Laporan Disertasi

Laporan Disertasi

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah,
dan pembangunan dari tahun ke tahun, kebutuhan akan pemenuhan energi
disemua sektor pengguna energi secara nasional juga semakin besar. Selama ini
kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh sumber daya tak terbarukan, seperti minyak
bumi dan batubara. Namun, tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi
seluruh kebutuhan dalam jangka panjang. Cadangan energi semakin lama semakin
menipis dan proses produksinya membutuhkan waktu jutaan tahun.
Krisis bahan bakar fosil di Indonesia telah terlihat indikasinya dengan
terjadinya kelangkaan di beberapa tempat. Krisis bahan bakar minyak (BBM) ini
diakibatkan oleh harga minyak mentah yang melonjak sangat tinggi di samping
cadangan minyak mentah Indonesia yang terbatas sedangkan konsumsi energi
terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan
penduduk sehingga produksi dalam negeri berkurang. Karena keterbatasan
produksi BBM dari kilang domestik, pertamina terpaksa masih mengimpor 40%
persen kebutuhan bahan bakar minyak nasional. Kapasitas kilang Pertamina hanya
1,030 juta kiloliter per tahun. Sementara, kebutuhan BBM nasional sekitar 1,4 juta

kiloliter per tahun. Oleh karena itu, Pertamina masih harus mengimpor BBM dari
luar negeri. Untuk BBM jenis premium, tahun 2009 ini Pertamina akan
mengimpor 8,8 juta kiloliter. Produksi Premium dari kilang Pertamina hanya 10,9
juta kiloliter sementara kebutuhan Premium nasional sebesar 19,7 juta kiloliter.
Untuk BBM jenis solar Pertamina akan mengimpor 6,3 juta liter untuk menutupi
kekurangan produksi kilang domestik yang sebesar 16,7 juta kiloliter. Kebutuhan
Solar nasional adalah sebesar 22 juta kilo liter (http://matanews.com/2009/06/11/)
Peningkatan pertumbuhan ekonomi serta populasi dengan segala
aktivitasnya akan meningkatkan kebutuhan energi di semua sektor pengguna
energi. Peningkatan kebutuhan energi tersebut harus didukung adanya pasokan
Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

1

Laporan Disertasi

energi jangka panjang secara berkesinambungan, terintegrasi, dan ramah
lingkungan. Pasokan energi diusahakan berasal dari sumber energi dalam negeri
dan dari impor dari negara lain apabila pasokan energi dalam negeri tidak
mencukupi. Mengingat potensi sumberdaya minyak bumi dan kemampuan

kapasitas kilang di dalam negeri yang terbatas maka perlu dicarikan bahan bakar
alternatif untuk substitusi BBM.
Pemanfaatan sumber energi terbarukan menjadi solusi pemenuhan
kebutuhan energi yang semakin lama semakin besar di masa mendatang. Sumber
daya energi terbarukan memiliki keunggulan, yakni dapat diproduksi dalam waktu
relatif tidak lama dibandingkan dengan sumber energi tak terbarukan. Namun,
sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di
Indonesia.
Terkait dengan krisis energi bahan bakar yang akan dialami Indonesia
sekitar 20-30 tahun mendatang, maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap
pemakaian minyak bumi, pengembangan bahan bakar nabati menjadi salah satu
alternatif solusi untuk mengatasi krisis energi di masa datang.
Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari,
sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap
harinya perlu tambahan sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan
minyak bumi. Pengembangan energi alternatif, bisa meminimalisir kemungkinan
terjadinya krisis energi di masa datang.
Sejalan dengan permasalahan tersebut, pemerintah melalui Peraturan
Presiden No.5 Tahun 2006 telah mengeluarkan kebijakan energi nasional.
Kebijakan ini bertujuan untuk mewujudkan terjaminnya pasokan energi dalam

negeri. Kebijakan utama meliputi penyediaan energi yang optimal, pemanfaatan
energi yang efisien, penetapan harga energi ke arah harga keekonomian dan
pelestarian

lingkungan.

