Deskripsi tingkat kesiapan mahasiswa menghadapi pernikahan (studi deskriptif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga).

(1)

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI PERNIKAHAN

(Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Implikasinya

Pada Usulan Topik-Topik Bimbingan Persiapan Berkeluarga) Agnes Oktaviyana

Universitas Sanata Dharma 2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat kesiapan menghadapi pernikahan pada mahasiswa program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 dan (2) mengidentifikasi item instrumen yang tergolong kategori rendah untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 yang berjumlah 56 orang. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Kesiapan Menikah yang disusun oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 29 item pernyataan dengan 4 alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Kuesioner ini menghasilkan koefisien reliabilitas ���� = 0,797.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkategorisasian yang disusun berdasarkan model distribusi normal yang terdiri dari lima jenjang yaitu kategori sangat siap, siap, cukup siap, kurang siap, dan sangat kurang siap.

Hasil penelitian tingkat kesiapan menghadapi pernikahan pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 menunjukkan bahwa 27 mahasiswa (48%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori sangat siap, 26 mahasiswa (46%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori siap, 3 mahasiswa (6%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori cukup siap, dan tidak ada mahasiswa yang memiliki intensitas kategori kurang siap dan sangat kurang siap. Tiga mahasiswa yang termasuk dalam kategori cukup perlu dibantu dengan memberikan bimbingan persiapan berkeluarga.


(2)

ABSTRACT

A DESCRIPTION OF THE INTENSITY STUDENT READINESS FOR MARRIAGE

( Descriptive Study for Student of Guidance and Counseling in Force 2012 at Sanata Dharma University Yogyakarta and Implications to the suggested

Topics of Preparation of Family Guidance) Agnes Oktaviyana

Sanata Dharma University 2015

This research is a descriptive research that aims to: (1) determine the level of intensity readiness marriage student of Guidance and Counseling at Sanata Dharma University Yogyakarta in force 2012 and (2) identity instrument items which to the low category are getting drafting guidance preparation family topics.

The subject in this research are the student of Guidance and Counseling at Sanata Dharma University Yogyakarta in force 2012, amounting to 56 people. Instrument used is the readiness marriage questinnaire developed by researcher. This questionnaire consists of 29 items with four alternative answer statement is: very agree, agree, disagree, very disagree. This quetionnaire produced a reliability coefficient = 0,797. Data analysis techniques used in this study is that categorization is based on the normal distribution model that consist of the level namely the category of very ready, ready, quite ready, less ready, and very less ready.

The result of readinees marriage student of Guidance and Counseling at Sanata Dharma University Yogyakarta in force 2012 showed that 27 student (48%) experienced readiness marriage at a very ready intensity category, 26 student (46%) experienced readiness marriage at a ready intensity category, 3 student (6%) experienced readiness marriage at a quite ready intensity category, and there are no student who experienced readiness marriage with less ready and very less ready intensity category. Three student were included in the category of quite ready intensity is what getting guidance preparation family.


(3)

i

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI PERNIKAHAN

(Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Implikasinya

Pada Usulan Topik-Topik Bimbingan Persiapan Berkeluarga)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh AGNES OKTAVIYANA

NIM : 091114064

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

ii SKRIPSI

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI PERNIKAHAN

(Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Implikasinya

Pada Usulan Topik-Topik Bimbingan Persiapan Berkeluarga) Disusun oleh:

Agnes Oktaviyana NIM : 091114064 Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing


(5)

iii SKRIPSI

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI PERNIKAHAN

(Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Implikasinya

Pada Usulan Topik-Topik Bimbingan Persiapan Berkeluarga) Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Agnes Oktaviyana NIM: 091114064

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 12 Oktober 2015

Dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Gendon Barus, M.Si ... Sekretaris : Juster Donal Sinaga, M.Pd ... Anggota : Dr. Gendon Barus, M.Si ... Anggota : Dr. MM. Sri Hastuti, M.Si ... Anggota : Dra. M.J. Retno Priyani, M.Si. ...

Yogyakarta, 12 Oktober 2015 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(6)

iv

PERSEMBAHAN

Karya yang sederhana ini saya persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberkati dan melimpahkan karunia-Nya setiap hari.

2. Bunda Maria yang senantiasa menjadi panutan saya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Bapak Lusius Sanmuntalip dan Ibu

Yosephine Sutini yang sudah membesarkan saya serta selalu menyayangi, merawat, dan mendoakan saya dengan penuh cinta dan kasih yang melimpah.

4. Kakak-kakakku yang selalu mendukung. 5. Keponakan-keponakan tercinta.

6. Almamater tercinta saya Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(7)

v MOTTO

“Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Fillipi 4:6)

“Kesuksesan itu tidak pernah final, kegagalan itu tidak

pernah fatal, keberanian yang penting.”


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Oktober 2015 Penulis


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Agnes Oktaviyana NIM : 091114064

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul:

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI PERNIKAHAN (Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Implikasinya Pada Usulan Topik-Topik Bimbingan Persiapan Berkeluarga)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya membari hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk keperluan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya, maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 12 Oktober 2015

Yang menyatakan


(10)

viii ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI PERNIKAHAN

(Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Implikasinya

Pada Usulan Topik-Topik Bimbingan Persiapan Berkeluarga) Agnes Oktaviyana

Universitas Sanata Dharma 2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk: (1) mengetahui tingkat kesiapan menghadapi pernikahan pada mahasiswa program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 dan (2) mengidentifikasi item instrumen yang tergolong kategori rendah untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga.

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 yang berjumlah 56 orang. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Kesiapan Menikah yang disusun oleh peneliti. Kuesioner ini terdiri dari 29 item pernyataan dengan 4 alternatif jawaban yaitu: sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Kuesioner ini menghasilkan koefisien reliabilitas � � = 0,797.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengkategorisasian yang disusun berdasarkan model distribusi normal yang terdiri dari lima jenjang yaitu kategori sangat siap, siap, cukup siap, kurang siap, dan sangat kurang siap.

Hasil penelitian tingkat kesiapan menghadapi pernikahan pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 menunjukkan bahwa 27 mahasiswa (48%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori sangat siap, 26 mahasiswa (46%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori siap, 3 mahasiswa (6%) memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori cukup siap, dan tidak ada mahasiswa yang memiliki intensitas kategori kurang siap dan sangat kurang siap. Tiga mahasiswa yang termasuk dalam kategori cukup perlu dibantu dengan memberikan bimbingan persiapan berkeluarga.


(11)

ix ABSTRACT

A DESCRIPTION OF STUDENTS' LEVEL OF MARRIAGE READINESS READINESS FOR MARRIAGE

( A Descriptive Study of the Students of Guidance and Counseling Batch 2012, Sanata Dharma University Yogyakarta and Implications to the

Proposed Guidance Topics of Family Planning) Agnes Oktaviyana

Sanata Dharma University 2015

This research is a descriptive research that aims to: (1) determine the level of marriage readiness among the students of Guidance and Counseling Study Program, Sanata Dharma University Yogyakarta Batch 2012 and (2) identify instrument items classified as low category to be used to propose guidance topics for family preparation programs.

The subjects in this research were 56 students of Guidance and Counseling, Sanata Dharma University Yogyakarta Batch 2012. The research instrument used is the questinnaire developed by researcher to investigate students' level of marriage readiness. This questionnaire consists of 29 items with four alternative answer statements, namely: agree completely, agree, disagree, disagree completely. This questionnaire produced a reliability coefficient = 0.797. Data analysis techniques used in this study is that categorization is based on the normal distribution model that consists of the levels categorized as completely ready, ready, quite ready, less ready, and least ready.

The research result of the level of marriage student among the students of Guidance and Counseling Study Program, Sanata Dharma University Yogyakarta Batch 2012 showed that 27 students (48%) experienced marriage readiness at a completely ready category, 26 students (46%) showed a good level of marriage readiness (ready), 3 students (6%) were quite ready for marriage, and no students were categorized as less ready and least ready for marriage. Three students who were included in the "quite ready" were participating in family preparation guidance programs.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Syukur dan puji penulis haturkan kepada Allah Bapa yang maha kasih, yang senantiasa melimpahkan karunia, rahmat, dan petunjuk-Nya, sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun berkat dukungan, bantuan, dan perhatian berbagai pihak yang memberikan masukan-masukan yang berharga bagi penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang senantiasa melimpahkan berkat, bimbingan dan tuntunan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Rohandi, Ph. D. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universtas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Juster Donal Sinaga, M.Pd. sebagai pembimbing yang senantiasa memberikan petunjuk dengan sabar untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Bapak Stefanus Priyatmoko yang telah membantu penulis dalam hal surat-surat dan adminstrasi.


(13)

xi

7. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini lewat pengisian kuisoner dengan sangat baik.

8. Orang tuaku tersayang Bapak Lusius Sanmuntalip dan Ibu Yosephine Sutini yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, semangat, materi, dan tenaga yang sangat berlimpah. Maaf jika adik telat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak-kakakku tersayang mas Kukuh, mbak Heni, mas Weweng, dan Mbak Yani yang selalu memberikan semangat walaupun kita berjauhan.

10.Keluarga besar simbah Sukowiharjo dan simbah Karyopawiro terima kasih atas dukungan yang tak terhingga.

