231 dicari menkop ukm yang berani bela kaki lima 98

Dicari, Menkop UKM Yang Berani Bela Kaki Lima
Written by Artikel
Wednesday, 02 June 2010 12:16 - Last Updated Thursday, 10 June 2010 10:10

KABINET mendatang harus Wtul-betul mampu memberikan diang bagi rakyat kecil untuk
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, mengingat terbatasnya lapangan pekerjaan yang bisa
disediakan pemerintah, BUMN dan perusahaan swasta.
Itulah harapan rakyat kecil seperti Sudirman, tukang jahit kaki lima di Pasar Poncol, seberang
Stasiun Kereta Senen, Jakarta Pusat. Persoalannya, pedagang kaki lima sering digusur
pemerintah provinsi. Lantaran itu, ia berharap pemerintah pusat turun tangan memperhatikan
para pengusaha kaki lima. "Harapan saya sederhana saja, yang berusaha di kaki lima jangan
digusur. Kami ingin cari makan dengan tenang," ujar pria asal Yogyakarta ini.
Namun. Sudirman tidak tahu siapa saja tokoh atau politikus yang pro-rakyat kecil seperti
dirinya, sehingga perlu dijadikan menteri koperasi usaha kecil dan menengah (menkop dan
UKM). "Terserahlah siapa yang jadi menteri, yang penting dia berani membela kami agar tidak
digusur-gusur. Kami sudah bosan dengar janji muluk politisi dan pejabat," ujar pria berusia 55
tahun ini.
Ayah beranak tiga ini menambahkan, lapangan pekerjaan di pemerintahan dan sektor swasta
terbatas, sehingga banyak orang berupaya membuat lapangan pekerjaan sendiri seperti
penjahit kaki lima. "Sekarang ini cari duit susah. Pabrik saja banyak yang tutup karena
bangkrut. Rakyat bikin usaha kok digusur, apa pemerintah mau kasih makan rakyat setiap hari.

Saya berharap, kaki lima jangan digusur jika tidak mengganggu atau tidak merusak "kota,"
tandasnya.
Sudirman membuka usaha jahit kaki lima sejak 1980. Sebelumnya, lulusan STM tahun 1973 ini
pernah bekerja di perkebunan teh di Bandung. Dia hijrah ke Jakarta pada 1977. Di Ja- karta.
Sudirman bekerja di sebuah bengkel hingga akhirnya menjadi tukang jahit. "Saya mencontoh
mertua yang buka usaha jahit. Saya pikir, ini usaha yang lumayan," ujarnya.
Dari kerja sebagai penjahit. Sudirman mengaku mengantongi untung minimal Rp 50 ribu per
hari. Penghasilan itu cukup untuk makan, membayar kontrakan di belakang pasar Poncol dan
membesarkan ketiga anaknya. "Anak-anak saya sudah besar semua. Satu sudah menikah,
satu sudah kerja dan satu lagi masih kuliah di Yogya. Mereka tinggal di Yogya, saya sendirian
di Jakarta. Dari usaha seperti ini, alhamdulillah bisa menyekolahkan anak," kata lelaki yang
istrinya sudah meninggal ini.
Selama menjadi penjahit. Sudirman mengaku belum pernah merasakan bantuan modal dari
pemerintah untuk meningkatkan usahanya. "Mungkin bantuan itu hanya untuk orang-orang
yang menurut mereka legal saja. Kalau kami ini sering dianggap usaha tidak sah atau illegal.
Tapi prinsip saya begini, tidak perlulah merepotkan pemerintah dengan minta bantuan modal
segala. Asal usaha kita cari makan tidak digusur pemerintah, itu sudah bagus," tuturnya. JON
Sumber : Rakyat Merdeka

1/1