Pendekatan Berdasarkan Skenario Untuk Meranking Unit Pengambilan Keputusan (UPK) Dalam Model Stochastic Data Envelopment Analysis (SDEA)

6.4.2 Hasil seleksi Provinsi dengan metode SAA

100

BAB 7 KESIMPULAN

107

DAFTAR PUSTAKA

109

x

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul


Halaman

3.1 Produktivitas φ (bashan i, prod j)

42

6.1 Hirarki Kriteria

74

6.2 Mean dan standar deviasi

74

6.3 Bobot yang diberikan dari simulasi

74

6.4 Efisiensi relatif dari SDEA dengan parameter resiko α = 0.2 dan

level aspirasi β = 0.9

80

6.5 Vektor bobot optimal dengan parameter resiko α = 0.2 dan level
aspirasi β = 0.9

80

6.6 Hasil Efisiensi dan Super Efisiensi DEA Determistik yang Ekivalen

83

6.7 Sampel dan rata-rata sampel

84

6.8 Hasil Super Efisiensi SAA

87


6.9 Vektor bobot optimal untuk masing-masing vendor

88

6.10 Data ICT Pura Indonesia Tahun 2011

92

6.11 Hasil efisiensi, super efisiensi dan bobot vektor SDEA dengan menggunakan metode DEA deterministik yang ekivalen

99

6.12 sampel dan rata-rata sampel

101

6.13 Hasil efisiensi, super efisiensi dan bobot vektor SDEA dengan menggunakan metode SAA

105


6.14 Hasil efisiensi, super efisiensi dan bobot vektor SDEA dengan menggunakan metode SAA

106

xi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1

Inputs, Outputs, dan Outcomes dari suatu UPK


10

2.2

Tapal batas efisiensi DEA

12

6.1

Perbandingan hasil super efisiensi dengan menggunakan DEA deterministik yang ekivalen dan SAA

88

6.2

Model ICT Development Index

90


6.3

PModel ICT Development Index

106

xii

Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Salah satu bentuk pengukuran tingkat kinerja suatu organisasi atau perusahaan adalah melalui pengukuran efisiensi. Secara umum efisiensi dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dan masukan (input).
Namun dalam suatu organisasi atau perusahaan dapat saja terdapat beberapa
entitas output dan input, yang dikaitkan dengan sumber daya, kegiatan, faktor
lingkungan yamg berbeda, sehingga definisi umum tentang pengukuran efisiensi tidak dapat terpakai. Suatu formulasi yang dapat dipakai untuk melakukan
pengukuran efisiensi relative dengan adanya beberapa entitas input dan output

adalah model yang dikenal sebagai Data Envelopment Analysis (DEA) (Charnes
et al., 1978). Entitas input dan output dalam ranah DEA selalu disebut sebagai Unit Pengambilan Keputusan (UPK). Pada awalnya Charnes et al., (1978)
memperkenalkan teknik DEA ini untuk menilai kinerja organisasi pendidikan dalam program ”Follow Through”, Oleh karena dalam penentuan ukuran efisiensi
dilibatkan teknik yang ada dalam program matematika, DEA dapat didefinisikan
sebagai suatu teknik pemrograman matematika untuk mengukur efisiensi teknis
relatif untuk masing-masing UPK, yang merupakan rasio maksimum antara output yang terbobot dengan input yang terbobot. Secara geometri hasil pengukuran
tingkat efisiensi teknis relatif dari penggunaan sumber daya yang tersedia (input)
1

Universitas Sumatera Utara

2
untuk menghasilkan beberapa produk atau jasa (output) dapat terlihat dengan
jelas pada posisi yang berada pada garis daerah tapal batas (frontier) atau tidak.
Dalam hal ini tapal batas merupakan tolok ukur efisiensi, Jika hasil pengukuran
berada pada garis tapal batas maka dikatakan efisien dan jika tidak berada pada
tapal batas maka dikatakan tidak efisien.
Farrell (1957) mengajukan pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen: komponen pertama yaitu efisiensi teknis, yang merefleksikan kemampuan
perusahaan untuk mendapat output maksimum dari satu set input yang tersedia,
dan komponen kedua yaitu efisiensi alokatif, yang merefleksikan kemampuan dari

perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan harga masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan untuk
menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi. Pengukuran efisiensi ini mengasumsikan bahwa fungsi produksi diketahui menghasilkan efisiensi 100%. Menurut Fried
et al., (1993), kedua komponen efisiensi yang didefinisikan oleh Farrell (1957) diistilahkan sebagai efisiensi produktif. Dalam DEA kadang-kadang ditemukan nilainilai ekstrim atau nol dalam bobot input dan / atau output untuk UPK yang diujicoba. Dalam beberapa kasus, ditemukan pula dengan ketidaksempurnaan dari
bobot, yaitu, memberikan solusi bobot besar untuk variabel yang kurang penting
atau memberikan bobot kecil atau nol untuk variabel yang penting. Terutama dalam kasus nol, bobot input dan / atau output tidak memberikan kontribusi untuk
menafsirkan hasil analisis. Dalam literatur, berbagai upaya telah dilakukan untuk
mengatasi masalah ini. DEA memungkinkan manajer untuk mengevaluasi suatu

Universitas Sumatera Utara

3
ukuran secara efisien karena manajer tidak perlu mencari hubungan antar ukuran
tersebut. DEA membantu untuk mengelompokkan suplier menjadi grup suplier
efisien dan grup supplier tidak efisien, (Wu et al., 2009). DEA sangat fleksibel
untuk mengidentifikasi supplier yang tidak efisien. Kelemahan DEA adalah tidak
adanya penilaian dari pembuat keputusan, Saen (2010). DEA seperti model kotak hitam karena pembuat keputusan tidak bisa mempengaruhi kriteria padahal
dalam prakteknya pembuat keputusan dapat dan harus membuat peringkat kriteria yang penting berdasarkan keahlian atau pengalaman walaupun pengambil
keputusan tidak bisa menyatakan bobot tersebut secara eksak, (Wu et al., 2009).
Berdasarkan konsep dasar model CCR yang ditemukan oleh Charnes et al.,
(1978) yang dikenal dengan DEA CCR, bahwa unit yang menunjukkan kinerja terbaik adalah dengan skor efisiensi satu. Hal ini menunjukkan bahwa skor

tersebut bagian dari tapal batas produksi yang tidak dapat dibandingkan dengan
daerah tapal batas tersebut. Teknik lebih lanjut yang menggabungkan prinsip
dasar DEA dikenal sebagai ”Analisis Super Efisiensi” yang diperkenalkan oleh
Andersen dan Peterson (1993). Mereka menciptakan teknik yang lebih spesifik
dengan relaksasi batas atas (upper bound) untuk efisiensi satu perusahaan dalam
model DEA dasar dengan membandingkan tapal batas produksi secara empiris.
Oleh karena itu, informasi lengkap efisiensi perusahaan tersebut diperoleh tanpa ada batasan dari batas atas. Konsep ini telah dirujuk dan disesuaikan dengan konsep standar DEA. Skor super efisiensi akan bernilai lebih besar dari atau
sama dengan satu yang menyiratkan bahwa analisis telah memberikan informasi

Universitas Sumatera Utara

4
tambahan mengenai kinerja relatif dari efisiensi sebuah perusahaan. Teknik ini
mengarah kepada penentuan penempatan relatif tanpa memperhatikan ketidakefisiensian perusahaan. Karena ketidakefisiensian perusahaan tersebut tidak dapat
memperluas jangkauan tapal batas produksi, analisis super efisiensi tidak akan
mengubah nilai teknis ketidakefisiensian perusahaan. Hal ini menunjukkan secara
jelas keberadaannya dibawah wilyah tapal batas produksi. Keterbatasan dalam
pengukuran efisiensi memberikan informasi lebih lanjut tentang factor-faktor yang
mempengaruhi nilai efisiensi. Sehingga, faktor yang mempengaruhi nilai efisiensi
tersebut secara lanjut harus dianalisis.