11.Saudara-saudaraku tercinta: mas Agus, mas Ari Doyok, mbak Eka, mas Angga, mbak Lina, Kunthi + Beny, Windi, Meita, Decy, dan Bondan yang selalu memberi semangat serta pinjaman buku-bukunya. 12.Keponakan-keponakanku tercinta: Aa Rivan, si kakak, Kayla, Ara dan

si kecil dedek Gendhis yang selalu memberikan keceriannya setiap hari kepada penulis.

13.Pakdhe, budhe, para bulik dan om khususnya bulik Tarni, bulik Yul, om Joko, dan om Giarto yang selalu memberi dukungan dan nasehat-nasehatnya.


(14)

xii

14.Sahabat-sahabatku tersayang Rosalia Devi dan Clara Niken untuk dukungan dan menemaniku saat suka maupun duka. Terima kasih atas doa, waktu, dan dan kesabaran yang kalian berikan.

15. Teman-teman Mudika St. Venantius Dukuh (MENUS) yang tercinta, aku bangga menjadi bagian dari kalian. Terima kasih atas banyaknya pengalaman yang begitu indah dan bermakna.

16.Rekan-rekan Program Studi BK 2009 khususnya kelas B yang tidak bisa saya sebutkan semua. Terima kasih untuk semua kebersamaan selama ini.

17.Semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri terhadap saran dan kritik yang dapat menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.


(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5


(16)

xiv

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Operasional... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Kesiapan Pernikahan ... 8

1. Pengertian ... 8

2. Aspek-Aspek Kesiapan Menikah ... 11

B. Mahasiswa Dalam Periode Perkembangan Dewasa Awal ... 14

1. Pengertian Dewasa Awal ... 14

2. Karakteristik Umum dan Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 15

3. Kesiapan Hidup Berkeluarga pada Dewasa Awal ... 16

C. Bimbingan Keluarga ... 19

1. Pengertian Bimbingan Keluarga ... 19

2. Tujuan Bimbingan Keluarga ... 20

3. Fungsi Bimbingan Keluarga ... 21

D. Kesiapan Menghadapi Pernikahan pada Mahasiswa ... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Subjek Penelitian ... 26

C. Instrumen Penelitian... 26

1. Kuesioner ... 26

2. Format Pernyataan ... 27

3. Penentuan Skor ... 27

4. Kisi-Kisi Kuesioner ... 28

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 29

1. Validitas ... 29

2. Reliabilitas ... 31

E. Teknik Pengumpulan Data ... 33

1. Persiapan dan Pelaksanaan ... 33


(17)

xv

F. Teknik Analisis Data ... 34

1. Menentukan Skor ... 34

2. Pengolahan Data... 34

3. Kategorisasi Skala dalam Skor Item ... 34

4. Kategorisasi Skor Item dalam Skala ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Hasil Penelitian ... 39

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 42

C. Topik-Topik Bimbingan Keluarga Untuk Meningkatkan Kesiapan Menikah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 54


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Skoring Jawaban Favorable ... 27

Tabel 2 : Skoring Jawaban Unfavorable ... 28

Tabel 3 : Kisi-Kisi Kuesioner ... 28

Tabel 4 : Rincian Item Gugur... 31

Tabel 5 : Kisi-Kisi Kuesioner Setelah Validitas ... 31

Tabel 6 : Kriteria Guilford ... 32

Tabel 7 : Norma Kategorisasi ... 35

Tabel 8 : Kategorisasi Subjek Penelitian ... 36

Tabel 9 : Kategorisasi Item Penelitian ... 37

Tabel 10 : Kategorisasi Skor Item ... 38

Tabel 11 : Tingkat Kesiapan Menikah ... 39

Tabel 12 : Analisis Item Penelitian ... 41

Tabel 13 : Item-Item Pernyataan yang Tergolong dalam Kategori Cukup Kurang ... 42


(19)

xvii

DAFTAR GRAFIK


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabulasi Skor Kuesioner Lampiran 2 : Data Hasil Uji Validitas

Lampiran 3 : Data Hasil Reliabilitas Kuesioner Lampiran 4 : Kuesioner Kesiapan Menikah Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi oprasional. Masing-masing pokok bahasan akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan ikatan yang terjadi di antara dua manusia yang memiliki banyak perbedaan, baik dari segi fisik, pola asuh keluarga, pergaulan, serta cara berpikir. Pernikahan merupakan proses awal dalam membentuk suatu keluarga yang bahagia. Maka, dalam membangun sebuah keluarga dibutuhkan kematangan, baik dari segi fisik, ekonomi, kepribadian, cara berpikir, memiliki rasa tanggung jawab yang besar, serta kematangan usia. Usia yang matang memiliki peranan yang sangatlah besar dalam membangun sebuah keluarga.

Pernikahan di usia yang masih muda saat ini masih menjadi persoalan yang cukup serius secara global. Pernikahan usia muda banyak sekali menyebabkan putusnya pendidikan juga berdampak secara psikologis serta ekonomi. Salah satu dampak terbesar dari pernikahan di usia muda adalah angka perceraian yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perceraian ini diakibatkan karena ketidaksiapan suami-istri dalam menyatukan pola pikir yang berbeda.


(22)

Di Indonesia, maraknya pernikahan usia muda yang dialami para remaja usia di bawah 20 tahun bukanlah hal baru untuk diperbincangkan. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2009, dari 2 juta pernikahan, terdapat sebanyak 34,5 persen kategori pernikahan dini. Berbagai alasan bermunculan terkait dengan pernikahan usia muda. Selain karena akibat pergaulan bebas ternyata ada alasan yang menyebutkan bahwa perempuan adalah beban ekonomi keluarga. Dengan demikian tujuan pernikahan adalah untuk meringankan beban ekonomi keluarga. (Sumber: http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/12/nikah-muda-persoalan-serius-dunia)

Usia yang matang dapat membantu dalam membangun sebuah keluarga. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2

pasal 7 ayat 1 menyebutkan “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki -laki sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai

umur 16 tahun”. Ternyata batas usia terendah untuk melangsungkan

perkawinan dalam UU masih tergolong dalam usia remaja, usia yang terlalu dini untuk menikah. Usia 16 tahun dimana remaja seharusnya masih memakai seragam sekolah dan mengenyam pendidikan. Dimana anak usia 16 tahun masih harus berada dalam bimbingan orang tua.

Pernikahan usia muda banyak terjadi di daerah-daerah pedesaan daripada di daerah-daerah perkotaan. Secara sosiologis, perempuan desa tidak seperti perempuan kota. Mereka tidak memiliki kesibukan dan pendidikan yang cukup. Serta mereka masih terikat dengan adat istiadat


(23)

yang masih sangat kental di daerah pedesaan yang kebanyakan mengharuskan anak-anak perempuan untuk segera menikah.

Pernikahan usia muda dalam beberapa kasus dapat menimbulkan berbagai masalah. Masalah-masalah yang sering timbul seperti perbedaan pendapat yang dapat mengakibatkan perang mulut atau juga dapat menimbulkan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Ketika masalah-masalah tersebut sering muncul maka bisa berakibat pada berakhirnya keharmonisan rumah tangga dan terjadilah perceraian.

Mengingat betapa besarnya tanggung jawab dalam membangun kehidupan berumah tangga, maka suami atau istri perlu memiliki kedewasaan dalam berkeluarga baik fisik maupun psikologis. Pernikahan usia muda dapat menimbulkan dampak negatif. Pernikahan usia muda dapat menimbulkan ketidakharmonisan keluarga. Ketidakharmonisan keluarga ini dapat menimbulkan perilaku-perilaku negatif seperti Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan berujung pada perceraian. Maka dari itu diperlukan kesiapan yang matang dalam membangun sebuah keluarga.

Angka perceraian di Indonesia terus meningkat. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian hingga 70 persen. Pada tahun 2010, terjadi 285.184 perceraian di seluruh Indonesia. Penyebab perceraian pasangan jika diurutkan tiga besar paling banyak akibat faktor ketidakharmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada


(24)

tanggungjawab 78.407 perkara, dan masalah ekonomi 67.891 perkara. Maka, penyebab perceraian yang terbesar karena adanya faktor ketidakharmonisan.

Mahasiswa angkatan 2012 merupakan mahasiswa yang sudah memasuki usia dewasa awal yang pastinya sudah memiliki visi dalam hidup. Menurut tugas perkembangan masa perkembangan dewasa awal Mahasiswa BK angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta adalah mahasiswa yang sudah memiliki kematangan emosi serta memiliki gambaran masa depan seperti membina sebuah pernikahan atau keluarga. Mahasiswa tingkat atas sudah memiliki rasa tanggung jawab untuk menyelesaikan pendidikannya.

Penelitian ini sangatlah penting karena dapat mengetahui bagaimana tingkat kesiapan menghadapi pernikahan mahasiswa. Kesiapan yang matang dapat mempengaruhi jalannya kehidupan berkeluarga mereka. Serta dapat mengurangi angka perceraian yang dapat berpengaruh negatif pada mahasiswa itu sendiri maupun keluarganya.

