Tingkat self regulated learning mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2012 tahun ajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap topik-topik self transformation training) - USD Repos

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

  pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

  Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Dilihat dari perkembangannya, mahasiswa digolongkan ke dalam fase dewasa awal. Dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan- harapan sosial dewasa. Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja akhir menuju dewasa yang matang dalam seluruh aspek perkembangan. Dewasa awal adalah peralihan dari ketergantungan ke masa yang mandiri, baik dari segi emosi, kebebasan menentukan diri sendiri, sosial-ekonomis, dan memiliki pandangan tentang masa depan yang lebih realitis.

  Mahasiwa harus mampu bekerja keras dan menumpahkan pikiran serta tenaganya selama beberapa tahun lamanya. Seorang mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi pasti akan memiliki suatu cita-cita atau tujuan tertentu yang hendak dicapainya. Tanpa adanya cita-cita atau tujuan ini, semangat belajar akan mudah mengendor saat mengalami kesulitan- tinggi. Setiap mahasiswa dituntut untuk mengatur waktunya, mengelola aktivitasnya secara profesional dan mampu mewujudkan keinginan- keinginan secara realistik dan bertanggung jawab. Kenyataannya, mahasiswa belajar hanya pelajarannya menarik dan besok ada ujian. Ada pula yang belajar secara musiman dan tak jarang prokrastinasi karena berpikir masih ada banyak waktu. Ada pula yang mulai mengerjakan tugas 2 jam sebelum batas waktu pengumpulan tugas. Alhasil hanya nilai pas- pasan atau nilai kurang yang mereka dapat.

  Proses belajar di tingkat perguruan tinggi menuntut mahasiswa untuk lebih mandiri dan disiplin dalam mengatur waktu dan proses belajarnya. Mahasiswa juga dituntut untuk dapat menyesuaikan, mengatur, dan mengendalikan dirinya termasuk saat menghadapi padatnya aktivitas perkuliahan dan tugas-tugas kuliah yang sulit. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu usaha aktif dan mandiri oleh mahasiswa untuk membantunya mengarahkan proses belajar pada tujuan yang ingin dicapainya, yang disebut dengan self regulated learning. Zimmerman & Martinez-Pons mendefinisikan self regulated learning sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses belajar (Latipah, 2010 : 112).

  Berdasarkan pengamatan peneliti, mahasiswa prodi BK USD dalam mengikuti perkuliahan tampak seperti layaknya mahasiswa pada pada teman, banyak mahasiswa yang sibuk dengan laptop atau handphonenya bukan untuk mengerjakan tugas namun bermain media sosial, jalan-jalan ke mall daripada terlihat membaca materi kuliah, memilih mengerjakan hal lain daripada hal yang berkaitan dengan perkuliahan, kurang peduli dengan nilai ujian, dan sebagainya.

  Peneliti menemukan banyak mahasiswa prodi BK USD dalam mengerjakan berbagai tugas belajar, misalnya mengerjakan tugas-tugas kuliah dan mengikuti perkuliahan kurang serius. Para mahasiswa cenderung cuek dalam mengikuti pelajaran, bahkan ketika besok akan diadakan kuis, mereka tidak mau membaca materi kuliah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti secara acak terhadap beberapa mahasiswa dapat disimpulkan bahwa mahasiswa akan membaca materi yang digunakan untuk kuis hanya menjelang dimulainya mata kuliah dan hal ini sudah menjadi kebiasaan atau trend masa kini. Kebiasaan yang tak jauh berbeda pun terjadi ketika para mahasiswa akan menghadapi ujian. Mahasiswa akan belajar sehari sebelum ujian dilaksanakan dan kebanyakan dari mahasiswa mengatakan bahwa mereka mengerjakan tugas take home 2 jam sebelum batas waktu pengumpulan.

  Kebiasaan mengerjakan tugas dalam waktu yang singkat dan tanpa persiapan yang matang sering dikenal dengan istilah “Sistem Kebut Semalam” atau disingkat “SKS” di kalangan mahasiswa. Kemampuan oleh mahasiswa prodi BK USD akan berakibat pada hasil akhir belajar atau nilai akhir yang kurang memuaskan, bahkan dapat berakibat pada tidak lulusnya beberapa nilai mata kuliah.

  Setelah melihat semua hal di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “Tingkat Self Regulated Learning pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Angkatan 2012

   dalam pemenuhan tugas akhir. Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dalam peningkatan prestasi mahasiswa.