Model super efisiensi DEA dapat digunakan untuk memeringkat kinerja
UPK yang efisien. Walaupun UPK dievaluasi tidak termasuk dalam suatu set
rujukan model DEA yang original, model DEA yang dihasilkan disebut dengan
model DEA super efisiensi. Selanjutnya model DEA super efisiensi diperoleh dalam situasi hasil berskala tetap (Constant Return to Scale yang disingkat dengan
CRS) atau hasil berskala variabel (Variable Return to Scale yang disingkat dengan
VRS).
Model super efisiensi DEA-CCR dikembangkan dibawah CRS oleh Andersen
dan Petersen (1993) yang dikenal dengan model AP. Thrall (1996) menunjukkan
bahwa model AP dapat menyebabkan ketidaklayakan dan ketidakstabilan ketika
beberapa input yang mendekati nol. Zhu (2001) juga menunjukkan bahwa model
super efisiensi DEA dengan CRS bisa terjadi ketidaklayakan jika dalam data nol.

Universitas Sumatera Utara

5
Ketika mempertimbangkan model super efisiensi DEA berdasarkan model
yang dibangun oleh Banker, Charnes dan Cooper tahun 1984, yang disingkat
dengan BCC (model super efisiensi DEA BCC) dibawah model super efisiensi
VRS, maka ketidaklayakan dari program linier terkait mungkin terjadi. Seiford
dan Zhu (1998) menunjukkan kondisi yang diperlukan dan yang memadai, tidak

layak dalam model super efisiensi VRS. Yao (2003) berpendapat bahwa super
efisiensi bisa diartikan penghematan input dan surplus output yang dicapai oleh
UPK yang efisien.
Stochastic Data Envelopment Analysis (SDEA) bekerja didasarkan pada
tulisan Land et al., (1993), dimana model baru untuk memeriksa efisiensi dari
program sekolah ”Follow Through” untuk murid kurang mampu seperti dalam
Charnes et al., (1978). Land et al., (1993), menawarkan prospek SDEA dan membangun model sendiri (LLT model). Memperkenalkan komponen stokastik untuk
DEA dan menciptakan masalah kendala peluang dengan memperkenalkan variabilitas untuk output yang tergantung pada input. Oleh karena kajian stokastik
memiliki kendala peluang dengan variabel output bersifat acak, skenario yang dilakukan untuk dapat menyelesaikannya adalah dengan cara memastikan variabel
acak tersebut terdistribusi normal. Setelah masalah optimasi stokastik diciptakan,
Land et al., (1993), mengubah masalah ini yang ekivalen dengan deterministiknya,
yang memungkinkannya untuk menentukan UPK efisien. Olesen dan Petersen
(1995), menawarkan pendekatan yang berbeda untuk menggabungkan komponen
stokastik ke DEA. Olesen dan Petersen (1995) mengasumsikan bahwa ketidake-

Universitas Sumatera Utara

6
fisienan UPK dapat diuraikan ke dalam ketidakefisiensian sebenarnya dan istilah
gangguan data dari luar (disturbance term). Olesen (2002) mengerjakan SDEA
dengan membandingkan pendekatan Model LLT yang dibuat oleh Land et al.,
(1993) dan pendekatan model OP yang dibuat Olesen dan Petersen (1995) serta
mengidentifikasi kelemahan dari kedua pendekatan tersebut. Model LLT dikritik karena tidak menjelaskan semua korelasi yang dapat terjadi pada gangguan
data dari luar. Olesen (2002) mengkoreksi model OP yang diajukan oleh Olesen dan Petersen (1995) karena model OP mengabaikan fakta bahwa kombinasi
konvek, misalnya, dua vektor identitas acak input-output dari dua UPK memiliki variasi lebih rendah dari vektor acak itu sendiri, kecuali untuk kasus dimana
vektor input-output yang berkorelasi kuat atau sempurna. Setelah Olesen (2002)
menekankan kelemahan dari kedua model tersebut, ia mengusulkan sebuah model
yang menggabungkan fitur menarik dari model LLT dan OP. Penyelesaian langsung untuk model OP adalah untuk mengambil kumpulan daerah layak untuk
setiap kombinasi linear dari vektor stokastik itu sendiri dari pada menggunakan
sampul garis putus-putus dari daerah layak. Olesen (2003) menerapkan ide ini
dan menggunakan kombinasi model kendala peluang dalam papernya. Huang
dan Li (2001), membuat sketsa model stokastik dengan kemungkinan variasi input dan output. Huang dan Li (2001) mendefinisikan ukuran efisiensi suatu UPK
melalui perbandingan probabilistik gabungan input dan output dengan UPK lain
yang dapat dievaluasi dengan memecahkan masalah pemrograman kendala peluang (Chance Constraints Programming). Wu dan Olson (2006) menggunakan
pemrograman kendala peluang untuk memecahkan kelas khusus dari SDEA.
Universitas Sumatera Utara