Peneliti, mencoba bertanya kepada 15 mahasiswa program studi BK angkatan 2009 berusia sekitar 20-22 tahun mengenai “Apakah setelah

lulus mereka akan menikah?”, serta menanyakan alasan-alasan mengapa ingin menikah di usia muda. Dari jawaban-jawaban mereka terdapat 8 mahasiswa yang setelah lulus akan mencari pekerjaan terlebih dahulu daripada menikah dengan alasan ingin meniti karier, belum memiliki pasangan, belum memiliki kesiapan serta ingin menikah di usia 25-29


(25)

tahun. Sedangkan terdapat 7 mahasiswa yang memilih ingin menikah muda dengan alasan sudah siap untuk membangun sebuah keluarga, sudah memiliki pasangan, serta tidak ingin menunda-nunda.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk mendeskripsikan atau menggambarkan kesiapan menghadapi pernikahan para mahasiswa angkatan 2011 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa tinggi kesiapan menghadapi pernikahan mahasiswa angkatan

2012 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma?

2. Item-item instrumen kesiapan manghadapi pernikahan mana saja yang capaian skornya teridentifikasi rendah untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga dalam kesiapan menikah?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat kesiapan menghadapi pernikahan mahasiswa angkatan 2012 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.


(26)

2. Mengidentifikasi item instrumen kesiapan menghadapi pernikahan yang capaian skornya tergolong kategori rendah untuk dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan persiapan berkeluarga dalam kesiapan menikah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kesiapan menikah untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang konsep atau teori tentang kesiapan menikah diusia muda. 2. Manfaat Praktis

a. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui informasi kesiapan dirinya dalam menghadapi pernikahan. b. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat membantu menambah pengetahuan peneliti mengenai kesiapan dalam menghadapi pernikahan.

c. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian tentang pernikahan.


(27)

E. Definisi Operasional

Berikut ini dijelaskan definisi operasional dari beberapa istilah pokok yang dapat memperjelas maksud penelitian ini:

1. Kesiapan menikah adalah keadaan siap dalam berhubungan dengan pasangan, siap bertanggungjawab sebagai seorang suami atau istri, dan siap membangun komitmen dalam hidup berkeluarga.

2. Mahasiswa angkatan 2012 merupakan mahasiswa BK Universitas Sanata Dharma angkatan 2012 yang sudah memasuki perkembangan dewasa awal.

3. Bimbingan keluarga adalah proses interaktif, realistis dan konstruktif dalam memberikan bantuan kepada keluarga dalam mencapai kesejahteraan dan keseimbangan dimana setiap anggota keluarga mendapat kebahagiaan.


(28)

8 BAB II KAJIAN TEORI

Bab ini memuat uraian mengenai pengertian kesiapan menghadapi pernikahan, pengertian dewasa awal, dan pengertian bimbingan keluarga.

A. Kesiapan Pernikahan

1. Pengertian Kesiapan Pernikahan

Menurut Kamus Lengkap Psikologi, kesiapan (readiness) merupakan keadaan siap siaga untuk bereaksi atau menanggapi suatu hal yang merupakan suatu tingkat perkembangan kedewasaan individu. Menurut Slameto (2010:113), kesiapan merupakan seluruh kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons di dalam cara tertentu terhadap menghadapi suatu situasi. Penyesuaian kondisi suatu saat akan berpengaruh atau cenderung untuk memberikan respons. Kondisi psikis dan fisik seseorang akan mempengaruhi kesiapan pernikahan. Jika memiliki kondisi yang baik maka akan semakin siap.

Menurut Yusnawati (2007:11), kesiapan adalah suatu kondisi dimana seseorang telah mencapai tahapan tertentu atau dengan kata lain telah mencapai kematangan fisik, psikologis, spiritual, dan skill. Tugas perkembangan yang telah tercapai sepenuhnya akan mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Setiap tahapan perkembangan dapat meningkatkan kematangan hidup seseorang yang juga akan


(29)

meningkatkan kesiapan pernikahan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan adalah suatu keadaan siap sedia pada seseorang untuk mempersiapkan diri baik secara fisik, mental, dan spiritual dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Pengertian pernikahan menurut Dariyo (2004) adalah ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan wanita yang sudah dianggap telah memiliki usia dewasa. Menurut Undang-Undang (UU) Republik

Indonesia No. 1 tahun 1974 mengenai pernikahan, “Pernikahan

merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Fatchiah (2009) mengungkapkan bahwa, pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang disertai dengan tanggung jawab dari keduanya. Di dalam pernikahan terdapat komitmen karena terdapat ikatan janji suci. Pernikahan harus dilandasi dengan kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan saling menghormati satu sama lain.

Dalam pandangan Ericson (dalam Desmita, 2007), pernikahan merupakan keintiman yang menuntut perkembangan seksual dan mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis, yang dipandang sebagai teman hidup. Ini berarti mendorong orang dewasa awal khususnya untuk mengembangkan seksualitas yang sebenarnya dalam hubungan dengan orang yang dicintai.


(30)

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, pernikahan adalah sebuah ikatan yang kudus atau suci antara wanita dan pria dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal yang diakui secara agama, hukum dan masyarakat serta perlu dilandasi oleh cinta, kasih sayang, pengorbanan, serta sikap saling mengormati. Sebelum memasuki dunia pernikahan, seorang individu memerlukan suatu kesiapan agar dapat menuju pernikahan yang bahagia. Oleh karena itu, kesiapan merupakan hal yang paling penting untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan.

Hal yang paling penting dalam pernikahan adalah kesiapan mental dari individu itu sendiri. Keputusan untuk menikah adalah keputusan yang cukup berat karena pernikahan merupakan kebutuhan manusia, baik secara psikologis maupun fisiologis. Calon pasangan akan dihadapkan pada masalah-masalah yang sangat kompleks, tidak saja karena keberagaman yang telah ada sebelumnya, tetapi juga perbedaan seputar kehidupan baru yang sangat berbeda dari sebelumnya. Jika tidak memiliki kesiapan untuk menikah, maka akan berpengaruh terhadap perjalanan pernikahan.

Pernikahan di Indonesia sendiri cukup unik karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa, adat istiadat, dan agama. Perbedaan tersebut sangat mempengaruhi tata cara dan syarat dalam pernikahan. Semua tidak akan lepas dari pengaruh keberagaman yang terdapat di Indonesia.


(31)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan pernikahan adalah keadaan siap dalam berhubungan dengan seorang wanita atau pria, siap bertanggungjawab sebagai seorang suami atau istri, siap menghadapi perbedaan, siap mengatur keluarga, dan mengasuh anak.

2. Aspek-Aspek Kesiapan Pernikahan

Blood (Dewi, 2006) membagi kesiapan menikah menjadi dua bagian yaitu kesiapan pribadi (personal) dan kesiapan situasi

(circumstantial). Dua bagian kesiapan menikah tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Kesiapan Pribadi 1) Kematangan Emosi

Kemampuan untuk dapat siaga terhadap diri dan kemampuan mengidentifikasi diri sendiri merupakan konsep kematangan emosi dalam diri seseorang. Kematangan emosi adalah suatu perkembangan psikologis yang berarti individu telah menjadi dewasa. Kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup terhadap perubahan dan permasalahan. Pengalaman tersebut akan membuat individu menjadi sadar terhadap perasaannya sendiri dan akan belajar untuk merespon suatu peristiwa dalam kehidupannya.

Kematangan emosi memiliki kriteria memiliki kemampuan membangun hubungan pribadi, mampu mengidentifikasikan perasaan orang lain (empati), mampu mencintai dan dicintai,


(32)

mampu memberi dan menerima kasih sayang, mampu menghadapi kenyataan secara positif, serta sanggup membuat komitmen jangka panjang. Pernikahan berarti sanggup membuat suatu tanggung jawab dan memasuki suatu komitmen. Komitmen jangka panjang merupakan suatu bentuk tanggung jawab dalam suatu pernikahan, yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan.

Sebaliknya, individu yang belum dewasa secara emosional hanya diliputi oleh keinginan-keinginan diri sendiri tanpa mengetahui bagaimana cara mengerti perasaan orang lain, serta kurang mampu membangun komitmen jangka panjang. Kehidupan pernikahan memerlukan harapan yang lebih nyata. Harapan yang lebih nyata dapat membantu individu mampu menerima dirinya sendiri dan mampu menerima orang lain apa adanya.

2) Kesiapan Usia

Kesiapan usia berarti melihat usia yang cukup, menjadi individu yang dewasa membutuhkan waktu, sehingga usia sangat berkaitan dengan kedewasaan. Semakin muda usia seseorang maka semakin sulit untuk mengatasi permasalahan. Sebaliknya, semakin tua usia seseorang maka semakin dewasa untuk mengatasi emosi-emosinya.


(33)

3) Kematangan Sosial

Kematangan sosial dapat dilihat dari :

a) Pengalaman berkencan (enough dating), dilihat dari adanya kemauan untuk tidak peduli dengan lawan jenis yang tidak kenal dekat dan membuat komitmen membangun dengan seseorang yang khusus. Sehingga individu secara sosial siap menuju pernikahan dan terfokus pada seseorang yang menarik perhatiannya.

b) Pengalaman hidup sendiri (enough single life), membuat individu memiliki waktu untuk diri sendiri untuk mandiri dan waktu berasama orang lain. Seorang individu harus mengetahui identitas pribadi sebelum siap melakukan pernikahan.

