BAB I PENDAHULUAN - Perkembangan Pengajaran Matematika di USA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor kemajuan bangsa

  ini berdiri, yang telah menjadi sebuah keharusan bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia. Pendidikan menjadi pilar utama dalam membentuk kepribadian yang akan menjadi acuan dalam perkembangan kehidupan. Dengan pendidikan pula peradaban dunia ini bisa dibentuk, berkembang.

  Di era perkembangan yang kemajuannya berjalan secara cepat ini menuntut pendidikan untuk bisa menghadapi dan mengontrolnya sehingga manusia tidak terjebak dengan kencangnya arus kemajuan zaman. Hal ini membuat suatu bangsa untuk semakin berusaha memajukan kualitas pendidikan yang ada di negaranya masing-masing, seperti: Amerika Serikat, Belanda, Singapura dan Jepang. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan membahas mengenai perkembangan pengajaran matematika di empat negara yang telah disebutkan diatas.

B. Rumusan Masalah

  1. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Amerika Serikat?

  2. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Belanda?

  3. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Singapura?

  4. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Jepang?

  C. Tujuan Makalah

  

1

Berdasarkan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan

  untuk mengetahui :

  2. Pengajaran matematika di negara Belanda

  3. Perkembangan pengajaran matematika di negara Singapura

  4. Perkembangan pengajaran matematika di negara Jepang

  D. Kegunaan Makalah

  Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan berkenaan dengan perkembangan pengajaran matematika di luar negri. Secara praktis makalah ini bermanfaat bagi :

  1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan wawasan berkenaan dengan perkembangan pengajaran matematika di luar negri.

  2. Pembaca, sebagai media informasi tentang perkembangan pengajaran matematika di luar negri.

BAB II PEMBAHASAN A. Perkembangan Pengajaran Matematika di Amerika Serikat Sebelum tahun 50-an sudah ada kesepakatan bersama bahwa pengajaran

  matematika yang ada tidak berhasil dengan melihat kenyataan bahwa nilai mata pelajaran matematika biasanya lebih rendah dibanding pelajaran lainnya. Pada umumnya siswa takut terhadap pelajaran matematika, dan tidak menyukainya. Banyak sekali orang dewasa yang tidak mampu mempertahankan kemampuan yang dimilikinya, dan banyak pula yang beranggapan bahwa tak ada yang bisa diperoleh dari belajar matematika.

  Kemudian pada pertengahan abad ke- 20 di Amerika Serikat terdapat proyek pengajaran matematika yang dipimpin oleh Beberman tahun 1952, yaitu UICSM (The University of Illinois Committee on School Matematics) yang menekankan pada pengertian dan penemuan. Karena proyek ini merupakan cikal bakal matematika modern maka Beberman sebagai pemimpin proyek tersebut disebut sebagai Bapak Matematika Modern.

  Untuk memajukan teknologinya maka dilakukan proyek perbaikan pendidikan terutama pengajaran matematika. Salah satunya dibuat sebuah gerakan matematika modern yang merupakan kelanjutan dari proyek UICSM yaitu proyek SMSG ( School Mathematics Study Group ) yang dipimpin oleh Dr. E. Begle tahun 1958, yang hasilnya mampu memberi perubahan besar bukan saja di Amerika tapi juga bagi pengajaran matematika di seluruh dunia.

  Menurut Morris Kline, sudah ada kesepahaman bersama bahwa pengajaran matematika tidak berhasil. Jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya nilai matematika lebih rendah.

  Pernyataan lainnya adalah bahwa pada umunya siswa takut terhadap pelajaran matematika dan tidak menyukainya. Pada pertengahan abad ke-20 Diantaranya ialah proyek yang dipimpin oleh beberman tahun 1952, yaitu UICSM (The University of Illinois Committee on School Mathematics).

  Proyek ini menekankan pada pengertian dan penemuan. Di atas telah diuraikan bahwa proyek UICSM merupakan cikal bakal matematika modern.