Kebijakan

utama

tersebut

didukung

dengan

pengembangan infrastruktur, kemitraan dunia usaha, pemberdayaan masyarakat
dan pengembangan penelitian. Kebijakan energi nasional ini juga memuat upaya
untuk melakukan diversifikasi dalam pemanfaatan energi. Usaha diversifikasi ini
ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006


Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

2

Laporan Disertasi

tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan
bakar lain (Sugiono, 2005).
Pengembangan dalam pemanfaatan biofuel menjadi lebih menarik dengan
semakin meningkatnya harga minyak mentah dunia yang mencapai US$70 per
barel pada akhir tahun 2005. Berdasarkan road map biofuel pada Blueprint
Pengelolaan Energi Nasional, Indonesia ditargetkan mampu mensubstitusi minyak
solar dengan biodiesel sebanyak 2% pada tahun 2010, 3% tahun 2015 dan 5%
tahun 2025 serta mensubstitusi bensin dengan bioethanol (gasohol) sebanyak 2%
pada tahun 2010, 3% tahun 2015 dan 5% tahun 2025 (DESDM (2005) Blueprint
Pengelolan Energi Nasional 2005-2025, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral). Penggunaan energi final dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

Gambar 1.1 Prakiraan penggunaan energi final di sektor transportasi perjenis

energi di Indonesia. (Sugiono, 2005).
Banyak ilmuwan mulai meneliti untuk mencari jenis energi baru yang
murah, mudah dan ramah lingkungan untuk menggantikan sumber energi yang
tersedia sekarang, yaitu dengan penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar
karena pemakaian minyak nabati sebagai bahan bakar dapat mengurangi polusi
lingkungan sedangkan penggunaan bahan bakar minyak bumi, baik dari
penggunaan berupa alat transportasi maupun dari penggunaan oleh industri sangat
mencemari lingkungan disebabkan tingkat polusi yang ditimbulkan sangat tinggi.

Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

3

Laporan Disertasi

Diantara minyak nabati yang berpotensi digunakan sebagai bahan
alternatif adalah minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Tanaman
kelapa sawit merupakan salah satu sumber minyak nabati yang saat ini menjadi
komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, sebagai sumber
pendapatan bagi jutaan keluarga petani, sebagai sumber devisa negara, penyedia

lapangan kerja, sebagai pemicu dan pemacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi
baru dan sebagai pendorong berkembangnya industri hilir berbasis minyak sawit
(CPO) di Indonesia.
Minyak sawit dianggap lebih ekonomis karena setiap hektar kebun kelapa
sawit mampu menghasilkan 5 ton minyak sawit/tahun atau setara tiga kali jumlah
produksi dari tanaman jarak untuk luas lahan dan jangka waktu yang sama dan
untuk menghasilkan 1 liter bahan bakar dibutuhkan sekitar 1 kg CPO. Secara
ekonomi pengembangan biofuel dari minyak sawit akan mengontrol permintaan
dan suplay produk perkebunan. Jika kelebihan untuk kebutuhan pangan,
disamping di ekspor dapat dipakai untuk bahan bakar, sehingga dapat mengontrol
harga CPO.
Produksi CPO Indonesia tahun 2009 lebih dari 18 juta ton, konsumsi
domestik untuk pangan kurang lebih 5 juta ton sedangkan konsumsi domestik
untuk biodiesel kurang lebih 2-3 juta ton. Sehingga pengembangan biofuel di
Indonesia tidak akan menggangu ketahanan pangan ( Direktur Jenderal Minyak
Dan Gas Bumi, 2009). Dengan ketersediaan minyak sawit yang cukup banyak,
maka minyak sawit merupakan salah satu bahan baku alternatif yang sangat
potensial untuk membuat bahan bakar pengganti gasoline, kerosene dan diesel.
Harga CPO dunia terus merangkak naik ini tidak terlepas dari adanya
program konversi energi yang tengah gencar dilakukan diseluruh belahan dunia.

