Sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita : suatu tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

  

SIKAP BATIN MASYARAKAT JAWA MELALUI TOKOH BRATASENA

DALAM CERITA PEWAYANGAN BALE SIGALA-GALA

KARYA KI NARYA CARITA

SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

  

Oleh

ANANG JOKO BUDIMAN

NIM : 024114037

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  

SIKAP BATIN MASYARAKAT JAWA MELALUI TOKOH BRATASENA

DALAM CERITA PEWAYANGAN BALE SIGALA-GALA

KARYA KI NARYA CARITA

SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA

  

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

  

Oleh

ANANG JOKO BUDIMAN

NIM : 024114037

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

  

JURUSAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2010

  Skripsi ini Kupersembahkan untuk: Sang Juru Selamat Sejati

  Bapak dan Ibu yang selalu memberikan kasih sayang dan mendoakan aku Saudara yang selalu mendukungku

  Dan Alm. Kakakku yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi

  MOTTO Pujilah Tuhan, hai jiwaku!

  Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan hai jiwaku, dan jangan lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu.

  Dia yang menebus hidupmu dari lubang kubur Yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat

  Dia yang memuasakan hasratmu dengan kebaikan Sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.

  (Mazmur, 103:1-5)

  . ABSTRAK Budiman, Anang Joko. 2010. Sikap Batin Masyarakat Jawa Melalui Tokoh Bratasena dalam

  Cerita Pewayangan Bale Sigala-gala Karya Ki Narya Carita: Suatu Tinjauan

  Yogyakarta: Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Sosiologi Sastra. Dharma

  Penelitian ini mengkaji sikap batin masyarakat Jwamelalui tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan unsure tokoh dan penokohan yang lebih ditekankan terhadap tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala untuk mengetahui sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis struktural khususnya tokoh dan penokohan Bratasena. Hasil analisis struktural tokoh dan penokohan tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis dan metode deskripsi. Adapun langkah konkrit yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. Penulis menggunakan metode analisis untuk menganalisis tokoh dan penokohan dan sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena. Kemudian penulis menggunakan metode deskripsi untuk memaparkan dan melaporkan hasil penelitian.

  Teknik yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua hal, yakni teknik simak dan teknik catat. Teknik simak digunakan penulis untuk menyimak cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita sebagai bahan penelaahan. Teknik catat digunakan penulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai untuk memecahakn rumusan masalah, dalam hal ini meliputi tokoh dan penokohan dan sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena. Dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita ini, diperoleh bahwa nilai- nilai moral melalui tokoh Bratasena ditunjukkan dalam bentuk sikap . adapun sikap-sikap tokoh Bratasena yang mengandung sikap batin masyarakat Jawa adalah sikap berbudi luhur, sikap jujur, sikap nrima, sikap rila dan sikap ikhlas.

  Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita mengandung sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena. Tokoh Bratasena dalam melindungi, memperoleh hak dan memberikan keselamatan kepada keluarganya dengan mengedepankan sikap yang luhur, rela berkorban untuk sebuah kebenaran.

  ABSTRACT

  Budiman, Anang Joko. 2010. Mental attitude of Javanese Society through Bratasena character in the Puppet Story Bale Sigala-gala by Ki Narya Carita: A Lirerary Sociology Study.

  Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program, Sanata Dharma University. This research is about the mental attitude of Javanese society through Bratasena figure in the Puppet show : Bale Sigala-gala, a master piece by Ki Narya Carita. The purpose of this research was to descibe the element of character and characterization of Bratasena in the puppet story Bale Sigala-gala to find out the spiritual attitude of Javanese society through Bratasena character. The researcher used literary sociology approach in conducting the research which underlined the literary texts as the review material. The researcher began the research by doing structural analysis especially on the character and characterization of Bratasena. The result was used as a foundation to analyze mental attitude of Javanese society through character and charaterization of Bratasena in the puppet story Bale Sigala-gala. The researcher used analytical method and descriptive method. The steps of the research are as follows. The researcher used analytical method to analyze character and charaterization and mental attitude of Javanese society through Bratasena figure. Then, the researcher used descriptive method to describe and report the research result.

  The techniques which were used in this study covered two techniques, listening and taking note techniques. The purpose of listening techniques is to listen the puppet story Bale Sigala-gala by Ki Narya Carita as the review material. The note taking technique was used to record things which were correspond to solve the problem formula, which covered character and charaterization and mental attitude of Javanese society through Bratasena figure.

  In this puppet story Bale Sigala-gala by Ki Narya Carita, the researcher found out that moral values of Bratasena character were shown in the form of attitude. The attitudes of Brasena which contains Javanese society mental attitude are virtuous, honesty, acceptance, willingness and sincere.

  It can be concluded by the result of the research that puppet story Bale Sigala-gala by Ki Narya Carita contains Javanese society mental attitude through Bratasena character. This reflects Bratasena character in protecting, obtain right and give salvation for his family by put virtuois, willingness to sacrifice for righteousness forward.

  KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah yang telah memberikan limpahan berkat, kasih dan tuntunan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. skripsi berjudul Nilai-Nilai Moral Melalui Tokoh Bratasena dalam Cerita Pewayangan Bale

  

Sigala-gala Karya Ki Narya Carita: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra, ditulis sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Indonesia (SIND).

  Skripsi ini dapat terwujud berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapakn terima kasih kepada:

  1. Dra. Fransiska Tjandrasih Adji, M. Hum., dan S. E. Peni Adji, S. S, M. Hum, selaku dosen pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktu dan membimbing dengan sabar sampai tersusunnya skripsi ini.

  2. Para dosen jurusan Sastra Indonesia, yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis;

  3. Para karyawan dan karyawati secretariat Sastra dan BAAK yang selalu mempermudah pengurusan adminitrasi;

4. Para karyawan dan karyawati perpustakaan Universitas Sanata Dharma; 5.

  Bapak dan Ibu, saudara serta almarhum kakakku yang telah memberikan berbagai dukungan dan kasih sayang, sehingga skripsi ini dapat selesai;

  6. Emmanuella (Dee) yang selalu mendukung, memberi semangat yang membuat penulis terbangun dapat tergugah dalam penyelesaian skripsi ini;

  7. Priska Niawati, Mas Agus Miyanto, Mas Vincent, Mas Domex, Ki Dalang Bagong Yunioko, Mas Gepeng dan teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2002 yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini;

  8. Temen-temen kos Karang Bendo Kulon yang selalu membuat suasana tertawa, sedih dan membuat selalu enjoy dalam berbagai suasana;

  9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan dan dan dukunagannya.

  Dengan kerendahan hati penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon sumbangan berupa, pemikiran, kritik dan masukan untuk menyempurnakannya. Dalam ketidaksempurnaan ini, penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan sebagai pendorong berbagai pihak untuk lebih mencintai karya sastra, seni dan budaya, terima kasih.

  Yogyakarta, 25 Agustus 2010 Penulis

  (Anang Joko Budiman)

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN BIMBINGAN ................................................. ii HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iii MOTTO ........................................................................................................... iv ABSTRAK ....................................................................................................... vi ABSTRACT ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... x LEMBAR PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................................. xi DAFTAR ISI .................................................................................................... xii BAB I : PENDAHULUAN ..............................................................................

  1

  1.1

  1 Latar Belakang..................................................................................

  1.2

  4 Rumusan Masalah ............................................................................

  1.3

  5 Tujuan penelitian ..............................................................................

  1.4

  5 Manfaat Penelitian ............................................................................

  1.5

  5 Tinjauan Pustaka ..............................................................................

  1.6

  6 Landasan Teori .................................................................................

  1.6.1

  6 Teori Struktural .................................................................

  1.6.2

  7 Tokoh dan Penokohan .......................................................

  1.6.3

  9 Sosiologi Sastra .................................................................

  1.6.4

  10 Sikap Batin Masyarakat Jawa ...........................................

  1.7

  13 Metode Penelitian .............................................................................

  1.8 Sistematika Penyajian .......................................................................

  30 2.8 Adipati Purocana ..............................................................................

  47 BAB IV : PENUTUP .......................................................................................

  45 3.5 Sikap Ikhlas ......................................................................................

  41 3.4 Sikap Rila .........................................................................................

  38 3.3 Sikap Nrima ......................................................................................

  34 3.2 Sikap Jujur ........................................................................................

  33 3.1 Sikap Berbudi Luhur ........................................................................

  31 BAB III : SIKAP BATIN MASYARAKAT JAWA MELALUI TOKOH BRATASENA DALAM CERITA PEWAYANGAN BALE SIGALA-GALA KARYA KI NARYA CARITA .......................................................

  28 2.7 Patih Sengkuni ..................................................................................

  14

  27 2.6 Prabu Anom Kurupati.......................................................................

  26 2.5 Prabu Dhastharasta ...........................................................................

  23 2.4 Raden Puntadewa .............................................................................

  21 2.3 Yama Widura....................................................................................

  16 2.2 Dewi Kunthi .....................................................................................

  16 2.1 Bratasena ..........................................................................................

  15 BAB II : UNSUR CERITA TOKOH DAN PENOKOHAN CERITA PEWAYANGAN BALAI SIGALA-GALA KARYA KI NARYA CERITA .......................................................

  1.9 Sumber Data Primer .........................................................................

  50

  4.1 Kesimpulan .......................................................................................

  50 4.2 Saran .................................................................................................

  52 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

  54 LAMPIRAN .....................................................................................................

  55 BIODATA PENULIS ……………………………………………………….

  57

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Sastra adalah karya seni, karena itu sastra juga mempunyai sifat yang sama seperti dengan karya seni yang lain, seperti seni sastra, seni lukis, seni pahat dan lain-lain. Wayang adalah gambar atau tiruan orang dan sebagainya untuk mempertunjukkan suatu lakon atau cerita (Poerwodarminto 1984:1150). Dalam masyarakat Jawa wayang bukan sekedar sebuah tontonan tapi merupakan suatu tuntunan tuntunan bagaimana etika dalam kehidupan yang harmonis.

