Kondisi Rongga Mulut Pada Atlet Mahasiswa di Lingkungan Universitas Sumatera Utara

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Atlet
Atlet menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah olahragawan, terutama
yang mengikuti perlombaan atau pertandingan dalam beradu ketangkasan, kecepatan,
keterampilan, dan kekuatan.1 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 3
tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional, olahragawan adalah pengolahraga
yang mengikuti pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk
mencapai prestasi.2 Menurut Poerwardarminta, atlet merupakan seseorang yang
bersungguh-sungguh gemar berolahraga terutama mengenai kekuatan badan,
ketangkasan dan kecepatan berlari, berenang, melompat dan lain-lain. Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa, atlet merupakan individu yang berperan dalam suatu
aktivitas dibidang keolahragaan dan bakat, keterampilan, maupun motivasi sangat
dibutuhkan pada cabang olahraga tersebut untuk mencapai suatu prestasi yang
setinggi-tingginya dan dikumpulkan dalam satu program pelatihan yang lebih khusus
dan intensif sesuai dengan cabang olahraga masing-masing.1

2.2 Jenis-jenis Olahraga

Olahraga berdasarkan risiko terjadinya trauma dapat dibagi menjadi tiga:25
1. Contact sport
Contact sport terdiri atas dua kelompok, antara lain collision dan contact
sport. Meskipun tidak ada garis pemisah yang jelas antara dua kelompok tersebut,
collision memberikan risiko cedera yang lebih besar. Dalam collision sport (misalnya
tinju, hoki es, lacrosse, dan rodeo), atlet secara sengaja memukul atau saling
bertabrakan dengan lawan atau benda mati (termasuk lapangan) dengan tenaga yang
kuat. Dalam contact sport (misalnya basket, bela diri, dan sepak bola), atlet sering
melakukan kontak badan satu sama lain atau dengan benda mati, tetapi biasanya
dengan kekuatan yang lebih sedikit daripada atlet collision sport.

Universitas Sumatera Utara

7

2. Limited-contact sport
Dalam limited-contact sport (misalnya softball dan voli), kontak dengan atlet
lain atau dengan benda mati tidak terlalu sering atau tidak disengaja. Namun,
beberapa limited-contact sport (misalnya skateboard) bisa memiliki risiko cedera
yang sama dengan collision atau contact sport.

3. Noncontact sport
Dalam noncontact sport (misalnya angkat besi), kontak dengan atlet lain
sangat jarang tetapi cedera serius dapat terjadi.
Pembagian yang dilakukan menunjukkan kemungkinan perbandingan bahwa
partisipasi dalam olahraga yang berbeda akan menghasilkan risiko cedera yang
berbeda.25

2.3 Kondisi Rongga Mulut pada Atlet
Gigi dapat dikatakan sehat bila berfungsi normal, baik sebagai alat pengunyah
maupun alat pencernaan. Gigi yang sehat harus didukung oleh jaringan periodontal
yang sehat. Penyakit mulut seperti karies dan penyakit periodontal dapat berakibat
fatal terhadap kesehatan tubuh secara umum.26 Pada atlet, penyakit mulut yang sering
dijumpai adalah karies, erosi gigi, dan penyakit periodontal. Trauma dental pada
olahraga yang berisiko juga sering ditemukan.6

2.3.1 Karies
Karies gigi merupakan demineralisasi pada jaringan keras gigi akibat asam
yang merupakan hasil fermentasi karbohidrat sisa-sisa makanan oleh bakteri. Karies
merupakan penyakit multifaktorial yang terdiri dari faktor host, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet dan ditambah faktor waktu. Faktor host adalah

morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia, dan kristalografis. Faktor agen atau
mikroorganisme yang paling berperan yaitu bakteri Streptokokus mutans yang diakui
sebagai penyebab utama karies. Faktor substrat atau diet yang berperan adalah
karbohidrat. Sedangkan waktu yang diperlukan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.26

Universitas Sumatera Utara

8

Terjadinya karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:
1. Keturunan dan ras
Dari suatu penelitian terhadap 46 pasang orang tua dengan persentase karies
yang tinggi, hanya 1 pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang
dengan persentase karies sedang, dan 40 pasang dengan persentase karies tinggi.
Selain itu, keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan
persentase karies yang semakin meningkat atau menurun. Pada ras tertentu dengan
rahang yang sempit, gigi geligi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Hal ini akan
mempersukar pembersihan gigi dan akan mempertinggi karies pada ras tersebut.27
2. Usia

Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies
sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling
tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap
terjadinya karies akar.26
3. Jenis kelamin
Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang
lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral hygiene wanita lebih
baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria
mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.26
4. Sosial ekonomi
Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan
sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan
pendidikan.26
5. Penggunaan fluor
Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal
yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat
meningkatkan remineralisasi.26
6. Pengalaman karies
Penelitian epidemiologis telah membuktikan adanya hubungan antara
pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas


Universitas Sumatera Utara

9

parameter ini mencapai 60%. Prevalensi karies pada gigi desidui dapat memprediksi
karies pada gigi permanennya.26
7. Oral higiene
Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara
mekanis dari permukaan gigi. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi
secara teratur.26
8. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir akan terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai
jenis bakteri. Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia,
yang paling banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki jumlah S. mutans yang
banyak, maka usia 2-3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada
gigi susunya.26
9. Saliva
Secara kimiawi, dengan adanya unsur Ca dan ion fosfat dalam saliva akan

membantu penggantian mineralisasi terhadap email atau menetralisasi keadaan
asam.27 Selain mempunyai efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan
sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran saliva pada anak-anak meningkat sampai
anak tersebut berusia 10 tahun, namun setelah dewasa hanya terjadi peningkatan
sedikit. Tidak hanya umur, beberapa faktor lain juga dapat menyebabkan
berkurangnya aliran saliva. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka
aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.26
Banyak atlet mengalami dehidrasi yang lama selama latihan dan kompetisi.28
Dehidrasi yang ditimbulkan oleh aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat memicu
laju aliran saliva yang rendah sehingga dapat menimbulkan kesulitan bagi saliva
untuk membersihkan konsentrasi karbohidrat yang tinggi pada gigi. Hal tesebut akan
menciptakan lingkungan yang mendukung untuk terjadinya karies.29
10. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal.
Apabila makanan dan minuman berkarbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka

Universitas Sumatera Utara

10


enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi
dengan sempurna sehingga terjadi karies.26
Pada atlet, banyaknya waktu yang dihabiskan untuk latihan akan banyak
menghabiskan energi dan cadangan karbohidrat yang disimpan dalam tubuh. Ahli gizi
keolahragaan merekomendasikan para atlet untuk menjaga cadangan karbohidrat atau
glikogen dalam tubuh dengan mengonsumsi jumlah karbohidrat yang adekuat.
Karbohidrat penting selama latihan berkepanjangan atau berkelanjutan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah dan menggantikan glikogen otot. Konsumsi
karbohidrat disarankan pada waktu sebelum dan setelah latihan. Konsumsi
karbohidrat yang adekuat setelah latihan memungkinkan beberapa kegiatan dilakukan
dalam satu hari dan memperbaharui cadangan karbohidrat setiap hari. Karbohidrat
yang dikonsumsi biasanya gula, baik untuk kemudahan konsumsi dan rasa yang
disukai.11
Masalah kesehatan rongga mulut pada atlet mahasiswa di Nigeria dilaporkan
sebesar 28,3% dan karies gigi merupakan masalah utama pada responden yaitu
sebesar 53,1%.4

Penelitian yang dilakukan oleh Gay-Escoda, dkk. terhadap 30

pemain sepak bola profesional. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa skor ratarata DMFT bernilai 5,7 ± 4,1.8 Penelitian Rosa, dkk. terhadap 400 pemain sepak bola

termasuk 353 pemain amatir dan 47 pemain profesional menunjukkan pemain amatir
memiliki karies sebesar 71% dan pada pemain profesional sebesar 68%.3
Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan untuk mendapatkan data
tentang status karies seseorang seperti indeks Klein, indeks WHO dan indeks
Significant Caries (SIC).26

2.3.2 Erosi
Erosi gigi yaitu suatu proses hilangnya jaringan permukaan gigi yang tidak
berhubungan dengan faktor mekanis dan terjadi karena proses kimia tanpa melibatkan
bakteri.26,30,31 Penelitian Mathew, dkk. terhadap 304 atlet anggota tim olahraga di
Ohio State University menunjukkan prevalensi erosi gigi sebesar 36,5%.13 Penelitian

