ProdukHukum BankIndonesia

(1)

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, maka Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan II-2009 dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan baik intern Bank Indonesia maupun pihak ekstern (external stakeholders) akan informasi perkembangan ekonomi regional, maupun perkembangan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran serta isu-isu seputar pembangunan ekonomi regional.

Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian regional mempunyai posisi dan peran yang strategis dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi regional dalam menyumbang inflasi nasional. Selain itu, dinamika ekonomi regional semakin meningkat sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memiliki perhatian yang besar dalam rangka ikut mendorong pertumbuhan ekonomi regional karena berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi Regional masih jauh dari sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas analisis kajian.

Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar, Agustus 2009 BANK INDONESIA DENPASAR


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GRAFIK 4

DAFTAR TABEL 6

DAFTAR BOKS 7

Ringkasan Eksekutif 8

BAB 1. MAKRO EKONOMI REGIONAL 11

1.1 SISI PENAWARAN 11

1.1.1. Pertanian 12

1.1.2. Industri 12

1.1.3. Listrik, Gas dan Air 13

1.1.4. Bangunan 14

1.1.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran 15

1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi 16

1.1.7. Keuangan dan Persewaan 17

1.1.8. Jasa – Jasa 17

1.2. SISI PERMINTAAN 18

1.2.1. Konsumsi 19

1.2.2. Investasi 21

1.2.3. Ekspor Impor 21

BAB 2. INFLASI REGIONAL 27

2.1 KONDISI UMUM 27

2.2 INFLASI BULANAN 29

2.3 INFLASI TAHUNAN 31

BAB 3. KINERJA PERBANKAN DAERAH 33

3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN BANK UMUM 33

3.1.1. Penghimpunan Aset Bank Umum 33

3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi 35

3.1.2.1. Penghimpunan Dana 36

3.1.2.2. Penyaluran Kredit 38


(3)

BAB 4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 50

4.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 50

4.1.1. Perkembangan Aliran Masuk/Keluar dan Kegiatan Penukaran 50

4.1.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga 52

4.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 52

BAB 5. KEUANGAN DAERAH 55

5.1. ANGGARAN PENDAPATAN 55

5.2. ANGGARAN BELANJA 56

5.3. PROGRAM PEMERINTAH DAERAH 56

BAB 6. OUTLOOK 59

6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009 59

6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009 59

6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009 59


(4)

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 1.1. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri 13 Grafik 1.2. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur 13 Grafik 1.3. Konsumsi Listrik di Bali 14 Grafik 1.4. Jumlah Pelanggan Listrik 14 Grafik 1.5. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air 14

Grafik 1.6. Konsumsi Semen 15

Grafik 1.7. Kredit Sektor Bangunan 15

Grafik 1.8. Kunjungan Wisman 16

Grafik 1.9. Tingkat Penghunian Kamar 16

Grafik 1.10. Penerimaan VoA 16

Grafik 1.11. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis 16 Grafik 1.12. Jumlah Penumpang Pesawat 17 Grafik 1.13. Jumlah Pos Melalui Udara 17

Grafik 1.14. Pembiayaan LPD 17

Grafik 1.15. Kredit Perbankan 17

Grafik 1.16. Kredit Sektor Jasa 18

Grafik 1.17. Penjualan Mobil 19

Grafik 1.18. Konsumsi Listrik Rumah Tangga dan Jumlah Pelanggan

Rumah Tangga 19

Grafik 1.19. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 19 Grafik 1.20. Indeks Keyakinan Konsumen 19

Grafik 1.21. Kredit Konsumsi 20

Grafik 1.22. Konsumsi Semen 20

Grafik 1.23. Nilai Tukar Petani 20

Grafik 1.24. Penjualan Motor 20

Grafik 1.25. Konsumsi Semen 21

Grafik 1.26. Impor Barang Modal 21

Grafik 1.27. Kredit Investasi 21

Grafik 1.28. Perkembangan Nilai Ekspor Bali 22 Grafik 1.29. Perkembangan Volume Ekspor 22 Grafik 1.30. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali 23 Grafik 1.31. Komposisi Ekspor Bali 23


(5)

Grafik 1.32. Perkembangan Nilai Impor Bali 23

Grafik 1.33. Komposisi Impor Bali 23

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Denpasar 27

Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng 29

Grafik 2.3. Harga Komoditas Beras 29

Grafik 2.4. Harga Komoditas Bumbu-bumbuan 29

Grafik 2.5. Inflasi Tahunan 31

Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, Dana, Kredit 35

Grafik 3.2. Komposisi, Kredit, DPK dan Aset Menurut Kelompok Bank 35

Grafik 3.3. Loan to Deposit Ratio 36

Grafik 3.4. Perkembangan Dana dan Kredit 36

Grafik 3.5. Pertumbuhan Tahunan Dana 37

Grafik 3.6. Komposisi Dana 37

Grafik 3.7. Perkembangan Jumlah Dana Pihak Ketiga 38

Grafik 3.8. Komposisi Dana 38

Grafik 3.9. Pertumbuhan Tahunan Kredit Menurut Jenisnya 39

Grafik 3.10. Perkembangan Nominal Kredit 39

Grafik 3.11. Komposisi Kredit Menurut Jenisnya 40

Grafik 3.12. Kredit Sektor PHR dan Sektor Lain-Lain 40

Grafik 3.13. Pertumbuhan Aset, Kredit, dan LDR 42

Grafik 3.14. Komposisi Kredit terhadap Aset dan Pertumbuhan Kredit 42

Grafik 3.15. Komposisi Penyaluran Menurut Sektor 42

Grafik 3.16. Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Sektor 43

Grafik 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali 51

Grafik 4.2. Perkembangan Uang Kartal di Bali 51

Grafik 4.3. Perkembangan Uang Kartal di Bali 52

Grafik 4.4. Perkembangan Kliring dan RTGS 54

Grafik 4.5. Perkembangan Transaksi Kliring 54

Grafik 4.6. Perkembangan Tolakan Transaksi Kliring 54


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Penawaran, 2008-2009 11 Tabel 1.2. Perbandingan Produksi Padi dan Palawija per Subround di Bali,

2008-2009 12

Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Permintaan, 2008 – 2009 18 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang 30 Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang 32 Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali 34 Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Bali 42 Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali 51 Tabel 4.2. Perkembangan Perputaran Kliring, Cek/BG Kosong di Bali 53


(7)

DAFTAR BOKS

Halaman BOKS A. UMKM Bertahan Dari Goncangan Krisis Keuangan Global 24 BOKS B. Respon Perbankan Terhadap Perubahan BI Rate 45 BOKS C. Sinergi Penyaluran Kredit Sehat untuk Kinerja BPR di Bali 48


(8)

Ringkasan Eksekutif

MAKRO EKONOMI REGIONAL

Perekonomian Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03% (y-o-y), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,75%. Krisis keuangan global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun terbatas. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.

INFLASI REGIONAL

Perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q) maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-y). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan II-2009 sebesar 3,65% (y-o-y).

KINERJA PERBANKAN DAERAH

Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan II 2009 menunjukkan terjadinya pelambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan yang sempat menguat pada I 2009, kembali melambat pada triwulan II 2009. Aset perbankan secara tahunan tumbuh 18,15% melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2009 sebesar 23,45%. Seiring dengan pelambatan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga mengalami pelambatan dengan arah yang sama. Secara umum pelambatan ini diperkirakan


(9)

ekspansi kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan II 2009 masih terjaga pada kisaran 2,03%. Demikian pula fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,53%.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.

KEUANGAN DAERAH

Pada tahun anggaran 2009, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,41 triliun meningkat 1,51% dibandingkan dengan anggaran pendapatan tahun sebelumnya. Realisasi Pendapatan Daerah sampai dengan triwulan satu mencapai 18,50%. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,64 triliun menurun 1,15% dibandingkan anggaran belanja sebelumnya. Realisasi Belanja Daerah sampai dengan triwulan 1 mencapai 12,71%. Hal ini menunjukkan realisasi belanja daerah masih belum maksimal dan lebih rendah daripada realisasi pendapatannya.

OUTLOOK

Pada triwulan III-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi oleh tekanan eksternal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan berkisar pada 5% - 6% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi.


(10)

Laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,59% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan II-2009 berada pada kisaran 3,13% (y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan III-2009 diperkirakan berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga seiring dengan masuknya tahun ajaran baru dan liburan musim panas bagi wisatawan asing.

Kinerja perbankan pada triwulan III 2009, secara nominal diperkirakan akan terus meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit.

Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%.

Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mempengaruhi minat menabung masyarakat.

Tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 2,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL dapat ditekan.


(11)

Makro Ekonomi Regional

Bab 1

Perekonomian Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03% (y-o-y), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,75%. Krisis keuangan global diperkirakan masih memberikan tekanan terhadap perekonomian Bali meskipun terbatas. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan beberapa komoditi ekspor mengalami penurunan seiring dengan melemahnya permintaan di negara tujuan ekspor.

1.1. SISI PENAWARAN

Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 6,03%, melambat dibandingkan triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 7,75%. Namun angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang tumbuh 5,08%. Di sisi penawaran atau sektoral, pada triwulan laporan sebagian besar sektor mengalami pelambatan, kecuali sektor pertanian, sektor listrik, dan sektor jasa-jasa yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya.

Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari sisi Penawaran, 2008-2009 (% y-o-y)

Sektor 2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009 Q2-2009P

Pertanian 0,61 -4,01 2,78 7,75 4,24 7,38

Pertambangan 3,52 4,23 10,48 21,98 12,87 12,32

Industri 8,17 9,20 13,13 14,05 11,08 4,03

Listrik, Gas & Air 8,98 10,52 8,25 4,62 4,61 5,05

Bangunan 6,71 8,31 7,68 4,28 1,61 1,40

Perdg, Hotel & Rest. 8,62 8,43 11,39 13,68 10,09 7,37

Pengangkutan & Kom. 8,92 6,79 13,77 14,12 12,82 6,67

Keuangan & Persewaan 4,28 7,08 6,30 6,99 4,36 1,26

Jasa-Jasa 4,66 4,94 3,58 4,44 4,85 5,63


(12)

1.1.1. Pertanian

Sektor pertanian pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 7,38%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,24%. Pertumbuhan di sektor pertanian ini utamanya didorong oleh pertumbuhan pada subsektor tanaman perkebunan dan perikanan. Sementara itu, untuk subsektor tanaman bahan makanan (tabama) diperkirakan mengalami tekanan produksi karena siklus panen yang mundur waktunya. Meski demikian, diramalkan produksi dan luas panen komoditas padi dan palawija pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibanding tahun lalu.

Tabel 1.2. Produksi dan Luas Panen Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2009

Sumber: BPS

Keterangan: * Angka Ramalan

1.1.2. Industri

Pada triwulan II-2009, sektor industri diperkirakan tumbuh sebesar 4,03% atau lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 11,08%. Melambatnya pertumbuhan sektor industri pada triwulan laporan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang masih dibayangi tekanan. Turunnya permintaan barang ekspor di sisi permintaan direspon dengan penurunan utilisasi kapasitas produksi di sektor industri.

Namun demikian, dengan kondisi pariwisata yang masih tumbuh positif, sektor industri ini masih dapat mampu tumbuh positif. Utamanya didorong oleh industri makanan minuman (mamin) dan kayu.

Pertumbuhan tersebut juga dikonfirmasi dengan pertumbuhan konsumsi listrik dan jumlah pelanggan untuk golongan industri. Namun demikian, tampaknya pasar utama untuk produk-produk sektor industri ini pada triwulan II-2009 adalah pasar domestik. Hal ini


(13)

laporan.

Industri kerajinan Bali saat ini tengah mengalami tekanan yang semakin berat, selain karena dampak krisis dan persaingan antar daerah, tekanan lain berasal dari persaingan antar negara berkembang Asia lainnya Vietnam, Thailand, India, Malaysia dan Cina. Pada negara pesaing mereka lebih memaksimalkan besarnya skala produksi (massal) dengan memanfaatkan teknologi industri, sedangkan di Bali industri kerajinan masih mempertahankan keterampilan tangan (hand made) sehingga terdapat kendala pada pemenuhan kuantitas produksi.

Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: Bank Indonesia

1.1.3. Listrik, Gas, dan Air

Pertumbuhan sektor listrik, gas, dan air pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh 5,05%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,61%. Pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi oleh pertumbuhan pada konsumsi dan jumlah pelanggan listrik di Bali. Prompt indicator lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan sektor ini adalah pertumbuhan pada pembiayaan di sektor ini. Kredit sektor listrik, gas, dan air pada triwulan II-2009 tumbuh 5,9% dibanding periode yang sama tahun lalu.


(14)

Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: PLN Distribusi Bali

Sumber: Bank Indonesia

1.1.4. Bangunan

Sektor bangunan pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 1,40%, melambat dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 1,69 %. Melambatnya pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi dengan prompt indicators yakni konsumsi semen dan kredit sektor bangunan. Pertumbuhan konsumsi semen mengalami kontraksi 11,3% dan pertumbuhan kredit sektor bangunan pada triwulan laporan mengalami kontraksi 2,1%. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan pembangunan fisik infrastruktur maupun properti pada triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Khusus untuk properti residensial, faktor yang mempengaruhi adalah relatif masih tingginya suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) perbankan.


(15)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia

1.1.5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,37%, lebih rendah dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 10,09%. Pertumbuhan itu utamanya didorong oleh mulai memasukinya musim ramai kunjungan (high season) wisatawan ke Bali. Tidak hanya wisatawan mancanegara (wisman) tetapi juga wisatawan domestik (wisdom). Kunjungan wisman pada triwulan II-2009 diperkirakan mencapai 527.932 orang, naik 13,4% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Secara siklus, pada triwulan II memang merupakan musim ramai kunjungan, namun untuk tahun ini terjadi perbedaan spesifik karena pada triwulan I yang biasanya musim sepi kunjungan pada tahun ini justru kunjungan wisman mengalami peningkatan yang signifikan pada triwulan I. Hal tersebut diduga adanya pengalihan destinasi wisman ke Bali karena beberapa destinasi wisata lain seperti Thailand dan Malaysia sedang diliputi masalah politik. Peningkatan kunjungan wisman pada triwulan laporan ini juga diikuti dengan pertumbuhan penerimaan Visa on Arrival (VoA) sebesar 7,9%.

Sementara itu, konsumsi dan jumlah pelanggan listrik untuk golongan bisnis seperti mal, pasar, pertokoan, dan pusat bisnis lainnya menunjukkan pertumbuhan meskipun tidak signifikan. Konsumsi listrik pada triwulan laporan mencapai 110.430 MWH dengan jumlah pelanggan sebanyak 65.410 unit.


(16)

Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali

Sumber: PT Bank Negara Indonesia Kanwil 08 Sumber: PT PLN Distribusi Bali

1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi

Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan II-2009 diperkirakan sebesar 6,67%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,82%. Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan jumlah penumpang pesawat di Bandara Ngurah Rai dan jumlah pos melalui udara.


(17)

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

1.1.7. Keuangan dan Persewaan

Pada triwulan II-2009, sektor keuangan dan persewaan diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 1,26%, lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 4,36%. Pertumbuhan nilai tambah sektor ini pada triwulan laporan dikonfirmasi dengan pertumbuhan pembiayaan oleh lembaga keuangan non bank dan bank.

Outstanding pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada triwulan laporan mencapai Rp 2,7 triliun, tumbuh 42% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, outstanding kredit perbankan di Bali pada triwulan laporan tercatat mencapai sebesar Rp 17,2 triliun atau naik 18,8% dibanding triwulan II-2008.


(18)

1.1.8. Jasa-Jasa

Pada triwulan II-2009, sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh sebesar 5,63%, naik dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh sebesar 4,84%. Pertumbuhan di ini dikonfirmasi dengan pertumbuhan pada kredit perbankan untuk sektor jasa-jasa. Outstanding kredit perbankan untuk sektor jasa pada triwulan II-2009 tercatat mencapai sebesar Rp 1,5 triliun, atau tumbuh 13,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sumber: Bank Indonesia

1.2. SISI PERMINTAAN

Di sisi permintaan, utamanya masih didorong oleh konsumsi. Selama ini konsumsi memiliki pangsa mencapai lebih dari 60% dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan.

Tabel 1.3. Pertumbuhan PDRB dari sisi Permintaan, 2008-2009 (% y-o-y)

Komponen 2008 Q2-2008 Q3-2008 Q4-2008 Q1-2009 Q2-2009P Konsumsi Rumah Tangga 3,03 -10,00 4,28 23,16 20,69 15,35 Konsumsi Pemerintah 7,98 11,07 3,68 -0,14 5,22 13,20 Investasi/PMTB 23,16 21,99 29,38 40,52 7,10 5,92

Ekspor 16,98 20,21 14,83 16,19 8,40 15,13

Impor 36,44 52,87 31,78 51,15 31,63 10,73

PDRB 5,97 5,08 8,33 10,28 7,75 6,03

Sumber: BPS


(19)

Konsumsi rumah tangga pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 15,35%, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,69%. Pertumbuhan konsumsi tersebut antara lain dipengaruhi oleh masuknya musim ramai kunjungan wisman (high season). Pertumbuhan konsumsi ini dikonfirmasi dengan sejumlah data prompt indicators. Penjualan mobil dan motor diperkirakan masih mengalami pertumbuhan. Begitu pula halnya dengan konsumsi dan jumlah pelanggan listrik rumah tangga. Namun demikian, konsumsi semen mengalami kontraksi yang menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat untuk membangun properti residensial pada triwulan laporan mengalami penurunan.

Sumber: PT Toyota Astra Motor Sumber: PT PLN Distribusi Bali


(20)

Dilihat dari sisi konsumen, tampak pada triwulan laporan konsumen menilai bahwa pendapatan saat ini lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Namun demikian, dari sisi pembelian barang tahan lama dan ketersediaan lapangan kerja lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Secara umum, keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian masih optimis.

Sementara itu, kredit konsumsi masih menunjukkan pertumbuhan dan didominasi oleh kredit kepemilikan kendaraan bermotor. Outstanding kredit konsumsi pada triwulan laporan mencapai Rp 7,3 triliun, naik 26,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

Data prompt indicator lainnya yang mempengaruhi konsumsi adalah Nilai Tukar Petani (NTP). NTP pada Mei 2009 tercatat sebesar 103,83, lebih tinggi dari NTP Desember 2008 yang mencapai 102,05. Ini menunjukkan bahwa masyarakat di pedesaan masih memiliki kekuatan daya beli yang cukup baik.


(21)

Nilai tambah investasi yang merupakan representasi dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 5,92%, lebih rendah dibanding triwulan I-2009 yang tumbuh 7,10%. Melambatnya pertumbuhan investasi tersebut dikonfirmasi dengan data prompt indicators seperti konsumsi semen dan pertumbuhan pada impor barang modal.

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu, outstanding kredit investasi pada triwulan II-2009 sebesar Rp 2,6 triliun, naik 27,7% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sumber: Bank Indonesia

1.2.3. Ekspor Impor

Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 15,13%, naik dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,4%.


(22)

produk pertanian, sementara untuk produk manufaktur pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor pada triwulan laporan didominasi oleh produk-produk yang memiliki kandungan impor (importcontent) rendah.