  Wayang merupakan kebudayaan asli Indonesia yang merupakan penggambaran kehidupan (Marwanto dan Moehanto, 1996:1). Suatu hasil dari budaya yang tercipta dari lingkungan masyarakat. Sebuah cerita pewayangan erat hubungannya dengan budaya, karena budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 2000:180). Terdapat dua sumber cerita dari cerita wayang, yaitu cerita Ramayana dan cerita Mahabarata. Intisari cerita Ramayana timbulnya peperangan antara Rahwana dan Rama yang memperebutkan Dewi Sinta, sedangkan intisari dari cerita Mahabarata adalah terjadinya perang Bharatayuda antara Pandhawa dan Kurawa yang memperebutkan kerajaan Hastina (Marwanto dan Moehanto, 1996:5). Cerita pewayangan mengungkapkan pandangan-pandangan dan merupakan produk kehidupan yang banyak mengandung nila-nilai moral, sosial, politik, etika, religi dan fisafat.

  Disamping itu wayang juga sebagai media untuk menjelaskan kepada manusia tentang bagaimana cara menjadi manusia yang lebih baik, menjadi manusia yang bisa menyelamatkan sesama, memberi kasih sayang dan menciptakan suasana kehidupan yang seimbang (Ra’uf, 2010:180).

  Salah satu cara untuk mengetahui mengenai cerita wayang kulit, tidak harus dengan menonton pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Cerita pewayangan telah di terbitkan dalam bentuk buku. Tujuan dari cerita pewayangan yaitu membantu manusia menyikapkan rahasia keadaannya untuk memberi makna pada eksistensinya, serta untuk membantu ke dalam jalan kebenaran. Karena wayang adalah gambaran manusia yang memiliki pesan-pesan di dalamnya, bisa mendobrak pemikiran seseorang untuk lebih bijak dan arif dalam suatu kehidupan (Ra’uf: 2010: 9). Dalam cerita pewayangan Serat Pedhalangan seri Mahabarata dengan lakon Bale Sigala-

  

gala karya Ki Narya Carita diceritakan tentang kelakuan angkara dari Kurawa terhadap

  Pandawa. Suatu penggambaran tentang kekuasaan menimbulkan sebuah keegoisan diri untuk menghalalkan segala cara demi kelanggengan tahta dan harta walaupun apa yang dilakukan melanggar aturan-aturan kehidupan. Ki Narya Carita juga menonjolkan tokoh Bratasena sebagai tokoh yang berperan aktif dalam membangun isi cerita. Cerita pewayangan ini juga menggambarkan perjuangan dari tokoh Bratasena dan keluarga Pandhawa untuk melawan kelicikan dan niat jahat Kurawa. Bagaimana Tokoh Bratasena berusaha melindungi dan menyelamatkan keluarganya dengan tetap berpegang teguh pada suatu etika-etika kapatutan, sebuah sikap yang menunjukkan keteladanan mengenai kejujuran, keikhlasan, menyayangi sesama dan berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang luhur. Perjuangan yang ditunjukkan dalam sikap batin tokoh Bratasena sangat kental mewarnai isi cerita pewayangan ini.

  Serat pedhalangan Bale Sigala- gala memiliki isi cerita yang menarik, karena di dalamnya dapat diambil makna tentang realitas kehidupan. Cerita pewayangan ini juga menunjukkan bagaimana pentingnya sebuah kehidupan yang dilandasi dengan sikap-sikap kejujuran, keadilan, menyayangi sesama dan kehidupan yang berjuang untuk mencapai segala sesuatu dengan tetap mengedepankan norma dan etika.

  Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan tokoh dan penokohan Bratasena serta sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena yang terdapat dalam cerita pewayangan seri Mahabarata berjudul “Bale Sigala-gala”. Dari cerita pewayang Bale Sigala-gala ini dapat diambil suatu inti sari di dalamnya yaitu tokoh utama yang menonjol dan menjadi pelindung Pandhawa dan sasaran utama Kurawa adalah keluarga Pandhawa. Cerita ini pula mempunyai suatu penggambaran mengenai sikap batin masyarakat Jawa yang ingin di sampaikan yang secara tidak langsung merupakan gambaran kehidupan yang selaras dalam lingkup masyarakat Jawa. tokoh Bratasena adalah tokoh yang sangat terkenal dalam pandangan dan kebudayaan Jawa. Bratasena merupakan simbol kekuatan, kejujuran dan seorang ksatria masyarakat Jawa. Penulis memilih topik penelitian sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena dalam cerita atau lakon pewayangan Bale Sigala-gala karena tokoh Bratasena memiliki sifat dan tindakan untuk memperjuangkan, melindungi dan melawan kelicikan dari Kurawa yang menginginkan keluarga Pandhawa tidak mendapatkan Hak dari sebuah wilayah dengan cara membunuh keluarga Pandhawa di suatu pesanggrahan. Dia mempertaruhkan jiwa raganya berkali-kali untuk mempertahankan dan senantiasa melindungi keluarga Pandhawa dari niat jahat Kurawa. Apa yang dilakukan Bratasena dalam hal ini selalu identik dengan sifat dan wataknya yang menggambarkan sebuah sikap yang patut untuk diterapkan dalam kehidupan. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk menelaah lebih lanjut. Disamping itu penelitian ini mencoba untuk memaparkan bahwa cerita pewayangan memiliki suatu pesan yaitu bagaimana sikap batin dalam masyarakat Jawa yang digambarkan dalam sebuah cerita wayang kulit. Dari sebuah cerita wayang kulit Bale Sigala-gala ini dapat terlihat peran pewayangan yang bukan hanya dijadikan bukan hanya sebagai tontonan dan bacaan tapi juga sebagai suatu tuntunan.