7
Pada penelitian optimisasi stokastik yang lain diketahui bahwa untuk menyelesaikan permasalahan pemrograman linier dengan kendala peluang dapat diselesaikan dengan mengubah kendala peluang tersebut menggunakan metode Sample Average Aproximation (SAA). Pagnoncelli et al., (2009), dan Vielma et al.,
(2012) menggunakan SAA dalam mengubah pemrograman kendala peluang ke
dalam pemrogramanan kendala deterministik untuk mendapatkan calon solusi
optimal. Shapiro (2003) mengubah kendala peluang menggunakan SAA, dengan
cara menggantikan distribusi aktual dalam kendala peluang oleh distribusi empiris sesuai dengan sampel acak. Selanjutnya menyarankan bahwa dalam kasus
normal, dapat menghitung tapal batas efisien dan menggunakannya sebagai solusi
tolok ukur.
Sehingga atas dasar ini dapat diusulkan dengan menggunakan metode SAA
dapat menyelesaikan masalah SDEA.

1.2 Perumusan Masalah
SDEA merupakan metode penyelesaian masalah optimisasi dengan kendala probabilistik. Keadaan kendala seperti ini menyebabkan SDEA tidak mudah
untuk diselesaikan. Teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut
adalah mentransformasi SDEA menjadi DEA deterministik yang ekivalen. Diketahui bahwa DEA adalah permasalahan optimisasi dengan kendala deterministik,
yang solusinya secara umum tidak sulit untuk ditentukan. Untuk mentransformasi SDEA menjadi DEA deterministik yang ekivalen diperlukan suatu teknik

Universitas Sumatera Utara

8
pemrograman kendala peluang yang disebut dengan pemrograman kuadratik, sedemikian rupa sehingga informasi yang ada pada peubah SDEA dapat dijelaskan
oleh peubah yang termuat dalam DEA deterministik yang ekivalen. Untuk mendapatkan nilai super efisiensi suatu UPK pada SDEA dengan menggunakan DEA
deterministik yang ekivalen, harus dicari terlebih dahulu apakah UPK yang dievaluasi itu efisien. Dengan memastikan UPK yang dievaluasi adalah efisien,
maka UPK tersebut akan bisa menjangkau super efisiensi. Pada penelitian ini
akan diperlihatkan bagaimana mengubah kendala peluang pada SDEA dengan
menggunakan metode SAA menjadi pemrograman integer (IP) atau pemrograman integer campuran (MIP) sehingga masalah SDEA dapat diselesaikan dan
memberikan hasil apakah UPK yang dievaluasi tidak efisiensi, efisiensi atau super
efisiensi tanpa harus memastikan terlebih dahulu bahwa UPK tersebut efisiensi.

1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian disertasi ini bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan pemrograman kendala peluang pada SDEA, yang dapat mentransfromasi SDEA dengan
kendala bersifat probalisitik menjadi DEA yang kendalanya bersifat deterministik, sehingga penyelesaian masalah dalam mendapatkan nilai super efisiensi dapat
diselesaikan. Secara khusus akan ditentukan suatu teknik pemrograman kendala
peluang pada SDEA menggunakan SAA sebagai alternatif baru dalam mendapatkan nilai super efisiensi.

Universitas Sumatera Utara

9
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian disertasi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menambah kasanah ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya. Secara
khusus, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menyelesaikan
permasalahan optimisasi yang berkaitan dengan SDEA.