B. Identifikasi Masalah

  Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan tingkat self regulated learning pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2012 dapat diindentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut :

  1. Ada indikasi kurangnya self regulated learning di kalangan mahasiswa.

  2. Sebagian mahasiswa memiliki self regulated learning yang rendah karena tidak adanya kemauan untuk belajar.

  3. Mahasiswa kurang memiliki kejelasan cita-cita atau tujuan yang

  5. Mahasiswa kurang disiplin dalam mengatur waktu belajarnya.

  6. Kurangnya motivasi belajar di kalangan mahasiswa.

  C. Pembatasan Masalah Fokus kajian penelitian ini diarahkan untuk menjawab masalah- masalah yang teridentifikasi di atas khususnya masalah mengenai seberapa baik tingkat self regulated learning pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012.

  D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

  1. Seberapa tinggi tingkat self regulated learning pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012.

  2. Capaian skor butir pengukuran self regulated learning manakah yang teridentifikasi rendah pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012?

  E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu:

  1. Mendeskripsikan tingkat self regulated learning pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012.

2. Mengindentifikasi capaian skor item pengukuran self regulated

  learning yang rendah pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012.

F. Manfaat Penelitian

  

Penelitian ini, diharapkan memberi beberapa manfaat sebagai berikut:

1.

   Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengembangan kajian ilmu Bimbingan dan Konseling terutama yang terkait dengan self regulated learning, sehingga dapat dijadikan tambahan referensi bagi penelitian-penelitian semacam ini oleh peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi para dosen Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Program Studi Bimbingan dan Konseling untuk melihat seberapa baik tingkat self regulated learning yang ada dalam diri mahasiswa angkatan 2012. Selain itu, prodi juga dapat menentukan langkah-langkah yang dapat diberikan kepada mahasiswa angkatan 2012 untuk dapat semakin mengoptimalkan self regulated learning pada mahasiswa.

b. Bagi mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Angkatan 2012

  Para mahasiswa angkatan 2012 dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat seberapa baik tingkat self regulated learning yang ada dalam diri mereka dan menjadi masukan untuk menerapkan self regulated learning dalam kegiatan akademiknya sehingga

mahasiswa dapat mencapai kesuksesan akademiknya.

G. Definisi Istilah

  

Beberapa istilah dalam judul penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

  1. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mahasiswa yang dimaksud dalam penelitian adalah mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2012 yang aktif kuliah pada semester 6.

  2. Self Regulated Learning adalah kemampuan seseorang dalam mengatur kebiasaan- kebiasaan belajarnya, tujuan-tujuan belajar, serta mampu memilih strategi yang tepat dalam belajar dan mengevaluasi proses belajarnya sendiri.

BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini dipaparkan hakikat mahasiswa dan hakikat self regulated learning. A. Hakikat Mahasiswa 1. Definisi Mahasiswa Mahasiswa berasal dari kata maha yang berarti besar atau tinggi

  dan siswa yang berarti pelajar atau dengan kata lain mahasiswa adalah pelajar yang berada pada strata tertinggi. Mahasiswa pada tahap perkembangannya digolongkan kedalam fase dewasa awal atau berada pada rentang usia 18

  • – 24 tahun (Hurlock, 1980). Individu yang berada pada masa dewasa awal mengalami perubahan dari mencari pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan untuk mengejar karir.

2. Peran dan Fungsi Mahasiswa

  Ada beberapa peran dan fungsi mahasiswa, yaitu (Hudori, 2013):

a. Sebagai agen perubahan (agen of change), mahasiswa dituntut bersifat kritis. Diperlukan implementasi yang nyata.

  b. Sebagai kekuatan moral (moral force), masyarakat akan memandang tingkah laku, perkataan, cara berpakaian, cara bersikap, dan sebagainya yang berhubungan dengan moral sebagai acuan dasar mereka dalam berperilaku. Disinilah mahasiswa harus

  c.

   Mahasiswa sebagai guardian of value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat.

  d.

   Sebagai kontrol sosial (social control), masyarakat adalah sekumpulan populasi dengan beragam karakter. Banyak sekali aspek sosial yang harus dipenuhi agar tidak terjadi ketimpangan yang rentan memicu konflik. Jika kondisinya berlawanan, maka dapat dipastikan adanya konflik kecil yang bisa timbul di mahasiswa maupun masyarakat. Di sinilah peran mahasiswa.

  e.

   Mahasiswa sebagai iron stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan.

3. Aktivitas Belajar Mahasiswa

  Aktivitas belajar terdiri atas dua kata yaitu “aktivitas” dan “ belajar” yang memiliki arti yang berbeda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aktivitas artinya adalah “kegiatan / keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Sementara itu, belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaran setiap jenis dan jenjang seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Belajar dapat pula dikatakan sebagai suatu proses, artinya dalam belajar akan terjadi proses melihat, membuat, mengamati, menyelesaikan masalah atau persoalan, menyimak, dan latihan (Syah 2014 :87).