4) Kesiapan Peran

Kehidupan pernikahan dijalani dengan mengetahui peran individu apa saja yang telah menikah sebagai suami-istri. Banyak individu yang belajar menjadi suami dan istri dari melihat ayah dan ibu mereka. Peran yang ditampilkan harus sesuai dengan tugas-tugas mereka sebagai suami maupun istri. Maka, orang tua yan memiliki figur suami dan istri yang baik dapat dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka.


(34)

b. Kesiapan Situasi (Circumstantial)

1) Kesiapan Finansial

Menurut Cutright (Dewi, 2006), semakin tinggi kehidupan ekonomi seseorang maka semakin besar kemungkinan untuk menikah.

2) Kesiapan Waktu

Persiapan pernikahan akan berlangsung baik jika pasangan diberikan waktu untuk mempersiapkan. Persiapan yang tergesa-gesa akan berdampak buruk pada pernikahan dan pada awal-awal kehidupan pernikahan.

B. Mahasiswa dalam Periode Perkembangan Dewasa Awal 1. Pengertian Dewasa Awal

Dewasa atau dalam bahasa inggris sering disebut adult yang berasal dari kata kerja latin bentuk lampau partisipel dari kata kerja

adultus yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang

sempurna.” Menurut Hurlock masa dewasa dibagi menjadi tiga yaitu

masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa dewasa lanjut.

Menurut Hurlock (2002) orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Masa dewasa awal dimulai pada usia 18-40 tahun, yang merupakan masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif. Suatu masa yang penuh dengan masalah dan


(35)

ketegangan emosional, periode komitmen, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri dengan pola-pola kehidupan hidup baru.Menurut Levinson (dalam Monks, 2006) usia dewasa awal adalah 17-45 tahun.

Masa dewasa adalah periode kehidupan yang paling panjang. Jadi, masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian individu terhadap pola hidup dan harapan sosial yang baru.

2. Karakteristik Umum dan Tugas Perkembangan Dewasa Awal

Setiap tahap perkembangan selalu mempunyai karakteristik sendiri. Pada masa dewasa awal ini, dikatakan sebagai masa yang sulit bagi seseorang karena pada masa ini seseorang dituntut untuk melepaskan ketergantungan pada orang lain dan berusaha menjadi mandiri.

Dariyo (2003) berpendapat bahwa secara fisik, seorang dewasa awal menampilkan fisik yang sempurna yang berarti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis telah mencapai puncak. Mereka memiliki daya tahan dan kesehatan yang baik sehingga dapat melakukan kegiatan-kegiatan dengan inisiatif, kreatif, energik, dan proaktif.

Dariyo (2003) juga menambahkan bahwa sebagian besar golongan dewasa awal telah menyelesaikan tugas pendidikan hingga tingkat universitas dan segera memasuki jenjang pekerjaan. Pada masa dewasa awal inilah individu berkomitmen dengan seseorang lainnya, yakni membentuk keluarga. Mereka akan memasuki kehidupan pernikahan, memelihara anak-anak, dan harus tetap memperhatikan orang tua.


(36)

Havighurst (Dariyo, 2003) mengemukakan tugas perkembangan dewasa awal, yaitu:

a. Mencari dan menemukan pasangan hidup; b. Membina keluarga;

c. Meniti karier dalam memantapkan kehidupan ekonomi; d. Menjadi warga negara yang bertanggungjawab;

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik dan tugas perkembangan dewasa awal adalah mulai bekerja, mencari pasangan, dan membina keluarga. Hal ini mengarahkan bahwa kesiapan pernikahan mulai terbentuk pada masa dewasa awal.

3. Kesiapan Hidup Berkeluarga pada Dewasa Awal

Melewati masa remaja, golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan seksual sehingga mereka siap melakukan tugas berkeluarga serta menyalurkan kebutuhan biologis. Pada masa dewasa awal, mereka akan berupaya mencari calon teman hidup yang cocok untuk dijadikan pasangan dalam pernikahan.

Dari pernikahannya, mereka akan saling menerima dan memahami pasangan masing-masing, saling menerima kekurangan dan saling membantu membangun rumah tangga. Namun terkadang terdapat batu sandungan yang tidak bisa dilewati, sehingga berakibat pada perceraian. Ini lebih banyak disebabkan oleh ketidaksiapan dalam menangani masalah yang dihadapi bersama.


(37)

Masalah-masalah yang sering muncul dalam pernikahan banyak disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya

a. Pasangan gagal mempertemukan dan menyesuaikan kebutuhan dan harapan satu sama lain.

b. Pasangan mengalami kesulitan menerima perbedaan-perbedaan nyata dalam kebiasaan, pendapat, kerugian, dan nilai.

c. Masalah yang sering muncul adalah masalah keuangan dan masalah anak-anak.

d. Adanya perasaan cemburu dan perasaan memiliki yang berlebihan yang dapat membuat masing-masing pasangan merasa kurang mendapat kebebasan.

e. Pembagian tugas dan wewenang yang tidak adil. f. Kegagalan dalam berkomunikasi

g. Masing-masing pasangan tidak sejalan dalam mencari minat dan tujuan.

h. Serta kurangnya pengetahuan dan pengalaman dalam membangun rumah tangga.

Kesiapan hidup berkeluarga pada masa dewasa awal seharusnya diawali dengan mengenal, memahami, dan mengerti diri sendiri terlebih dahulu. Kesiapan diri sangatlah penting dalam membangun kehidupan berkeluarga nantinya. Untuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu,


(38)

b. Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.

c. Bersedia dan mampu menjadi pasangan dalam hubungan seksual.

d. Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim. e. Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain. f. Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran,

perasaan, dan harapan.

g. Bersedia menerima keterbatasan pada diri sendiri maupun orang lain.

h. Bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab. i. Kematangan emosi yang baik mempengaruhi kesiapan

menikah, artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan beradaptasi setelah memasuki pernikahan. Pernikahan dibangun oleh dua orang individu yang memiliki persepsi dan harapan yang berbeda tentang pernikahan. Pengalaman, kebutuhan, dan nilai yang berbeda membuat masing-masing pasangan berbeda. Ikatan cinta akan lebih menyenangkan apabila didasarkan pada persamaan-persamaan, saling membagi perasaan, serta keterbukaan diri masing-masing pasangan. Menyatukan perbedaan-perbedaan inilah yang harus diperhatikan oleh setiap mahasiswa agar lebih siap menerima perbedaan yang ada pada setiap individu.


(39)

C. Bimbingan Keluarga

1. Pengertian Bimbingan Keluarga

Dalam kehidupan masyarakat, keluarga merupakan unit terkecil yang peranannya sangat besar. Peran yang sangat besar itu disebabkan oleh karena keluarga mempunyai fungsi penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Apabila fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik maka timbul ketidak serasian dalam hubungan antara anggota keluarga, dapat dikatakan keluarga itu mempunyai masalah. Adanya individu (keluarga) yang mempunyai masalah, maka diperlukan adanya Bimbingan dan Konseling untuk mengusahakan pencegahan atau memberikan bantuan dalam pemecahan masalahnya.

Pengertian bimbingan keluarga menurut Cooley (C. Suwarni. 1980) adalah bantuan yang diberikan kepada keluarga dalam meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para anggota keluarga serta memberikan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Sedangkan konseling keluarga (Family Therapy) menurut Perez (Sayekti, 1994) adalah “Family therapy is an intuative process which seeks to aid

the family in reganning a home ostatic balance whith which the members

are comfortable. In perseing this objective the family therapist operates

under certain basic assumprions.”

Menurut Sayekti (1994) bimbingan dan konseling keluarga adalah suatu usaha yang nyata dan konstruktif untuk menyadarkan kebutuhan mereka sendiri dalam mengembangkan diri. Untuk itu diperlukan


(40)

kesadaran dalam diri anggota keluarga masing-masing untuk mengembangkan diri dan memperbaiki hidup dalam bidang ekonomi, kesehatan, sosial dan agama.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan keluarga merupakan proses interaktif, realistis dan konstruktif dalam memberikan bantuan kepada keluarga dalam mencapai kesejahteraan dan keseimbangan dimana setiap anggota keluarga mendapatkan kebahagiaan.

2. Tujuan Bimbingan Keluarga

Menurut Cooley (Suwarni, 1980) tujuan Bimbingan Persiapan Berkeluarga adalah:

a. Membantu anggota keluarga yang dibimbing agar dapat bertindak seefisien mungkin.

b. Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat memberikan pengaruh yang kurang baik pada persepsi, harapan dan interaksi dalam keluarga.

c. Memperjuangkan dengan gigih dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang dalam mencapai keseimbangan.

d. Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain.


(41)

Maka tujuan akhir dari Bimbingan Persiapan berkeluarga adalah untuk membantu anggota keluarga serta keluarga sebagai satu kesatuan dalam mencapai kesejahteraan.

3. Fungsi Bimbingan Keluarga

Fungsi bimbingan keluarga yang dikemukakan oleh C. Suwarni (1994) sebagai berikut:

a. Memberikan pengaruh psikologis kepada keluarga supaya timbul usaha dari dari keluarga itu sendiri untuk menyelesaikan kesulitannya, sehingga keluarga menolong dirinya sendiri kearah perbaikan.

b. Menghubungkan dengan jalan menjelaskan kebutuhan dan mengarahkan pola pemikiran untuk menuju penentuan dan penggunaan sumber-sumber bantuan.

c. Membangun keluarga sehingga dengan usahanya sendiri dapat mengembangkan kemampuan seoptimal mungkin.