Jika dilihat dari ekspor per komoditi utama, terlihat bahwa hanya komoditi ikan dan udang yang tumbuh positif sementara komoditi lainnya seperti kayu, pakaian jadi, perhiasan, dan perabot rumah mengalami kontraksi. Meskipun pada awal triwulan II-2009 kondisi cuaca kurang mendukung untuk penangkapan ikan, namun pada pertengahan hingga akhir triwulan laporan cuaca menjadi lebih baik dan mendukung penangkapan ikan di laut lepas.

Sementara itu, informasi dari dunia usaha terungkap bahwa permintaan terhadap produk ekspor unggulan Bali seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) atau garmen dipekirakan mengalami penurunan 15-20%. Daya beli yang masih lemah di negara tujuan ekspor imbas dari krisis keuangan menjadi determinan turunnya volume dan nilai ekspor produk TPT tersebut. Pasar ekspor produk garmen yang lesu tidak hanya di pasar Amerika Serikat tapi juga di pasar Eropa seperti Rusia dan Perancis. Untuk mengatasi hal tersebut eksportir berupaya untuk mengalihkan pasar ke dalam negeri dan mencari pasar baru seperti Australia dan Afrika Selatan.


(23)

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu, nilai tambah impor Bali pada triwulan II-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 10,73%. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan impor pada triwulan laporan yang diperkirakan mencapai 11,1%. Impor pada triwulan laporan didominasi oleh produk manufaktur dengan pangsa 89,8%, sementara produk pertanian hanya memiliki pangsa 10,2%.


(24)

BOKS A.

UMKM BERTAHAN DARI GONCANGAN KRISIS KEUANGAN GLOBAL

Krisis keuangan global yang bermula dari krisis perumahan di Amerika Serikat menyebabkan terganggunya perekonomian di banyak negara termasuk Indonesia. Episentrum krisis global yang berada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat menyebabkan dampak krisis tersebut terhadap perekonomian Bali sebagai daerah tujuan wisata utama dunia terganggu. Selain berpengaruh terhadap permintaan barang ekspor, turunnya pendapatan negara-negara maju juga dikawatirkan berdampak terhadap kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali.

Krisis ini juga dikawatirkan mengancam kelangsungan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Bali. Sensus ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 menunjukkan jumlah usaha mikro di Bali mencapai 298.227 perusahaan, usaha kecil 74.727 perusahaan dan menengah mencapai 4.294 perusahan. Total jumlah UMKM di Bali adalah 377.248 perusahaan atau 99,59 persen dari seluruh usaha yang ada di Bali. Sehingga apabila perekonomian Bali terguncang akan berpengaruh terhadap sektor usaha di Bali termasuk UMKM. Analisis mengenai kemampuan UMKM menghadapi krisis diperlukan untuk menentukan kebijakan selanjutnya dalam meningkatkan kinerja UMKM di tengah goncangan krisis keuangan global.

Survey terhadap 32 UMKM di Bali dilakukan untuk membantu analisis ketahanan UMKM terhadap krisis keuangan global. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling yang memperhatikan masalah sebaran sampel yang didasarkan atas sebaran wilayah dan sektor usaha. Sampel hampir mencakup seluruh Kabupaten di Bali kecuali Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Karangasem. UMKM yang dijadikan sampel bergerak pada sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta pengangkutan dan komunikasi.

Hasil survei menunjukkan proporsi responden UMKM yang merasakan dampak krisis ternyata lebih kecil daripada yang tidak merasakan dampak krisis yaitu 44% merasakan dan 56% tidak merasakan dampak krisis. Besarnya porporsi UMKM yang tidak merasakan dampak krisis paling tindak merupakan indikasi awal dari mampu bertahannya UMKM di Bali dalam menghadapi krisis. Apabila dilihat lebih detail, maka UMKM yang mengalami dampak krisis keuangan global sebagian besar bergerak di sektor perdagangan, hotel dan restoran (phr) sebesar 70% dari total responden yang bergerak di sektor phr diikuti dengan UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan sebesar 60% dari total responden di sektor industri pengolahan (lihat Gambar 1A). Penulusuran di lapangan menunjukkan bahwa UMKM yang bergerak di sektor industri pengolahan dan mengalami dampak krisis memproduksi barang-barang kerajinan untuk keperluan pariwisata. Fenomena ini merupakan sinyal bagi kegiatan usaha yang bergerak di industri pariwisata untuk menentukan strategi mengantisipasi dampak krisis keuangan global. Sementara untuk UMKM yang tidak merasakan dampak krisis keuangan global didominasi oleh UMKM yang bergerak di sektor pertanian sebesar 89% dari total responden di sektor pertanian. Produk pertanian biasanya merupakan produk dengan permintaan yang inelastis sehingga permintaannya relatif stabil sepanjang waktu.


(25)

Gambar 1A

Dampak Krisis Keuangan Global terhadap UMKM dalam Sektor Usaha

0 2 4 6 8

Pertanian Pengolahan PHR Transpor Lainnya Sektor Usaha yang Merasakan Dampak Krisis

0 2 4 6 8

Pertanian Pengolahan PHR Transpor Lainnya Sektor Usaha yang Tidak Merasakan Dampak Krisis

Sumber : Hasil Survey

Ketahanan UMKM Bali dalam menghadapi krisis keuangan global juga terlihat dari beberapa indikator seperti perubahan omset, keuntungan, kapasitas produksi dan penggunaan tenaga kerja. Hasil survey menunjukkan bahwa omset dan keuntungan UMKM selama masa krisis keuangan global tidak banyak mengalami penurunan (lihat Gambar 2A). Hanya 44% responden menyatakan omsetnya menurun dan sisanya 47% responden menyatakan omsetnya tetap dan 9% responden mengalami kenaikan omset. Sejalan dengan omset, 44% responden menyatakan keuntungannya turun sementara 43% responden menyatakan keuntungannya tetap dan 13% keuntungannya meningkat. Proporsi responden yang mengalami peningkatan lebih besar dari pada proporsi responden yang mengalami kenaikan omset menunjukkan terdapat UMKM yang mampu memperbaiki kinerja keuntungan tanpa harus meningkatkan omset penjualan. UMKM tersebut bergerak di sektor perdagangan.


(26)

Gambar 2A

Kinerja UMKM pada Masa Krisis Keuangan Global

Omzet UM KM

Tetap 47% Turun

44%

Naik 9%

Keuntungan UMKM

Tetap 43% Turun

44%

Naik 13%

Sumber : Hasil Survey

Pemanfaatan kapasitas produksi UMKM selama masa krisis keuangan global juga tidak banyak mengalami perubahan. Hampir semua responden (87% dari total responden) tidak menurunkan penggunaan kapasitas produksinya. Beberapa UMKM lebih memilih menggunakan strategi pengurangan biaya dengan cara efisiensi pembelian bahan baku daripada menurunkan pemanfaatan kapasitas produksinya. Upaya mempertahankan penggunaan kapasitas produksi juga memberikan manfaat yaitu minimnya pengurangan tenaga kerja pada UMKM akibat krisis keuangan global. Hanya 9% responden yang mengurangi tenaga kerjanya. Hasil survey bahkan menunjukkan proporsi responden yang menyerap tenaga kerja baru semasa krisis keuangan global sebesar 19%. Masih bagusnya kinerja UMKM selama masa krisis keuangan global menunjukkan ketahanan UMKM cukup kokoh dan mampu menjadi jaring pengaman ekonomi Bali di tengah krisis keuangan global.


(27)

Perkembangan Inflasi

Bab 2

Secara umum perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q) maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan I-2009 sebesar 8,93% y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-y). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan II-2009 sebesar 3,65% (y-o-y).

Secara umum perkembangan harga-harga di Bali pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan menurun yang tercermin dari pencapaian inflasi yang relatif lebih rendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya, yakni mencapai -0,61% (q-t-q) yang lebih rendah dibanding pencapaian inflasi sebelumnya triwulan sebelumnya yang mencapai 2,13% (q-t-q) maupun triwulan II-2008 yang mencapai 3,07% (q-t-q). Dengan perkembangan inflasi tersebut, secara tahunan inflasi di Kota Denpasar lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan I-2009 sebesar 8,93% y), serta inflasi pada triwulan II-2008 sebesar 7,71% (y-o-y). Namun demikian inflasi Kota Denpasar masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional triwulan II-2009 sebesar 3,65% (y-o-y).

2.1. KONDISI UMUM 2.1. KONDISI UMUM

Pada triwulan II-2009, perkembangan harga-harga di Kota Denpasar menunjukkan kecenderungan menurun dan relatif stabil. Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada triwulan II-2009 secara triwulanan (q-t-q) mencapai -0,61%, menurun cukup signifikan dibanding inflasi triwulan sebelumnya di tahun yang sama mencapai 2,13% (q-t-q). Sedangkan secara tahunan (y-o-y), inflasi di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,80%, mengalami penurunan dibandingkan inflasi triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y).

Pada triwulan II-2009, perkembangan harga-harga di Kota Denpasar menunjukkan kecenderungan menurun dan relatif stabil. Perkembangan inflasi Kota Denpasar pada triwulan II-2009 secara triwulanan (q-t-q) mencapai -0,61%, menurun cukup signifikan dibanding inflasi triwulan sebelumnya di tahun yang sama mencapai 2,13% (q-t-q). Sedangkan secara tahunan (y-o-y), inflasi di Kota Denpasar tercatat sebesar 5,80%, mengalami penurunan dibandingkan inflasi triwulan I-2009 sebesar 8,93% (y-o-y).

