Sekolah-sekolah Kanisius : Yogyakarta reaktualisasi di tengah himpitan situasi jaman sebuah tinjauan sejarah periode 1985-2006 - USD Repository

  

SEKOLAH-SEKOLAH KANISIUS YOGYAKARTA:

REAKTUALISASI DI TENGAH HIMPITAN SITUASI JAMAN

SEBUAH TINJAUAN SEJARAH PERIODE 1985 - 2006

SKRIPSI

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

  Program Studi Ilmu Sejarah Di Universitas Sanata Dharma

  

Oleh :

Widaryanto Ari Nugroho

NIM: 994314016

  

FAKULTAS SASTRA JURUSAN ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

SEKOLAH-SEKOLAH KANISIUS YOGYAKARTA:

REAKTUALISASI DI TENGAH HIMPITAN SITUASI ZAMAN

SEBUAH TINJAUAN SEJARAH PERIODE 1985 - 2006

SKRIPSI

  Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

  Program Studi Ilmu Sejarah Di Universitas Sanata Dharma

  

Oleh

Widaryanto Ari Nugroho

NIM: 994314016

  

FAKULTAS SASTRA JURUSAN ILMU SEJARAH

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  PERNYATAAN KEASLIAN Skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah Saya ajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar kesarjaan di perguruan tinggi. Skripsi ini tidak memuat karya orang lain atau suatu lembaga atau bagian lain dari karya orang lain atau suatu lembaga, kecuali bagian-bagian tertentu yang dijadikan sumber.

  Yogyakarta, 15 Mei 2007 Widaryanto Ari Nugroho NIM: 994314016

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur dipanjatkan kepada Allah Bapa di Surga atas cinta dan kasih karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini. Dengan selesainya tulisan ini penulis tidak ingin melupakan pihak-pihak yang telah banyak membantu selama ini. Tanpa mereka penulis tidak akan bisa menyelesikan penulisan ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Bapak Drs. Purwanta, M.A, selaku pembimbing yang sabar membim- bing, memberi dorongan dan semangat, memberikan waktu di antara kesibukannya, memberi nasehat dan masukan agar tulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.

  2. Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum, selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas dorongan dan nasehat demi terselesaikannya penulisan ini.

  3. Dra. Lucia Juningsih, M. Hum, selaku pembimbing akademik yang selalu memberi dorongan dan nasehat agar tulisan ini dapat terselesaikan.

  4. Semua staf pengajar Ilmu Sejarah yang telah memberikan ilmu- ilmunya kepada penulis selama studi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan lancar.

  5. Teman-teman sejarah angkatan 1999, yang telah lulus lebih dahulu, Lusi, Upik, Tuti, Nita, Tiwi Makasih atas dukungannya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tulisan ini dengan baik.

  6. Cak Islam dan Mbk. Toyibah. Makasih atas kerelaannya meminjamkan komputer-nya untuk menyelesaikan skripsi ini. Sukses untuk JAGUNG

  MENTEL -nya. Oche….!!!

  7. Kedua orang tuaku, yang telah memberikan dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya untukku, terimakasih atas cinta dan kasih sayangnya.

  8. M.G Ardiyani dan My little boy Don Boscho Bagas Aryanto yang telah memberi warna baru dalam hidupku. Terima kasih atas cinta, kesabaran, dukungan dan doanya.

  9. Semua teman-temanku yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya.

  Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Oleh sebab itu kritik serta saran masih sangat diperlukan untuk kesempurnaannya. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan tentang perjalanan sejarah Sekolah-sekolah Kanisius di Yogyakarta dalam reaktualisasi di tengah himpitan situasi zaman.

  Yogyakarta, 15 Mei 2007 Penulis DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii PERNYATAAN KEASLIAN iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii ABSTRAK ix ABSTRACT x

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Dan Pembatasan Masalah

  6 C. Tujuan Penulisan 7

  D. Manfaat Penulisan 7

  E. Tinjauan Pustaka 8

  F. Metode Penulisan 10

  G. Sistematika Penulisan

  12 BAB II MENGENAL SEKOLAH-SEKOLAH KANISIUS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

  A. Yayasan Kanisius Dalam Catatan Sejarah

  14

  1. Tempo Doeloe

  14

  2. Yayasan Kanisius Pada Zaman Sekarang 18

  B. Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta Dan Sekolah-Sekolahnya

  1 YKC Yogyakarta

  20

  2. Unit-unit Sekolah Kanisius di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

  22 BAB III MASALAH-MASALAH AKTUAL YANG MENGHIMPIT SEKOLAH-SEKOLAH KANISIUS YOGYAKARTA A. Penurunan Jumlah Siswa di Periode 1985-2006

  31 B. Menyurutnya Jumlah Tenaga Pengajar

  35 C. Krisis Finansial 38

  D. Rencana Induk Pengembangan (RIP) 1997

  39 E. Prasangka Kristenisasi 44

  BAB IV GERAKAN REAKTUALISASI KANISIUS A. Makna Sebuah Reaktualisasi 48 B. Cita-cita Awal Pendiri Sebagai Titik Pijak Semangat Reaktualisasi 50 C. Tema-Tema Gerakan Reaktualisasi

  53

  1. Pengembangan Kepemimpinan Partisipatif

  55

  2. Kesiswaan 57

  3. Sumber Daya Manusia

  62

  4. Bangunan Fisik, Sarana dan Prasarana

  65

  5. Keuangan & Sumber Dana 68

  6. Jejaring Kerjasama 73

  BAB V PENUTUP

77 DAFTAR PUSTAKA 86

  

ABSTRAK

Skripsi ini ditulis oleh Widaryanto Ari Nugroho dengan judul “Sekolah-

  Sekolah Kanisius di Yogyakarta: Reaktualisasi di Tengah Himpitan Situasi Zaman. Sebuah Tinjauan Sejarah Periode 1985-2006.”

