Analisis Konsistensi Mutu dan Rendemen CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

(1)

ANALISIS KONSISTENSI MUTU DAN RENDEMEN CPO

(CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT ADOLINA

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

AFNI YUNITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN


(2)

(CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT ADOLINA

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

SKRIPSI

Oleh :

AFNI YUNITA

050308004/ TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN


(3)

ANALISIS KONSISTENSI MUTU DAN RENDEMEN CPO

(CRUDE PALM OIL) DI PABRIK KELAPA SAWIT ADOLINA

PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO)

SKRIPSI

Oleh :

AFNI YUNITA

050308004/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh, Komisi Pembimbing

Achwil P. Munir, STP, M.Si Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN


(4)

di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)

Nama : Afni Yunita NIM : 050308004

Depatemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknik Pertanian

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Achwil P. Munir, STP, M.Si) (Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si)

Ketua Anggota

Mengetahui

Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen Teknologi Pertanian


(5)

ABSTRAK

Untuk mengetahui konsistensi mutu dan rendemen CPO di pabrik kelapa sawit (PKS) Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Serdang Bedagai, diperlukan analisis statistik menggunakan peta pengendalian X-bar dan diagram sebab-akibat. Parameter yang digunakan adalah ALB, kadar air dan rendemen produksi selama periode lima tahun terakhir (2004 s/d 2008). Secara statistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar ALB CPO pada periode 2004 s/d 2008 terkendali secara statistik, dimana rata-rata ALB pada periode lima tahun sebesar 3,17%. Kadar air CPO periode 2004 s/d 2008 terkendali secara statistik, dimana rata-rata kadar air CPO tersebut pada periode lima tahun sebesar 0,152%. Sedangkan, rendemen CPO pada lima tahun terakhir 2004 s/d 2008 terkendali secara statistik, dimana rata-rata rendemen pada periode lima tahun sebesar 23,77%. Kemudian, dibuat diagram sebab akibat yang berfungsi sebagai pedoman dalam perbaikan di masa mendatang.

Kata kunci : CPO, kadar air, asam lemak bebas, rendemen, konsisten, diagram sebab-akibat.

ABSTRACT

To evaluate quality consistency and CPO production in Adolina PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Serdang Bedagai oil palm factory (PKS), a statistical quality control is needed using X-bar control chart and cause-effect diagram. Parameters analysed were free fatty acid, moisture content and production during the last five years period (2004 up to 2008). The study indicated that free fatty acids in period of 2004 until 2008 were under control with an average of 3,17%. The moisture content of the CPO production in period of 2004 until 2008 were not under control with an average of 0,152%. Whereas, the CPO productions in the last five years period (2004 until 2008) were under control with an average of 23,77%. The cause-effect diagram was made as an orientation for future improvement.


(6)

Afni Yunita “ Analisis Konsistensi Mutu dan Rendemen CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero)”, dibimbing oleh Bapak Achwil Putra Munir sebagai ketua dan Bapak

Saipul Bahri Daulay sebagai anggota pembimbing.

Penelitian ini dilaksanakan di pabrik kelapa sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Serdang Bedagai Sumatera Utara. Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai petugas yang bersangkutan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam analisis data. Setelah data mutu CPO diperoleh, lalu dianalisis menggunakan control chart untuk mengetahui apakah karakteristik mutu berada dalam batas kontrol kendali atau tidak (ada tidaknya penyimpangan mutu CPO), ditentukan hubungan antara karakteristik mutu dan rendemen produksi CPO terhadap standar mutu nasional, kemudian dihitung nilai rata-rata ALB, kadar air dan rendemen produksi untuk mengetahui konsistensi mutu CPO serta rendemen produksi. Evaluasi dilakukan terhadap data kualitas CPO yang mengalami penyimpangan terhadap standar mutu nasional dan diformulasikan masalah/ faktor-faktor penyebab utama yang menyebabkan penyimpangan tersebut serta menetukan ruang lingkup permasalahan dengan cara melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait, khususnya pihak-pihak yang berperan langsung dalam sistem manajemen mutu produksi, setelah itu ditransformasikan masalah atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyimpangan mutu CPO tersebut ke dalam suatu model diagaram sebab-akibat.


(7)

Pengambilan data meliputi: data primer yaitu data asam lemak bebas (ALB), kadar air, rendemen produksi CPO dan data lainnya yaitu data curah

hujan.

Adapun ruang lingkup atas permasalahan utama yang mempengaruhi mutu CPO yang terjadi pada sistem produksi kelapa sawit adalah meliputi asam lemak bebas, kadar air, dan rendemen CPO.

Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas (ALB) merupakan faktor yang utama yang harus diperhatikan untuk memiliki mutu CPO yang baik karena apabila ALB tinggi maka mutu CPO yang dihasilkan buruk.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai ALB berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi buah maupun pabrik dalam keadaan baik sehingga mutu CPO menjadi bagus.

Kadar Air

Kadar air adalah bahan yang menguap yang terdapat dalam minyak sawit. Kadar air juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu CPO.

Dari hasil penelitian diperoleh nilai kadar air berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control) yang berati mutu CPO masih dalam keadaan bagus.

Rendemen Produksi CPO

Rendemen merupakan persentase perbandingan antara produk yang dihasilkan terhadap bahan bakunya. Untuk memperoleh kualitas minyak kelapa sawit yang bagus maka rendemen yang dihasilkan harus tinggi.


(8)

batas pengendalian statistik (in statistical control). Akan tetapi tingkatan sampel CPO dalam kaitannya dengan rendemen produksi tidak stabil (penyebarannya cenderung tidak beraturan) sehingga masih diperlukan pengawasan yang ketat terhadap mutu CPO.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Afni Yunita, dilahirkan di Medan pada tanggal 06 Nopember 1986 dari Ayah Mukabul Hidayat dan Ibu Andrawaty , Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Gajah Mada Medan dan pada tahun 2005 lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB-USU). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota koordinator bidang akademik Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) dan pernah mengikuti kegiatan organisasi ATM sebagai anggota. Pada tanggal 16 Juli sampai dengan 15 Agustus 2008, penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit Bah Jambi PT. Perkebunan Nusantara IV di Pematang Siantar Sumatera Utara.


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Adapun Skripsi ini berjudul “Analisis Konsistensi Mutu dan Rendemen

CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) “ yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achwil Putra Munir, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Ir. Saipul Bahri Daulay M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman untuk bantuan baik moril maupun materil.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2009


(11)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... ii

RINGKASAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Batasan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit ... 5

Panen dan Pasca Panen ... 7

Pengolahan Minyak Kelapa Sawit ... 12

Produksi CPO... 14

Mutu CPO...17

Rendemen CPO... 19

Sistem Kendali Mutu... 20

Pendekatan Sistem ... 23

Diagram Control Chart ... 24

Diagram Sebab-Akibat... 28

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

Bahan dan Alat Penelitian ... 30

Bahan... ... 30

Alat ... 30

Metode Penelitian... 31

Prosedur Penelitian ... 33

Parameter Penelitian... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Perkebunan Adolina ... 35

Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina...37

Analisa Data Mutu CPO dari Control Chart Xbar-R...38

Control chart Xbar-R ALB...38

Control chart Xbar-R kadar air ...41


(12)

Pengaruh kekeringan pada tanaman kelapa sawit dan

upaya penaggulangannya...45

Pengaruh topografi lahan terhadap produksi dan kapasitas tenaga panen kelapa sawit...46

Pengaruh Bahan Baku Terhadap Mutu CPO...47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 53


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Derajat kematangan buah yang telah distandarkan... 13 2. Standar kualitas minyak dan inti sawit... 14 3. Kandungan bahan-bahan yang merusak kualitas minyak

kelapa sawit... 18 4. Hubungan rendemen, ALB dan derajat kematangan... 19


(14)

Halaman

1. Diagram Control Chart... 26

2. Diagram Sebab-Akibat... 29

3. Control chart Xbar-R ALB ……... 38

4. Control chart Xbar-R kadar air ... 41

5. Control chart Xbar-R rendemen... 43


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Bagan alir penelitian ... 53

2. Data ALB ………54

3. Data kadar air………..54

4. Data rendemen CPO ... 55

5. Data curah hujan ... 56

6. Diagram sebab-akibat ... 57

7. Daftar Nilai Koefisien Dalam Perhitungan Batas-batas Peta Kontrol X-Bar dan R serta Indeks Kapabilitas Proses...60

8. Penjelasan Indeks Kemampuan Proses Kane (Cpk)...61


(16)

Untuk mengetahui konsistensi mutu dan rendemen CPO di pabrik kelapa sawit (PKS) Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Serdang Bedagai, diperlukan analisis statistik menggunakan peta pengendalian X-bar dan diagram sebab-akibat. Parameter yang digunakan adalah ALB, kadar air dan rendemen produksi selama periode lima tahun terakhir (2004 s/d 2008). Secara statistik, hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar ALB CPO pada periode 2004 s/d 2008 terkendali secara statistik, dimana rata-rata ALB pada periode lima tahun sebesar 3,17%. Kadar air CPO periode 2004 s/d 2008 terkendali secara statistik, dimana rata-rata kadar air CPO tersebut pada periode lima tahun sebesar 0,152%. Sedangkan, rendemen CPO pada lima tahun terakhir 2004 s/d 2008 terkendali secara statistik, dimana rata-rata rendemen pada periode lima tahun sebesar 23,77%. Kemudian, dibuat diagram sebab akibat yang berfungsi sebagai pedoman dalam perbaikan di masa mendatang.

Kata kunci : CPO, kadar air, asam lemak bebas, rendemen, konsisten, diagram sebab-akibat.

