Kelas Bintang Lima Harga Kaki Lima.
Pikiran Rakyat
.
0
Selasa
4
5
20
6
21
o Mar OApr
0
Rabu
7
22
8
23
0
Kamis
9
10
24
Jumat
o Sabtu 0 Minggu
11
25
13
26
o Me; OJun OJul 0 Ags
27
OSep
14
28
15
29
o Okt
ONov
16
30
31
ODes
PasarKueBuahbatu
-
-,
UKUL lima pagi,
ketika jalan masih
lengang, buayabuaya mungil berwarna
kuning itu mulai berdatangan ke Buahbatu, Kota
Bandung. Kemudian, mereka berbaris rapi dan
"mengambil sikap" serupa: i
ekor melingkar nyaris menyentuh moncong. Segera
saja, orang-orang meriung.
Ada yang sekadar melihatlihat, ada pula yang memegang --bahkan membolakbalik-- tubuh buaya-buaya itu. Mereka yang benar-benar berminat boleh mengambil
dan membawanya pulang. Lbo?
Jangan salah sangka dulu. Buaya-buaya di Buahbatu itu tidak seganas buaya rawa.
Mereka juga tidak serakus buaya-buaya lain yang kabarnya banyak berkeliaran di negeri
kita ini. Buaya di pinggir jalan itu tidak menerkam manusia. Justru sebaliknya, mereka
diburu banyak orang untuk kemudian dimakan. "Rasanya? Mmm," begitu kata salah se-,
P
orangpembelisambilmenyapukanlidahdanmenyipitkanmata.
Buaya adalah salah satu nama roti. Bentuknya memang menjiplak binatang melata
itu. Roti buaya bukan jenis roti empuk. Ia sedikit kenyal dengan bagian perut yang diisi
coklat atau keju. Menurut sang pembuat, Retfa Satriani (42), kombinasi itulah yang
membuat roti buaya lezat disantap, apalagi ditemani secangkir kopi atau teh manis.
Roti buaya hanyalah salah satu jenis roti yang dijajakan di Pasar Kue Buahbatu. Retfa
menjajakannya sejak dua tahun lalu. Enam bulan belakangan, roti itu laris manis. Barangkali, pamomya ikut terangkat seiring kasus perseteruan antara dua institusi hukum
di Indonesia yang membawa-bawa nama binatang ini. Alasan lain yang bisa diterima
adalah harganya yang amat murah. Seekor buaya dijual Rp 5.000 saja.
Selain Retfa, ada puluhan pembuat roti lain yang beIjualan di pasar kue tersebut. Roti
dan kue yang dijajakan di sana beratus jenis. Ada roti kura-kura, kue lumpur, kue marmer, pastel, pisang keju, bolu, brownies, dan sebagainya. Harga satuannya, mulaidari
Rp 800 hingga Rp 60.000. Oh iya, bermacamjenis "hutan hitam" alias blackforestuntuk keperluan ulang tahun pun tersedia di sana.
Hampir semua pembuat roti di pasar kue itu juga merupakan pemasok di berbagai
toko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis dengan roti yang merekajajakan di pinggir Jalan Buahbatu. Yang berbeda, tentu saja
harganya. Kue marmer, misalnya. Ketika dipajang di etalase toko, kue itu dijual dengan harga Rp 60.000. Padahal, di Pasar Kue Buahbatu, kue itu dijual dengan harga
hanya Rp 40.000.
Boleh dikata, para pedagang di pasar kue itu menjual kue-kue kelas bintang lima
dengan harga kaki lima. Itulah mengapa kian harijumlah pengunjung pasar itu kian
banyak, apalagi pada akhir pekan.
**
-
'
-
PASAR kue itu berlokasi di areal sepanjang tujuh puluh meter, di halaman bekas toko swalayan "Trina". Sekujur bangunan itu, kini, tak lagi berpenghuni, kecuali satu bidang keeil di ujung utara yang ditempati gerai makanan cepat saji asal
Amerika. Setelah "Trina" mati, bangunan itu ditempati oleh "Top" kemudian "Hero". Swalayan terakhir itu pun terpaksa tutup sejak lebih dari setahun lalu.
Orang paling tepat untuk diajak bicara mengenai kelahiran pasar kue itu adalah Trie Sumarno (48). Betapa tidak, pembuat kue asal Babakan Ciparay, Kota
Bandung itu memang salah seorang bidannya. Pada 2004, bersama dua pembuat kue lainnya, ia meminta izin pada manajemen swalayan Top untuk meminjam halaman mereka pada pagi hari saja. Mulanya, hanya dijadikan tempat
kencan. 'Waktu itu, barn ada tiga pembuat kue dan belasan pengecer yang
membeli untuk kemudian menjualnya lagi," ungkap Trie ketika ditemui, Jumat
(8/1) lalu.