  Masalah pokok yang mau diangkat yaitu: Bagaimana Sekolah-sekolah

  

Kanisius Cabang Yogyakarta mereaktualisasi diri di tengah himpitan situasi

Zaman? Hal tersebut ingin menunjuk: gerakan konkret apa yang dilakukan

  Kanisius dalam rangka reaktualisasi, dan meliputi bidang-bidang apa saja? Penelitian ini merupakan rekonstruksi sejarah deskriptif-analitis, sehingga dalam penulisannya digunakan teori dan metodologi Sejarah. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Data-data yang dipergunakan berasal dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari beberapa literatur berupa buku, majalah, arsip-arsip sejarah Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta.

  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode tahun 1985, sangat kentara ketika sekolah-sekolah Kanisius Cabang Yogyakarta mulai mengalami “kemerosotan” jumlah siswa, dan pada tahun 2006 sudah mulai nampak keberhasilan dari gerakan reaktualisasi yang dilakukan, paling tidak penurunan jumlah siswa yang cukup tajam sudah mulai terbendung. Adapun tema-tema Gerakan Reaktualisasi yang diusung oleh Kanisius sebagai berikut: Pengembangan Kepemimpinan yang Partisipatif, Kesiswaan, Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana, Keuangan serta Jejaring (networking).

  Gerakan Reaktualisasi yang dilakukan oleh Kanisius Cabang Yogyakarta memang perlu dilakukan oleh setiap lembaga pendidikan yang sudah berumur, alias senior. Selain mempunyai nilai konstruktif, gerakan Reaktualisasi ini selalu mengusung semangat on going formation, sebuah semangat yang ingin terus belajar menjadi aktual, makin berkompeten dan siap menantang kehadiran setiap Zaman, berikut perubahan-perubahan yang di tawarkan Kanisius.

  ABSTRACT This work was prepared by Widaryanto Ari Nugroho and titled “Sekolah-

  Sekolah Kanisius di Yogyakarta: Reaktualisasi di Tengah Himpitan Situasi Zaman. Sebuah Tinjauan Sejarah Periode 1985-2006.” (Kanisius Schools in

  

Yogyakarta: Reactualization in the Middle of Changing Eras. A Historical

Approach to 1985-2006 Period.)

  The subject of this study was how the Yogyakarta Branch of Kanisius Foundation managed to reactualize itself in the middle of changing eras. It referred to what real movements were done by Kanisius, and what aspects were covered.

  This was a descriptive and analytical reconstruction of history. To prepare it needed both theories and methodology of history. The methodology was a literature study. Data were tapped from written resources available in various forms including books, periodicals and archives owned by the Yogyakarta Branch of Kanisius Foundation.

  The study showed that in 1985 the Kanisius Schools, Yogyakarta Branch, started to get viewer students than before, while in 2006 the Schools had started to gain success in reactualizing itself and manage to overcome the drastically dwindling number of students. The themes of Kanisius self-reactualization were: Participatory Leadership Development, Studentship, Human Resources, Tools and Utilities, Finance and Networking.

  Self-reactualization as done by the Yogyakarta Branch of Kanisius is necessary for any old education institution. More than just very constructively valuable, the movement is a way to actualize the spirit of on going formation, which implies the willing to be actual from time to time, more competent and ready to challenge any era, with all changes and modification offered by Kanisius.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada waktu di mana seluruh Yayasan Kanisius mengalami masa pengembang-

  an. Sekolah-sekolah Kanisius mendapat murid yang cukup banyak, dan gedung- gedung sekolah dibangun, dan kadang ada sekolah baru yang didirikan. Namun, situasi demikian tidak berlangsung terus. Ketika awal pendirian sekolah-sekolah Kanisius, sekolah lain belum banyak berdiri, baik dari kalangan pemerintah maupun swasta lainnya. Tidak mengherankan apabila periode 1966-1984 sekolah 1 Kanisius mengalami puncak kejayaannya. Genap 89 tahun usia Yayasan Kani- sius di tahun 2007 ini. Bila diibaratkan dengan manusia, Kanisius adalah orang tua yang sudah uzur, renta, layu, lemah dan tentu tidak menarik lagi. Boleh dikata demikian, karena beberapa karakter tersebut ada atau sudah nampak pada sekolah- sekolah Kanisius. Namun, yang masih tetap ‘tegak berdiri’ adalah cita-citanya. Agar tetap dipegang teguh oleh setiap generasi, Kanisius mengejawantahkan cita- cita awalnya menjadi sebuah visi dan misi yang akan terus dihidupinya.

  Visi Yayasan Kanisius adalah, mencerdaskan bangsa lewat pendidikan ber- dasarkan nilai-nilai. Kristiani. Berangkat dari visi tersebut, Kanisius tetap mem- pertahankan iklim/suasana kristiani di sekolah-sekolahnya. Sedangkan misinya:

  

pertama , menyelenggarakan pendidikan yang terbuka untuk umum (segala suku, 1 agama, ras, dan golongan apa saja), yang secara akademis bermutu; kedua,

Paulus Widyawan Widhiasta, “Bersama dengan Kanisius Cabang Yogyakarta” dalam memberi perhatian khusus pada tempat-tempat yang tidak ada pendidikan Katolik sebagai tanda solidaritas Gereja dalam mencerdaskan bangsa; ketiga, memberi perhatian khusus kepada mereka yang kemampuan ekonominya terbatas; keempat, sekolah Kanisius tidak boleh miskin agar semua siswa dapat belajar dengan fasilitas yang baik; kelima, memberi perhatian khusus terhadap nilai-nilai abadi/ universal manusia, yakni kejujuran, keadilan, kebenaran, cinta kasih dan kesetia- kawanan; keenam, memberi perhatian khusus terhadap nilai-nilai religius (yang berorientasi pada kesadaran dan kepekaan terhadap kehadiran Allah yang 2 Mahakuasa dan Mahabaik dalam hidup civitas-nya).

