Evaluasi pengobatan pada pasien tuberkulosis paru yang gagal konversi di balai pengobatan penyakit paru-paru (Bp4) Yogyakarta tahun 2006-2008 - USD Repository
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU YANG GAGAL KONVERSI DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) YOGYAKARTA TAHUN 2006-2008 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:
Christina Probolini NIM : 058114076
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009
EVALUASI PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU YANG GAGAL KONVERSI DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU (BP4) YOGYAKARTA TAHUN 2006-2008 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:
Christina Probolini NIM : 058114076
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009
Halaman Persembahan
Halaman Persembahan Karya ini kupersembahkan untuk : ! " " #
#
! !
$ %
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul “Evaluasi Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta Tahun 2006-2008“.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.). Selama proses skripsi berlangsung, banyak pihak yang telah terlibat memberikan bantuan dan kerjasama yang baik, sehingga dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi atas masukan, saran serta kesediannya menjadi dosen penguji.
2. Ibu Yustina Sri Hartini M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik, untuk pendampingannya selama ini.
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan masukan, saran dan motivasi selama proses skripsi berlangsung.
4. Drs. P. Sunu Hardiyanta, SJ., M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang telah membantu memberikan arahan serta pengetahuan khususnya dalam analisis statistik. 5. dr. Fenty, M.Kes.,SpPK yang telah berkenan menjadi dosen penguji, terimakasih untuk saran dan masukannya.
6. Dr. Andajani Woerjandari, M.Kes. selaku Kepala BP4 pusat yang sudah memberikan izin penelitian kepada penulis.
7. Ibu Ana Adina Patriani, SKM, MPH selaku pembimbing lapangan dari BP4 Minggiran yang telah membantu penulis dari awal hingga akhir penelitian.
8. Seluruh staf bagian Rekam Medis dan pojok DOTS di BP4 Minggiran, Kotagede dan Kalasan dan para perawat atas kerjasama dan bantuannya menjadi rekan kerja yang baik dan menyenangkan selama penelitian ini.
9. Ayahku Thomas Sujiyanto dan Ibuku tercinta Lucia Sri Resmiyati, atas segala pengorbanan, cinta dan kasih sayangnya selama ini.
10. Ke-3 adikku, Agung, Umi dan Ova, untuk cinta kasihnya, kebersamaan dan persaudaraan kita selamanya.
11. Sahabat-sahabat terkasih Sr. Okta, Ibu Maria, Mbak Wati, Mbak Lusi, Mas Inus, terima kasih untuk cinta kasihnya dan persahabatan yang indah ini.
12. Pak Warto dan Teteh Eni, Badai, Bayu, Mas Gun, dan Alm. Iwan untuk nasehat, pengertian, cinta dan kasih sayang yang kalian berikan untukku.
13. Teman-teman Farmasi khususnya FKK-2005, keluarga Hidden Kost dan KKN Tempel yang telah hadir mengelilingi perjalanan hidupku
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini, masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima segala saran, kritik dan masukan yang bersifat membangun. Semoga karya tulis yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 2 Juni 2009 Penulis
INTISARI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pengobatan TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) membutuhkan waktu selama 6 bulan. Durasi ini semakin panjang dengan adanya kegagalan konversi di akhir fase intensif, yang dapat disebabkan oleh ketidaktaatan pasien, penyakit penyerta, maupun status gizi yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengobatan pada pasien tuberkulosis paru yang gagal konversi di BP4 Yogyakarta tahun 2006-2008 menggunakan standar Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes RI.
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan deskriptif, pengambilan datanya dilakukan secara retrospektif menggunakan kartu TB 01 dan rekam medis (RM) pasien, didukung wawancara dengan beberapa pasien TB paru yang gagal konversi tahun 2006-2008. Data dari RM dan kartu TB 01 dianalisis menggunakan narasi deskriptif sederhana, diagram dan tabulasi. Data diskrit dari RM dianalisis menggunakan z-test of proportion-one sample case.