  Oleh karena itu tak heran jika Beberman, pemimpin proyek tersebut digelari Bapak Matematika Modern. Matematika modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Menekankan pada pengertian dan penemuan.

  Matematika modern tidak menitikberatkan pada menghafal dan latihan tetapi lebih mengutamakan pada menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari. Matematika modern mengandung penemuan, logika yang akurat, membedakan bilangan dari lambang bilangan atau angka.

  Matematika modern memuat materi baru.

  Dalam matematika modern mulai diajarkan materi baru yang belum pernah diajarkan dalam matematika tradisional. Seperti misalnya bilangan dasar non desimal, aritmetika, teori himpunan, struktur aljabar, logika matematika, statistika, probabilitas, dan sebagainya. Kesemua materi baru ini ada yang diberikan sebagai ilmu, dan ada juga yang berfungsi sebagai penghubung antara materi satu dengan materi yang lainnya. Misalnya teori himpunan merupakan landasan dari materi lainnya seperti aljabar, geometri, sehingga himpunan merupakan materi yang digunakan dalam seluruh cabang matematika. Pendekatan materi dalam matematika modern adalah matematika deduktif.

  Dalam matematika, pendekatan deduktif merupakan penyajian materi dari materi yang sifatnya umum menuju materi yang sifatnya khusus.

  Sedangkan pendekatan induktif merupakan penyajian materi dari hal-hal yang bersifat khusus menuju hal-hal yang bersifat umum.

  Dalam matematika modern ketetapan bahasa sangat diperhatikan.

  Dalam penggunaan bahasa sangat teliti disesuaikan dengan konsep dan teori yang ada. Misalnya untuk segitiga sama sisi mempunyai tiga sisi yang kongruen, tidak menggunakan kata “ sama”. Begitu pula kalau dalam matematika lama dikatakan luas segitiga padahal yang tepat adalah luas daerah segitiga. Dalam menyatakan himpunan digunakan tanda kurung kurawal dan bukan tanda kurung biasa.

  Matematika modern sangat menekankan pada struktur Hal ini terlihat dalam materi struktur aljabar yang memuat sifat-sifat komutatif, asosiatif, unsur satuan, unsur invers, unsur komplemen, operasi biner, dan operasi invers.

  Gerakan “Back to the Basics”

  Banyak yang beranggapan bahwa adanya gerakan “back to the basics” mengandung arti bahwa matematika modern sudah mulai ditinggalkan dan harus kembali ke berhitung lama. Pendapat ini tentu harus diluruskan, mengingat bahwa pada saat gencar-gencarnya gerakan “back to the basics”, materi matematika sekolah-sekolah di Amerika Serikat bersumber pada materi proyek SMSG ( School Mathematics Study Group ). Dalam proyek SMSG diajarkan bahwa himpunan, fungsi dan sistem matematika dan logika merupakan landasan yang kuat sebagai suatu sistem; Ketidaksamaan dan dalam geometri ruang;Ttrigonometri disajikan dengan pendekatan aljabar; Geometri analitik merupakan topik yang menyebar dan disisipkan pada aljabar. Matematika modern banyak ditentang oleh beberapa alih matematika diantaranya yaitu Prof. Morris Kline, yang dengan tegas menyatakan bahwa matematika modern pada dasarnya memiliki banyak kelemahan-kelemahan.

  Ia menyatakan bahwa matematika modern terlalu banyak yang diawali dengan aksioma atau postulat, atau yang bersifat umum, yang kemudian diambil contoh-contoh dan soal-soalnya. Kelemahan lainnya adalah matematika modern kurang bersifat konkret. Siswa sulit memahaminya karena siswa pada umumnya memerlukan konsep yang dapat ditarik pada dunia konkret. Matematika modern juga dianggap kurang ada hubungan dengan bidang-bidang studi lain. Bagaimana penerapan matematika pada ilmu-ilmu lain kurang mendapat perhatian. Akibatnya anak tidak mengetahui bagaimana kedudukan antara matematika dengan bidang studi lain. Kline juga menyebutkan bahwa matematika modern terlalu banyak mengandung topik-topik yang kurang berfaedah.