1.5

Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah bersifat studi literatur dengan

mengumpulkan informasi dari referensi buku dan jurnal tentang penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya. Bahasan dalam penelitian ini meliputi:

1. Model DEA
2. Masalah Pemrograman Stokastik dan Pemrograman Kendala Peluang
3. Model super Efisiensi
4. Model SDEA
5. Model SAA sebagai solusi.

Universitas Sumatera Utara

BAB 2
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

DEA diperkenalkan oleh Charnes et al., (1978). Metode Data Envelopment
Analysis (DEA) dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas
dalam sebuah unit entitas (organisasi). Pada dasarnya prinsip kerja model DEA
adalah membandingkan data input dan output dari suatu organisasi data (unit
pengambilan keputusan, UPK) dengan data input dan output lainnya pada UPK
yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai efisiensi.
Sebelum membahas tentang efisiensi dari evaluasi suatu UPK, ada baiknya
mengetahui terlebih dahulu hubungan evaluasi UPK dengan efisiensi, efektifitas
dan produktifitas yang dapat diperlihatkan dengan gambar segitiga berikut:

Gambar 2.1 Inputs, Outputs, dan Outcomes dari suatu UPK

Pada gambar 2.1 dapat didefinisikan bahwa UPK mengkonsumsi beberapa input untuk menghasilkan beberapa output dalam mejadikan beberapa outcome. UPK ada secara eksak karena beberapa outcome dan untuk menjadikan
10

Universitas Sumatera Utara

11
beberapa outcome. Para manajer dari suatu UPK mencoba memaksimumkan
hasil beberapa output dengan meminimumkan konsumsi beberapa input. Dalam
mengevaluasi level efisiensi, efektifitas dan produktifitas dari setiap UPK dapat
dipertimbangkan model berikut:

Efisiensi

: Inputs − − − − − − − UPK − − − − − − − outputs

Efektifitas

: Outputs − − − − − − − UPK − − − − − − − Outcomes

Produktifitas : Inputs − − − − − − − UPK − − − − − − − Outcomes

Selanjutnya, suata UPK adalah produktif jika kerja-kerjanya efisien dan master
UPK nya direncanakan secara efektif. Kontribusi kuantifikasi untuk memperoleh
produktifitas sangat ditentukan oleh tingkat efisiensi suatu evaluasi UPK.

2.1 Tapal Batas (Frontier) Efisiensi
Kerapkali dalam DEA menyatakan efisiensi dalam bentuk efisiensi tapal
batas (frontier) yang diketahui juga sebagai fungsi produksi (production function).
Gambar 2.2 mengilustrasikan konsep dasar DEA dan bagaimana DEA mengidentifikasi efisiensi tapal batas dan menetapkan tolok ukur standar. Dalam gambar 2.2
sumbu-x menyatakan risiko (risk) dan sumbu-y menyatakan hasil pengembalian
(return). Menggunakan teknik pemrograman linier, DEA mengidentifikasi bagian
demi bagian garis lurus efisiensi tapal batas, yakni garis yang kuat, dituntujukkan
pada gambar 2.2. Tidak ada UPK lainnya diamati memiliki kombinasi risk-return
yang lebih baik daripada UPK yang diidentifikasi DEA pada tapal batas efisien.
Untuk UPK D diistilahkan sebagai DEA tidak efisien, dalam hal memperbaikinya
Universitas Sumatera Utara

12
menjadi efisien harus dilakukan pengurangan resiko sampai ke tapal batas efisien
D’, atau harus menambahkan hasil pengembalian sampai ke tapal batas efisien
D”. Kemudian D’ atau D” diidentifikasi sebagai tolok ukur standar untuk UPK
D. Dalam DEA beberapa ukuran kinerja disebut sebagai input dan output. Dalam
gambar 2.2 risiko adalah DEA input dan hasil pengembalian adalah DEA output.
Biasanya, input merupakan dimana nilai-nilai yang lebih kecil lebih disukai (misalnya, ukuran risiko) dan output merupakan ukuran dimana nilai-nilai yang besar
lebih disukai (misalnya, ukuran hasil pengembalian).

