Pola Pengasuhan Anak Pada Keluarga Petani
Prostitusi merupakan fenomena yang sudah ada sejak lama di dunia,
tidak terkecuali di Indonesia. Prostitusi di Indonesia bermula sejak zaman
kerajaan-kerajaan jawa yang menggunakan wanita sebagai bagian dari
komoditas sistem feodal. Fenomena prostitusi hingga saat ini masih menjadi
masalah yang belum terselesaikan. Prostitusi atau pelacuran merupakan salah
satu masalah sosial yang kompleks, mengingat prostitusi merupakan peradaban
yang termasuk tertua di dunia dan hingga saat ini masih terus ada pada
masyarakat kita.
Kata “Prostitusi” atau dapat diartikan dengan kata “Pelacuran”, sejakPOLA PENGASUHAN
ANAK PADA KELUARGA YANG BERCERAI DALAM ETNIS BATAK TOBA
BAB. IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara tradisional, keluarga merupakan unit sosial yang terkecil dari masyarakat dan
merupakansuatu sendi dasar dalam organisasi sosial. Keluarga merupakan kelompok sosial
pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia
sosial di dalam hubungan dalam kelompoknya.
Di samping itu keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri atas suami,
istri,dan jika ada anak- anak yang didahului oleh perkawinan. Memang salah satu faktor
mengapa individu itu membentuk keluarga adalah: mengharapkan anak atau keturunan. Tetapi itu
bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Di samping faktor mengharapkan keturunan ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan membentuk keluarga yaitu:
1. Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.
2. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.
3. Untuk pembagian tugas misalnya: mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.
4. Demi hari tua kelak, yaitu pemeliharaan di hari tua artinya setelah anak dewasa anak
berkewajiban untuk memberikan kasih sayang
kepada orang tua. (Suwardiman, 1989: 121)
Suatu ikatan keluarga ditandai atau didahului oleh suatu perkawinan. Hal ini
dimaksudkan bahwa perkawinan merupakan syarat mutlak terbentuknya suatu keluarga. Tanpa
didahului perkawinan dua orang laki-laki dan perempuan yang tinggal di suatu rumah belum
berhak disebut sebagai suatu keluarga. Keluarga, sebagai kelompok primer yang terikat oleh
hubungan intim mempunyai fungsi-fungsi utama yang meliputi: pemberian afeksi, dukungan dan
persahabatan, memproduksi dan membesarkan anak, meneruskan norma-norma kebudayaan,
agama dan moral pada yang muda, membagi dan melaksanakan tugas-tugas di dalam keluarga
maupun di luar serta mengembangkan kepribadian. Salah satu perbedaan yang cukup penting
terlihat dari bentuk hubungan anggota-anggotanya yang lebih bersifat “gemeinschaff’ dan
merupakan ciri-ciri kelompok primer, yang antara lain mempunyai hubungan yang lebih intim,
kooperatif, face io face, masing- masing anggota memperlakukan anggota lainnya sebagai tujuan
bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. (Khaerudin, 1985:10)
Hubungan antara orang tua dan anak sangat penting artinya bagi perkembangan
kepribadian anak, sebab orang tualah yang merupakan orang pertama yang dikenal oleh si anak.
Melalui orang tualah anak mendapatkan kesan-kesan pertama tentang dunia luar. Bagi seorang
bayi atau anak kecil, hubungan afeksi dengan orang tua merupakan faktor penentu, agar ia dapat
“survive”. Penyelidikan Renespitz (Munandar, 1985:42), menunjukkan bahwa tanpa cinta kasih
seorang bayi tidak dapat hidup terus; memperoleh cinta kasih merupakan kebutuhan dasar,
seperti makan dan tidur. Orang tualah yang merupakan orang pertama yang membimbing tingkah
laku anak. Terhadap tingkah laku anak mereka bereaksi dengan menerima, menyetujui,
membenarkan atau menolak. Dengan demikian nilai terhadap tingkah laku berpengaruh dalam
diri anak yang akan membentuk norma-norma sosial, norma-norma susila dan norma-norma
tentang apa yang baik dan buruk, apa yang boleh atau tidak boleh.
Keberhasilan perkawinan selanjutnya dipengaruhi oleh bagaimana mereka memenuhi
peranan-peranan tersebut di dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang mengalami
pertentangan dalam dunia yang lebih besar diperlihatkan pada bagaimana masing-masing partner
untuk menilai satu sama lain, yang selanjutnya merupakan faktor-faktor penting dalam
menentukan jumlah perkawinan yang gagal.
Perkawinan yang ideal menjadi harapan setiap pasangan yang melangsungkan
perkawinan tidak selamanya seperti yang diharapkan. Kegagalan dalam perkawinan akibat
konflik rumah tangga sering diakhiri dengan perceraian. Perceraian yang merupakan pemutusan
terhadap hubungan perkawinan antara suami dan isteri, yang dimana si isteri mengambil
keputusan untuk menceraikan suaminya. Stereotip yang kurang baik terhadap janda atau orang
yang melakukan cerai sekarang ini kurang berlaku, yang dulunya cerai itu dianggap aib,
sekarang lambat laun itu sudah mengalami perubahan. Banyak dalam masyarakat yang telah
melakukan perceraian, memutuskan tali perkawinan dengan perceraian.