Belakangan, tidak hanya pengeeer yang datang membeli. Warga sekitar
yang tahu keberadaan pasar anyar itu mulai rajin datang. Tak membutuhkan
waktu yang lama, berita tentang murahnya harga roti-roti lezat di Buahbatu
itu menyebar dari mulut ke mulut. Pengunjung berdatangan dari segenap
penjuru Kota Bandung. Ada yang datang untuk membeli beberapa biji kue
saja, ada pula yang berkunjung untuk benar-benar berbelanja.
Ada gula ada semut. Jumlah pedagang pun terns membengkak. Kini, setidaknya terdapat enam puluh pedagang yang berjualan di ~ana. Dari sekadar lesehan, kini terdapat meja-meja kayu tempat memajang roti dan kue.
Produknya pun meluas. Tak hanya roti atau kue. Tercatat setidaknya tiga
~g~g
-;enjajakan nas~uk-pauknya.
"Para pembuat
kue di sini kan juga butuh sarapan. Kita saling melengkapi saja. Mengalir," ucap Trie, enteng.
Keramaian pasar kue itu agaknya menarik minat banyak
pembuat kue yang belum bergabung. Dalam seminggu, Trie
(yang dipercayai rekan-rekannya menjadi koordinator) bisa
menerima tiga tamu yang meminta izin membuka 1apak barn.
Memang, masih ada ruang kosong yang bisa digunakan dua
hingga tiga pedagang barn. Namun, Trie tidak mau gegabah
memberi izin.
Ada aturan main yang harus dipatuhi. Pembuat roti yang ingin berjualan di pasar itu harus memiliki produk berbeda dari
semua roti dan kue yang sudah ada. Hal ini dilakukan untuk
menjaga keberlangsungan usaha produsen produk serupa
yang te1ah ter1ebih dulu ada di pasar. "Sebagai pedagang bermodal menengah ke bawah, kesepakatan semacam ini penting
artinya," ujar Trie.
**
MFSKI terlihat tumbuh pesat dalam enam tahun usianya,
para pedagang di pasar kue itu sesungguhnya menyimpan kegelisahan. Lokasi berjualan yang masih berstatus pinjaman
membuat para penghuni waswas. "Selama ini, kami bisa bertahan semata karena kebaikan hati penge101agedung. Sewaktu-waktu, kalau memang halaman dibutuhkan yang punya, ya
kami harus pergi," kata Waway Agustaman (50), pengurns paguyuban pedagang.
Atas nama pedagang, pengurus te1ah beberapa kali menyampaikan kekhawatiran tersebut
kepada
pemerintah kota. Mereka ingin mempero1eh jaminan lokasi
berjualan sehingga dapat beraktivitas dengan tenang. Kalaupun tidak bisa di tempat yang sekarang mereka gunakan, mereka ingin lokasi barn itu ada di sepanjang Jalan Buahbatu.
Jalan ini dipandang strategis dan sudah dikenal masyarakat
1uas. Namun hingga hari ini, aspirasi itu be1um bero1eh tanggapan.
Pakar ekonomi Universitas Padjadjaran Rina Indiastuti berpendapat, kehadiran Pasar Kue Buahbatu mewakili keinginan
produsen kelas menengah ke bawah di masyarakat yang membutuhkan ruang luas untuk berekspresi. Oleh karena itu, pemerintah wajib memberikan dukungan. Bisa dalam bentuk
yang sederhana, seperti penataan desain pasar, atau yang Iebih serius dengan menggaransi lokasi berjualan. Saran yang
dia sodorkan adalah mempromosikan pusat aktivitas para
pembuat kue itu sebagai keunikan kota.
"Bandung itu kota kuliner. Banyak tempat menarik di siang
dan malam hari. Akan tetapi, masih sedikit kan tempat menarik saat subuh? Pasar ini bisajadi andalan karena berbeda dari
pasar-pasar lainnya," tutur Rina. (Ag. Tri Joko Her RiadiCPR")*::
~
_
=
_
OiPasarKue,MerekaMe/awan
"
p
ERlAWANAN" bisa tumbuh di mana saja. Di pasar kue sekalipun. Menyimak sejarah kelahiran Pasar Kue Buahbatu, aroma "perlawanan" amat kental
terasa. Dengan membuat pasar, para pembuat kue bermodal
menengah ke bawah berhasil memotong ketergantungan
penghasilan mereJ
.
