Relasi Bahasa, Kuasa, dan Ideologi Tokoh di Media (Analisis Wacana Kritis Isu Korupsi dalam Pemberitaan Dahlan Iskan Melawan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Koran Tempo)

(1)

RELASI BAHASA, KUASA, DAN IDEOLOGI TOKOH DI MEDIA (Analisis Wacana Kritis Isu Korupsi dalam Pemberitaan Dahlan Iskan

Melawan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Koran Tempo)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.i)

Oleh:

JAFFRY PRABU PRAKOSO

NIM: 109051100064

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435H


(2)

(3)

(4)

(5)

i Nama : Jaffry Prabu Prakoso NIM : 109051100064

ABSTRAK

Media massa berfungsi sebagai penyebar informasi. Oleh karena itu berita yang disampaikan kepada khalayak umum harus jelas tanpa ada penyimpangan arti. Koran Tempo yang mengikuti kasus ini kurang memberi tahu kepada pembaca dari awal kasus saat Dahlan Iskan mangkir dari pemanggilan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan malah mementingkan acara lain.

Setelah menemukan kerugian Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebesar Rp 37 triliun, DPR memanggil Dahlan Iskan sebagai orang yang pernah memimpin perusahaan tersebut untuk menjelaskannya. Beberapa kali tidak datang, DPR mengancam akan memanggil paksa Dahlan. Perseteruan Dahlan dengan DPR menjadi semakin rumit saat Dahlan melontarkan pernyataan akan membongkar anggota DPR yang suka memeras Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Koran Tempo merupakan salah satu surat kabar yang gencar memberitakan masalah ini.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka muncul pertanyaan mayor, bagaimana relasi bahasa, kuasa, dan ideologi tokoh yang digunakan Koran

Tempo? Dari situ, muncul pertanyaan minor, Bagaimanakah wacana teks,

produksi teks, dan praktik sosial budaya pada pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR di Koran Tempo? Dan bagaimana penggambaran media massa terhadap pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR di Koran Tempo?

Metodologi penelitian ini mengunakan paradigma kritis dengan pendekatan kualitatf. Paradigma kritis melihat bahasa sebagai alat untuk memahami realitas objektif yang tersembunyi melalui wacana. Metode penelitiannya menggunakan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Fairclough melakukan analisis berdasarkan tiga dimensi, yaitu analisis teks, analisis produksi dan konsumsi teks, dan analisis sosial budaya. (Norman Fairclough, 1995; 98).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekonomi politik Vincent Mosco dengan konsep spasialisasi, komodifikasi, dan strukturasi. (Vincent Mosco, 1996; 138). Hal tersebut bermaksud agar mengetahui ideologi yang digunakan Koran Tempo dalam memberitakan perseteruan Dahlan Iskan dengan anggota DPR.

Menganalisis kasus permasalahan Dahlan Iskan dengan anggota DPR di

Koran Tempo, pada akhirnya menunjukkan keberpihakan media pada suatu isu. Keberpihakan ini bisa dilihat dari sisi berita yang ditulis wartawam, saat rapat redaksi, dan juga kondisi sosial budaya yang ada.

Dengan meneliti kasus ini, terlihat adanya kedekatan Koran Tempo dengan Dahlan Iskan. Publik akhirnya dibuat percaya dengan tindakan Dahlan Iskan meski membuat PLN rugi hingga Rp 37 triliun merupakan tindakan yang tepat dan DPR tetap menjadi orang jahat dilihat dari berita yang terbit.


(6)

ii

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada ALLAH SWT Tuhan semesta alam, atas limpahan karunia dan rida-Nya yang tidak pernah putus memberikan nikmat dan berkah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Rasulullah SAW yang membawa umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang.

Setelah berjuang beberapa bulan mengerjakan penelitian ini, peneliti tidak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu menyelesaikan dalam penyusunan penelitian ini. Orang-orang tersebut yaitu:

1. Orangtua tercinta, Jawaher dan Ferry Agung Budi Prakoso yang selalu percaya bahwa anaknya pasti akan menyelesaikan pendidikannya walaupun terkadang suka cemas menanyakan kapan akan lulus.