Hasil penelitian menunjukkan profil pasien TB paru yang gagal konversi dengan kategori usia terbanyak yaitu 25-34 tahun (28,89%), jumlah kasus dengan jenis kelamin pria yaitu 57,78% dan wanita 42,22%, jumlah kasus terbanyak dari profil pekerjaan tanpa keterangan (35,55%), dan wilayah tempat tinggal terbanyak dari Sleman (42,22%). Pola pengobatan OAT FDC Kategori 1 terbanyak yaitu
4FDC3Tab/2FDC3Tab (73,33%) dengan kelas terapi obat tambahan terbanyak dari sistem saluran pernapasan (65,12%). Penyebab kegagalan konversi dalam penelitian ini adalah DM (13,33%) dan rata-rata lama pengobatan pasien yaitu 7 bulan.
.
Kata kunci : tuberkulosis, gagal konversi, DOTS,
ABSTRACT
Tuberculosis (TB) is a spread directly disease caused by Mycobacterium tuberculosis. TB treatment using DOTS (Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) needs six months. This duration will be longer by the existing of conversion failure in the last intensive phase, which caused by either patient’s disobedient, second disease or malnutrition. This research was aimed to evaluate the treatment on TB patient who has conversion failure in BP4 Yogyakarta 2006-2008 using National Tuberculosis Cope Guideline, Depkes RI.
The genre of this research was observational with descriptive plan which the data gathered retrospectively using TB 1 card and patient’s medical record, supported also by interview with some TB patients who have experienced conversion failure in 2006-2008 period. The data from medical record and TB 1 card is analyzed by a simple descriptive narration, diagram and tabulation. Discrete data from medical record is analyzed by using z test proportion-one sample case.
Result of research shows the highest age category of tuberculosis patients’ profile who failed conversion is 25-34 years (28, 89%), number of cases of sex with men is 57.78% and 42.22% women, number of cases, most of the work without the profile information (35.55%), and most residential area of Sleman (42.22%). The treatment pattern of OAT FDC Category 1 is most
4FDC3Tab/2FDC3Tab (73.33%) with the most additional drug therapy class from respiratory channel system (65.12%). The cause of conversion failure in this research is the DM (13.33%) and the average treatment duration of the patient is 7 months.
Keyword: Tuberculosis, conversion failure, DOTS
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... vi PRAKATA ............................................................................................... vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... ix
INTISARI ................................................................................................. x
ABSTRACT ............................................................................................... xi
DAFTAR ISI ............................................................................................ xii DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xx BAB I PENGANTAR ............................................................................
1 A. Latar Belakang ...........................................................................
1 1. Permasalahan .........................................................................
3 2. Keaslian penelitian .................................................................
4 3. Manfaat penelitian ..................................................................
5 a. Manfaat teoritis .................................................................
5 b. Manfaat praktis .................................................................
5 B. Tujuan Penelitian .......................................................................
5 1. Tujuan umum .........................................................................
5
2. Tujuan khusus ........................................................................
5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ......................................................
7 A. Tuberkulosis Paru.......................................................................
7 1. Mycobacterium tuberkulosis ...................................................
7 2. Etiologi ..................................................................................
7 3. Patogenesis .............................................................................
9 4. Gejala tuberkulosis .................................................................
10 5. Diagnosis TB paru dewasa .....................................................
10 B. Pengobatan Tuberkulosis ............................................................
13 1. Prinsip pengobatan .................................................................
13 2. Strategi terapi .........................................................................
13 3. Efek samping obat ..................................................................
17 4. Penggunaan obat yang rasional ...............................................
18 C. Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) ...............................
19 D. Keterangan Empiris ....................................................................
20 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................
21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................
21 B. Definisi Operasional ...................................................................
21 C. Subyek Penelitian .......................................................................
22 D. Bahan Penelitian ........................................................................
23 E. Instrumen Penelitian ...................................................................
23 F. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................
23 G. Tata Cara Penelitian ...................................................................
24
1. Perencanaan ...........................................................................
32 1. Kategori Pengobatan ..............................................................
40 g. Obat yang bekerja pada sistem saluran cerna .....................
39 f. Obat yang bekerja pada penyakit infeksi ............................
38 e. Obat yang bekerja pada otot skelet dan sendi .....................
37 d. Obat yang bekerja sebagai analgesik .................................
37 c. Suplemen dan penunjang ...................................................