ABSTRACT

To evaluate quality consistency and CPO production in Adolina PT.Perkebunan Nusantara IV (Persero) Serdang Bedagai oil palm factory (PKS), a statistical quality control is needed using X-bar control chart and cause-effect diagram. Parameters analysed were free fatty acid, moisture content and production during the last five years period (2004 up to 2008). The study indicated that free fatty acids in period of 2004 until 2008 were under control with an average of 3,17%. The moisture content of the CPO production in period of 2004 until 2008 were not under control with an average of 0,152%. Whereas, the CPO productions in the last five years period (2004 until 2008) were under control with an average of 23,77%. The cause-effect diagram was made as an orientation for future improvement.


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan. Pengembangan kelapa sawit antara lain memberi manfaat dalam peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, produksi yang menjadi bahan baku industri pengolahan yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri, ekspor CPO yang menghasilkan devisa, dan menyediakan kesempatan kerja bagi lebih dari 2 juta tenaga kerja di berbagai subsistem.

Kebutuhan atau permintaan CPO dunia saat ini terus meningkat. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang mengakibatkan kebutuhan akan bahan baku berbasis CPO tersebut terus meningkat. Permintaan CPO dunia pada dasawarsa 1983 hingga 1992 sebesar 87,7 juta ton, sementara pada tahun 2005 permintaannya melambung hingga 25 juta ton per tahun. Indonesia sebagai salah satu produsen CPO, pada tahun 2005 memproduksi sebesar 13 juta ton CPO, yang artinya Indonesia pada tahun 2005 telah memenuhi 52% kebutuhan total CPO dunia. Selanjutnya pada tahun 2010, produksi CPO Indonesia diprediksikan mencapai 18,8 juta ton (Sukamto, 2008).

Apresiasi terhadap mutu minyak sawit Indonesia beberapa tahun belakangan ini relatif lebih rendah dibanding dengan Malaysia, hal ini berkaitan dengan kasus pencemaran solar tahun 2000, kasus rendahnya kandungan karoten Indonesia dalam perdagangan di India dan beberapa kasus lainnya. Kepedulian terhadap mutu produk industri kelapa sawit di masa mendatang sangat diperlukan


(18)

mengingat bahwa sebagian besar CPO Indonesia diekspor dan digunakan sebagai bahan pangan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Minyak sawit yang sekarang banyak kita jumpai di pasaran sebagai minyak goreng diperoleh berasal dari daging buah dan inti (kernel) sawit. Dengan demikian, minyak sawit didapatkan dengan memproses daging buah beserta memecah tempurung inti (kernel). Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu tinggi dengan rendemen yang tinggi maka proses pengolahannya harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah tingkat efisiensi mesin pengolah yang tinggi dan mutu tandan buah segar serta kecepatan proses panen hingga proses pengolahan. Produk minyak sawit dikatakan memiliki efisiensi tinggi apabila persentase kehilangan minyak rendah, demikian juga rendah pula biaya produksinya. Kendatipun demikian, persentase kehilangan ini masih belum bisa di tiadakan, karena sangat sulit untuk mencegah kehilangan tersebut (Syamsulbahri, 1996).

Minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, mutu CPO harus menjadi faktor perhatian utama sehingga untuk menjaga mutu CPO yang mempunyai daya saing dan dapat diterima pasar dengan harga yang layak maka perlu dilakukan usaha pengendalian mutu produk yang dihasilkan. Usaha pengendalian mutu digunakan agar memiliki mutu yang dapat memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh pasar, dan memenuhi standar nasional maupun internasional.

Melaksanakan pengendalian mutu berarti menggunakan pengawasan mutu sebagai dasar, melaksanakan pengendalian (biaya, harga, dan laba secara


(19)

terintegrasi), dan pengendalian jumlah (jumlah produksi, penjualan, dan persediaan bahan baku) (Ishikawa, 1992).

Produksi CPO di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, peningkatan produksi ini seringkali tidak diimbangi dengan pengawasan terhadap mutu CPO yang dihasilkan. Untuk itu diperlukan suatu analisis konsistensi mutu dan rendemen CPO, yang mana dengan analisis ini nantinya akan diperoleh suatu informasi yakni berupa frekuensi dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab–penyebab dari masalah yang ada. Selanjutnya faktor-faktor tersebut diinterpretasikan ke dalam bentuk diagram sebab-akibat atau diagram tulang ikan (fishbone diagram). Dengan demikian, hubungan sebab-akibat ini dapat digunakan untuk mengambil keputusan atau tindakan secara cepat dan tepat dari akar permasalahan yang sebenarnya. Dengan begitu, tingkat efisiensi dan efektivitas produksi CPO dapat ditingkatkan dan mutu maupun rendemen CPO yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu nasional dan berada dalam batas kontrol kendali.

Untuk penyelesaian masalah pada proses pengendalian digunakan suatu pendekatan yang sistematis terhadap inti permasalahan, pengumpulan fakta dan data.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengevaluasi konsistensi mutu CPO (kadar ALB dan kadar air) serta rendemen produksi bulanan dalam periode lima tahun, 2004 sampai dengan 2008 di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero).


(20)

2. Untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpangan mutu dan rendemen CPO yang terjadi selama periode tersebut.

Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada analisis konsistensi mutu dan rendemen CPO dengan parameter asam lemak bebas dan kadar air.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan S1 di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang berhubungan dengan komoditi perkebunan kelapa sawit.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika Barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Secara umum rata-rata waktu tumbuh kelapa sawit adalah 20 hingga 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar (fresh fruit bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami


(22)

penurunan produksi buah tandan segar. Terkadang pada usia 20 hingga 25 tahun tanaman kelapa sawit mati. Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (kernel palm) (Wikipedia, 2008).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Adapun klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah:

Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledoneae Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Jacq

Spesies : Elaeis guineensis Jacq (Pahan, 2007).

Kelapa sawit mempunyai beberapa jenis atau varietas yang dapat dibedakan berdasarkan ketebalan tempurung dan bagian buah menurut Hutgers dan Yampolski yaitu:

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 hingga 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 hingga 50 %. Kernel (daging


(23)

biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase ini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 hingga 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 hingga 96% Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil

(Penebar Swadaya, 1994).

Panen dan Pasca Panen

Untuk memperoleh minyak sawit dengan mutu tinggi dan rendemen yang tinggi, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah proses pemanenan.


(24)

Panen adalah kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai

kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan di tempat pengumpulan hasil (TPH) berikut brondolannya

(Soehardjo dkk, 1999).

Kelapa sawit biasanya mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2 hingga 3 tahun dan buahnya menjadi masak 5 hingga 6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dari tangkai tandan. Hal ini disebut dengan istilah membrondol (Satyawibawa dkk, 2002).

Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke TPH serta ke pabrik. Dalam pelaksanaan pemanenan, perlu diperhatikan beberapa kriteria tertentu sebab tujuan panen kelapa sawit adalah memperoleh produksi yang baik dengan rendemen minyak yang tinggi. Karena kualitas minyak sangat dipengaruhi oleh cara panen, maka kriteria panen yang menyangkut matang panen, cara dan alat panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen harus diikuti (Syamsulbahri, 1996).

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh. Untuk memudahkan pengamatan buah, maka dipakai kriteria berikut :


(25)

- tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir

- tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15 hingga 20 butir.

Namun, secara praktis digunakan suatu aturan umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat dua buah brondolan yang jatuh

(Penebar swadaya, 1994).

Agar mutu kelapa sawit terjaga, perlu dipahami beberapa standar sistem panen, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak ada buah mentah yang dipanen b. Tidak meninggalkan buah matang di tandan

c. Semua brondolan, baik yang tertinggal di batang maupun di tanah, harus dikumpulkan dan dihimpun di TPH dalam kondisi bersih

d. Membrondolkan tandan yang terlalu matang

e. Memotong tangkai tandan dengan cermat menggunakan penyodok atau dodos

(Sukamto, 2008).

Adapun bagian-bagian yang terpenting dari buah adalah mesokarp (yang mengandung minyak kelapa sawit), dan inti sawit (yang mengandung minyak inti kelapa sawit). Buah kelapa sawit menjadi matang sekitar 6 bulan setelah terjadinya polinasi (penyerbukan) dan fertilasi (pembuahan). Kematangan buah adalah aspek yang pengaruhnya paling menonjol terhadap kuantitas dan kualitas minyak maksimal. Kondisi buah matang bersifat kritis karena menyangkut jangka waktu yang sangat pendek. Sifat kritis tersebut menjadi lebih nyata lagi karena 9


(26)

setelah buah melewati titik tepat matang kualitas minyak kelapa sawit mulai menurun, artinya dalam waktu singkat buah akan menjadi lewat matang dan panen lewat matang juga akan merugikan antara lain menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas (ALB). Kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) berkaitan erat dengan kualitas minyak kelapa sawit. Makin tinggi kandungan ALB, makin rendah kualitas minyak kelapa sawit. Maka dalam pelaksanaan panen dan pengangkutan buah ke pabrik perlu diusahakan agar kandungan ALB dipertahankan serendah mungkin (Satyawibawa dkk, 2002).

Pelaksanaan panen terdiri atas langkah - langkah sebagai berikut : 1. Persiapan peralatan panen

Peralatan harus tersedia lengkap. Alat-alat yang berfungsi sebagai pemotong seperti chisel (dodos, egrek) harus selalu tajam. Keranjang atau goni plastik untuk tempat brondolan harus diperhatikan, agar selalu berada dalam kondisi yang baik.

2. Pemeriksaan areal

Pemanen memeriksa areal atau plot yang akan dipanen, menentukan tandan-tandan yang harus dipanen dengan menggunakan kriteria panen 2 buah brondolan yang jatuh di tanah untuk setiap satu kg tandan.

3. Pemangkasan daun

Memangkas daun yang terletak di bawah tandan yang akan dipanen. Daun dipotong menjadi tiga bagian dan diletakkan diantara barisan sedemikian rupa sehingga tidak akan menggangu kelancaran pengangkutan tandan ke tempat pengumpulan hasil.