2. Rubiyanah yang menjadi Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Pembimbing Akademik, Dosen Pembimbing Kuliah Kerja Nyata, dan juga teman cerita peneliti.

3. Ade Rina Farida selaku Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik yang selalu mendukung dan memberi banyak kemudahan dalam menyelesaikan kuliah. 4. Dosen Pembimbing, Fita Fathurrokhmah yang telah banyak membimbing dan

sabar menghadapi peneliti selama menyusun penelitian.

5. Adik tersayang, Arsy Rara Yudhistira yang menjadi teman berantem peneliti dari kecil.


(7)

iii

6. Remaja Masjid at-Taqwa (REMATA) Pakujaya Permai dengan pintu yang selalu terbuka untuk peneliti. REMATA juga menjadi tempat peneliti berbagi pengetahuan dasar-dasar Islam yang didapat dibangku kuliah.

7. LPM INSTITUT wadah peneliti mengeksplorasi ilmu jurnalistik yang didapat selama kuliah. Untuk teman-teman seperjuangan di INSTITUT Muhammad Umar, Makhruzi Rahman, Kiki Achmad Rizqi, Rahmat Kamaruddin, Aditia Purnomo, Ema Fitriyani, Aam Mariyamah, Aditya Widya Putri, Aprilia Hariani, Muji Hastuti, Rahayu Oktaviani, Trisna Wulandari dan juga untuk senior dan junior yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

8. Koran Tempo yang dengan senang hati menjadi subjek peneliti dan Yogi karena sudah mau membantu walaupun kerjaannya sebagai sekertaris redaksi terganggu.

9. Keluarga besar Karate UIN Jakarta.

10.Teman-teman diskusi, bercanda, dan segalanya di Konsentrasi Jurnalistik B 2009 (Ilham Adiansyah, Hilman Fauzi, Ali Mansur, Khaerunuzulla, Sigit Lincah Hadmadi, Dewi Febrianti, M Fikri Halim, Bobby Alexander, Abdurrachman, Satria Loka, Angga Bima, Yusuf Gandang P, Abdul Aziz, Putri Nurazizah, Mekar Ayu L, Putri Buana T D, Devit Rubianto, Samsul Arifin, Arintika, Fauziah Mursid, Adjri Septiani, Hilda Savitri, Ima Rahmawati, Dewi Rifqina, Turi Miasih, Andini Apriliana, Marisha Arianti A, Devi Cahyo P, Nur Fitriyani, Hafsa Tia A, Lindawati, Puti Hasanatu S), juga

yang sudah gugur (Rian, Opang, Riski “cimeng”, Lulu, Akmal, Degam), dan seluruh teman sekelas termasuk Jurnalistik A.


(8)

iv

12.Kerabat Kerja Boomart (Ilham, Hilman, Sigit, Ali, Jauhari, Nunu) meski hingga sekarang proyeknya belum kunjung tembus.

13.Personil Kuliah Kerja Nyata Amoral (Adiansyah, Fauzi, Dwi Cahyo N, Azis, M Imam Baihaqi, Hasan al Kaslan, Ibnu Affan, Iswahyudi, Arif Priyadi dan para wanitanya yang tidak akan peneliti sebutkan.

14.Teman jalan-jalan santai bareng, Ilham, Hilman, Ali, Bima, Ima, Turi, Putri, Dewi yang sudah mau diajak ngegembel bareng.

15.Teman satu kosan, Bubung, Didin, Oji, Polem, Ali, Nunu, Adiansyah walaupun peneliti cuma numpang

16.Para penemu barang-barang elektronik yang bersusah payah menciptakan penemuan penting.

Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih dan semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka. Peneliti mohon maaf apabila masih ada kesalahan dan kekurangan dalam penelitian karya ilmiah ini. Peneliti hanya makhluk biasa yang selalu salah dan mencoba untuk melakukan yang terbaik. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk para pembaca, Aamiin.

