RENSTRA 2010-2015 DINAS PERTANIAN (hasil koreksi Bappeda)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LANDASAN PENYUSUNAN
Dalam Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang,
khususnya pada Lampiran IV Pasal 1 disebutkan bahwa kedudukan Dinas
Pertanian Kota Semarang adalah sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah
Kota Semarang. Dinas Pertanian Kota Semarang dipimpin oleh seorang Kepala
Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui
Sekretraris Daerah. Kedudukan Dinas Pertanian Kota Semarang tidak terlepas
dari eksistensinya sebagai lembaga pelayanan publik yang dibutuhkan oleh
Pemerintah Daerah dan segenap stakeholders di bidang pertanian.
Penyelenggaraan segenap aktivitas pembangunan bidang pertanian oleh
Dinas Pertanian Kota Semarang yang mengarah pada terciptanya good
governance sudah seharusnya mengikutsertakan segenap komponen dalam
masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Rencana Strategis SKPD
Dinas Pertanian Kota Semarang memberikan arah atau pedoman bagi strategi
peningkatan produktivitas, efisiensi usaha pertanian, yang berorientasi bisnis dan
wawasan lingkungan, serta mewujudkan peningkatan income, nilai tambah (value
added), dan kesejahteraan masyarakat, untuk mewujudkan :

1. Peningkatan produktivitas dan efiensi usaha pertanian yang berorientasi pada
bisnis dan berwawasan lingkungan;
2. Peningkatan pendapatan, nilei tambah dan kesejahteaan petani/masyarakat;
3. Peningkatan

peluag

bagi

institusi

di

dalam

masyarakat,

untuk

mengembangkan diri dan memanfaatkan seluruh sumber daya dalam proses

pra panen dan pasca panen;
4. Percepatan penerapan teknologi moderen di bidang budidaya ekonomi
manajemen pada suatu skala usaha yang optimal di sentra produksi;
5. Pembudayaan ekonomi kerakyaatan yang berorientasi bisnis dan mendorong
ekspor berbasis komoditas unggulan pertanian;
6. Kemandiran pertanian, dengan iklum usaha yang kondusif dan meningkatkan
produk pertanian yang membantu pemenuhan gizi masyarakat dan
penyediaan bahan baku industri.

1

Selaras dengan salah satu karakteristik Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) Kota Semarang Tahun 2005−2025 yaitu memfokuskan
pada identifikasi dan penanganan isu-isu strategik dengan sasaran yang dinamis,
Rencana Strategis SKPD (RENSTRA SKPD) Dinas Pertanian Kota Semarang
sebagai suatu dokumen perencanaan pembangunan Kota Semarang di bidang
pertanian menjadi penting artinya bagi Dinas Pertanian Kota Semarang untuk
mengidentifikasi, mengkaji, dan menangani isu-isu strategik bidang pertanian.
Isu-isu strategik tersebut kemudian dijabarkan dalam upaya-upaya peningkatan
kinerja pelaksanaan pembangunan bidang pertanian secara berkesinambungan

dan optimal, melalui hal-hal berikut :
1. Pemanfaatan berbagai kekuatan dan peluang;
2. Perhitungan yang matang terhadap berbagai kelemahan, kendala, dan
hambatan yang dihadapi, berdasarkan kemampuan, karakteristik, dan
kebutuhan nyata.Peningkatan produktivitas dan efiensi usaha pertanian yang
berorientasi pada bisnis dan berwawasan lingkungan;
Segenap stakeholder bidang pertanian menyadari bahwa dalam rangka
meningkatkan kinerja pembangunan bidang pertanian berdasarkan pada
kemampuan, karakteristik, dan kebutuhan nyata diperlukan adanya dokumen
perencanaan pembangunan bersifat strategis. RENSTRA SKPD Dinas Pertanian
Kota Semarang Tahun 2010−2015 sebagai dokumen perencanaan yang bersifat
strategis didukung penuh oleh kesepakatan dan komitmen seluruh stakeholder di
bidang pertanian.

B. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum penyusunan RENSTRA SKPD Dinas Pertanian Kota
Semarang Tahun 2010−2015 adalah :
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);

2

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);
5. Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;

6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 21, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daearah;
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2001 tentang
Program Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001‒ 2005;
10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 tahun 2003 tentang
Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003‒ 2008;
11. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pertanian Kota Semarang;
12. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 4 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Semarang Tahun 2005‒ 2010;
13. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Daerah Kota
Semarang Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kota
Semarang Nomor 13);
14. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang.

3

C. MAKSUD DAN TUJUAN
Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pertanian Kota Semarang Tahun
2010‒ 2015

adalah

rencana

lima

tahunan


bidang

pertanian

yang

menggambarkan visi, misi, tujuan, sasaran dari program dan kegiatan, yang
disusun untuk menjadi dokumen perencanaan pembangunan yang menjabarkan
potret dan rencana pembangunan bidang pertanian, yang memuat gambaran
pelayanan

SKPD,

isu

strategis

berdasarkan

tupoksi,


dan

indikasi

program/kegiatan yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun disertai dengan
indikator-indikator kinerja.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD Dinas
Pertanian Tahun 2010‒ 2015 adalah sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Hukum
C. Maksud dan Tujuan
D. Sistematika Penulisan

BAB II


GAMBARAN PELAYANAN SKPD
A. Tupoksi dan Struktur Organisasi
B. Sumber Daya SKPD
C. Kinerja Pelayanan SKPD
D. Tantangan dan Peluang Pengembangan SKPD

BAB III

ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUPOKSI
A. Indikasi Permasalahan
B. Telaah Visi dan Misi Kepala Daerah Terpilih
C. Telaah RPJMD
D. Telaah RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis
E. Penentuan Isu Strategis

BAB IV

VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI
DAN KEBIJAKAN

A. Visi
B. Misi
C. Tujuan dan Sasaran
D. Strategi dan Kebijakan

BAB V

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR
KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN
4

INDIKATIF
BAB VI

INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU
TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VII

