Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SISTEM REKRUTMEN PENGERJA GEREJA KRISTEN SUMBA: Suatu tinjauan kritis terhadap dampaknya bagi para Vikaris GKS T1 712010035 BAB IV

4.

Tinjauan Kritis Terhadap Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja GKS dan Dampaknya
Bagi Para Vikaris GKS

R.Wayne Mondy mengatakan bahwa rekrutmen adalah salah satu fungsi utama Manajemen
Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu sebuah proses menarik orang-orang pada waktu yang tepat,
dalam jumlah yang tepat dan cukup, dan dengan persyaratan yang layak untuk mengisi lowongan
dalam organisasi. Proses rekrutmen yang tepat adalah rekrutmen yang didahului oleh analisis
kebutuhan dan perencanaan yang matang terhadap tenaga kerja sejak awal hingga pensiun guna
mencapai tujuan organisasi dan individu. 1
Jika kembali menilik pada sistem rekrutmen GKS di bawah asas prebiterial sinodal, maka dapat
dikatakan bahwa: Pertama, Sistem perekrutan seperti yang di laksanakan GKS saat ini bukanlah
sebuah sistem yang berlangsung di atas dasar perencanaan yang jelas bagi para pengerja gerejanya
sejak awal. Hal ini terlihat ketika pihak sinode sudah selesai merekrut, mengadakan seleksi dan
menempatkan para vikaris di Jemaat, mereka dibiarkan tinggal di jemaat dan harus menunggu
dikarenakan sistem yang ada memang mengharuskan demikian, yaitu bahwa mereka harus
menunggu pemanggilan/perekrutan dari jemaat yang akan mekar atau jemaat yang sudah mekar
tetapi masih ingin merekrut pendeta tambahan. Pada kenyataannya, hal ini menemui kendala yaitu:
Perekrutan Pendeta tambahan oleh Jemaat masih sangat jarang. Dari 166 jemaat hanya tercatat 17
Jemaat yang memiliki pendeta lebih dari 1 yang artinya, untuk sementara


hanya 17 jemaat inilah

yang pernah melakukan perekrutan pendeta tambahan. Disisi yang lain, pemekaran jemaatpun tidak
mudah terlaksana, mengingat bahwa pemekaran sebuah jemaat harus memenuhi syarat-syarat
pemekaran jemaat yaitu harus terdiri dari 500 jiwa anggota sidi, mampu membiayai diri sendiri,
membiayai Pendeta yang kelak terpilih dan harus melakukan berbagai persiapan seperti membangun
gedung gereja, membangun pastori layak huni, yang dalam pelaksanaannya sering mengalami
kendala karena dana ataupun karena ragam persoalan lainnya. Selain itu, jika dilihat pada data yang
ada, pemekaran jemaat dari tahun 2010 sampai 2014 hanya sekitar 1-8 Jemaat per tahunnya dimana
pemekaran 8 jemaat hanya terjadi pada tahun 2014. Tidak hanya itu, meskipun akan ada pemekaran
Jemaat baru ataupun Jemaat yang sudah mekar ingin merekrut calon pendeta, kendala masih belum
selesai, sebab perekrutan selanjutnya ditempuh dengan cara pemilihan langsung oleh jemaat sendiri.
Pada saat yang sama, cara ini menuai banyak kendala, manakala budaya kekeluargaan masyarakat
sumba sangat kuat. Terpilih atau tidaknya seorang vikaris pada akhirnya tidak hanya semata
ditentukan oleh kemampuan intelektual lagi, tetapi lebih banyak didominasi oleh sistem dan budaya
kekeluargaan. Tidak mengherankan, apabila masih ada 51 orang vikaris mulai dari tahap 3 (tahun ke3) hingga pada tahap 10 (tahun ke-10) menunggu untuk direkrut oleh jemaat.