Grafik 2. 1. Perkembangan Inflasi Denpasar (%)

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 Ja n Fe b

Mar Apr Mei Jun Ju

l Agu st Se p Ok t Nop De s Ja n Fe b

Mar Apr Mei Jun Ju

l Agu st Se p Ok t Nop De s Ja n Fe b

Mar Apr Mei Juni

m-t-m q-t-q y-o-y


(28)

Tekanan inflasi pada triwulan II-2009 terutama diakibatkan oleh kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Relatif stabilnya tekanan inflasi selama triwulan II-2009 lebih diakibatkan pada lancarnya distribusi pasokan dari dan keluar Bali, serta faktor cuaca yang mendukung suksesnya panen pada bulan April-Mei. Selain itu tren penguatan nilai mata uang Rupiah diperkirakan juga berperan dalam pembentukan inflasi terutama untuk komoditas impor, maupun komoditas lokal dengan kandungan impor yang tinggi. Komoditas-komoditas yang memberikan pengaruh terhadap inflasi pada triwulan II-2009 antara lain gula pasir, tongkol pindang, sewa rumah, dan upah pembantu rumah tangga.

Laju inflasi bulanan (m-t-m) tertinggi pada triwulan II-2009 terjadi pada bulan Juni 2009 sebesar 0,17%, sementara pada bulan April dan Mei justru terjadi deflasi masing-masing sebesar 0,61% dan 0,17%. Rendahnya inflasi Provinsi Bali pada triwulan II-2009 seperti yang ditunjukkan pada Grafik 2.1 diakibatkan lancarnya distribusi pasokan dari dan keluar Bali, serta faktor cuaca dan musim hujan yang mempengaruhi produktivitas pertanian.

Apabila di breakdown berdasarkan kelompok barang, kecenderungan peningkatan harga secara kumulatif terjadi pada hampir seluruh kelompok, kecuali kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang justru mengalami deflasi sebesar 3,02%. Sedangkan kelompok barang/jasa dengan inflasi terbesar pada triwulan II-2009 adalah kelompok Kesehatan sebesar 18,01% diakibatkan dengan adanya penyesuaian biaya rawat inap Rumah Sakit di Denpasar, diikuti kelompok Makanan Jadi, Rokok, dan Tembakau sebesar 3,96%, serta kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Tembakau dengan inflasi mencapai 1,89%.

Perkembangan harga minyak goreng pada triwulan II-2009 relatif stabil, kecuali minyak goreng curah sawit yang justru mengalami tren menurun seperti terlihat pada grafik 2.2. Perkembangan harga minyak goreng curah diperkirakan mengikuti perkembangan harga CPO dunia yang mengalami tren menurun semenjak Mei 2009. Sedangkan untuk komoditi bumbu-bumbuan seperti cabe rawit, cabe merah, dan bawang merah, perkembangan harga hingga akhir triwulan relatif stabil dan cenderung mengalami penurunan harga.


(29)

4800 5000 5200 5400 5600 5800 6000 6200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Juni-09 Juli-09 IR 64 TABANAN

IR 64 PUTRI SEJATI IR 64 KERETA IR 64 RATU Rp

Grafik 2.4 Harga Komoditas Bumbu-bumbuan

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Juni-09 Juli-09 BAWANG MERAH

CABE MERAH CABE RAWIT R p

2.2. INFLASI BULANAN M-T-M

Inflasi bulanan di kota Denpasar pada triwulan II-2009 menunjukkan kecenderungan lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya. Bulan April 2009 perkembangan harga barang dan jasa mengalami penurunan harga. Deflasi bulan Januari tercatat sebesar 0,61% (m-t-m). Kelompok bahan makanan menjadi faktor pendorong deflasi utama yang mencapai 4,17%. Faktor pendorong penurunan harga diakibatkan oleh telah masuknya masa panen yang mendorong kelancaran distribusi bahan makanan, terutama pada komoditas cabe rawit, daging babi, dan daging ayam ras. Sedangkan komoditas yang mengalami inflasi adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang mengalami inflasi 0,49%. Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah bahan bakar rumah tangga, tarif sewa rumah, dan upah pembantu rumah tangga.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

0 4000 8000 12000 16000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Des-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 Mei-09 Juni-09

Bimoli Tropical Filma Curah Sawit Sania


(30)

Sementara itu perkembangan harga barang dan jasa pada bulan Mei 2009 kembali mengalami penurunan harga, dengan deflasi mencapai 0,17% (m-t-m). Adapun kelompok yang mengalami deflasi tertinggi adalah kelompok sandang dengan deflasi sebesar 1,81%. Komoditas dengan sumbangan deflasi terbesar antara lain adalah kaos laki-laki, emas perhiasan, dan celana panjang sersim wanita. Pada bulan ini kelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau dengan inflasi sebesar 0,32%, dengan komoditas yang memberikan sumbangan inflasi terbesar adalah pepes, gula pasir, dan air kemasan.

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 2.1

Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang

II-2009 No

.

Kelompok Barang

April Mei Juni

1 Bahan Makanan -4.17 -0.73 -0.31

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau -0.03 0.32 1.83 3 Perumahan, Air, Lisrik, Gas, dan Bahan Bakar 0.49 0.10 0.14

4 Sandang 0.00 -1.81 -0.18

5 Kesehatan 0.61 0.17 -0.41

6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0.18 0.23 -0.06 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.64 -0.22 -0.23

Umum -0.61 -0.17 0.17

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Inflasi yang terjadi di bulan Juni 2009 merupakan inflasi tertinggi selama triwulan II-2009 yaitu sebesar 0,17% (m-t-m). Inflasi terbesar terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,83% yang dipicu oleh peningkatan harga pada komoditas nasi, teh manis, rokok putih, dan rokok kretek. Tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang terutama didorong oleh peningkatan harga di komoditas bahan bakar rumah tangga. Kenaikan ini antara lain diakibatkan ditariknya minyak tanah bersubsidi oleh pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga pasaran minyak tanah yang mencapai Rp 7.000 per liter. Sedangkan kelompok lainnya mengalami justru mengalami penurunan harga atau deflasi.


(31)

2.3. INFLASI TAHUNAN Y-O-Y

Inflasi Kota Denpasar pada triwulan II-2009 secara tahunan mengalami tren menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, dari sebesar 8,93% (y-o-y) pada triwulan I-2009 menjadi 5,90% (y-o-y) pada triwulan berjalan, namun masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan inflasi nasional periode triwulan II-2009 yang mencapai 3,65% (y-o-y). Tekanan harga terbesar pada triwulan berjalan terjadi pada kelompok kesehatan dan makanan jadi. Sedangkan penurunan harga dialami oleh komoditas yang termasuk kedalam kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa kecenderungan inflasi Denapsar selalu lebih rendah bila dibandingan dengan inflasi Nasional, namun semenjak bulan Maret 2009 inflasi Kota Denpasar selalu berada diatas inflasi Nasional.

Grafik 2.5 Inflasi Tahunan Denpasar dan Nasional (%)

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n Ju l Au g Se p Oc t No v Dec Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n Ju l Au g Se p Oc t No v Dec Ja n Fe b Ma r Ap r Ma y Ju n

2007 2008 2009

Denpas ar Nas ional

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Jika dibreakdown ke masing-masing kelompok barang, pada triwulan II-2009 secara tahunan hampir seluruh kelompok barang mengalami inflasi kecuali yang termasuk kedalam kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan yang justru mengalami deflasi sebesar 4,17% (y-o-y). Tekanan inflasi tertinggi pada triwulan berjalan berasal dari kelompok Kesehatan dengan inflasi mencapai 18,82% (y-o-y), diikuti dengan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau dengan inflasi mencapai 12,52% (y-o-y).


(32)

Tabel 2.2

Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang (%)

I-2009 II-2009

No. Kelompok Barang

Inflasi Inflasi

1 Bahan Makanan 16,03 8,33

2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 11,00 12,52

3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 6,52 6,26

4 Sandang 6,22 4,81

5 Kesehatan 19,02 18,82

6 Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 7,14 6,19

7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 2,73 -4,17

UMUM 8,93 5,80


(33)

Kinerja Perbankan Daerah

Bab 3

Kinerja keuangan perbankan di Bali pada triwulan II 2009 menunjukkan terjadinya pelambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama kinerja perbankan yang sempat menguat pada I 2009, kembali melambat pada triwulan II 2009. Aset perbankan secara tahunan tumbuh 18,15% melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan I 2009 sebesar 23,45%. Seiring dengan pelambatan aset, kredit dan dana pihak ketiga (DPK), juga mengalami pelambatan dengan arah yang sama. Secara umum pelambatan ini diperkirakan sebagai dampak dari pelambatan sektor riil. Meskipun terjadi pelambatan pada penyaluran ekspansi kredit, rasio kredit bermasalah (NPL) sampai dengan triwulan II 2009 masih terjaga pada kisaran 2,03%. Demikian pula fungsi intermediasi bank masih berjalan cukup baik ditunjukkan dengan rasio kredit dibandikan dana (LDR) yang berada pada kisaran 58,53%.

3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM

3.1.1. Perkembangan Aset Bank Umum

Aset bank umum pada triwulan II 2009 mengalami pelambatan secara tahunan yang cukup signifikan. Setelah menguat pada triwulan I 2009, yang tercatat tumbuh sebesar 23,45%, aset bank umum di Bali tumbuh melambat sebesar 18,15%, atau Rp 5.395 miliar dari Rp 29.727 miliar pada triwulan II 2008 menjadi Rp 35.121 miliar pada triwulan II 2009 (lihat Tabel 3.1). Pelambatan yang terjadi pada triwulan laporan merupakan pelambatan terbesar sejak pertengahan tahun 2007. Dilihat secara komulatif, pertumbuhan tahun 2009 tercatat sebesar 6,37% atau tumbuh sebesar Rp 2.103 miliar (Januari sampai dengan Juni), dan merupakan yang terendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 dan 2007 yang tercatat sebesar 10,50% (y-t-d) dan 9,58% (y-t-d).