PENUTUP


LAMPIRAN

-----o0o-----

5

BAB II
GAMBARAN PELAYANAN SKPD

A. TUPOKSI DAN STRUKTUR ORGANISASI
Tugas pokok Dinas Pertanian Kota Semarang yang disebutkan dalam
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 12 Tahun 2008 Bab XV Pasal 52
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang yaitu
melaksanakan urusan pemerintah daerah di bidang pertanian berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Fungsi Dinas Pertanian Kota Semarang dalam
rangka untuk melaksanakan tugas pokok seperti yang disebutkan dalam
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 12 Tahun 2008 Bab XV Pasal 53
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang adalah :
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang tanaman pangan dan hortikultura,
peternakan, perkebunan, kehutanan dan penyuluhan serta pengembangan
sumber daya;
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan dan
penyuluhan serta pengembangan sumber daya;
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tanaman pangan dan hortikultura,
peternakan, perkebunan dan kehutanan, penyuluhan dan pengembangan
sumber daya;
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota, sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Susunan organisasi Dinas Pertanian Kota Semarang disebutkan dalam
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 12 Tahun 2008 Bab XV Pasal 54
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang, terdiri dari :
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat, terdiri dari :
a. Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi.
b. Sub Bagian Keuangan.
c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
3. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, terdiri dari :
a. Seksi Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.
b. Seksi Agroindustri Tanaman Pangan dan Hortikultura.
6

c. Seksi Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura.
4. Bidang Peternakan, terdiri dari :
a. Seksi Produksi Peternakan.
b. Seksi Agroindustri Peternakan.
c. Seksi Kesehatan Hewan.
5. Bidang Perkebunan dan Kehutanan, terdiri dari :
a. Seksi Produksi Perkebunan dan Kehutanan.
b. Seksi Agroindustri Perkebunan dan Kehutanan.
c. Seksi Pelestarian dan Konservasi.
6. Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya, terdiri dari :
a. Seksi Tata Penyuluhan.
b. Seksi Kelembagaan.
c. Seksi Pengembangan Sumber Daya.
7. UPTD, terdiri dari :
a. UPTD Balai Benih Pertanian.
b. UPTD Klinik Hewan.
8. Kelompok Jabatan Fungsional.

B. SUMBER DAYA SKPD
Dinas Pertanian Kota Semarang memiliki sumber daya berupa aparatur
dan sarana prasarana (sarpras) sebagai berikut :
a. Aparatur
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Dinas Pertanian
didukung personil sejumlah 119 orang, dengan perincian sebagai berikut :
a. Pejabat Struktural Eselon II :

1 orang

b. Pejabat Struktural Eselon III :

5 orang

c. Pejabat Struktural Eselon IV : 17 orang
d. Pejabat Fungsional

: 18 orang

e. Staf Administrasi

: 33 orang

f. Staf Teknis

: 29 orang

g. TPHL

:

h. THLTBPP

: 15 orang

1 orang

Personil yang memegang posisi sebagai pejabat struktural eselon II, III, IV,
dan pejabat fungsional terdiri dari :
1.4.

STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi Dinas Pertanian terdiri dari :

 Kepala Dinas.
7

 Sekretaris.
 Kepala Bidang Peternakan.
 Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura.
 Kepala Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya.
 Kepala Bidang Perkebunan dan Kehutanan.
 Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
 Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi.
 Kepala Sub Bagian Keuangan.
 Kepala Seksi Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura.
 Kepala Seksi Produksi Peternakan.
 Kepala Seksi Produksi Perkebunan dan Kehutanan.
 Kepala Seksi Agroindustri Tanaman Pangan dan Hortikultura.
 Kepala Seksi Agroindustri Peternakan..
 Kepala Seksi Agroindustri Perkebunan dan Kehutanan.
 Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura.
 Kepala Seksi Kesehatan Hewan.
 Kepala Seksi Perlindungan dan Konservasi.
 Kepala Seksi Tata Penyuluhan.
 Kepala Seksi Kelembagaan..
 Kepala Seksi Pengembangan Sumber Daya.
 Kepala Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Balai Benih Pertanian.
 Kepala Unit Pelaksana Teknik Dinas (UPTD) Klinik Hewan.
 Koordinator Kelompok Jabatan Fungsional.
Untuk kegiatan di lapangan, telah ditunjuk Petugas Pertanian
Kecamatan (PPK) yang terdiri dari 14 orang Pejabat Fungsional Penyuluh
Pertanian dan 8 orang Staf Teknis. Di samping itu, ditunjuk juga Petugas
Pemeriksa Daging sebanyak 3 orang dan inseminator sebanyak 3 orang.
Karena UPTD Balai Benih dan UPTD Klinik Hewan secara fisik telah
terbentuk, maka untuk kelancaran kegiatannya, telah ditunjuk 5 orang staf
Seksi Produksi Pertanian dan Hortikultura untuk bertugas di Balai Benih
Kramas dan Kebun Dinas Penggaron, sedangkan untuk Klinik Hewan
8

ditugaskan Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kepala Seksi Obat Hewan
beserta staf, untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di Klinik Hewan dan Pos
Kesehatan Hewan di Gunungpati.

b. Sarana dan Prasarana
Kantor Dinas Pertanian beralamat & berlokasi di Jalan Kompak 2-3,
Kecamatan

Pedurungan,

Semarang,

merupakan

kantor

yang

cukup

representatif untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat utamanya
masyarakat tani. Untuk menunjang kegiatan dinas dan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat ; sarana dan prasarana instansi berupa kebun–kebun dinas
telah dikelola secara optimal sesuai dengan fungsinya.

Tetapi Kebun

Mangkang I dan Mangkang II sebagian lahannya beralih fungsi menjadi
Taman Marga Satwa (seluas ± 5.000 m2) yang dikelola oleh Dinas Pariwisata
Kota Semarang.
Adapun kebun–kebun dinas milik Pemerintah Kota Semarang yang saat
ini dikelola oleh Dinas Pertanian Kota Semarang adalah sebagai berikut :
- Kebun Mangkang I

: 80.930 Ha

- Kebun Mangkang II

:

- Kebun Penggaron

: 29.441 Ha

- Kebun Kramas

: 17.307 Ha

3.000 Ha

*) Luas berkurang pada tahun 2009 dan 2010 karena terkenal proyek tol.
- Kebun Mangunsari

:

7.605 Ha

- Kebun Cangkiran

:

9.300 Ha

- Kebun Wates

: 58.190 Ha

- Kebun Purwosari

: 45.600 Ha (digunakan JSDF)

- Kebun Tambangan

: 10.050 Ha

- Kebun Mijen

: 16.000 Ha

- Kebun Gunungpati

:

8.476 Ha

- Kebun Gayamsari

:

1.300 Ha

Sarana transportasi yang ada pada Dinas Pertanian Kota Semarang saat ini
adalah berupa :
- 5 unit kendaraan roda 4.
- 1 unit kendaraan roda 3.
- 23 unit kendaraan roda 2.
Di samping sarana transportasi tersebut di atas, Dinas Pertanian Kota
Semarang memiliki kendaraan, yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah, yang terdiri dari :
9

- 1 unit kendaraan roda 4.
- 25 unit kendaraan roda 2.
Pengaturan penggunaan kendaraan milik Pemerintah Kota Semarang telah
sesuai dengan Keputusan Walikota Semarang, sedangkan kendaraan yang
lainnya

diutamakan

untuk

petugas

lapangan

(Petugas

Pertanian

Kecamatan/PPK). Balai Benih di Kebun Mijen pada tahun 2010 telah
memiliki asset berupa :
- 1 unit laboratorium anggrek.
- 2 unit screen house.
- 2 unit gudang.
- 1 unit kandang sapi.
Sarana dan prasarana yang ada telah diadministrasikan secara tertib dan
sesuai ketentuan, sehingga dimasa mendatang dapat dioptimalisasikan
operasionalnya untuk mendukung Program Pembangunan Pertanian di Kota
Semarang. Kegiatan administrasi surat-menyurat telah pula dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selama tahun 2010 telah diproses
surat masuk 3.315 buah dan surat keluar 3.832 buah.