  Mencermati rumusan visi-misi di atas, nampak bahwa Kanisius, sebagai wakil Gereja, sungguh ingin terlibat dalam tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karya pendidikan yang dipilih Kanisius merupakan pemenuhan sebuah tanggung jawab sebagai anggota warga negara yang baik dalam menyelenggarakan pendidikan. Yang menarik, sepak terjang Kanisius dalam karya pendidikan telah menggugah kesadaran kelompok-kelompok lain untuk ambil bagian dalam mencerdaskan para generasi penerus bangsa ini.

  Situasi ‘berkelimpahan’ tersebut berbeda dengan situasi jaman sekarang, ketika pemerintah sudah mempunyai kemampuan untuk membangun dan menyediakan gedung, sekaligus fasilitas lainnya. Demikian juga, sudah banyak sekolah swasta yang didirikan sehingga muncul iklim persaingan dan perebutan siswa, lebih-lebih daerah yang padat sekolah. Kebutuhan akan sekolah SD-SMP 2 di Jateng dan DIY sudah tercukupi oleh banyak lembaga sekolah. Akibatnya,

  

Lih. Yayasan Kanisius Pusat, “Arsip Rencana Induk Pengembangan (RIP) sekolah, periode

  3

  sekolah-sekolah Kanisius mengalami kekurangan siswa. Fenomena ini terjadi di setiap cabang Yayasan Kanisius; tak terkecuali Cabang Yogyakarta (YKCY).

  Saat ini, sekolah-sekolah Kanisius di Cabang Yogyakarta (YKCY) mengalami krisis berupa penurunan jumlah siswa yang terus-menerus dan tajam. Dari tahun 1989 – 1999 turun rata-rata 700 siswa. Jadi selama kurun waktu 10 tahun turun 6.000 siswa. Dari 18.000 menjadi 11.800 siswa. Kemerosotan yang tajam tersebut dapat dilihat dari lintasan sejarah sekolah-sekolah Kanisius periode 1985 – 2006,

  4

  yang disajikan sebagai berikut: . Pada periode ini, jumlah siswa terus-menerus

  Periode 1985-1995

  menurun karena pemerintah mendirikan banyak sekolah Inpres yang lokasinya berdekatan dengan sekolah-sekolah Kanisius. Selain keberhasilan program KB, fenomena tersebut juga dipacu oleh semakin besarnya arus urbanisasi ke kota-kota industri, dan munculnya kembali semangat primordialisme baru di mana masyarakat muslim anti sekolah swasta-Katolik.

  Periode 1996-1999 . Krisis multidimensi yang melanda negeri ini dan

  kemerosotan jumlah siswa membuat Kanisius menjadi tak berdaya. Sebagai solusinya, pada periode ini, tepatnya tahun 1997, diputuskan untuk mempertahan- kan beberapa sekolah dan menutup banyak sekolah.

  Periode 2000-2006 . Dalam situasi keterpurukan, banyak pihak malah

  menjadi peduli terhadap kehidupan dan perkembangan Kanisius. Berbagai upaya 3 seperti penggalangan solidaritas dan peningkatan mutu mulai digalakkan. Ada

  

Maryana SJ., “Tantangan untuk Yayasan Kanisius di Masa Depan” dalam Yayasan Kanisius 4 setelah 75 tahun , Semarang, YKP: 1993, hlm.137

Paulus Widyawan Widhiasta, “Bersama dengan Kanisius Cabang Yogyakarta” dalam LAPORAN gejala positif, kemerosotan jumlah siswa mulai dapat dibendung. Meskipun demikian, ada beberapa sekolah yang tetap ditutup karena faktor alami.

  Selain krisis jumlah siswa, Kanisius juga mengalami krisis jumlah tenaga

  5

  pengajar dan krisis keuangan. Jumlah guru yang memasuki masa pensiun cukup banyak, sementara pemerintah tidak mengganti mereka dengan guru DPK (PNS) baru. Yayasan juga tidak mampu mengangkat guru tetap yang baru. Penurunan jumlah siswa amat mempengaruhi kemampuan keuangan yayasan. Dalam masa krisis ekonomi yang berkepanjangan ini, jumlah donatur juga berkurang.

  Tidak mengherankan apabila Kanisius tidak menjadi pilihan para orangtua calon siswa. Krisis multi dimensi yang dialami Kanisius telah membuatnya se- akan-akan tidak lagi mempunyai ‘nilai jual’, sekaligus dipandang tak mampu lagi menjamin kualitas pendidikan yang ditawarkannya. Penurunan jumlah siswa yang signifikan adalah MANIFESTASI (sesuatu yang menampakkan) dari kerapuhan dan kelemahan yang sedang dialami Kanisius.

  Situasi tersebut semakin ironis bila dihadapkan pada tuntutan-tuntutan pendidikan di jaman globalisasi sekarang ini. Era globalisasi boleh dibilang merupakan era persaingan kualitas dalam konteks pasar bebas. Bukan saja produk berupa barang dan jasa yang dikompetisikan, namun sumber daya manusia (SDM)

  

6

  juga dipertaruhkan atas nama bangsa. Maka, lembaga-lembaga pendidikan dituntut untuk menghasilkan output (lulusan) yang mempunyai daya saing, 5 ketrampilan bekerja sama dan berperan dalam era kompetisi tersebut. Hal ini

  

Sardi SJ., “Terus Saja Hadir Tetapi Secara Realistis” dalam Yayasan Kanisius setelah 75 tahun, 6 Semarang, YKP: 1993, hlm.170-172

J. Sudarminta, “Tantangan dan Permasalahan Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium

Ketiga”, dalam Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga, (Atmadi & Setiyaningsih secara tidak langsung menuntut setiap lembaga pendidikan untuk menyajikan pendidikan yang tanggap dengan situasi zaman (aktual).

