Pengendalian Persediaan Produksi Crude Palm Oil (CPO) Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Adolina

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1

Uji Kenormalan Lilliefors

Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan untuk
menentukan pola distribusi.Pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan
melakukan uji kenormalan Lilliefors. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesa
yaitu :
1. Hipotesa �0 : untuk hipotesa yang berdistribusi normal

2. Hipotesa �1 : untuk hipotesa yang tidak berdistribusi normal

Untuk pengujian hipotesa maka prosedur yang harus dilakukan antara lain :
a. Nilai data �1 , �2 ,..., �� , dijadikan angka baku �1 , �2 , ...,
�� dengan menggunakan rumus :

�� =


� � −��


dengan�̅ = rata-rata sampel
S = simpangan baku
� = 1, 2, 3, ...,�
Menghitung rata-rata sampel digunakan rumus :

dimana� = banyak data
Menghitung simpangan baku digunakan rumus :

18

Universitas Sumatera Utara

b. Tiap angka baku dan menggunakan daftar distribusi normal baku,
hitung peluang : F(�� )= P(� ≤ �� ).

c. Menghitung proporsi �1 , �2 , ..., �� ≤ �� . Jika proporsi ini dinyatakan

banyaknya �1 ,�2 ,...,�� ≤� �
oleh S(�� ), maka S(�� ) =


d. Hitung selisih F(�� ) − S(�� ) tentukan harga mutlaknya.

e. Cari nilai yang terbesar dari selisih |F(�� ) − S(�� )| jadikan �ℎ����� atau

�ℎ��

f. Kriteria pengambilan keputusan adalah : Jika
�ℎ�� ≤ �∝(�) ; jika�0 diterima maka�1 ditolak.
�ℎ�� > �∝(�) ;jika�1 diterimamaka �0 ditolak.

dengan�∝(�) adalah nilai kritis uji kenormalan lilliefors dengan taraf nyata ∝ dan
banyaknya data �.

2.2

Teori Pengendalian Persediaan


Persediaan merupakan sumber daya yang disimpan dan dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan sekarang maupun kebutuhan yang akan datang. Persediaan
terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan
barang jadi.

Pada dasarnya persediaan akan mempermudah atau memperlancar
jalannya operasi perusahaan pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut
untuk memproduksi barang-barang, selanjutnya menyampaikan kepada langganan
atau konsumen.

19

Universitas Sumatera Utara

Persediaan yang diadakan mulai dari bahan baku sampai barang jadi,
antara lain berguna untuk:
1. Menghilangkan resiko barang yang rusak
2. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan
3. Mencapai penggunaan mesin yang optimal

4. Memberi pelayanan yang sebaik-baiknya bagi konsumen
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk menentukan tingkat
dan komposisi persediaan rakitan, bahan baku dan barang hasil/ produk sehingga
perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan (Assauri, 2008).
Pada umumnya, permasalahan yang dihadapi dalam pengendalian
persediaan terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
1

Permasalahan kwantitatif merupakan hal-hal yang berkaitan dalam
penentuan jumlah barang yang akan dibuat, waktu pembuatan maupun
jumlah persediaan pengamannya (buffer stock). Permasalahan ini dikenal
dengan penentuan kebijakan persediaan (inventory policy).

2

Permasalahan kwalitatif merupakan semua hal yang berhubungan dengan
“sistem operasi persediaan” termasuk pengorganisasian, mekanisme dan
prosedur, administrasi dan sistem operasi persediaan.
Maka dari itu, pengendalian persediaan merupakan segala tindakan yang


dilakukan untuk mengusahakan tersedianya persediaan dalam jumlah tertentu.
Kelebihan maupun kekurangan persediaan akan mengakibatkan kerugian, karena
kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh
perusahaan.
Kelebihan persediaan mengakibatkan timbulnya resiko kerusakan,
kenaikan biaya-biaya penyimpanan, asuransi, dan biaya-biaya lainnya yang
berhubungan dengan persediaan akan meningkat. Kekurangan persediaan
mengakibatkan

tidak

terpenuhinya

kebutuhan

pelanggan,

maka

akan


menimbulkan kekecewaan dan akhirnya akan merugikan perusahaan itu sendiri.

20

Universitas Sumatera Utara

Salah

satu

persoalan

manajemen

yang

potensial

adalah


persediaan.Manajemen yang tidak baik terhadap persediaan bisa berakibat serius
terhadap organisasi.Tujuan yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah
persediaan adalah meminimumkan biaya total persediaan.
2.3

Jenis-Jenis Persediaan

Persediaan yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan berdasarkan
beberapa cara. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas (Handoko,
2000) :
1. Persediaan bahan mentah (Raw materials), yaitu persediaan barang-barang
yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh
dari sumber-sumber alam atau diperoleh dari supplier dan atau dibuat
sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi
selanjutnya.
2. Persediaan komponen, yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari
komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, untuk
digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (Supplies), yaitu persediaan

barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak
merupakan bagian atau komponen barang jadi.Yang termasuk bahan
pembantu ini adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.
4. Persediaan barang setengah jadi (Work in Process) yaitu persediaan
barang barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam
proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih
perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (Finished Goods), yaitu persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual
atau dikirim kepada langganan.