  

Aktivitas belajar setiap individu sangat bermacam

– macam. Banyak aktivitas yang dilakukan setiap mahasiswa dapat disetujui sebagai aktivitas belajar, seperti misalnya mendapatkan pengetahuan baru tentang sesuatu hal, menghafal syair, nyanyian, dan sebagainya.

Aktivitas belajar diperlihatkan oleh adanya perubahan perilaku.

  Aktivitas belajar banyak sekali macamnya, sehingga para ahli mengadakan klasifikasi. Diedrich (dalam Sardiman 2004: 101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan belajar yang digolongkan ke dalam 8 kelompok : a. Visual Activities , meliputi kegiatan seperti membaca, memperhatikan (gambar, demonstrasi, percobaan dan pekerjaan orang lain)

  b. Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi. d. Writting Activities, seperti: menulis cerita, menulis karangan, menulis laporan, angket, menyalin, membuat rangkuman.

  e. Drawing Activities, seperti: menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

  f. Motor Activities, seperti: melakukan percobaan, membuat

konstruksi, model, mereparasi, bermain dan berternak.

  g. Mental Activities, seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan.

  h. Emotional Activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, bergairah, berani, tenang dan gugup.

4. Hambatan- Hambatan Belajar

  Banyak hambatan yang ditemui dalam proses belajar, sehingga belajar terkesan menjadi sesuatu yang berat. Oleh sebab itu belajar menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan dan banyak yang merasa tertekan untuk menjalankannya

  .

  Syah (2012:184) mengidentifikasikan faktor yang menjadi penghambat dalam belajar terdiri dari dua macam, yakni: a. Faktor intern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam dirinya sendiri.

  b. Faktor ekstern, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.

  Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan antara lain adalah sebagai berikut : 1) Faktor Intern Faktor intern meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa yakni :

  a) Segi kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi; b) Segi afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan dan sikap; c) Segi psikomotorik (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar

  (mata dan telinga). 2) Faktor Ekstern Faktor ekstern meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar. Faktor ekstern ini meliputi :

  a) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.

  

b) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), c) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Belajar

  Syah (2014:129) mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar mahasiswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni: a.

   Faktor internal (faktor dari dalam diri individu), yakni keadaan/ kondisi fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan psikologis (yang bersifat rohaniah).

1) Faktor fisiologis

  Faktor fisilogis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi 2, yaitu: a) Keadaan tonus jasmani Keadaan tonus jasmani sangat mempengaruhi aktivitas belajar. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap proses belajar.

  Sedangkan kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

  b) Keadaan fungsi jasmani atau fisiologis Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi terutama panca indera. Panca indera yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar.

2) Faktor psikologis

  Faktor psikologis adalah faktor yang berasal dari keadaan psikologis anak yang dapat mempengaruhi proses belajar.

  Beberapa faktor psikologis utama yang mempengaruhi proses belajar anak adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.

a) Kecerdasan/ intelegensi

  Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ tubuh lainnya.

  Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar anak, karena menentukan kualitas belajar. Semakin tinggi intelegensi seorang individu, semakin besar peluang individu untuk meraih sukses dalam belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain seperti orang tua, guru, dan

  b) Motivasi Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar. Motivasi diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan perilaku seseorang. Keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri anak yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai tujuan belajar. Dari sumbernya motivasi dibedakan menjadi: motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik relatif lebih bertahan lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik). Mahasiswa yang memiliki self-regulated learning yang baik biasanya memiliki motivasi intrinsik yang besar. Motivasi intrinsik merupakan salah satu elemen utama self-regulated learning.

  c) Minat Secara sederhana minat merupakan kecenderungan kegairahan yang tinggi atau besar terhadap sesuatu. ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keinginan, motivasi, dan kebutuhan.

  d) Sikap Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2012). Sikap individu dalam belajar dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru,

pelajaran, atau lingkungan sekitarnya.

  e) Bakat Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum bakat didefisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2012). Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakuakan tugas tertentu tanpa tergantung upaya berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya: individu yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.

  b.

   Faktor eksternal (faktor dari luar individu), yakni kondisi lingkungan di sekitar. Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

  1) Lingkungan Sosial Lingkungan sosial seperti para dosen, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar. Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan rumahnya. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan beajar adalah orang tua dan keluarga individu itu sendiri.

