesterol struktur dasarnya adalah inti sterol. Inti
sterol seluruhnya dibentuk dari molekul Asetil-KoA. Sebaliknya inti sterol dapat
dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk a) kolesterol; b)

29

asam kolat, yang merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk didalam hati;
c) beberapa hormon steroid yang penting yang disekresi oleh korteks adrenal,
ovarium, dan testis (Guyton, 1997).
2.5.2.1 Analisis Kolesterol
Kadar kolesterol total dapat diukur dengan metode enzimatis dimana
sejumlah enzim spesifik mengubah substrat menjadi kromofor sehingga kadarnya
dapat diukur secara spektrofotometri. Kadar kolesterol total diukur dengan metode
CHOD-PAP dan menggunakan pereaksi kit. Kolesterol diukur setelah dihidrolisis
secara enzimatis (Prangdimurti, et.al., 2007)
Kolesterol ester + H2O
Kolesterol + O2

kolesterol esterase

kolesterol oksidase

2 H2O2 + fenol + 4-aminoantipyrine

Kolesterol + asam lemak
kolesten-3-one + H2O2
peroksidase

quinoneimine + 4 H2O

Prosedur analisis yaitu sampel atau standar diambil sebanyak 100 µl dan
dicampurkan

dengan

1000

µl

pereaksi

kit

(mengandung

kolesterol

esterase,kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan bufer)
kemudian dimasukkan kedalam tabung lalu dicampurkan sampai homogen.
Campuran diinkubasi pada suhu 370 C selama 5 menit, dan kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm. Perhitungan kadar kolesterol
total dilakukan menggunakan rumus (Prangdimurti, et.al., 2007):
X 200 mg/dl

Kadar kolesterol (mg/dl):

Metode lain untuk analisis kadar kolesterol adalah dengan metode Liebermannbuchards yaitu dengan cara kedalam tabung sentrifus 15 ml diisikan 12 ml
campuran alkohol-eter, kemudian dimasukkan 0,01 g sampel padat, diaduk
perlahan sampai homogen. Tabung ditutup rapat dan dikocok kuat selama 1 menit

30

dengan vortex. Tabung disentrifugasi selama 3 menit dan supernatannya
dipindahkan kedalam gelas piala ukuran 50 ml lalu diuapkan diatas penangas
mendidih hingga kering. Residu kering ditambahkan kloroform 2-2,5 ml dan
dikocok perlahan agar larut. Ekstrak dipindahkan secara kuantitatif ditambahkan 2
ml asetat anhidrida selama 15 menit dan diukur absorbansinya pada dan
ditepatkan menjadi 5 ml dengan kloroform. Kemudian diukur pada panjang
gelombang 420 nm (Prangdimurti, et.al., 2007)
2.5.3 Lemak
Lemak merupakan isitilah generik dan sudah umum dimasukkan ke
dalam pakan unggas untuk meningkatkan densitas energi dan mengurangi sifat
berdebu pada pakan (Turgut, et al., 2006). Lemak yang berasal dari hewan
mempunyai lebih rendah nilai yodium dan lebih tinggi penyerapannya jika
dibandingkan dengan minyak yang berasal dari tumbuhan.
Ada beberapa keuntungan jika pakan broiler mengandung lemak tinggi.
Terdapat bukti bahwa pemberian

lemak yang lebih tinggi memberikan

sumbangan terhadap perbaikan toleransi panas pada broiler (Daghir, 1995).
Zulkifli, et al., (2007), melaporkan bahwa pemberian pakan mengandung kadar
tinggi minyak sawit meningkatkan performans pertumbuhan dan daya tahan
terhadap panas pada broiler. Namum, penambahan lemak yang tinggi pada broiler
dapat meningkatkan deposisi lemak, kehilangan vitamin A dan E oleh oksidasi
dan perubahan flavor daging unggas (Patrick dan Schaible, 1980). Zulkifli, et al.,
(2007), menemukan bahwa choice feeding lemak terbukti sangat efektif jika
pakan tunggal dengan penambahan minyak sawit yang tinggi dapat menurunkan
pengaruh negatif dari suhu tinggi pada ayam broiler. Pemberian lemak yang tinggi