Jakarta, 28 Desember 2013

Jaffry Prabu Prakoso Nim: 109051100064


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

E. Metodologi Penelitian ... 6

1. Paradigma Penelitian ... 6

2. Pendekatan Penelitian... 7

3. Metode Penelitian ... 7

4. Teknik Pengumpulan Data ... 8

5. Teknik Analisis Data ... 9

6. Subjek dan Objek Penelitian ... 10

7. Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

F. Tinjauan Pustaka ... 11

G. Sistematika Penelitian ... 12

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teori ... 14

1. Ekonomi Politik Vincent Mosco ... 14

2. Analisi Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 18

3. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Norman Fairclough ... 25

B. Kerangka Konsep ... 31

BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A. Sejarah Perkembangan Tempo ... 35

B. Profil Dahlan Iskan ... 38

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough isu korupsi Dahlan Iskan melawan anggota DPR. ... 42

1. Analisis level teks ... 42


(10)

vi

1. Komodifikasi ... 81 2. Spasialisasi ... 84 3. Strukturasi ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 92 B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Analisis framing metode Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 23

Tabel 2 Analisis Wacana Kritis metode Norman Fairclough ... 27


(12)

viii

1. Halaman muka Koran Tempo dengan judul Ungkap Pemalak BUMN; Dahlan Percaya Diri ke DPR ... 47

2. Gambar ilustrasi berita Pemborosan di PLN; Pemerintah Menilai

Keputusan Dahlan Tepat ... 57


(13)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Permohonan Penelitian/ Wawancara Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 3 Wawancara Pribadi dengan Redaktur Pelaksana Koran Tempo

Lampiran 4 Dokumentasi peneliti dengan Redaktur Pelaksana Koran Tempo


(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Secara umum, media massa yang terdiri atas media cetak, elektronik dan media siber memiliki fungsi yang sama, yaitu menyiarkan informasi.1 Penerbitan pers khususnya surat kabar, hampir semuanya menyediakan kolom atau rubrik untuk berita meski dengan kapasitasnya masing-masing. Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Berita dalam penerbitan pers dapat berasal dari masyarakat luas. Wartawan yang meliput dan menuliskannya maupun manajemen redaksi, kemudian mengkonstruksi berita-berita tersebut.2

Kraus dan Davis mengelompokkan cara media mengkonstruksikan realitas politik ke dalam lima (5) cara, yaitu: pencitraan, pembuatan realitas komunikasi, penganugerahan status, pembuatan peristiwa buatan, dan agenda setting. Menurut mereka, kelima cara ini bukan berpengaruh terhadap citra para aktor politik saja tapi juga mempengaruhi perilaku politik para aktor dan khalayak. 3

Pendapat Kraus dan Davis hampir sama dengan Walter Lippmann. Dengan dalilnya yang terkenal, “World outside and pictures in your heads”, Lippmann sebetulnya sudah sejak lama menyadari fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang sangat berpengaruh terhadap khalayak. Fungsi media, menurutnya sebagai pembentuk makna. Interpretasi media massa terhadap

1

Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik (Jakarta: Logos, 1999), h. 3. 2

Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: Rosda 2004), h. 67. 3

Sidney Kraus dan Dennis Davis, The Effects of Mass Communication on Political Behavior (The Pennsylvania State University Press, 1978), h. 209-227.


(15)

2

berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka.4

Media massa tidak hidup dalam situasi yang vakum. Segala yang ditampilkan dalam media ditentukan oleh banyak faktor baik eksternal maupun internal. Dalam banyak kasus seperti di Indonesia, sistem politik merupakan faktor eksternal yang sangat berpengaruh dalam pemberitaan yang diterbitkan dalam sebuah penerbitan. Sistem politik yang diterapkan oleh sebuah negara juga ikut menentukan mekanisme kerja media massa negara itu. Pada kasus seperti itu, umumnya terjadi pada sistem pemerintahan yang otoriter seperti pada jaman Soeharto.