0
Selasa
4
5
20
6
21
o Mar OApr
0
Rabu
7
22
8
23
0
Kamis
9
10
24
Jumat
o Sabtu 0 Minggu
11
25
13
26
o Me; OJun OJul 0 Ags
27
OSep
14
28
15
29
o Okt
ONov
16
30
31
ODes
PasarKueBuahbatu
-
-,
UKUL lima pagi,
ketika jalan masih
lengang, buayabuaya mungil berwarna
kuning itu mulai berdatangan ke Buahbatu, Kota
Bandung. Kemudian, mereka berbaris rapi dan
"mengambil sikap" serupa: i
ekor melingkar nyaris menyentuh moncong. Segera
saja, orang-orang meriung.
Ada yang sekadar melihatlihat, ada pula yang memegang --bahkan membolakbalik-- tubuh buaya-buaya itu. Mereka yang benar-benar berminat boleh mengambil
dan membawanya pulang. Lbo?
Jangan salah sangka dulu. Buaya-buaya di Buahbatu itu tidak seganas buaya rawa.
Mereka juga tidak serakus buaya-buaya lain yang kabarnya banyak berkeliaran di negeri
kita ini. Buaya di pinggir jalan itu tidak menerkam manusia. Justru sebaliknya, mereka
diburu banyak orang untuk kemudian dimakan. "Rasanya? Mmm," begitu kata salah se-,
P
orangpembelisambilmenyapukanlidahdanmenyipitkanmata.
Buaya adalah salah satu nama roti. Bentuknya memang menjiplak binatang melata
itu. Roti buaya bukan jenis roti empuk. Ia sedikit kenyal dengan bagian perut yang diisi
coklat atau keju. Menurut sang pembuat, Retfa Satriani (42), kombinasi itulah yang
membuat roti buaya lezat disantap, apalagi ditemani secangkir kopi atau teh manis.
Roti buaya hanyalah salah satu jenis roti yang dijajakan di Pasar Kue Buahbatu. Retfa
menjajakannya sejak dua tahun lalu. Enam bulan belakangan, roti itu laris manis. Barangkali, pamomya ikut terangkat seiring kasus perseteruan antara dua institusi hukum
di Indonesia yang membawa-bawa nama binatang ini. Alasan lain yang bisa diterima
adalah harganya yang amat murah. Seekor buaya dijual Rp 5.000 saja.
Selain Retfa, ada puluhan pembuat roti lain yang beIjualan di pasar kue tersebut. Roti
dan kue yang dijajakan di sana beratus jenis. Ada roti kura-kura, kue lumpur, kue marmer, pastel, pisang keju, bolu, brownies, dan sebagainya. Harga satuannya, mulaidari
Rp 800 hingga Rp 60.000. Oh iya, bermacamjenis "hutan hitam" alias blackforestuntuk keperluan ulang tahun pun tersedia di sana.
Hampir semua pembuat roti di pasar kue itu juga merupakan pemasok di berbagai
toko roti terkenal di Kota Bandung. Roti yang mereka titipkan ke toko sama persis dengan roti yang merekajajakan di pinggir Jalan Buahbatu. Yang berbeda, tentu saja
harganya. Kue marmer, misalnya. Ketika dipajang di etalase toko, kue itu dijual dengan harga Rp 60.000. Padahal, di Pasar Kue Buahbatu, kue itu dijual dengan harga
hanya Rp 40.000.
Boleh dikata, para pedagang di pasar kue itu menjual kue-kue kelas bintang lima
dengan harga kaki lima. Itulah mengapa kian harijumlah pengunjung pasar itu kian
banyak, apalagi pada akhir pekan.
**
-
'
-
PASAR kue itu berlokasi di areal sepanjang tujuh puluh meter, di halaman bekas toko swalayan "Trina". Sekujur bangunan itu, kini, tak lagi berpenghuni, kecuali satu bidang keeil di ujung utara yang ditempati gerai makanan cepat saji asal
Amerika. Setelah "Trina" mati, bangunan itu ditempati oleh "Top" kemudian "Hero". Swalayan terakhir itu pun terpaksa tutup sejak lebih dari setahun lalu.
Orang paling tepat untuk diajak bicara mengenai kelahiran pasar kue itu adalah Trie Sumarno (48). Betapa tidak, pembuat kue asal Babakan Ciparay, Kota
Bandung itu memang salah seorang bidannya. Pada 2004, bersama dua pembuat kue lainnya, ia meminta izin pada manajemen swalayan Top untuk meminjam halaman mereka pada pagi hari saja. Mulanya, hanya dijadikan tempat
kencan. 'Waktu itu, barn ada tiga pembuat kue dan belasan pengecer yang
membeli untuk kemudian menjualnya lagi," ungkap Trie ketika ditemui, Jumat
(8/1) lalu.