Pertumbuhan aset terutama di dorong oleh ekspansi kredit yang walaupun melambat namun tetap mengalami pertumbuhan signifikan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan II 2009 sebesar 18,76% (y-o-y), sedangkan kredit UMKM tumbuh


(34)

nominal total kredit meningkat Rp 2.731 miliar (y-o-y) sedangkan secara triwulanan kredit tumbuh sebesar Rp 520 miliar (q-t-q). Sementara kredit UMKM meningkat sebesar Rp 2.232 miliar (y-o-y). Tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK menyebabkan LDR perbankan Bali pada triwulan II 2009 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 57,03% menjadi 58,53%.

Aset perbankan di Bali sangat dipengaruhi oleh pembentukan aset pada bank-bank pemerintah yang mencapai Rp.21.666 miliar atau 60,5% dari total aset seluruh bank. Besarnya pembentukan aset bank pemerintah di Bali, terutama di karenakan jumlah kantor dan jaringan kantor yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kolompok bank yang lain. Sementara pembentukan aset pada kelompok bank swasta pada triwulan II 2009 mencapai Rp12.231 miliar atau 34,8% dari total aset. Pembentukan aset kelompok bank swasta pada triwulan II 2009 merupakan pertumbuhan yang terendah yang diperkirakan sebagai dampak dari kontraksi pada penghimpuanan DPK. Sementara kelompok bank asing campuran yang memiliki jaringan kantor terkecil memiliki share pembentukan aset sebesar 4.6%, dengan total aset sebesar Rp1.625 miliar (lihat Grafik 3.2).

2007

TABEL 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (Rp milyar)

2008 2009

INDIKATOR Dec Jun Sep Dec Mar Jun

Asset 26,902 29,727 30,963 33,018 34,264 35,121

Dana Pihak Ketiga 23,522 25,675 26,576 28,006 29,365 29,503

Deposito 7,589 7,975 8,361 8,872 9,683 9,643

Giro 5,331 6,011 6,062 6,332 6,793 6,807

Tabungan 10,602 11,688 12,152 12,802 12,889 13,053

Kredit Umum 12,592 14,537 15,661 15,568 16,747 17,268

Modal Kerja 5,619 6,282 6,769 6,551 7,082 7,208

Investasi 1,794 2,241 2,391 2,504 2,606 2,621

Konsumsi 5,179 6,013 6,501 6,513 7,059 7,438

Kredit UMKM 10,857 12,410 13,270 13,087 14,101 14,642

Pangsa kredit UMKM 86.22% 85.37% 84.74% 84.06% 84.20% 84.79%

NPL (Gross)% 3.02% 2.40% 2.15% 1.54% 2.30% 2.03%

LDR 53.54% 56.62% 58.93% 55.59% 57.03% 58.53%


(35)

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi

Kemampuan bank dalam melaksanaan fungsi intermediasi, yang dapat dilihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR), menunjukkan terjadinya peningkatan. Waluapun tidak setinggi pada triwulan III 2008, LDR perbankan Bali pada triwulan II 2009 meningkat dibandingkan posisi triwulan I 2009 yaitu dari posisi 57,03% menjadi 58,53% (lihat Grafik 3.4). Peningkatan LDR pada triwulan II 2009 ini diperkirakan lebih dipengaruhi oleh pelambatan pada penghimpuanan DPK. Selain itu pertumbuhan kredit pada triwulan II 2009 juga diperkirakan dipengaruhi oleh kecenderungan penurunan suku bunga. Peningkatan LDR ini juga mengindikasikan perbankan mulai melakukan ekspansi kredit dan melihat kondisi perekonomian yang telah layak untuk dibiayai. Namun demikian dilihat dari kelompok bank penyumbang LDR, masih terdapat kesenjangan yang cukup dalam antara bank pemerintah, swasta dan asing. LDR tertinggi dibentuk oleh bank pemerintah dengan rasio sebesar 69,10%, diikuti oleh bank swasta sebesar 45,34% dan bank asing dengan LDR 15,99%. Tingginya LDR bank pemerintah mengindikasikan bahwa bank pemerintah lebih mampu melihat peluang ekspansi kredit di daerah, selain alasan luasnya jangkauan dan jaringan kantor bank pemerintah. Sementara itu pada bank swasta dan asing, yang umumnya hanya berkantor di Kota Denpasar kurang mampu bersaing dalam penyaluran kredit, dan disinyalir beberapa bank swasta lebih fokus pada penghimpunan dana.


(36)

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

Walaupun terjadi peningkatan rasio LDR, namun dapat dikatakan bahwa LDR perbankan di Bali masih cukup rendah, artinya masih terdapat cukup ruang untuk menyalurkan kredit atau melakukan ekspansi kredit. Rendahnya rasio LDR selain disebabkan oleh a) permasalahan administratif seperti i) keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit pada kantor cabang, ii) lokasi kantor debitur yang tidak sama dengan lokasi proyek debitur, khususnya untuk perusahaan perhotelan yang memiliki kantor pusat di luar Bali, sehingga pembiayaan dilakukan di luar Bali; b) permasalahan persaingan, baik bersaing dengan holdning company perusahaan yang biasanya melakukan pembiayaan sendiri, bersaing dengan koperasi, lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah khususnya untuk kredit UMKM; c) kondisi perekonomian yang sedang lesu; juga disebabkan oleh d) karakteristik ekonomi Bali. Karakteristik perekonomian Bali dimana perekonomian sebagian besar digerakkan oleh usaha UMKM, sementara usaha dalam skala besar masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan ekspansi kredit perbankan terkonsentrasi pada kredit golongan UMKM.

3.1.2.1. Penghimpunan Dana

Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan II – 2009, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 14.91%. Sebagian besar DPK berupa penempatan simpanan dalam bentuk tabungan atau sebesar 44,24%. Pertumbuhan tahunan tabungan pada triwulan II 2009 melambat dari 19,89% pada triwulan sebelumnya menjadi 11.67 % dengan total sebesar Rp13.053milyar (lihat Grafik 3.5). DPK cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan II 2009 tercatat


(37)

Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan Juni 2008 tumbuh sebesar 12,21% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang.

Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan II 2009 menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada Juni 2009 share masing-masing simpanan berturut-turut adalah 44,24%, 32,69%, dan 23,07%.

Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (lihat Grafik 3.6). Pola ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk deposito dan sebaliknya.


(38)

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

3.1.2.2 Penyaluran Kredit

Walaupun tercatat melambat, pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan II 2009 tercatat cukup besar, yaitu 18,79% melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 29,91% (y-o-y). Seiring usaha memulihkan kondisi keuangan baik global maupun nasional, maka perbankan mulai malakukan ekspansi kredit. Ekspansi kredit perbankan juga didorong oleh kecenderungan penurunan tingkat suku bunga dan deversifikasi konsentrasi sektor kredit. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK (lihat Gambar 3.1). Kondisi ini juga menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga.

Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi (lihat Gambar 3.11). Dilihat dari pertumbuhannya, kredit konsumsi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan II 2009 mencapai 23,70% dibandingkan dengan kredit investasi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 16,96% dan 14,73% (lihat Gambar 3.9). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan investasi di perekonomian mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil.

Penyaluran kredit bank umum pada triwulan II 2009 sebesar Rp17.268 miliar meningkat sebesar 18,79% atau Rp 2.731 miliar dibanding posisi periode yang sama tahun sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih


(39)

karakteristik perekonomian Bali yang masing didorong oleh konsusmi, sementara sampai saat ini tidak terdapat industri pengolahan yang dengan skala ekonomi besar yang dapat dibiayai oleh bank. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit konsumsi sedikit lebih besar daripada kredit modal kerja pada penyaluran kredit bank umum di Bali periode Juni 2008. Penyaluran kredit konsumsi sebesar 43,01% atau sebesar Rp7.438 milyar diikuti dengan kredit modal kerja sebesar 41,74% atau sebesar Rp7.208 milyar, dan kredit investasi 15,18% atau sebesar Rp2.621 milyar. Pola sebaran kredit yang relatif sama setiap tahun menunjukkan bakwa share untuk kredit investasi masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena nilai kedit investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit lain sehingga perubahnya lebih cepat. Tingginya ekspansi kredit investasi pada beberapa triwulan terakhir mengindikasikan bahwa makro perekonomian cukup mendukung iklim usaha di Bali, sehingga perbankan cukup berani ekspansi di sektor investasi.

Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 84,81%. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah. Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana yang umumnya jangka pendek.


(40)

Sumber : Bank Indonesia

Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Porsi pembentukan kredit sektor PHR pada posisi Juni 2009 mengalami penurunan sementara kredit sektor lain-lain tumbuh sangat tinggi. Porsi kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 7.498 miliar atau 43,42% dari total kredit dan Rp6.689 miliar atau 38,74% dari total kredit. Pola penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan.


(41)

dengan meningkatnya kualitas kredit, rasio non performing loan (NPL) pada Juni 2009 sebesar 2,03% tercatat lebih rendah dari NPL pada triwulan I 2009 sebesar 2,30%. Secara nominal, sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 209 milyar dengan atau 59,82% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 3,13%. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 18,07% dengan rasio NPL sebesar 0,84%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai (baik negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari kreditur.

3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Pertumbuhan usaha BPR pada triwulan II 2009 menunjukan peningkatan yang cenderung tetap dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan tiwulanan aset BPR tercatat sebesar 24,33% (q-t-q), demikian pula kredit secara triwulanan tumbuh rata-rata sebesar 25,40% (q-t-q). Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat juga menunjukkan pertumbuhan yang konstan, rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun terakhir tercatat sebesar 22,49% (q-t-q), sementara LDR berkisar pada 79%. Walaupun secara umum kinerja BPR menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, namun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2009 kinerja ini sedikit mengalami pelambatan. Aset pada triwulan II 2009 tumbuh sebesar 19,85% melambat dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 24,92%.