Faktor internal yang mempengaruhi sebuah media adalah faktor kepemilikan. Pemilik media bisa saja mengubah atau menentukan kasus yang akan disuguhkan kepada publik. Hal ini akan menjadi sangat berbahaya jika sang pemilik terjun ke dunia politik. Besar kemungkinan pemberitaan yang ada di medianya akan memberikan porsi besar dan mengikuti perkembangan si pemilik tersebut.

Efek kekuasaan terhadap media massa yang terlalu kuat tidak hanya membungkam kontrol sosial media massa sebagai institusi budaya, tetapi juga memiliki efek terhadap kemerdekaan berpendapat dan berekspresi. Sejatinya, fungsi kontrol media massa tidak dapat dibungkam oleh kekuasaan.

Media massa harus tetap diberi ruang gerak yang cukup untuk melakukan kontrol sosial atau kritik terhadap korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai penyimpangan lainnya yang dilakukan oleh rezim yang berkuasa. Kuat atau

4

Walter Lippmann, Opini Umum (terjemahan) (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 3-28.


(16)

lemahnya fungsi sosial kontrol pers sangat ditentukan oleh konsep sistem politik kekuasaan serta pola hubungan negara dan masyarakat.

Media massa sebagai sebuah bagian dari ruang publik yang di dalamnya terdapat bahasa dan simbol-simbol diproduksi kemudian disebarluaskan tidak dilihat oleh Gramsci sebagai sebuah alat hegemoni yang bersifat pasif semata. Media massa bersama media massa tandingan membentuk sebuah ruang tempat berlangsungnya perang bahasa atau perang simbol untuk memperebutkan penerimaan publik atas gagasan-gagasan ideologis yang diperjuangkan. Di dalamnya sebuah ide hegemonik mendapatkan tantangannya oleh berbagai hegemoni tandingan lainnya. 5

Dalam upaya memperebutkan penerimaan publik, kekuatan bahasa, dan kekuatan simbol memiliki peran yang sangat penting dalam prinsip hegemonik. Jelas bahwa hiperrealitas media di sini menemukan bentuk baru. Hiperrealitas media dalam wacana media merupakan sebuah distorsi bahasa dan tanda serta nilai-niai yang diproduksi. Distorsi tersebut adalah kepentingan hegemoni dan ideologi, kepentingan politik, maupun ekonomi yang mampu menguasai media melalui hegemoni.6

Kepentingan-kepentingan bisa dilihat pada kasus Dahlan Iskan melawan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tahun 2012. Isu ini menjadi topik yang hangat pada bulan Oktober hingga November 2012. Koran Tempo merupakan salah satu dari media nasional yang intens memberitakan masalah ini. Padahal jika dilihat ke belakang, permulaan kasus ini ketika anggota DPR mendapati Perusahaan Listrik Negara (PLN) rugi hingga mencapai Rp 31 triliun. Lalu

5

Ade Mulya, Transformasi Usaha Industri Media Massa (Jakarta: LIPI, 2006), h. 9. 6 Ade,


(17)

4

anggota DPR meminta orang tertinggi saat itu, Dahlan agar menjelaskan kenapa perusahaan milik negara itu dapat defisit.

Akan tetapi panggilan anggota DPR tidak digubris Dahlan Iskan. Dia malah lebih mementingkan acara pertemuan lain di luar kota dengan alasan yang beragam. Anggota DPR pun geram dengan tindakan Dahlan. Hingga panggilan kedua Dahlan juga tidak menghadiri panggilan anggota DPR. Akhirnya mereka mengancam akan memanggil paksa Dahlan Iskan terkait kerugian PLN.

Dahlan Iskan pun balik mengancam akan membongkar pemerasan yang suka dilakukan anggota DPR terhadap BUMN. Dari sinilah mulai pertikaian antara Dahlan Iskan dengan DPR RI. Koran Tempo memandang konflik tersebut layak dijadikan berita dan mulai memberikan porsi lebih terhadap kasus ini hingga menjadikannya sebagai headline dan berita utama.