C. KINERJA PELAYANAN SKPD
Pembangunan pertanian di Kota Semarang yang dilaksanakan oleh Dinas
Pertanian Kota Semarang diarahkan pada peningkatan pemanfaatan sumber daya
pertanian secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan melalui
peningkatan kualitas sumber daya manusia pertanian, dan pengelolaan potensi
secara maksimal. Pada hakekatnya, pelayanan yang dilaksanakan oleh Dinas
Pertanian Kota Semarang adalah pembangunan di bidang pertanian, yang
meliputi bidang tanaman pangan dan hortikultura, bidang peternakan, bidang
perkebunan dan kehutanan, serta bidang penyuluhan dan pengembangan sumber
daya. Dalam melaksanakan pembangunan bidang pertanian tersebut, Dinas
Pertanian Kota Semarang melaksanakan strategi sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesejahteraan petani melalui optimalisasi pemanfaatan sumber
daya alam;
2. Pembangunanan sarana dan prasarana pertanian, peternakan, perkebunan, dan
kehutanan, dengan senantiasa mempertahankan aspek pelestarian lingkungan;
3. Peningkatan wawasan, pola berpikir, pengetahuan, dan ketrampilan sumber
daya manusia di bidang pertanian;
4. Pelaksanaan intensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi pertanian guna
memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat.
10

Kinerja pelayanan SKPD

ditentukan dari perbandingan antara nilai

realisasi dan rencana, yang kemudian dinyatakan dalam prosentase

capaian

tahunan. Kinerja pelayanan SKPD ini sangat ditentukan oleh kapasitas sumber
daya manusia yang melaksanakan program dan kegiatan pembangunan pertanian
oleh Dinas Pertanian Kota Semarang. Untuk menilai kinerja pelayanan SKPD,
dilaksanakan evaluasi kinerja SKPD setiap tahun terhadap seluruh program dan
kegiatan yang dilaksanakan. Program dan kegiatan pembangunan pertanian yang
direncanakan akan dilaksanakan lima tahun ke depan yaitu pada tahun
2010−2015 adalah sebagai berikut :
1. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani, dengan Kegiatan Penyuluhan dan
Pendampingan Petani dan Pelaku Agribisnis.
2. Program Peningkatan Ketahanan Pangan, dengan Kegiatan Peningkatan
Produksi, Produktivitas, dan Mutu Produk Perkebunan dan Produk Pertanian.
3. Program Peningkatan Produksi Pertanian/Perkebunan, dengan kegiatan :
a. Penyediaan Sarana Produksi Pertanian/Perkebunan;
b. Pengembangan Bibit Unggul Pertanian/Perkebunan;
c. Revitalisasi Kebun Dinas.
4. Program Peningkatan Pemasaran Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan,
dengan Kegiatan Promosi atas Hasil Produksi Pertanian/Perkebunan
Unggulan Daerah.
5. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/Perkebunan, dengan
Kegiatan Pengadaan Sarana dan Prasarana Teknologi Pertanian/Perkebunan
Tepat Guna.
6. Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian/Perkebunan Lapangan, dengan
Kegiatan Penyuluhan dan Pendampingan bagi Pertanian/Perkebunan.
7. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular, dengan
Kegiatan Pemeliharaan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit Menular Ternak.
8. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan, dengan Kegiatan
Pengembangan Agribisnis Peternakan.
9. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan dengan Kegiatan Pembinaan,
Pengendalian dan Pengawasan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
.
Hasil evaluasi kinerja program dan kegiatan menjadi tolok ukur untuk
memperbaiki dan meningkatkan penyelesaian program dan kegiatan dari tahun
ke tahun,

selama kurun waktu lima tahun, agar nantinya dapat terwujud

peningkatan kinerja yang semakin baik. Peningkatan kinerja pelayanan SKPD

11

yang semakin baik akan membawa dampak yang positif bagi masyarakat
pertanian di Kota Semarang.

D. TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN
PELAYANAN SKPD
Dalam melaksanakan pembangunan pertanian di Kota Semarang, Dinas
Pertanian Kota Semarang menghadapi tantangan dan peluang yang ditimbulkan
oleh dua faktor lingkungan yaitu :
1. Lingkungan Internal
Lingkungan internal bersifat saat ini dan cenderung dapat dikontrol
dalam batas-batas wilayah kewenangan Dinas Pertanian Kota Semarang.
Hasil analisis atas lingkungan internal dirumuskan dalam dua kelompok faktor
yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness).
Dilihat dari posisi Kota Semarang secar geografis dan topografis
seperti yang sudah disebutkan di atas, jenis tanah yang cukup dominan untuk
pertanian adalah jenis mediteran coklat tua yang cocok bagi pengembangan
tanaman tahunan/keras, tanaman hortikultura dan tanaman palawija. Jenis
tanah yang lain adalah latosol coklat tua kemerahan, aluvial hidrosof,
grumusol kelabu tua, regosol kelabu tua, aluvial kelabu, dan aluvial coklat
keabuan.
Kota Semarang mempunyai iklim tropis yang lembab (humid tropics)
dan hoternik, dengan ciri-ciri banyak mengandung uap air sehingga tingkat
kelembaban udara relatif tinggi. Rata-rata curah hujan di Kota Semarang pada
tahun 2009 adalah 276 mm dan total hari hujan untuk seluruh kecamatan yang
tercatat curah hujannya (Kecamatan Mijen, Gunungpati, Banyumanik,Genuk,
dan Ngaliyan) adalah 316 hari.
Sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung kelancaran
pelaksanaan pembangunan bidang pertanian antara lain Koperasi Unit Desa
(KUD), BRI Unit Desa, kios sarana, pasar hewan, pos kesehatan hewan, klinik
hewan, tempat pelelangan ikan (TPI), eks Balai Penyuluh Pertanian (BPP),
dan Rice Mill Unit (RMU) serta ditunjang dengan keberadaan berbagai
bangunan konservasi pertanian merupakan peluang untuk mengatasi tantangan
lingkungan internal yang dihadapi oleh masyarakat pertanian di Kota
Semarang. Disamping itu peralatan dan bangunan pertanian yang ada saat ini,
sumber daya manusia yang dimiliki Dinas Pertanian Kota Semarang saat ini
dapat menjadi peluang yang besar bagi masyarakat pertanian untuk tetap