(27)

4. Pemotongan tandan

Pemanenan tandan dengan jalan memotong tangkainya. Kemudian tangkai tandan dipotong mepet menjadi sependek mungkin berbentuk V. Buah-buah yang jatuh dan terselip pada ketiak-ketiak daun diambil dan dikumpulkan. 5. Pengumpulan tandan

Tandan-tandan hasil panen berikut buah-buah yang lepas diangkut ke TPH dengan menggunakan keranjang atau goni plastik. Pengumpulan buah dan tandan di TPH dilakukan ditempat yang ternaungi, karena sinar matahari berpengaruh terhadap kandungan ALB, dan dengan menggunakan alas karung atau anyaman bambu dan di beberapa kebun sedang dicoba dengan alas campuran semen yang dapat bertahan selama 4 hingga 5 tahun, alas ini berfungsi untuk mencegah menempelnya tandan pada buah. Arah bekas potongan tandan disusun menghadap jalan penen, 5 hingga 10 tandan per baris.

6. Pengangkutan tandan

Menaikkan buah dan tandan ke kendaraan pengangkut yang akan mengangkut ke pabrik. Diupayakan agar buah kelapa sawit tidak ada yang memar atau tergores

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Agar mutu buah yang telah dipanen dan diletakkan di TPH tidak berubah hendaknya segera diangkut ke pabrik. Tandan yang dibiarkan di atas truk seperti yang terjadi pada daerah pengembangan akan merusak mutu. Tandan buah sawit yang diterima pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak dan inti sawit, sebelum 11


(28)

buah diolah perlu dilakukan sortasi dengan penimbunan di loading ramp (Risza, 1994).

Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

Untuk menghasilkan minyak kelapa sawit yang bermutu, diperlukan tahapan pengolahan yang cukup panjang. Selain mutu, efisiensi pengolahan juga perlu diperhatikan sehingga produksi minyak kelapa sawit bisa tercapai dalam jumlah maksimal.

Untuk pengolahan kelapa sawit tentu diperlukan pabrik kelapa sawit (PKS). Beberapa bagian yang harus ada dalam PKS yaitu stasiun utama dan stasiun pendukung. Beberapa bagian yang masuk dalam stasiun utama yaitu stasiun penerimaan buah (jembatan timbang dan loading ramp), stasiun perebusan (sterilizer), stasiun penebahan (thresher), stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser), serta stasiun pemurnian (clarifier). Sementara kelengkapan stasiun pendukung yaitu stasiun pembangkit tenaga, laboratorium, stasiun pengolahan air, stasiun pengolahan limbah, dan bengkel PKS. Dari pengolahan ini akan diperoleh minyak sawit dan inti sawit. Keduanya merupakan produk setengah jadi yang bisa diolah lebih lanjut menjadi produk turunan, seperti minyak goreng, minyak salad, sabun cuci, margarin, dan kosmetika (Sukamto, 2008).

Baik buruknya mutu hasil minyak yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit ditentukan oleh proses perebusan. Proses perebusan merupakan proses pengolahan awal sebelum buah kelapa sawit diolah menjadi CPO dan inti sawit. Tujuan perebusan adalah untuk menghentikan perkembangan asam lemak bebas,


(29)

memudahkan proses pemipilan, menyempurnakan proses pengolahan inti sawit. Temperatur menjadi kunci dalam perebusan. Temperatur yang terlalu rendah tentunya tidak berpengaruh nyata terhadap perebusan, sedangkan temperatur yang terlalu tinggi bisa memicu terjadinya proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh. Untuk proses perebusan, sebaiknya tidak menggunakan uap jenuh pada tekanan yang sama. Temperatur ideal yang digunakan untuk perebusan yaitu 135

derajat celcius dan tekanan 2,0 hingga 2,8 kg/ cm2 selama 80 hingga 90 menit (Sukamto, 2008).

Tingkat efektivitas dan efisiensi pengolahan kelapa sawit juga dipengaruhi oleh derajat kematangan buah yang dapat diketahui melalui sortir buah sebelum diolah. Agar proses di PKS dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu diterapkan standar kematangan buah yang dipanen.

Tabel 1. Derajat kematangan buah yang telah distandarkan

No Fraksi buah Persyaratan Sifat fisik Jumlah brondolan 1 Fraksi 00 (F-00) 0,00 % Sangat mentah Tidak ada

2 Fraksi 0 (F-0) <5,00 % Mentah 1-12,5 % buah luar 3 Fraksi 1 (F-1) 0,00 % Kurang

mentah

12,5-25% buah luar 4 Fraksi 2 (F-2) >90,00 % Matang 25-50 % buah luar 5 Fraksi 3 (F-3) 0,00 % Matang 50-75 % buah luar 6 Fraksi 4 (F-4) <3,00 % Lewat matang 75-100 % buah luar 7 Fraksi 5 (F-5) <2,00 % Terlalu matang Buah dalam ikut

membrondol

8 Brondolan 9,50 %

9 Tandan kosong 0,00 % 10 Panjang tangki TBS <2,5 cm (Pahan, 2007).

Dengan terpenuhinya persyaratan kematangan buah, diharapkan produk minyak dan inti sawit mempunyai kualitas yang baik dengan kehilangan minyak dan inti sawit rendah sehingga mencapai efektivitas yang tinggi. Sebagai acuan 13


(30)

untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan, perlu ditetapkan standar kualitas minyak dan inti sawit, dengan demikian bisa diketahui nilai efektivitas dan efisiensi suatu PKS.

Tabel 2. Standar kualitas minyak dan inti sawit

No Karakteristik Batasan

Minyak sawit

1 Kadar asam lemak bebas (%) <3,50

2 Kadar air (%) <0,10

3 Kadar kotoran (%) <0,01

4 DOBI (deterioritation of bleachability index) (%) >2,40 Inti sawit

1 Kadar air (%) <7,00

2 Kadar kotoran (%) <6,00

3 Inti pecah (%) <25,0

4 Inti berubah warna (%) <40,0

(Pahan, 2007).

Produksi CPO

Hingga kini, komoditi minyak sawit mentah masih menjadi andalan ekspor Indonesia. Sebagai gambaran, pada tahun 2007 lalu, minyak sawit Indonesia menguasai 43,7% pangsa pasar minyak sawit dunia. Angka itu belum termasuk minyak sawit yang diekspor tanpa menggunakan dokumen. Selain itu, pada tahun 2007 tersebut, total devisa yang berhasil diraih mencapai US$ 7,86 miliar dari total ekspor 12,53 juta ton CPO. Nilai devisa ekspor itu meningkat hampir dua kali lipat dari nilai ekspor tahun 2006 yang senilai US$ 4,81 miliar, sejalan dengan naiknya harga CPO di pasar dunia.

Namun memasuki tahun 2008, terutama pada Juli 2008, harga CPO di pasar dunia mengalami penurunan cukup berarti. Sebagai ilustrasi, pada Juni 2008, harga CPO di pasar dunia berada pada kisaran US$ 1.190 hingga US$ 2.000


(31)

per ton, namun pada 25 Juli 2008 menurun menjadi US$ 1.060 per ton, atau

terdapat penurunan hampir US$ 140 per ton. Beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya harga CPO antara lain terjadi panen sawit bersamaan di Indonesia dan

Malaysia dan turunnya harga minyak mentah di pasar dunia.

Sementara itu, pada tahun 2007 lalu, produksi CPO Indonesia mencapai 17,2 juta ton yang didukung perkebunan kelapa sawit seluas 6,7 juta hektar, dimana sekitar 1 juta ha diantaranya belum dapat di panen, sedangkan 127.000 ha sudah harus diremajakan (replanting) mengingat usia tanaman sawit telah mencapai 25 tahun. Pada tahun 2008, produksi CPO diproyeksikan mencapai 18 juta ton dengan penanaman baru seluas 350.000 ha. Dari total areal perkebunan sawit yang seluas 6,7 juta ha itu, masing-masing seluas tiga juta ha dikelola perkebunan kelapa sawit milik rakyat (PR) dan sekitar 2,8 juta ha dikelola perusahaan perkebunan swasta nasional dan asing (PBS). Sedangkan selebihnya dikelola perusahaan BUMN perkebunan.

Ditengah kecenderungan meningkatnya permintaan CPO di pasar dunia, khususnya dari kawasan Uni Eropa, terdapat beberapa kebijakan yang dapat menghambat perdagangan ekspor CPO dari Indonesia. Misalnya pasar Uni Eropa telah mewajibkan produk CPO yang diekspor ke kawasan itu harus memiliki sertifikat sustainable mulai awal tahun 2008, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar CPO dunia bersama Malaysia. Dengan kata lain, UE menerapkan banyak persyaratan yang terkait dengan isu lingkungan hidup seperti penanaman harus pada kedalaman tertentu, tidak pada daerah resapan air, tidak mengorbankan hutan dan satwa di dalamnya.


(32)

Selain itu, UE Directive juga mengatur tanaman sawit tidak boleh ditanam di tanah yang dihutankan kembali dengan tinggi pohon sudah 5 meter dan memiliki kanopi 30%. Sehingga hal itu, membuat kebun sawit sulit melakukan kegiatan replanting. Mengingat tanaman sawit tua tingginya sudah 25 meter dan kanopi 32%. Kemudian menetapkan tanaman tidak boleh ditanam pada areal yang memiliki high biodiversity seperti di hutan.

Disisi lain, ketika harga CPO di pasar dunia meningkat, maka diterapkan pajak ekspor (PE) yang berlaku progresif mengikuti fluktuasi harga CPO di Rotterdam. Produsen CPO dalam negeri juga harus mengikuti aturan International Maritime Organization (IMO) yang sejak 1 Januari 2007 mewajibkan pengiriman ekspor minyak sawit harus menggunakan kapal dengan lambung ganda (double hull). Sehingga kebijakan itu, menghambat ekspor ke Malaysia, Pakistan dan Bangladesh. Padahal kebijakan ini telah mendongrak biaya transportasi karena pengusaha harus mengekspor dengan kapal double hull, meski kedua tangki itu tidak dimanfaatkan penuh.