Gambar 2.2 Tapal batas efisiensi DEA

Gambar 2.2 menunujukkan bahwa DEA melakukan pengurangan input ataupun penambahan output pada UPK tak-efisien untuk mencapai tapal batas efisien.
Tapal batas efisien terdiri dari UPK yang tidak ada pengurangan input dan penambahan output yang diperlukan. Sebagai hasilnya diperoleh model DEA berorientasi input yang mana mengoptimalkan output sedangkan input disimpan
pada tingkat sekarang.

Universitas Sumatera Utara

13
2.2 Mengukur Efisiensi
Dalam menghitung tingkat efisiensi, diasumsikan bahwa ada n UPK yang
dievaluasi, setiap UPK dengan m input dan s output. Untuk penulisannya dibuat
xij (i = 1, · · · , m) dan yrj (r = 1, · · · , s) sebagai nilai input dan nilai output dari
U P Kj (j = 1, · · · , n), yang nilainya diketahui dan positif. Menurut pada implikasi
efisiensi, efisiensi dari U P Kj dapat didefinisikan sebagai
Ps
ur yro
max h0 = Pr=1
m
i=1 vixio

(2.1)

Dimana ur dan vi merupakan bobot output dan input dari output ke-r dan
input ke-i.

2.2.1 Mengukur efisiensi dengan model DEA CCR
Pertama kalinya model CCR ditemukan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes
pada tahun 1978. Pada model ini diperkenalkan suatu ukuran efisiensi untuk
masing-masing UPK yang merupakan rasio maksimum antara output yang terbobot dengan input yang terbobot. Masing-masing nilai bobot yang digunakan
dalam rasio tersebut ditentukan dengan batasan bahwa rasio yang sama untuk
tiap UPK harus memiliki nilai yang kurang dari atau sama dengan satu. Dengan
demikian akan mereduksi perkalian input dan perkalian output ke dalam satu
virtual input dan virtual output tanpa membutuhkan penentuan awal nilai bobot.
Virtual input dan virtual output memberikan informasi terhadap setiap atribut
unit yang relatif penting kepada setiap individu input dan output, untuk tujuan
memaksimumkan nilai efisiensi yang dimilikinya, Vercellis, C., (2009). Virtual
Universitas Sumatera Utara

14
input dari sutau UPK didefinisikan sebagai hasil dari input tiap unit dan berkorespondensi dengan bobot optimal. Sama halnya dengan virtual output merupakan
hasil yang diterima oleh output tiap unit dan diasosiasikan dengan bobot optimal. Oleh karena itu ukuran efisiensi merupakan suatu fungsi nilai bobot dari
kombinasi virtual input dan virtual output. Ukuran efisiensi UPK dapat dihitung
dengan menyelesaikan permasalahan pemrograman matematika berikut ini:
Ps
ur yro
max h0 = Pr=1
m
i=1 vixio
Ps
ur yrj
6 1, j = 1, · · · , n
(2.2)
s.t Pr=1
m
i=1 vixij
ur vi > 0, r = 1, · · · , s; i = 1, · · · , n
Dimana subscript huruf o menyatakan UPK yang dievaluasi, dengan xij adalah input yang diamati dengan tipe ke-i dari UPK ke-j dan xij > 0 untuk i = 1, 2, · · · , m
dan j = 1, 2, · · · , n. Demikian juga yrj adalah nilai output yang diamati dengan
tipe ke-r dari UPK ke-j dan yrj > 0 untuk r = 1, 2, · · · , m dan j = 1, 2, · · · , n.
Sedangkan ur dan vi adalah variabel keputusan yang merupakan nilai bobot untuk menentukan permasalahan pemrograman diatas. Namun permasalahan ini
memiliki solusi yang tidak terbatas karena jika u∗ dan v∗ adalah optimal, maka
untuk tiap α > 0, αu∗ dan αv∗ juga optimal, dimana tanda * menyatakan optimum. Dengan mengikuti transformasi Charnes-Cooper, maka solusi yang dapat
dipilih adalah solusi (u, v) yang representatif dengan kondisi:
Xm

i=1

vixi0 = 1

Sehingga diperoleh model pemrograman linier yang ekivalen dengan permasalahan
Pemrograman pecahan. Pembagi dalam ukuran efisiensi di atas dibuat sama
Universitas Sumatera Utara