12

melanjutkan dan mempertahankan kegiatan pertanian produktifnya di Kota
Semarang.
2. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal bersifat masa depan dan cenderung tidak dapat
dikontrol dalam batas-batas wilayah kewenangan Dinas Pertanian Kota
Semarang. Hasil analisis atas lingkungan eksternal dirumuskan dalam dua
kelompok faktor, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat).
Mengingat cukup tingginya minat warga Kota Semarang untuk
memelihara tanaman hias (anggrek) dan non anggrek, yang didukung dengan
besarnya permintaan pasar, maka pada masa yang akan datang pengembangan
tanaman hias ini merupakan langkah yang sangat menjajikan. Oleh karena itu
perlu

dipikirkan

dan

direncanakan

langkah-langkah

strategis

bagi

pengembangan jenis-jenis tanaman hias dan pengembangan pasar tanaman
hias (anggrek) dan non anggrek, serta pembinaan terhadap kelompok
penggemar tanaman hias.
Sejalan dengan perkembangan wilayah Kota Semarang menuju kota
metropolitan, maka semakin banyak ruang dan lahan pertanian produktif yang
beralih

fungsi

ekonomisnya.

Pembangunan

pertanian

lebih

banyak

dilaksanakan di pinggiran kota dimana masih ditemukan areal lahan bagi
pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, serta
perkebunan dan kehutanan. Dalam rangka mendukung usaha pengembangan
sentra-sentra produksi pertanian baru tersebut perlu dilakukan langkahlangkah yang cukup strategis yaitu pembinaan produksi dan sumber daya.
Selama ini kebutuhan pupuk dirasakan semakin meningkat. Untuk
mendukung perkembangan pembangunan bidang pertanian diperlukan
penyediaan pupuk dalam jumlah yang memadai, tidak hanya pupuk anorganik
maupun organik.

Oleh karena itu perlu kiranya dikembangkan kegiatan

pembuatan pupuk organik. Secara eksternal diketahui pula bahwa Kota
Semarang dengan aktivitas perkotaannya yang cukup tinggi menyebabkan
meningkatnya

permintaan

atau

kebutuhan

masyarakat

(perumahan,

perkantoran, dan industri) akan sumber daya air. Akibatnya dari tahun ke
tahun semakin banyak pembuatan sumur-sumur air bawah tanah sehingga
menyebabkan terjadinya penyusutan jumlah dan kualitas sumber daya air
khususnya air bawah tanah termasuk air yang mengalir di sungai-sungai besar.
Kondisi demikian mengakibatkan semakin besar peluang terjadinya intrusi air
laut ke darat sehingga akan semakin luas areal di Kota Semarang (bawah)
yang terkena rob dan air cenderung menjadi berasa asin.
13

Aktivitas perkotaan yang semakin meningkat juga menyebabkan
banyaknya alih fungsi lahan di Kota Semarang dari yang semula bersifat lahan
pertanian produktif menjadi lahan untuk perumahan dan industri. Hal ini
semakin mempersempit dan menggeser pembangunan pertanian ke daerahdaerah pinggiran bagian atas Kota Semarang yang masih memiliki lahan hijau
yang cukup luas. Kondisi ini membutuhkan penanganan yang lebih seksama,
terutama dalam menentukan pilihan pengembangan komoditas unggulan
pertanian yang sesuai dengan karakteristik Kota Semarang.
Perkembangan perekonomian dunia secara global maupun nasional
yang cenderung masih lesu, juga turut menyebabkan belum berkembangnya
sektor-sektor perekonomian produktif di bidang pertanian di Kota Semarang.
Di luar bidang pertanian, hanya mereka yang kuat dalam permodalan dan
akses pasar masih tetap bertahan dan selalu berkembang. Akhirnya, banyak
petani yang beralih profesi menjadi buruh bangunan dan buruh pabrik karena
bidang pertanian dirasakan belum memberikan nilai tambah yang diharapkan.

-----o0o-----

14

BAB III
ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUPOKSI

A. INDIKASI PERMASALAHAN
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian lima tahun yang akan datang
(2010-2015) perlu kiranya dilakukan pengkajian yang seksama terhadap segala
aspek permasalahan yang mempengaruhi pengembangan bidang-bidang dari
pertanian. Pengkajian aspek permasalahan tersebut didahului dengan pemahaman
terhadap nilai strategis dari pembangunan pertanian di Kota Semarang, yang
selanjutnya diteruskan dengan Analisis SWOT

(Strength, Weakness,

Opportunity, Threat/Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman). Dalam
pemahaman terhadap nilai strategis ini, kita perlu memahami konsekuensi logis
dari pembangunan di wilayah perkotaan yaitu penurunan usaha pertanian dari
waktu ke waktu karena berubahnya sejumlah besar lahan pertanian produktif
menjadi lahan nonpertanian.
Berdasarkan data pada Pertanian dalam Angka Tahun 2009, secara umum
luas yang diperuntukkan bagi lahan pertanian (persawahan) adalah 3.979,97 Ha
atau 10,65% dari total luas wilayah Kota Semarang sebesar 373,70 km2. Di
samping areal persawahan, terdapat pula areal tambak sebesar 2.242,72 Ha,
kolam/tebat/empang 73,26 Ha, dan perkebunan negara/swasta 2.084,00 Ha. Luas
sawah pada periode 2001-2005 menunjukkan kecenderungan meningkat dan
pada periode 2006-2008 menjadi relatif tetap/stabil yaitu 3.990,00 Ha. Kestabilan
luas sawah ini terjadi akibat optimalisasi lahan yang ada, dengan memanfaatkan
lahan-lahan yang belum diusahakan, terutama sawah tadah hujan yang tidak
memerlukan jaringan irigasi khusus. Sampai dengan tahun 2008 terjadi tambahan
luas sawah di Kecamatan Banyumanik sebesar 27,00 Ha, yaitu di Kelurahan
Pudak Payung, Gedawang, Srondol Kulon, dan Jabungan Pertambahan luas
sawah ini dilakukan dengan memanfaatkan ”lahan tidur” (lahan yang tidak
diusahakan/ditanami). Di Kelurahan Tambakharjo, Kecamatan Semarang Barat
juga terjadi pertambahan luas sawah sebesar 13,43 Ha pada tahun 2008 tersebut.
Penurunan luas lahan sawah terjadi di Kecamatan Tugu sebesar 6,00 Ha, karena
alih fungsi lahan pertanian ke lahan permukiman. Penurunan luas sawah terjadi
juga pada tahun 2009 sebesar 10,03 Ha, yang disebabkan oleh alih fungsi lahan
pertanian ke lahan pemukiman.

