SOROTAN TERHADAP ANGGOTA DPR

SOROTAN TERHADAP ANGGOTA DPR

Di beberapa daerah sorotan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat kian marak Soal
uang paling menjadi perhatian. Di luar itu, masalah peranan anggota Dewan dalam
memperjuangkan aspirasi rakyat juga selalu menjadi sorotan kritik. Benarkah anggota legislatif
tersebut telah benar-benar menjalankan amanat rakyat yang memilihnya untuk duduk di kursi
terhormat itu? Begitulah inti sorotan masyarakat terhadap anggota Dewan, baik di tingkat
nasional maupun daerah.
Sorotan publik atau rakyat berupa kritik dan tuntutan terhadap anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) tentu wajar adanya. Sebab, rakyat itulah yang memilih dan
menjadikan anggota DPR itu duduk di kursi legislatif. Rakyat itulah yang diwakili dan
diatasnamakan oleh para anggota DPR dalam menduduki posisi dan menjalankan fungsinya.
Dalam alam reformasi sekarang ini segala sesuatu yang menyangkut rakyat dan urusanurusan publik memang harus terbuka. Selalu harus ada akuntabilitas atau pertanggungjawaban.
Lebih-lebih yang menyangkut urusan tanggungjawab publik seperti menjadi anggota DPR.
Sangatlah wajar jika rakyat menuntut dan mengeritik. Bahkan, tuntutan untuk menurunkan atau
memberhentikan anggota DPR pun tentu akan sangat terbuka, sesuai mekanisme yang berlaku.
Sungguh berbeda dengan suasana di era rezim Orde Baru yang sangat tertutup.
Lebih dari itu, kini menjadi anggota DPR memang sangatah penuh tantangan dan godaan.
Kita sama-sama tahu, dalam era Pemilu 1999, menjadi anggota DPR juga menjadi anggota
eksekutif sungguh sangat longgar dan terbuka, sehingga terkesan bahwa siapapun dapat
menduduki posisi penting tersebut dengan relatif gratis. Artinya, karena suasana reformasi

kemudian membuka ruang sangat leluasa untuk tampilnya elit-elit lokal maupun nasional yang
dadakan sekalipun.
Tantangan dan godaan lain bahwa di era reformasi dan otonomi daerah kemudian sangat
terbuka berbagai peluang untuk panen fasilitas dan hal-hal yang menyangkut sumberdana bagi
lembaga legislatif, ketika institusi ini naik posisi tawarnya di hadapan eksekutif. Dalam posisi
yang naik kelas itu, sangat terbuka untuk mempertukarkan akses dan keputusan-keputusan
Dewan dengan segala kemungkinan pertukaran hingga ke bentuk politik uang. Kondisi ini akan
jauh lebih buruk ketimbang di zaman Orde Baru, karena penyimpangan akan terbuka untuk
dilakukan oleh lembaga legislatif sekaligus eksekutif.
Hal lain yang juga tak kalah menggodanya ialah soal gaji atau pendapatan anggota
Dewan. Selalu menjadi sorotan gaji yang sangat besar dari anggota legislatif, yang sering
diperbandingkan dengan jasa-jasa profesi publik yang tidak seberapa. Di beberapa propinsi atau
daerah menurut informasi bahkan gaji anggota Dewan ada yang di atas 20 juta rupiah perbulan.
Suatu loncatan yang sangat luar biasa, yang tentu tidak akan pernah diperoleh oleh profesi lain
semisal guru atau Guru Besar yang rambut kepalanya sudah beruban sekalipun. Kemakmuran
yang melonjak itu tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial dan tuntutan publik yang kian
besar terhadap anggota DPR.
Di sinilah pentingnya amanah dalam menduduki posisi dan menjalankan peran sebagai
anggota DPR, sebagaimana amanah untuk jabatan-jabatan publik lainnya yang menggunakan
anggaran negara. Rakyat akan terus menuntut dan mengawasi, dan memang haruslah demikian.

Sekali anggota DPR itu lengah dan lalai, apalagi sampai menyimpang, maka hisab rakyat akan
keras. Kalaupun pengawasan dan kendali rakyat tidak ada, semestinya para anggota DPR yang
terhormat itu memiliki pengawasan melekat dalam dirinya berupa benteng moral. Siapapun dapat
dibohongi, termasuk rakyat, tetapi ada satu kekuatan yang maha segala-galanya yang mustahil
dapat dikecoh dan diperdaya, yakni Allah Yang Maha Mengawasi. Mari, jalankan amanah rakyat
dengan sebaik-baiknya! HNs.

Sumber: SM-06-2002