Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi dan Fisiologi Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal adalah cairan jernih dan tidak berwarna yang

melindungi otak dan medula spinalis dari cedera kimiawi dan fisik. Cairan
serebrospinal juga membawa oksigen, glukosa, dan bahan kimiawi lainnya yang
berasal dari darah ke saraf maupun neuroglia. Sirkulasi cairan serebrospinal secara
kontinu melewati kavitas otak dan medula spinalis dan mengelilinginya pada
rongga subarachnoid (antara arachnoid mater dan piamater).10

Gambar 2.1. Lokasi ventrikel dengan gambaran otak yang transparan. Setiap
foramen interventrikular pada masing - masing sisi menghubungkan ventrikel lateral
dengan ventrikel ketiga dan aqueduct pada otak tengah menghubungkan ventrikel ketiga
dan keempat. (Dikutip dari : Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. Principles of Anatomy
and Physiology. Twelfth Edition. Wiley; 2012).


Dari gambar 2.1. tersebut, terdapat 4 rongga pada otak berisi cairan
serebrospinal yang disebut dengan ventrikel. Ventrikel lateral terletak pada setiap
hemisfer cerebrum. Pada bagian anterior, ventrikel lateral dipisahkan oleh membran
tipis yang disebut septum pellucidum. Ventrikel ketiga adalah rongga sempit
sepanjang garis tengah superior hipotalamus dan diantara kanan dan kiri bagian
talamus. Kemudian, ventrikel keempat berada diantara batang otak dan
serebelum.10-12

7

Gambar 2.2. Sirkulasi cairan serebrospinal dan pembuluh darah vena. (Dikutip dari
: Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth
Edition. Wiley; 2012)

Dari gambar 2.2 tampak cairan serebrospinal diproduksi adalah pleksus
khoroideus, jaringan pembuluh darah yang terletak di dinding ventrikel. Pleksus
khoroideus memproduksi cairan serebrospinal rata – rata 500 ml/hari atau 21 gelas
per hari. Total volume cairan serebrospinal kira – kira 150 ml, sehingga seluruh
cairan serebrospinal terganti kurang – lebih setiap 8 jam.11


8
Cairan serebrospinal terbentuk di ventrikel lateral mengalir menuju
ventikel ketiga melalui interventrikular foramina. Banyak cairan serebrospinal
terukumulasi di ventrikel ketiga. Kemudian cairan mengalir melalui aqueduct ofe
the midbrain ( cerebral aqueduct ), melewati otak tengah menuju ventrikel
keempat. Pleksus khoroideus pada ventrikel keempat juga menghasilkan cairan.
Cairan serebrospinal memasuki rongga subarachnoid melewati 3 lubang terbuka
pada ventrikel keempat. Cairan serebrospinal kemudian melewati kanal bagian
tengah medula spinalis dan pada rongga subarachnoid yang mengelilingi
permukaan otak dan medula spinalis.10-13
Cairan serebrospinal secara bertahap diabsorbsi menuju pembuluh
darah melalui vili arachnoid, seperti jari – jari perpanjangan dari arachnoid menuju
sinus vena duramater, khususnya superior sagital sinus. Secara normal, cairan
serebrospinal direabsorbsi secara cepat dengan rata – rata 20 ml/hari (480 ml/hari).
Karen rata – rata pembentukan dan reabsorbsi sama, maka tekanan cairan
serebrospinal tetap konstan. Jika sirkulasi normal atau reabsorpsi CSF terganggu,
berbagai masalah klinis mungkin muncul. Sebagai contoh, masalah dengan
reabsorpsi CSF dalam penyebab bayi hidrosefalus, atau "water on the brain."11
2.2.


Hidrosefalus

2.2.1.