Belakangan, tidak hanya pengeeer yang datang membeli. Warga sekitar
yang tahu keberadaan pasar anyar itu mulai rajin datang. Tak membutuhkan
waktu yang lama, berita tentang murahnya harga roti-roti lezat di Buahbatu
itu menyebar dari mulut ke mulut. Pengunjung berdatangan dari segenap
penjuru Kota Bandung. Ada yang datang untuk membeli beberapa biji kue
saja, ada pula yang berkunjung untuk benar-benar berbelanja.
Ada gula ada semut. Jumlah pedagang pun terns membengkak. Kini, setidaknya terdapat enam puluh pedagang yang berjualan di ~ana. Dari sekadar lesehan, kini terdapat meja-meja kayu tempat memajang roti dan kue.
Produknya pun meluas. Tak hanya roti atau kue. Tercatat setidaknya tiga
~g~g
-;enjajakan nas~uk-pauknya.
"Para pembuat
kue di sini kan juga butuh sarapan. Kita saling melengkapi saja. Mengalir," ucap Trie, enteng.
Keramaian pasar kue itu agaknya menarik minat banyak
pembuat kue yang belum bergabung. Dalam seminggu, Trie
(yang dipercayai rekan-rekannya menjadi koordinator) bisa
menerima tiga tamu yang meminta izin membuka 1apak barn.
Memang, masih ada ruang kosong yang bisa digunakan dua
hingga tiga pedagang barn. Namun, Trie tidak mau gegabah
memberi izin.
Ada aturan main yang harus dipatuhi. Pembuat roti yang ingin berjualan di pasar itu harus memiliki produk berbeda dari
semua roti dan kue yang sudah ada. Hal ini dilakukan untuk
menjaga keberlangsungan usaha produsen produk serupa
yang te1ah ter1ebih dulu ada di pasar. "Sebagai pedagang bermodal menengah ke bawah, kesepakatan semacam ini penting
artinya," ujar Trie.
**
MFSKI terlihat tumbuh pesat dalam enam tahun usianya,
para pedagang di pasar kue itu sesungguhnya menyimpan kegelisahan. Lokasi berjualan yang masih berstatus pinjaman
membuat para penghuni waswas. "Selama ini, kami bisa bertahan semata karena kebaikan hati penge101agedung. Sewaktu-waktu, kalau memang halaman dibutuhkan yang punya, ya
kami harus pergi," kata Waway Agustaman (50), pengurns paguyuban pedagang.
Atas nama pedagang, pengurus te1ah beberapa kali menyampaikan kekhawatiran tersebut
kepada
pemerintah kota. Mereka ingin mempero1eh jaminan lokasi
berjualan sehingga dapat beraktivitas dengan tenang. Kalaupun tidak bisa di tempat yang sekarang mereka gunakan, mereka ingin lokasi barn itu ada di sepanjang Jalan Buahbatu.
Jalan ini dipandang strategis dan sudah dikenal masyarakat
1uas. Namun hingga hari ini, aspirasi itu be1um bero1eh tanggapan.
Pakar ekonomi Universitas Padjadjaran Rina Indiastuti berpendapat, kehadiran Pasar Kue Buahbatu mewakili keinginan
produsen kelas menengah ke bawah di masyarakat yang membutuhkan ruang luas untuk berekspresi. Oleh karena itu, pemerintah wajib memberikan dukungan. Bisa dalam bentuk
yang sederhana, seperti penataan desain pasar, atau yang Iebih serius dengan menggaransi lokasi berjualan. Saran yang
dia sodorkan adalah mempromosikan pusat aktivitas para
pembuat kue itu sebagai keunikan kota.
"Bandung itu kota kuliner. Banyak tempat menarik di siang
dan malam hari. Akan tetapi, masih sedikit kan tempat menarik saat subuh? Pasar ini bisajadi andalan karena berbeda dari
pasar-pasar lainnya," tutur Rina. (Ag. Tri Joko Her RiadiCPR")*::
~
_
=
_
OiPasarKue,MerekaMe/awan
"
p
ERlAWANAN" bisa tumbuh di mana saja. Di pasar kue sekalipun. Menyimak sejarah kelahiran Pasar Kue Buahbatu, aroma "perlawanan" amat kental
terasa. Dengan membuat pasar, para pembuat kue bermodal
menengah ke bawah berhasil memotong ketergantungan
penghasilan mereJ