Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara

4

TINJAUAN PUSTAKA
Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup
lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil
klasifikasinya. Menggunakan informasi multi spektral ditambah informasi
keruangan dan multi temporal data satelit dalam klasifikasi penutup lahan dapat
memberikan peningkatan akurasi hasilnya yang berarti. Penutup lahan
menggambarkan material-material yang tampak pada permukaan bumi. penutup
lahan merupakan perwujudan secara fisik objek-objek yang menutupi lahan dan
terkadang bersifat penutup lahan alami. Sedangkan penggunaan lahan lebih
berkaitan dengan aktifitas manusia di tempat tersebut (Kushardono, 2012).
Perubahan Tutupan Lahan
Jenis tutupan lahan dominan yang menggantikanhutan pada periode 1990–
2000 berbeda denganperiode 2000–2005. Di periode 1990-2000, sebagianbesar
areal hutan berubah menjadi lahan semak. Padaperiode 2000-2005, hutan
dikonversi

menjadi

lahanperkebunan


atau

pertanian,

dan

penyebab

utamanyaadalah adanya upaya pemenuhan kebutuhan akanproduk dan komoditi
ekspor pertanian. Dalam periode 1990–2000, sebagian besar kabupatendi
Indonesia, kecuali beberapa di Sumatera danKalimantan, mengalami pengurangan
luasan hutanyang lebih besar dibandingkan penambahan luastutupan lahan
berbasis pohon (rasio < 1). Akan tetapi,selama periode 2000–2005, separuh dari
daerah-daerah tersebut terlihat mengalami penambahantipe tutupan lahan berbasis
pohon yang lebih tinggidibanding tingkat pengurangan hutan (rasio > 1)melalui
pembukaan perkebunan, hutan tanamanindustri dan agroforestri. Sebagai hasilnya,

Universitas Sumatera Utara


5

luasantutupan lahan dengan cadangan karbon rendah danbernilai ekonomis rendah
juga menurun(Ekadinata et al, 2012).
Identifikasi perubahan penggunaan lahan memerlukan suatu data spasial
temporal. Data-data spasial tersebut bersumber dari hasil interpretasi citra satelit
maupun dari instansi-instansi pemerintah dan dianalisis dengan menggunakan SIG
(Sistem Informasi Geografi). Pemanfaatan SIG dan data satelit merupakan suatu
tekhnologi yang baik dalam mengelola data spasial-temporal perubahan
penggunaan lahan. Mengetahui perubahan pengggunaan lahan tidak hanya
berguna untuk pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, tetapi juga dapat
dijadikan suatu informasi dalam merencanakan tata ruang di masa yang akan
datang (As-Syakur, 2011).
Penggunaan Sistem Informasi Geografis dalam melakukan analisis
perubahan tutupan lahan sangat dibutuhkan dalam tindakan pencegahan terhadap
kegiatan eksploitasi maupun konversi lahan hutan yang menyebabkan terjadinya
degradasi lingkungan dan dengan menggunakan data yang diperoleh dari Sistem
Informasi Geografis dapat memprediksi luas perubahan lahan yang terjadi pada
masa mendatang sehingga dapat digunakan sebagai gambaran dalam melakukan
antisipasi terhadap berkurangnya luas lahan hutan (Ginting et al, 2012).

Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan
kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat
dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun
spiritual. Secara umum penggunaan lahan di Indonesia merupakan akibat nyata
dari suatu proses yang lama dari adanya interaksi yang tetap, adanya

Universitas Sumatera Utara

6

keseimbangan, serta keadaan dinamis antara aktifitas-aktifitas penduduk diatas
lahan dan keterbatasan-keterbatasan di dalam lingkungan tempat hidup mereka.
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya
tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau
berubahnya fungsi lahan pada kurun waktu yang berbeda (As-Syakur et al., 2011).
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang
langsungberhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan. Penggunaan lahan adalah
suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud

pembangunan secara optimal dan efisien. Penggunaan lahan adalah wujud atau
suatu bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu
(Wendika et al, 2012).
Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS)
Keberadaan DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat penting untuk terus
dipantau keadaannya dengan maksud untuk menjaga keberlangsungan kawasan
tersebut sebagai daerah penyangga bagi debit sungai yang melaluinya.
Sumberdaya alam berupa lahan bersifat terbatas dan cenderung akan mengalami
penurunan. Karena sifatnya yang langka dan terbatas ini, maka pemerintah, pihak
swasta maupun masyarakat perorangan sebagai stakeholder, akan mengalami
kendala dalam mengambil keputusan tentang pemanfaatan lahan secara optimal.
Pengambilan keputusan dalam pemanfaatan penggunaan lahan di DAS harus
dilakukan secara teliti dan hati-hati berdasarkan data yang akurat dan teknik yang
tepat agar pola penggunaan lahan yang dilakukan bersifat optimal dan
efisien(Sulistiyono, 2008).

Universitas Sumatera Utara

7


Pola penggunaan lahan di suatu wilayah DAS (Daerah Aliran Sungai)
yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penataan ruang di wilayah DAS dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti terbentuknya lahan kritis maupun
terjadinya

pencemaran.