15

Pembangunan pertanian di Kota Semarang harus tetap diupayakan dengan
cara optimalisasi sisa lahan pertanian produktif, dengan berbagai kegiatan
intensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi pada pengembangan tanaman pangan
dan palawija, agar nilai tambah (value added) bagi

petani dan masyarakat

di sekitar areal pertanian semakin meningkat secara bertahap. Pengembangan
tanaman padi dan palawija yang rutin dilaksanakan tersebut sangat didukung oleh
pengembangan tanaman buah-buahan unggulan (meliputi durian lokal, durian
montong, lengkeng itoh, jambu kristalin, dan srikaya jumbo Australia), tanaman
biofarmaka unggulan (meliputi kunyit dan temulawak), tanaman hias unggulan
(meliputi anggrek bulan dan anggrek Dendrobium). Untuk meningkatkan
produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman buah-buahan, biofarmaka, dan
tanaman hias unggulan tersebut, penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan
teknologi ramah lingkungan dilaksanakan secara sinergis dan bertahap, untuk
meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu produk pertanian serta
pendapatan usaha tani, melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
3.

Kegiatan

Pengembangan

Kawasan

Buah-buahan,

Biofarmaka,

dan

Tanaman Hias dalam upaya mewujudkan kebijakan peningkatan produksi,
dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat, letak strategis
lokasi pengembangan terhadap lokasi pasar, keseimbangan permintaan
(demand) pasar dan dukungan dari sarana prasarana;
4.

Kegiatan Pemberdayaan Kelembagaan untuk meningkatkan kepastian dan
jaminan harga serta daya saing yang optimal terhadap produksi buahbuahan, biofarmaka, dan tanaman hias unggulan, melalui bimbingan teknis
dan pengembangan kelembagaan petani yang difasilitasi media pemasaran
yang tepat untuk membangun kemitraan dan pembinaan sumber daya
manusia serta penumbuhan champion dan penyelenggaraan konsorsium;

5.

Kegiatan Sekolah Lapang (SL) menjadi wadah percontohan pemberian
bimbingan teknis dan penyampaian wacana budidaya yang baik dan benar
kepada petani buah-buahan, biofarmaka, dan tanaman hias, melalui
penyelenggaraan bimbingan teknis dan evaluasi dalam budidaya tanaman.

6.

Kegiatan Pertemuan/Sosialisasi/Identifikasi/Pembinaan/Workshop untuk
mengantisipasi permasalahan off farm, misalnya penyampaian hal-hal
aktual tentang sosialisasi kebijakan, norma, standar teknis, pedoman,
kriteria, dan pembinaan teknis di lokasi kawasan intensif dalam
pembudidayaan buah-buahan, biofarmaka, dan tanaman hias unggulan.

7.

Kegiatan Pemasyarakatan/Promosi sebagai wadah tukar-menukar informasi
antarpelaku usaha dan ajang penyampaian informasi potensi investasi,
16

potensi peragaan produk, dan ajang pembelajaran bagi petugas pertanian
dan masyarakat umum;
Faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), serta
peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang sangat perlu diperhatikan
dalam pembangunan pertanian di Kota Semarang adalah :
1. Kekuatan (Strength)
a. Kota Semarang memiliki agroklimat yang sesuai dan mendukung
pengembangan pertanian;
b. Tersedianya sejumlah sarana dan prasarana yang menunjang fungsi
pertanian seperti Koperasi Unit Desa (KUD), kios sarana pertanian, pasar
hewan, pos kesehatan hewan, klinik hewan, Tempat Pelelangan Ikan
(TPI), eks Balai Penyuluh Pertanian (BPP), dan Rice Mill Unit (RMU)
serta bangunan-bangunan konservasi pertanian;
c. Bidang tanaman pangan dan hortikultura, bidang peternakan, bidang
perkebunan dan kehutanan, dan bidang penyuluhan dan pengembangan
sumber daya berpotensi pengembangan produksi yang sangat besar;
d. Terdapat kelompok-kelompok tani (poktan) dan gabungan kelompok tani
(gapoktan) yang handal dalam pembangunan pertanian.
2. Kelemahan (Weakness)
a. Serangan hama dan penyakit tanaman serta penyakit menular pada ternak
memperlemah kondisi tanaman dan ternak yang sedang dikembangkan
pada periode tertentu;
b. Harga hasil produksi tanaman pangan, palawija, dan buah-buahan yang
relatif stabil pada kurun waktu tertentu, yang diikuti meningkatnya harga
sarana dan prasarana pertanian dapat menurunkan produktivitas pertanian
dan pendapatan petani.
3. Peluang (Opportunity)
a. Sentra-sentra produksi pertanian untuk tanaman pangan, palawija, buahbuahan, biofarmaka, dan tanaman hias lebih dikembangkan, sehingga
pemasaran produk pertanian semakin mantap dari waktu ke waktu;
b. Kemitraan antara petani dan pihak swasta dalam kaitannya dengan
pemasaran produk pertanian dapat lebih ditingkatkan, dimana Dinas
Pertanian Kota Semarang menjembatani dan mengawal kemitraan ini,
agar menguntungkan kedua belah pihak;
c. Agribisnis

pertanian

pada tanaman

hortikultura dan peternakan

merupakan potensi yang perlu terus dikembangkan, agar dapat
17

mengimbangi pasang surutnya hasil produksi tanaman pangan dan
palawija.
4. Ancaman (Threat)
a. Semakin menyusutnya lahan pertanian dapat menurunkan produksi hasil
pertanian/perkebunan mengakibatkan penurunan kapasitas produksi
pertanian dan penurunan drastis pendapatan petani dan masyarakat;
b. Menyusutnya lahan pertanian akibat meningkatnya alih fungsi lahan
menjadi lahan pemukiman dan lahan lainnya mengurangi daya dukung
lingkungan alam, khususnya pada fungsi resapan air dan. Semakin
menurunnya daya dukung alam tersebut menimbulkan berbagai
kerusakan alam, seperti kerusakan sumber-sumber air tanah, erosi, dan
tanah longsor.