Hal tersebut dilakukan dalam upaya mengurangi ketergantungan akan minyak
dunia yang semakin terbatas persediaannya. Kenaikan harga CPO dunia tersebut
berimbas pada kenaikan CPO di pasar domestik, dimana harga CPO sempat
mencapai Rp. 7626 per kilogram, lebih tinggi dari kisaran normal yang berkisar
Rp. 6500 per kilogram. Tren dunia yang beralih ke bahan bakar nabati (BBN)
menjadikan bisnis biofuel menjadi salah satu bisnis yang banyak diminati oleh

Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

4

Laporan Disertasi

para investor. CPO merupakan salah satu bahan baku biofuel termurah
dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, disamping karena energi alternatif
ini ramah terhadap lingkungan (Harian bisnis Indonesia: Arvie,2007).
Bensin (gasoline), bahan bakar solar (diesel) dan minyak tanah (kerosene)
adalah bahan bakar yang dihasilkan dari minyak mentah dengan proses distilasi
langsung ataupun dari hasil perengkahan, alkilasi dan isomerisasi. Peranan
gasoline dan diesel sebagai bahan bakar kendaraan bermotor tidak dapat lepas

dari kehidupan masyarakat saat ini. Karena peningkatan mobilitas masyarakat
menyebabkan konsumsi bahan bakar di Indonesia menjadi sangat tinggi yang
tidak diimbangi dengan kemampuan penyediaannya.
Berbagai proses telah dilakukan untuk menghasilkan biofuel diantaranya
proses esterifikasi namum kelemahan proses ini adalah pada pemisahan biofuel
dan gliserol. Proses transesterifikasi, minyak nabati yang digunakan kandungan
asam lemak bebasnya harus rendah, jika kandungan asam lemak bebasnya tinggi,
butuh katalis dalam jumlah yang besar yang dapat menyebabkan terbentuknya
sabun sehingga menyulitkan dalam proses pemisahan.
Proses perengkahan non katalis (thermal cracking) berlangsung pada
temperatur dan tekanan yang tinggi sehingga membutuhkan energi yang besar.
Saat ini mulai dikembangkan penelitian tentang pembuatan biofuel dari minyak
nabati dengan proses perengkahan berkatalis, proses ini dapat memecah
hidrokarbon kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana, meningkatkan
kualitas dan kuantitas produk, berlangsung pada temperatur dan tekanan yang
rendah dengan adanya katalis. Pada beberapa penelitian proses perengkahan
minyak nabati dengan berbagai macam katalis menghasilkan berbagai jenis
biofuel yang komposisinya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya waktu
reaksi, temperatur reaksi, laju alir umpan, dan jenis katalis. (Adjaye et al, 1996,
Twaiq et al, 2003, Charusiri and Vitidsant , 2005)

Berbagai jenis katalis telah digunakan dalam proses perengkahan untuk
menghasilkan biofuel diantaranya adalah katalis X, Y dan faujasite. Katalis-katalis
ini merupakan katalis perengkahan yang awalnya digunakan pada proses
perengkahan minyak bumi, kemudian dikembangkan lebih lanjut pada proses

Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

5

Laporan Disertasi

perengkahan minyak nabati. Beberapa katalis yang juga digunakan pada proses

perengkahan yaitu HZSM-5, Zeolit β dan ultrastabil Y (USY). Dari ketiga jenis
katalis ini ternyata HZSM-5 yang menghasilkan konversi dan yield produk yang
terbesar, sebagaimana yang telah diteliti oleh Twaiq dkk (1999), konversi katalitik
minyak sawit menjadi berbagai jenis hidrokarbon dimana pada temperatur 350oC
laju umpan 1h-1 dengan katalis HZSM-5, konversi yang dihasilkan 99% yield

gasoline 28,3% dan pada kondisi yang sama untuk katalis zeolit β konversinya

82% yield gasoline 22%, katalis USY konversi yang diperoleh 53% dan yield
gasoline 7,3%.
Menurut Sang dkk (2004), konversi katalitik minyak sawit berdasar pada
residu campuran asam lemak dengan katalis HZSM-5 menggunakan reaktor fixedbed pada tekanan atmosfir. Hasil yang diperoleh fraksi gasoline 44,4% berat pada
laju umpan 3,66 lh-1 dan temperatur reaksi 440oC. Menurut Subagjo (1991) zeolit
ZSM-5 mempunyai sifat unik yaitu mempunyai ukuran pori 0,54 x 0,57 nm (≤
ukuran molekul hidrokarbon C11), berstruktur dimensi tiga, bersifat organofil.
Kombinasi ketiga sifat diatas menyebabkan ZSM-5 bersifat selektif terhadap