(42)

Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali

(milyar Rp)

2007 2008 2009

INDIKATOR DES Jun Sep Dec Mar Jun 1. Total Aset 1,875 2,076 2,235 2,352 2,385 2,488 2. Dana Pihak Ketiga 1,179 1,324 1,388 1,455 1,527 1,615 a. Tabungan 426 491 497 532 537 570 b. Deposito 753 833 891 924 989 1,045 3. Kredit 1,348 1,567 1,740 1,777 1,843 1,934 4. LDR (%) 74,82 77,80 80,71 79,51 79,09 81.3 5. NPLs gross (%) 5,82 5,22 4,74 3,97 4,65 6.87

Sumber : Bank Indonesia

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia


(43)

dengan cukup baik, terbukti dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan dan dana yang berhasil dihimpun. DPK dalam bentuk tabungan dan deposito pada triwulan II 2009 tumbuh sebesar Rp 88 miliar atau 21,98%, namun mengalami pelambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,01%. Sementara kredit tumbuh sebesar Rp 91 miliar atau naik 23,44% dibanding triwulan I 2008. Walaupun kredit yang disalurkan mengalami peningkatan namun tercatat mengalami pelambatan dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 29,22%. Dilihat dari komposisi kredit terhadap aset BPR, dalam lima tahun terakhir rata-rata komposisi kredit terhadap aset secara triwulanan mencapai 75,61%.

Tingginya pertumbuhan kredit pada PBR mampu meningkatkan rasio LDR yang dibentuk oleh BPR dari 79,1% pada triwulan I menjadi 81,3% pada triwulan II 2009. Namun demikian peningkatan kredit dan LDR pada triwulan II juga diikuti dengan peningkatan NPL yang tercatat sebesar 6,87% meningkat dari 4,65% dari triwulan I 2009. Penigkatan LDR yang cukup tinggi tersebut, salah satunya diperkirakan sebagai dampak dari krisis global yang berakibat pada pelambatan perekonomian daerah.

Seperti halnya konsentrasi penyaluran kredit pada bank umum pada sektor perdagangan dan kelompok lain-lain, konsentrasi ekspansi kredit BPR juga difokuskan pada sektor perdangan dan lain-lain. Penyaluran kredit terbesar dilakukan untuk sektor perdagangan sebesar 46%, diikuti sektor lain-lain sebesar 40% (lihat grafik 3.16.). Hal ini mengindikasikan walaupun terjadi terdapat perbedaan antara BPR dengan bank umum dalam volume kredit dimana BPR sebagai pelayan jasa keuangan mikro, namun terdapat kesamaan dalam sektor penyaluran kredit.


(44)

Penyaluran kredit pada triwulan II 2009 apabila dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga yang dilakukan oleh BPR pada periode yang sama maka rasionya (LDR) adalah sebesar 81,3%. Tingginya rasio LDR BPR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit dilakukan tidak hanya dari penghimpunan dana tetapi juga dari modal bank, maupun program lingkage dengan bank umum. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain didorong oleh linkage program antara bank umum dan BPR serta sudah beroperasinya Lembaga Dana Apex (LDA Apex) yang berperan di dalam membantu BPR anggotanya yang mengalami liquidity mismatch. Kondisi ini menunjukkan bahwa BPR masih dapat berperan dalam pembiayaan walaupun persaingan dalam pembiayaan mikro semakin ketat.


(45)

BOKS B.

Respon Perbankan terhadap Perubahan BI rate

Krisis keuangan global yang berawal dari krisis keuangan di Amerika telah berimbas ke Indonesia. Salah satu imbas krisis dapat ditransmisikan melalui kanal finansial. Dampak langsung akan muncul apabila bank memiliki aset bermasalah atau memiliki kaitan dengan lembaga keuangan yang memiliki aset bermasalah, dampak langsung juga akan muncul melalui aktivitas deleveraging, di mana investor yang mengalami kesulitan likuiditas menarik kembali dananya yang ditanamkan di Indonesia, serta pengalihan portfolio dari aset yang dipandang berisiko ke aset yang lebih aman. Sedangkan dampak tidak langsung akan muncul melalui terjadinya hambatan terhadap ketersediaan ekonomi, baik yang bersumber dari domestik maupun luar negeri. Sementara melalui kanal perdagangan, dampak krisis terjadi karena pelemahan daya beli pasar global seiring dengan lesunya perekonomian global.

Dampak langsung dari kanal finansial yang dirasakan oleh sistem perbankan di Indonesia adalah terjadinya deleveraging, dimana investor asing menarik kembali dana atau asetnya yang ditanamkan di Indonesia. Dampak dari deleveraging yang paling dirasakan oleh sistem keuangan khususnya perbankan adalah tersendatnya mekanisme pasar uang antar bank, yang menyebabkan industri perbankan mengalami keketatan likuiditas. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi antara lain, peningkatan suku bunga dana dan kredit pada kuartal terakhir 2008, dimana rata-rata suku bunga deposito rupiah meningkat dari 7,00 % pada Januari 2008 menjadi 10,71% pada Desember 2008, demikian pula rata-rata suku bunga kredit modal kerja menigkat dari 12,60% menjadi 14,63% untuk periode yang sama. Bank Indonesia selaku otoritas moneter mulai menekan suku bunga acuan atau BI Rate untuk mendorong penurunan suku bungan perbankan dan mendorong kredit. Sayangnya respon perbankan dalam menurunkan suku bunga lambat sehingga peningkatan kinerja sektor riil agak terhambat.

KBI Denpasar melakukan survey terhadap pengambil keputusan di bank umum di Provinsi Bali untuk mengetahui pembentuk utama penentuan suku bunga simpanan dan kredit. Survey dilakukan terhadap seluruh (populasi) 42 bank umum yang ada di Provinsi Bali. Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan informasi penyebab lambatnya respon perbankan dalam mengikuti perubahan suku bunga acuan BI rate serta perkembangan kredit di masa depan.

Hasil survei menunjukkan bahwa target laba bank merupakan faktor penentu tingkat suku bunga kredit yang paling dominan, dari seluruh bank yang disurvei sebanyak 37% bank menyatakan hal tersebut (lihat Gambar 1B). Tingkat laba dapat merepresentasikan risk appetite bank, sebab dalam persaingan yang sempurna pembentukan suku bunga sangat erat kaitannya dengan segmentasi pasar. Sehingga semakin besar target laba yang diharapkan, maka bank akan cenderung mengambil segmen pasar yang relatif lebih berisiko dengan imbal yang lebih tinggi. Hanya 33% persen responden yang menyatakan bahwa BI rate merupakan faktor penentu tingkat suku bunga


(46)

sementara laba bank hanya dinyatakan oleh 26% responden. Apabila BI rate meningkat 81,5% responden akan menyesuaikan suku bunga simpanannya kurang dari 30 hari. Sementara apabila BI rate menurun 70,4% responden akan menyesuaikan suku bunga simpanannya kurang dari 30 hari. Fakta ini paling tidak menjelaskan lambatnya respon perbankan dalam menurunkan suku bunga kreditnya.

Gambar 1B

Faktor Penentu Tingkat Suku Bunga Kredit dan Simpanan Bank Umum di Provinsi Bali

Faktor Penentu Tingkat Suku Bunga Kredit Biaya

Adm ins itras i 0% Laba Bank 37% BI rate 33% Suku bunga

s im panan 26%

Pendapatan Lain

4%

Faktor Penentu Suku Bunga Simpanan Biaya Adm ins itras i

0% BI rate 67% Laba Bank 26% Suku bunga bank lain 7%

Sumber : hasil survey

Namun demikian, masih tingginya suku bunga tidak menurunkan permintaan kredit. Tingginya permintaan kredit menunjukkan masih bergeraknya perekonomian Bali. Hasil survei menunjukkan permintaan kredit untuk triwulan mendatang meningkat (66% responden). Bahkan 19% responden menyatakan kredit pada triwulan mendatang meningkat tajam (lihat Gambar 2B).


(47)

Gambar 2B

Permintaan Kredit Triwulan III – 2009 Bank Umum di Provinsi Bali

Meningkat tajam

19% Sama

7% Menurun

4%

Menurun Tajam 4%

Meningkat 66%

Sumber : hasil survey

Peningkatan permintaan kredit juga dikonfirmasi oleh peningkatan kredit baru yang dinyatakan oleh 73% responden. Hanya 23% responden yang menyatakan perkembangan kredit barunya menurun. Peningkatan kredit ini didukung oleh makin cerahnya prospek usaha nasabah (64% responden) diikuti oleh makin rendahnya suku bunga kredit (24% responden). Peningkatan kredit ini juga didominasi oleh kredit modal kerja (59% responden) diikuti oleh kredit konsumsi (26% responden) dan kredit investasi (15% responden). Hasil survey ini mengindikasikan sulit turunnya suku bunga kredit perbankan salah satunya disebabkan oleh masih tingginya permintaan kredit perbankan meskipun suku bunga kreditnya dianggap tinggi. Masih dominannya peran perbankan dalam pembiayaan kegiatan-kegiatan ekonomi menyebabkan nasabah pengguna kredit kesulitan memperoleh pembiayaan-pembiayaan lain yang lebih murah selain dari pembiayaan perbankan.


(48)

BOKS C.

SINERGI PENYALURAN KREDIT SEHAT UNTUK KINERJA BPR DI BALI

Penyaluran kredit BPR kepada masyarakat di Bali terlihat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (lihat Gambar 1C). Dari data yang dihimpun, dari tahun 2005 hingga tahun 2008 penyaluran kredit BPR secara rata-rata meningkat 20-24 % (Simwas BPR, Juli 2009). Peningkatan penyaluran kredit ini mengindikasikan kepercayaan masyarakat kepada pihak perbankan, khususnya BPR mulai meningkat terutama sejak dibuktikan oleh kuatnya struktur perbankan tanah air ketika gejolak ekonomi global merambat hampir ke seluruh negara.