Masalah-masalah yang ada pada keluarga atau anggota keluarga biasanya tidak kelihatan. Maka keluarga harus dibantu untuk melihat, menimbang, memutuskan dan berbuat, supaya keluarga dapat memperhatikan dan merasakan keadaan diri mereka sendiri serta sesama manusia dengan pola pikir yang baru.


(42)

D. Kesiapan Menghadapi Pernikahan pada Mahasiswa

Pernikahan adalah tanda masuknya individu ke dalam ikatan rumah tangga dengan orang yang dipilihnya untuk menjalani kehidupan hingga tua. Setelah melakukan pernikahan kehidupan individu tidak akan berhenti begitu saja, namun kedua pasang individu tersebut akan menghadapi masalah-masalah rumah tangga yang akan terjadi. Oleh karena itu, setiap individu harus memiliki kesiapan yang matang jika akan menikah.

Pernikahan merupakan salah satu penyebab stress yang mempengaruhi hidup individu yang berada pada masa dewasa awal. Memasuki masa pernikahan sama dengan memasuki sebuah kehidupan baru, yang sangat berbeda dengan kehidupan saat individu masih sendiri. Oleh karena itu, individu akan mengalami stress saat memikirkan tentang pernikahan, karena merasa takut untuk memasuki kehidupan yang baru.

Pernikahan bukanlah sekedar ikatan antara dua orang yang berkomitmen namun merupakan ikatan perasaan, emosi, tanggung jawab diantara keduanya. Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan adalah sebuah keputusan yang harus dibuat oleh setiap individu.

Keinginan untuk memasuki jenjang pernikahan dan membina rumah tangga harus diimbangi oleh pengetahuan tentang pernikahan supaya tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Kebanyakan orang menyatakan bahwa hanya faktor ekonomi yang mempengaruhi kesiapan menikah. Kenyataannya kondisi yang terjadi saat ini seperti kurangnya


(43)

pengetahuan pernikahan, tingginya tingkat perceraian, dan semakin rumitnya masalah-masalah dalam keluarga menjadi alasan konseling pranikah.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Diah Krisnatuti dan Vivi Oktaviani kepada 72 mahasiswa IPB menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki persepsi yang berbeda terkait pernikahan. Mereka menempatkan pernikahan sebagai prioritas kedua. Prioritas pertama mereka adalah bekerja. Para mahasiswa menganggap bahwa individu dikatakan siap menikah jika telah memiliki pekerjaan dan pengetahuan yang cukup.

Kesiapan merupakan suatu keadaan siap sedia pada seseorang untuk mempersiapkan diri baik secara fisik, mental, dan spiritual dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Menikah artinya menyediakan komitmen, persahabatan, keintiman, perasaan, kerjasama, serta kesempatan untuk bertanggung jawab.

Kesiapan diperlukan seorang individu sebelum memasuki dunia pernikahan agar dapat menuju pernikahan yang bahagia. Oleh karena itu kesiapan merupakan hal yang paling penting dalam pernikahan. Kesiapan memiliki dua aspek yaitu kesiapan menikah pribadi dan kesiapan menikah situasi. Kesiapan pribadi meliputi kematangan emosi, kesiapan usia, kematangan sosial, dan kesiapan model peran. Sedangkan kesiapan situasi meliputi kesiapan finansial dan kesiapan waktu.

Ditinjau dari kesiapan pribadi yaitu kematangan emosi. Mahasiswa yang berada pada rentang usia 20-22 tahun termasuk pada masa dewasa awal. Tahap dewasa awal merupakan suatu masa yang penuh dengan masalah dan


(44)

ketegangan emosional, periode komitmen, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri dengan pola-pola kehidupan hidup baru.

Menurut Blood (Dewi, 2006) kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup terhadap perubahan dan perbedaan. Dengan kata lain, kematangan usia seseorang, maka semakin bertambah pula kematangan emosi seseorang. Semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki maka membuat orang sadar terhadap perasaannya sendiri dan ia akan mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan dengan baik. Pernikahan pada usia muda akan banyak mengundang permasalahan yang tidak diinginkan, karena emosi yang belum matang.

Kematangan sosial dapat dilihat dari pengalaman berkencan dan pengalaman hidup sendiri. Kematangan sosial juga dilihat dari pengalaman seseorang berhadapan dengan orang lain. Kemampuan kerjasama yang dimiliki individu harus dapat menjadi patokan kesiapan seseorang untuk menikah. Karena dalam membangun sebuah keluarga maka pasangan harus bekerjasama menghadapi masalah-masalah yang harus dihadapi bersama.

Apabila kita meninjau kesiapan situasi yaitu kesiapan finansial maka mahasiswa yang menjalani proses perkuliahan harus dituntut menyelesaikan studinya. Namun, setelah menyelesaikan studinya bukan berarti mereka siap menjalani pernikahan karena tentu saja mereka belum memiliki kehidupan finansial yang baik. Setelah lulus mereka harus meniti kariernya terlebih dahulu sehingga mereka memenuhi kesiapan tersebut dari penghasilan yang didapat dari pekerjaannya.


(45)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memuat hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian, antara lain jenis penelitian, subjek penelitian, instrument penelitian, dan teknik pengumpulan data. Pokok-pokok bahasan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2011), penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme. Penelitian kuantitatif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu. Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian. Analisis data bersifat kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Ditinjau dari pemaparan hasil, penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan metode survei. Menurut Suharsimi (2010) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain dan yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Penelitian deskriptif dengan metode survei dirancang untuk memperoleh informasi dengan cara mengumpulkan data yang terbatas pada gejala-gejala yang relatif besar. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang tingkat kesiapan menghadapi pernikahan pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma angkatan 2012.


(46)

B. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah para mahasiswa angkatan 2012 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang berjumlah 56 orang.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang ditelti.

1. Kuesioner

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah kuesioner kesiapan mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 dalam menghadapi pernikahan. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis untuk dijawab oleh subjek penelitian.

Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek kesiapan menikah (Dewi, 2006), antara lain:

a. Kesiapan Personal, yaitu aspek yang berhubungan dengan kesiapan emosi, usia, sosial, serta peran individu dalam menghadapi pernikahan.

b. Kesiapan Situasi, yaitu aspek yang berkaitan kemampuan finansial serta kesiapan waktu individu saat sebelum pernikahan maupun sesudah pernikahan.


(47)

2. Format Pernyataan

Pernyataan yang disusun dalam skala kesiapan menikah merupakan pernyataan yang favourable dan unfavourable.

Pernyataan Favourable adalah pernyataan yang menggambarkan kesiapan menghadapi pernikahan secara positif, sedangkan

Unfavourable adalah pernyataan yang menggambarkan kesiapan menghadapi pernikahan secara negatif. Terdapat 4 (empat) alternatif jawaban yang disediakan dalam skala ini yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

3. Penentuan Skor

Alternatif jawaban yang terdapat dalam setiap pernyataan memiliki skor. Skor dalam setiap pilihan terbagi atas item

favourable dan unfavourable. Standar skoring yang dikenakan terhadap pengolahan data yang dihasilkan oleh skala ini ditentukan sebagai berikut:

a. Item Favourable

Tabel 1

Skor Alternatif Jawaban

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Setuju 4

Setuju 3

Tidak Setuju 2


(48)

b. Item Unfavourable

Tabel 2

Skor Alternatif Jawaban

Alternatif Jawaban Skor

Sangat Setuju 1

Setuju 2

Tidak Setuju 3

Sangat Tidak Setuju 4

4. Kisi-kisi Kuesoner

Item-item yang disusun untuk mengungkap kesiapan menghadapi pernikahan adalah berupa pernyataan-pernyataan yang bersifat favourable dan unfavourable. Kisi-kisi kuesioner yang diuji coba disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3

Kisi-Kisi Kuesioner Kesiapan Menikah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata

Dharma, Yogyakarta. No Aspek Indikator No Item

Favorable

No Item

Unfavorable

Bobot

1 Pribadi

Emosi 1, 12, 14, 15, 28, 37, 39,

41, 42

2, 3, 13, 26, 27, 38

15

Usia 16, 25, 30, 36 4, 29, 40 7 Sosial 6, 18, 24, 32 5, 7, 17, 31 8 Peran 8, 19, 35 9, 23 5 2 Situasi Finansial 20 10, 11, 33 4

Waktu 22, 34 21 3


(49)

D. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Menurut Sugiyono (2012;173), valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Nurgiyantoro (2009), validitas adalah alat penelitian mempersoalkan apakah alat itu mengukur apa yang akan diukur. Validitas yang dipersoalkan dalam penelitian ini adalah penelitan isi (content). Validitas isi merupakan validitas yang mempersoalkan kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi masalah yang diteliti (Nurgiyantoro, 2009).

Pemeriksaan validitas isi didasarkan pada pertimbangan sejumlah ahli (expert judgement), dengan tujuan mengidentifikasi kualitas konstruk secara logis pada setiap butir item kuesioner. Dalam penelitian ini, dilakukan expert judgement kepada dosen pembimbing yaitu Juster Donal Sinaga, M.Pd.