  Berkaitan dengan ‘manusia muda’ sebagai penerus perjalanan bangsa, Mochtar Buchori, seorang pakar pendidikan, berpendapat bahwa pada pendidikan- lah tergantung nasib dan masa depan bangsa. Sebab, peserta didik itulah yang

  

7

  kelak meneruskan perjalanan bangsa ini. Pendidikan sudah semestinya bersifat

  

antisipatoris , membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk mengarungi

  kehidupan di masa depan. Menelantarkan pendidikan juga berarti menelantarkan masa depan bangsa sendiri.

  Mencermati situasi dan kondisi yang dialami Kanisius, serta dihadapkan pada tuntutan-tuntutan aktual lembaga pendidikan di era globalisasi, sudah waktunya sekolah-sekolah Kanisius mulai berbenah diri untuk menjadi aktual. Keputusan untuk melakukan gerakan reaktualisasi untuk mengentaskan diri dari himpitan dan keterpurukan adalah tepat dan bijaksana!

B. Rumusan dan Pembatasan Masalah

  Masalah pokok yang mau diangkat dalam karya tulis ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana sekolah-sekolah Kanisius Cabang Yogyakarta

  

mereaktualisasi diri di tengah himpitan situasi jaman? Rumusan tersebut mau

  menunjuk dua hal yaitu, gerakan konkrit apa dilakukan Kanisius dalam rangka reaktualisasi; meliputi bidang mana saja?

  7

  Pembahasan masalah pokok tersebut dibatasi pada hal-hal berikut.

  

Pertama , sekolah-sekolah Kanisius yang dimaksud adalah sekolah-sekolah

  Kansius di Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di bawah naungan Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta (YKCY). Kedua, batasan waktu sebagai obyek pengamatan adalah perjalanan sejarah Kanisius periode 1985-2006. Alasannya, pada periode tersebut sangat kentara dimana sekolah-sekolah Kanisius Cabang Yogyakarta mulai mengalami ‘kemerosotan’ jumlah siswa (1985), dan pada tahun 2006 sudah mulai nampak keberhasilan dari gerakan reaktualisasi yang dilakukan.

  Paling tidak, penurunan jumlah siswa yang cukup tajam sudah mulai terbendung.

  

Ketiga , sebuah tinjauan sejarah. Karya tulis ini berusaha memaparkan catatan

  sejarah, yang berangkat dari studi arsip-arsip sejarah Kanisius Cabang Yogyakarta dan studi pustaka; bukan hasil sebuah penelitian.

C. Tujuan Penulisan

  Karya tulis ini disusun pertama-tama memang untuk memenuhi kewajiban penyusunan skripsi, dalam rangka menyelesaikan studi S1 Ilmu Sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Karya tulis ini juga mempunyai 2 (dua) tujuan lain: pertama, mengajak pembaca, khususnya para praktisi pendidikan di lembaga pendidikan Katolik, untuk mengingat kembali cita-cita awal Van Lith SJ yaitu ‘menularkan’ nilai-nlai keutamaan Kristiani lewat pendidikan dan mempunyai semangat option for the poor dalam pengabdiannya; kedua, menggugah kembali semangat para civitas akademika Kanisius Cabang Yogyakarta untuk membangun Kanisius menjadi sekolah yang menawarkan pendidikan yang berkualitas dan selalu aktual.

  D. Manfaat Penulisan

  Selama proses penulisan skripsi ini, banyak manfaat yang didapatkan, yaitu dapat mengenal Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta dan sekolah-sekolah yang bernaung di bawahnya. Tidak sekedar sejarahnya, namun lebih mendalam meliputi perjuangan, pergulatan, kesulitan-kesulitan yang menghimpit serta harapan dan cita-cita sekolah-sekolah Kanisius. Hal tersebut membuat penulis semakin sadar bahwa pendidikan memang harus diperjuangkan. Melalui pendidikanlah generasi muda mendapat bekal untuk berperan dan bertahan dalam hidupnya di masa depan.

  Manfaatnya bagi pembaca, mengenal secara lebih mendalam cita-cita mulia yang menjadi spiritualitas karya Kanisius, sekaligus himpitan-himpitan yang sedang dialami sekolah-sekolah Kanisius. Diharapkan, para pembaca, khususnya para praktisi pendidikan di lembaga Katolik, tergerak untuk mendukung gerakan reaktualisasi Kanisius sesuai dengan kemampuan masing- masing.

  E. Tinjauan Pustaka

  Berbicara mengenai sekolah-sekolah Kanisius cabang Yogyakarta, yang sedang melakukan proses reaktulisasi di tengah himpitan situasi zaman, merupa- kan sebuah rangkaian peristiwa sejarah dari periodesasi sejarah Indonesia. Sampai sekarang ini buku ilmiah yang mengulas tema di atas sangatlah minim. Untuk itu sengaja dipergunakan skripsi dan tesis yang pernah membahas hal yang mirip dengan tema di atas. yaitu, tesis yang berjudul “Sekolah Kanisius & Evangelisasi Baru, Komunitas kesaksian”wong cilik” di zaman modern,” di tulis oleh Sigit Widisana, pada bulan agustus tahun 1997 di Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Tesis ini sangat menarik karena membahas dengan sangat jelas tentang bagaimana Kanisius sebagai yayasan Katolik bergerak pada bidang pendidikan, yang sudah seharusnya merekrut dan melayani sebanyak mungkin “wong cilik’. Oleh karena itu, Kanisius harus kembali mengingat misi awalnya yang ingin mewujudkan Gereja di tengah masyarakat yang modern ini. Dengan kata lain, tulisan ini ingin memperlihatkan sejarah kekuatan, kelemahan dan beberapa ancaman serta peluang bagi sekolah Kanisius. Sejarah mencatat bahwa Kanisius menemukan aksi praktis yang memperlihatkan peranannya dalam Gereja yaitu membantu mengembangkan pribadi manusia dalam perbaikan struktur masyarakat.