  Reys dan kawan-kawan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh E.T. Ruseffendi, mengatakan bahwa gerakan “back to the basics”, merupakan suatu gerakan yang amat membahayakan bagi perkembangan matematika, tergolong gerakan yang mundur dan mengandung kesalahan-kesalahan. Pada dasarnya gerakan “back to the basics” tidak termasuk gerakan yang memperbaharui pengajaran matematika yang ada, yaitu matematika modern, melainkan hanya pengurangan beberapa topik dari matematika modern dan penggeseran keseimbangan dari matematika modern yang sifatnya lebih menekankan pada pengertian dan pemecahan masalah, kepada matematika yang praktis-praktis saja, dengan bahasa yang agak longgar dan kemampuan secukupnya.

  Gerakan “back to the basics” mendapat kecaman pula dari beberapa organisasi yang berpengaruh di Amerika Serikat. Organisasi profesional seperti NACOME (National Advisory Committee on Mathematical Education) pada tahun 1975 mengusulkan agar siswa boleh menggunakan kalkulator dan komputer. Dalam penggunaan kalkulator, organisasi ini mengusulkan agar siswa boleh menggunakan kalkulator pada saat siswa mengerjakan soal-soal matematika, termasuk penyelesaian tugas yang diberikan guru. Dalam kegiatan belajar-mengajar NACOME mengusulkan agar siswa diberi pengalaman konkret agar mampu memahami ide-ide dasar yang sifatnya abstrak.

  Organisasi lainnya, yaitu NIE (National Institut of Education), pada tahun 1975, menegaskan tentang pengertian dasar dalam kemampuan siswa dalam matematika. Organisasi ini mengusulkan 10 tujuan pokok yang harus dicapai dalam pendidikan matematika yaitu, keterampilan aritmetika yang cukup, adanya kaitan antara matematika dengan ilmu-ilmu lain, estimasi dan aproksimasi (taksiran dan pendekatan), statistika yang mencakup pengukuran, pengolahan dan interpretasi data, mampu memahami fungsi dan laju perubahan, memahami teori peluang, mendapat kesempatan praktek mandiri menyelesaikan masalah dalam matematika.

  Di sisi lain NCSM (National Council of Supervisors of Mathematics), pada tahun 1976, mengemukakan pendapat bahwa dalam pengajaran matematika hendaknya mengandung segi-segi, pemecahan masalah, penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari, perkiraan benar atau salahnya suatu jawaban, taksiran dan penghampiran (estimasi dan aproksimasi), keterampilan berhitung yang memadai, geometri, pengukuran, membaca, menginterprestasi, membuat gambar, diagram dan grafik, menggunakan matematika dalam pendugaan atau ramalan dan mengetahui komputer serta mampu mengoperasikannya.

  Gerakan “back to the basics” yang berkeinginan unutuk memperbaiki pengajaran matematika, tidaklah berhasil dalam mencapai targetnya. Hasil program yang dicanangkan oleh gerakan tersebut ternyata memberi gambaran bahwa prestasi belajar siswa menurun. Penurunan ini sangat terlihat dalam 2 unsur, yaitu pengertian dan pemecahan masalah.

  Kegiatan Internasional dalam Pengajaran Matematika

  Amerika Serikat, seperti juga negara-negara lainnya seperti Afrika, Asia, dan Australia sama-sama aktif dalam kegiatan internasional, seperti kontes Matematika Internasional Tahunan yang dikenal dengan sebutan Olimpiade Matematika Internasional (International Mathematical Olimpiade). Yang mengikuti kegiatan ini adalah siswa-siswa SMTA. Untuk menjadi peserta dalam kontes yang bergengsi itu, peserta harus melewati seleksi yang amat ketat. Di Amerika Serikat misalnya, yang berhak mengikuti kontes itu adalah siswa yang memperoleh hasil terbaik dalam ujian sekolah menengah atas tahunan. Dengan demikian mereka merupakan orang-orang terpilih secara ketat dalam mewakili teman-temannya ke kontes internasional itu.