Hasil telaah ahli terhadap kuesioner selanjutnya dilengkapi dengan uji empirik untuk menelaah konsistensi internal setiap item terhadap aspek. Teknik pengujian yang digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan skor-skor item terhadap skor-skor aspek


(50)

melalui pendekatan korelasi Pearson Product Moment. Formulasi yang digunkan adalah sebagai berikut:

� = � −

� 2− 2 � 2− 2

Keterangan:

rxy = korelasi skor item dengan skor aspek

N = jumlah subjek X = skor item

Y = skor total per aspek

Pemeriksaan hasil uji konsistensi internal dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 (statistic Programme for Social Science). Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal sama dengan 0,30 (Azwar, 2007), apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien validitas di bawah 0,30 maka item tersebut dianggap gugur.

Pada tanggal 19 Juni 2015 dilakukan uji coba instrument, dengan subjek uji coba mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma yang berjumlah (N) 56 mahasiswa. Dari hasil pemeriksaan validitas butir terhadap aspek diperoleh 13 butir item yang gugur dari 42 item, sehingga terdapat 29 item yang dinyatakan valid. Rincian item yang gugur dapat dilihat di tabel 4.


(51)

Tabel 4

Rincian Item Yang Gugur

Tabel 5

Kisi-kisi Kuesioner Setelah Uji Validitas

No Aspek Indikator No Item

Favourable

No Item

Unfavourable

Bobot 1 Pribadi Emosi 1, 6, 8, 26,

28, 29

2, 7, 17, 18, 27

12

Usia 9, 16, 25 20 4

Sosial 11, 15 3, 10, 21 5

Peran 12, 24 4, 14 4

2 Situasi Finansial 5, 22 2

Waktu 13, 23 2

Total Item 29

2. Reliabilitas

Reliabilitas melihat sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Menurut Nugiyantoro (2009), reliabilitas memiliki pengertian apakah suatu instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Artinya suatu instrumen pengukur harus memiliki konsistensi atau tidak berubah-ubah.

No Aspek Indikator No Item

Favourable No Item Unfavourable No Item Gugur Jumlah Item Valid

1 Pribadi

Emosi 1, 12, 15, 28, 37, 39, 41

3, 13, 26, 27, 38

2, 14, 42 12 Usia 16, 25, 36 29 4, 30, 40 4 Sosial 18, 24 5, 17, 31 6, 7,32 5

Peran 19, 35 9, 23 8 4

2 Situasi Finansial 10, 33 11, 20 2

Waktu 22, 34 21 2


(52)

Reliabilitas dinyatakan dalam koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang dari 0 – 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 maka semakin tinggi reliabilitas.

Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner menggunakan koefisien reliabilitas alpha () (Azwar, 2007). Dalam perhitungan indeks reliabilitas kuesioner digunakan program komputer SSPS 16 (Statistical Package for Social Sciences).

�= 2 1−�1

2 +�22 � 2

Keterangan :

�12 dan �22 = Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan2

� 2 = Varians skor skala

Kriteria keterampilan indeks reliabilitas berdasarkan kriteria Guilford sebagai berikut:

Tabel 6 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi 1 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

5 0,00 – 0,20 Rendah Sekali

Dari data hasil uji coba terhadap instrumen kepada mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 Universitas


(53)

Sanata Dharma pada tanggal 19 Juni 2015 dengan jumlah subjek (N) 56 mahasiswa. Diperoleh perhitungan koefisien reliabilitas instrument dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach menghasilkan angka 0,797. Berdasarkan kriteria Guilford hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas angket masuk dalam kategori tinggi.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Persiapan dan Pelaksanaan

a. Mempelajari buku-buku tentang kesiapan menikah. b. Menetapkan dan mendefinisikan variabel penelitian. c. Menyusun instrument kesiapan menghadapi pernikahan.

d. Menentukan responden, yaitu mahasiswa angkatan 2012 program studi BK Universitas Sanata Dharma.

e. Melakukan pengujian instrument oleh ahli (Expert Judgement),

yaitu kepada dosen pembimbing skripsi.

f. Memperbaiki instrument penelitian yang telah diperiksa oleh

Expert Judgement.

2. Tahap Pengumpulan Data Penelitian

Tahap pengumpulan data penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universiatas Sanata Dharma angkatan 2012.


(54)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah pengolahan data hasil penelitian. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan dari hasil penelitian. Berikut ini merupakan langkah-langkah teknik analisis data:

1. Menentukan skor

Menentukan skor dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing-masing jawaban. Kemudian membuat tabulasi data dan penghitungan skor masing-masing subjek dan menghitung total skor masing-masing item.

2. Pengolahan data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS 16.

3. Kategorisasi

Pengkategorian disusun berdasarkan distribusi normal dengan kategorisasi jenjang. Tujuan kategorisasi adalah menempatkan subjek dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2007).

Norma kategorisasi berpedoman pada Azwar (2007) yang mengelompokkan tingkat kesiapan subjek penelitian terhadap pernikahan dalam lima kategori dengan norma kategorisasi sebgai berikut:


(55)

Tabel 7 Norma Kategorisasi

Perhitungan Skor Keterangan

 + 1,5< X item Tinggi Sekali  + 0,5< X item ≤  + 1,5 Tinggi

 - 0,5< X item ≤  + 0,5 Cukup  - 1,5< X item ≤  - 0,5 Rendah

X item ≤  - 1,5 Rendah Sekali

Keterangan :

X maksimum teoritik : skor tertinggi dalam skala X minimum teoritik : skor terendah dalam skala

 (standart deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran.

 (mean teoritik) : Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan minimum

Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokan tinggi atau rendahnya skor kesiapan mahasiswa secara umum dalam penelitian ini dengan N=29, diperoleh dengan penggolongan melalui perhitungan sebagai berikut:

X minimum teoritik : 1 x 29 = 29 X maximum teoritik : 4 x 29 = 116 Luas Jarak : 116 – 29 = 74 Standar Deviasi () : 74 : 6 = 12


(56)

Di bawah ini disajikan norma kategorisasi kesiapan mahasiswa BK angkatan 2012 dalam menghadapi pernikahan dalam tabel 7.

Tabel 8 Norma Kategorisasi

Kesiapan Menikah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Perhitungan Skor Kategori

 + 1,5< X item 72,5+ (1,5 x 12) < X item

<90,5 Sangat Siap  + 0,5< X item ≤  + 1,5

72,5+ (0,5 x 12) < X item ≤ 72,5+ (1,5 x 12)

78,5 - 90 Siap  - 0,5< X item ≤  + 0,5

72,5- (0,5 x 12) < X item ≤ 72,5+ (0,5 x 12)

66,5 - 78 Cukup Siap  - 1,5< X item ≤  - 0,5

72,5 –(1,5 x 12) < X item ≤ 72,5- (0,5 x 12)

64,5 - 66 Kurang Siap

X item ≤  - 1,5

X item ≤ 72,5 – (1,5 x 12)

64 Sangat Kurang Siap

4. Kategorisasi skor item

Kategori skor dari setiap item dalam skala penelitian dilakukan untuk mendapatkan item-item skala yang akan dijadikan dasar dalam menyusun topik-topik bimbingan keluarga.

Norma kategorisasi berpedoman pada Azwar (2007) yang mengelompokkan tingkat kesiapan subjek penelitian terhadap pernikahan dalam lima kategori dengan norma kategorisasi sebagai berikut:


(57)

Tabel 9 Norma Kategorisasi

Perhitungan Skor Keterangan

 + 1,5< X item Sangat Tinggi  + 0,5< X item ≤  + 1,5 Tinggi

 - 0,5< X item ≤  + 0,5 Cukup  - 1,5< X item ≤  - 0,5 Rendah

X item ≤  - 1,5 Rendah Sekali Keterangan :

X maksimum teoritik : skor tertinggi dalam skala X minimum teoritik : skor terendah dalam skala

 (standart deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran.

 (mean teoritik) : Rata-rata teoritis dari skor maksimum dan minimum

Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokan skor item. Kategorisasi tinggi dan rendahnya item-item secaara keseluruhan dalam penelitian ini dengan N=56, diperoleh dengan penggolongan melalui perhitungan sebagai berikut:

X minimum teoritik : 1 x 56 = 56 X maximum teoritik : 4 x 56 = 224 Luas Jarak : 224 – 56 = 168


(58)

Mean teoritik : (224 + 56) : 2 = 140

Di bawah ini disajikan norma kategorisasi skor item kesiapan mahasiswa BK angkatan 2012 dalam menghadapi pernikahan dalam tabel 9.

Tabel 10

Norma Kategorisasi Skor Item

Kesiapan Menikah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma

Perhitungan Skor Kategori

 + 1,5< X item 140 + (1,5x28)< X item

< 182 Sangat Tinggi  + 0,5< X item ≤  + 1,5

140 + (0,5x28)< X item ≤ 140 + (1,5x28)

154 – 182 Tinggi  - 0,5< X item ≤  + 0,5

140 –(0,5x28)< X item ≤ 140 + (0,5x28)

126 – 153 Cukup  - 1,5< X item ≤  - 0,5

140 –(1,5x28)< X item ≤ 140 – (0,5x28)

98 – 125 Rendah

X item ≤  - 1,5

X item ≤ 140 – (1,5x28)


(59)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memuat jawaban dari masalah penelitian. Penyajian hasil penelitian. Penyajian hasil penelitian dan pembahsan diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Kesiapan Menikah pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Berdasarkan perolehan data yang dikumpulkan dari 29 pernyataan skala kesiapan menikah, dilakukan analisis data dengan teknik persentase dan disajikan dalam tabel 10 dan dalam grafik 1.

Tabel 11

Kategorisasi Kesiapan Menikah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skor Kategori Jumlah Persentase

<90,5 Sangat Siap 27 48%

78,5 – 90 Siap 26 46%

66,5 – 78 Cukup Siap 3 6%

64,5 – 66 Kurang Siap - -

64 Sangat Kurang Siap

- -


(60)

Grafik 1.

Profil Kategorisasi Kesiapan Menikah pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta. Berdasarkan tabel 9 dan grafik 1, tampak bahwa:

a. Terdapat 27 mahasiswa (48%) yang memiliki kesiapan pernikahan tinggi sekali. Dengan kata lain mahasiswa memiliki emosi, usia, kemampuan bersosialisasi, peran dan kemampuan situasional yang sangat baik/tinggi dalam menghadapi pernikahan.

b. Terdapat 26 mahasiswa (46%) yang memiliki kesiapan pernikahan tinggi. Dengan kata lain mahasiswa memiliki emosi, usia, kemampuan bersosialisasi, peran dan kemampuan situasional yang baik/tinggi dalam menghadapi pernikahan.

c. Terdapat 3 mahasiswa (6%) yang memiliki kesiapan pernikahan cukup. Dengan kata lain mahasiswa memiliki emosi, usia,

0 5 10 15 20 25 30

Sangat Kurang Siap

Kurang Siap Cukup Siap Siap Sangat Siap


(61)

kemampuan bersosialisasi, peran dan kemampuan situasional yang kurang dalam menghadapi pernikahan.

d. Tidak terdapat mahasiswa (0%) yang memiliki kesiapan rendah dan rendah sekali dalam menghadapi pernikahan.

2. Analisis Butir Item

Berdasarkan analisis item kesiapan menikah diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 12

Kategorisasi Skor Item Kesiapan Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma dalam

Menghadapi Pernikahan

Skor Kategori No item Jumlah

< 182 Sangat Tinggi 1,3,12,15,19, 24, 25,27,34,36,37,39

12 154 – 182 Tinggi 5,10,13,16,17,18,22,23,

28,29,31,33,35,38,41

15

126 – 153 Cukup 26 1

98 – 125 Rendah 9 1

≤ 97 Sangat Rendah - 0

Total 29

Data yang terdapat dalam tabel 10 menunjukkan bahwa item dengan skor yang berada dalam kategori sangat tinggi sebanyak 12 item, item dengan skor dalam kategori tinggi sebanyak 15 item, item dengan skor dalam kategori cukup sebanyak 1 item, dan item dengan skor dalam kategori rendah sebanyak 1 item. Item-item dengan skor dalam kategori rendah dan cukup mencerminkan bahwa mahasiswa belum memiliki kesiapan menikah. Oleh karena itu, berdasarkan item-item yang masuk dalam kategori rendah dan cukup digunakan sebagai dasar dalam


(62)

menyusun topik-topik bimbingan keluarga. Berikut item-item yang masuk dalam kategori kurang dan cukup diperinci dalam tabel berikut:

Tabel 13

Item-item Pernyataan yang Tergolong dalam Kategori Cukup dan Kurang

No Aspek Nomor Item dan Pernyataan Total Skor Item 1 Pribadi 18.Saya mampu menerima

perasaan orang lain dibanding mengasihi orang lain.

125 2 Situasional 4.Perceraian orangtua akan

mempengaruhi kesiapan menikah anak-anaknya.

106

Berdasarkan butir-butir item yang terindikasi rendah dalam aspek pribadi dan situasional terdapat pola dari masing-masing aspek yang menyebabkan mahasiswa memiliki kesiapan pernikahan yang rendah. Dalam butir-butir item yang terdapat dalam aspek pribadi diketahui bahwa mahasiswa kurang memahami cara mengasihi orang lain. Dalam butir item yang terdapat dalam aspek situasi dapat diketahui bahwa mahasiswa kurang memahami tentang perceraian dalam pernikahan dan belum memiliki pengetahuan tentang persiapan pernikahan.

B. Pembahasan

Hasil penelitian membuktikan bahwa kesiapan menikah mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tergolong sangat siap. Terdapat 27 mahasiswa atau 48% mahasiswa termasuk dalam kategori sangat siap. Sedangkan untuk


(63)

kategorisasi sangat kurang siap dan kurang siap terdapat 0 mahasiswa atau 0%, kategorisasi cukup siap terdapat 26 mahasiswa atau 46%, dan kategorisasi siap terdapat 3 mahasiswa atau 6%. Siswa yang termasuk dalam kategori kurang siap mengindikasikan bahwa mereka belum memiliki kesiapan menikah yang baik. Mahasiswa yang termasuk dalam kategorisasi kurang siap membutuhkan pendampingan agar mereka lebih siap menghadapi pernikahan. Sedangkan mereka yang masuk dalam kategori sangat siap mengindikasikan bahwa mereka siap menuju jenjang penikahan dengan baik.

Mahasiswa yang termasuk dalam intensitas kategori sangat siap menunjukkan bahwa mereka memiliki kesiapan yang sangat baik dalam menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga. Mahasiswa yang termasuk dalam kategori sangat siap bisa diartikan karena mereka memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri, memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak, bersedia dan mampu menjadi pasangan dalam hubungan seksual, bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim, memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain, dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran; perasaan; dan harapan, bersedia menerima keterbatasan pada diri sendiri maupun orang lain, bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab, serta memiliki kematangan emosi yang baik sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi pernikahan yang baik.

Sedangkan mahasiswa yang termasuk dalam intensitas kategori sangat kurang siap mengindikasikan bahwa mereka belum sama sekali memiliki


(64)

kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Hal ini dapat terjadi karena sulit menjaga hubungan dengan orang lain, belum memiliki kematangan emosi yang baik, belum memiliki pengetahuan yang banyak dalam hal pernikahan, dan belum bersedia berbagi kehidupan dengan orang lain. Serta terdapat prioritas lain yang lebih penting yaitu menyelesaikan studi sarjana mereka dengan lebih baik.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat mahasiswa yang masih belum siap menghadapi pernikahan. Kesiapan yang belum ada, dapat mengakibatkan sulitnya membangun rumah tangga yang baik. Seperti yang sudah dijelaskan di atas hal ini dapat terjadi karena sulit menjaga hubungan dengan orang lain, belum memiliki kematangan emosi yang baik, belum memiliki pengetahuan yang banyak dalam hal pernikahan, dan belum bersedia berbagi kehidupan dengan orang lain. Oleh karena itu, mahasiswa inilah yang harus mendapatkan pendampingan sehingga mereka dapat memiliki kesiapan yang baik.

Apabila kesiapan menikah belum terpenuhi maka akan berakibat pada kehidupan mahasiswa selanjutnya. Karena kesiapan merupakan hal yang paling penting untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan. Pernyataan di atas sejalan dengan tugas-tugas perkembangan mahasiswa pada periode masa dewasa awal. Menurut Hurlock (2002) orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Mahasiswa pada periode masa dewasa awal harus sudah siap menerima dan memahami orang lain serta


(65)

hidup bersama orang lain. Jika kesiapan yang kurang ini dibiarkan maka mereka tidak dapat membangun kehidupan berkeluarga yang optimal sehingga dapat mengakibatkan perpecahan atau perceraian. Oleh karena itu, mahasiswa yang termasuk dalam kategori kurang siap inilah yang memerlukan perhatian, pendampingan dan penanganan sesegera mungkin untuk membantu menjalankan tugas-tugas perkembangannya.

Pernikahan dibangun oleh dua orang individu yang memiliki persepsi dan harapan yang berbeda tentang pernikahan. Pengalaman, kebutuhan, dan nilai yang berbeda membuat masing-masing pasangan berbeda. Ikatan cinta akan lebih menyenangkan apabila didasarkan pada persamaan-persamaan, saling membagi perasaan, serta keterbukaan diri masing-masing pasangan. Menyatukan perbedaan-perbedaan inilah yang harus diperhatikan oleh setiap mahasiswa agar lebih siap menerima perbedaan yang ada pada setiap individu.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Diah Krisnatuti dan Vivi Oktaviani kepada 72 mahasiswa IPB menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki persepsi yang berbeda terkait pernikahan. Mereka menempatkan pernikahan sebagai prioritas kedua. Prioritas pertama mereka adalah bekerja. Para mahasiswa menganggap bahwa individu dikatakan siap menikah jika telah memiliki pekerjaan dan pengetahuan yang cukup.

Kesiapan pernikahan adalah keadaan siap dalam berhubungan dengan seorang wanita atau pria, siap bertanggungjawab sebagai seorang suami atau istri, siap menghadapi perbedaan, siap mengatur keluarga, dan mengasuh


(66)

anak. Kesiapan diperlukan seorang individu sebelum memasuki dunia pernikahan agar dapat menuju pernikahan yang bahagia. Oleh karena itu kesiapan merupakan hal yang paling penting dalam pernikahan.