Definisi
Hidrosefalus adalah sebuah kondisi yang mempunyai banyak

penyebab, manifestasi klinis, dan dengan berbagai pengobatan. Hidrosefalus terjadi
akibat akumulasi cairan serebrospinal didalam ventrikel otak yang pada
kebanyakan kasus disebabkan oleh obstruksi cairan serebrospinal dan kemungkinan
juga disebabkan oleh produksi yang berlebihan karena adanya tumor pada pleksus
koroideus.14

9

2.2.2.

Klasifikasi dan Etiologi

Hidrosefalus internal

• Obstruksi

Pembesaran dari ventrikel:
Karena adanya sumbatan aliran cairan
serebrospinal didalam sistem ventrikel
otak ( stenosis aqueductal ), atau pada
tempat

pengeluaran

cairan

serebrospinal ( obstruksi foramina of
Magendie dan Luschka ).
• Communicating

Non obstruksi hidrosefalus

• Malabsorpsi


Merupakan

subtipe

communicating

dari

hidrosefalus

yang

disebabkan kegagalan resorpsi ( adhesi
sisternal atau disfungsi pacchionian
granulations.
Hidrosefalus eksternal

Pembesaran rongga subarachnoid
melewati


lengkungan

serebral

dan/atau di dalam sisternal.
Hidrosefalus eksternal dan internal

Kombinasi dari yang diatas.

Hydrocephalus ex vacuo

Hidrosefalus eksternal dan internal
akibat atrofi otak sebagai penyebab
sekunder.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hidrosefalus. (Dikutip dari: Mumenthaler Mark, M.D, Mattle H,
M.D. Neck and Facial Pain in Fundamentals of Neurology. New York: Thieme; 2006).

Pada hidrosefalus kongenital banyak disebabkan oleh stenosis dari
aqueduct of Sylvius. Penyebab hidrosefalus ini banyak terjadi pada anak dengan

spina bifida dan myelomeningocele yang juga mempunyai Chiari type of II
malformation. Penyebab lain seperti atresia foramen Luschka dan Megendie
(Dandy-Walker cyst) jarang terjadi.15

10
2.2.3.

Patogenesis
Banyak penyakit menyebabkan ketidakseimbangan produksi dan

resorpsi cairan serebrospinal. Jika cairan serebrospinal dihasilkan terlalu banyak
atau terlalu sedikit diresorpsi, sistem ventrikular menjadi membesar (hidrosefalus).
Peningkatan tekanan cairan serebrospinal di serebrospinal di ventrikel
menyebabkan pergeseran, dan akhirnya atrofi, substansia alba periventrikularis,
sedangkan substasia grisea tidak terpengaruh, setidaknya pada fase awal. Percobaan
pada hewan menunjukkan hidrosefalus menimbulkan seepage (diaedesis) cairan
serebrospinal melalui ependima ventrikularis kedalam substansia alba ventrikularis.
Peningkatan tekanan hidrostatik di substasia alba menggangu perfusi jaringan,
menyebabkan hipoksia jaringan lokal, kerusakan pada jaras saraf yang bermielin,
dan akhirnya, gliosis ireversibel. Abnormalitas klinis dan histologis yang

disebabkan oleh hidrosefalus hanya dapat berkurang jika tekanan intraventrikel
dikembalikan ke keadaan normal secepat mungkin.16,17

2.2.4.

Manifestasi Klinis
A.

Anak

Pada anak, sutura kranii tidak menutup hingga setahun setelah lahir;
sepanjang tahun pertama kehidupan, tulang tengkorak dapat merespons terhadap
peningkatan tekana intrakranial dengan menjauhkan sutura. Dengan demikian,
tanda klinis yang paling jelas pada hidrosefalus masa kanak – kanak adalah
perkembangan kepala yang abnormal, dengan pembesaran tengkorak yang tidak
proporsional dengan wajah. Tanda – tanda lainnya meliputi sutura kranii yang
melebar, statis vena pada kulit kepala, pembesaran bagian frontal, dan fontanela
yang sangat menonjol. Perkusi pada kepala menghasilkan suara seperti berderak
(Tanda MacEwen). Anak yang menderita hidrosefalus ini tampak normal pada
awalnya karena tekanan intracranial hanya meningkat sepanjang sutura kranii

masih terbuka dan kepala masih dapat membesar. Dekompensasi terjadi kemudian,
menimbulkan tanda – tanda hipertensi intrakranial, termasuk muntah ( termasuk
muntah proyektil dan "muntah - muntah"). Anak tersebut juga menunjukkan

11
fenomena sunset ( paresis bola mata ke atas) dan kegagalan pertumbuhan
umum.16,18
B.