  2) Lingkungan Nonsosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan. Faktor - faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar.

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis

  upaya belajar mahasiswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan aktivitas belajar. Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan mahasiswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu.

  Disamping faktor-faktor internal dan eksternal sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar. Faktor pendekatan belajar sangat mempengaruhi hasil belajar siswa sehingga semakin mendalam cara belajar mahasiswa semakin baik hasilnya. Pendekatan belajar dapat dibagi menjadi tiga macam tingkatan yaitu : 1) Pendekatan tinggi (achieving)

  Pedekatan achieving pada umumnya dilandasi oleh motif ekstrinsik yang berciri khusus yang disebut “ego- enhancement

  ” yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar mahasiswa ini lebih serius daripada mahasiswa yang memakai pendekatan- pendekatan lainnya. Mahasiswa yang memiliki self regulated

  2) Pendekatan sedang (deep) Mahasiswa yang menggunakan pendekatan deep biasanya mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik).

  3) Pendekatan rendah (surface) Mahasiswa yang menggunakan pendekatan surface ini gaya belajarnya lebih santai, asal hafal, dan tidak

mementingkan pemahaman yang mendalam.

B. Hakikat Self Regulated Learning

1. Definisi Self Regulated Learning

  Beberapa tahun belakangan, sejumlah teori sudah dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana seorang mahasiswa menjadi regulator dalam belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez, 1990: 51). Menurut teori sosial kognitif, self regulated learning tidak hanya ditentukan oleh proses pribadi, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku secara timbal balik (Zimmerman, 1989: 330).

  Self regulated learning terdiri dari kata “self regulated” dan “learning”. Self regulated berarti terkelola, sedangkan learning adalah belajar. Jadi dapat disimpulkan bahwa self regulated learning secara keseluruhan berarti belajar mengatur diri atau pengelolaan atau pengaturan diri dalam belajar (Diah, 2008: 13).

  Bandura menyatakan bahwa self regulated learning merupakan proses dimana seseorang dapat mengatur pencapaian dan aksi mereka sendiri dengan menentukan target, mengevaluasi kesuksesan seseorang saat mencapai target dan memberikan penghargaan karena sudah mencapai tujuan tertentu. Selain itu, self regulated learning diartikan juga sebagai pengawasan atas perilaku dalam proses belajar sebagai hasil dari proses internal akan tujuan, perencanaan, dan penghargaan akan diri sendiri atas prestasi yang telah diraih (Friedman, 2006: 284).

  Self regulated learning merupakan suatu kesanggupan untuk menentukan sendiri tujuan belajarnya, mampu menumbuhkan rasa mampu diri untuk meraih target yang hendak dicapai, penataan lingkungan untuk menopang pencapaian target, melakukan evaluasi diri dan memonitor kegiatan belajarnya. Selanjutnya, self regulated learning merupakan derajat metakognisi, motivasi instrinsik, dan perilaku individu dalam proses belajar yang didalamnya terkandung tiga elemen utama yaitu strategi pengaturan diri untuk belajar, persepsi rasa mampu diri untuk menampilkan keterampilan, dan komitmen untuk mencapai tujuan belajar (Zimmerman dalam Nugroho, 2006:5).

  Chamot (dalam Ellianawati dan Wahyu, 2010:35) menyatakan bahwa self regulated learning atau pembelajaran mandiri adalah sebuah yang sesuai, pemahaman terhadap tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar.

  Apa yang sudah diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa self regulated learning merupakan kemampuan belajar yang menggunakan aspek metakognisi, motivasi, dan perilaku dengan segigih mungkin melalui keyakinan dan caranya sendiri mengarahkan dirinya untuk mencapai goal yang telah ditetapkan.

2. Aspek-Aspek Self Regulated Learning

  Menurut Zimmerman (1990: 4-5), self- regulated learning terdiri atas pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu:

  a. Metakognisi dalam self- regulated learning adalah kemampuan mahasiswa dalam merencanakan, menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai sisi selama proses penerimaan. Proses ini memungkinkan mereka untuk menjadi menyadari diri, banyak mengetahui dan menentukan pendekatan dalam belajar. Contoh: perencanaan, pemeriksaan, pemantauan, revisi dan evaluasi kegiatan belajar.

  b. Motivasi dalam self- regulated learning yaitu dimana mahasiwa merasakan self-efficacy yang tinggi, atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik. Dari sudut motivasi, individu yang mandiri belajar dengan menampilkan usaha yang luar biasa dan tekun selama belajar. Contoh: usaha yang dilakukan untuk membuat situasi belajar menjadi suatu hal yang menarik.

  c. Perilaku dalam self- regulated learning merupakan upaya mahasiswa untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar. Mereka mencari nasihat, informasi dan tempat di mana mereka yang paling memungkinkan untuk belajar. Regulasi perilaku meliputi: 1) Effort regulation adalah meregulasi diri.