  Dalam penelitian ini, penulis akan mempergunakan pendekatan sosiologi. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat (Semi, 1989: 46). Oleh karena itu, teori yang digunakan adalah teori sosiologi sastra. Cerita ini memiliki sebuah isi yang menyangkut kehidupan sosial.

  Di dalam menganalisis cerita atau lakon pewayangan Bale Sigala-gala ini, juga tidak meninggalkan analisis struktural khususnya mengenai tokoh dan penokohan yang lebih ditekankan pada tokoh Bratasena.

1.2 Rumusan Masalah

  1.2.1 Bagaimanakah tokoh dan penokohan Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-

  gala karya Ki Narya Carita?

  1.2.2 Apa sajakah sikap batin masyarakat Jawa yang ingin di sampaikan melalui tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita?

1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Mendeskripsikan tokoh dan penokohan Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala.

  1.3.2 Mendeskripsikan sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena yang terdapat dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Dari segi praktis, penulisan ini bermanfaat untuk mengenalkan kebudayaan wayang dan mencintai kebudayaan wayang

  1.4.2. Dalam bidang sastra, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah kritik sastra, khususnya bidang sosiologi sastra.

  1.4.3. Dalam bidang sosiologi, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai sikap batin masyarakat Jawa yang ingin di sampaikan dalam cerita atau lakon wayang khususnya cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita.

  1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai tokoh dalam cerita pewayangan telah banyak dilakukan. Salah satunya

  adalah sebuah skripsi yang berjudul Kontruksi Sosial Nilai Psikologi Punakawan Semar Pada

  Masyarakat Jawa yang disusun oleh Aeiny Nur Anisah pada tahun 2008. Skripsi tersebut ingin

  mengungkap kontruksi sosial nilai-nilai psikologis yang terkandung dalam punakawan Semar pada masyarakat Jawa.

  Skripsi tersebut digunakan penulis sebagai referensi dalam penyusunan skripsi yang berjudul Sikap Batin Masyarakat Jawa Melalui Tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale

  Sigala-gala karya Ki Narya Carita.

  Penulis sejauh ini belum menemukan sebuah penelitian yang menyangkut sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita.

  1.6 Landasan Teori

1.6.1 Teori Struktural

  Menurut Hawkes dalam Nurgiyantoro (2002:37) strukturalisme pada dasarnya dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia kesastraan yang lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda. Dengan demikian, setiap unsur dalam bagian sistem struktur itu baru mempunyai makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung di dalamnya. Analisis struktural untuk bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang sama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Nurgiyantoro, 2002:37). Pendapat Sudjiman mengatakan bahwa antara tokoh, alur, latar dan tema itu saling kait mengait. Unsur- unsur itu tidak bias berdiri sendiri, ada interaksi antara unsur-unsur itu (Sudjiman, 1988 : 40).

  Dengan demikian jelaslah bahwa dalam analisis sosiologi sastra tetap tidak dapat dipisahkan dari analisis struktural karena pada hakikatnya karya sastra adalah sebuah struktur yang bermakna. Dalam penelitian ini, diarahkan pada analisis teks itu sendiri. Di dalam teks-teks ini terdapat unsur berupa tokoh dan penokohan. Analisis struktural di pakai untuk menganalisis tokoh dalam cerita pewayangan ini, kemudian dapat digunakan untuk menjabarkan nilai-nilai moral dari tokoh tersebut dan isi cerita secara keseluruhan.

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori struktural yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro dan teori yang dikemukakan Sudjiman sebagai pendukung.

1.6.2 Tokoh dan Penokohan

  Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2002:165) tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita.

  Menurut Nurgiyantoro (2002:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel/cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung. Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan, tetapi tokoh utama juga bisa tidak muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat kaitannya, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama.

  Tokoh utama dalam sebuah cerita, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara yaitu tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

  Pembaca dapat menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya.Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (2002:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Sudjiman (1988:22) watak adalah kualitas nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain. Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut penokohan.

  Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai tokoh cerita baik lahirnya maupun batinnya oleh seorang pengarang. Tokoh Menurut Nurgiyantoro (2002:194 –210) ada dua penggambaran perwatakan dalam prosa fiksi yaitu sebagai berikut:

  1. Secara eksplositori Teknik eksplositori sering juga disebut sebagai teknik analitis, yaitu pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan diskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku atau bahkan ciri fisiknya.

  2. Secara dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh.

  Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti tentang penokohan yang terdapat dalam cerita atau lakon pewayangan Bale Sigala-gala. Penulis meneliti tokoh Bratasena sebagai tokoh utama yang kemudian akan diteliti secara sosiologi kaitannya dengan sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena dalam memperjuangkan, melindungi dan memperoleh keadilan keluarga Pandawa dari sifat jahat Kurawa.

1.6.3 Sosiologi Sastra

  

Pendekatan sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa ahli

  disebut sosiologi sastra. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiaannya dengan sosiosastra, pendekatan sosilogis, atau pendekatan sosiokultural terhadap sastra (Damono, 1979: 2). Ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologi terhadap sastra. Pertama, pendapat yang berdasarkan anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomis belaka.

  Sastra hanya berharga dalam hubungan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya. Kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang ada di luar sastra (Damono, 1979 : 2-3).

  Peneliti akan menggunakan sosiologi menurut pengertian yang kedua sebagai acuan penelitian ini, karena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita berhubungan dengan aspek sosial yaitu mengenaisikap batin masyarakat Jawa. Peneliti menggunakan pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelahaan. Metode yang digunakan dalam pendekatan sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan untuk memahami lebih dalam lagi mengenai gejala social yang ada di luar satra (Damono, 1979:2-3).

1.6.4 Sikap Batin Masyarakat Jawa

  

Menurut Magnis Suseno yang disebut orang Jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah

  bahasa Jawa yang sebenarnya. Masyarakat Jawa dapat digambarkan sebagai suatu masyarakat yang mempunyai cara bersikap sopan satun, mengedepankan etika dan senantiasa berpewran aktif dalam lingkup sosialnya. Media wayang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat Jawa. Cerita wayang digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu hal melalui isi cerita dan tokoh-tokoh didalamnya yang berhubungan cara bersikap, baik buruk dan berbagai masalah kehidupan. Pada cerita wayang, dalam tindakan dan nasib masing-masing tokoh pewayangan, orang Jawa dapat memahami makna kehidupan (Suseno, 1985:160).

  Magnis Suseno (1985:139) mengemukakan sikap batin adalah suatu sikap dimana manusia dapat mengontrol nafsu-nafsunya dan melepaskan pamrihnya. Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia membelenggu secara buta pada dunia lahir. Sedangakn pamrih adalah mengusahakan kepentingan diri sendiri (individual) saja dengan tidak menghiraukan kepentingan-kepentingan orang lain (masyarakat). Dalm hal ini nafsu dan pamrih tersebut dapat mengancam sikap batin dalm diri manusia.

  Selain dari keseluruhan cerita, nilai-nilai moral tercermin dari sifat dan watak Bratasena menurut Marwanto dan Moehanto (1996:28) yaitu, (a) berhati teguh, (b) waspada, (c) berlaku adil, (d) jujur, (e) mempunyai karakter keras tetapi berbudi luhur, (f) seorang yang berwatak ksatria, (g) melaksanakan kewajiban sebagai pelindung. Dari sifat dan watak Bratasena mempunyai keterkaitan dengan sikap batin masyarakat Jawa. Menurut Magnis Suseno, sikap batin yang tepat dalam etika Jawa terdiri dari: (a) Sikap berbudi luhur yakni, mempuyai perasaan tepat bagaimana cara bersikap terhadap orang lain, apa yang bisa dan apa yang tidak bisa dilakukan dan dikatakan (Suseno, 1985:144).

  (b) Sikap jujur yakni mempunyai sifat dapat mengandalkan janjinya, menepati janjinya dan juga dapat bersikap adil (Suseno,1985:144) (c) Sikap Nrima yakni ketika orang dalam keadaan kecewa dan dalam kesulitanpun beraksi secara rasional dengan tidak ambruk, dan juga tidak menetang secara percuma, yang menuntut kekuatan-kekuatan untuk menerima apa yang tidak dapat dielakkan tanpa membiarkan diri dihancurkan olehnya (Suseno,1985:142) (d) Sikap Rila adalah kesanggupan untuk melepaskan, sebagai kesediaan untuk melepaskan hak milik, kemampuan-kemampuan dan hasil pekerjaan sendiri apabila itu menjadi tanggung jawab atau nasib adalah sikap rila (Suseno, 1985:143-144). (e) Sikap Ikhlas berarti bersedia, sikap itu memuat kesediaan untuk melepaskan individualitas (Suseno,1985:143).

  Sikap-sikap tersebut memiliki keterkaitan khususnya dengan sikap batin dari Bratasena dan keseluruhan dalam isi cerita pewayangan ini.