1


R. Wayne Mondy, 2008, hlm 4.

19

Hal diatas membawa dampak-dampak tertentu bagi para vikaris yaitu: (a) Para Vikaris
mengalami kejenuhan karena menunggu dalam waktu yang sangat lama. Saat ini, ada 51 orang
vikaris mulai dari tahap ke- 3 sampai tahap ke-10 yang sedang menunggu untuk direkrut oleh jemaat.
(b) Para vikaris cenderung mengalami kepudaran semangat dan komitmen melayani hingga mulai
adanya keinginan untuk berpindah alih profesi menjadi PNS. (c) Secara tidak langsung sistem yang
ada menyulitkan para vikaris untuk mencapai tujuan-tujuannya, karena tidak terpilihnya para vikaris
hingga sekian tahun lamanya juga tidak hanya disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam
melayani, tetapi juga oleh faktor-faktor lain seperti budaya kekeluargaan yang kuat.
Ironisnya, pada saat yang sama ditengah-tengah masa menunggu vikaris yang sangat lama itu,
Gereja Kristen Sumba masih mengalami kekurangan bahkan kekosongan pengerja gereja. R.Wayne
Mondy2 mengatakan jika kekosongan terlalu lama terjadi dalam organisasi maka produktivitas akan
menurun. Kekosongan ini disebabkan karena pasokan calon pengerja gereja tidak bertambah banyak
setiap tahunnya, vikaris yang sudah ada dijemaat belum direkrut, dan juga masih lemahnya GKS
dalam melakukan perencanaan pengadaan pengerja gereja dan analisis kebutuhan. GKS hanya
menerima dan merekrut saja tanpa mengadakan persiapan-persiapan atau tindakan-tindakan proaktif
untuk menyediakan pasokan pengerja gereja GKS pada masa yang akan datang. Misalnya saja

dengan melakukan penyampaian-penyampaian kritis kepada warga jemaat terkait kondisi GKS yang
sebenarnya masih sangat kekurangan pengerja gereja, atau dengan merencanakan dengan jelas
misalnya dengan cara mempersiapkan pengerja gereja sejak masih sekolah, sehingga memicu adanya
kemungkinan-kemungkinan semakin termotivasinya anak-anak GKS untuk kembali dan melayani di
GKS. Data menunjukkan bahwa jumlah seluruh warga GKS saat ini adalah 426.192 jiwa, terbagi
atas 166 Jemaat, 32 klasis, 562 cabang, 331 ranting. Jumlah ini sangat tidak berbanding dengan
jumlah Pendeta yang hanya 192 orang, Vikaris 98 orang, Guru Injil 155. Pada beberapa wilayah
(terbanyak di wilayah Sumba Barat Daya), ada Jemaat yang warga jemaatnya diatas 3000 hanya
memiliki 1 Pendeta tanpa vikaris maupun Guru Injil. Seperti yang terjadi di Klasis Nyura Lele WP
Jemaat Ombarade yang memiliki jumlah warga jemaat sebanyak 5642 jiwa, 5 cabang pelayanan dan
1 ranting, dan juga di Jemaat Ngambadeta (masih klasis NyuraLele WP) yang terdiri dari 5446
jiwa, 5 cabang dan 1 ranting. Selain itu, masih ada pula Jemaat Palla dengan jumlah warga jemaat
4590 jiwa, 3 cabang 1 ranting. Jemaat Kori 5136 jiwa, 2 cabang 1 ranting. Bahkan ada diantaranya
yang mengalami kekosongan pengerja gereja yaitu di wilayah Sumba Barat Daya Jemaat Kerenapu
dengan jumlah warga jemaat 1026 jiwa dengan cabang 2 dan ranting 2 dan Jemaat Waikarara dengan
jumlah warga jemaat 3114 jiwa, cabang 12 dan 3 ranting pelayanan. 3

2
3


R.Wayne Mondy, 2008, hlm 199.
Perjalanan Pelayanan dari Parewatana ke Ramuk, sidang Sinode ke-41 GKS Ramuk, 15-22 Juli 2014