35 b. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah ...........................
34 a. Obat yang bekerja pada sistem saluran pernafasan .............
33 3. Obat tambahan pasien TB paru yang gagal konversi ..............
32 2. Jumlah dan dosis FDC ............................................................
30 B. Pola Pengobatan Pasien TB Paru yang Gagal Konversi ..............
24 2. Pengambilan data ...................................................................
30 4. Wilayah tempat tinggal ...........................................................
29 3. Pekerjaan ................................................................................
29 2. Jenis kelamin ..........................................................................
29 1. Usia ........................................................................................
28 A. Profil dan Jumlah Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi.....................................................................................
26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
25 J. Kesulitan Penelitian ....................................................................
25 I. Analisis Hasil .............................................................................
24 3. Pengolahan Data .....................................................................
40
h. Obat-obat hormonal ..........................................................
41 i. Obat yang digunakan pada penyakit kardiovaskuler ...........
42 j. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat ..........................
42 4. Interaksi obat ..........................................................................
42 5. PMO (Pengawas Menelan Obat) .............................................
44 C. Penyebab Kegagalan Konversi ...................................................
45 1. Pasien TB paru dengan penyerta diabetes mellitus .................
47 2. Pasien TB paru dengan riwayat merokok ...............................
48 3. Hasil wawancara pada pasien TB paru yang gagal konversi ...
49 D. Lama Pengobatan .......................................................................
50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
53 A. Kesimpulan ................................................................................
53 B. Saran ..........................................................................................
54 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
55 LAMPIRAN .............................................................................................
58 BIOGRAFI PENULIS ..............................................................................
76
DAFTAR TABEL
Tabel I Dosis untuk Panduan OAT FDC Kategori I .......................16 Tabel II Dosis untuk Panduan OAT FDC Kategori II ......................
16 Tabel III Dosis OAT FDC Kategori Sisipan .....................................
17 Tabel IV Efek Samping Berat OAT ..................................................
18 Tabel V Efek Samping Ringan OAT ...............................................
18 Tabel VI Gambaran OAT FDC Kategori I yang Digunakan Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
32 Tabel VII Dosis Obat FDC Kategori I Tahap Intensif Penyesuaian RHZE di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 .....................
33 Tabel VIII Dosis Obat FDC Kategori I Tahap Intensif Penyesuaian RH di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 ..........................
33 Tabel IX Kelas Terapi Obat Tambahan yang Digunakan Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
34 Tabel X Golongan dan Jenis Obat Tambahan untuk Kelas Terapi Obat yang Bekerja pada Saluran Pernapasan yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
36 Tabel XI Jenis dan Komposisi Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Pernapasan yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun
2006-2008 .........................................................................
36 Tabel XII Golongan dan Jenis Obat Tambahan untuk Kelas Terapi Obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah pada Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 .......
37 Tabel XIII Jenis dan Komposisi Obat Tambahan untuk Kelas Terapi Suplemen dan Penunjang yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 ..............................................................
38 Tabel XIV Golongan dan Jenis Obat Tambahan Untuk Kelas Terapi Obat yang Bekerja Sebagai Analgesik yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Periode Tahun 2006-2008 ..................................................
38 Tabel XV Golongan dan Jenis Obat Tambahan Untuk Kelas Terapi Obat yang Bekerja pada Otot Skelet dan Sendi yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
39 Tabel XVI Golongan dan Jenis Obat Tambahan Untuk Kelas Terapi Pengobatan Infeksi yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
40 Tabel XVII Golongan dan Jenis Obat Tambahan Untuk Kelas Terapi
Obat yang Bekerja pada Sistem Saluran Cerna yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
41 Tabel XVIII Golongan, Jenis dan Komposisi Obat Tambahan Untuk Kelas Terapi Obat-Obat Hormonal yang Digunakan oleh Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
42 Tabel XIX Hasil Pemeriksaan Dahak Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Koversi Setelah Akhir Fase Sisipan di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
45 Tabel XX Penggolongan Riwayat Penyerta per Pasien TB Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 .......
46 Tabel XXI Rangkuman Kondisi Pasien TB Paru yang Gagal Konversi pada Akhir Pengambilan Data di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 ...........................................................................