15
dengan satu dan permasalahan linear yang telah ditranformasikan dapat ditulis
dengan:
max Z0 =
s.t

Xs

r=1

Xs

r=1

ur yr0

Xm

vi xij 6 0, j = 1, 2, · · · , n

Xm

vixi0 = 1

ur yrj −

i=1

i=1

(2.3)

ur vi > 0, r = 1, 2, · · · , s; i = 1, 2, · · · , m

Permasalahan pemrograman linier di atas sering disebut juga model CCR
dengan berorientasi input-output. Maksimalisasi dilakukan dengan memilih virtual multiple (yaitu nilai-nilai bobot) u dan v yang menghasilkan laju terbesar
virtual output per virtual input. Permasalahan tersebut dapat ditulis untuk tiap
U P K0 sebagai:
θo∗ = min θo
s.t

Xn

j=1

Xn

j=1

λr yrj > yro ,

r = 1, 2, · · · , s

(2.4)

λr xrj 6 θ0 xio , i = 1, 2, · · · , m
λj > 0, j = 1, 2, · · · , n

Model CCR dengan berorientasi input-output untuk U P K0 dengan fungsi tujuan
maksimum dapat ditulis dengan :
θo∗ = max θo
s.t

Xn

j=1

Xn

j=1

λr yrj > θo yro ,

r = 1, 2, · · · , s

(2.5)

λr xrj 6 xio, i = 1, 2, · · · , m

Universitas Sumatera Utara

16
λj > 0, j = 1, 2, · · · , n
Permasalahan pemrograman linier di atas memperoleh solusi optimal θo∗ , yang
merupakan nilai efisiensi, disebut juga nilai efisiensi teknis atau efisiensi CCR
untuk U P Ko tertentu. Jika ada himpunan bobot positif membuat θo∗ = 1, maka
UPK adalah relatif efisien. Nilai efisiensi ini disebut juga dengan nilai efisiensi
teknis atau efisiensi CCR. Untuk mendapatkan nilai efisiensi keseluruhan UPK
dapat diperoleh dengan cara mengulangi proses di atas untuk tiap U P Kj , j =
1, 2, · · · , n. Nilai θ selalu lebih kecil atau sama dengan satu. Bagi UPK yang
relatif efisien akan terlihat di mana kombinasi virtual input-output terletak pada
tapal batas efisien (efficient frontier).

2.2.2 Mengukur efisiensi dengan model DEA BCC
Agar variabel berskala hasil (variable return to scala), maka perlu ditambahkan kondisi konveksitas bagi nilai-nilai bobot λ, yaitu dengan memasukkan
dalam model di atas batasan berikut:
Xn

j=1

λj = 1

Hasil model DEA yang memberikan variable return to scala (VRS) disebut model
BCC, Banker, Charmes dan Cooper (1984). Model BCC dengan berorientasi
input-output untuk U P K0 dengan fungsi tujuan minimum dapat ditulis dengan:
θo∗ = min θo
s.t

Xn

j=1

λr yrj > yro ,

r = 1, 2, · · · , s

(2.6)

Universitas Sumatera Utara

17
Xn

j=1

λr xrj 6 θo xio, i = 1, 2, · · · , m
Xn

j=1

λj = 1

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n
Model BCC dengan berorientasi input-output untuk U P K0 dengan fungsi tujuan
maksimum dapat ditulis dengan:
θo∗ = max θo
s.t

Xn

j=1

Xn

j=1

λr yrj > θo yro ,

r = 1, 2, · · · , s

(2.7)

λr xrj 6 xio, i = 1, 2, · · · , m
Xm

i=1

vi xio = 1

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n
Nilai-nilai efisiensi BCC diperoleh dengan menjalankan model di atas untuk setiap
UPK. Nilai-nilai efisiensi pengukuran kinerja BCC disebut nilai efisiensi teknis
murni (pure technical efficiency), hal ini terkait dengan nilai-nilai yang diperoleh
dari model yang memperbolehkan variabel berskala hasil, sehingga skala yang ada
dapat tereliminasi. Secara umum nilai efisiensi CCR untuk tiap UPK tidak akan
melebihi nilai efisiensi BCC, yang memang telah jelas secara intuitif karena model
BCC menganalisa tiap UPK secara lokal daripada secara global.
Dari model (2.6) untuk mendapatkan nilai efisiensi dengan fungsi tujuan
minimal dapat dibuatkan model berikut:
θo∗ min θo = ε