20

Menilik kembali pada jumlah warga jemaat, dan pengerja gereja GKS yang cenderung sangat sedikit,
dan perencanaan yang masih lemah, maka dampak yang ditimbulkan adalah: (a) Beban pelayanan
menjadi berat dimana 1 pendeta rata-rata melayani 2000-2600 jiwa warga jemaat. (b) Terjadinya
kekurangefektifan sentuhan pelayanan kepada seluruh warga jemaat mengingat wilayah pelayanan 1
jemaat GKS yang begitu luas, ditambah lagi dengan kondisi geografis sumba yang cukup sulit
(berbukit-bukit). (c) Jika hal ini tidak segera diperhatikan dan dibenahi, maka ada kemungkinan
dimana suatu saat GKS mengalami krisis pengerja gereja yang sangat kritis.
Kedua, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa salah satu kendala GKS adalah karena
dana. Kurangnya dana dapat menghambat proses pemekaran jemaat, dan perekrutan calon pendeta
sebab keduanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mempersiapkan pemekaran, gedung
gereja, gedung pastori untuk pendeta, dan juga untuk gaji pendeta. Hal tersebut disebabkan karena
keadaan ekonomi warga jemaat cenderung tidak sama, pemberdayaan ekonomi jemaat masih sangat
kurang yang menyebabkan, pintu bagi para vikaris untuk direkrut selanjutnya oleh jemaat menjadi
terhalang dan akibatnya mereka harus menunggu dalam waktu yang lama. Hal ini berimbas lebih
jauh kepada pengerja gereja, manakala sistem yang berlaku di GKS mengatur bahwa penggajian

pengerja gereja dibebankan pada jemaat masing-masing. Susilo4 mengatakan bahwa seseorang harus
mendapatkan kompensasi yang seimbang dengan jasa yang telah diberikannya selama ia bekerja agar
produktifitas, dan keadilan, serta kebutuhan biaya hidup dapat tercapai. Jika melihat kembali kepada
sistem yang berlaku di GKS maka dapat dikatakan bahwa hal diatas tentu tidak membawa keadilan
bagi pengerja gereja (vikaris) apalagi tingkat kebutuhan pengerja gereja beragam dan banyak terlebih
jika sudah berkeluarga. GKS perlu mengingat bahwa persis seperti apa yang dikatakan oleh Stan
Kosen5 bahwa bergabungnya setiap orang dalam organisasi disertai dengan tujuan untuk pemenuhan
kebutuhannya baik materi maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya demikian pula halnya dengan
pengerja gereja.

Oleh karena itu, GKS perlu mengadakan sentralisasi keuangan jemaat,

pemberdayaan ekonomi jemaat, dan juga perlu mengadakan pelatihan dan pengembangan
peningkatan kualitas pengerja gereja sehingga dapat terampil dalam memberdayakan ekonomi
jemaat dan menopang perekonomiannya sendiri. Fakta yang menunjukkan bahwa pengerja gereja
juga cenderung bergantung pada penghasilan jemaat.

4

Susilo, 2000, hlm 127.


5

Stan Kosen, Aspek Manusiawi dalam Organisasi- edisi ke 3, ed.Barki Siregar (Jakarta: Erlangga,1986), hlm 12.

21

Ketiga, R.Wayne Mondy 6 mengatakan bahwa manusia adalah aset penting penggerak utama
organisasi, manajemen sumber daya manusia yang baik penting untuk dilaksanakan demi tercapainya
tujuan organisasi secara menyeluruh dan tujuan individu. Jika melihat pada sistem rekrutmen yang
ada dengan fakta bahwa masih banyaknya para vikaris yang menunggu hingga tahun ke-10 dengan
dampak-dampak yang ada karena kendala dana, sistem kekeluargaan, maka dapat dikatakan bahwa
terjadi ketidakseimbangan pencapaian antara tujuan GKS sebagai suatu lembaga/institusi dan tujuan
pengerja gereja secara individu. Selain karena memang disebabkan oleh kendala-kendala tertentu,
penting untuk kembali melihat bahwa dampak-dampak yang ada juga muncul dari prosedur dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam sistem rekrutmen pengerja gereja di GKS. Marwansyah 7
mengatakan bahwa setiap organisasi sangat penting untuk melakukan analisis yang mendalam
terhadap kinerja pelayanan dan manajemen sumber daya manusia yang ada mengingat bahwa waktu
terus berlalu dan banyak hal yang berubah. Hal ini pun semestinya harus dilakukan oleh GKS.
Memang tidak dapat di pungkiri bahwa, sistem rekrutmen GKS yang berjalan sesuai dengan asas