  2) Time/study environment adalah siswa mengatur waktu dan tempat dengan membuat jadwal belajar untuk mempermudah proses belajar. 3) Help-seeking adalah mencoba mendapatkan bantuan dari

teman sebaya, guru/dosen dan orang dewasa.

  3. Karakteristik Individu yang Memiliki Self Regulated Learning Menurut Winne (dalam Santrock, 2014: 277), karakteristik dari individu yang memiliki self regulated learning adalah:

a. Bertujuan memperluas pengetahuan dan menjaga motivasi.

  b. Menyadari keadaan emosi mereka dan memiliki strategi untuk mengelola emosinya. d. Menyesuaikan atau memperbaiki strategi berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

  e. Mengevaluasi halangan yang mungkin muncul dan melakukan adaptasi yang diperlukan.

  Dilihat dari segi kognitif siswa perguruan tinggi harus memiliki kemampuan yang lebih baik untuk metakognisi dan regulasi diri dari siswa yang lebih muda yakni anak SMA. Mahasiswa mungkin lebih mengakar dalam penggunaan strategi tertentu yang diberikan dari pengalaman mereka sebelumnya. Dengan demikian, meskipun mungkin lebih mudah untuk berbicara tentang strategi mahasiswa dalam program instruksi strategi, mungkin lebih sulit untuk mendapatkan mereka guna mengubah penggunaan strategi aktual mereka dibandingkan dengan siswa yang lebih muda, yang mungkin tidak begitu berkomitmen untuk penggunaan strategi (Schunk & Zimmerman, 1998: 64) .

  Beberapa karakteristik mengenai individu yang menggunakan self regulated learning yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka harus memiliki motivasi yang kuat, tujuan yang akan dicapai, mampu mengelola perasaan, dan memiliki berbagai macam srategi untuk belajar.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning

  Konsep self regulated learning mengintegrasikan banyak hal yang sudah diketahui tentang belajar-efektif dan motivasi. Ada 3 faktor yang memengaruhi keterampilan dan kemauan self regulated learning, yaitu: a. Pengetahuan Agar dapat menjadi self regulated learner, individu membutuhkan pengetahuan tentang dirinya, subjeknya, tugasnya, strategi-strategi untuk belajar, dan konteks-konteks yang pembelajaran yang akan mereka terapkan.

  b. Motivasi Motivasi dalam self regulated learning merupakan pendorong yang ada pada diri individu yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri, kompetensi dan otonomi yang dimiliki dalam aktivitas belajar.

  c. Kemauan diri (volition) Zimmerman berpendapat bahwa kemauan merupakan tindakan untuk menggunakan keinginan. Para pembelajar yang memiliki self regulated tahu bagaimana cara melindungi dirinya sendiri dari distraksi- mereka harus belajar, misalnya, agar mereka tidak terinterupsi. C. Upaya-Upaya Peningkatkan Self Regulated Learning Upaya peningkatan self regulated learning bisa dilakukan dengan pemberian layanan bimbingan belajar/akademis. Beberapa upaya yang

dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Prayitno & Erman, 2008:284):

1. Pengajaran Perbaikan

  Pengajaran perbaikan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok mahasiswa yang menghadapi masalah belajar dengan maksud memperbaiki kesalahan- kesalahan dalam proses dan hasil belajar mereka. Dalam hal ini bentuk kesalahan yang paling pokok berupa kesalahpengertian, tidak menguasai konsep-konsep dasar dan tidak memahami tujuan belajar.

  Apabila kesalahan-kesalahan ini diperbaiki, maka mahasiswa mempunyai kesempatan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

  Tidak dapat disangsikan bahwa yang utama yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah mendorong mahasiswa untuk mau belajar.