  Dalam penelitian ini, pengertian sikap batin khususnya dalam masyarakat jawa adalah suatu sikap batin yang dilakukan untuk mensikapi suatu hal menggunakan hati nurani dan mengedepankan etika atau norma-norma yang berlaku untuk mengalahkan nafsu dan pamrih dalam kehidupan sehari-hari. Penulis akan menggunakan teori tersebut untuk meneliti sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena yang terdapat dalam cerita pewayangan Bale Sigala-

  

gala ini. Dalam serat pedalangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita dipahami kaitannya

  dengan masyarakat Jawa. Karena wayang adalah suatu gambaran kehidupan yang makna dan segala sesuatu didalamnya bagi masyarakat Jawa adalah sesuatu yang penting, sebuah simbol duniawi yang mempunyai nilai-nilai moral (Ra’uf, 2010:30). Sikap batin dalam masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena, juga isi cerita secara keseluruhan erat kaitannya dengan siakap-sikap yang dianut masyarakat Jawa. Dalam usahanya Bratasena ingin melindungi dan memperjuangkan apa yang manjadi hak keluarga Pandawa dari tindak kesewenang-wenangan dan kelicikan Kurawa. Tokoh Bratasena tetap menjalankan semua sesuai dengan etika dalam besikap selayaknya seorang laki-laki ksatria yang tetap menjunjung tinggi harkat dan martabat serta kepribadian keluarga Pandawa.

1.7 Metode Penelitian

  Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan tokoh dan penokohan dari Bratasena dan sikap batin masyarakat Jawa yang ingin di sampaikan dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita. Pendekatan yang digunakan dalm penelitian ini adalah pendekatan sosiologi sastra. Diawali dengan analisis struktural yaitu mengenai tokoh dan penokohan dalam cerita pewayangan ini seteliti dan secermat mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek analisis dan aspek karya sastra yang sama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Hasil analisis struktural mengenai tokoh dan penokohan Bratasena, tokoh-tokoh pendukung digunakan sebagai dasar untuk mengalisis sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena yang ingin disampaikan dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi metode analisis dan metode deskripsi.Metode Deskripsi adalah metode yang menjelaskan sebuah data atau objek secara natural, objektif, dan faktual atau apa adanya, Metode analisis adalah cara-cara khas tertentu yang di tempuh peneti untuk memahami problematik satuan kebahasan yang diangkat sebagai objek penelitian (Sudaryanto, 1994:57). Metode analisis digunakan untuk menganalisis tokoh dan penokohan selanjutnya penulis menentukan ada keterkaitan tokoh Bratasena dan tokoh- tokoh pendukung untuk menentukan sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena yang terdapat dalam cerita pewayangan ini. Teknik yang digunakan adalah teknik simak dan teknik catat. Teknik simak adalah penjaringan data yang dilakukan dengan menyimak objek data dan teknik catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan (Sudaryanto, 1994:60). Teknik catat dipergunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap sesuai dan mendukung penulis dalam memecahkan rumusan masalah. Teknik catat merupakan tindak lanjut dari teknik simak.

1.8 Sistematika Penyajian

  

Sistematika penyajian dari penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut. Bab satu merupakan

  pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penyajian dan sumber data. Bab dua merupakan analisis tokoh dan penokohan dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita. Bab tiga merupakan analisis tentang sikap batin masyarakat Jawa melalui tokoh Bratasena dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karaya Ki Narya Carita. Bab empat merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

  1.9 Sumber Data Judul : Bale Sigala-gala Pengarang : Ki Narya Carita Penerbit : CV. Cendrawasih Tebal : x + 150 Tahun : 1993 Data pendukung diambil oleh penulis dari berbagai artikel, melalui internet dan wawancara langsung dengan beberapa dalang.

BAB II UNSUR STRUKTUR CERITA TOKOH DAN PENOKOHAN CERITA PEWAYANGAN BALE SIGALA-GALA KARYA KI NARYA CARITA Pembahasan mengenai tokoh dan penokohan dalam penelitian ini meliputi tokoh utama Bratasena dan juga beberapa tokoh-tokoh lain yang mendukung jalannya isi cerita. Pada

  unsur tokoh, yang diteliti adalah tokoh utama Bratasena. Penentuan tokoh tersebut didasarkan pada frekuensi kemunculan tokoh dan intensitas keterlibatan tokoh dalam membangun cerita.adapun tokoh tambahan adalah Prabu Dhastharasta, Yamawidura, Dewi Kunthi, Raden Puntadewa, Prabu Anom Kurupati, Patih Sengkuni, dan Purocana. Tokoh- tokoh tersebut mendukung jalan cerita dan juga mengembangkan peran dari tokoh utama dalam cerita pewayangan Bale Sigala-gala karya Ki Narya Carita.