Gambar 1C

Perkembangan Loan dan Deposit BPR di Provinsi Bali Tahun 2005 - 2009

Sumber : Simwas BPR, Juli 2009

Namun demikian, upaya peningkatan penyaluran kredit kepada masyarakat melalui BPR perlu memperhatikan beberapa hal, seperti pengenaan suku bunga yang wajar dan pengendalian intern yang memadai agar kualitas kredit yang disalurkan dapat dipertahankan kinerjanya.

Sejalan dengan hal tersebut, pada bulan Maret 2009 lalu, dilakukan penelitian mengenai pengaruh LDR, suku bunga kredit, dan rata-rata proporsi kepemilikan komisaris terhadap kualitas aktiva produktif pada BPR se-Bali oleh KBI Denpasar. Penelitian ini mengambil sample berupa responden BPR konvensional di Bali yang dimiliki oleh individu atau perorangan. Dengan teknik purposive sampling dalam pengambilan samplenya, maka diperoleh sebanyak 125 BPR. Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data keuangan BPR, seperti neraca, KAP, suku bunga, dan proporsi kepemilikan yang diperoleh dari sistem informasi pengawasan BPR dan bagian Informasi dan Administrasi Bank (IdAB) per posisi data bulan Februari 2009.

Penggunaan alat analisis inferensial regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh ekspansi kredit yang diwakili oleh LDR, suku bunga kredit dan proporsi kepemilikan BPR oleh komisaris sebagai proksi dari independensi komisaris pada potensi gagal bayar nasabah peminjam yang ditunjukkan oleh variabel KAP. Hasil penelitian menunjukkan pada tingkat signifikansi alpha 5%, peningkatan LDR dan suku bunga kredit berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kemungkinan gagal bayar kredit nasabah (lihat Tabel 1C). Sementara itu proporsi kepemilikan saham BPR oleh komisaris tidak berpengaruh terhadap kemungkinan gagal bayar.


(49)

Tabel 1C

Hasil Regresi Berganda

Α

Variabel Bebas Pengaruh thd KAP Hubungan Signifikansi

LDR Ya Positif 0.044 5%

Suku Bunga Kredit Ya Positif 0.001 5%

Rata-2 Proporsi Kepemilikan Komisaris Tidak Signifikan - 0.238 5% Sumber : hasil olah data

Tingginya suku bunga kredit jelas akan menimbulkan kemungkinan gagal bayar yang lebih besar. Oleh karena itu BPR hendaknya dapat melakukan langkah-langkah yang dapat membuka ruang yang lebih besar bagi penurunan suku bunga kredit. Suku bunga kredit pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor utama yaitu cost of fund (bunga tabungan, deposito dan antar bank passiva) dan biaya operasional. Penurunan suku bunga kredit dapat dilakukan dengan mencari sumber-sumber dana yang murah melalui diversifikasi produk sehingga suka bunga kreditnya tidak terlalu tinggi. Selain itu BPR seharusnya dapat melakukan efeisiensi biaya operasional sehingga spread bunga antara bunga simpanan dan bunga kredit dapat dikecilkan.

Ekspansi kredit yang ditunjukkan oleh LDR memang akan meningkatkan kemungkinan gagal bayar kredit yang diberikan. Hal ini bukan berarti bahwa bank harus memperkecil Loan to Deposit Ratio. Sebagai lembaga intermediasi, bank harus menjalankan fungsinya dengan tepat di masyarakat dengan tetap menyalurkan dana yang diterima dalam bentuk kredit. Akan tetapi, bank juga harus tetap menjalankan prinsip kehati-hatian dalam hal penyaluran kredit sehingga LDR bank tetap dalam proporsi yang optimal namun risiko kredit dan risiko likuiditas bank tetap terkendali.

Tidak signifikannya pengaruh kepemilikan BPR oleh komisaris tidak dapat diterjemahkan sebagai pengabaian independensi komisaris dalam pengawasan pengelolaan BPR. independensi komisaris tidak hanya bisa dilihat dari proporsi kepemilikan pada BPR, namun juga dapat dilihat dari ada/tidaknya hubungan darah antara komisaris dengan pemegang saham karena pada kenyataannya, banyak komisaris yang memiliki hubungan darah dengan Pemegang Saham Pengendali. Selain itu, terdapat beberapa BPR yang telah menghapusbukukan kredit yang berkualitas buruk sehingga kualitas aktiva produktif BPR tersebut terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Peran aktif komisaris dalam melakukan pengawasan juga mempengaruhi kualitas aktiva produktif karena meskipun komisaris merupakan komisaris independen, namun jika fungsi pengawasan tidak dijalankan dengan baik, maka kemungkinan fraud akan tetap lebih besar.


(50)

Perkembangan Sistem Pembayaran

Bab 4

Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.

Sistem pembayaran sebagai pendorong dan urat nadi perekonomian regional pada triwulan II 2009 berjalan dengan lancar. Walaupun terjadi pelambatan pada kegiatan perekonomian namun transaksi keuangan menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dalam volume maupun nilai transaksi. Peningkatan tersebut terjadi baik dari transaksi tunai maupun transaksi non tunai.

4.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 4.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

4.1.1 Perkembangan Aliran Masuk/Keluar Dan Kegiatan Penukaran 4.1.1 Perkembangan Aliran Masuk/Keluar Dan Kegiatan Penukaran

Aliran inflow atau aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran bank-bank umum dan dari kegiatan penukaran pada triwulan II 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Inflow tercatat sebesar Rp 323 miliar dengan rata-rata harian sebesar Rp 5,3 miliar, turun 67,0% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 979,7 miliar. Sementara itu, outflow atau aliran uang keluar dari kas Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh bank-bank umum, tercatat sebesar Rp 529,0 miliar atau meningkat 12,2% dibanding triwulan I-2009 yang tercatat sebesar Rp 471 miliar. Net outflow yang terjadi pada triwulan II 2009 sebesar Rp206 miliar. Kondisi net outflow, dengan karekteristik outflow tinggi yang dibarengi dengan rendahnya inflow pada triwulan laporan, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan dana segar dimasyarakat. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan peningkatan kegiatan pariwisata pada triwulan II yang cenderung mengalami peningkatan, sehingga perputaran uang kartal menjadi lebih cepat. Hal ini selaras dengan kondisi dan karakteristik makro ekonomi Provinsi Bali, dimana pada pertengahan tahun umumnya industri pariwisata melakukan ekspansi. Faktor lain yang diperkirakan ikut mempengaruhi kecepatan perputaran uang adalah mulainya musim panen beberapa komoditas utama pada sektor pertanian.

Aliran inflow atau aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran bank-bank umum dan dari kegiatan penukaran pada triwulan II 2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Inflow tercatat sebesar Rp 323 miliar dengan rata-rata harian sebesar Rp 5,3 miliar, turun 67,0% dari triwulan sebelumnya yang sebesar Rp 979,7 miliar. Sementara itu, outflow atau aliran uang keluar dari kas Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh bank-bank umum, tercatat sebesar Rp 529,0 miliar atau meningkat 12,2% dibanding triwulan I-2009 yang tercatat sebesar Rp 471 miliar. Net outflow yang terjadi pada triwulan II 2009 sebesar Rp206 miliar. Kondisi net outflow, dengan karekteristik outflow tinggi yang dibarengi dengan rendahnya inflow pada triwulan laporan, mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan dana segar dimasyarakat. Hal ini diperkirakan terjadi seiring dengan peningkatan kegiatan pariwisata pada triwulan II yang cenderung mengalami peningkatan, sehingga perputaran uang kartal menjadi lebih cepat. Hal ini selaras dengan kondisi dan karakteristik makro ekonomi Provinsi Bali, dimana pada pertengahan tahun umumnya industri pariwisata melakukan ekspansi. Faktor lain yang diperkirakan ikut mempengaruhi kecepatan perputaran uang adalah mulainya musim panen beberapa komoditas utama pada sektor pertanian.

Faktor lain yang diperkirakan berperan mendorong outflow pada triwulan II 2009 adalah konsumsi politik yang terjadi sehubungan dengan pemilihan calon legislatif dan calon presiden yang berlangsung pada bulan April dan Juli. Selain itu outflow juga didorong oleh komitmen Bank Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan clean money policy.

Faktor lain yang diperkirakan berperan mendorong outflow pada triwulan II 2009 adalah konsumsi politik yang terjadi sehubungan dengan pemilihan calon legislatif dan calon presiden yang berlangsung pada bulan April dan Juli. Selain itu outflow juga didorong oleh komitmen Bank Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan clean money policy.


(51)

besarnya penukaran. Kegiatan penukaran uang pecahan kecil dan uang yang sudah dicabut, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dilakukan dengan membuka loket penukaran di kantor dan dengan menggunakan sarana kas keliling. Kas keliling tersebut dilakukan untuk melayani penukaran di daerah yang relatif jauh dari kantor Bank Indonesia, serta dilakukan langsung di pusat-pusat transaksi yang terdapat pada suatu daerah. Frekuensi kas keliling yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan II adalah sebanyak 21 kali dengan jumlah penukaran sebesar Rp 5,8 miliar. Total kegiatan penukaran dan kas keliling pada triwulan II 2009 mencapai Rp 72,1 miliar dengan rata-rata penukaran sebesar Rp1,2 miliar perhari. Besarnya penukaran ini lebih tinggi 54,5% dibandingkan triwulan I 2009 yang mencapai Rp 48 miliar. Tingginya penukaran di Bali menujukkan bahwa kebutuhan uang pecahan tertentu (khususnya pecahan kecil) mengalami peningkatan. Hal ini juga mengindikasikan bahwa kegiatan perekonomian masyarakat telah mengalami peningkatan.