Universitas Sumatera Utara

11

Sirimaharaj, dkk. pada anggota tim olahraga University of Melbourne, Australia,
dilaporkan bahwa prevalensi erosi gigi adalah 25,4%.4
Erosi gigi pada atlet terutama disebabkan oleh salah satu minuman asam yang
sering dikonsumsi para atlet yaitu sport drink. Sport drink atau dikenal juga dengan

minuman isotonik adalah minuman dengan tambahan perasa dan gula, mineral, dan
elektrolit untuk membantu melengkapi kebutuhan tubuh selama latihan.32 Sport drink
juga mengandung konsentrasi asam yang tinggi.29 Keasaman sport drink berkisar
antara 2,4 sampai 4,5, sedangkan pH kritis bagi enamel dimana hidroksiapatit dan
fluorapatit larut adalah 5,5.33 Laju aliran saliva yang rendah akibat dehidrasi yang
dialami para atlet

mengakibatkan diperlukannya waktu yang lebih lama untuk

membersihkan asam dari makanan maupun minuman tersebut.29 Telah diketahui
bahwa hal ini dapat meningkatkan risiko dari erosi gigi disebabkan penurunan laju
aliran saliva yang berakibat pada pembilasan yang dilakukan tidak cukup sehingga
pH tetap berada dalam keadaan asam untuk periode yang lebih lama dan buffering
pada permukaan gigi tidak memadai.28 Penurunan produksi saliva akan mengurangi
kapasitas saliva untuk menetralisir asam dari makanan maupun minuman.34 Kapasitas
buffering ini umumnya lebih penting daripada pH awal minuman tersebut dalam
potensi menyebabkan erosi.29 Saliva sangat penting untuk memelihara kesehatan
rongga

mulut


dan

penurunan
34

ketidakseimbangan rongga mulut.

laju

aliran

saliva

dapat

menyebabkan

Saliva berfungsi untuk menyediakan proteksi


terhadap erosi asam dengan berbagai cara, yaitu:30
1. Memberikan pengaruh terhadap acquired pellicle.
2. Pembersihan oleh saliva dapat menghilangkan asam melalui penelanan.
3. Saliva menunjukkan kapasitas bufer yang menyebabkan netralisasi asam.
4. Saliva menyediakan kandungan mineral untuk gigi, di antaranya kalsium,
fosfat, dan fluoride yang dibutuhkan untuk remineralisasi.
Keparahan erosi tergantung pada beberapa faktor seperti:34,35
1. Gaya hidup dan diet.
2. Tipe asam dan lama durasi terpapar asam.
3. Struktur dan komposisi mineral gigi.

Universitas Sumatera Utara

12

4. Komposisi serta laju aliran saliva.
Ada beberapa indeks yang digunakan untuk mengidentifikasi tahap erosi gigi
dengan menggunakan gambaran klinis dan visual, di antaranya adalah indeks menurut
Eccles, indeks menurut Smith dan Knight, dan indeks menurut Lussi.36

2.3.3 Trauma Dental
Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai
kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan
terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai suatu
kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan
suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan
yang mengenai jaringan keras gigi dan atau jaringan periodontal karena sebab
mekanis.37
Klasifikasi

trauma

dental

berdasarkan

Application

of

international

classification of diseases to dentistry and stomatology oleh WHO, yaitu: trauma pada
jaringan keras gigi dan pulpa, trauma pada jaringan periodontal, trauma pada tulang
pendukung, dan trauma pada mukosa mulut atau gingiva.18
Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa:18,37
1. Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna
(retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal maupun
arah vertikal.
2. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu
fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.
3. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur
mahkota gigi yang mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown- root
fracture) yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum tanpa
melibatkan pulpa.
5. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) yaitu fraktur
yang mengenai lapisan enamel, dentin dan pulpa.