31

meningkatkan berat badan dan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan pada
ayam petelur (Turgut et al., 2006). Piliang dan Djojosoebagjo (2006),
mengemukakan bahwa lemak dalam daging terdapat dalam bentuk trigliserida.
Trigliserida merupakan komponen utama asam lemak dalam makanan yang
dibentuk dari fraksi katalisa gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Trigliserida
merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk menyimpan kalori.
Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992), bahwa daging paha ayam
dipasaran mengandung lemak 4,7% sedangkan daging dada mengandung lemak
1,9%. Ayam broiler yang baru ditetaskan dengan berat badan 0,041 kg dagingnya
mengandung lemak sebesar 2% sedangkan daging ayam broiler dipasaran dengan
berat badan 1,6 kg mengandung 4,2% lemak. Lemak daging terdapat dalam
bentuk trigliserida dan senyawa kompleks fosfolipid. Keberadaan lemak didalam
daging menyebabkan terjadi perbedaan rasa (flavour) dan aroma pada daging serta
palatabilitas. Lemak di bawah kulit (subkutan) dalam jumlah tertentu dibutuhkan
untuk menghasilkan penampakan ayam potong yang baik. Tingkat perlemakan
yang diinginkan dalam daging unggas sulit ditentukan. Konsumen juga tidak
mempunyai indikator yang jelas untuk ukuran permintaan lemak yang optimal
(Ensminger, 1992).
Namun demikian pemberian lemak tinggi dalam pakan menimbulkan
beberapa kerugian. Penambahan lemak yang tinggi pada broiler dapat
meningkatkan deposisi lemak, kehilangan vitamin A dan E oleh oksidasi dan
perubahan flavor daging unggas (Patrick dan Schaible, 1980). Turgut, et al.,
(2006), menemukan bahwa pemberian lemak tinggi

meningkatkan

kadar

trigliserida, VLDL dan kolesterol dalam serum. Selain itu, ditemukan bahwa

32

pemberian lemak (tallow) yang lebih tinggi cenderung menurunkan kadar kalsium
dalam serum, menurunkan kadar abu, berat abu dan berat tulang pada tibia ayam
petelur.
Mengkonsumsi produk berkolesterol tinggi akan meningkatkan kadar
kolesterol darah. Akan tetapi asam lemak jenuh dan lemak-trans mempunyai
pengaruh yang lebih tinggi dari pada kolesterol terhadap peningkatan kolesterol
darah dan LDL-kolesterol. Peningkatan kadar kolesterol darah akan meningkatkan
resiko terkena penyakit jantung koroner, yang dapat berlanjut kepada serangan
jantung (Sparks, 2006).
Asam lemak jenuh dan kolesterol dalam jumlah yang tinggi akan
meningkatkan low density lipoprotein (LDL) dan kolesterol darah, sehingga
mengakibatkan penyakit aterosklerosis dan gangguan jantung (Pal, et al., 1999).
Sejumlah

penelitian

menunjukkan

bahwa

konsumsi

kolesterol

tinggi

menyebabkan gangguan hiperkolesterol dan atherosklerosis pada kebanyakan
hewan dan primata (Grundy dan Denke, 1990). Hardini, et al., (2004) menyatakan
bahwa kandungan kolesterol yang tinggi dalam telur jika dikonsumsi melebihi
kebutuhan akan menyebabkan tingginya resiko terkena penyakit jantung koroner,
stroke dan hiperkolesterolemia.
Aksi asam lemak sebagai lipid yang meningkatkan kadar kolesterol total
jika dibandingkan dengan karbohidrat telah lama dipublikasikan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa asam lemak jenuh meningkatkan total kolesterol (Ahrens et
al; 1957;, Keys et al;, 1965, Hegsted et al; 1965). Mattson dan Grundy (1985),
Grundy dan Vega (1988), melaporkan bahwa kadar LDL-kolesterol, sebagaimana
total kolesterol, meningkat oleh pemberian asam lemak jenuh dalam pakan.

33

Rodriguez-Vico, et al., (1993), menemukan bahwa pemberian minyak kelapa
sebesar 10% dan 20% meningkatkan secara drastik kadar total kolesterol dan
trigliserida dalam lipoprotein pada ayam bertumbuh. Tanaka, et al., (1973),
menemukan bahwa pemberian asam stearat pada sapi meningkatkan kadar
trigliserida, kolesterol ester, kolesterol bebas dan fosfolipid dalam serum.
Hasil