  Pengajaran Matematika di Beberapa Negara

  Pembaharuan pengajaran matematika di AS ternyata diikuti oleh banyak negara. Di benua Eropa seperti di Perancis, Rusia, Inggris, Jerman dan Swedia; di benua Amerika seperti Kanada; di benua Asia seperti Jepang, Filipina, Indonesia dan Malaysia; di benua Australia; di benua Afrika seperti Uganda, Tanzania, Zambia dan Etiopia; di Oceania seperti Fiji.

  Berdasarkan hasil kunjungan Prof. E.T. Ruseffendi ke beberapa negara, diperoleh laporan bahwa pengajaran matematika sekolah di RRC adalah formal, cara mengajar adalah ceramah. Anak duduk dengan rapi mendengarkan guru. Matemtika juga diajarkan di tingkat TK, tetapi tidak pernah diberikan materi untuk tingkat SD. Pada waktu SMP siswa harus: Dapat berhitung dengan bilangan cacah, bilangan bulat, pecahan dan desimal.

  Mengenal bentuk-bentuk geometri sederhana. Dapat menggunakan bentuk aljabar. Dapat menyelesaikan soal tepakai yang sederhana.

  Versi pelaksanaan pengajaran matematika (modern) di setiap negara berlainan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Kesimpulannya bahwa negara-negara di dunia sudah meninggalkan matematika modern adalah tidak benar. Mungkin ini kekeliruan dari mengartikan gerakan “back to the basics”. Dikiranya kembali ke berhitung lama.

B. Perkembangan Pengajaran Matematika di Belanda

  Di Belanda, menggunakan pendekatan pembelajaran matematika yang disebut dengan RME (Realistic Mathematics Education) atau dalam bahasa Indonesia adalah PMR (Pembelajaran Matematika Realistik). RME dikembangkan oleh Freudenthal Institute, Utrecht University, Belanda.

  Proyek pertama yang berhubungan dengan RME adalah proyek Wiskobasoleh Wijdeveld dan Goffree.

1. Pengertian RME

  Ide RME dikemukakan oleh Hans Freudenthal dari Belanda, gagasan ini muncul karena adanya perkembangan matematika modern di Amerika dan praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda. Pembelajaran yang dimaksud adalah guru memberi siswa suatu rumus lalu memberi contoh cara menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal diikuti dengan memberi soal latihan sebanyak- banyaknya tentang penggunaan rumus tersebut. Untuk pengembangan dan penerapan guru memberi soal cerita yang dapat diselesaikan dengan rumus tadi. Pada era 1980 terjadi perubahan dasar teori belajar pada pembelajaran matematika yaitu dari behaviorism ke arah konstruktivisme realistic.

2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

  Menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994:114-115), PMR memiliki empat karakteristik, diuraikan sebagai berikut: a. Menggunakan masalah konstektual (the use of context). Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah konstektual sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya dan sistem formal. Masalah konstektual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree (dalam Suherman, dkk., 2003:149-150), masalah konstektual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan konstektual.

  b. Menggunakan instrument vertical seperti model, skema, diagram dan symbol – symbol (use models, bridging by vertical instrument). Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model – model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah konstektual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Siswa diberi kesempatan seluas

  • – luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

  c. Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity). Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal penting dalam PMR. Bentuk – bentuk interaksi seperti: negoisasi, penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk pengetahun matematika formal dari bentuk-bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif. d. Terkait dengan topik lainnya (intertwining). Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topic atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam PMR pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran yang diberikan.

3. Ciri – Ciri RME

  Fauzan (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan PMR memiliki beberapa ciri, yaitu: a. Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan bagian yang esensial.

  b. Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics).

  c. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru).

  d. Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua aktivitas di kelas. e. Aktivitas yang dilakukan meliputi : menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject matter).