Universitas Sumatera Utara

13

6. Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown- root fracture)
yaitu fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin, sementum dan pulpa.
7. Fraktur akar (root fracture) yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum
dan pulpa.
Kerusakan pada jaringan periodontal:18,37
1. Konkusi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi, yang menyebabkan gigi lebih sensitif
terhadap tekanan dan perkusi.
2. Subluksasi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi dengan
adanya kegoyangan dan tanpa perubahan posisi gigi.
3. Luksasi ekstrusi yaitu pergerakan sebagian gigi keluar dari soketnya
sehingga gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi yaitu perubahan letak gigi ke arah labial, palatal maupun lateral
yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.
5. Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar yang
menyebabkan kerusakan alveolar dan gigi akan terlihat lebih pendek.
6. Avulsi yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.
Kerusakan pada tulang pendukung:18,37
1. Kerusakan soket alveolar yaitu kerusakan dari soket alveolar, pada kondisi
ini dijumpai intrusi.
2. Fraktur dinding soket alveolar maksila dan mandibula yaitu fraktur tulang
alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual dibatasi oleh bagian fasial
atau oral dari dinding soket.
3. Fraktur prosessus alveolaris maksila dan mandibula yaitu fraktur yang
mengenai prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.
4. Fraktur tulang alveolar yaitu fraktur tulang alveolar maksila atau mandibula
yang melibatkan prosessus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar.
Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut:18,37
1. Laserasi yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak rongga mulut yang
biasanya disebabkan oleh benda tajam.

Universitas Sumatera Utara

14

2. Kontusio yaitu memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan menyebabkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya
daerah mukosa.
3. Abrasi yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan
atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah dan lecet.
Setiap jenis olahraga mempunyai faktor risiko terjadinya trauma dental
meliputi:25,38
1. Terjatuh
2. Berkontak dengan permukaan keras misalnya lapangan bermain,
3. Benturan antar pemain
4. Terkena pukulan seperti pukulan siku yang mengenai rahang, pukulan
tongkat atau bola yang mengenai gigi, pukulan stik pada olahraga hoki, dan yang
lainnya.
Berlatih dan berkompetisi yang dilakukan atlet dalam waktu yang lama
meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma.39 Trauma orofasial terjadi pada 418% dari keseluruhan cedera akibat olahraga dan trauma dental adalah trauma yang
paling sering di antaranya (>50%).33 Trauma oral dan dental dalam jumlah yang
signifikan diakibatkan oleh keikutsertaan dalam contact sport.40 Akan tetapi, tidak
hanya contact sports yang berisiko terhadap trauma, tetapi non-contact sports juga
dapat berisiko terhadap trauma dental. Andrade, dkk. dalam penelitiannya
melaporkan bahwa prevalensi trauma dental pada atlet yang berpartisipasi dalam Pan
American Games adalah sebesar 49,6%.17

2.3.4 Penyakit periodontal
Penyakit periodontal adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
yang terakumulasi dalam plak yang menyebabkan gingiva mengalami peradangan.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan plak adalah oral higiene, serta faktor-faktor
penjamu seperti diet, komposisi dan laju aliran saliva. Ada dua tipe penyakit
periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan periodontitis.26,41

Universitas Sumatera Utara

15

Gingivitis merupakan lesi inflamasi pada gingiva.41 Gingivitis adalah bentuk
penyakit periodontal yang ringan, yang secara klinis ditandai dengan gingiva
berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan kontur, kehilangan
adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan sulkular.26,41 Terjadinya
gingivitis akibat adanya plak gigi yang meliputi berbagai macam bakteri dan
menginduksi perubahan patologis pada jaringan secara langsung maupun tidak
langsung.41
Periodontitis merupakan infeksi yang disebabkan inflamasi kronis yang
mengenai jaringan gingiva, tulang penyangga gigi, dan jaringan ikat di sekitar gigi.42
Secara klinis perbedaan periodontitis dan gingivitis adalah pada periodontitis
dijumpai adanya kehilangan perlekatan jaringan ikat ke gigi pada keadaan gingiva
yang terinflamasi. Juga terjadi kehilangan ligamen periodontal dan terganggunya
perlekatannya ke sementum, dan resorpsi tulang alveolar.
Faktor risiko penyakit periodontal dibagi menjadi faktor risiko yang tidak
dapat dimodifikasi atau dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi biasanya berasal dari individu itu sendiri, oleh karena itu tidak mudah
diubah, sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi biasanya berupa lingkungan
atau perilaku.43,44
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu: 43,44
1. Respons host
Pandangan saat ini didasarkan pada banyaknya bukti bahwa penyakit
periodontal adalah hasil dari respons imun yang tidak memadai terhadap infeksi
bakteri daripada efek merusak dari bakteri patogen secara langsung. Periodontitis
kronis melibatkan interaksi kompleks antara faktor mikroba dan kerentanan host.
2. Osteoporosis
Banyak penelitian yang dilakukan sampai saat ini menunjukkan ada hubungan
antara osteoporosis dan kehilangan tulang. Osteoporosis secara signifikan dikaitkan
dengan kehilangan tulang alveolar yang parah dan prevalensi kasus periodontitis pada
wanita pasca menopause.