pembentukan hidrokarbon ≤ C11, mempunyai umur katalis yang panjang serta
tahan terhadap perlakuan panas dan asam.
Kebutuhan katalis perengkahan di Indonesia sangat besar dan selama ini
dipenuhi dengan mengimpor dari negara lain. Indonesia memiliki bahan baku
pembuatan katalis dalam jumlah yang besar sehingga Indonesia sebaiknya
memulai pengembangan katalis perengkahan.
Penelitian dengan bahan baku minyak nabati khususnya minyak kelapa
sawit ini dapat digunakan sebagai model yang nantinya bisa dikembangkan
menggunakan minyak nabati jenis lain misalnya minyak jagung, minyak bunga
matahari, minyak kanola dan minyak jarak yang saat ini sudah dibudidayakan.


1.2 Perumusan Masalah
Proses perengkahan minyak nabati adalah salah satu proses yang sangat
penting dalam menghasilkan bahan bakar alternatif

(biofuel). Minyak sawit

dipilih karena tersedia dalam jumlah yang besar (berlimpah) di Indonesia.
Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

6

Laporan Disertasi

Beberapa variabel yang berpengaruh pada proses perengkahan minyak
nabati meliputi: tekanan operasi , temperatur reaksi, laju alir umpan dan jenis
katalis. Pada penelitian sebelumnya proses perengkahan minyak nabati
menggunakan katalis yang siap pakai (standard) yang harganya relatif mahal dan
yield biofuel yang dihasilkan masih kecil. Peneliti sebelumnya juga melakukan
proses perengkahan minyak nabati dengan beberapa variabel diatas menggunakan
reaktor bertekanan dengan ukuran reaktor yang besar. Ditinjau dari segi ekonomi
hal ini kurang ekonomis karena membutuhkan biaya yang besar baik dari segi
perancangan alat maupun penggunaan bahan.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh variabel-variabel
tersebut diatas terutama penggunaan katalis sintetis HZSM-5 yang diimpregnasi
dengan larutan logam Ni, Cu dan Zn terhadap produk yang dihasilkan jika
menggunakan mikroreaktor pada tekanan atmosfir. Model kinetika reaksi katalitik
asam oleat masih belum dikembangkan. pada hal data kinetika reaksi sangat erat
kaitannya dengan perencanaan ukuran reaktor katalitik untuk kapasitas tertentu.
Perencanaan reaktor merupakan bagian penting dalam perencanaan pabrik secara
keseluruhan.

1.3 Hipotesis:
1. Katalis dapat disintesa menggunakan beberapa metoda yang telah
dipatenkan.
2. Biofuel dapat dibuat dari minyak sawit melalui proses perengkahan katalitik.
3. Temperatur, laju alir gas, waktu dan jenis katalis berpengaruh terhadap
proses perengkahan menghasilkan biofuel.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari unjuk kerja katalis HZSM-5, Cu/Ni/Zn-HZSM-5 pada reaksi
perengkahan katalitik minyak sawit menjadi biofuel
2. Mempelajari pengaruh laju alir umpan pada reaksi perengkahan katalitik
minyak sawit menjadi biofuel

Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

7

Laporan Disertasi

3. Mempelajari pengaruh temperatur pada reaksi perengkahan katalitik
minyak sawit menjadi biofuel.
4. Merumuskan model kinetika reaksi katalitik dari proses perengkahan
minyak sawit (asam oleat) menjadi biofuel.

1.5 Manfaat penelitian
1. Menghasilkan bahan bakar nabati (biofuel) yang ramah lingkungan.
2. Memberikan nilai tambah dalam pemanfaatan minyak nabati.
3. Memperbaiki kualitas udara karena biofuel yang dihasilkan ramah
lingkungan.
4. Biofuel dapat mengganti pemakaian bahan bakar minyak.

Perengkahan Katalitik Minyak Sawit Untuk Menghasilkan Biofuel

8