Tabel 4.1. Perkembangan Uang Kartal di Bali

(Miliar Rp)

2007 2008 2009

Tr. IV Tr. II Tr. III Tr. IV Tr. I Tr. II INDIKATOR

Inflow 638 466 325 687 980 323

Outflow 1,817 1,264 1,559 1,207 471 529 Net flow (1,179) (798) (1,235) (520) 508 (206)

Penukaran 83 84 95 56 41 68


(1)

triwulan berukutnya dapat meningkat khususnya untuk pendapatan selain pajak dan retribusi daerah.

5.2 REALISASI BELANJA

Anggaran belanja daerah mencapai 1,64 triliun rupiah menurun -1,15% dibandingkan anggaran periode sebelumnya. Realisasi belanja daerah masih dibawah realisasi pendapatan yaitu hanya sebesar Rp208,9 miliar atau 12,71% dari yang direncanakan. Realisasi belanja daerah terbesar adalah belanja operasi mencapai Rp208,3 miliar atau 17,34% dari yang direncanakan. Sebagian besar belanja operasi digunakan untuk belanja pegawai dengan realisasi sebesar Rp86,54 miliar atau 18,26% dari yang direncanakan dan untuk bantuan keuangan kepada provinsi/kab/kota/desa sebesar Rp33,05 miliar atau 47,4% dari yang direncanakan. Sayangnya realisasi anggaran belanja modal masih jauh dari optimal yaitu hanya 0,17% atau Rp263 juta dari Rp157 miliar yang direncanakan. Hal ini menunjukkan realisasi anggaran sampai dengan triwulan I – 2009 masih digerakkan oleh anggaran-anggaran yang sifatnya rutin.

5.3. REALISASI PEMBIAYAAN

Sampai dengan triwulan I-2009 realisasi pembiayaan baru sebesar 3,14% dari yang direncanakan yaitu sebesar Rp750 juta dari Rp23,9 miliar yang direncanakan. Realisasi ini berasal dari penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah.

Meskipun secara persentase realisasi pendapatan maupun belanja sampai dengan triwulan I-2009 ini masih belum optimal, namun diperkirakan pada triwulan-triwulan mendatang realisasi akan lebih besar lagi, karena jika melihat data historis pada tahun-tahun sebelumnya biasanya pencapaian realisasi di triwulan II, III dan triwulan IV akan jauh lebih besar dibanding triwulan I. Hal tersebut antara lain didukung oleh sudah berjalannya proyek-proyek pemerintah yang ditunjukkan dengan meningkatnya realisasi pos belanja modal.


(2)

Tabel 5.1. APBD Provinsi Bali 2009

(ribu Rp)

URAIAN APBD TAHUN

2009

REALISASI APBD TW

1-2009 %

A PENDAPATAN DAERAH 1.409.543.102 260.817.066 18,50

1 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 851.117.844 254.647.865 28,86

- Pajak Daerah 750.000.000 232.503.907 31,00

- Retribusi Daerah 18.405.493 4.828.279 26,23

- Hsl PMD dan Hsl Pengel. Kek. Daerah

yg dipisahkan 47.236.980 392.577 0,83

- Lain-Lain PAD yg Sah 35.475.369 7.923.102 22,33

2 DANA PERIMBANGAN 556.948.660 14.556.082 2,61

- Bagi hasil pajak dan bukan pajak 87.127.240 3.723.682 4,27

- Dana Alokasi Umum (DAU) 448.187.420 0 0

- Dana Alokasi Khusus (DAK) 21.634.000 10.832.400 50,07

3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH 1.476.598 613.120 41,52

- Pendapatan Hibah 1.476.598 613.120 41,52

B BELANJA DAERAH 1.643.973.077 208.902.651 12,71

4 BELANJA OPERASI 1.201.463.638 208.294.834 17,34

- Belanja Pegawai 474.027.156 86.539.006 18,26

- Belanja Barang 315.731.109 9.255.455 2,93

- Belanja Subsidi 4.569.507 0 0

- Belanja Hibah 16.738.000 0 0

- Belanja Bantuan Sosial 320.684.300 79453395 24,78

- Belanja Bantuan Keuangan kpd

Provinsi/Kab/Kota/Desa 69.713.565 33.046.978 47,40

5 BELANJA MODAL 156.991.439 262.995 0,17

Belanja Tanah 2.400.000 0 0

Belanja Peralatan dan Mesin 60.162.217 258.020 0,43

Belanja Bangunan dan Gedung 30.609.222 0 0

Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 54.389.974 0 0

Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 9.430.027 4.975 0,05

6 BELANJA TAK TERDUGA 10.000.000 344.823 3,45

Belanja Tak Terduga 10.000.000 344.823 3,45

7 TRANSFER 275.518.000 0 0

Transfer Bagi Hasil ke KAB/KOTA/DESA 275.518.000 0 0

Bagi Hasil Pajak 275.518.000 0 0


(3)

D PEMBIAYAAN

8 PENERIMAAN DAERAH 258.329.976 0 0

Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan

Anggaran (SILPA) 258.329.976 0 0

9 PENGELUARAN DAEARAH 23.900.000 750.000 3,14

Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah 23.900.000 750.000 3,14

10 PEMBIAYAAN NETTO 234.429.976 (750.000) 0

SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN E

(SILPA) 0 51.164.415 0


(4)

Outlook

Bab 6

6.1.MAKRO EKONOMI REGIONAL TRIWULAN III-2009

Pada triwulan III-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan masih akan dibayangi oleh tekanan eksternal. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2009 diperkirakan berkisar pada 5% - 6% (y-o-y).

Pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2009 ini dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum masih digerakkan oleh konsumsi.

6.2. INFLASI REGIONAL TRIWULAN III-2009

Pada triwulan III-2009, laju inflasi regional Bali (q-t-q) diperkirakan akan meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,59% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan II-2009 berada pada kisaran 3,13% (y-t-d). Tekanan inflasi di triwulan III-2009 diperkirakan berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga seiring dengan masuknya tahun ajaran baru dan liburan musim panas bagi wisatawan asing.

6.3. KINERJA PERBANKAN DAERAH TRIWULAN III-2009

Kinerja perbankan pada triwulan III 2009, secara nominal diperkirakan akan terus meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Peningkatan kinerja perbankan ini diperkirakan didorong oleh peningkatan kinerja perekonomian nasional dan regional. Kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh realisasi kinerja keuangan pemerintah daerah. Selain itu kinerja perbankan juga diperkirakan akan didorong oleh membaiknya kinerja pasar modal pada triwulan III dan kecenderungan turunya suku bunga kredit.

Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami ekspansi. Ekspansi kredit pada triwulan II diperkirakan tumbuh pada kisaran 20%. Secara umum, penyebab tumbuhnya kredit adalah dari kegiatan konsumsi


(5)

yang diperkirakan akan mendorong jenis kredit konsumsi. Dari jenisnya, kredit konsumsi diperkirakan masih tumbuh pesat dan mendominasi pangsa kredit perbankan sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi masyarakat dan masih dominannya peran konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Kredit jenis konsumsi diperkirakan akan menjadi ujung tombak pertumbuhan kredit di Bali. Kredit modal kerja diperkirakan juga akan tumbuh walaupun diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan penyaluran tahun 2008. Sementara kredit jenis investasi diperkirakan akan mengalami peningkatan, sehubungan dengan kondisi perekonomian yang diperkirakan semakin mambaik dan mulai realisasinya belanja pembangunan pemerintah. Peningkatan juga akan didorong oleh tingkat suku bunga investasi yang juga diperkirakan akan turun.

Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih rendah pada level 15%. Pertumbuhan dana diperkirakan akan dibayangi oleh peningkatan kegiatan perekonomian, sehingga terjadi pergerakan dana ke sektor riil. Selain itu kecenderungan penurunan suku bunga juga diperkirakan akan mempengaruhi minat menabung masyarakat.

Hal yang cukup mengkuatirkan yang mungkin timbul pada industri perbankan adalah tekanan NPL yang diperkirakan akan meningkat sebagai akibat pelambatan perekonomian pada triwulan sebelumnya. NPL diperkirakan akan didorong dari penyaluran kredit jenis modal kerja dan kredit skim khusus yang tidak menggunakan jaminan tambahan dalam persetujuan realisasinya. Hal ini diperkirakan akan meningkatkan rasio NPL pada kisaran 2,5%. Namun demikian dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat dari perbankan diharapkan NPL dapat ditekan.

6.4. REKOMENDASI

Mempertimbangkan perkembangan perekonomian di Provinsi Bali saat ini, maka rekomendasi yang dapat disampaikan kepada pemerintah daerah yaitu:

1. Meskipun masih terjadi tren peningkatan kunjungan wisman, namun patut diwaspadai untuk beberapa bulan mendatang terdapat ancaman penurunan karena mewabahnya virus flu babi (swine flu) di sejumlah negara sehingga mereka sementara melarang penduduknya untuk bepergian ke negara lain. Oleh karena itu, perlu dukungan dari semua pihak, para


(6)

stakeholder, untuk menjaga agar virus tersebut tidak sampai melanda Bali. Selain itu, pemerintah pusat dan daerah harus terus melakukan tindakan-tindakan pencegahan (precautionaryactions).

2. Dinas-dinas terkait harus meningkatkan koordinasi dengan asosiasi pengusaha dan

stakeholder lainnya untuk mengetahui ketersediaan pasokan dan pembentukan harga di pasar. Dengan demikian, gejolak kenaikan harga dapat diantisipasi dengan lebih baik lagi dimana salah satunya adalah meningkatkan efektivitas Tim Koordinasi Pemantauan Inflasi Daerah (TKPID). Selain itu, pemerintah daerah juga harus memiliki data akurat mengenai jumlah kebutuhan komoditas per bulan atau per tahun agar ketersediaan komoditas tetap aman dan terjaga dan jika terjadi potensi kelangkaan dapat mengambil tindakan antisipatif yang lebih cepat.