Universitas Sumatera Utara

16

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu:34,43,44
1. Mikroorganisme
Terdapat ratusan spesies bakteri subgingival pada periodontitis dan sejumlah
kecil dikaitkan dengan perkembangan penyakit dan dianggap etiologi penting. Dari
semua jenis bakteri yang berkolonisasi di mulut, ada tiga spesies yang diyakini
terlibat sebagai agen penyebab periodontitis, yaitu Porphyromonas gingivalis,
Actinobacillus actinomycetemcomitans, dan Tannerella forsythia.
2. Merokok
Merokok memberikan efek merusak yang cukup besar pada jaringan
periodontal dan meningkatkan laju perkembangan penyakit periodontal . Hal ini dapat
dijelaskan dengan fakta bahwa nikotin menyebabkan vasokonstriksi lokal,
mengurangi aliran darah, edema, dan tanda-tanda klinis peradangan. Reseptor
asetilkolin nikotin ditemukan memainkan peran penting dalam pengembangan nikotin
terhadap periodontitis.
3. Diabetes melitus
Salah satu manifestasi diabetes di rongga mulut adalah gingivitis dan
periodontitis. Pasien dengan diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol
berada pada risiko tinggi untuk penyakit periodontal. Periodontitis juga berlangsung
lebih cepat pada penderita diabetes yang tidak terkontrol.
4. Obat-obatan
Obat dapat menjadi faktor risiko dalam penyakit periodontal. Obat-obatan
seperti antikonvulsan dan calcium channel-blocker dapat menginduksi pertumbuhan
gingiva yang berlebih.
5. Stres
Pasien stres mempunyai risiko lebih besar untuk terjadinya penyakit
periodontal yang parah. Stres berkaitan dengan kebersihan mulut yang buruk,
meningkatkan sekresi glukokortikoid yang dapat menekan fungsi kekebalan tubuh,
meningkatkan resistensi insulin, dan berpotensi meningkatkan risiko periodontitis.
Respons host terhadap infeksi Porphyromonas gingivalis dapat menurun pada
individu dengan stres.

Universitas Sumatera Utara

17

Berdasarkan faktor-faktor diatas, salah satu faktor yang banyak mempengaruhi
atlet adalah ketidakseimbangan antara kompetisi olahraga dan kehidupan sehari-hari
yang menyebabkan banyak atlet menghadapi stres dan kecemasan yang lebih dari
orang lain. Terdapat dua tipe stres yang dialami para atlet: eustress dan distress.
Eustress adalah tipe stres yang baik berasal dari tantangan aktivitas