2. Kegiatan Pengayaan

  Kegiatan Pengayaan merupakan suatu bentuk layanan yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang mahasiswa yang sangat cepat dalam belajar. Dilihat dari segi prestasi atau hasil belajar mereka, siswa-siswa yang amat cepat belajar itu sebenernya tidak tergolong sebagai siswa yang menghadapi masalah belajar. Bahkan semua

3. Peningkatan Motivasi Belajar

  Dosen dan pembimbing akademik berkewajiban membantu mahasiswa meningkatkan motivasinya dalam belajar. Prosedur- prosedur yang dapat dilakukan adalah dengan:

  a. Memperjelas tujuan- tujuan belajar. Mahasiswa akan terdorong untuk lebih giat belajar apabila ia mengetahui tujuan-tujuan yang hendak dicapai.

  b. Menyesuaikan pengajaran dengan bakat, kemampuan dan minat siswa.

  c. Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, merangsang, dan menyenangkan.

  d. Memberikan reinforment (penguatan) dan hukuman bila perlu.

  e. Menghindari tekanan-tekanan dan suasana yang tidak menentu (seperti suasana yang menakutkan, mengecewakan, membingungkan, mengjengkelkan).

4. Pengembangan Sikap dan Kebiasaan Belajar yang Efektif

  Setiap mahasiswa diharapkan menerapkan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif. Tetapi tidak tertutup kemungkinan ada mahasiswa yang mengamalkan sikap dan kebiasaan yang tidak diharapkan dan tidak efektif.

  Sebagian mahasiswa memang memerlukan bantuan untuk dapat menemukan kelemahan-kelemahan mereka dalam belajar, dan selanjutnya berusaha mengubah atau memperbaiki kelemahan- kelemahannya itu. Untuk itu mahasiswa hendaknya didorong untuk meninjau sikap dan kebiasaaannya dalam hubungannya dengan prinsip-prinsip belajar, sebagai berikut:

  a. Belajar berarti melibatkan diri secara penuh, lebih dari sekedar membaca bahan-bahan belajar yang ada dalam buku teks.

  b. Efisiensi belajar akan meningkat apabila perbuatan belajar didasarkan atas rencana atau tujuan yang hendak dicapainya dalam belajar.

  c. Belajar dengan suasana yang terpaksa tidak memberikan harapan besar untuk berhasil dengan baik.

  d. Untuk dapat melaksanakan kegiatan belajar dan mencapai hasil belajar yang baik diperlukan adanya suasana hati yang aman, kesehatan yang baik, tidur nyenyak, dan rekreasi yang memadai.

  Sikap dan kebiasaan belajar yang baik tidak tumbuh secara kebetulan, melainkan seringkali perlu ditumbuhkan melalui bantuan

yang terencana, terutama oleh konselor dan orang tua siswa. Upaya- upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mahasiswa memiliki sikap dan kebiasaan belajar adalah : a. Menemukan motif-motif yang tepat dalam belajar d. Memilih tempat belajar yang baik

  e. Belajar dengan menggunakan sumber belajar yang kaya, seperti buku-buku teks dan referensi lainnya.

  f. Berani bertanya untuk hal- hal yang membingungkan kepada guru, teman, atau siapapun juga.

BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan

  metodelogi penelitian, yaitu jenis penelitian, subyek penelitian, metode pengumpulan data dan instrumen penelitisn, validitas dan reliabilitas kuesioner, prosedur pengumpulan dan teknik analisis data.

  A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan survei. Menurut Best (Sukardi, 2012: 157), penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif survei untuk memperoleh gambaran tentang tingkat self regulated learning pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012.

  B. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 yang berjumlah 61 mahasiswa dengan rincian sebagai berikut:

  Tabel 1 Rincian Subjek Penelitian Kelas Jenis Kelamin Jumlah Pemilihan subyek yaitu mahasiswa angkatan 2012 memiliki alasan dimana peneliti ingin melihat seberapa tinggi tingkat self regulated learning yang ada pada diri mahasiswa. Pemilihan tingkat studi yaitu tingkat pertengahan atau semester 6, pada tingkat studi ini para mahasiswa diharapkan dapat memperbaiki perilakunya dalam belajar sehingga dapat membantu mahasiswa dalam melakukan pengaturan diri yang lebih baik dalam kebiasaan belajarnya sehari-hari.

C. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

  Sukardi (2012) menjelaskan bahwa penelitian survei dapat dilakukan dengan menggunakan satu metode atau lebih. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang disusun peneliti bersama dengan dosen pembimbing. Peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi dengan menentukan aspek- aspek self regulated learning. Peneliti kemudian membuat sejumlah item pertanyaan berdasarkan indikator setiap aspek.

  Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kuesioner:

  1. Kuesioner Self Regulated Learning Kuesioner ini memuat pernyataan-pernyataan yang mengungkap self regulated learning. Kuesioner ini bersifat tertutup,

2. Skala pengukuran dan penentuan skor

  a. Skala pengukuran Kuesioner yang disusun peneliti mengacu pada aspek-aspek self regulated learning berdasarkan konsep Zimmerman (1990: 4- 5). Kuesioner disusun setipe dengan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang, atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist maupun pilihan ganda (Sugiyono, 2012:134)

  Pernyataan yang terdapat dalam Inventori Self Regulated Learning ini terdiri dari pernyataan positif atau favourable dan pernyataan negatif atau unfavourable. Pernyataan positif atau favorable merupakan konsep keperilakuan yang sesuai atau mendukung atribut/variabel yang diukur. Sedangkan pernyataan negatif atau unfavorable yaitu konsep keperilakuan yang tidak

  Aspek kuesioner yang dibuat oleh peneliti didasarkan pada aspek-aspek self- regulated learning menurut Zimmerman (1990).

  Kisi-kisi kuesioner Self- Regulated Learning sebagai berikut:

  Tabel 2 Kisi-kisi kuesioner Self- Regulated Learning Aspek Indikator No Item Jumlah

  Favourabel Unfavourabel Metakognisi

  1. Kemampuan 24, 27 1, 5

  4 dalam self- mahasiswa regulated dalam learning merencanakan belajarnya

  2. Menetapkan 6, 29 tujuan dalam 2, 10, 15

  5 belajar

  

3. Mengatur diri 3,16,19,31,39, 11, 21,28, 33

  10 dalam belajar

  48

  4. Memonitor diri 7, 14, 26, 34

  23

  5 dalam belajar 5. 17, 42

  30

  3 Mengevaluasi diri dalam belajar Motivasi

  1. Self efficacy 12 8, 18

  3

  2. Atribusi diri 36, 44

  32

  3 dalam self- regulated 3. 9,37,40,46

  4

  5 Berminat pada tugas intrinsic learning

  Perilaku

  1. Memilih 41, 43 25,

  3 lingkungan yang dalam self- mengoptimalkan belajar regulated

  2. Menstruktur 45,47

  22

  3 lingkungan yang learning mengoptimalkan belajar

  3. 13, 20, 35

  3 Menciptakan lingkungan yang mengoptimalkan belajar b. Penentuan skor Responden diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan yang terdapat pada Kuesioner/Inventori Self Regulated Learning dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang telah disediakan dengan cara memberi tanda centang (  ). Pada instrumen ini rentang nilai skala interval dimulai dari 1 sampai 5. Skoring dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban responden untuk semua item. Dengan demikian dapat diketahui tingkat self regulated learning pada subjek penelitian ini. Semakin tinggi jumlah skor yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat self regulated learning . Sebaliknya, semakin rendah jumlah skor yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat self regulated learning.

  Instrumen penelitian ini menyediakan 5 alternatif jawaban yaitu Sangat Sering(SS), Sering (S), Kadang (K), Jarang (J) dan Tidak Pernah (TP). Norma skoring yang dikenakan terhadap pengolahan data yang dihasilkan instrumen ini ditentukan sebagai berikut:

  Tabel 3 Norma Skoring Inventori self regulated learning Alternatif Jawaban Skor Skor

  Favourable Unfovourable Sangat Sering

  5

  1 Sering

  4

  2 Kadang

  3

  3

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

1. Validitas

  Validitas adalah taraf sampai di mana suatu alat tes mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang dianggap orang seharusnya diukur oleh alat tersebut. Azwar (2009:5) mengatakan bahwa “validitas menunjuk pada sejauh mana ketepatan dan

kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya

  ”. Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional oleh professional judgement (Azwar 2009: 45). Validitas isi tidak dapat dinyatakan dengan angka, namun pengesahannya berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh ahli (expert judgement). Instrumen penelitian ini dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli (dosen pembimbing). Hasil konsultasi dan telaah yang telah dilakukan oleh para ahli dilengkapi dengan pengujian empirik dengan teknik korelasi

  Spearmen’s rho menggunakan aplikasi program computer SPSS for Window. Hasil perhitungan koefisien korelasi item instrumen penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

  

Tabel 4

Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Item Instrumen Penelitian

Corrected Item-Total Correlation Keterangan 1 -.387 Unvalid 2 -.203 Unvalid 3 .300 Valid 4 .318 Valid 5 -.097 Unvalid 6 .300 Valid 7 .359 Valid 8 .319 Valid 9 .301 Valid 10 -.413 Unvalid 11 .308 Valid 12 .305 Valid 13 .398 Valid 14 .328 Valid 15 -.286 Unvalid 16 .326 Valid 17 .388 Valid 18 .336 Valid 19 .356 Valid 20 .433 Valid 21 -.106 Unvalid 22 .341 Valid 23 .377 Valid 24 .405 Valid 25 -.238 Unvalid 26 .404 Valid 27 .360 Valid 28 -.130 Unvalid 29 .442 Valid 30 .317 Valid 31 .599 Valid 32 .374 Valid 33 -.221 Unvalid 34 .340 Valid 35 .492 Valid 36 .313 Valid 37 .491 Valid 38 .358 Valid 39 -.417 Unvalid 40 .309 Valid 41 .482 Valid 42 .343 Valid 43 .468 Valid 44 .520 Valid 45 .469 Valid 46 .357 Valid 47 .340 Valid