Terlepas dari masalah itu, Indonesia tetap berpeluang menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia, karena memiliki potensi lahan kelapa sawit lebih luas dibanding negara pesaing terdekat Malaysia. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak perusahaan perkebunan Malaysia yang melakukan ekspansi bisnisnya ke Indonesia (Market Research dan Feasibility Studies, 2008).

Mutu CPO

Mutu minyak kelapa sawit bisa diukur dengan angka-angka dari minyak sawit itu sendiri. Beberapa kriteria yang digunakan untuk mengukur kualitas


(33)

minyak sawit harus dipahami benar oleh produsen jika ingin produknya diterima oleh konsumen, baik konsumen dalam maupun konsumen luar negeri.

Dalam penentuan syarat mutu, minyak kelapa sawit diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit (Naibaho, 1996).

Untuk memperoleh minyak kelapa sawit sesuai dengan standar serta mutu yang baik, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produksi, terutama ALB dalam minyak kelapa sawit. ALB adalah faktor mutu yang paling cepat berubah selama proses terjadi. ALB dalam konsentrasi tinggi yang terikut minyak kelapa sawit sangat merugikan. Tingginya ALB ini mengakibatkan rendemen minyak turun, sehingga perlu dilakukan usaha pencegahan terhadap terbentuknya ALB dalam minyak kelapa sawit.

Kandungan asam lemak bebas dari minyak sawit adalah salah satu penentu utama mutu minyak sawit yang diperdagangkan. Terbentuknya asam lemak bebas ini pada minyak sawit adalah disebabkan oleh aktifitas enzim lipase. Enzim ini pada umumnya terdapat pada produk-produk pertanian penghasil minyak atau lemak diantaranya buah kelapa sawit pada waktu buah masih berada pada pohon. Enzim ini bertujuan atau berperan untuk membentuk minyak, tetapi setelah buah tersebut dipanen enzim lipase ini akan memecah (merombak) minyak lemak yang dikandungnya.


(34)

Tabel 3. Kandungan bahan-bahan yang merusak kualitas minyak kelapa sawit Bahan Sangat

Rendah (%)

Rendah (%)

Sedang (%)

Tinggi (%)

Sangat Tinggi (%) ALB < 2,0 2,0 – 2,7 2,8 – 3,7 3,8 – 5,0 > 5,0 Kadar air < 0,10 0,10– 0,19 0,20 – 0,39 0,40 – 0,60 > 0,60 Kadar

kotoran

< 0,005 0,005 – 0,001 0,010 – 0,025 0,026 – 0,050 > 0,050 (Setyamidjaja, 2006).

Agar asam lemak bebas minyak sawit rendah maka perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:

a. Mengusahakan buah sewaktu dipanen, diangkut dari kebun dan setelah di pabrik mengalami kerusakan yang sedikit

b. Buah-buah yang dipanen sesegera mungkin direbus atau disterilisasi c. Diusahakan minyak yang dihasilkan tetap berada dalam keadaan panas dan

tidak bersentuhan dengan alat-alat yang memungkinkan mendorong reaksi hydrolisa

(Sitinjak dan Saragih, 1995).

Untuk memelihara konsistensi mutu produk perlu dilakukan pengendalian mutu (quality control) atas proses produksi. Konsentrasi pengendalian mutu pada mulanya diarahkan pada mata rantai terakhir dalam proses produksi yaitu kegiatan inspeksi produk. Produk yang memenuhi syarat diterima dan yang tidak memenuhi syarat ditolak. Melalui sistem pengendalian mutu ini tidak dapat dicegah terjadinya kerugian dengan terbuangnya materi, energi, informasi dan waktu karena adanya produk yang ditolak, sebagai akibat tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan. Untuk mengatasi hal itu timbul pemikiran untuk


(35)

menciptakan sistem yang dapat mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh masalah mutu (Lamprecht, 1993).

Rendemen CPO

Perusahaan berbasis kelapa sawit berpotensi meningkatkan keunggulan produktivitasnya melalui:

1. Peningkatan rendemen

2. Pengurangan loses produksi

3. Pengoptimalan jam kerja karyawan.

Keunggulan nilai dapat dicapai melalui keunggulan kualitas. Indikator kualitas yang digunakan untuk menilai CPO adalah kandungan FFA (free fatty acid) atau asam lemak bebas (ALB). Sehingga bila FFA meningkat, maka kualitas CPO turun. Kandungan FFA CPO sangat ditentukan oleh kualitas kelapa sawit atau buah sawit yang menjadi bahan bakunya (Insidewinme, 2007).

Hubungan antara rendemen dan kadar ALB minyak dengan derajat kematangan adalah seperti pada Tabel 4 :

Tabel 4. Hubungan rendemen, ALB dan derajat kematangan

Fraksi Rendemen Minyak ALB Minyak 0 16,0 1,6 1 21,4 1,7 2 22,1 1,8 3 22,2 2,1 4 22,2 2,6 5 21,9 3,8 (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Dari Tabel 4 dapat dikatakan bahwa tandan yang dikehendaki adalah dari fraksi 2 dan 3, yaitu rendemennya tinggi, sedangkan ALB cukup rendah. Fraksi 1 menghasilkan ALB rendah, tetapi rendemennya juga agak rendah, dengan demikian dapat dikatakan buah kurang matang. Fraksi 0 atau 00 tidak disukai


(36)

karena mentah. Fraksi 4 dan 5 adalah lewat matang, walaupun rendemennya tinggi, namun ALB juga tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Sistem Kendali Mutu

Kendali mutu dilakukan dengan tujuan mewujudkan mutu yang sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut konsumen. Dalam kendali mutu sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui apakah sebenarnya yang dimaksud dengan mutu tersebut. Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Feigenbaum, 1989).

Pengertian pengendalian mutu secara umum adalah menjaga mutu pada tingkat dan toleransi yang dapat diterima oleh pembeli atau pemakai, sementara menekan biaya serendah-rendahnya ada kalanya juga memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh instansi pemerintah. Bidang pengawasan meliputi bahan mentah, pengolahan, dan pemeriksaan hasil jadi. Maka pengendalian disini adalah mulai dari sejak panen sampai dengan pengiriman hasil produksi, jadi meliputi mutu panen dan mutu hasil (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Pengendalian kualitas merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses. Pengendalian kualitas menyediakan alat-alat offline untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang membantu menentukan apakah proses dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya (Ariani, 2005).


(37)

Pengendalian kualitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penggunaan bahan/material yang bagus, penggunaan mesin- mesin/peralatan produksi yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan proses produksi yang tepat. Pengendalian kualitas secara statistik (statistical quality control – SQC) sebenarnya dimaksudkan untuk menemukan kesalahan produksi yang mengakibatkan produk tidak baik, sehingga dapat diambil tindakan lebih lanjut untuk mengatasinya. Kesalahan produksi yang mengakibatkan kualitas produk yang tidak memenuhi standar yang disyaratkan dan tindakan yang diambil untuk mengatasinya itu selalu terjadi pada proses produksi, maka kemudian istilah SQC lebih dikenal dengan istilah SPC (statistical process control) atau pengendalian proses secara statistik (Kotler, 1995).

Kegiatan pengendalian mutu merupakan bidang pekerjaan yang sangat luas dan kompleks karena semua variabel yang mempengaruhi mutu harus diperhatikan. Secara garis besarnya, pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pengendalian mutu bahan baku

Mutu bahan akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari barang yang kita buat. Bahan baku dengan mutu yang jelek akan menghasilkan mutu barang yang jelek dan sebaliknya. Pengendalian mutu bahan harus dilakukan sejak penerimaan bahan baku di gudang, selama penyimpanan, dan waktu bahan baku akan dimasukkan dalam proses produksi. Kelainan mutu bahan baku akan memberi akibat mutu produk yang dihasilkan berada di luar standar mutu yang direncanakan.


(38)

2. Pengendalian dalam proses pengolahan

Terdapat beberapa cara pengendalian mutu selama proses produksi berlangsung. Misalnya melalui contoh (sampel), yakni hasil yang diambil pada selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisis secara statistik untuk memperoleh gambaran apakah sampel tersebut sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah. Selanjutnya, kesalahan tersebut harus diteruskan kepada operator (pelaksana) untuk dilakukan perbaikan. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan proses produksi dari awal hingga akhir tanpa kecuali.

3. Pengendalian mutu produk akhir

Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi hingga tahapan pengiriman ke konsumen. Dalam memasarkan produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk yang bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan bila atas produk akhir tersebut dilakukan pengecekan mutu agar produk yang rusak (cacat) tidak sampai ke tangan konsumen

(Prawirosentoso, 2002).

Langkah-langkah yang sangat penting dalam pelaksanaan kendali mutu: a. Pahami karakteristik mutu sebenarnya

b. Tentukan metode pengukuran dan pengujian karakteristik mutu sebenarnya

c. Temukan karakteristik mutu pengganti, dan miliki pemahaman yang benar tentang hubungan antara karakteristik mutu sebenarnya dan karakteristik mutu pengganti


(39)

Pendekatan Sistem

Pendekatan adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah. Pendekatan sistem terhadap suatu masalah adalah untuk menangani suatu masalah dengan mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan masalah itu dan mengkonsentrasikan perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan tersebut.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa ada tujuh langkah yang perlu diambil dalam usaha memecahkan masalah dengan mempergunakan alat utama yang ilmiah, langkah-langkah itu adalah :

1. Mengetahui inti daripada persoalan yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan perihal yang dihadapi itu dengan setepat-tepatnya 2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevan

3. Mengolah fakta dan data tersebut

4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh

5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang

6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan

7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil

(Eriyatno, 2003).

Untuk dapat menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan sistem, harus diawali dengan cara berpikir sistemik. Berpikir sistemik adalah cara pandang terhadap suatu kejadian dengan memikirkan seluruh interaksi antar unsur atau variabel dalam batas lingkungan tertentu, sehingga melalui berpikir kesisteman 23


(40)

dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat permasalahan dengan prespektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur, pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang tunggal yang langsung dihadapi.