4. Langkah – Langkah Metode RME

  Soedjadi (2001 : 3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika realistic juga diperlukan upaya “ mengaktifkan siswa” . Upaya itu dapat diwujudkan dengan cara :

  1) Mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar Salah satu kemungkinan adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Salah satu upaya guru untuk merealisasikan pernyataan diatas adalah menetapkan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMR (Pembelajaran Matematika Realistik).

  Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta memperhatikan berbagai pendapat tentang proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR di atas, maka disusun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR sebagai berikut :

  Langkah 1. Memahami masalah kontekstual

  Guru memberikan masalah kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah yang diberikan tersebut. Jika terdapat hal-hal yang kurang dipahami oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa.

  Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.

  Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual

  Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah, selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut.

  Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua mernggunakan model.

  Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.

  Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan lainya.

  Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah karakteristik ketiga yaitu menggunakan kontribusi siswa

  ( students constribution ) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi ( interactivity ) antara siswa dengan siswa yang lain.

  Langkah 4. Menyimpulkan.

  Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistic yang diselesaikan.

  Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong kedalam langkah ini adalah adanya interaksi ( interactivity ) antara siswa dengan guru ( pembimbing ).

5. Kelebihan

  Menurut suwarsono (2001:5) terdapat kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu : a. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari- hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.

  b. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

  c. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu sungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.

  d. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

6. Kekurangan

  Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu :

  a. Tidak mudah untuk merubah pandangan yang berdasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah konstektual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.

  b. Pencarian soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih- lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermaca- macam cara c. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah d. Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar dapat melakukan penemuan kembali konsep – konsep atau prinsip – prinsip matematika yang dipelajari.

C. Perkembangan Pengajaran Matematika di Singapura

  Kurikulum Pendidikan Matematika Singapura Pada tahun 1992 Singapura mulai menekankan pemecahan masalah di pembelajaran matematika yang di dalamnya menyangkut kemahiran, kemampuan/keterampilan dalam menerapkan konsep-konsep matematika dalam berbagai situasi masalah, seperti yang dijabarkan oleh Kementrian Pendidikan Singapura, Mathematical problem solving is central to

  mathematics learning. It involves the acqulsition and application of mathematics concepts and skill in a wide range of situation. Including non- routine, open-ended and real-word problems (Clark, 2009).

  Pemecahan masalah (problem solving) sebagai tujuan utama pengembangan kurikulum pendidikan Singapura bergantung pada 5 (lima) komponen yang saling terkait. Kelima komponen tersebut, yaitu konsep (concept), keterampilan (skills), proses (processes), sikap (attitudes), serta metakognisi (metacognition) dan pemecahan masalah (problem solving) sebagai pusatnya tergambar dalam sebuah segilima yang disebut sebagai Kerangka Kurikulum Matematika Singapura (Singapore’s Mathematics Framework) sebagai berikut:

  Kerangka tersebut memperlihatkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika. Sedangkan kelima kompenen yang melingkarinya memberikan kontibusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Tujuan dari kurikulum tersebut dipaparkan dalam dokumen silabus yang memuat garis besar filosofis yang mendasarinya dan tujuan-tujuan kurikulum beserta muatan silabus berdasarkan tingkatan kelas.

  Di dalam sibaus tersebut, komponen proses (processes) telah mengalami komunikasi dan koneksi (communication and connection), serta aplikasi dan pemodelan atau peragaan (application and modeling) sebagai tambahan dari heuristik atau strategi (heuristics) dan kemampuan berpikir (thinking skill).

  Semua kemampuan proses tersebut harus diimplementasikan dalam pembelajaran matematika.

  Aplikasi dan pemodelan (appilcation and modeling) menurut Kaur dan Dindyal (2010) memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pemahaman dan kemampuan matematika. Pemodelan matematika (mathematical modeling) merupakan proses memformulasi dan mengembangkan suatu model matematika untuk merepresentasikan dan memecahkan masalah. Melalui pemodelan matemtaika, siswa belajar untuk menggunakan representasi data yang beragam dan memiliah serta menerapkan metode dan alat yang tepat dalam memecahkan masalah.