Xm

i=1

Si− +

Xm

r=1

Si+


Universitas Sumatera Utara

18
s.t

Xn

j=1

θo xio −

λj yrj − Si+ = yro , r = 1, 2, · · · , s

Xn

j=1

(2.8)

λj xij − Si− = 0, i = 1, 2, · · · , m
Xn

j=1

λj = 1

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n
Dari model (2.7) untuk mendapatkan nilai efisiensi dengan fungsi tujuan maksimal
dapat dibuatkan model berikut:
θo∗ max θo = ε
s.t θo yro −
Xn

Xn

j=1

j=1

Xm

i=1

Si− +

Xm

r=1

Si+



λj yrj + Si+ = yro , r = 1, 2, · · · , s

(2.9)

λj xij + Si− = xio , i = 1, 2, · · · , m
Xn

j=1

λj = 1

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n
Definisi 2.1 (DEA Efisiensi) U P K0 adalah DEA efisien jika kedua kondisi
berikut dipenuhi

(i) θ0∗ = 1
(ii) Sr+∗ = Si−∗ = 0, ∀i, r

Dimana penggunaan tanda * menunjukkan optimum

Universitas Sumatera Utara

19
2.3 Super Efisiensi Model DEA CCR
Diandaikan bahwa θ0∗ menujukkan nilai optimal. θo∗ pada model (2.4) menyatakan nilai efisiensi dan semua tapal batas UPK memiliki θo∗ = 1. Dalam
menentukan kinerja dari tapal batas UPK menggunakan super efisiensi model
DEA CCR dengan fungsi tujuan mimimum dapat diekspresikan sebagai berikut:
θo∗ = min θo
s.t

Xn

j=16=o

λj yrj > yro , r = 1, 2, · · · , s
(2.10)

Xn

λj xij 6 θo xio , i = 1, 2, · · · , s

j=1,j6=o

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n, j 6= 0
Demikian juga pada model (2.5), dalam menentukan kinerja dari tapal batas UPK
menggunakan super efisiensi model DEA CCR dengan fungsi tujuan maksimum
dapat diekspresikan sebagai berikut:
θ0∗ = max θ0
s.t

Xn

j=16=0

Xn

j=1,j6=0

λj yrj > θ0yr0 , r = 1, 2, · · · , s
(2.11)
λj xij 6 xio , i = 1, 2, · · · , s

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n, j 6= 0

2.4 Super Efisiensi Model DEA BCC
Diandaikan bahwa θ∗ menujukkan nilai optimal. θo∗ pada model (2.6) menyatakan nilai efisiensi dan semua tapal batas UPK memiliki θo∗ = 1. Dalam
menentukan kinerja dari tapal batas UPK menggunakan super efisiensi model

Universitas Sumatera Utara

20
DEA BCC dengan fungsi tujuan mimimum dapat diekspresikan sebagai berikut,
Seiford dan Zhu (1998):
θ0∗ = min θ0
s.t

Xn

j=16=0

λj yrj > yr0, r = 1, 2, · · · , s

Xn

λj yrj 6 θ0xr0 , i = 1, 2, · · · , s

Xn

λj = 1

j=1,j6=0

j=1,j6=0

(2.12)

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n, j 6= 0
Demikian juga dari model (2.7), dalam menentukan kinerja dari tapal batas UPK
menggunakan super efisiensi model DEA BCC dengan fungsi tujuan maksimum
dapat diekspresikan sebagai berikut, Seiford dan Zhu (1999):
θ0∗ = max θ0
s.t

Xn

j=16=0

λj yrj > θ0yr0 , r = 1, 2, · · · , s

Xn

λj yrj 6 xr0, i = 1, 2, · · · , s

Xn

λj = 1

j=1,j6=0

j=1,j6=0

(2.13)

λj > 0, j = 1, 2, · · · , n, j 6= 0

Universitas Sumatera Utara