Berdasarkan prespektif yang luas ini kita akan dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan pemecahannya (Tunas, 2007).

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem, yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Eriyatno, 2003).

Diagram Control Chart

Control chart adalah teknik statistik yang digunakan untuk memastikan bahwa proses produksi memenuhi standar. Standar proses ini biasanya menunjuk pada tingkat variabilitas (keragaman) tertentu, karena sangat sulit menciptakan suatu proses produksi yang menghasilkan produk yang sama persis sepanjang waktu. Hampir selalu terjadi ‘variasi’dalam proses produksi.

Control chart digunakan untuk mengukur kinerja proses. Proses dikatakan berada pada pengendalian statistikal (in statistical control), jika hanya ada satu penyebab variasi yaitu penyebab umum/alamiah (common/natural cause) saja. Pertama kali proses harus dibawa pada pengendalian statistikal dengan


(41)

mendeteksi dan menghilangkan penyebab khusus (special/assignable) dari variasi, setelah itu baru kinerja dapat diprediksi dan kemampuannya mencapai harapan konsumen dapat dinilai. Tujuan dari sistem pengendalian proses adalah untuk menyediakan sinyal statistikal ketika muncul penyebab khusus variasi.

a. Variasi alamiah

Variasi alamiah (natural variation) terjadi pada hampir semua proses produksi. Variasi alamiah menunjuk pada semua sumber variasi yang terjadi pada proses produksi yang berada pada pengendalian statistikal (in statistical control). Sekalipun produk individual berbeda-beda, secara berkelompok, produk-produk akan membentuk suatu pola yang disebut ‘distribusi’. Sepanjang distribusi berada pada batas yang ditentukan, proses produksi dapat dikatakan ‘in control’ (dalam pengendalian) dan variasi alamiah diterima.

b. Variasi yang dapat ditentukan

Variasi tertentu (assignable variation) dalam proses dapat ditelusuri untuk menemukan alasannya. Faktor-faktor seperti penggunaan mesin, peralatan yang tidak tepat, kelelahan pekerja atau penggunaan bahan baku yang tidak baik dapat menjadi sumber potensial bagi variasi tertentu. Variasi alamiah dan variasi tertentu membedakan dua tugas bagi manajer operasi yaitu pertama, untuk memastikan bahwa proses mampu beroperasi dibawah kendali dengan hanya memiliki variasi alamiah, dan kedua, untuk mengidentifikasi dan menghilangkan variasi-variasi tertentu sehingga proses tetap terjaga berada dibawah kendali (in control) (Kotler, 1995).

Grafik pengendali merupakan suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor apakah suatu aktivitas dapat diterima sebagai proses yang 25


(42)

terkendali. Nilai dari karekterisik kualitas yang dimonitor, digambarkan sepanjang sumbu y, sedangkan sumbu x menggambarkan sampel atau subgroup dari karakteristik kualitas tersebut. Sebagai contoh karakteristik kualitas adalah panjang rata-rata, diameter rata-rata, dan waktu pelayanan rata-rata. Semua karakteristik tersebut dinamakan variabel dimana nilai numeriknya dapat diketahui. Sedangkan atribut adalah karakteristik kualitas yang ditunjukkan dengan jumlah produk cacat, jumlah ketidaksesuaian dalam satu unit, serta jumlah cacat per unit. Terdapat tiga garis pada grafik pengendali. Center line atau garis tengah adalah garis yang menunjukkan nilai rata-rata dari karakteristik kualitas yang diplot pada grafik. Upper limit control atau batas pengendali atas dan lower limit control atau batas pengendali bawah digunakan untuk membuat keputusan mengenai proses. Jika terdapat data yang berada di luar batas pengendali atas dan batas pengendali bawah serta pada pola data tidak acak atau random maka dapat diambil kesimpulan bahwa data berada di luar kendali statistik.


(43)

Control chart sebagai alat bantu ini pertama kali diperkenalkan oleh W.A. Shewhart di Laboratorium Bell Telephone. Karakteristik pokok pada alat bantu ini adalah adanya sepasang batas kendali (upper dan lower limit), sehingga dari data yang dikumpulkan akan dapat terdeteksi kecenderungan kondisi proses yang sesungguhnya. Pada dasarnya alat bantu ini adalah berupa rekaman data suatu proses yang sudah berjalan. Bila data yang terkumpul sebagian besar berada dalam batas pengendalian, maka dapat disimpulkan bahwa proses berjalan dalam kondisi stabil. Tetapi sebaliknya, bila sebagian besar data menunjukkan deviasi di luar batas kendali, maka bisa dikatakan proses berjalan tidak normal, yang bisa berdampak pada penurunan mutu produk (Wikipedia, 2008).

Indeks kemampuan proses Kane (Cpk) adalah nilai yang mewakili kemampuan sesungguhnya dari suatu proses dengan parameter nilai tertentu. Nilai

Cpk diformulasikan dengan : ,

dimana : R x LSL X CPL

d

2 3 ) ( − = ; R x X USL CPU

d

2 3 ) ( − = Keterangan :

LSL = Lower Spesification Limit USL = Upper Spesification Limit CPL = Capability Process Lower CPU = Capability Process upper

Indeks kemampuan proses Kane (Cpk) baru layak dihitung apabila proses berada dalam pengendalian statistik (in statistical control) (Ariani, 2005).


(44)

Batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu, maka digunakan spesifikasi satu sisi (Montgomery, 1998).

Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat yang berguna untuk mencari atau menganalisa sebab-sebab timbulnya masalah sehingga memudahkan cara mengatasinya. Diagram ini terdiri dari sebuah panah horizontal yang panjang dengan deskripsi masalah. Penyebab-penyebab masalah digambarkan dengan garis radial dari garis panah yang menunjukan masalah.

Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut:

- Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah - Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah - Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Menurut Gaspersz (2001) langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat sebagai berikut:


(45)

2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak

3. Tuliskan fakor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak 4. Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi

penyebab-penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang ikan berukuran sedang

5. Tuliskan penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil 6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah

faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas

Gambar 2. Diagram sebab-akibat (Gaspersz, 2001).


(46)

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Serdang Bedagai Sumatera Utara, dimulai pada bulan Mei hingga bulan Juni 2009.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian :

1. Data informasi bulanan kualitas CPO (ALB dan kandungan air) dan rendemen produksi selama lima tahun terakhir (2004 sampai 2008). 2. Data lainnya yang diperlukan selama penelitian seperti data curah

hujan.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Alat tulis

2. Komputer


(47)

Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara sistematis yakni mencari informasi dan pengetahuan dari berbagai media (bibliografi) dan juga dari para stakeholder. Disamping itu penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang merupakan sebuah studi untuk mengadakan perbaikan terhadap suatu keadaan terdahulu. Teknik yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah:

1. Pustaka

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data-data serta teori-teori yang berhubungan dengan kelapa sawit khususnya mengenai aspek mutu dan rendemen produksi minyak kelapa sawit serta teori-teori yang berhubungan dengan masalah pengendalian kualitas statistik.

2. Pengumpulan data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data variabel yaitu data ALB, kadar air dan rendemen produksi CPO. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode-metode sebagai berikut:

a. Pengamatan (Observasi)

Tahap observasi merupakan tahap yang dilakukan dalam pengumpulan data sebagai obyek penelitian. Data yang dibutuhkan adalah data ALB, kadar air dan rendemen produksi CPO.

b. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara atau tanya jawab dengan stakeholder yang terkait. Stakeholder disini meliputi baik dari tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi 31


(48)

ataupun dengan tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Metode ini digunakan untuk mendukung akurasi data.

3. Analisa Data

Penyusunan control chart Xbar-R dari masing-masing data yang diamati dengan menggunakan software statistik Minitab 14. Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan control chart Xbar-R tersebut untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan (variasi) mutu dan rendemen produksi CPO dari setiap periode dan kemudian dibandingkan dengan standar nasional ataupun standar spesifikasi pelanggan (konsumen CPO). Apabila data berada dalam batas pengendalian statistik, selanjutnya akan dihitung indeks kemampuan proses Kane (Cpk). Namun apabila data berada di luar batas pengendalian statistik maka selanjutnya diteliti faktor-faktor penyebab yang berpengaruh terhadap penyimpangan mutu dan rendemen produksi tersebut dengan melakukan penelusuran informasi dari data-data lain yang mendukung dan juga melalui wawancara atau tanya jawab dengan pihak-pihak yang bersangkutan (stakeholder). Selanjutnya akan diperoleh informasi yakni berupa frekuensi dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada dan diinterpretasikan ke dalam model diagram sebab-akibat, untuk mencari akar persoalan dari masalah penyimpangan mutu dan rendemen produksi tersebut.


(49)

Prosedur Penelitian

Dalam tahap ini dilakukan pengolahan data yang diperoleh dengan tahapan sebagai berikut :

1. Melakukan tahap pengumpulan data yang sudah tersedia dari lapangan yang relevan dengan penelitian.

2. Menganalisis data mutu dan rendemen produksi CPO yang diperoleh menggunakan control chart untuk mengetahui apakah karakteristik mutu dan rendemen produksi CPO berada dalam batas pengendali statistik atau tidak (konsisten atau tidak) dari periode tahun 2004 sampai tahun 2008.

3. Menentukan hubungan antara karakteristik mutu dan rendemen produksi CPO terhadap standar nasional ataupun standar spesifikasi pelanggan (konsumen CPO).

4. Menghitung nilai indeks kemampuan proses Kane (Cpk) bagi data mutu dan rendemen produksi CPO yang berada di dalam batas pengendalian statistik.

5. Melakukan evaluasi terhadap data mutu dan rendemen produksi CPO yang berada di luar batas pengendalian statistik.

6. Memformulasikan masalah/faktor-faktor penyebab utama yang menyebabkan penyimpangan tersebut dan menentukan ruang lingkup permasalahan dengan cara melakukan wawancara atau tanya jawab dengan pihak-pihak terkait (stakeholder), khususnya pihak-pihak yang berperan langsung dalam sistem manajemen mutu produksi.