  Selain tulisan tersebut diatas masih ada satu sumber lagi yaitu berupa skripsi yang ditulis oleh Anang Wahyu, pada bulan Juli 2005, di Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi tersebut berjudul “Penerapan Metode Pembelajaran, Dinamika Edukasi Dasar (DED) sebagai langkah awal gerakan reformasi pendidikan di SD Kanisius Sengkan Yogya- karta.” Yang menarik, skripsi ini berpijak pada permasalahan sistem pengajaran yang ada dalam dunia pendidikan Indonesia yang sedang mengalami situasi buruk. Dikatakan bahwa praktek pengajaran menggunakan sistem “drill” dan “banking system”. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan keterampilan dari para guru dan padatnya kurikulum sehingga menjadi faktor dominan hidupnya pola pengajaran dengan sistem drill di sekolah Kanisius. Oleh karena itu sistem

  

drill diganti dengan metode pembelajaran baru yang berorientasi pada jiwa

  eksplorasi, yang mengajak siswa untuk terlibat langsung dengan menggunakan sumber-sumber belajar agar siswa menemukan sendiri pemahaman dan penge- tahuannya. Berangkat dari kedua bahan tersebut, akhirnya penyususunan karya tulis ini terasa mudah dalam pengerjaannya. Meskipun kedua topik diatas tidak ada yang menyingung masalah reaktualisasi yang dilakukan oleh kanisius, akan tetapi kedua topik tersebut mempunyai bebrapa permasalahan yang serupa.

F. Metode Penulisan

  Penulisan karya tulis ini menggunakan metode sejarah, yaitu mengumpulkan data-data pada tahap awalnya. Kemudian, masuk pada tahap- tahap selanjutnya yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi sumber dan historio- grafi atau penulisan. Berikut akan dijelaskan secara singkat maksud dan tujuan

  8 masing-masing tahap.

  , adalah proses pengumpulan data yang diperoleh melalui

  Heuristik

  membaca buku-buku, koran, buletin, dokumen-dokumen atau artikel dan tulisan 8 lepas yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Adapun proses

  

Agnes Dian Anggraini, “Metode Penelitian” dalam Skripsi: Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa pengumpulan data yang dilkukan pertama, datang ke kantor Cabang Yayasan Kanisius di Jl. Bintaran Kidul No. 7 Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk mencari data-data statistik yang dimilki oleh Yayasan. Kedua, Data tersebut akhirnya dikumpulhkan berdasarkan periodesasi yang diiginkan. Setelah itu dibuat apa yang sedang trend saat itu. Ketiga, Dari data-data yang sudah diperoleh dan sudah dibuat periodesasinya, akhirnya dibuatlah narasi berdasarkan atas data tersebut. Adapun tujuan dari heuristik tersebut adalah memperoleh referensi yang memperluas dan memperdalam wawasan berkaitan dengan data-data yang ditemukan. Sedangkan kritik sumber adalah proses menganalisis secara kritis informasi dari sumber-sumber sekunder. Kritik sumber yang dilakukan disini, dengan cara membandingkan data yang sekiranya dianggap serupa dengan permasalahan diatas dan diberi kekuatan dan kelemahan dari sumber-sumber sekunder tersebut. Adapun tujuannya, untuk membuktikan akurasi/ kebenaran suatu data.

  Interpretasi data, yaitu tahap penguraian informasi, fakta, sekaligus merelasikan satu dengan lainnya tanpa meninggalkan ketentuan dalam penelitian sejarah. Dalam tahap ini, penulis dituntut untuk menguraikan dan memilah antara unsur-unsur obyektif dan subyektif. Oleh sebab itu, diperlukan pengolahan data dan analisis yang cermat.

  Tahap terakhir adalah historiografi. Dalam tahap ini terjadi proses rekons- truksi dari rentetan peristiwa-peristiwa sejarah (masa lampau) berdasarkan data- data yang sudah diperoleh dan diuji kebenarannya.

  Penyusunan karya tulis ini berangkat dari data historis. Data historis yang dimaksud di sini adalah kumpulan data dan informasi mengenai perjalanan historis suatu institusi, dalam urutan periode tertentu sehingga memberi sebuah

  9 kerangka yang menghantar institusi tersebut pada bentuknya yang sekarang.

  G. Sistematika Penulisan Seperti telah diungkapkan pada bagian sebelumnya, masalah pokok yang ingin diangkat dalam karya tulis ini adalah bagaimana sekolah-sekolah Kanisius mereaktualisasi diri di tengah himpitan situasi zaman. Dalam skripsi ini,‘jawaban’ atas masalah tersebut akan dipaparkan dalam 5 (lima) bab.

  Bab I berisi proposal skripsi, yang dimulai dari bagian pendahuluan hingga sistematika penulisan. Dalam bab ini, merupakan penjelasan mengenai bagaimana Yayasan Kanisius ikut ambil bagian dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebuah kewajiban sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang integral. Pada bagian latar belakang masalah, dipaparkan bagaimana krisis multi dimensi menghimpit Kanisius, yang memuncak pada kemerosotan jumlah siswa, sebagai alasan yang relevan sekaligus mendesak bagi Kanisius untuk melakukan gerakan reaktualisasi.

  Dalam Bab II, berisi mengenai perkenalan lebih dekat dengan Yayasan Kanisius. Perkenalan tersebut meliputi sejarah berdirinya Yayasan Kanisius, figur

  9 dan cita-cita awal pendiri, serta sekolah-sekolah Kanisius yang berada di bawah naungan Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta (YKCY).