Dewasa

Pada anak dengan sutura yang tertutup dan pada dewasa, hidrosefalus
timbul dengan manifestasi hipertensi intrakranial, yang meliputi sakit kepala, mual,
muntah (terutama “muntah – muntah” pagi hari dan muntah proyektil), dan tanda –
tanda iritasi meningeal, antara lain kaku kuduk, head tilt, opistotonus, dan
fotofobia. Ketika kondisi berlanjut, manifestasi lain dapat meliputi fatigue,
penurunan kognitif, gaya berjalan tidak seimbang, defisit saraf kranial, (terutama
kelumpuhan nervus abdusens), sindrom Parinaud, papiledema, dan gangguan
kesadaran.16,18
2.2.5.


Evaluasi Diagnostik
A.

Anak

Saat ini hidrosefalus dapat didiagnosis sebelum lahir dengan pemeriksaan
ultrasonografi pranatal rutin. Hidrosefalus yang timbul setelah lahir dapat dideteksi
dengan pemeriksaan dan dokumentasi serial rutin lingkar kepala anak; jika kepala
berkembang lebih cepat daipada normal (menurut diagram kurva referensi), harus
dicurigai adanya hidrosefalus, dan permeriksaan diagnostik lebih lanjut harus
dilakukan untuk memberi panduan terapi yang sesuai. Setelah lahir, anak dengan
hidrosefalus dievaluasi tidak hanya dengan menggunakan ultrasonografi, tetapi
juga CT dan MRI. Pemeriksaan ini memungkinkan identifikasi penyebab potensial
hidrosefalus

yang

dapat


disembuhkan,

serta

penyebab

potensial

lain

ketidakproporsionalan perkembangan kepala, seperti hematoma dan higroma
subdural, serta makrosefali familial.16 Pada bayi dengan open anterior fontanelle
dapat mengetahui ukuran dari ventrikular dengan menggunakan ultrasonografi.18
B.

Dewasa

CT dan MRI dapat memperlihatkan pembesaran ventrikular dengan mudah
dan sering menunjukkan penyebab hidrosefalus.16 Pada MRI dengan posisi
sagittal plane dapat membantu dengan menunjukkan stenosis aqueduct dan lesi
di sekitar ventrikel ketiga mengakibatkan hidrosefalus obstruktif.18

12
2.2.6.

Penatalaksanaan
A.

Anak

Terapi konservatif medikamentosa berguna untuk mengurangi cairan
dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg
BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu
yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini
direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak
dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.1 Pengobatan pada
anak – anak menjumpai banyak kesulitan daripada dewasa. Kateter yang terpasang
dari ventrikular dapat mengalami obstruksi dan perbaikan berulang. Peritoneal
pseudocysts mungkin dapat terjadi (paling sering pada anak – anak dengan tindakan
ventriculoperitoneal shunt). Komplikasi lainnya terjadi collapse pada ventrikel
yang disebut slit ventricle syndrom. Selain itu pasien dapat mengalami low –
pressure syndrome yaitu sakit kepala, mual, muntah pada saat duduk maupun
berdiri. Pada bayi, petumbuhan cranium dapat berhenti pertumbuhannya walaupun
mempunyai ukuran otak yang normal. Untuk mengurangi komplikasi yang terjadi
dilakukan pemasangan alat antisiphon, bertujuan mencegah perpindahan posisi
katup saat pasien berdiri.17
B.