presbiterial-sinodal juga memiliki muatan-muatan positif diantaranya: (1) Terciptanya pengelolaan
pengerja gereja secara proporsional dan teratur dimana sudah ada pembagian-pembagian wewenang
antara sinode dan jemaat. Sinode mengurusi hal-hal terkait pendaftaran, seleksi dan penempatan,
sedangkan jemaat mengurusi penggajian dan perekrutan pengerja gereja (vikaris) menjadi pendeta.
(2) Rekrutmen vikaris menjadi calon pendeta yang di lakukan dengan cara pemilihan langsung oleh
jemaat membuat relasi antara jemaat dan pendeta terpilih cenderung lebih aman dan menyenangkan
sebab dipilih berdasarkan suara hati jemaat. Tetapi, mengingat fakta dan dampak-dampak yang
terjadi, GKS tidak bisa mengatakan bahwa sistem yang berlaku saat ini adalah sistem yang tetap.
Hal ini sama saja dengan mengeksklusifkan diri dari perubahan-perubahan dan fakta-fakta sulit yang
ada dilapangan. Sistem hanyalah alat yang dibuat untuk lebih memudahkan manusia dalam mencapai
tujuan-tujuannya, sistem pada satu sisi bukanlah sesuatu yang statis tetapi juga dinamis. Bilamana
jika sistem tersebut lebih banyak menimbulkan kendala-kendala yang serius maka sudah waktunya
untuk melakukan evaluasi dan peninjauan yang kritis terhadap sistem ini. Susilo

8

mengatakan

bahwa dalam organisasi penting adanya monitoring yang jelas terhadap segala bentuk pekerjaan
yang ada, dan segera melakukan perubahan/penyesuaian bilamana diperlukan. Begitupula dengan

sistem yang berlaku didalam GKS. Apalagi jika kembali melihat ke belakang, sistem ini
sesungguhnya merupakan sistem yang diwarisi dari tradisi calvinis reformeed Belanda. Jelas sangat
jauh berbeda dengan konteks di GKS kini. Memang tidak ada sistem yang sempurna, tetapi
mengingat banyak hal yang berubah dan dampak-dampak yang ada, GKS penting untuk melakukan
peninjauan secara mendalam terhadap sistem yang berlaku demi keefektifan pelayanan yang lebih
baik kedepan.
6

R.Wayne Mondy, 2008, hlm 200.
Marwansyah, 2010, hlm 200.
8
Susilo, 2000, hlm 20.
7

22

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kecenderungan Warga Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) di Gereja Krisren Indonesia Soka Salatiga T1 712007034 BAB IV

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ketekisasi Pranikah (Tinjauan terhadap pelayanan katekisasi Pranikah di Gereja Kristen Protestan di Bali Jemaat Philadelpia) T1 712007041 BAB IV

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Etnosentrisme terhadap Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana T1 362008007 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Pendidikan Multikutural terhadap Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen bagi Remaja di Panti Asuhan Yakobus Salatiga T1 712010065 BAB IV

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Kritis terhadap Pendidikan Karakter Kepada Pemuda di GKS Kambajawa

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SISTEM REKRUTMEN PENGERJA GEREJA KRISTEN SUMBA: Suatu tinjauan kritis terhadap dampaknya bagi para Vikaris GKS T1 712010035 BAB I

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SISTEM REKRUTMEN PENGERJA GEREJA KRISTEN SUMBA: Suatu tinjauan kritis terhadap dampaknya bagi para Vikaris GKS T1 712010035 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SISTEM REKRUTMEN PENGERJA GEREJA KRISTEN SUMBA: Suatu tinjauan kritis terhadap dampaknya bagi para Vikaris GKS T1 712010035 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: SISTEM REKRUTMEN PENGERJA GEREJA KRISTEN SUMBA: Suatu tinjauan kritis terhadap dampaknya bagi para Vikaris GKS

0 0 14

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Strategis Sistem Informasi menggunakan Framework Zachman pada Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana T1 BAB IV

0 0 9