penelitian

Laurin,

et

al.,

(1985),

menunjukkan

bahwa

suplementasi lemak meningkatkan kadar lemak karkas secara signifikan. Selain
meningkatkan deposisi lemak abdominal, pemberian minyak kelapa diketahui
mempunyai efek positif yaitu meningkatkan kandungan vitamin E dalam hati pada
unggas. Soto-Salanova dan Sell (1995), menemukan bahwa pemberian minyak
kelapa pada level 9,98% pada ayam bertumbuh mempunyai kadar vitamin E di
hati lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam yang diberi minyak sayur atau
tallow.
Legowo (2004) menyatakan bahwa masalah gangguan kesehatan akibat
mengkonsumsi lemak terutama dipengaruhi oleh tiga hal yaitu jumlah, jenis dan
kondisi lemaknya. Ada kecenderungan konsumen di Indonesia terutama
masyarakat ekonomi lemah-sedang untuk mengkonsumsi lemak produk hewan –
yang sebenarnya merupakan limbah – dan minyak yang mengandung asam lemak
jenuh sebagai sumber energi. Hal ini tentunya dapat meningkatkan kadar
kolesterol, trigliserida dan jenis lemak lainnya dalam darah, yang dapat
berkembang menjadi gangguan kesehatan. Sementara, konsumen ekonomi
menengah-atas cenderung berusaha mengkonsumsi produk hewan rendah lemak,
sehingga kebutuhan akan produk hewan rendah lemak sudah menjadi gaya hidup
mereka.

34

2.5.3.1 Analisis Lemak
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut
fosfolifida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu
hasil analisisnya disebut lemak kasar “crude fat”. Pemeriksaan lemak
menggunakan alat Soxhlet yaitu menentukan kadar asam lemak yang tidak larut
dalam air, filtrat yang diperoleh dari uji diuapkan kemudian dilarutkan dalam air
panas dan ditambah dengan HCl pekat sehingga terbentuk asam lemak bebas. Bila
campuran tersebut segera didinginkan, diperoleh lapisan asam lemak yang tidak
larut dalam air, lapisan ini disaring dan ditimbang (Sudarmadji, dkk; 1989).
2.5.4 Protein
Menurut definisi, protein adalah senyawa organik tersusun dari asamasam amino alfa yang umumnya berkonfigurasi L dan diikat satu sama lain oleh
ikatan peptida sehingga membentuk polipeptida. Menurut definisi itu, walaupun
protein terdiri atas asam–asam amino, suatu asam amino bebas, bukan protein.
Nitrogen bahan makanan sebagian terdapat sebagai amida, asam nukleat, asam
amino, glukosida, alkaloida dan garam-garam ammonium (Sudarmadji, dkk;
1989).
Protein yang dikonsumsi oleh unggas akan dicerna menjadi struktur
yang lebih sederhana, sehingga dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh.
Protein dan asam amino dalam pakan dicerna dan diserap dalam usus kemudian
dibawa ke hati untuk disintesis. Sebagian protein hasil sintesis dalam hati yang
tidak diserap dalam usus, disalurkan menuju ginjal untuk sintesis asam urat yang
dikeluarkan bersama ekskreta (Leeson, et al., 1995).

35

Proses degradasi sisa metabolisme menjadi ammonia dipengaruhi oleh
kelembaban, suhu, pH, bahan litter, komposisi pakan, kepadatan ternak, dan
sirkulasi ventilasi dalam kandang (Suryana, 2002).
Protein diubah menjadi asam amino oleh beberapa reaksi hidrolisis serta
enzim-enzim yang bersangkutan dalam proses pencernaan makanan. Enzim yang
bekerja pada proses hidrolisis protein antara lain pepsin, tripsin, kimotripsin,
karboksi peptidase, tripeptidase, amino peptidase, dan dipeptidase (Leeson, et al.,
1995).
Ada tiga kemungkinan mekanisme penguraian protein menurut Poedjiadi
(1994), yaitu: 1) Komponen sel mati mengalami proses penguraian dan dibentuk
sel-sel baru, 2) Protein mengalami proses penguraian dan terjadi sintesis protein
baru tanpa ada sel yang mati, 3) Protein dikeluarkan dari dalam sel dan diganti
dengan sintesis protein baru.
2.5.4.1 Analisis Protein
Prinsipnya adalah penentuan jumlah nitrogen (N) yang dikandung
oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan
menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia,
kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu
mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan
konstanta tertentu. Cara Kjeldahl umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu
cara makro dan mikro. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena
ukuran sampel kecil, yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih
dari 300 mg disebut metode makro. Metode mikro digunakan pada bahan yang
diduga hanya mengandung sedikit N. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa

36

purina, puirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina
ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini
kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein
dalam makanan. Analisis protein dengan metode mikrokjeldahl pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan
tahap titrasi. (Sudarmadji, dkk; 1989).

37