(50)

7. Menentukan frekuensi dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

8. Mentransformasikan masalah atau faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyimpangan mutu dan rendemen produksi CPO tersebut ke dalam suatu model diagram sebab-akibat.

Parameter

Parameter yang diamati : 1. Karakteristik mutu CPO

- ALB - Kadar air


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Perkebunan Adolina

Unit Kebun Adolina didirikan oleh Pemerintah Belanda sejak tahun 1926 dengan nama “NV Cultuur Maatschappy Onderneming” (NV CMO) yang bergerak dalam budi daya tembakau. Pada tahun 1938 budi daya tembakau dirubah menjadi kelapa sawit dan karet dengan nama NV Serdang Cultuur Maatschapppy (SCM). Pada tahun 1942 diambil alih oleh pemerintah Jepang dari pemerintah Belanda, dan pada tahun 1946 diambil kembali oleh pemerintah Belanda dengan nama tetap NV SCM.

Pada tahun 1958 perusahaan ini diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Tahun 1960 PPN diganti nama menjadi PPN baru SUMUT V. Pada tahun 1963 PPN Baru SUMUT V dipisah menjadi dua kesatuan yaitu :

1. PPN Karet III Kebun Adolina Hulu, Kantor Kesatuan di Tanjung Morawa. 2. PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir, Kantor Kesatuan di Pabatu.

Pada tahun 1968 PPN Antan II diganti menjadi PNP VI, dengan penggabungan kembali PPN Karet III Kebun Adolina Hulu dengan PPN Aneka Tanaman II Kebun Adolina Hilir. Lalu pada tahun 1978 PNP VI dirubah menjadi bentuk Persero dengan nama PT. Perkebunan VI (Persero). Pada tahun 1994 PTP VI, PTP VII dan PTP VIII digabung dan dipimpin oleh Direktur Utama PTP VII. Sejak tanggal 11 Maret 1996 sampai dengan saat ini gabungan PTP VI, PTP VII dan PTP VIII diberi nama PTP Nusantara IV (Persero). Adolina merupakan salah


(52)

satu Unit Usaha dari PTP Nusantara IV (Persero) dan merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sesuai Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Nomor : 04.13/Kpts/Org/93/XII/1998 tanggal 17 Desember 1998 memutuskan terhitung mulai tanggal 01 Januari 1999 melebur Kebun Bangun Purba dan merubah statusnya menjadi Afdeling Unit Kebun Adolina. Unit Kebun Adolina merupakan pintu gerbang PTP Nusantara IV, berada di Kabupaten Serdang Bedagei tepatnya dipinggir jalan raya Medan – Pematang Siantar dengan jarak 38 Km dari Medan. Unit kebun Adolina berada di enam kecamatan yaitu Kecamatan Perbaungan, Pantai Cermin, Galang, Bangun Purba, STM Hilir dan Gajahan yang dikelilingi oleh 21 desa. Topografi tanah keadaannya datar dengan ketinggian ± 15 meter di atas permukaan laut.

Luas areal HGU Unit Kebun Adolina seluas 8,965. 69 Ha, dibagi menjadi tiga bagian yaitu kelapa sawit sebesar 8500 Ha, kebun benih kakao sebesar 150

Ha dan lain lain 315,69 Ha (emplasment, pondok, pembibitan, pabrik. Unit Kebun Adolina dibagi menjadi 14 (empat belas) afdeling, yaitu terdiri dari kelapa sawit 11 afdeling, kebun benih kakao 3 Afdeling (Afd. 4,5 dan 6). Lokasi

Unit terdapat dalam 6 (enam) wilayah kecamatan yaitu : Perbaungan, Bangun Purba, Pantai Cermin, Galang, STM Hilir dan Gajahan serta 2 (dua ) Kabupaten yaitu : Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Lokasi Kebun memanjang dari Utara ke Selatan, kiri kanan berbatasan dengan kampung dan terpisah menjadi 3 (tiga) bagian/lokasi yaitu wilayah Adolina (11 Afdeling), Bangun Purba (2 Afdeling) dan Bandar Kuala (1 Afdeling). Jarak tempuh dari satu wilayah


(53)

Untuk teknik dan pengolahannya, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Adolina didirikan pada tahun 1956 dengan kapasitas 26 ton tandan buah segar (TBS)/jam. Pada saat ini, kapasitas terpasang PKS adalah 30 ton TBS/jam, dipakai untuk mengolah TBS sendiri dan TBS pihak III / pembelian.Beroperasi dengan lancar/baik dengan tingkat stagnasi sebesar 2,28 % serta lossis ditekan mencapai 1,63 %.

Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina

Struktur organisasi perusahaan merupakan suatu sistem tugas, wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap fungsi atau bagian yang terdapat dalam suatu perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi maka bagian-bagian dari organisasi perusahaan akan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan keahliannya serta diharapkan mampu menciptakan iklim kerja yang baik dalam perusahaan.

Pada pengolahannya struktur organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Adolina dipimpin oleh seorang Manajer dan dibantu oleh 6 (enam) orang Kepala Dinas, yaitu Kepala Dinas Tanaman 3 (tiga) orang, Kepala Dinas Teknik (KDT), Kepala Dinas Pengolahan (KDP) dan Kepala Dinas Tata Usaha (KDTU). Disamping itu ada 15 orang Assisten, baik Assisten Tanaman, Teknik, Teknologi, SDM / Umum dan Perwira Pengamanan. Jumlah seluruh tenaga kerja Karyawan Pelaksana sampai dengan bulan Desember 2007, untuk budi daya kelapa sawit sebanyak 1.145 orang dan kakao sebanyak 301 orang .


(54)

Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei Apr il Mar et Febr uar i Januar i 3,6 3,3 3,0 Sample S a m p le M e a n __ X= 3,1685 UCL= 3,5791 LCL= 2,7579 Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei Apr il Mar et Febr uar i Januar i 1,5 1,0 0,5 0,0 Sample S a m p le R a n g e _ R= 0,712 UCL= 1,505 LCL= 0 ALB

Xbar-R Chart of 2004; ...; 2008

Analisa Data Mutu CPO dari Control Chart Xbar-R

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di PKS Adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) diperoleh data informasi bulanan CPO meliputi ALB dan kadar air serta rendemen produksi CPO selama periode lima tahun (2004 sampai 2008). Selanjutnya data yang diperoleh, dianalisa dengan menggunakan control chart yang dibuat dengan bantuan software minitab 14.

Control chart Xbar-R ALB

Gambar 3. Control chart Xbar-R ALB

Dari control chart Xbar-R ALB di atas tampak bahwa semua sampel berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa ALB CPO pada periode ini terkendali secara


(55)

Oleh karena sampel berada pada kondisi in statistical control, sesuai dengan pernyataan Ariani (2005) maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kinerja Kane (Cpk). Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses telah mampu memenuhi spesifikasi sesuai dengan keinginan atau harapan pelanggan dengan baik atau tidak.

Oleh karena proses ini berhubungan dengan ALB CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU.

4643 , 1 705 , 0 326 , 2 3 ) 1685 , 3 5 , 4 ( 3 ) ( 2 = − = × − = = R d X USL CPU Cpk

Sesuai dengan pernyataan Montgomery (1998) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL), diperoleh bahwa Cpk = CPU = 1,4643, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata ALB CPO dari proses produksi periode lima tahun yakni 2004 sampai 2008 yaitu sebesar 3,1685 mampu memenuhi batas spesifikasi atas dari pelanggan (USL = 4,5).

Batas spesifikasi atas (USL) diperoleh dari standar pabrik adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang sudah ditetapkan. Oleh karena nilai ALB mampu memenuhi batas spesifikasi atas dari pelanggan maka dilihat dari diagram tulang ikannya berarti pada pabrik adolina tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kadar ALB masih dikatakan bagus atau tidak banyak mempengaruhi kadar ALB tersebut sehingga mutu yang dihasilkan juga bagus.


(56)

Mutu CPO yang baik diantaranya ditandai dengan kandungan ALB yang rendah. Dari pengamatan yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara IV kebun Adolina ada beberapa hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan ALB dalam CPO yaitu dilihat dari bahan baku, proses pengolahan maupun lingkungan. Misalnya pada bahan baku CPO yang harus diperhatikan salah satunya adalah proses panennya agar mutu dapat terjaga dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukamto (2008) yang menyatakan bahwa agar mutu kelapa sawit terjaga, perlu dipahami beberapa standar sistem panen yaitu tidak ada buah mentah yang dipanen, tidak meninggalkan buah matang di tandan, semua brondolan baik yang tertinggal di batang maupun di tanah harus dikumpulkan dan dihimpun di TPH dalam kondisi bersih, membrondolkan tandan yang terlalu matang, memotong tangkai tandan dengan cermat menggunakan penyodok atau dodos. Akan tetapi, bahan baku yang dihasilkan pada pabrik tersebut masih baik atau persentase kerusakan buah maupun gangguan lainnya masih sedikit.

Selain pada bahan baku, proses pengolahan juga mempengaruhi tingginya kadar ALB. Oleh karena itu pada proses pengolahan harus dilakukan pengawasan maupun pengamatan. Pengawasan dan pengamatan dilaksanakan agar mutu CPO tersebut dapat terjaga dengan baik. Buruknya mutu CPO terkadang disebabkan oleh kelalaian petugas karena kurangnya pengawasan yang optimal, misalnya pada proses perebusan ada buah yang kurang matang akibat lama perebusan, suhu dan tekanan pada proses tersebut tidak terjaga, dimana memungkinkan kadar ALB tersebut naik. Jadi hal-hal yang dapat menyebabkan buruknya mutu CPO sedapat mungkin diperkecil sehingga harga jual CPO yang akan dipasarkan tetap stabil, agar pabrik mendapatkan keuntungan.


(57)

Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei Apr il Mar et Febr uar i Januar i 0,17 0,16 0,15 0,14 Sample S a m p le M e a n __ X= 0,15233 UCL= 0,16661 LCL= 0,13806 Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei Apr il Mar et Febr uar i Januar i 0,06 0,04 0,02 0,00 Sample S a m p le R a n g e _ R= 0,02475 UCL= 0,05234 LCL= 0 KADAR AIR

Xbar-R Chart of 2004; ...; 2008

Control chart Xbar-R kadar air

Gambar 4. Control chart Xbar-R kadar air

Dari gambar 4 control chart kadar air di atas tampak bahwa semua sampel berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), yang berarti kadar air CPO pada tahun 2004 sampai 2008 ini terkendali secara statistik dan masih menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten).

Selanjutnya karena sampel telah berada pada kondisi in statistical control, maka perlu dilakukan nilai indeks kinerja kane (Cpk). Oleh karena proses ini berhubungan dengan kadar air CPO yang hanya memiliki satu batas spesifikasi pelanggan yakni USL, maka nilai Cpk = CPU.


(58)

877 , 12 021 , 0 326 , 2 3 ) 1523 , 0 5 , 0 ( 3 ) ( 2 = − = × − = = R d X USL CPU Cpk

Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu yaitu batas spesifikasi atas (USL), maka berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk=CPU=12,877 (Cpk > 1,5), dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kadar air CPO dari proses produksi periode lima tahun 2004 sampai 2008 yaitu sebesar 0,1523 telah mampu memenuhi batas spesifikasi atas dari pelanggan (USL = 0,5).

Batas spesifikasi atas (USL) diperoleh dari standar pabrik adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang sudah ditetapkan. Oleh karena nilai kadar air mampu memenuhi batas spesifikasi atas dari pelanggan maka dilihat dari diagram tulang ikannya berarti pada pabrik adolina tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kadar air masih dikatakan bagus atau tidak banyak mempengaruhi kadar air tersebut sehingga mutu yang dihasilkan juga bagus.

Pada pabrik kelapa sawit adolina, buah yang dimiliki bagus dilihat dari kadar air yang dihasilkan cukup sehingga mutu yang dihasilkan akan bagus juga. Adapun hal-hal yang mempengaruhi sedikit banyaknya kadar air yang dihasilkan adalah salah satunya pada proses pengolahan CPO. Pada pengolahan CPO sebaiknya mendapatkan pengawasan yang cukup, misalnya pada proses perebusan, dimana suhu tekanan dan lama perebusan harus dijaga secara optimal. Disamping itu, peralatan dan SDM (sumber daya manusia) juga mempengaruhi seperti perawatan mesin pada peralatan pengolahan CPO dan kurangnya pelatihan pada SDM.


(59)

Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei Apr il Mar et Febr uar i Januar i 24,25 24,00 23,75 23,50 Sample S a m p le M e a n __ X= 23,7738 UCL= 24,1911 LCL= 23,3566 Desember Nopember Oktober September Agustus Juli Juni Mei Apr il Mar et Febr uar i Januar i 1,5 1,0 0,5 0,0 Sample S a m p le R a n g e _ R= 0,723 UCL= 1,530 LCL= 0 RENDEMEN

Xbar-R Chart of 2004; ...; 2008

Control chart Xbar-R rendemen produksi CPO

Gambar 5. Control chart Xbar-R rendemen

Dari gambar 5 control chart untuk rendemen di atas tampak bahwa semua sampel berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control), namun masih terdapat perubahan yang tinggi yang terjadi dalam ukuran variasi seperti pada sampel bulan Nopember menuju bulan Desember yang hampir mendekati batas pengendalian bawah yang artinya terdapat perubahan yang besar pada kurun waktu tersebut yang menandakan bahwa mutu CPO kurang baik dengan rendahnya nilai rendemen teersebut.


(60)

Oleh karena sampel telah berada pada kondisi in statistical control, maka perlu dilakukan pengukuran nilai indeks kemampuan proses Kane (Cpk). Dimana nilai Cpk = CPL.

0461 , 4 723 , 0 326 , 2 3 ) 20 773 , 23 ( 3 ) ( 2 = − = × − = = R d LSL X CPL Cpk

Berdasarkan indeks kinerja Kane yang telah diperoleh bahwa Cpk= CPL= 4,0461 (Cpk > 1,5) dimana batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata rendemen produksi CPO dari proses produksi periode lima tahun 2004 sampai 2008 yaitu sebesar 23,773 berada di dalam batas spesifikasi bawah dari pelanggan (LSL = 20) atau dengan kata lain rendemen produksi CPO sebagian besar mampu memenuhi spesifikasi pelanggan dengan baik. Dari control chart tersebut dapat dilihat bahwa tingkatan sampel CPO dalam kaitannya dengan rendemen produksi tidak stabil (penyebarannya cenderung tidak beraturan). Sehingga masih perlu dilakukan peningkatan dan pengawasan proses secara ketat agar dapat menghasilkan CPO dengan rendemen produksi yang tinggi.

Pada rendemen digunakan batas spesifikasi bawah (LSL) karena untuk memperoleh mutu yang baik diperlukan rendemen produksi yang tinggi. Oleh karena itu rendemen yang dihasilkan harus tinggi.

Batas spesifikasi bawah (LSL) diperoleh dari standar pabrik adolina PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) yang sudah ditetapkan. Oleh karena nilai rendemen produksi CPO tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah dari


(61)

pelanggan maka dilihat dari diagram tulang ikannya berarti pada pabrik adolina tersebut ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya nilai rendemen CPO diantaranya adalah bahan baku, pengolahan produksi, peralatan produksi, lingkungan dan SDM. Dari semua faktor tersebut sebaiknya dilakukan pengawasan secara teratur agar rendemen yang dihasilkan tidak terlalu rendah untuk mendapatkan mutu CPO yang baik. Misalnya pada bahan baku CPO, pemeliharaan tanaman harus mendapat cukup perhatian yakni pemupukan tepat waktu dengan dosis yang tepat, pengendalian hama yang bagus serta didukung oleh kondisi lingkungan. Untuk proses pengolahan sebaiknya losses atau kehilangan minyak diminimalisir, misalnya pada perebusan tekanan dan waktu perebusan harus dijaga agar buah dalam keadaan bagus. Penebahan harus dilakukan sempurna dan proses pengadukan tidak terlalu lama karena buah dapat menjadi bubur yang dapat menyebabkan rendahnya rendemen produksi.

Pengaruh Lingkungan Terhadap Mutu CPO

Pengaruh kekeringan pada tanaman kelapa sawt dan cara penanggulangan

Secara umum kekeringan disebabkan karena tanaman kekurangan air yang mengakibatkan penyerapan hara terhambat, fotosintesis dan metabolisme terganggu, serta perkembangan jaringan tanaman terhambat. Hal tersebut selanjutnya rnenimbulkan gangguan pertumbuhan bibit di pembibitan dan tanaman muda di lapangan serta menurunkan produktivitas kelapa sawit. Tingkat kerusakan tanaman kelapa sawit yang terjadi akibat kekeringan terutama bergantung pada kondisi pertanaman kelapa sawit, tingkat dan lamanya kekeringan, serta kondisi tanah. Tiap kelompok umur tanaman kelapa sawit


(62)

memiliki respon yang berbeda terhadap kekeringan. Kelompok umur 7 sampai 12 tahun merupakan kelompok yang paling rentan penurunan produksinya terhadap kekeringan. Populasi ulat pemakan daun kelapa sawit diperkirakan meningkat sehingga kerusakan daun akibat hama ini juga meningkat. Hama tikus pada musim kering akan menyebabkan kerusakan lebih berat dibandingkan dengan kerusakan akibat hama ini pada saat musim hujan. Untuk mengurangi kerusakan tanaman kelapa sawit akibat kekeringan, perlu adanya upaya mengantisipasi dan menanggulangi dampak kekeringan tersebut yaitu dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat menstimulir terjadinya cekaman kekeringan yang berat melalui serangkaian aplikasi kultur teknis pada saat sebelum, selama, dan setelah musim kering. Kekeringan juga meningkatkan resiko kebakaran kebun kelapa sawit, untuk itu perlu upaya mengantisipasi dan mengurangi resiko kebakaran melalui oordinasi dengan pihak terkait.

Pengaruh topografi lahan terhadap produksi dan kapasitas tenaga panen kelapa sawit

Topografi lahan yang tidak disertai dengan penerapan kultur teknis yang standar (teras individu/kontur) berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit dan penggunaan tenaga panen. Perbedaan produksi areal yang bertopografi berombak dengan lahan yang berbukit bisa mencapai 3,96 tonTBS/ha/tahun (28,84%). Pada daerah berbukit meskipun pemakaian tenaga panen lebih banyak dibandingkan daerah berombak akan tetapi produksi yang dihasilkan tetap lebih rendah, disebabkan adanya tandan yang tidak dipanen serta kehilangan brondolan.


(63)

bergulir ke daerah rendahan lainnya, pengadaan tangga-tangga panen dan sarana jalan kolektif yang relatif dekat dalam upaya memperlancar pelaksanaan panen serta pemakaian tenaga panen yang berkualitas dan kuat.

Pengaruh Bahan Baku Terhadap Mutu CPO

Bahan baku merupakan awal terbentuknya mutu minyak kelapa sawit. Bahan baku diperoleh satelah dipanen di kebun. Proses pemanenan yang dilakukan harus sesuai dengan langkah-langkah panen yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mangoensoekarjo dan Semangun (2003) yang menyatakan pelaksanaan panen terdiri atas langkah-langkah seperti persiapan peralatan panen, pemeriksaan areal, pemangkasan daun, pemotongan tandan, pengumpulan tandan, dan pengangkutan tandan.