Dewasa

Penatalaksanaan dengan pembuatan saluran satu arah dari ventrikular
merupakan tindakan yang baik untuk hidrosefalus. Katup dapat dibuka sesuai
dengan tekanan membuat cairan serebrospinal dapat melewati langsung menuju
peredaran darah (ventriculoatrial shunt), kavitas peritoneal (ventriculoperitoneal
shunt), atau rongga pleura. Tindakan yang paling banyak dilakukan adalah
ventriculoperitoneal

shunt.

Jarang

terjadi

komplikasi

pada

tindakan

ventriculoatrial shunt seperti hipertensi pulmonar, emboli paru – paru dan nefritis.17

13
2.3.

Cerebrospinal Fluid (CSF) shunts

2.3.1.

Definisi
CSF shunts adalah terapi standar yang paling banyak dilakukan untuk

penatalaksanaan jangka panjang pada pasien hidrosefalus. Terapi ini melibatkan
sebuah kateter pada ventrikular untuk mengalihkan cairan serebrospinal pada
rongga tubuh yang lainnya, dimana cairan tersebut dapat diabsorbsi.17

Gambar 2.3. Komponen CSF shunts. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C.
Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger; 2007).

Gambar 2.4. Ilusrasi demonstrasi letak proximal catheter umumnya di frontalis atau
oksipitalis. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and Donna C. Wallace. Nursing Care of the
Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger; 2007).

14
Pada gambar 2.3 berikut ini, terdapat 3 komponen dasar pada tindakan
shunt yaitu: sebuah proximal catheter (ventricular), sebuah katup, dan sebuah distal
catheter. Pada gambar 2.4 terdapat 3 komponen dasar pada tindakan shunt yaitu:
sebuah proximal catheter (ventricular), sebuah katup, dan sebuah distal catheter.
Pada proximal catheter, tabung silikon biasanya terletak diantara frontalis atau
oksipitalis, biasanya disebelah kanan nondominant cerebral hemisphere.18
2.3.2.

Klasifikasi
Klasifikasi CSF shunts berdasarkan letak dari distal catheter yaitu:
1.

Ventriculoperitoneal shunts

Gambar 2.5. Pemasangan ventriculoperitoneal shunt. (Dikutip dari : Cathy C.
Cartwright and Donna C. Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient.
New York: Spriger; 2007).

Pada gambar 2.5 terdapat letak distal catheter di rongga peritoneal.
Rongga periitoneal adalah pilihan terbanyak untuk lokasi terminasi distal catheter.
Terdapat dua keuntungan meletakkan distal catheter pada rongga peritoneum.
Pertama, apabila terdapat infeksi biasanya jarang menyebar

berbeda dengan

meletakkan shunts di jantung. Kedua, ukuran tabung yang besar dapat diletakkan
di rongga peritoneum, mendukung pertumbuhan anak dan mengurangi kebutuhan

15
revisi pada pemasangan shunts. Kemudian, rongga peritoneum sangat efisien untuk
absopsi dan mudah diakses oleh ahli bedah. 18-23
2.

Ventriculoarterial shunt.

Gambar 2.6 Pemasangan ventriculoarterial shunt. (Dikutip dari : Cathy C. Cartwright and
Donna C. Wallace. Nursing Care of the Pediatric Neurosurgery Patient. New York: Spriger;
2007)

Pada gambar 2.6 berikut ini, terdapat pemasangan ventriculoarterial
shunt yang dipasang melalui leher, menuju ke vena jugularis, superior vena cava,
dan berakhir ke atrium kanan. 18,20,21,22
3.

Ventriculopleural shunt.

Pada ventriculopleural shunt dilakukan insisi pada area dibawah puting
susu dan tabung dimasukkan kedalam rongga pleura. Ada beberapa indikasi bahwa
ventriculopleural shunt mungkin kurang baik ditoleransi oleh anak-anak karena
permukaan yang kurang untuk mengabsorpsi cairan serebrospinal. 18,20,21,23
4.