B. TELAAH VISI DAN MISI KEPALA DAERAH TERPILIH
Visi dari Kepala Daerah Terpilih yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJPMD) Kota Semarang
Tahun 2010‒ 2015 yaitu Terwujudnya Semarang Kota Perdagangan dan Jasa
yang Berbudaya Menuju Masyarakat Sejahtera mengandung pengertian bahwa 5
(lima) tahun mendatang diharapkan bahwa Kota Semarang menjadi Kota
Metropolitan yang melayani seluruh aktivitas masyarakat kota dan daerah
hinterland-nya, memiliki derajat kualitas kehidupan masyarakat yang tinggi, baik
dari segi keimanan dan ketaqwaan, unggul dan berdaya saing tinggi,
berperadaban tinggi, profesional, berwawasan ke depan yang luas, menjamin
pengelolaan sumber daya manusia, dan sumber daya alam secara bertanggung
jawab, yang bertumpu pada perdagangan dan jasa.
Misi dari Kepala Daerah Terpilih yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Semarang Tahun
2005-2025 adalah :
1. Mewujudkan sumber daya manusia Kota Semarang yang berkualitas.
Pembangunan yang diprioritaskan pada peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang memiliki tingkat pendidikan dan derajat kesehatan yang tinggi,
berbudi luhur, dan bertoleransi tinggi, dengan tetap mempertahankan kadar
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa.
2. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dan kehidupan
politik

yang

demokratis

dan

bertanggung

jawab.

Penyelenggaraan

pemerintahan diprioritaskan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata,
efektif, efisien, dan akuntabel, yang menerapkan tata kelola pemerintahan
18

yang baik dan mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat,
disertai dengan penegakan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia.
3. Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah. Pembangunan yang
diprioritaskan pada peningkatan kemampuan perekonomian daerah, dengan
struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif yang
berbasis pada potensi ekonomi lokal, berorientasi pada ekonomi kerakyatan
dan berbasis sektor ekonomi yang berdaya saing tinggi di tingkat lokal,
nasional, dan internasional.
4. Mewujudkan tata ruang wilayah dan infrastruktur yang berkelanjutan.
Pembangunan diprioritaskan pada optimalisasi pemanfaatan tata ruang dan
peningkatan pembangunan infrastruktur wilayah yang terencana, selaras,
serasi, seimbang, dan berkeadilan , dengan tetap mempertahankan konsep
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
5. Mewujudkan
diprioritaskan

kesejahteraan
pada

sosial

penanganan

masyarakat.
masyarakat

Pembangunan
penyandang

yang

masalah

kesejahteraan sosial masyarakat, menjunjung tinggi kesetaraan gender, dan
perlindungan anak.
Ditinjau dari visi Kepala Daerah Terpilih sebagaimana disebutkan di atas
dapat dijelaskan bahwa pembangunan pertanian di Kota Semarang memiliki
andil yang sangat besar dalam pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung
jawab, yang bertumpu pada perdagangan dan jasa.

Sebagai daerah urban,

kontribusi sektor pertanian di Kota Semarang tidak menutup kemungkinan sektor
pertanian mampu mengembangkan tanaman pangan dan hortikultura pada lahan
yang relatif sempit, agar komoditas pertanian nantinya mampu lebih memberikan
kontribusi dalam perdagangan dan jasa, dan kompetitif dalam menjawab tantangan di masa mendatang. Kegiatan pertanian yang selama ini dilaksanakan di
kawasan Semarang Atas dan wilayah hinterland lainnya

selalu lebih

ditingkatkan pelaksanaannya melalui optimalisasi sumber daya, dana, sarana dan
prasarana, dan manajemen yang handal, yang disesuaikan dengan perkembangan
dan kemajuan teknologi, sehingga kegiatan pertanian mampu menghasilkan
produk-produk pertanian yang bermutu tinggi. Optimalisasi tersebut harus
didukung oleh profesionalisme dan pemanfaatan teknologi tinggi yang tepat
guna, sehingga nantinya produk pertanian yang berkualitas tinggi tersebut akan
selalu mampu bersaing dalam perdagangan global di masa mendatang di Kota
Semarang. Ditinjau dari misi Kepala Daerah Terpilih sebagaimana disebutkan di
atas, dapat dijelaskan tentang misi Dinas Pertanian Kota Semarang sebagai
berikut :
19

1. Mewujudkan pengelolaan sumber daya pertanian, peternakan dan
perkebunan yang optimal melalui pengembangan kawasan spesifik yang
berwawasan lingkungan
2. Mewujudkan sumber daya manusia pertanian yang berkualitas tinggi dan
mandiri
3. Peningkatan pelestarian dan konservasi sumber daya hayati dan non
hayati.
Dalam kaitannya dengan perwujudan kemandirian dan daya saing daerah,
pembangunan sektor pertanian merupakan upaya serius dalam meningkatkan
nilai tambah dan daya saing global dari produk pertanian di pasar lokal, nasional,
maupun internasional, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Kota
Semarang. Dengan dihasilkannya produk pertanian yang berkualitas tinggi, yang
menjamin ketersediaan bahan pangan dan kelestarian lingkungan hidup, ruang
usaha, dan lapangan kerja di sektor pertanian. Dengan dipertahankannya sektor
pertanian di Kota Semarang, tingkat kesejahteraan masyarakat petani dapat
semakin meningkat.

C. TELAAH RPJMD
Ditinjau dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kota Semarang Tahun 2011-2015, dapat dijelaskan bahwa dalam kaitannya
dengan salah satu misi RPJMD yaitu mewujudkan kemandirian dan daya saing
daerah, pengembangan produk-produk pertanian berorientasi pada ketersediaan
bahan pangan dan kelestarian sumber daya lingkungan, serta yang meningkatan
kesejahteraan masyarakat, senantiasa harus dilaksanakan menurut potensi tiaptiap bidang yang terlibat di dalamnya, yaitu Bidang Tanaman Pangan dan
Hortikultura, Bidang Peternakan, Bidang Perkebunan dan Kehutanan, dan
Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya. Bidang Tanaman Pangan
dan Hortikultura menitikberatkan pada pemanfaatan potensi produk pertanian
yang diwujudkan dalam kemampuan riil dari sumber daya pertanian, pada lahan
produktif yang kapasitasnya terbatas, untuk menghasilkan produk pertanian
berkualitas tinggi dan kompetitif di pasar lokal, nasional, regional, dan
internasional. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemanfaatan potensi
produk pertanian meliputi :

1. Pergeseran tata guna tanah, yang ditandai oleh pengalihan fungsi lahan
pertanian ke lahan non pertanian secara besar-besaran. Meskipun demikian,
pertanian di Kota Semarang tetap tumbuh secara positif dan produktivitas
beberapa komoditas unggulan senantiasa meningkat;
20