21

Universitas Sumatera Utara

Selain perbedaan menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan berdasarkan
fungsinya, yaitu (Assauri, 2008) :

1. Batch Stock atau Lot Size Inventory
Persediaan yang diadakan karena adanya pembelian atau pembuatan bahan bahan

dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu.Jadi dalam
hal ini pembelian atau pembuatan yang dilakukan dalam jumlah besar, sedangkan
penggunaan atau pengeluarannya dalam jumlah kecil.

2. Fluctuation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen
yang tidak dapat diramalkan.Dalam hal ini, perusahaan mengadakan persediaan
untuk dapat memenuhi permintaan konsumen.

3. Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk
menghadapi penggunaan atau penjualan maupun permintaan yang meningkat.
Selain itu, anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan
sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalannya produksi.

22

Universitas Sumatera Utara


2.4

Klasifikasi Biaya Persediaan

Biaya persediaan adalah biaya-biaya yang ditimbulkan akibat adanya persediaan.
Menurut Handoko (2000), komponen biaya-biaya persediaan tersebut terdiri dari :

Biaya Pemesanan/
Ordering Costs

Biaya
Penyimpanan/

Biaya Pengadaan/
Set-up Costs

Biaya Shortage Costs

Biaya Persediaan Total


Gambar 2.1 Biaya-Biaya Persediaan

2.4.1

Biaya Pemesanan ( Ordering Costs)

Setiap kali suatu bahan dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan.
Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi :

1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
2. Upah
3. Biaya telepon
4. Pengeluaran surat-menyurat
5. Biaya pengepakan dan penimbangan
6. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
7. Biaya pengiriman ke gudang ; dan sebagainya.
23

Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Biaya Penyimpanan (Holding Costs atau Carrying Costs)

Holding Costs terdiri dari semua ongkos yang berhubungan dengan
biayapenyimpanan barang dalam stok. Biaya-biaya yang termasuk sebagai
biaya penyimpanan adalah :
1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan,
pemanas, atau pendingin)
2. Bunga modal yang tertanam
3. Biaya keusangan
4. Biaya Asuransi persediaan
5. Biaya pajak persediaan
6. Ongkos bongkar-muat
7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
8. Biaya penanganan persediaan, dan sebagainya.

Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12% sampai 40%
dari biaya atau harga pokok.Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah
persediaan di dalam stok.
2.4.3

Biaya Pengadaan Produksi (Set-up Costs)

Bila bahan-bahan tidak dibeli tetapi diproduksi sendiri dalam pabrik perusahaan,
perusahaan menghadapi biaya pengadaan (set-up costs) untuk memproduksi
komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari :

1. Biaya mesin-mesin menganggur
2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung
3. Biaya scheduling
4. Biaya ekspedisi, dan sebagainya.
Pada umumnya, jumlah set-up costs menurun atau naik sesuai dengan
jumlah putaran produksi. Hal ini berarti bahwa, dalam banyak hal, berlaku
anggapan yang mengatakan bahwa akan lebih murah jika barang diproduksi lebih
24

Universitas Sumatera Utara

banyak pada setiap putaran, karena ini akan memperkecil jumlah putaran
produksi. Akan tetapi, hal ini akan menimbulkan kasus baru yakni bertambahnya
biaya penyimpanan.

2.4.4

Biaya kekurangan atau kehabisan bahan (Shortage Costs)

Dari semua biaya-biaya yang berhubungan dengan tingkat persediaan, biaya
kekurangan bahan adalah yang paling sulit diperkirakan.Biaya ini timbul bilamana
persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang
termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :

1. Kehilangan penjualan
2. Kehilangan langganan
3. Biaya ekspedisi
4. Terganggunya proses produksi
5. Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial, dan sebagainya.
Hubungan antara tingkat persediaan dan jumlah biaya dapat diilustrasikan
pada gambar berikut:

Biaya

Total Costs

Holding
Costs

Set-up
Costs
0

Optimum

Tingkat Persediaan

Gambar 2.2 Minimum total costs
25

Universitas Sumatera Utara

2.5

Model-Model Persediaan

Menurut Taha (1982), model persediaan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
a. Model Deterministik
Model deterministik adalah model persediaan yang ditandai oleh karakteristik
permintaan dan periode kedatangan yang dapat diketahui secara pasti
sebelumnya.Model ini menganggap nilai parameter sudah diketahui dengan
pasti. Model ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Deterministik Statis
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode
diketahuhi secara pasti dan bersifat konstan.
2. Deterministik Dinamis
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode
diketahui secara pasti, tetapi bervariasi dari satu periode ke periode
berikutnya.
b. Model Probabilistik
Model probabilistik adalah model persediaan yang ditandai oleh karakteristik
permintaan dan periode kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara
pasti sebelumnya.Model ini menganggap bahwa nilai-nilai parameter
merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, di mana nilai parameter tersebut
merupakan variabel random. Model probabilistik dibedakan menjadi dua
yaitu:
1. Probabilistik Stationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana
probabilitydensity function dari permintaan tidak dipengaruhui oleh waktu
setiap periode.
2. Probabilistik Nonstationary
Pada model

ini

tingkat

permintaan

bersifat

random,

di

mana

probabilitydensity function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke
periodelainnya.
26