Ventriculo-gallbladder shunt.

Ventriculo-gallbladder

shunt

biasanya

digunakan

pada

saat

ventriculoperitoneal shunt yang dipasang telah mengalami infeksi dan ketika
ventriculopleural mengalami kontraindikasi dengan pasien.24

16
5.

External Ventricular Drain (EVD)

Pada external Ventricular Drain, kateter ventrikular terletak di
ventrikel serebral yang memungkinkan pengeluaran cairan serebrospinal ke arah
luar. Kateter yang terpasang dihubungkan dengan tabung sebagai tempat
penampungan cairan serebrospinal terletak disamping tempat tidur pasien baik
diatas atau dibawah tergantung jumlah cairan serebrospinal yang dikuras.25
External Ventricular Drain adalah terapi gawat darurat yang biasa digunakan untuk
menyembuhkan hidrosefalus dan memantau tekanan intrakranial.27
Pada gambar 2.7 dapat dilihat pemasangan EVD pada bagian frontalis
atau posterior dengan kondisi yang sudah di anastesi secara umum.28

Gambar 2.7 Pemasangan EVD dari bagian posterior dan frontal. (Dikutip dari:
James Tait Goodrich. Neurosurgical Operative Altas. 2nd edition. New York:
Thieme Medical Publishers, Inc., and the American Association of Neurosurgeons
(AANS). 2008.

17

2.3.3.

Komplikasi


Infeksi (10-20 %)4



Shunt

blockage

(proximal,

valve, distal)

Komplikasi



Fraktur atau disconnection



Migrasi



Drainase yang berlebihan



Isolasi ventrikel



Malposition



Perdarahan intrakranial



Viscus perforation

Tabel 2.2 Komplikasi pemasangan CSF shunt. (Dikutip dari: Adam N. Wallace, et al.
Imaging Evaluation of CSF Shunts. AJR. 2013: 202: 38-53)

Obstruksi shunt adalah indikasi yang paling sering terjadi untuk
perbaikan shunt dan penyebab paling sering dari shunt blockage. Manifestasi klinis
yang paling dominan adalah kenaikan tekanan intrakranial setelah itu sakit kepala,
muntah, dan mengantuk sering terjadi. Pada anak-anak terjadi pelebaran lingkar
kepala, fontanela yang menegang, dan kejang – kejang menjadi indikasi dari
malfungsi shunt.21
Manifestasi klinis dari drainase cairan serebrospinal yang berlebihan
adalah sakit kepala, mual, muntah, diplopia, letargi dan kelemahan beberapa
kemampuan dasar. Komplikasi ini menjadi resiko terjadi formasi hematom
subdural. Pada anak-anak terjadi penutupan prematur dari sutura kranialis yang
dapat menjadi secondary craniosynostosis dengan deformitas kranialis.17

18

2.4.

Infeksi setelah Tindakan CSF shunt

2.4.1.

Definisi
Infeksi setelah tindakan CSF shunt adalah komplikasi yang paling

sering dijumpai dan mempunyai tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.18-20
Insidensi terbesar terjadi setelah pemasangan shunt dalam 1 tahun pertama dengan
80% muncul dalam 6 bulan.18 Rasio perbandingan infeksi yang terjadi pada anak
(>17 tahun) sangat meningkat daripada dewasa (>17 tahun) yaitu 78,2% dan
21,8%.20
2.4.2.