51
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Alur Diagnosis Tuberkulosis Paru Dewasa .......................12 Gambar 2 Profil Usia Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 ....................................
29 Gambar 3 Profil Jenis Kelamin Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008........ 30
Gambar 4 Profil Pekerjaan Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 ................................
30 Gambar 5 Profil Wilayah Tempat Tinggal Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008........... 31
Gambar 6 Profil PMO Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 .................................... 44
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Profil Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di di BP4 Tahun 2006-2008 Berdasarkan Kartu TB 01 ..........
59 Lampiran 2 Profil Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008 Berdasarkan Rekam Medis.....................................................................
61 Lampiran 3 Hasil Pemeriksaan Dahak SPS Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008
65 Lampiran 4 Rangkuman Hasil Wawancara dengan Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di BP4 Yogyakarta Tahun 2006-2008...............................................................
67 Lampiran 5 Alur Pemilihan Uji Z dan perhitungan z test of proportions one sample case untuk jenis kelamin ..................................
71 Lampiran 6 Surat Izin Pengambilan Data di BP4 Kalasan .....................
72 Lampiran 7 Surat Izin Pengambilan Data di BP4 Kota Gede .................
73 Lampiran 8 Surat Izin Wawancara Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi ..................................................................
74 Lampiran 9 Formulir Persetujuan (Informed Consent) ..........................
75
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) hingga kini masih menjadi masalah kesehatan yang
penting di dunia. Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis . Insidensi TB di dunia berdasarkan data WHO tahun
2004, menyebutkan sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani (Anonim, 2007).
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia menduduki peringkat ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor 1 dari golongan penyakit infeksi. Diperkirakan pada tahun 2004,
22 setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional adalah 110 per 100.000 penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu wilayah Sumatera, angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk, wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000, dan penduduk wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000 penduduk. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (Anonim, 2007).
Pada penelitian ini, peneliti memilih lokasi di BP4 Yogyakarta. Berdasarkan hasil evaluasi tahunan TB di BP4 Yogyakarta, diketahui terjadi peningkatan penemuan kasus TB BTA (+) dari 449 pasien (tahun 2007) menjadi 453 pasien (tahun 2008). Tahun 2007, dari 267 pasien TB BTA (+) baru yang diobati, yang mengalami konversi sebanyak 211 pasien, sedangkan untuk tahun 2008 yang mengalami konversi hingga trimester ketiga sebanyak 167 pasien dari 264 pasien TB BTA (+) baru yang diobati. Dari hasil laporan tahunan BP4 tersebut, terlihat bahwa tidak semua pasien mengalami konversi BTA di akhir pengobatan tahap intensif (gagal konversi). Hal ini membuat proses terapi dari TB
23 menjadi lebih lama karena pasien juga harus mendapat obat sisipan selama sebulan. Beberapa penelitian mengenai gagal konversi yang dilakukan oleh Tahitu dan Amiruddin (2006), Khariroh (2006) serta Nurjuta (2006) menunjukkan adanya hubungan antara keteraturan dan kepatuhan berobat, penyakit penyerta, PMO (Pengawas Menelan Obat) dan status gizi terhadap kegagalan konversi.
Melihat dari latar belakang yang telah diungkapkan di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang gagal konversi di BP4 Yogyakarta, salah satu unit pelayanan kesehatan yang secara khusus menanggulangi masalah paru terutama TBC. Diambil 3 BP4 untuk penelitian ini, yaitu unit Kotagede dan Kalasan, kedua unit ini dilengkapi dengan sarana pelayanan rawat inap dan rawat jalan, serta BP4 Minggiran yang merupakan pusat managerial dari semua BP4 DIY dan tercatat sebagai BP4 yang melayani pasien dengan jumlah terbanyak, sehingga sebagian besar SDM terpusat di BP4 Minggiran.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : a. seperti apa profil dan jumlah pasien tuberkulosis paru BTA positif yang gagal mengalami konversi BTA di BP4 Yogyakarta tahun 2006-2008 ? b. seperti apa pola pengobatan pasien TB paru yang gagal mengalami konversi meliputi kategori pengobatan, jumlah dan dosisnya, serta kelas terapi, jenis, golongan obat tambahan yang diberikan, interaksi obat dan PMO ?
c. apa yang menyebabkan kegagalan konversi pasien TB paru selama masa pengobatan di BP4 Yogyakarta tahun 2006-2008 ?