Kasus ini menjadi menarik ketika Koran Tempo tidak sekali pun membahas tentang kerugian PLN. Koran Tempo malah seakan-akan membuat Dahlan Iskan sebagai pahlawan dengan membongkar skandal korupsi itu. Jika membahas masalah PLN, Koran Tempo masih memberikan persepsi kepada publik bahwa Dahlan Iskan orang yang tidak bersalah.

Dari latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik meneliti dengan judul, “RELASI BAHASA, KUASA, DAN IDEOLOGI TOKOH DI MEDIA; Analisis Wacana Kritis Isu Korupsi dalam Pemberitaan Dahlan Iskan Melawan Anggota DPR di Koran Tempo.”

B. Identifikasi, Batasan, dan Rumusan Masalah

Pada awal pemanggilan anggota DPR kepada Dahlan Iskan terkait kerugian PLN sebesar Rp 37 triliun, Dahlan selalu mangkir. Banyak media massa


(18)

nasional yang memberitakan masalah ini. Akan tetapi Koran Tempo sama sekali tidak membahas pemanggilan tersebut, bahkan Koran Tempo lebih sering memberitakan perseteruan Dahlan Iskan dengan anggota DPR saat Dahlan melontarkan pernyataan akan memberi tahu pada publik tentang pemerasan yang dilakukan oleh anggota DPR. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik meneliti pemberitaan antara Dahlan Iskan dengan Anggota DPR

Agar batasan masalah penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka permasalahan yang dikaji dibatasi terhadap Analisis Wacana Kritis yang akan dianalisis adalah pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR di Koran

Tempo dari 30 Oktober hingga 14 November 2012.

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah teks, praktik wacana, dan praktik sosial budaya diwacanakan pada pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR di Koran Tempo? 2. Bagaimanakah relasi bahasa, kuasa dan ideologi media terhadap pemberitaan

Dahlan Iskan melawan anggota DPR di Koran Tempo?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui teks, praktik wacana, dan praktik sosial budaya diwacanakan pada pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR di

Koran Tempo.

2. Untuk mengetahui relasi bahasa, kuasa, dan ideologi media terhadap pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR di Koran Tempo.


(19)

6

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan wacana yang dilakukan oleh media massa tentang gejala sosial yang terjadi di sekitar kita. Peristiwa yang luput dari perhatian dan hilang begitu saja dari pemberitaan yang sebenarnya merupakan salah satu praktik wacana yang dilakukan media massa.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi praktisi media massa seperti wartawan, mahasiswa Jurnalistik dan kepada pembaca pada umumnya serta dapat bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Lexy J. Moleong yang mengutip pernyataan Bogdan dan Bilken menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan proposisi yang mengarahkan cara berpikir dalam penelitian.7 Ini memiliki arti bahwa paradigma merupakan salah satu metode atau cara berpikir yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian baik itu sebelum maupun sesudah penelitian. Paradigma ini dilakukan supaya peneliti tidak keluar dari jalur cara berpikir penelitiannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis memperbaiki paradigma konstruktivisme. Pandangan ini, tidak hanya melihat bahasa sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan untuk melihat maksud-maksud dari wacana tertentu. Paradigma kritis jauh lebih meneliti

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosda karya, Cetakan kedelapan 1997) h. 30.


(20)

aspek sosial, sejarah, dan budaya dari wacana tersebut.8 Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih jauh realitas di balik wacana sesungguhnya yang dibentuk Koran Tempo dalam isu korupsi kasus Dahlan melawan anggota DPR.

2. Pendekatan Penelitian

Untuk meneliti sebuah masalah, selalu membutuhkan pendekatan dengan tujuan menggapai suatu penelitian. Pendekatan penelitian ini menggunakan kualitatif eksploratif. Penelitian kualitatif sering disebut berlawanan dengan kuantitatif. Hal tersebut dikarenakan penelitian kualitatif memberikan pemahaman-pemahaman dari apa yang telah ditelah ditemukan di lapangan. Berbeda dengan kuantitatif yang hanya memberikan penjelasan dari hasil temuan lapangan.