  Dalam Bab III, dipaparkan secara konkrit permasalahan-permasalahan yang dialami Kanisius. Dipaparkan, fenomena-fenomena yang memilukan sekaligus tak terelakkan, dan faktor-faktor pemicu situasi buruk tersebut, baik faktor ekternal maupun internal.

  Pada Bab IV, Memaparkan gerakan reaktualisasi Kanisius. Pembahasan tersebut meliputi bagaimana gerakan tersebut dilaksanakan; pada bidang mana saja reaktualisasi tersebut diaktualisasikan; serta, apa makna reaktualisasi bagi Kanisius sendiri.

  Bab V adalah bab penutup. Pada bab ini akan disajikan simpulan dari paparan-paparan sebelumnya. Setelah memberi kesimpulan, diberikan juga opini pribadi mengenai gerakan reaktualisasi Kanisius tersebut, di harapkan para pembaca dapat menangkap dengan jelas dan mudah gagasan pokok yang tertuang dalam skripsi ini.

BAB II MENGENAL SEKOLAH – SEKOLAH KANISIUS DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Yayasan Kanisius dalam Catatan Sejarah Yayasan Kanisius adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan Karya Persekolahan Kanisius (KPK) melalui sekolah-sekolah yang didirikannya, mulai

  10

  dari jenjang TK hingga SLTA. Sekolah-sekolah tersebar di wilayah Keuskupan Agung Semarang, dan terbagi dalam tiga wilayah pengelolaan atau yang disebut

  

Yayasan Kanisius Cabang (YKC). Ketiga cabang tersebut adalah, YKC

  Semarang, YKC Surakarta dan YKC Yogyakarta. Awalnya terdapat juga YKC Magelang; namun sejak tahun 2004, digabungkan dengan YKC Semarang.

  Tidak sekedar mendirikan sekolah dan menyelenggarakan pendidikan, Yayasan Kanisius lebih berorientasi pada pewartaan iman kristiani di tengah masyarakat Jawa melalui jalur pendidikan. Kanisius boleh berbangga, seiring perjalanan waktu dan perkembangan sekolah-sekolah Kanisius, berkembang pula umat Katolik di pelosok-pelosok wilayah Keuskupan Agung Semarang.

1. Tempo Doeloe

  Lahirnya Yayasan Kanisius tidak bisa dipisahkan dari perutusan pertama 10 Romo F. Van Lith SJ di tanah Jawa tahun 1897, yaitu mengembangkan Gereja di

  Sardi SJ., “Karya Persekolahan Yayasan Kanisius”, dalam Yayasan Kanisius setelah 75

  11

  kalangan pribumi Jawa. Lokasi yang dipilihnya adalah Muntilan. Awalnya Van Lith SJ mempunyai strategi menyediakan Kerkop bagi umat Katolik setempat.

  Namun, upaya ini gagal karena ternjadi penyelewengan dana oleh perantara. Strateginya yang kedua, mendidik para pemuda pribumi menjadi guru. Pertim- bangannya, kalau karya Misi mau mengakar dan berkembang sungguh-sungguh harus mendidik suatu kelompok elite yang bisa menjadi pelopor bagi bangsa mereka sendiri. Mengapa harus guru? Profesi guru adalah tokoh masyarakat desa yang paling berpengaruh dan berwibawa. Pendidikan harus melalui asrama supaya watak dan intelegensia bisa berkembang sebaik-baiknya, demikian keputusan Van Lith.

  Tahun 1904, Van Lith SJ mendirikan Normaalschool untuk mendidik calon guru tingkat II (standaardschool). Tahun 1906, didirikan juga H.I.K Putra (ke depan akan menjadi Kolese Xaverius) untuk mendidik calon guru tingkat I sekolah dasar 7 tahun (H.I.S dan H.C.S). Kedua sekolah tersebut berlokasi di Desa Semampir, Muntilan.

  Berangkat dari tawaran Van Lith, tahun 1908 Suster-suster Fransiskanes mendirikan sekolah pendidikan guru putri yang berasrama di Mendut. Namun, baru tahun 1916, sekolah ini diresmikan menjadi H.I.K Putri. Seperti yang telah 11 menjadi cita-cita Van Lith, selanjutnya para pemuda-pemudi lulusan Muntilan dan

  Dr. Y. Weitjens SJ., “Sejarah Gereja Katolik di Wilayah Keuskupan Agung Semarang”

dalam Sejarah Gereja Katolik Indonesia, Ende-Flores, Arnoldus: 1974, hlm.847. Lebih

lengkapnya, pergulatan batin Van Lith dalam usaha menerima tugas perutusan dari Superior

Missi Jesuit ini dapat diikuti dalam surat-surat pribadinya. Beberapa surat tersebut dapat dibaca

sebagaimana disusun oleh Fl. Hasto Rosariyanto SJ., Father Franciscus van Lith SJ: Turning

Point of The Catholic Church’s Approach in The Pluralistic Indonesian Society, Dissertatio ad

Doctoratum, Facultate Historiae Ecclesiaticae, Pontificae Universitatis Gregorianae, Romae, Mendut tersebut menjadi “ragi” pertama yang merasuk dalam kehidupan masyarakat Jawa.