24 d. berapa rata-rata lama pengobatan pada pasien TB paru yang gagal mengalami konversi BTA tahun 2006-2008 bila dibandingkan dengan standar Pedoman
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis, beberapa penelitian yang terkait dengan “Evaluasi Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis Paru yang Gagal Konversi di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta Tahun 2006- 2008” antara lain :
a. Angka Konversi dan Angka Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru dalam Program DOTS di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari- September 2002 oleh Yuniarti (2004).
b. Gambaran Penatalaksanaan Pengobatan Penyakit Tuberkulosis (TB) di Kabupaten Temanggung-Jawa Tengah Periode Januari-Desember 2005 oleh Lusiana (2006).
c. Faktor Risiko Gagal Konversi BTA Sputum Penderita TB Paru Setelah Program Pengobatan DOTS Fase Intensif di RSU. Dr. Sutomo dan BP4 Karang Tembok Surabaya oleh Khariroh (2006).
d. Faktor Risiko Kegagalan Konversi pada Penderita Tuberkulosis Paru BTA Positif Baru di Kota Ambon Provinsi Maluku Tahun 2006 oleh Tahitu dan Amiruddin (2006).
e. Pengaruh Faktor Penderita TB Paru Kasus Baru Terhadap Konversi BTA yang Mendapat Pengobatan Kategori I pada Akhir Fase Intensif di Puskesmas Kota Kendari Tahun 2005 oleh Nurjuta (2006).
25
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan menambah wawasan di bidang farmasi komunitas klinik, khususnya tentang peran farmasis dalam pharmaceutical care untuk penyakit tuberkulosis.
b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada pihak yang berkepentingan mengenai pengobatan dan beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan konversi pasien TB paru selama masa pengobatan di BP4 Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi pengobatan pada pasien tuberkulosis paru yang gagal konversi di BP4 Yogyakarta selama tahun 2006-2008 dengan menggunakan acuan Standar Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui :
a. profil dan jumlah pasien tuberkulosis paru BTA positif yang gagal mengalami konversi BTA di BP4 Yogyakarta tahun 2006-2008.
b. pola pengobatan pasien TB paru yang gagal mengalami konversi meliputi kategori pengobatan, jumlah dan dosis, serta kelas terapi, jenis, golongan obat
26 tambahan yang diberikan, interaksi obat dan PMO.
c. penyebab kegagalan konversi pasien TB paru selama masa pengobatan di BP4 Yogyakarta tahun 2006-2008.
d. rata-rata lama pengobatan pada pasien TB paru yang gagal mengalami konversi BTA tahun 2006-2008 dibandingkan dengan standar Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Paru
1. Mycobacterium tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang,
dinding selnya mengandung komplek lipida-glikoprotein serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Pada pengecatan Ziehl Neelsen, bakteri ini tetap mengikat warna pertama, tidak luntur oleh asam dan alkohol sehingga tidak mampu mengikat warna kedua, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC atau TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Anonim, 2003).
2. Etiologi
Riwayat terjadinya tuberkulosis dapat melalui infeksi primer dan pasca primer (post primary).
a. Infeksi primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman
TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
8 sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer sekitar 4-6 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan pada reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif (Anonim, 2003).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Anonim, 2003).
b. Tuberkulosis pasca primer (Post Primary TBC) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Anonim, 2003).
9
3. Patogenesis
Penyakit tuberkulosis dikendalikan oleh sistem imunitas seluler. Orang yang menderita kerusakan imunitas seluler seperti terinfeksi HIV dan gagal ginjal kronik mempunyai risiko tuberkulosis yang lebih tinggi. Saat terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis, sel fagosit mononuklear atau makrofag berperan
sebagai efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung utama proteksi/kekebalan. Koordinasi makrofag dan limfosit T sangat diperlukan untuk perlindungan yang optimal. Mycobacterium tuberculosis masuk ke tubuh lewat 3 jalur yaitu saluran pernapasan, saluran cerna dan luka terbuka pada kulit (Price dan Wilson, 2000).