Perceraian dianggap solusi yang dapat mengakhiri penderitaan, mengakhiri
permasalahan, tekanan, dan lain-lain.
tidak terkecuali di Indonesia. Prostitusi di Indonesia bermula sejak zaman
kerajaan-kerajaan jawa yang menggunakan wanita sebagai bagian dari
komoditas sistem feodal. Fenomena prostitusi hingga saat ini masih menjadi
masalah yang belum terselesaikan. Prostitusi atau pelacuran merupakan salah
satu masalah sosial yang kompleks, mengingat prostitusi merupakan peradaban
yang termasuk tertua di dunia dan hingga saat ini masih terus ada pada
masyarakat kita.
Kata “Prostitusi” atau dapat diartikan dengan kata “Pelacuran”, sejakPOLA PENGASUHAN
ANAK PADA KELUARGA YANG BERCERAI DALAM ETNIS BATAK TOBA
BAB. IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara tradisional, keluarga merupakan unit sosial yang terkecil dari masyarakat dan
merupakansuatu sendi dasar dalam organisasi sosial. Keluarga merupakan kelompok sosial
pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan dirinya sebagai manusia
sosial di dalam hubungan dalam kelompoknya.
Di samping itu keluarga adalah suatu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri atas suami,
istri,dan jika ada anak- anak yang didahului oleh perkawinan. Memang salah satu faktor
mengapa individu itu membentuk keluarga adalah: mengharapkan anak atau keturunan. Tetapi itu
bukan satu-satunya faktor yang menentukan. Di samping faktor mengharapkan keturunan ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan membentuk keluarga yaitu:
1. Untuk memenuhi kebutuhan biologis atau kebutuhan seks.
2. Untuk memenuhi kebutuhan sosial, status, penghargaan dan sebagainya.
3. Untuk pembagian tugas misalnya: mendidik anak, mencari nafkah dan sebagainya.
4. Demi hari tua kelak, yaitu pemeliharaan di hari tua artinya setelah anak dewasa anak
berkewajiban untuk memberikan kasih sayang
kepada orang tua. (Suwardiman, 1989: 121)
Suatu ikatan keluarga ditandai atau didahului oleh suatu perkawinan. Hal ini
dimaksudkan bahwa perkawinan merupakan syarat mutlak terbentuknya suatu keluarga. Tanpa
didahului perkawinan dua orang laki-laki dan perempuan yang tinggal di suatu rumah belum
berhak disebut sebagai suatu keluarga. Keluarga, sebagai kelompok primer yang terikat oleh
hubungan intim mempunyai fungsi-fungsi utama yang meliputi: pemberian afeksi, dukungan dan
persahabatan, memproduksi dan membesarkan anak, meneruskan norma-norma kebudayaan,
agama dan moral pada yang muda, membagi dan melaksanakan tugas-tugas di dalam keluarga
maupun di luar serta mengembangkan kepribadian. Salah satu perbedaan yang cukup penting
terlihat dari bentuk hubungan anggota-anggotanya yang lebih bersifat “gemeinschaff’ dan
merupakan ciri-ciri kelompok primer, yang antara lain mempunyai hubungan yang lebih intim,
kooperatif, face io face, masing- masing anggota memperlakukan anggota lainnya sebagai tujuan
bukannya sebagai alat untuk mencapai tujuan. (Khaerudin, 1985:10)
Hubungan antara orang tua dan anak sangat penting artinya bagi perkembangan
kepribadian anak, sebab orang tualah yang merupakan orang pertama yang dikenal oleh si anak.
Melalui orang tualah anak mendapatkan kesan-kesan pertama tentang dunia luar. Bagi seorang
bayi atau anak kecil, hubungan afeksi dengan orang tua merupakan faktor penentu, agar ia dapat
“survive”. Penyelidikan Renespitz (Munandar, 1985:42), menunjukkan bahwa tanpa cinta kasih
seorang bayi tidak dapat hidup terus; memperoleh cinta kasih merupakan kebutuhan dasar,
seperti makan dan tidur. Orang tualah yang merupakan orang pertama yang membimbing tingkah
laku anak. Terhadap tingkah laku anak mereka bereaksi dengan menerima, menyetujui,
membenarkan atau menolak. Dengan demikian nilai terhadap tingkah laku berpengaruh dalam
diri anak yang akan membentuk norma-norma sosial, norma-norma susila dan norma-norma
tentang apa yang baik dan buruk, apa yang boleh atau tidak boleh.
Keberhasilan perkawinan selanjutnya dipengaruhi oleh bagaimana mereka memenuhi
peranan-peranan tersebut di dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma yang mengalami
pertentangan dalam dunia yang lebih besar diperlihatkan pada bagaimana masing-masing partner
untuk menilai satu sama lain, yang selanjutnya merupakan faktor-faktor penting dalam
menentukan jumlah perkawinan yang gagal.
Perkawinan yang ideal menjadi harapan setiap pasangan yang melangsungkan
perkawinan tidak selamanya seperti yang diharapkan. Kegagalan dalam perkawinan akibat
konflik rumah tangga sering diakhiri dengan perceraian. Perceraian yang merupakan pemutusan
terhadap hubungan perkawinan antara suami dan isteri, yang dimana si isteri mengambil
keputusan untuk menceraikan suaminya. Stereotip yang kurang baik terhadap janda atau orang
yang melakukan cerai sekarang ini kurang berlaku, yang dulunya cerai itu dianggap aib,
sekarang lambat laun itu sudah mengalami perubahan. Banyak dalam masyarakat yang telah
melakukan perceraian, memutuskan tali perkawinan dengan perceraian.
Perceraian dianggap solusi yang dapat mengakhiri penderitaan, mengakhiri
permasalahan, tekanan, dan lain-lain.