Kerusakan bahan baku dapat juga terjadi selama panen dan selama masa pasca panen. Kerusakan dapat berupa trash (kotoran dan sampah), memarnya buah, buah mentah dan busuk serta buah yang layu. Kerusakan bahan baku secara kualitas dan kuantitas sangat merugikan sehingga, kerusakan harus ditekan seminimal mungkin.

Pengaruh buah memar juga menurunkan mutu minyak sawit. Buah memar terjadi selama transportasi buah pada saat buah diisikan kedalam alat angkut selama dalam perjalanan dan saat pembongkaran. Untuk mempertahankan kualiatas minyak dalam pengolahan perlu diatur bahwa buah yang pertama diterima harus diolah terlebih dahulu. Buah kelapa sawit yang sudah matang dan segar mengandung 0,1 % asam lemak bebas. Tetapi buah yang sudah memar atau pecah akan mengandung asam lemak bebas sampai 50 %, hanya dalam waktu beberapa jam saja. Bila tanpa perlakuan khusus dalam 24 jam kadar asam lemak 47


(64)

bebas dapat mencapai 67 %. Untuk membatasi terbentuknya asam lemak bebas buah kelapa sawit harus segera dipanasi dengan suhu antara 90 sampai 100 derajat celcius, dengan cara ini asam lemak bebas yang terbentuk akan lebih sedikit.

Pengaruh buah matang dan busuk juga mempengaruhi mutu sawit. Buah yang masih muda dan setengah dewasa sedikit mengandung minyak. Buah yang sangat matang sangat kurang mengandung minyak dibandingkan yang sudah matang. Pada buah yang dipetik muda, yang diperam juga terjadi pembentukan minyak. Tandan buah segar (TBS) yang telah rentang mengandung Persentase Non Oil Solid (NOS) sehingga minyak rendah, rendemen minyak rendah atau produksi CPO rendah, pemisahan NOS dengan minyak sulit sehingga mutu CPO rendah, NOS memperbesar kehilangan minyak sehingga menurunkan efisiensi.

Pada bahan baku minyak kelapa sawit, minyak terbentuk sebagai tetesan-tetesan kecil didalam sel-sel daging buah selama pertumbuhan buah kelapa sawit. Kemudian sebagian lagi bersatu menjadi tetesan yang lebih besar. Tetesan ini berada di dalam sel secara terpisah. Tetesan ini tidak dapat secara langsung berhubungan dengan bagian-bagian lain yang tergantung di dalam sel tersebut. Di dalam buah yang mutunya kurang baik tidak ditemukan gejala-gejala penguraian minyak. Buah kelapa sawit mengandung enzim lipase yang sangat aktif sehingga dapat memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol, bila struktur sel buah matang tersebut rusak.

Cara penanganan terhadap kerusakan bahan baku adalah sebagai berikut pengolahan kelapa sawit menghendaki minyak yang baik secara kualitas dan kuantitas. Agar keinginan tersebut tercapai haruslah dicegah hal yang


(65)

kendor yang membrondol setelah dipetik dikumpulkan secara hati-hati. Sisa pelepah penyanggah tandah haruslah minimum dan buah yang tertahan pada batang harus diambil. Pohon harus bersih dari pakis dan saprofit lainnya. Kebersihan kebuh harus terjaga, tempat jatuhnya tandan pada piringan diberi alas. Trash harus disingkirkan dari tandan buah yang akan diolah, analisa dapat dilakukan di Loading Ramp. Mencegah kememaran dapat dilakukan pada saat panen dan pasca panen. Apabila buah terlanjur memar maka akan segera diolah, direbus, kecepatan perebusan ini akan menanggulangi kerusakan yang terjadi.


(66)

Kesimpulan

1. Ketiga control chart Xbar-R yang diperoleh menunjukkan semua sampel berada dalam batas pengendalian statistik (in statistical control).

2. Ketiga karakteristik mutu CPO (ALB, Kadar air dan Rendemen produksi CPO) terkendali sacara statistik dan menunjukkan kondisi sistem yang stabil (konsisten) dengan masing-masing memiliki nilai Cpk sebesar 1,4643 ; 12,877 dan 4,0461.

3. ALB sangat dipengaruhi oleh bahan baku (TBS).

4. Kadar air sangat dipengaruhi oleh perlakuan seperti penambahan air ataupun proses pemurnian yang kurang sempurna pada proses pengolahan kelapa sawit.

5. Rendemen produksi CPO sangat dipengaruhi oleh bahan baku, pengolahan produksi, peralatan produksi, oil losses, lingkungan dan SDM.

Saran

1. Agar dalam penerapan pengendalian mutu lebih ditingkatkan dan pelaksanaannya mengikutsertakan pihak quality control dan para operator sehingga terjadi komunikasi, dan apabila terjadi suatu kejanggalan dapat langsung ditemukan jalan pemecahannya.

2. Meningkat rendemen produksi CPO dengan lebih memperhatikan kualitas TBS yang diolah, menekan oil losses sekecil mungkin dan meningkatkan kapasitas olah pabrik.


(1)

Lampiran 3. Data curah hujan

Bulan

Tahun

2004 Rata-rata

Tahun

2005 Rata-rata

Tahun

2006 Rata-rata

Tahun

2007 Rata-rata

Tahun

2008 Rata-rata

mm Hari mm Hari mm Hari mm Hari mm Hari

JAN 36 8 4,50 98 10 9,80 146 4 36,50 168 12 14,00

FEB 67 6 11,17 17 5 3,40 125 5 25,00 10 3 3,33 13 3 4,33

MAR 162 13 12,46 102 6 17,00 76 5 15,20 52 4 13,00 302 14 21,57 APR 24 5 4,80 41 9 4,56 141 13 10,85 143 14 10,21 87 10 8,70 MEI 193 6 32,17 259 8 32,38 246 13 18,92 268 11 24,36 139 7 19,86 JUNI 132 13 10,15 127 11 11,55 97 8 12,13 78 5 15,60 69 6 11,50 JULI 118 11 10,73 179 11 16,27 247 7 35,29 412 13 31,69 184 11 16,73 AGT 79 6 13,17 77 6 12,83 232 7 33,14 90 11 8,18 256 14 18,29 SEPT 539 20 26,95 217 13 16,69 334 15 22,27 218 9 24,22 418 13 32,15 OKT 221 20 11,05 396 21 18,86 171 15 11,40 307 21 14,62 290 11 26,36 NOP 94 11 8,55 274 18 15,22 100 9 11,11 343 14 24,50 198 15 13,20 DES 108 9 12,00 394 16 24,63 406 13 31,23 207 12 17,25 160 11 14,55 TOTAL 1773 128

13,85

2181 134 16,28

2321 114 20,36

2296 129 17,80

2116 115 18,40


(2)

Lampiran 5. Daftar Nilai Koefisien Dalam Perhitungan Batas-batas Peta Kontrol X-Bar dan R serta Indeks Kapabilitas Proses

Ukuran Contoh

Koefisien Untuk Batas Kontrol

Koefisien Untuk Batas Kontrol R

Koefisien Unttuk Menduga Simpangan

Baku, s X-Bar

(n) A2 D3 D4 d2

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 1,880 1,023 0,729 0,577 0,483 0,419 0,373 0,337 0,308 0,285 0,266 0,249 0,235 0,223 0,212 0,203 0,194 0,187 0,180 0,173 0,167 0,162 0,157 0,153 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,076 0,136 0,184 0,223 0,256 0,283 0,307 0,328 0,347 0,363 0,378 0,391 0,403 0,415 0,425 0,434 0,443 0,451 0,459 3,267 2,574 2,282 2,114 2,004 1,924 1,864 1,816 1,777 1,744 1,717 1,693 1,672 1,653 1,637 1,622 1,608 1,597 1,585 1,575 1,566 1,557 1,548 1,541 1,128 1,693 2,059 2,326 2,534 2,704 2,847 2,970 3,078 3,173 3,258 3,336 3,407 3,472 3,532 3,588 3,640 3,689 3,735 3,778 3,819 3,858 3,895 3,931


(3)

R x LSL X

CPL

d

2

3

)

( −

=

R x

X USL CPU

d

2

3 )

( −

=

Lampiran 6. Penjelasan Indeks Kemampuan Proses Kane (Cpk)

;

Keterangan :

LSL = Lower Spesification Limit USL = Upper Spesification Limit CPL = Capability Process Lower CPU = Capability Process upper

1. Nilai LSL atau USL diperoleh dari standar pemasaran pabrik ke konsumen.

• Untuk ALB nilai USL yang ditetapkan pada pabrik adalah sebesar 4,00 untuk dipasarkan.

• Untul kadar air nilai USL yang ditetapkan pada pabrik adalah sebesar 0,50 untuk dipasarkan.

• Untuk rendemen nilai LSL yang ditetapkan pada pabrik adalah sebesar untuk dipasarkan. Untuk menghasilkan mutu yang baik, nilai rendemen yang diperoleh harus tinggi oleh karena itu nilai yang ditetapkan adalah nilai batas bawah agar rendemen tidak turun atau melewati batas standar yang diberikan.

2. Nilai X diperoleh dari rata-rata nilai Xbar

• Nilai Xbar diperoleh dari hasil rata-rata nilai ALB dalam periode lima tahun yakni 2004 sampai 2008

• Nilai Xbar dapat dilihat pada lampiran 2.


(4)

3. Nilai d2 diperoleh dari tabel daftar nilai koefisien dalam perhitungan

batas-batas peta-

kontrol X-bar dan R serta indeks kapabilitas proses yang ditampilkan pada lampiran 5.

Untuk nilai d2 ukuran contoh (n) adalah 5 karena batas penelitian menggunakan

lima

periode waktu yaitu dari tahun 2004 sampai 2008.

4. Nilai R diperoleh dari rata-rata range yang didapat dari data periode lima tahun. Range

merupakan jarak antara nilai pengukuran terbesar dan nilai pengukuran terkecil. Nilai


(5)

Lampiran 9. Foto-foto penelitian


(6)