2. Penurunan kesuburan tanah dan degradasi kualitas lingkungan akibat
persaingan pemanfaatan sumber air oleh industri dan permukiman dengan
sektor pertanian dan perubahan iklim yang semakin sulit diprediksi;

3. Tinggi rendahnya produksi pertanian yang ditentukan oleh faktor keterbatasan
luas lahan, teknologi budidaya, kuantiitas pupuk/obat-obatan, keterbatasan air,
iklim/cuaca, dan mekanisme pemasaran.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan usaha tani dan memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap keanekaragaman pangan, maka untuk mendukung kegiatan
program ini diterapkan diversifikasi dan ekstensifikasi dengan

upaya

pemanfaatan pekarangan untuk tanaman pangan, tanaman buah-buahan
unggulan, tanaman hias dan biofarmaka unggulan, ternak, dan penggantian
tanaman nonproduktif ke tanaman produktif yang bermutu tinggi. Pengembangan
produksi pertanian diarahkan pada sistem sentralisasi komoditas, dimana
dibentuk pusat-pusat produksi untuk komoditas tertentu sesuai agroklimatnya.
Tanah kering berupa tegalan dan pekarangan sangat potensial

untuk

dikembangkan sebagai sentra-sentra produksi dan konsumsi tanaman buahbuahan, sehubungan dengan keterbatasan luas lahan pertanian di Kota Semarang.
Bidang Peternakan menitikberatkan pada peningkatan kapasitas produksi
peternakan, yang meliputi produksi daging, susu, dan telur serta produk olahan
peternakan. Penanganan produk peternakan harus sesuai dengan persyaratan
teknis kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) agar tidak mengganggu
kesehatan konsumen. Karena produk peternakan bersifat mudah rusak
(perishable) dan dapat menjadi media perantara (carrier) bagi penyakit menular,
maka peredaran produk asal hewan ternak harus memenuhi kriteria aman, sehat,
utuh, dan halal. Peningkatan produksi peternakan diwujudkan melalui
peningkatan sumber daya peternak, penyediaan data/informasi yang valid,
ekstensifikasi peternakan (pemanfaatan pekarangan rumah dan lahan ”tidur”
untuk usaha peternakan), peningkatan kesehatan ternak dan pencegahan penyakit
menular ternak, peningkatan mutu dan keamanan bahan pangan asal ternak, dan
meningkatkan populasi ternak.
Bidang Perkebunan dan Kehutanan menitikberatkan pada rehabilitasi dan
konservasi lingkungan, melalui upaya-upaya penanganan kerusakan lahan dalam
tindakan vegetatif dan sipil teknis, untuk mencegah run off (luncuran air
permukaan) yang dapat mengakibatkan bencana alam, seperti tanah longsor,
erosi, dan kekeringan. Terbatasnya vegetasi di daerah perkotaan menyebabkan
kurangnya filter udara dan polusi yang berasal dari gas buangan pabrik, asap
kendaraan bermotor, dan debu jalanan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
21

Polusi mengakibatkan degradasi lingkungan hidup yang berimplikasi pada
menurunnya kualitas hidup, sehingga sangat diperlukan upaya-upaya perbaikan
kualitas lingkungan hidup, dengan prioritas utama pada penanganan lahan-lahan
kritis, penanganan abrasi, pelaksanaan reboisasi/penghijauan di lahan hutan dan
kritis, serta penghijauan lahan di dekat pemukiman. Rehabilitasi dan konservasi
lingkungan di Kota Semarang telah diawali dengan penanganan lahan kritis dan
abrasi pantai, serta penghijauan di lahan dan pemukiman.

Di samping

penanganan lahan kritis dan abrasi pantai, antisipasi terhadap Organisme
Penggangu Tanaman (OPT) senantiasa dilaksanakan secara efektif dan terencana.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pendekatan partisipatif yang
memungkinkan petani melakukan pengawasan dan berperang melawan hama di
ladang mereka, serta mengurangi sesedikit mungkin pestisida kimia yang
berbahaya meskipun tetapi tidak secara menyeluruh melarang pemakaiannya.
Bidang Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya menitikberatkan
pada revitalisasi pertanian, yang mengandung pengertian suatu kesadaran untuk
menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara proporsional dan
kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali (vitalitas), memberdayakan
kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional
dengan tidak mengabaikan sektor lain. Berdasarkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan Dan Kehutanan. Penyuluhan merupakan suatu upaya strategis dari
kebijakan peningkatan kualitas SDM untuk mendorong peningkatan kecerdasan
masyarakat untuk menjadi pelaku pembangunan terutama dalam mendukung
berbagai kebijakan yang selalu dinamis untuk tujuan kesejahteraan masyarakat.
Peranan sumber daya manusia harus lebih ditingkatkan, melalui peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang sinergi dengan pendekatan komoditas dan
agribisnis, sehingga mampu mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh.

D. TELAAH RTRW DAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
Kota Semarang merupakan bagian dari tata ruang wilayah nasional
sebagai satu kesatuan ruang wilayah NKRI, yang meliputi darat, laut, dan udara,
yang harus dikelola secara bijaksana, supaya berdaya guna dan berhasil guna
secara berkelanjutan, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kota
Semarang. Kota Semarang terletak pada garis 6o50’ - 7o10’ Lintang Selatan dan
109o35’ – 110o50’ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang
b. Sebelah Barat

: Kabupaten Kendal
22

c. Sebelah Timur

: Kabupaten Demak

d. Sebelah Utara

: Laut Jawa

Topografi Kota Semarang bervariasi, mulai dari dataran rendah atau pantai,
berbukit, hingga dataran tinggi, dan ketinggian tempat, antara 0,75 – 348 m dpl.
Daerah dataran pantai sekitar 0,75 m dpl, daerah berbukit 90,56 – 270 m dpl, dan
daerah dataran tinggi 270 – 348 m dpl. Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan
dan 177 kelurahan, memiliki luas kurang lebih 373,70 km2 atau 37.370,017 Ha
yang terbagi atas tanah sawah 3.992 km2 (10,65%) dan tanah kering 33.383 km2
(89,35%). Dari keseluruhan kecamatan yang ada, lahan sawah dalam luasan
wilayah yang besar berada di Kecamatan Mijen dan Gunungpati, dengan
komposisi luas lahan sebesar 1.008 Ha atau 10,08 km2 (17,52% dari total luas
Kecamatan Mijen sebesar 57,55 km2) dan 1.385,97 Ha atau 13,8597 km2
(25,61% dari total luas Kecamatan Gunungpati sebesar 54,11 km2).
Penggunaan lahan di Kota Semarang meliputi irigasi teknis, irigasi
setengah teknis, irigasi sederhana/irigasi desa/irigasi non PU, sawah tadah hujan,
dan lahan yang tidak diusahakan. Di samping lahan untuk sawah, terdapat juga
lahan untuk pekarangan, tegal/kebun, kolam/tebat/empang, hutan rakyat/tanaman
kayu, hutan negara, dan perkebunan swasta/negara. Berdasarkan Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW) dan Lingkungan Hidup Strategis, dapat dijelaskan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk serta dinamika dan aktivitas penduduk
Kota Semarang, yang diikuti oleh semakin mantapnya pelaksanaan otonomi
daerah, dan pengaruh perdagangan bebas menimbulkan dampak penurunan
kualitas sumber daya alam dan menyempitnya ruang untuk pengembangan
komoditas unggulan

