Hubungan Berat Bayi Lahir Rendah pada Ibu yang Menderita Preeklampsia dan Tidak Menderita Preeklampsia di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa penurunan perfusi
organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Terdapat beberapa manifestasi
klinis dalam preeklampsia yaitu proteinuria dan hipertensi. Proteinuria di
definisikan sebagai ekskresi protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24
jam, rasio protein : kreatinin urin ≥ 0,3, atau terdapatnya protein sebanyak 30
mg/dL (1+ pada dipstick / carik celup 1+ ) dalam sampel acak urin secara
menetap. Preeklampsia cenderung terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau
bisa juga muncul pada trimester kedua (di atas 20 minggu). Preeklampsia jika
dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥140/90 mmHg, proteinuria,dan
edema.15
2.1.2 Epidemiologi
Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor
yang mempengaruhinya. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 310%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia
sebanyak 5% dari semua kehamilan yaitu 23,6 kasus per 1.000 kelahiran. 5%
kehamilan mengalami preeklampsia. Pada primigravida frekuensi preeklampsia

lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Diabetes Mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih
dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
preeclampsia.Peningkatan kejadian preeklampsia pada usia >35 tahun mungkin
disebabkan oleh karena adanya hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa. 16

Universitas Sumatera Utara

6

2.1.3 Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia
meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab
bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan

berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma.17
2.1.4 Patofisiologi
Perubahan pokok yang terjadi pada preeklampsia adalah adanya spasme
pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen
erteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh salah satu sel
darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan proteinuria disebabkan oleh
spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus. Patofisiologi
preeklampsia lebih ditekankan ke arah disharmoni implantasi dan disfungsi
jaringan endotel. Hasil akhir dari adanya disharmoni implantasi adalah
melebarnya arteri spiralis yang tadinya tebal dan muskularis membentuk kantong
yang elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol
neurovaskuler normal, sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk
pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin. Sedangkan definisi difungsi endotel
sendiri berarti berkurangnya sampai hilangnya kemampuan sel endotel dalam
mengatur vasodilatasi.18


Universitas Sumatera Utara

7

2.1.5 Klasifikasi dan Diagnosis
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat.
1. Preeklampsia ringan, adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel dan disertai keadaan seperti berikut :
a) Tekanan darah 140/90 mmHg , atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau
lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih pada usia kehamilan
diatas 20 minggu dengan riwayat tekanan darah sebelumnya normal.
b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr/liter, kualitatif positif 1 atau 2 pada urine
kateter atau midstream.
c) Edema lokal pada kaki, jari tangan dan muka, atau edema generalisata,
serta kenaikan berat badan > 1kg/minggu. Pada kondisi yang lebih 
 berat
pembengkakan terjadi di seluruh tubuh. Pembengkakan ini terjadi akibat
pembuluh kapiler bocor, sehingga air yang merupakan bagian sel
merembes dan masuk ke dalam jaringan tubuh dan tertimbun di bagian

tertentu.
2. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanana darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5
g/24 jam dan disertai keadaan seperti berikut :
a) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun sudah dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
b) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
c) Oligouria, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.
d) Kenaikan kadar kreatinin plasma.
e) Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur.
f) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen.
g) Edema paru-paru dan sianosis.

Universitas Sumatera Utara

8

h) Hemolysis mikroangiopatik.

i) Trombositopenia berat : 100.000 sel/mm 3 atau penurunan trombosit
dengan cepat.
j) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) : peningkatan kadar
alanin aspartate aminotransferase.
k) Pertumbuhan janin terhambat.15
2.1.6 Faktor Risiko
Preeklampsia merupakan salah satu penyulit kehamilan yang belum diketahui
dengan pasti penyebabnya. Tetapi beberapa penelitian menyimpulkan beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya preeklampsia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Bila ada riwayat preeklampsia pada ibu, anak perempuan, saudara
perempuan, cucu perempuan, dari seorang ibu hamil, maka ia akan berisiko 25 kali lebih tinggi mengalami preeklampsia dibandingkan bila riwayat tersebut
terdapat pada ibu mertua atau saudara ipar perempuannya.
2. Faktor Umur
Umur merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur
berkaitan dengan peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga
mempengaruhi status kesehatan seseorang. Umur yang baik untuk hamil
adalah 20-35 tahun. Wanita usia remaja yang hamil untuk pertama kali dan
wanita yang hamil pada usia >35 tahun akan mempunyai risiko yang sangat
tinggi untuk mengalami preeklampsia. Terdapat peningkatan risiko terjadinya

preeklampsia pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35
tahun.
3. Faktor Usia Gestasi
Preeklampsia paling sering ditemukan pada usia kehamilan di trimester
kedua. Tapi ada penelitian menyatakan bahwa preeklampsia timbul setelah
umur kehamilan 20 minggu tetapi dapat pula berkembang sebelum saat
tersebut pada penyakit trofoblastik. 