Etiologi
Bakteri yang paling banyak menjadi penyebab infeksi adalah

Staphylococcus epidermis (coagulase-negative staphylococcus) mencapai 50 – 75
% dari seluruh infeksi yang terjadi. Setelah itu Staphylococcus aureus (coagulasepositive staphylococcus), bakteri gram negatif ( Eschericia coli,klebsiella, proteus,
dan pseudomonas), spesies streptokokus, neisseria, haemophilus infuenza, dan
jamur.3,7-8,19,22 Infeksi biasanya terjadi melalu 3 jalur yaitu: via kontaminasi
intraoperative, aliran darah, distal catheter yang telah terkontaminasi.18
Pada pasien dewasa yang menjadi bakteri penyebab terbanyak adalah
coagulase – negative staphylococci dan Staphylococcus aureus. Infeksi yang
diakibatkan dari patogen tersebut sekitar 50 % dan 33 % dari semua shunt yang
terinfeksi.6
Pada pasien anak – anak yang menjadi bakteri penyebab terbanyak
adalah Staphylococcus aureus dan coagulase – negative staphylococci sekitar 6290%. Bakteri lainnya adalah gram-negative bacilli dari 6-20% kasus infeksi yang
terjadi.24
2.4.3.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang paling sering terjadi adalah kombinasi dari

demam, iritabilitas, letargi, kurang nafsu makan, muntah, dan abdominal pain
atau tenderness.26

19
2.4.4

Evaluasi Diagnostik
Pada pasien terduga mempunyai infeksi, pemeriksaan cairan

serebrospinal dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan diperoleh lansung
dari saluran shunt. Pewarnaan gram dan kultur terhadap cairan serebrospinal juga
merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan terapi antimikrobial
yang tepat.18,21,26
Beberapa kriteria diagnostik untuk infeksi setelah tindakan CSF shunt:3
1.

Kultur cairan serebrospinal positif yang diambil dari shunt pada
pasien yang memiliki gejala dengan meningitis bakteri akut.

2.

Terpenuhinya alah satu parameter dari pemeriksaan cairan
serebrospinal:


Hitung sel leukosit lebih dari 0,25 × 109 µl, dengan
dominan polymorphonuclear neutrophil.



Laktat lebih dari 3,5 mmol/L.



Rasio glukosa cairan serebrospinal dengan serum kurang
dari0,4 g/dL.



Glukosa cairan serebrospinal kurang dari 2,5 mmol/L.

20

2.4.5

Penatalaksanaan
Diagnosis

berdasarkan
manifestasi klinis

Terapi
Klinis

antibiotik

dan pemeriksaan

Durasi

Catatan

empiris

radiologi.
Lini pertama :
pelepasan shunt
dan pemasangan

Pemberian

EVD kemudian
Kemungkinan
Infeksi

setelah

tindakan CSF shunts
dengan

pemeriksaan
gram +

konfirmasi

positif

IV

atau

IT

(intrathecal) 20
mg

atau

vankomisin
secara IT tidak
1-2 minggu

bisa

dikombinasi

permeriksaan
mikroskopis

vankomisin

dengan

Rifampisin 600

dan

mg IV atau oral.

pemeriksaan cairan

Lini pertama :

serebrospinal yang

pelepasan shunt

positif.

dan pemasangan

seftriakson 2 g

gram -

dua kali sehari.
+/- gentamisin
IT (intrathecal)
5 mg perhari.

atau

berat

badan

perhari

pada

celah
ventrikel).
Sesuaikan
dosis
rifampisin

Kemungkinan EVD kemudian
pemeriksaan

umur

(hanya 10 mg

+/-

yang

berdasarkan

2-3 minggu

apabila

berat

badan kurang
dari 50 kg.

21
Diagnosis
berdasarkan
manifestasi klinis

Terapi
Klinis

Durasi

antibiotik

dan pemeriksaan

Catatan

empiris

radiologi.
Pemberian
antibiotik
vankomisin
mg

20

secara

intrathecal (IT)
sekali

Melepas

sehari

mengganti

secepatnya

EVD

setelah

EVD – ventriculitis
dengan

konfirmasi

permeriksaan
mikroskopi
positif

Kemungkinan
pemeriksaan
gram +

dan

terinfeksi

cairan

1-2 minggu

serebropinal

kalinya

yang

atau

15

penambahan

serebrospinal yang

dosis

positif.

vankomisin
sesuai

tetap

diberikan

gejala

terapi dengan
EVD

gram -

secara
intrathecal (IT)
sekali sehari

yang

tidak diganti.

antibiotik
gentamisin 5 mg

positif

sudah

dengan

Pemberian

pemeriksaan

cairan

mekipun

klinis.