Perubahan

penggunaan

lahan

mempengaruhi

keseimbangan lingkungan yang dapat memberi pengaruh positif maupun
pengaruh negatif, terutama pengaruh terhadap limpasan permukaan, erosi dan
pencemaran (Sukojo dan Susilowati, 2003).
Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan
air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial

dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada
prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan juga danau. Daerah
aliran sungai tengah merupakan transisi diantara DAS hulu dan DAS Hilir
(Valiant, 2014).
Teknologi Penginderaan Jarak Jauh
Penginderaan jauh adalah pengamatan muka bumi yang dilakukan dari
ruang angkasa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik tanpamenyentuh
langsung objek yang diamati.Jauh sebelum adanya penginderaan jauh melalui
satelit

(remote

sensing

by

satelit),

penginderaan


jauh

telah

dilakukan.Penginderaan jauh semula dilakukan secara konvensional dengan
memakai sarana pesawat udara. Penginderaan jauh secara konvensional terdapat
banyak kelemahan, karena jangka waktu penerbangan sangat terbatas, apalagi
dengan ketinggian tertentu data yang diperoleh kurang akurat apabila tertutup
awan tebal. Dengan penemuan teknologi penginderaan jauh melalui satelit

Universitas Sumatera Utara

8

kelemahan-kelemahan penginderaan secara konvensional dapat diatasi. Data yang
diperoleh dengan mempergunakan satelit lebih luas jangkauannya dan dapat
dipasang sepanjang masa.Dari lokasi yang tinggi di ruang angkasa, satelit
penginderaan jauh dengan mudah dapat mengamati suatu wilayah di bumi selama
24 jam secara terus menerus (Hanafi, 2011).

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa
sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar
Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital
Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di
suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan.
Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di
suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng.DAS yang didominasi kemiringan
lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan
berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari kemiringan
lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau
dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007).
Analisis perubahan penutupan lahan dan identifikasi perubahannya
merupakan bagian dari data aktivitas yang harus disiapkan dalam perhitungan
emisi. Identifikasi penutupan lahan dilakukan dengan melakukan interpretasi citra
satelit.

Melalui

sensor


yang

dimilikinya,

menggunakan

gelombang

elektromagnetik, citra satelit merekam fenomena permukaan bumi secara berkala.
Perekaman ini memanfatkan perbedaan selang spektral yang dipantulkan.
Beragam citra satelit yang tersedia saat ini; optik maupun radar, dengan berbagai
tingkatan resolusi spasial. Citra satelit dapat diinterpretasi melalui beberapa cara:

Universitas Sumatera Utara

9

[a] interpretasi manual (manual interpretation), dan [b] interpretasi digital (digital
interpretation). Interpretasi manual dilakukan secara visual menggunakanmeja
digitasi (digitation tablet) ataupun digitasi on screen (on screendigitation),

sementara interpretasi digital dilakukan menggunakan sistem yang sudah
terkomputerisasi berdasarkan dengan atau tanpa menggunakan sample atau
alghorithma yang telah pengguna tetapkan (Suryadi, 2012).
Sebagian besar data citra satelit adalah hasil perekaman pantulan sinar
matahari oleh permukaan bumi. Pantulan sinar matahari ini direkam dalam bentuk
nilai digital (digital number/DN). Nilai digital amat bervariasi tergantung dari
jenis permukaan bumi yang memantulkan sinar matahari. Sebagai contoh,
pantulan dari atap rumah di kawasan pemukiman sangat berbeda nilai digitalnya
dengan pantulan dari kanopi pohon di kawasan hutan. Perbedaan nilai pantulan
darimasing-masing obyek di permukaan bumi dikenal dengan istilah ciri spektral
(spectral signature). Untuk mudahnya, ciri spektral dapat dilihat dari adanya
perbedaan warna berbagai obyek di permukaan bumi yang ditampilkan melalui
citra satelit. Adanya perbedaan nilai pantulan inilah yang memungkinkan kita
untuk melakukan pemetaan tutupan lahan dengan membedakan dan mengenali ciri
spektral dari masing-masing obyek. Dibutuhkan beberapa proses untuk dapat
menerjemahkan nilai spectral menjadi informasi tutupan lahan. Keseluruhan
proses ini disebut proses interpretasi citra satelit (Ekadinata, 2008).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem informasi geografi merupakan suatu himpunan alat (tool) yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengaktifkan sesuai dengan

kehendak, pentransformasian, serta penyajian data spasial dari suatu fenomena

Universitas Sumatera Utara

10

nyata di permukaan bumi untuk maksud-maksud tertentu. Pengolahan data
penginderaan jauh dapat didukung dengan bantuan Sistem Informasi Geografis
(SIG). SIG memiliki kemampuan dalam input, editing dan analisis data, baik data
spasial (peta) maupun data atribut (tabuler) secara cepat dan akurat. SIG memiliki
kemampuan analisis spasial, diantaranya adalah overlay, buffer, klasifikasi,
penyuntingan untuk pemutakhiran data, interpolasi spasial, analisis network, dan
sebagainya. Penggunaan SIG ini menjadi penting, khususnya dalam efisiensi
tenaga dan waktu. Selain itu SIG sangat baik digunakan dalam pengelolaan
sumberdaya lahan terutama untuk tujuan monitoring dan untuk basis data secara
algometrik. Dengan SIG, informasi yang dihasilkan akan lebih mudah dilihat dan
dianalisis dalam rangka pengelolaan sumber daya lahan (Utomowati, 2012).
Pemetaan hutan menggunakan teknologi inderaja multitemporal mampu
memberikan

data mengenai

luasan

hutan,

kerapatan

hutan,

dan juga

perubahannya. Sedangkan Sistem Informasi Geografis dapat menganalisis secara
keruangan aspek-aspek yang berpengaruh terhadap dinamika perubahan hutan
diasosiasikan dengan beberapa feature atau kenampakan lain di permukaan bumi
(Yuwono dan Suprajaka, 2003).

Universitas Sumatera Utara