2.1 Bratasena

  Pada penokohan ini, penulis akan meneliti tentang tokoh utama Bratasena dan tokoh- tokoh tambahan. Kejujuran yang tak tergoyahkan, kesetiannya, ketabahannya, dan keahliannya berperang membuatnya menjadi salah seorang dari tokoh-tokoh yang paling dikagumi dalam wayang (Usman,2010:26). Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiantoro, 2002:165). Penokohan juga erat kaitannya dengan perwatakan dan sifat tokoh. Dalam

  bagian ini, penulis akan meneliti tentang tokoh dan penokohan Bratasena dan tokoh-tokoh putra kedua dari Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunthi Talibrata. Tokoh Bratasena digambarkan sebagai sosok yang bertubuh kekar dan gagah. Dalam kutipan (1) berikut digambarkan sosok Bratasena secara eksiplostori

  (1) Raden Bratasena ya sang Gandawastratmaja. Salira gung aluhur pangawak prabata, balungan sentosa, polatan tajem hagemu weweka (hlm.44).

  Tejemahan: Raden Bratasena memiliki sebutan Gandawastratmaja. Seorang memiliki sifat luhur, mempunyai tubuh yang kuat, pemikiran tajam terhadap berbagai hal.

  Bratasena sosok yang sangat menghormati Ibunya dan senantiasa patuh terhadap apa yang diperintakah oleh Dewi Kunthi. Disamping itu, Ia juga senantiasa bertanggung jawab sebagai pelindung Pandhawa. Dibalik sifatnya yang luhur, Bratasena tidak bisa berbahasa Jawa krama, tetapi selalu menggunakan bahasa Jawa ngoko. Hal tersebut dilakukan terhadap ibunya ataupun saudara-saudaranya yang lebih tua. Dalam tradisi masyrakat Jawa penggunaan bahasa Jawa krama digunakan terhadap orangtua, juga orang-orang yang lebih tua dan orang-orang yang dihormati. Dalam kutipan (2) secara dramatik diperlihatkan bagaimana Bratasena dengan ibu Kunthi berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko.

  (2) Hiiiiiii….Babu Kunthi, teka gawe kaget ana wigati apa, mara enggal dawuha (hlm.89).

  Terjemahan: hiiiiii….Ibu Kunthi, kedatanganmu membuat aku terkejut, ada masalah apa, aku menunggu perintahmu. kutipan (2) diatas adalah kebiasaan Bratasena dalam aktivitas berkomunikasi dengan Dewi Kunthi. Bratasena menggunakan bahasa Jawa krama inggil pada saat bertemu dengan tokoh Dewa Ruci. Dewa Ruci dipercayai sebagai lambang hati nurani Bratasena, hati adalah tempat dimana para dewa berada. Hal ini menunjukkan sifat Bratasena yang memiliki keteguhan hati.

  Demikan pula dalam hal berpikir, Bratasena memiliki pemikiran yang tajam dalam melihat sesuatu hal. Menimbang dan selalu memikirkan segala kemungkinan untuk mengambil suatu keputusan pengalaman yang telah terjadi sebagai cerminnya. karena Bratasena selalu berkaca kebelakang agar terhindar dari tindakan ceroboh yang dapat menyebabkan kesengsaraan. Kutipan (3) dibawah ini menunjukkan secara dramatik bagaimana kedewasaan pemikiran, sikap bijak Bratsena dalam menyikapi undangan dari Prabu Destharasta dan para kurawa.

  (3) Kudu ngelingi tembung weyaning tindak dadi margining kasangsaran, pratitis tindak anjog margining kamulyan, mangkono lelakon kang uwis-uwis iku kalebu pawulang

  (hlm. 51). Terjemahan: harus ingat suatu perkataan bahwa tindakan yang ceroboh akan menyebabkan kesengsaran, tindakan yang penuh dengan pemikiran yang jernih akan menyebabkan kebahagian, seperti kejadian yang sudah-sudah itu merupakan suatu pelajaran.

  Bagi Bratasena, kewaspadaan itu perlu senantiasa diterapkan dalam kehidupan sehari- hari. Hal tersebut untuk menghidari kejadian-kejadian buruk yang kemungkinan dapat terjadi. Dalam percakapan Bratasena dan Prabu anom Kurupati, sikap waspada itu selalu di kedepankan. Walaupun sebagian orang telah mempercayai omongan Prabu Anom Kurupati namun tidak dengan Bratasena. Ia selalu menyelidiki di balik sikap baik yang ditunjukkan Kurawa. Perkataan dan sikap baik belum tentu menjamin seseoarang berbuat baik. Menurut Bratasena ucapan itu terkadang tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Ucapan dan perkataan itu harus sejalan agar tidak terjadi kebohongan yang merugikan. Dalam Kutipan

  (4) secara dramatik Bratasena selalu mewaspadai dan tidak mudah percaya kepada niat baik Prabu Anom Kurupatiyang menyampaikan keikhlasan keluarga Kurawa terhadap rencana pembagian kerajaan Hastina

  (4) Hi..hi..hi..Kurupati kakangku, yen panemuku janji ucape kakang Kurupati tulus lan batine, dak kira saya santosa Negara Astina. Nanging kosok baline menawa ora tulus ucape kakang Kurupati, dak kira malah dadi jalaran rusake dalan barata (hlm. 79).