Kemungkinan

apabila

serebrospinal

terapi

beratnya

ada

kultur

menit dengan +/-

pemeriksaan cairan

apabila

kemungkinan

kedua


yang

sudah

memperoleh

yang

dan

2-3 minggu

22
secepatnya
setelah
memperoleh
cairan
serebropinal
yang kedua
kalinya ≥ 15
menit +/meropenem 2 g
secara intravena
(IV) sesuai
dengan beratnya
gejala klinis.
Tabel 2.3. Penatalaksaan infeksi setelah tindakan CSF shunt. (Dikutip dari: Amani Alnimr. A
Protocol For Diagnosis And Management Of Cerebrospinal Shunt Infections and Other Infectious
Conditions In Neurosurgical Practice. Journal University of Dammam. 2012: 61-70).

23
2.4.6.

Pencegahan
Beberapa penelitian menunjukan penurunan angka infeksi postoperasi

dengan menggunakan teknik operasi meticulous. Sebaiknya, prosedur dilakukan
pada ruang operasi khusus bedah saraf dan merupakan operasi pertama pada hari
tersebut. Anggota paramedis yang terlibat dalam tindakan ini sebaiknya
memperoleh pelatihan dalam penanganan manipulasi prostesis dan meminimalkan
keluar masuk ruang operasi yaitu bila sangat diperlukan saja. Jumlah anggota di
dalam ruang operasi sebaiknya hanya 4 orang saja, yaitu seorang anestesi, seorang
perawat, seorang ahli bedah saraf yang berpengalaman dalam menangani
hidrosefalus, dan seorang asisten. Barang yang non-steril dijauhkan dari area
operasi yang steril. Pemberian antibiotik profilaksis dianjurkan saat induksi anestesi
hingga 24 jam pertama setelah operasi. Penelitian meta-analisis terbaru
membuktikan efektivitas dari pemberian antibiotik profilaksis dalam menurunkan
angka infeksi. Antibiotik yang digunakan disesuaikan dengan bakteri flora di rumah
sakit setempat.3,17
Persiapan

pasien

yang

penting

adalah

prosedur

antiseptik.

Direkomendasikan agar penderita mandi dengan sabun povidone–iodine atau
sejenisnya 24 jam sebelum operasi. Sesaat sebelum prosedur pembedahan,
lapangan operasi harus dicuci tiga kali dengan sabun povidone–iodine
menggunakan teknik non steril. Kemudian kulit dipersiapkan sekali lagi dengan
larutan povidone–iodine sebanyak tiga kali dengan teknik steril. Prosedur drapping
harus dilakukan secara hati-hati dan hanya memaparkan lapangan operasi saja.
Disarankan lapangan operasi dilapisai dengan iodoform (3M Ioban 2 Antimicrobial
Incise Drapes EZ). Langkah pembedahan yang tidak perlu sebaiknya dihindari
untuk mempersingkat lamanya operasi.3

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Retinoblastoma di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 – Desember 2013

7 161 76

Profil Penderita Fraktur Klavikula di RSUP H. Adam Malik Periode Januari 2013 - Desember 2014

4 118 49

Gambaran Pasien Kanker Prostat Di RSUP H. Adam Malik Medan Dari Januari 2012– Desember 2013

0 84 55

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

0 0 14

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

1 1 2

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

0 0 5

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015 Chapter III VI

1 1 14

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

1 1 3

Gambaran kultur mikrobiologi pada pasien hidrosefalus dengan infeksi setelah tindakan CSF (Cerebrospinal Fluid) Shunts Di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari 2013 – Desember 2015

0 0 8

Penerimaan Tenaga Non PNS RSUP H. Adam Malik Semester I TA 2017

0 1 6