Universitas Sumatera Utara

9

4. Faktor Indeks Masa Tubuh
Sudah diketahui secara umum bahwa wanita obesitas mempunyai risiko
mengalami preeklampsia 3 1⁄2 kali lebih tinggi dibandingkan 
 dengan wanita
yang berat badannya ideal dan kurus.
5. Faktor Bayi
Insidens preeklampsia tiga kali lebih tinggi pada kehamilan kembar
dibandingkan dengan kehamilan tunggal.
6. Faktor Ras

Risiko preeklampsia ringan dihubungkan dengan ras kulit hitam, 
 namun
untuk preeklampsia berat ras tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
7. Faktor Riwayat Penyakit
Peningkatan risiko preeklampsia / eklampsia dapat terjadi pada ibu 
 yang
memiliki

riwayat

hipertensi

kronis,

preeklampsia/eklampsia sebelumnya.

diabetes,

dan

adanya


riwayat

19

2.1.7 Manifestasi Klinis
Terdapat sejumlah manifestasi neurologis sindrom preeklampsia. Masingmasing manifestasi menunjukkan keterlibatan berat suatu organ dan memerlukan
perhatian segera :
 Nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperfusis serebrovaskular
yang memiliki predileksi pada lobus okspitalis. Menurut Sibai dan Zwart dkk,
50–75% perempuan mengalamai nyeri kepala dan 20–30% diantaranya
mengalami gangguan penglihatan yang mendahului kejang eklamptik. Nyeri
kepala dapat ringan hingga berat, dan dapat intermitten atau konstan,
 Kejang bersifat diagnostic untuk eklampsia.
 Kebutaan jarang terjadi pada preeclampsia saja, tetai sering menjadi
komplikasi pada kejang eklamptik, yaitu pada 15% perempuan. Kebutaan
timbul hingga seminggu atau lebih setelah kelahiran.
 Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom preeclampsia dan
biasanya bermanifestasi sebagai perubahan status mental yang bervariasi dari

Universitas Sumatera Utara


10

kebingungan hingga koma. Kondisi ini khususnya berbahaya karena dapat
menyebabkan herniasi supratentorial yang membahayakan jiwa.15
2.1.8 Komplikasi
Bila preeklampsia tidak ditangani dengan baik, maka dapat berkembang
menjadi eklampsia yang mana tidak hanya dapat membahayakan ibunya tetapi
juga janin dalam rahim ibu. Kemungkinan yang terberat adalah terjadinya
kematian ibu dan janin, solusio plasenta, hipofibrinogemia, haemolisis,
perdarahan otak, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, sindroma HELLP, dan
kelainan hati. Komplikasi-komplikasi potensial maternal meliputi Eklampsia,
solusio plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, rupture hepar, DIC, anemia
hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak, edema paru dan pelepasan retina.
Sedangkan komplikasi–komplikasi pada janin meliputi prematuritas, insufisiensi
utero-plasental,
intrauterine.

retardasi


pertumbuhan

intrauterine,

dan

kematian

janin

19

2.1.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya.
2.1.9.1 Preeklampsia Ringan
Istirahat ditempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada

ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan
penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan

Universitas Sumatera Utara

11

walaupun janin masih prematur.
2.1.9.2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan larutan
sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular pada bokong
kiri dan kanan sebagai dosis permulaan. Pemberian dapat diulang dengan dosis
yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut keadaan pasien. Tambahan sulfas
magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella positif
dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
sulfas

magnesikus,

pasien

dengan

preeklampsia

dapat

juga

diberikan

klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg
secara intramuscular.17
2.1.10 Pencegahan
Berbagai strategi yang digunakan untuk mencegah atau memodifikasi
keparahan preeklampsia telah dievaluasi. Beberapa poin menurut American
Congress of Obstetricians and Gynecologist ( ACOG ) pada tahun 2013 mengenai
pencegahan preeclampsia :
Manipulasi Diet :
a. Diet rendah garam : Salah satu usaha penelitian pertama untuk mencegah
preeklampsia adalah retriksi garam, tapi retriksi garam tidak efektif dalam
mencegah preeclampsia.
b. Suplementasi kalsium : Pemberian kalsium : 1.500–2.000mg/hari dapat
dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklampsia, tetapi
secara keseluruhan penelitian-penelitian menunjukkan bahwa suplementasi

Universitas Sumatera Utara

12

kalsium tidak memiliki manfaat kecuali perempuan tersebut memang
kekurangan kalsium.
c. Suplementasi minyak ikan
d. Tirah baring atau pembatasan fisik lain tidak disarankan sebagai pencegahan
primer preeklampsia dan komplikasinya.
Agen Antitrombotik : Terdapat alasan-alasan teoritis yang cukup banyak untuk
menduga bahwa agen antitrombotik dapat menurunkan preeklampsia. Karena
preeclampsia ditandai oleh vasospasme, disfungsi sel endotel, dan aktivasi
trombosit serta sistem koagulasi-hemostasis.
a. Aspirin dosis rendah : Dalam dosis oral 50-150 mg/hari. Dimulai pada akhir
trimester pertama disarankan pada wanita dengan riwayat eklampsia dan
kelahiran preterm kurang dari 34 minggu atau preeklampsia pada lebih dari
satu kehamilan sebelumnya. Aspirin secara efektif menghambat biosintesis
tromboksan A2 dalam trombosit dengan efek minimal pada produksi
prostasiklin vascular. Untuk wanita yang mendapatkan obat antitrombosit,
risiko relatif preeclampsia menurun secara bermakna sebesar 10% untuk
terjadinya preeclampsia.
b. Aspirin dosis rendah plus heparin : Karena tingginya prevalensi lesi
trombolitik plasenta pada preeklampsia berat, telah dilakukan beberapa
penelitian observasional untuk mengevaluasi terapi heparin untuk wanita yang
mengalami preeklampsia berat. Mereka melaporkan hasil akhir yang baik pada
wanita yang mendapatkan heparin berberat molekul rendah ditambah aspirin
dosis rendah dibandingkan pada wanita yang hanya mendapatkan aspirin dosis
rendah saja.15
2.2 Berat Bayi Lahir Rendah
2.2.1 Definisi
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama
setelah lahir. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan

Universitas Sumatera Utara

13

berat badan kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram) tanpa
memandang masa kehamilan. Bayi yang berada dibawah persentil 10 dinamakan
ringan untuk umur kehamilan. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir kurang
dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Pembagian
menurut berat badan ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan. Sehingga lambat
laun diketahui bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas pada neonatus tidak hanya
bergantung pada berat badan saja,tetapi juga pada tingkat maturitas bayi itu
sendiri.
Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir
kurang 2.500 gram disebut Low Birth Weight Infants (BBLR). Sedangkan pada
tahun 1970, kongres European Perinatal Medicine II yang diadakan di London
juga diusulkan definisi untuk mendapatkan keseragaman tentang maturitas bayi
lahir, yaitu sebagai berikut :
1. Bayi kurang bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu ( 259 hari).
2. Bayi cukup bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 minggu
sampai 42 minggu ( 259-293 hari ).
3. Bayi lebih bulan, adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau
lebih ( 294 hari atau lebih ).
BBLR sendiri dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : bayi dengan berat
badan lahir sangat rendah ( BBLSR ) yaitu dengan verat lahir 1.000-1.500 gram
dan berat badan lahir amat sangat rendah ( BBLASR ) yaitu dengan berat lahir
kurang 1.000 gram.
Secara umum BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan lahirnya lebih
kecil dibanding masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. 20

Universitas Sumatera Utara

14

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negaranegara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan
90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang
terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9% -30%,
hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program
perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%. 21
2.2.3 Klasifikasi BBLR
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan bayi BBLR, yaitu :
1. Menurut harapan hidupnya:
a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram
b) Berat bayi lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-1500 gram
c) Berat bayi lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir