BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan - ERLIN NUR ASLIH BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

  melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

  Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers 1974 mengungkapkan bahwa sebelum seseorang berperilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu : a.

  Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

  b.

  Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, disini sikap subjek sudah mulai muncul. c.

  Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d.

  Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

  e.

  Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat Pengetahuan

  Tingkatan pengetahuan dalam revisi Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut (Anderson and Krathwohl, 2001): a.

  Remembering (mengingat) Kemampuan menyebutkan kembali informasi / pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan.

  b.

  Understanding (memahami) Kemampuan memahami instruksi dan menegaskan pengertian / makna ide atau konsep yang telah diajarkan baik dalam bentuk lisan, tertulis, maupun grafik/diagram.

  c.

  Applying (menerapkan) Kemampuan melakukan sesuatu dan mengaplikasikan konsep dalam situasi tertentu. d.

  Analyzing (menganalisis) Kemampuan memisahkan konsep kedalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh.

  e.

  Evaluating (menilai) Kemampuan menetapkan derajat sesuatu berdasarkan norma, kriteria atau patokan tertentu.

  f.

  Creating (mencipta) Kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi suatu bentuk baru yang utuh dan koheren, atau membuat sesuatu yang orisinil.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Ada dua faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu faktor internal yang meliputi status kesehatan, intelegensi, perhatian, minat, perilaku, dan bakat. Sedangkat faktor eksternal meliputi keluarga, masyarakat, dan metode pembelajaran (Notoatmodjo, 2010).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Wawan dan Dewi (2010) antara lain : a.

  Faktor Internal 1)

  Tingkat pendidikan Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia berbuat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi yang akhirnya dapat mempengaruhi seseorang. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 2)

  Pekerjaan Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.

  3) Umur

  Semakin cukup umur individu, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja.

  4) Informasi

  Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

  b.

  Faktor eksternal 1)

  Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2)

  Social budaya System social budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam engetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo, 2010).

  Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas, (Budiman dan Riyanto (2013): a.

  Tingkat pengetahuan kategori baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar >50% dari seluruh pertanyaan.

  b.

  Tingkat pengetahuan kategori kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <50% dari seluruh pertanyaan.

B. Kawasan Tanpa Rokok 1.

  Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 Pasal 1 Tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif

  Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan menyatakan bahwa Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk Tembakau.

  Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Tempat lain yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan, untuk melindungi masyarakat yang ada dari asap rokok (Pedoman KTR, Kemenkes RI 2011).

  Menurut Kemenkes RI (2011) yang tercantum dalam Pedoman KTR menyatakan bahwa Sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).

2. Sasaran Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

  Sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

  Berikut ini sasaran dari peraturan Kawasan Tanpa tentang Kesehatan). Rokok (KTR) : a.

  Sasaran di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pimpinan/penanggung jawab/pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, Pasien, Pengunjung, Tenaga medis dan non medis. b.

  Sasaran di Tempat Proses Belajar Mengajar Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat proses belajar mengajar, Peserta didik/siswa, Tenaga kependidikan (guru), Unsur sekolah lainnya (tenaga administrasi, pegawai di sekolah).

  c.

  Sasaran di Tempat Anak Bermain Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat anak bermain, Pengguna/pengunjung tempat anak bermain.

  d.

  Sasaran di Tempat Ibadah Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat ibadah, Jamaah, Masyarakat di sekitar tempat ibadah.

  e.

  Sasaran di Angkutan Umum Pengelola sarana penunjang di angkutan umum (kantin, hiburan, dsb), Karyawan, Pengemudi dan awak angkutan, Penumpang.

  f.

  Sasaran di Tempat Kerja Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat kerja (kantin, toko, dsb), Staf/pegawai/karyawan, Tamu.

  g.

  Sasaran di Tempat Umum Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat umum (restoran, hiburan, dsb), Karyawan, Pengunjung/pengguna tempat umum.

3. Tujuan dan Manfaat Kawasan Tanpa Rokok (KTR) a.

  Menurut Kemenkes RI (2011) tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah :

  1) Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

  2) Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal. 3)

  Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.

  4) Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula. 5) Mewujudkan generasi muda yang sehat.

  b.

  Manfaat Menurut Kemenkes RI (2011) Manfaat Penetapan Kawasan Tanpa

  Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

4. Alasan perlunya peraturan 100% Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

  Dalam infodatin hari tanpa tembakau sedunia (2015), ada beberapa alasan penting terkait perlunya peraturan 100% Kawasan Tanpa Rokok, yaitu : a.

  Pekerja dan karyawan mempunyai hak untuk bekerja di lingkungan kerja yang sehat dan tidak membahayakan.

  b.

  Anak-anak mempunyai hak khusus untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang sehat, wujudkan kota dan kabupaten layak anak, salah satunya harus bebas asap rokok. c.

  Tidak ada batas anak aman untuk setiap paparan asap rokok orang lain, oleh sebab itu 100% KTR merupakan upaya yang efektif untuk melindungi masyarakat.

  d.

  Pemerintah telah menetapkan kebijakan KTR untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok melalui Undang-undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 ayat (1) dan Pemerintah Daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya sesuai pasal 115 ayat (2).

  e.

  Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.

  f.

  Di Indonesia, KTR 100% sangat popular. Jajak pendapat umum memperlihatkan bahwa peraturan tentang KTR sangat popular dimanapun diberlakukan, bahkan di antara para perokok.

  g.

  Kebijakan KTR menurunkan paparan Asap Rokok Orang Lain (AROL) sebesar 80-90% di kawasan dengan paparan tinggi. KTR 100% mengurangi kematian dari penyakit jantung.

  h.

  Peraturan KTR 100% tidak mengganggu bisnis. Negara-negara yang teah menerapkan peraturan KTR secara menyeluruh, dimana lingkungan bebas asap rokok sangat popular, mudah dilaksanakan dan penegakkan KTR diterapkan, menimbulkan dampak positif pada dunia usaha, termasuk restoran, hotel dan bar. (dikutip dari WHO Report on the Global Tobacco Epidemic ).

5. Langkah-Langkah Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok Di Tempat

  Proses Belajar Mengajar Petugas kesehatan melaksanakan advokasi kepada pimpinan/pengelola tempat proses belajar mengajar dengan menjelaskan perlunya Kawasan

  Tanpa Rokok dan keuntungannya jika dikembangkan Kawasan Tanpa Rokok di area tersebut.

  Dari advokasi tersebut akhirnya pimpinan/pengelola tempat belajar mengajar setuju untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok. Contoh tempat proses belajar mengajar adalah sekolah, kampus, perpustakaan, ruang praktikum dan lain sebagainya.

  Yang perlu dilakukan oleh pimpinan/pengelola untuk mengembangkan Kawasan Tanpa Rokok adalah sebagai berikut : a.

  Analisis Situasi Penentu kebijakan/pimpinan di tempat proses belajar mengajar melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan Kawasan

  Tanpa Rokok dan bagaimana sikap dan perilaku sasaran (karyawan/guru/dosen/ siswa) terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.

  b.

  Pembentukan Komite atau Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Pihak pimpinan mengajak bicara karyawan/guru/dosen/siswa yang mewakili perokok dan bukan perokok untuk :

  1) Menyampaikan maksud, tujuan dan manfaat Kawasan Tanpa Rokok.

  2) Membahas rencana kebijakan tentang pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok.

  3) Meminta masukan tentang penerapan Kawasan Tanpa Rokok, antisipasi kendala dan sekaligus alternatif solusi.

  4) Menetapkan penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dan mekanisme pengawasannya.

  5) Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi karyawan/guru/dosen/siswa.

  6) Kemudian pihak pimpinan membentuk komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.

  c.

  Membuat Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Komite atau kelompok kerja membuat kebijakan yang jelas tujuan dan cara melaksanakannya.

  d.

  Penyiapan Infrastruktur antara lain : 1)

  Membuat surat keputusan dari pimpinan tentang penanggung jawab dan pengawas Kawasan Tanpa Rokok di tempat proses belajar mengajar. 2) Instrumen pengawasan. 3) Materi sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok. 4) Pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok.

  5) Mekanisme dan saluran penyampaian pesan tentang KTR di tempat proses belajar mengajar melalui poster, stiker larangan merokok dan lain sebagainya.

  6) Pelatihan bagi pengawas Kawasan Tanpa Rokok. 7)

  Pelatihan kelompok sebaya bagi karyawan/guru/dosen/siswa tentang cara berhenti merokok.

  e.

  Sosialisasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok antara lain : 1)

  Sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan internal bagi karyawan/guru/dosen/siswa.

  2) Sosialisasi tugas dan penanggung jawab dalam pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

  f.

  Penerapan Kawasan Tanpa Rokok 1)

  Penyampaian pesan Kawasan Tanpa Rokok kepada karyawan/guru/dosen/siswa melalui poster, tanda larangan merokok, pengumuman, pengeras suara dan lain sebagainya. 2) Penyediaan tempat bertanya. 3) Pelaksanaan pengawasan Kawasan Tanpa Rokok.

  g.

  Pengawasan dan Penegakan Hukum 1)

  Pengawas Kawasan Tanpa Rokok di tempat proses belajar mengajar mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. 2)

  Melaporkan hasil pengawasan kepada otoritas pengawasan yang ditunjuk, baik diminta atau tidak. h.

  Pemantauan dan Evaluasi 1)

  d.

  g.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

  f.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

  e.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

  Lakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.

  c.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 sampai dengan 116.

  b.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

  6. Landasan Hukum Kawasan Tanpa Rokok Beberapa peraturan telah diterbitkan sebagai landasan hukum dalam pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, sebagai berikut : a.

  3) Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap masalah kebijakan.

  2) Minta pendapat komite dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. h.

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. i.

  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. j.

  Instruksi Menteri Kesehatan Nomor 84/Menkes/Inst/II/2002 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan. k.

  Instruksi Menteri Pedidikan dan Kebudayaan RI Nomor 4/U/1997 tentang Lingkungan Sekolah Bebas Rokok. l.

  Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 161/Menkes/Inst/III/1990 tentang Lingkungan Kerja Bebas Asap Rokok.

C. Kepatuhan 1.

  Pengertian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Patuh adalah suka menurut atau taat terhadap suatu perintah, aturan, dan sebagainya yang mengatur.

  Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes RI, 2012).

  Kepatuhan peraturan adalah mengikuti suatu spesifikasi, standar, atau hukum yang telah diatur dengan jelas yang biasanya diterbitkan oleh lembaga atau organisasi yang berwenang dalam suatu bidang tertentu. (KBBI)

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

  Menurut (Niven, 2008) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan yaitu : a)

  Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif.

  b) Akomodasi

  Suatu usaha harus dilakukan untuk emmahami ciri kepribadian yang dapat mempengaruhi kepatuhan adalah jarak dan waktu, biasanya cenderung malas melakukan pada tempat yang jauh dan menghabiskan banyak waktu.

  c) Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial

  Hal ini berarti membangun dukungan social dari keluarga dan teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan. Lingkungan kerja berpengaruh besar pada kepatuhan, lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif, begitu juga sebaliknya lingkungan negative akan membawa dampak buruk pada motivasi pribadi. d) Meningkatkan Interaksi Profesional

  Meningkatkan interaksi professional dengan teman sejawat maupun antar profesi adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik.

  e) Perubahan Model Kerja

  f) Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dari pengalaman dan penelititan terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, maka semakin baik pula kepatuhan (Azwar, 2008).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan (Niven, 2008) antara lain : a) Pemahaman tentang instruksi

  Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi, jika ia salah paham tentang instruksi yang diterima.

  b) Kualitas interaksi

  Kualitas interaksi antar teman sejawat merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

4. Kriteria Kepatuhan Menurut Cramer (1991), Compliance and Medical Practice Clinical Trial.

  Kepatuhan dapat dibedakan menjadi :

  a) Kepatuhan penuh (Total Compliance) Jika subjek menjawab dengan skor >50% dari seluruh pertanyaan.

  b) Tidak patuh (Non Compliance) Jika subjek menjawab dengan skor <50% dari seluruh pertanyaan.

D. Mahasiswa

  Mahasiswa adalah setiap orang yang secara terdaftar untuk mengikuti pelajaran disebuah perguruan tinggi dengan atasan umur sekitar 18-30 tahun.

  Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya, karena adanya ikatan dengan suatu perguruan tinggi. Mahasiswa juga mrupakan calon-calon intelektual atau calon cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering juga syarat dengan berbagai macam predikat (Sarwono, 2012).

  Berk (2010) membagi masa dewasa muda menjadi 4 sub periode dengan batasan usia 19-40 tahun sebagai berikut :

1. Peralihan masa dewasa awal : 19-22 tahun 2.

  Memasuki masa dewasa : 22-24 tahun 3. Peralihan usia 30 tahun : 24-33 tahun 4. Puncak dari kehidupan dewasa muda : 33-40 tahun.

  Sedangkan Dariyo (2009) mengatakan bahwa secara umum mereka yang tergolong dewasa muda ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Sebagai seorang yang sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawab tentu semakin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orangtuanya (Dariyo, 2009).

  Mahasiswa yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah mahasiswa laki-laki perokok aktif di Universitas Muhammadiyah Purwokerto angkatan 2014, 2015, 2016, 2017.

E. Kerangka Teori

  Tingkat pengetahuan : 1.

  Faktor Internal :

  Pengetahuan

   Remembering 2. Understanding 3. Applying 4. Analyzing 5. Evaluating 6. Creating

  • Pendidikan -
  • Baik -
  • Faktor Lingkungan - Faktor social budaya

  • Umur -

  • Patuh -
  • Faktor pendidikan
  • Faktor lingkungan & social
  • Akomodasi -

  • Undang-undang tentang Kesehatan No. 36 Tahun 2009.
  • Peraturan Nomor 6/SM/MTT/III/2010.
  • Perubahan modal kerja
  • Pengetahuan Faktor yg mempengaruhi ketidakpatuhan :
  • (SK Rektor No. 01 Tahun 2012).
  • Pemahaman tentang instruksi.
  • Kualitas interaksi.

  Sumber : Riskesdas (2013), MPKU (2010), PPRI 109 (2012), Azwar (2008), (Niven, 2008), Cramer (1991), Budiman dan Riyanto (2013), Wawan dan Dewi (2010), Anderson and Krathwohl (2001).

  Gambar 1 : Kerangka Teori

  Pekerjaan

  Informasi Kepatuhan :

  Tidak patuh Kawasan Tanpa Rokok

  (KTR) Peraturan penetapan KTR :

  Faktor yg mempengaruhi kepatuhan :

  Meningkatkan interaksi professional

  Kurang Faktor eksternal :

F. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep adalah hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya dari masalah yang diteliti sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka (Azwar, 2010). Pada penelitian ini, kerangka konsep yang diambil adalah :

  Variabel Bebas Variabel Terikat

  

Gambar 3. Kerangka Konsep

G.

   Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan tinjauan dan landasan teori diatas maka hipotesis penelitian ini adalah : Ho : Tidak Ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan

  Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Ha : Ada Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kawasan Tanpa Rokok Dengan Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

  Kepatuhan Mahasiswa Terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)