  Kemampuan matematika siswa di Singapura telah lebih maju. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah (problem solving) menjadi tujuan utama dalam pembelajaran matematika di Singapura. Foong (2002) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika di Singapura kini, kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan dari proses belajar mengajar matematika. Selanjutnya Foong (2002) berpendapat bahwa mengajar melalui pemberian masalah-masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun konsep matematika dan mengembangkan keterampilan matematikanya.

  Masalah akan mengarahkan siswa untuk menggunakan heuristik seperti Untuk menyelesaikan masalah, murid harus mengamati, menghubungkan, bertanya, mencari alasan, dan mengambil kesimpulan. Keberhasilan dalam memecahkan masalah sangat erat hubungannya dengan tingkat kemampuan dan pengamatan seseorang terhadap proses berpikir siswa sendiri.

D. Perkembangan pengajaran Matematika di Negara Jepang

  Pengajaran matematika di Jepang relatif berbeda. Kelas dimulai dengan pengantar singkat, kemudian guru menyajikan satu soal yang cukup sulit dan tidak mengajarkan siswa cara memecahkan soal tersebut. Para siswa lalu mengerjakan sendiri soal tersebut, baik mandiri maupun berkelompok, sambil diawasi oleh guru yang berkeliling untuk melihat berkembangan dan memberikan saran-saran. Setelah sepuluh atau 15 menit, salah seorang siswa diminta untuk mempresentasikan apa yang diperolehnya di depan kelas, dengan masukan dari guru jika siswa tersebut mengalami hambatan.

  Matematika jepang memberikan kebebasan pola pikir dalam menyelesaikan masalah kepada anak. Kesalahan yang terjadi pada anak dibiarkan dan dijadikan proses alamiah dalam menemukan pola pikir itu. Guru memberikan sebuah permasalahan untuk dipecahkan anak sesuai dengan pola pikirnya.

  Dalam sebuah kelas di Jepang, anak-anak bisa jadi menghabiskan seluruh waktu pembelajaran di kelas untuk mendemonstrasikan dan mendiskusikan beragam solusi yang mereka identifikasi terhadap suatu persoalan. Dengan melihat pada suatu persoalan dari berbagai perspektif, dan menilai proses berpikir dalam diri mereka sendiri, serta mengoreksi miskonsepsi yang telah mereka buat, mereka belajar berpikir secara lentur atau fleksibel. Bukannya sepenuhnya mereka pahami, atau memecahkan sejumlah besar persoalan yang sama dengan rumus algoritma yang sama, para siswa belajar untuk sampai pada pemahaman akan beragam strategi untuk memecahkan persoalan. Tidak mengherankan bahwa akhirnya mereka pun mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari tersebut dalam situas-situasi baru yang mereka hadapi.

  Pembelajaran matematika, terutama di SD dan SMP di Jepang juga sangat menarik, guru-guru selalu menyiapkan bahan belajar yang sangat sederhana, misalnya kertas, gunting, jepitan pakaian, atau bahan lain yg gampang sekali ditemukan. Alat peraga digunakan untuk membantu membentuk pola pikir anak.

  Misalnya seorang guru di SD affiliation Tsukuba University mengajar anak kelas 5 SD bilangan berderet dengan bahan kertas dan gunting. Dengan prinsip ‘melipat dan menggunting’ anak-anak belajar bilangan berderet secara menyenangkan.

  Yang menarik guru sama sekali tidak menggurui dengan memberitahukan jawabannya secara langsung, tetapi seakan-akan beliau tidak tahu, dan meminta siswa untuk menjelaskan. Melalui cara ini, saya dapat menangkap bahwa anak-anak Jepang sangat kaya ide. Pepatah ‘banyak jalan menuju Roma’ berlaku di sini. Dan Pak Guru sama sekali tidak pernah mengatakan ‘salah’, yang dia ucapkan malah kalimat ‘naruhodo’, yang artinya ‘Oh, saya baru tahu!’ Kalimat ini menurut saya membangkitkan suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang anak. Suatu pujian yang bisa diartikan ‘kamu bisa,