  Terjemahan: Hi…hi…hi…kakakku Kurupati, menurutku jika perkataan Kakak Kurupati tulus dari dalam hati, aku kira semakin jaya Negara Hastina. Tetapi sebaliknya bila tidak tulus dari dalam hati akan menjadi jalan bagi kerusakan hidup manusia. Kehidupan yang menuju kebaikan dan kehidupan yang menuju suatu kerusakan tergantung pada tutur kata, perilaku dan sikap dari seseorang untuk itulah sikap kewaspadaan dan juga kejujuran selalu dijadikan Bratasena dalam menjalani hidup.

  Dari sikap yang baik yang diperlihatkan oleh Prabu Anom Kurupati hanya kebohongan. Para Kurawa menginginkan Pandhawa sirna sehingga pembagian wilayah Hastina urung dilakukan. Niat licik itu tergambar jelas setelah keluarga tiba di pesanggrahan yang di buat para Kurawa. Arsitek Purocana sebagai pengatur mulai pembuatan pesanggrahan sampai dengan perjamuan makan yang didalam makanan tersebut dicampur dengan obat tidur.

  Rencana Kurawa Dan Purocana kemudian membakar pesanggrahan. Dari rencana tersebut seakan-akan Pandhawa mati karena kebakaran. Bratasena juga memilki sifat kasih, hal tersebut terggambar ketika dai mendukung niat ibunya menolong seorang janda yang kelaparan seperti terdapat dalam kutipan (5) secara dramatik berikut ini

  (5) Babu Kunthi ora perlu kejeron panampa, babu mau mung welas lan tetulung, ora darbe cipta nedya sikara, pangrasaku ibu ora luput (Hlm.90)

  Terjemahan: Ibu Kunthi tidak perlu berpikiran terlalu jauh, ibu tadi mempunyai niat baik untuk menolong dan tidak mempunyai niat jahat, menurutku ibu tidak salah Dalam Kutipan Di atas tergambar bagaiman sikap Bratasena yang tidak menyalahkan ibunya karena menolong seorang janda, walaupun hal tersebut tidak diperkenankan oleh para penguasa Hastina. Menurut Bratasena menolong sesama bertujuan baik walaupun keadaan bahaya mengancam dan hal ini selalu dianggap benar oleh Bratasena Kewaspadaan dari Bratasena dan Dewi kunthi ternyata senantiasa ada. Hal tersebut ditunjukkan ketika saudara-saudara Bratasena, Punakawan dan seorang janda beserta anak- anaknya tertidur pulas, Bratasena dan Dewi kunti tidak tertidur tetapi selalu berdoa. Dewi kunthi segera menyuruh Bratasena untuk segera menyelematakan saudara-saudaranya , punakawan dan orang-orang disekitar pesanggrahan tersebut. Naluri dan rasa tanggung jawab Bratasena tergugah, kemudian Ia berusaha menyelamatkan keluarga Pandhawa dari amukan api. Sikap melindungi dari Bratasena itu ditunjukan secara dramatik pada kutipan (6) berikut ini

  (6) Dene kakang Punta Bakal dak singitake anan ing kancing gelung, Permadi lan

  Kembar bakal dak bundeli ono ing dodotku, dimen lestari sing pada turu (hlm. 90) Terjemahan: dan kakak Punta akan ku sembunyikan dalam kancing rambutku, Permadi dan Kembar akan aku ku ikat di perutku, supaya tidurya tetap aman.

  Tokoh Bratasena adalah seorang yang mempunyai kepribadian yang luhur. Dari Kutipan-kutipan diatas penulis menyimpulkan sifat-sifat Bratasena yaitu: berbudi luhur berhati teguh, waspada, berlaku adil, jujur, mempunyai karakter keras tetapi berbudi luhur, seorang yang berwatak ksatria, melaksanakan kewajiban sebagai pelindung.

Dokumen yang terkait

Konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra.

7 37 211

Konflik batin tokoh Setadewa dalam novel Burung-burung Manyar karya Yb. Mangunwijaya dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra.

4 60 210

Konflik batin tokoh utama dalam novel Lintang karya Nana Rina dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA : suatu tinjauan psikologi sastra.

0 5 140

Konflik batin tokoh Mata Hari dalam novel Namaku Mata Hari karya Remy Sylado dan implementasinya dalam pembelajaran sastra di SMA suatu tinjauan psikologi sastra

1 26 209

Pengabdian tokoh kuntara terhadap keluarga dalam novel saksi mata karya Suparto Brata : suatu tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

0 0 96

Pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi suami karya Nia Dinata : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

0 0 188

Pemikiran kiri dalam novel jejak sang pembangkang karya Frigidanto Agung : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

0 1 155

Sikap pengabdian Yunus terhadap masyarakat dan Tuhan dalam novel Pohon-pohon Sesawi karya Y.B. Mangunwijaya : analisis sosiologi sastra - USD Repository

0 2 90

Citra wanita Bali dalam novel Kenanga karya Oka Rusmini : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

0 0 82

Motivasi perpindahan kasta Krahmana-Sudra dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

0 0 129