Kesiapan memiliki dua aspek yaitu kesiapan menikah pribadi dan kesiapan menikah situasi. Kesiapan pribadi meliputi kematangan emosi, kesiapan usia, kematangan sosial, dan kesiapan model peran. Sedangkan kesiapan situasi meliputi kesiapan finansial dan kesiapan waktu. Ditinjau dari kesiapan pribadi yaitu kematangan emosi. Mahasiswa yang berada pada rentang usia 20-22 tahun termasuk pada masa dewasa awal. Tahap dewasa awal merupakan suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode komitmen, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri dengan pola-pola kehidupan hidup baru. Pada saat inilah individu siap memasuki pernikahan namun juga siap memasuki dunia pekerjaan.

Menurut Blood (Dewi, 2006) kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup terhadap perubahan dan perbedaan. Dengan kata lain, kematangan usia seseorang, maka semakin bertambah pula kematangan emosi seseorang. Semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki maka membuat orang sadar terhadap perasaannya sendiri dan ia akan mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan dengan baik. Pernikahan pada usia muda akan banyak mengundang permasalahan yang tidak diinginkan, karena emosi yang belum matang.


(67)

Apabila kita meninjau kesiapan situasi yaitu kesiapan finansial maka mahasiswa yang menjalani proses perkuliahan harus dituntut menyelesaikan studinya. Namun, setelah menyelesaikan studinya bukan berarti mereka siap menjalani pernikahan karena tentu saja mereka belum memiliki kehidupan finansial yang baik. Setelah lulus mereka harus meniti kariernya terlebih dahulu sehingga mereka memenuhi kesiapan tersebut dari penghasilan yang didapat dari pekerjaannya.

Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 27 mahasiswa yang termasuk dalam kategori sangat siap. Mahasiswa ini memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak, bersedia dan mampu menjadi pasangan dalam hubungan seksual, bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim, memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain, dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran; perasaan; dan harapan, bersedia menerima keterbatasan pada diri sendiri maupun orang lain, bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab, serta memiliki kematangan emosi yang baik sehingga mereka lebih siap dalam menghadapi pernikahan yang baik.

Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 baru saja memasuki kuliah semester 6 yang masih harus menempuh kuliah sekitar 1 tahun lagi untuk menyelesaikan pendidikannya. Ini merupakan prioritas utama mereke sebelum memutuskan untuk menjalani hidup pernikahan. Sehingga mahasiswa diharapkan untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk menikah walaupun menurut hasil penelitian mereka sudah


(68)

siap karena prioritas utama mereka saat ini adalah menyelesaikan pendidikan sarjana dengan sebaik-baiknya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma memiliki kesiapan menikah tinggi yang artinya mereka sangat siap dalam menghadapi pernikahan. Para mahasiswa memiliki kemampuan yang baik dalam menjalankan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Namun, mereka juga masih harus menyelesaikan prioritas utama mereka yaitu menyelasaikan pendidikan.

C. Topik-Topik Bimbingan Keluarga Untuk Meningkatkan Kesiapan Menikah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma

Hasil analisis berdasarkan rata-rata skor total tiap-tiap butir item terdapat 8 skor cukup dan kurang yang kemudian digolongkan pada aspek-aspek kesiapan menikah. Butir-butir tersebut dapat dilihat pada tabel 12.

Dasar pemilihan butir terendah dilihat dari jumlah skor terendah dari setiap butir. Alasannya agar mempermudah peneliti menemukan topik-topik bimbingan keluarga yang dapat membantu mahasiswa BK angkatan 2012 USD meningkatkan kesiapan menikah.

Usulan topik-topik yang dipilih untuk mengembangkan tingkat kesiapan menikah pada mahasiswa akan disajikan dalam silabus berikut:


(1)

Lampiran 3

RELIABILITY

/VARIABLES=Item1 item3 item5 item9 item10 item12 item13 it em15 item16 item17 item18 item19 item22 item23 item24 item25 item26 item

27 item28 item29 item31 item33 item34 item35 item36 item3 7 item38 item39 item41

/SCALE('ALL VARIABLES') ALL /MODEL=ALPHA

/SUMMARY=TOTAL.

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 56 100.0

Excludeda 0 .0

Total 56 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


(2)

Lampiran 4

KUESIONER KESIAPAN MENGHADAPI PERNIKAHAN PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN

2012

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Jenis Kelamin Responden ...


(3)

Halo... teman-teman... dibawah ini terdapat beberapa pernyataan yang berisi tentang seluruh kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Berikut ini terdapat 42 pernyataan untuk teman-teman isi. Teman-teman diminta untuk memberikan tanda centang (V) pada kolom yang telah disediakan.

Contoh:

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya menganggap diri saya

cantik/ganteng V

Artinya : teman-teman sangat setuju kalau kalian cantik atau ganteng

Keterangan:

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

Karena jawaban diharapkan sesuai dengan keadaan teman-teman sendiri, maka tidak ada jawaban yang dianggap benar atau salah.

Perhatian:

Jawablah semua pernyataan, jangan sampai ada nomor yang terlewatkan.


(4)

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya mampu menerima dukungan dan saran dari

orang lain secara seimbang.

2 Saya menyalahkan orang lain setiap ada masalah

3 Saya mudah bosan saat berhubungan dengan

orang lain.

4 Perceraian orangtua akan mempengaruhi kesiapan

menikah anak-anaknya.

5 Pendapatan saya tidak akan mempengaruhi

kesiapan menikah.

6 Pernikahan berarti sanggup membuat komitmen

jangka panjang.

7 Saya belum mampu mengerti perasaan orang lain.

8 Saya mampu mempertahankan hubungan dengan

orang lain.

9 Semakin muda seseorang menikah maka semakin

tinggi kemungkinan perceraian yang terjadi.

10 Mengabaikan lawan jenis yang kurang begitu

dekat membuat saya lebih nyaman.

11 Saya mampu mengatur takdir saya sendiri.

12 Peran dalam pernikahan berkaitan dengan

tanggungjawab seseorang.

13 Waktu yang diberikan kepada pasangan akan

membuat pernikahan berlangsung baik.

14 Peran suami hanya boleh dilakukan oleh suami.

15 Saya harus mengetahui identitas pribadi saya

sendiri secara jelas sebelum menikah.

16 Saya ingin bekerja dengan mapan terlebih dahulu

baru memikirkan pernikahan

17

Saya mampu menerima perasaan orang lain dibanding mengasihi orang lain.


(5)

18

Saya memilih lari dari masalah karena itu

merupakan cara yang terbaik dalam menghadapi masalah.

19 Saya mampu mengatasi kesukaran secara

konstruktif.

20 Selesai studi saya akan memikirkan pernikahan

terlebih dahulu.

21 Saya cenderung selektif (pilih-pilih)dalam

membangun hubungan pribadi dengan orang lain.

22 Orangtua masih harus membantu kehidupan

pernikahan anaknya.

23

Rencana pernikahan harus dibuat sebaik mungkin karena akan berpengaruh pada kehidupan

pernikahan.

24 Peran orangtua akan mempengaruhi kehidupan

pernikahan.

25 Saya masih memikirkan orang tuanya terlebih

dahulu sebelum menikah.

26 Pernikahan berarti sanggup membangun suatu

tanggung jawab.

27 Pasangan harus menuruti saran yang saya berikan.

28 Saya mampu membangun hubungan bersama orang

lain dengan baik.

29 Saya mampu memahami perasaan sendiri.

NOTE: Sebelum mengembalikan kuisoner ini kepada saya, periksalah kembali jawaban anda. Pastikan tidak ada yang terlewat.

TERIMA KASIH

ATAS


(6)

Dokumen yang terkait

Tingkat kecerdasan emosi mahasiswa angkatan 2015 program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan implikasinya terhadap usulan topik-topik kegiatan pengembangan diri.

0 0 92

Tanggung jawab mahasiswa (studi deskriptif tanggung Jawab dari mahasiswa Program Studi Bimbingan Dan Konseling angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma dan implikasinya pada usulan topik-topik peningkatan tanggung jawab mahasiswa Program Studi Bimbingan Da

1 3 100

Self awareness dan implikasinya pada usulan topik program pengembangan diri (Studi Deskriptif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta).

36 176 87

Konsep diri mahasiswa : studi deskriptif pada mahasiawa angkatan 2015/2016 program studi bimbingan dan konseling Universitas Sanata Dharma dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan.

0 3 120

Motivasi belajar pada mahasiswa : studi deskriptif tingkat motivasi belajar pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Angkatan 2013/2014 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan akademik.

0 1 79

SIKAP MAHASISWA TERHADAP TINDAKAN PLAGIARISME (Studi Deskriptif pada Mahasiswa Semester II Angkatan 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dan Implikasinya terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi dan Belajar).

1 3 121

Gaya belajar mahasiswa angkatan 2013 Program Studi Bimbingan Dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun akademik 2013/2014 dan implikasinya pada usulan topik-topik bimbingan belajar.

0 2 87

Deskripsi tingkat prokrastinasi akademik dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan belajar : studi deskriptif pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, angkatan 2013, semester 2 - USD Reposito

0 0 109

Deskripsi tingkat resiliensi terhadap stres dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan kelompok : studi deskriptif pada mahasiswa angkatan 2013, semester 2 kelas A program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahu

0 0 150

Deskripsi tingkat kemandirian belajar mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2013 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal - USD Repository

0 0 112