  Setelah mendirikan “Vereniging (perkumpulan) R.C. Kweekschool”,untuk mengelola Normaalschool, H.I.K Putra dan Putri di tahun 1908, Van Lith

  12

  bermaksud mendirikan sekolah. “Setelah Gereja memiliki sekolah-sekolah pendidikan guru, sudah matanglah untuk juga mendirikan sekolah-sekolah Katolik”, pikirnya. Ada dua orientasi yang ditempuh dengan pendirian sekolah- sekolah Katolik. Pertama, menabur Sabda Kristus di dalam masyarakat Jawa melalui guru-guru yang digembleng sendiri. Artinya, melalui pendidikan di sekolah Katolik pengembangan iman Katolik akan berjalan lebih efektif dan lebih berhasil, terutama dalam hati anak didik. Selain anak didik, unit sekolah juga memberi pengaruh kepada orangtua; yaitu masyarakat sendiri. Kedua, memberi kesempatan belajar kepada anak-anak rakyat kecil di desa dan di kota, yang tidak mempunyai kesempatan belajar. Pada waktu itu, Van Lith melihat keterbelakang- an pendidikan masyarakat Jawa karena minimnya perhatian dari Pemerintah Hindia Belanda. Padahal, kesempatan untuk menimba ilmu dan pengetahuan adalah potensi untuk mengentaskan diri dari belenggu keterbelakangan.

  Tanggal 31 Agustus 1918, cita-cita mulia tersebut terkabul. Di Muntilan, berdirilah “CANISIUS VERENIGING” atau Perkumpulan Kanisius. Rama J.H.J.L Hoeberects SJ menjadi ketua dan Rama F. Van Lith SJ, sebagai sekretarisnya. Agenda kerja pertama adalah membuka 100 sekolah Katolik yang tersebar di 12 Muntilan, Yogyakarta, Klaten, Surakarta, Ambarawa dan Semarang. Sungguh

  Sardi SJ., “Karya Persekolahan Yayasan Kanisius”, dalam Yayasan Kanisius setelah 75 disayangkan, ketika agenda pertama belum tuntas dilaksanakan, tahun 1926, Van Lith harus menghadap Bapa di Surga. Ketika beliau meninggal, sekolah-sekolah Kanisius sudah berjumlah 74 unit, yang semuanya merupakan sekolah dasar.

  Tahun 1927, Canisius Vereniging diubah statusnya menjadi Canisius

  

Stichting , yang berarti ‘Yayasan Kanisius’. Meskipun perubahan dan pergantian

  jabatan terus bergulir, namun seakan-akan mereka telah sehati dan sepikir dengan para pendahulunya. Benih yang ditanam Van Lith tidak sia-sia. Benih tersebut pelan-pelan tumbuh berkembang dan mulai menghasilkan buahnya. Pada tahun 1934, jumlah seluruh sekolah Kanisius tercatat sebanyak 368 buah; yang terdiri atas 10 sekolah menengah (Mulo dan ST) dan 358 sekolah dasar. Ketika itu jumlah guru sudah sebanyak 1.400 orang, sedangkan jumlah siswa sebanyak 56.000 orang.

  Bukan cuma sekolah yang berkembang, umat Katolik juga berkembang terutama melalui sekolah-sekolah yang tumbuh subur di tengah masyarakat. De

  

facto , kebanyakan stasi dan paroki, tempat sekolah-sekolah Kanisius berada, lebih

  berkembang pesat. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa Gereja Keuskupan Agung Semarang lahir dan berkembang berkat sekolah-sekolah Kanisius.

2. Yayasan Kanisius pada Zaman Sekarang

  Hingga tahun 2007, dengan usia 89 tahun, Yayasan Kanisius masih setia, bersemangat dan tetap menjunjung tinggi cita-cita sang pendiri dalam mengelola sekolah-sekolahnya. Kesetiaan tersebut terungkap dalam semangatnya untuk memperbaharui diri. Semangat tersebut tertuang dalam buku ‘Rencana Induk Pengembangan’ (RIP) Sekolah.

  Selain memuat visi dan misi Kanisius, RIP juga memuat strategi-strategi untuk melaksanakan misi Kanisius secara sempurna, aktual, dan menanggapi

  13

  jaman. Ada 5 (lima) poin dalam strategi tersebut. yaitu, pertama, peningkatan kualitas dengan pendidikan yang bersifat holistik; kedua, penyusutan kuantitas sekolah, likuidasi aset yang tidak terpakai lagi; ketiga, solidaritas, kaderisasi dan regenerasi; keempat, sebagai piloting project unggulan; kelima, memajukan penelitian dan pengembangan sebagai fungsi manajerial sekolah.

  RIP juga memuat kebijakan-kebijakan yang bersifat temporer, periodik dan selalu diperbarui. Setiap pembaruan tak pernah menyimpang dari visi-misi sang pendiri, sehingga selalu terjadi ‘pewarisan’ semangat dan cita-cita oleh seorang pemimpin (direktur) kepada para penggantinya yang baru.

  Pimpinan tertinggi di Yayasan Kanisius adalah seorang direktur pusat, yang berkantor pusat di Semarang, tepatnya di Jl. Letjen Suprapto 54. Di kantor itulah, nasib dan perjuangan Yayasan Kanisius ditentukan. Hingga tahun 2007, direktur pusat dijabat oleh Rama L. Smith SJ, seorang Pastor Yesuit dari Belanda. Beliau memimpin YKP sejak tahun 1990.

  Secara administratif, Yayasan Kanisius Pusat adalah ‘atasan’ bagi kantor cabangnya (YKC). Hubungan antara YKP dan YKC terutama dalam koordinasi pembuatan kebijakan-kebijakan yang bersifat makro, misalnya perumusan RIP 13 dan pengangkatan guru dan karyawan menjadi berstatus pegawai ‘tetap’. Namun,

  Yayasan Kanisius Pusat, “Arsip Rencana Induk Pengembangan (RIP) sekolah, periode tiap-tiap cabang (YKC) mempunyai sifat otonom, terutama dalam hal menentukan kebijakan dan orientasi YKC dalam mengelola dan mempertahankan keberlang-

  14 sungan sekolah-sekolahnya.