Kebanyakan infeksi tuberkulosis disebabkan karena inhalasi jalur tuberkel. Tempat implantasi basil tuberkel yang paling sering adalah permukaan alveolar dari parenkim paru-paru. Reaksi yang ditimbulkan oleh basil tuberkel merupakan suatu proses peradangan. Leukosit polimorfonuklear mencoba memakan bakteri tersebut, tetapi organisme tersebut tidak dapat dimatikan, lalu terjadi perubahan, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid. Limfosit mengelilingi tuberkel tersebut. Reaksi ini membutuhkan waktu 10-20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi akan mengakibatkan terbentuknya bentuk yang relatif padat seperti keju yang dikenal dengan nekrosis kaseosa.
10 Penyakit tuberkulosis dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah sehingga menimbulkan lesi pada berbagai organ. Penyebaran seperti ini sering dikenal dengan penyebaran limfohematogen. Jenis penyebaran hematogen lain adalah berupa fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi bila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price dan Wilson, 2000).
4. Gejala tuberkulosis
a. Gejala utama Batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
b. Gejala tambahan Dahak bercampur darah, batuk darah sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan
(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam, meriang lebih dari sebulan (Anonim, 2005).
5. Diagnosis TB paru dewasa
Menurut program Directly Observed Treatment Shortcourse
chemotherapy (DOTS) yang dijalankan di BP4 Yogyakarta, diagnosis utama
seseorang dinyatakan penderita TB didasarkan pada pemeriksaan dahak SPS.Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-
pagi-sewaktu (SPS). Sewaktu (S) artinya dahak dikumpulkan pada saat suspek TB
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Pagi (P) artinya dahak
11 dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. Sewaktu (S) yang kedua artinya dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat pasien menyerahkan dahak pagi (Anonim, 2007).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa sebagian besar ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Dibandingkan dengan metode baku emas (gold standard) dengan pemeriksaan kultur dahak (paling cepat sekitar 6 minggu), pemeriksaan dahak mikroskopis ini dinilai paling efisien, murah, mudah, bersifat spesifik, sensitif dan dapat dilaksanakan di semua unit laboratorium. Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis/underdiagnosis (Anonim, 2008).
Pemeriksaan foto toraks hanya dilakukan pada kondisi tertentu seperti : a . Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya positif.
b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
c. Pasien diduga memiliki komplikasi sesak nafas dan hemoptisis berat yang memerlukan penangan khusus.
12
Suspek TB Paru
Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru Dewasa (Anonim, 2008)
Suspek TB Paru
Pemeriksaan dahak mikroskopis, Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) Antibiotik Non-OAT Hasil BTA + + + + + - Hasil BTA + - - Hasil BTA - - - Hasil BTA + + + Hasil BTA + + + + + - - - - Tidak ada perbaikan Ada perbaikan n Pemeriksaan dahak mikroskopis Foto toraks dan pertimbangan dokter Foto toraks dan pertimbangan dokter T B Bukan TB
13
B. Pengobatan Tuberkulosis
1. Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip sebagai berikut :
a. obat anti tuberkulosis harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi. Pemakaian OAT FDC (Fixed
Dose Combination ) atau Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
b. untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan.
2. Strategi terapi
Tujuan terapi TB adalah menyembuhkan pasien, mencegah kematian dan kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman. Sasaran terapinya adalah Mycobacterium tuberculosis yang menginfeksi organ paru. Strategi terapi untuk menanggulangi TBC dilakukan melalui terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis.
a. Non-farmakologis 1) Mengisolasi ruangan pasien yang dirawat, dengan menggunakan sinar UV dan dilengkapi lubang ventilasi yang aman (Di Piro, 2005).
14 2) Operasi untuk membersihkan jaringan paru yang terinfeksi karena adanya lesi (tuberculomonas).
b. Farmakologis Terapi farmakologis untuk mengatasi TBC dikenal dengan strategi
DOTS. Dalam strategi DOTS, pengobatan TB dilakukan baik dengan pemberian OAT dalam bentuk tablet terpisah maupun dengan pemberian OAT FDC (Fixed
Dose Combination ). Penggunaan obat TB yang dipakai adalah antibiotik dan anti
infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Obat lini pertama yang umum dipakai adalah Isoniazid (H), Etambutol (E), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Streptomisin (S).
Isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan streptomisin bersifat bakterisid sedangkan etambutol bersifat bakteriostatik. Isoniazid bekerja dengan mengganggu sintesa mycolic acid yang diperlukan dalam membangun dinding sel bakteri.sehingga dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Rifampisin bekerja dengan membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme kerja rifampisin dengan mengganggu sintesis RNA polimerase bakteri. Pirazinamid bekerja dengan membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam, Mekanisme aksi obat ini didasarkan pada pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil tuberkulosa. Streptomisin bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman lewat jalan pengikatan pada RNA ribosomal, sehingga dapat membunuh kuman yang sedang membelah. Mekanisme aksi etambutol dengan
15 menghambat sintesis RNA pada kuman yang sedang membelah serta menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel (Anonim, 2005).
Penggunaan obat-obat lini kedua seperti asam aminosasilisat, kanamisin, rifabutin, levofloxacin, ciprofloxacin, ofloxacin, etionamid digunakan bila terjadi resistensi obat primer (Di Piro, 2005). Rifapentin dan rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk rifampisin dalam pengobatan kombinasi anti tuberkulosis. Paduan OAT FDC yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia adalah kategori 1 yaitu 2(HRZE)/4(HR)3, kategori 2 yaitu 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3, kategori anak 2HRZ/4HR dan kategori sisipan. Dosis OAT disesuaikan dengan berat badan pasien dan dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien.
Paket kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam 1 blister harian, yaitu isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Panduan OAT ini masih disediakan oleh program penanggulangan TB untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT FDC (Anonim, 2007). Jenis OAT FDC dan penggunaannya antara lain sebagai berikut : 1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Tahap awal adalah 2(HRZE), lama pengobatan 2 bulan. Pengobatan diberikan harian. Isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan etambutol (E) diberikan dalam bentuk FDC. Tahap lanjutan adalah 4(HR)3, lama pengobatan 4 bulan. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Isoniazid dan rifampisin diberikan dalam bentuk FDC. Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru TB paru BTA Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg)
Catatan:
Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(275)
2FDC 5 tab
4FDC 5 tab
4FDC 5 tab + 1000mg Streptomisin inj.
2FDC 4 tab
4FDC 4 tab
4FDC 4 tab + 1000 mg Streptomisin inj.
2FDC 3 tab
4FDC 3 tab
4FDC 3 tab + 750 mg Streptomisin inj.
2FDC 2 tab
4FDC 2 tab
4FDC 2 tab + 500 mg Streptomisin inj.
30–37 kg
Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu
Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S
16 positif, pasien baru TB paru BTA negatif disertai foto toraks positif dan pasien TB ekstra paru.
4FDC 3 tablet
Tabel I. Dosis untuk paduan OAT FDC untuk Kategori 1 (Anonim, 2008)
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama
16 minggu RH (150/150) 30 – 37 kg
4FDC 2 tablet
2FDC 2 tablet 38 – 54 kg
2FDC 3 tablet 55 – 70 kg
Berat Badan
4FDC 4 tablet
2FDC 4 tablet ≥ 71 kg
4FDC 5 tablet
2FDC 5 tablet 2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3 Tahap awal adalah 2(HRZE)S/(HRZE), lama pengobatan 3 bulan.
Isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan etambutol (E) diberikan dalam bentuk KDT dan streptomisin (S) diberikan selama 2 bulan pertama berupa suntikan setiap hari.
Tabel II. Dosis untuk paduan OAT FDC Kategori 2 (Anonim, 2008)
- 2 tab Etambutol 38–54 kg
- 3 tab Etambutol 55–70 kg
- 4 tab Etambutol ≥ 71 kg
- 5 tab Etambutol
17 Tahap lanjutan adalah 5(HR)3E3, lama pengobatan 5 bulan. Isoniazid dan rifampisin diberikan dalam bentuk FDC dan etambutol diberikan secara lepas.