pertanian, sehingga komoditas unggulan ini lebih

dikembangkan pada ruang dan lokasi yang tepat berdasarkan Konsep
Agropolitan, dimana terjadi sinergi antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan manusia. Keterpaduan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
manusia memperhatikan perlindungan fungsi alam terhadap dampak-dampak
negatif pengrusakan alam. Pengembangan sektor pertanian pada suatu space
yang cukup luas dan memadai untuk pembentukan sentra-sentra komoditas
pertanian unggulan dan penempatan sarana prasarana pertanian tidak dapat
diganggu, dihambat, bahkan dirusak oleh perkembangan wilayah nonpertanian,
sehingga wilayah nonpertanian ini dikendalikan secara optimal agar tidak
menimbulkan bencana alam, seperti banjir, rob, erosi, tanah longsor, dan
kekeringan panjang. Pemanfaatan space yang cukup luas dan memadai untuk
sentra-sentra produksi pertanian mampu memulihkan lingkungan hidup dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup strategis di wilayah bersangkutan.
23

Penempatan posisi sentra-sentra pertanian pada akhirnya mampu meningkatkan
kualitas lingkungan hidup strategis menjadi lebih optimal dan dalam jangka
panjang dapat menciptakan kelestarian dan mempertahankan keseimbangan alam
di Kota Semarang.

E. PENENTUAN ISU STRATEGIS
Dari hasil telaah dan kajian yang disebutkan sebelumnya di atas, dapat
ditarik dan dirumuskan isu-isu strategis yang berkaitan dengan pembangunan
sektor pertanian sebagai berikut :

1. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang untuk pembangunan
sektor pertanian yang sesuai dengan rencana tata ruang Kota Semarang, harus
dilakukan secara sinergis dan terencana dengan baik, tanpa kendala dan
hambatan dari segala sesuatu yang berada di sektor nonpertanian;

2. Pembangunan sektor pertanian merupakan upaya nyata untuk mengantisipasi
kerusakan lingkungan alam Kota Semarang, yang berarti turut menangani
permasalahan penurunan kualitas sumber daya tanah dan air, yang saat ini
terjadi di Kota Semarang, sehingga pembangunan sektor pertanian harus
dilaksanakan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu;

3. Pembangunan sektor pertanian menjadi suatu upaya untuk meningkatkan
kualitas dan daya saing produk pertanian Kota Semarang dalam agribisnis
lokal, regional, nasional, dann internasional, agar terwujud produk-produk
pertanian unggulan daerah, sehingga Kota Semarang menjadi setara dalam hal
potensi pertanian unggulannya, sehingga diharapkan mampu mendekati
keunggulan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Tengah yang
menghasilkan produk pertanian unggulan.

-----o0o-----

24

BAB IV
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN,
STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

A. VISI
Visi adalah kondisi yang diinginkan pada akhir periode perencanaan yang
direpresentasikan dalam sejumlah sasaran hasil pembangunan yang dicapai
melalui program-program pembangunan dalam bentuk rencana kerja. Penentuan
visi yang ditawarkan ini mendasarkan pada penelusuran jejak aspek historis Kota
Semarang sebagai kota niaga dimana pada jaman dahulu pernah dinyatakan
sebagai Kota Niaga Terbesar Kedua sesudah Batavia. Berdasarkan sejarah
sebagai kota niaga dan didukung oleh analisis potensi, faktor-faktor strategis
yang ada pada saat ini serta proyeksi pengembangan kedepan, maka dirumuskan
visi sebagai berikut :
” SEMARANG KOTA AGROPOLITAN BERBUDAYA,
YANG MENDUKUNG PERDAGANGAN DAN JASA,
MENUJU MASYARAKAT SEJAHTERA ”
Visi tersebut memiliki lima kunci pokok yakni Kota Agropolitan, Kota
Perdagangan, Kota Jasa, Kota Berbudaya, dan Sejahtera.
Kota Agropolitan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007,
kawasan agropolitan mengandung arti kawasan yang merupakan sistem
fungsional yang terdiri dari satu atau lebih pusat-pusat pelayanan fasilitas
perkotaan (urban function center) pada wilayah produksi pertanian tertentu, yang
ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan hirarki ke ruangan
satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Pusat pelayanan fasilitas
perkotaan (urban function center) adalah lokasi pusat pelayanan sistem
permukiman dan agribisnis yang dapat berbentuk atau mengarah pembentukan
kota tani (agropolis) skala kecil/sedang yang berbasis pada kegiatan jasa dan
industri berbasis pertanian.
25

Pengembangan kota agropolitan adalah suatu pendekatan pembangunan
kawasan melalui upaya-upaya penataan ruang kawasan dan menumbuhkan pusatpusat pelayanan fasilitas perkotaan (urban function center) yang mengarah pada
terbentuknya kota-kota kecil berbasis pertanian (agropolis) sebagai bagian dari
sistem perkotaan dengan maksud meningkatkan pendapatan kawasan (regional
income), mengindari kebocoran pendapatan kawasan (re-gional leakages),
menciptakan pembangunan yang berimbang (regional balance) dan keterkaitan
antar kawasan (urban rural linkages) yang sinergis dan pembangunan daerah.
Kriteria kawasan/kota menjadi suatu agropolitan adalah :
1. Memiliki daya dukung dan potensi fisik kawasan yang memadai
(kesesuaian lahan dan agroklimat) untuk pengembangan pertanian dan
aksesibilitas yang baik;
2. Luas kawasan dan jumlah penduduk yang mencapai economic of scale dan
economic of scope (biasanya dalam radius 3-10 km, mencakup beberapa desa
hingga gabungan bagian beberapa kecamatan);
3. Memiliki komoditas dan produk olahan pertanian unggulan (merup