  Data statistik terakhir, per Februari 2006, menyebutkan jumlah seluruh sekolah Kanisius yang dimiliki oleh Yayasan Kanisius (dari total 3 YKC) adalah sebesar 241 unit. Rinciannya dapat dilihat dalam tabel berikut: 15 Tabel Rekapitulasi Jumlah sekolah dari Masing-masing Cabang

  

Per Februari 2006

Yayasan Kanisius Jenjang Pendidikan Cabang TK SD SMP SMU / K

  23

  28

  8

  6 Semarang

  8

  13

  4 Magelang

  35

  59

  7 Yogyakarta

  14

  22

  9

  5 Suarakarta Jumlah

  80 124

  28

  11 Total : 241 sekolah

  Data-data di atas cukup mempresentasikan bahwa sekolah-sekolah Kanisius sampai saat ini masih diminati dan dipercaya untuk ambil bagian dalam mencerdaskan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan. Dibandingkan dengan cabang-cabang yang lain, Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta mempunyai jumlah sekolah tertinggi di setiap jenjangnya, kecuali SMU/K. Cabang Yogya-

14 Wawancara dengan Fr. Alis Windu Prasetya SJ, di Kolose Ignatius Yogyakarta. Beliau

  15 pernah menjadi wakil direktur Yayasan Kanisius Pusat YKP, periode 2002-2004.

  

Alis Windu Prasetya, “Dua Tahun di Yayasan Kanisius Cabang Semarang”, dalam INTERNOS ,

Tahun XLVIII / 04 edisi III/ Mei – Juni 2004, hlm. 20. Dalam artikel ini memang memuat data

tahun 2004. Namun, data aktual (per Februari 2006) dapat diperoleh dengan meng-input data- karta sudah 3 (tiga) tahun ini tidak lagi mempunyai SMU/K, karena telah ditutup

  16 secara alami.

B. Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta dan Sekolah-sekolahnya.

  Kota Yogyakarta adalah cikal bakal kedua setelah Muntilan, menurut catatan

  17

  sejarah Kanisius. Setelah Rama Joseph Strater SJ, seorang misionaris Belanda mengubah nama Canisius Vereniging menjadi Canisius Stichting, yang berarti “Yayasan Kanisius”, beliau memindahkan kedudukan yayasan tersebut dari Muntilan ke Yogyakarta

  1. YKC Yogyakarta

  YKCY adalah yang sulung di antara ketiga YKC yang ada saat ini. Mulai tahun 1927, YKCY sudah melaksanakan karya pendidikannya. Sejak berdirinya, YKCY mempunyai kantor cabang di Jl. Bintaran Kidul No.7, Kota Yogyakarta. Kantor cabang tersebut dipimpin oleh seorang Pastor Yesuit, sebagai direktur.

  Wilayah kerja YKC Yogyakarta adalah seluas teritori kevikepan Yogyakarta, yang meliputi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Bantul dan Gunung Kidul. Jelas, secara geografis wilayah kerja YKCY meliputi satu kodya dan empat kabupaten. Tidak mengherankan apabila YKCY kaya akan sekolah- sekolah Kanisius, yang tersebar di seluruh wilayah Propinsi DIY. Tabel berikut menampilkan sekolah-sekolah Kanisius yang bernaung di bawah YKCY.

  16 Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta: Arsip Rekapitulasi Keadaan Kelas, Siswa, Guru 17 dan Pegawai Kanisius Cabang Yogyakarta, per Juli 2003 .

  

Alis Windu Prasetya, “Dua Tahun di Yayasan Kanisius Cabang Semarang”, dalam INTERNOS ,

  18 Tabel Jumlah Sekolah di Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta.

  

Per Februari 2006

Jenjang pendidikan Jumlah Wilayah TK SD SMP SMU/ K

  Kota Yogyakarta

  5

  

14

  1

  20 Kab. Bantul

  6

  

12

  1

  19 Kab. Kulon Progo

  5

  

7

  1

  13 Kab. Sleman

  10

  

16

  3

  29 Kab. Gunung Kidul

  9

  

10

  1

  20 Jumlah

  35

  

59

7 101

  Membaca tabel di atas dapat disimpulkan, sekolah-sekolah Kanisisus di DIY cukup merata di masing-masing kota dan kabupaten. Hal ini sesuai dengan misi Yayasan Kanisius yaitu memberi perhatian khusus kepada lokasi-lokasi yang tidak mempunyai pendidikan Katolik sebagai tanda solidaritas Gereja dalam men-

  19

  cerdaskan bangsa. Alasan tersebut cukup mendasar, karena pada beberapa dekade yang lalu di wilayah DIY belum banyak didirikan sekolah Katolik.

  Terlihat jelas, Kanisius menjadi perintis sekaligus pelopor bagi munculnya

  20

  sekolah-sekolah Katolik dari yayasan lain. Sebagai contoh, di dekat SD Kanisius Wonosari II sudah berdiri TK dan sebuah SMU yang dikelola oleh para biarawati.

  Mengamati cukup besarnya jumlah sekolah-sekolah Kanisius di Kabupaten Gunung Kidul dapat dimaknai bahwa pendirian sekolah-sekolah tersebut untuk mengkonkritkan apa yang tertulis dalam misi Yayasan Kanisius, yaitu memberi perhatian kepada lokasi yang berkemampuan ekonomi terbatas. Terhadap lokasi- 18 lokasi tersebut, Kanisius berfokus pada pengembangan jiwa wirausaha sejak dini.

  Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta: Arsip Rekapitulasi Keadaan Kelas, Siswa, Guru 19 dan Pegawai Kanisius Cabang Yogyakarta, per Februari 2006.

  

Yayasan Kanisius Cabang Yogyakarta: Arsip Visi-Misi-Strategi Yayasan Kanisius Cabang 20 Yogyakarta, 2004, hlm.1

J. Sunarka SJ., “Karya Persekolahan Kanisius dan Orang Miskin” dalam Yayasan Kanisius Diharapkan, jika siswa Kanisius berhenti sekolah pada jenjang mana pun mereka mampu mandiri, menciptakan pekerjaan secara kreatif.