Universitas Sumatera Utara

2.6

Economic Production Quantity (EPQ)

Economic

Production

Quantity

(EPQ)

adalah

pengembangan

model

persediaandimana pengadaan bahan baku berupa komponen tertentu diproduksi
secara massal dan dipakai sendiri sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh
perusahaan. Menurut Yamit (2002), Economic Production Quantity (EPQ) atau
tingkat produksi optimal adalah sejumlah produksi tertentu yang dihasilkan
dengan meminimumkan total biaya persediaan yang terdiri atas biaya set-up
produksi dan biaya penyimpanan.

Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume
produksi dan besarnya permintaan pasar.Perusahaan harus mempunyai kebijakan
untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan
pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal.Permasalahan itu dapat
diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ).

Model EPQ merupakan persediaan bertahap, karena jika item diproduksi
sendiri, umumnya produk yang diproduksi akan ditambahkan untuk mengisi
persediaan secara berangsur-angsur dan bukannya terjadi secara tiba-tiba karena
mesin produksi yang dimiliki terbatas dan berproses secara berangsur pula dengan
tidak secara serentak. Maka suatu pabrik akan berputar secara terus-menerus dan
pada saat yang sama harus memenuhi permintaan hingga terdapat suatu arus
kontinu dari persediaan barang di dalam stok.

27

Universitas Sumatera Utara

Model EPQ menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Produksi berjalan secara kontinu dengan laju produksi P satuan
per satuan waktu
2. Selama produksi dilakukan (tp), tingkat pemenuhan persediaan
adalah sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat
permintaan (P-D).
3. Ketika produksi berhenti pada satu waktu, maka persediaan
akan berkurang dengan kecepatan D per satuan waktu.
4. Tingkat persediaan adalah sama untuk tiap putaran produksi.
5. Waktu tenggang (lead time) adalah konstan.
6. Permintaan deterministik dengan laju permintaan diketahui.
7. Tidak terjadi stock-out.
Model matematis persamaan EPQ dapat dikembangkan melalui gambar berikut :
Persediaan
Q

P
D
P-D
B
0

��

L

Waktu

t
Gambar 2.3 Grafik Economic Production Quantity

28

Universitas Sumatera Utara

Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa sepanjang produksi terjadi, tingkat persediaan
akan terus meningkat dengan kecepatan P-D, tetapi pada saat tp sampai dengan
berikutnya, maka proses produksi sudah berhenti sedangkan permintaan dengan
laju tetap sebesar D menjadikan grafik berubah menurun sampai posisi level
persediaan mencapai titik nol kembali. Tingkat persediaan akan ada di suatu titik
maksimum di mana produksi berhenti. Tingkat persediaan maksimum tersebut
adalah ( P-D) tp.
Persediaan rata rata akan sama dengan :
P−D

�� �

2



...(1)

Untuk memenuhi persediaan sebesar Q diperlukan waktu selama tp dengan
tingkat pertambahan persediaan sebesar P maka:


Q = �� .Patau �� = �

...(2)

Jika persediaan telah mencapai tingkat B, maka harus diadakan set-up (persiapan)
produksi yang lamanya tergantung lead time (L).Jadi, L dalam model ini
menyatakan waktu tunggu yang diperlukan untuk set-up (persiapan) produksi.
Subsitusikan persamaan (2) ke dalam persamaan (1), maka persediaan rata-rata
akan menjadi :
Q P−D


P

2

�=

Q(P−D)
2�



=2 −

QD
2P

Q

D

= 2 �1 − P �
Q

...(3)
D

Sehingga diperoleh Carrying costs rata-rata = 2 �1 − P � . Cc ...(4)
D

Karena jumlah putaran produksi =Q , maka :
D

Set-up costs rata-rata = Q . Cs ...(5)
Dari persamaan (4) dan (5), maka Total Inventory Costs (TIC) adalah :
Q

D

D

TIC = 2 �1 − P � . Cc + Q . Cs ...(6)

29

Universitas Sumatera Utara

Dengan mendiferensialkan persamaan TIC terhadap Q, maka :

Sehingga diperoleh tingkat produksi optimal dalam satu putaran produksi
yaitu:
…(7)

Interval waktu optimal pada setiap putaran produksi adalah
�� =

��

...(8)



Menentukan total biaya minimum, Q0 disubstitusikan ke persamaan (6), sehingga
menjadi :

….(9)

Di mana :
Q = Tingkat produksi tiap putaran produksi
P

= Laju produksi per satuan waktu

D = Laju penyaluran produksi per satuan waktu
Cs = Set Up Cost atau biaya pengadaan untuk tiap putaran produksi
Cc = Carrying costs atau biaya penyimpanan per unit per satuan waktu
TIC = Total Inventory Costs atau total biaya persediaan

30

Universitas Sumatera Utara