  Ada 3 prinsip mengajar guru-guru di Jepang, yaitu

  1. Tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan)

  2. Wakaru ko (anak harus mengerti) 3. dekiru ko (anak harus bisa)

  Melalui model pembelajaran seperti itu, kita dapat melihat bagaimana anak-anak di Jepang diajari untuk menganalisa sebuah permasalahan, atau menemukan pemecahannya, tanpa dijejali dengan rumus itu rumus ini. Mereka baru diajari rumus /teori belakangan, setelah mereka paham asal-usul sebuah teori, dan bisa menggunakannya di kehidupan sehari-hari. Mereka juga tidak diajari banyak hal, sedikit saja yang penting mengerti.

  Pendekatan pembelajaran matematika di Jepang yang diamanatkan oleh standar isi adalah pemecahan masalah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Pembelajaran matematika di Jepang berdasarkan masalah kontekstual. Hal ini dapat terlihat dari buku pelajaran matematika di Jepang menggunakan gambar asli tempat, benda dan hal-hal lain yang memiliki relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku. Buku pelajarannya berwarna-warni dan memiliki banyak foto dan gambar.

BAB III SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan simpulan

  bahwa :

  1. Perkembangan Pengajaran Matematika di Negara Amerika Serikat Pada pertengahan abad ke-20 di Amerika Serikat terdapat proyek pengajaran matematika yang dipimpin oleh Beberman tahun 1952, yaitu

  UICSM (The University of Illinois Committee on School Matematics) yang menekankan pada pengertian dan penemuan. Karena proyek ini merupakan cikal bakal matematika modern maka Beberman sebagai pemimpin proyek tersebut disebut sebagai Bapak Matematika Modern. Matematika modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut: - Menekankan pada pengertian dan penemuan.

  • Matematika modern memuat materi baru.
  • Pendekatan materi dalam matematika modern adalah matematika deduktif.
  • Dalam matematika modern ketetapan bahasa sangat diperhatikan.
  • Matematika modern sangat menekankan pada struktur

  2. Perkembangan Pengajaran Matematika di Negara Belanda Belanda

  • Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan

  

2

  keterampilan, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan

  

3

  teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok

  • Karakteristik Pembelajaran Realistik Matematika Menggunakan masalah konstektual (the use of context), Menggunakan instrument vertical seperti model, skema, diagram dan symbol – symbol (use

  models, bridging by vertical instrument), Proses pembelajaran yang

  interaktif (interactivity), Terkait dengan topik lainnya (intertwining)

  • Ciri – Ciri RME menurut Fauzan (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan PMR memiliki ciri, yaitu: (1) Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga
memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan bagian yang esensial, (2) Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics), (3) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru), (4)Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua aktivitas di kelas, (5) Aktivitas yang dilakukan meliputi : menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan a subject matter).

  • Langkah–Langkah metode RME yaitu (1) Memahami masalah kontekstual, (2) Menyelesaikan masalah kontekstual, (3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, (4) Menyimpulkan

  3. Perkembangan Pengajaran Matematika di Negara Singapura Kemampuan matematika siswa di Singapura telah lebih maju.

  Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah (problem solving) menjadi tujuan utama dalam pembelajaran matematika di Singapura.

  Foong (2002) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika di Singapura kini, kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan dari proses belajar mengajar matematika. Selanjutnya Foong (2002) berpendapat bahwa mengajar melalui pemberian masalah-masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun konsep matematika dan mengembangkan keterampilan matematikanya.

  4. Perkembangan pengajaran matematika di negara jepang

  • Tujuan kurikuler dari negara Jepang dalam pendidikan matematika yaitu berusaha untuk memberikan para siswa dengan berbagai dan beragam pengalaman yang akan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir secara logis dan kreatif menggunakan masalah matematika yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata.
  • Matematika Jepang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah dengan pola pikir sendiri.
  • Inti pengajaran matematika di jepang adalah membentuk pola pikir para problem solving dan discovery.

  B. Saran Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.