yang

menyenangkan (tantangan olahraga). Sebaliknya, distress adalah tipe yang buruk
dari stres yang ditimbulkan ketika harus beradaptasi dengan tuntutan yang teralu
banyak. Stres berkepanjangan juga dapat dialami oleh atlet ketika mereka bertemu
dengan faktor stres secara berkesinambungan dan dalam durasi yang lama. Ketika
program pelatihan diperpanjang, mereka akan dihadapkan pada stres dan kecemasan
yang berlebih. Stres yang meningkat menghasilkan perubahan dalam diet, nutrisi, dan
berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut yang dapat menyebabkan penyakit
gingiva dan periodontal.20
Berbagai studi mengindikasikan adanya korelasi antara penyakit periodontal
dengan stres. Penyakit gingiva dan periodontal sangat umum terjadi pada atlet apabila
stres dan kecemasan telah melewati titik batas maksimum. Ketika tidak ada
homeostasis antara jumlah stres dan mekanisme untuk mengatasi stres, hal tersebut
akan menghasilkan perubahan mekanisme pertahanan tuan rumah dan meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit periodontal. Ketika stres berada di luar kemampuan
untuk mengatasinya, hormon stres yang mengatur hasil inflamasi gingiva dan
penyakit periodontal meningkat. Atlet dengan tingkat kecemasan tinggi pra-kompetisi
lebih rentan terhadap penyakit periodontal.20
Penelitian yang dilakukan oleh Needleman, dkk. pada atlet yang berpartisipasi
dalam 25 cabang olahraga pada Olympic Games di London pada tahun 2012,
diperoleh prevalensi gingivitis sebesar 76% dan periodontitis sebesar 15%.7
Pengamatan yang dilakukan oleh Ashley, dkk. terhadap beberapa hasil studi yang
dilakukan pada atlet, melaporkan bahwa prevalensi penyakit periodontal sebesar 1576%.5
Beberapa indeks sederhana dan dapat dipercaya tersedia untuk membantu
dokter gigi dan peneliti mengukur status periodontal seseorang. Ada beberapa indeks

Universitas Sumatera Utara

18

yang biasa digunakan seperti indeks plak oleh Loe dan Silness, indeks plak O’Leary,
indeks oral hygiene dan oral hygiene simplified, indeks plaque formation rate, indeks
oral rating, community periodontal index and treatment needs, indeks keparahan
penyakit periodontal oleh Russel dan Ramfjord, dan indeks gingivitis oleh Loe dan
Silness.26

2.4 Pencegahan
Penyakit gigi dan mulut pada atlet dapat dicegah walaupun beberapa faktor
risiko mungkin sulit untuk dikurangi, misalnya frekuensi asupan karbohidrat selama
latihan, tetapi tindakan untuk mengurangi dampak negatif mungkin dapat membantu.
Tindakan sederhana dapat memiliki dampak yang besar pada kesehatan mulut.
Namun, banyak tindakan ini bergantung pada perilaku kesehatan yang sangat sulit
untuk diubah. Sama halnya dengan penyakit gigi dan mulut, cedera traumatis
olahraga juga dapat dicegah walaupun beberapa di antaranya tidak dapat dihindari.45
Pencegahan awal terhadap semua penyakit gigi dan mulut dapat dilakukan dengan
melakukan promosi kesehatan dan pendidikan dengan pendekatan multilevel
termasuk individu (atlet), lokal (tim medis dan dental), dan tingkat tinggi (organisasi
olahraga nasional/internasional).6
Beberapa cara pencegahan lain yang juga dapat dilakukan, yaitu:6,31,46
1. Karies
a. Pengurangan kuantitas dan frekuensi asupan karbohidrat dilakukan apabila
memungkinkan dan konsumsi sport drink harus sesuai dengan tujuannya yaitu untuk
menghilangkan dehidrasi.
b. Menggunakan pasta gigi dengan kandungan fluor.
c. Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan membersihan plak gigi setiap
hari (menyikat gigi dan membersihkan interdental).
2. Erosi gigi
a. Hindari mengulum sport drink.
b. Gunakan sedotan saat mengonsumsi sport drink.
c. Kurangi makanan ataupun minuman asam seperti sport drink.

Universitas Sumatera Utara

19

d. Hindari juga menyikat gigi segera setelah mengonsumsi sport drink.
e. Mengonsumsi keju atau produk lain yang dapat memberikan manfaat untuk
meremineralisasi enamel setelah mengonsumsi makanan atau minuman bersifat asam.
3. Trauma dental
Pemakaian mouthguard dapat mengurangi keparahan cedera olahraga pada
daerah gigi dan struktur disekitarnya atau bahkan dapat dihindari. Peran mouthguard
sebagai pelindung yaitu mencegah laserasi lidah, bibir, dan pipi akibat benturan
dengan gigi dan mengurangi risiko cedera gigi anterior disebabkan pukulan frontal.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa pemakaian mouthguard mengarah ke
penurunan yang signifikan dalam trauma dental.
4. Penyakit periodontal
a. Deteksi dini
b. Menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan membersihan plak gigi setiap
hari (menyikat gigi dan membersihkan interdental).

Universitas Sumatera Utara