2. Reliabilitas

  Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran (Azwar, 2009). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel (Azwar, 2009: 176). Azwar (2009) mengatakan bahwa pengukuran yang menggunakan instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila alat ukur yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur.

  Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α). Adapun rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

  (α) adalah sebagai berikut:

  2

  2 S x + S i 2[1- ]

  α =

  2 S x Keterangan rumus :

  2

2 S dan S : varians skor belahan 1 dan varians skor

  1

  2 belahan 2

2 S x : varians skor skala

  Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford dan tersaji dalam Tabel 5.

  Tabel 5 Kriteria Guilford No Koefisien Korelasi Kualifikasi 1 0,91

  • – 1,00 Sangat tinggi 2 0,71
  • – 0,90 Tinggi 3 0,41
  • – 0,70 Cukup 4 0,21
  • – 0,40 Rendah 5 neg
  • – 0,20 Sangat Rendah Berdasarkan data uji coba, telah dilakukan perhitungan menggunakan program SPSS 16.0, diperoleh perhitungan reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus koefisien Alpha Cronbach, yaitu 0,721.

  Tabel 6 Koefisien Reliabilitas Instrumen Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items N of subjek .721

  48

  61 Berdasarkan hasil koefisien Alpha Cronbach, yakni 0.721, dengan mengacu pada tabel 5 kriteria Guilford dapat disimpulkan bahwa reliabilitas kuesioner termasuk tinggi.

  Setelah dilakukan seleksi item yang valid dan diperoleh 38 Berdasarkan uji reliabilitas terhadap 38 item diperoleh hasil uji reliabilitas sebesar 0,864.

  Tabel 7 Koefisien Reliabilitas Instrumen (sesudah itu item tidak valid di drop) Berdasarkan tabel 7 di atas, maka dapat diketahui bahwa hasil uji reliabilitas instrumen setelah seleksi item yaitu 0,864.

  Apabila hasil uji reliabilitas instrumen tersebut dikonsultasikan mengacu kriteria Guilford, maka reliabilitas kuesioner berada pada kategori tinggi.

  Tahap-tahap dalam pengolahan data, yaitu :

  a. Menyusun kuesioner atau skala Self Regulated Learning bagi Mahasiswa.

  b. Menentukan responden, yakni mahasiswa semester 6 prodi BK USD.

  c. Pengujian instrument oleh ahli (expert judgment), yang dilakukan Reliability Statistics

  Cronbach's Alpha N of Items .864

  38

E. Prosedur Pengumpulan dan Teknik Analisis Data

1. Persiapan dan Pelaksanaan

  e. Menganalisis data uji empirik terhadap validitas dan reliabilitas kuesioner.

  f. Pengambilan data melalui kuesioner kepada mahasiswa semester 6 prodi BK USD.

  g. Melakukan analisis data yang telah terkumpul.

Dokumen yang terkait

Tanggung jawab mahasiswa (studi deskriptif tanggung Jawab dari mahasiswa Program Studi Bimbingan Dan Konseling angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma dan implikasinya pada usulan topik-topik peningkatan tanggung jawab mahasiswa Program Studi Bimbingan Da

1 3 100

Tingkat kejenuhan belajar mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2013 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

0 1 99

Tingkat kematangan karier mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa prodi bimbingan dan konseling angkatan 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan karier).

0 1 2

Coping stres penulis skripsi (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2012 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tahun ajaran 2015/2016).

1 5 109

Deskripsi tingkat kesiapan mahasiswa menghadapi pernikahan (studi deskriptif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga).

0 0 84

Gaya belajar mahasiswa angkatan 2013 Program Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014 dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan belajar.

0 2 87

Kecerdasan emosi mahasiswa baru : studi deskriptif pada mahasiswa semester II kelas A angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan pribad

0 0 132

Tingkat self regulated learning mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2012 tahun ajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap topik-topik self transformation training).

1 2 104

Kecerdasan emosi mahasiswa baru studi deskriptif pada mahasiswa semester II kelas A angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun ajaran 20132014

0 1 130

Tingkat kejenuhan belajar mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2013 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

4 18 97