Maksud eksploratif adalah mencari tahu lebih mendalam tentang suatu kasus. Dari penemuan itu dapat dijadikan suatu hipotesis. Pendekatan ini biasanya membahas keunikan dari kasus tertentu yang secara khusus memiliki arti sangat penting.9

Penelitian kualitatif eksploratif ini digabung dengan Analisis Wacana Kritis metode Norman Fairclough. Fairclough membagi Analisis Wacana Kritis menjadi tiga sisi, yaitu teks, praktik wacana, dan praktik sosial budaya.

3. Metode Penelitian

Setiap karya ilmiah membutuhkan pembahasan dalam menggunakan metode untuk menganalisis dan membongkar suatu masalah. Metode itu sendiri

8

Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS,Cet VII Februari 2009), h. 5-6.

9

J R Raco, Metode Pendekatan Kualitatif: Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya (Jakarta: Grasindo, 2010) h. 50.


(21)

8

berfungsi sebagai landasan menggabungkan suatu masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan secara jelas dan dapat dipahami.

Bogdan dan Taylor yang dikutip Lexy J. Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.10

Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis yang dikembangkan Norman Fairclough. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada teks dalam berita yang tercipta berdasarkan proses pada saat ruang produksi, dan penjelasan hubungan antara proses yang tidak sama dan proses sosial.11

Melalui Analisis Wacana Kritis, kita tidak hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tapi juga pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa suatu berita disampaikan.12

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough, yaitu:

1) Observasi teks. Cara ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap berita pada Koran Tempo mengenai kasus Dahlan Iskan melawan anggota DPR. Hasil analisis dari berbagai kasus yang ada dalam pemberitaan tersebut, fokus berita yang diambil untuk diteliti dari 30 Oktober hingga 14 November 2012. Level teks ini mengungkapkan makna yang dilakukan dengan menganalisis bahasa secara kritis.

10

Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 3. 11

Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: the Critical Study of Language (New York: Longman Group Limited, 1995), h. 97.

12 Alex Sobur,


(22)

2) Wawancara mendalam. Teknik ini dilakukan sebagai metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari narasumbernya.13

Wawancara mendalam dinilai sebagai sebuah kolaborasi antara pewawancara dan partisipan. Para peneliti memilih wawancara mendalam karena tertarik terhadap arah yang ingin ditentukan oleh rapat redaksi dalam wawancara. Wawancara mendalam dapat dilakukan melalui internet. Tapi teknik ini masih sangat baru dan banyak orang masih menyukai wawancara langsung.14 Dalam hal ini, wawancara dilakukan kepada orang yang berkepentingan dalam penelitian, yaitu Redaktur Pelaksana Koran Tempo.

3) Analisis praktik sosial budaya. Teknik ini dilakukan dengan mencari data berupa arsip, tulisan, dan mengutip pernyataan ahli-ahli yang relevan dengan judul penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Data yang sudah terkumpul, kemudian dianalisis sesuai dengan metode Analisis Wacana Kritis yang dikemukakan oleh Norman Fairclough. Fairclough menganalisis wacana menjadi tiga dimensi: analisis teks, praktik wacana, dan analisis sosial budaya.

a) Analisis teks, Fairclough juga meneliti apakah kalimat yang ada memiliki kesinambungan dengan kalimat sebelum dan sesudahnya dan kalimat antarkata tersebut memiliki sebuah pengertian yang dapat dipahami.

13

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 35.

14

Richard West dan Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi, Edisi 3 Analisis dan Aplikasi. penerjemah Maria Natalia (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 83.


(23)

10

Kalimat-kalimat yang ada akan dianalisis menggunakan teori analisis framing metode Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

b) Praktik wacana merupakan proses di mana sebuah teks berita itu dihasilkan. Analisis pada level ini yaitu dengan memahami wawancara mendalam pada awak redaksi. Kemudian mengamati proses produksi dan konsumsi teks dengan menggunakan perspektif ekonomi politik Vincent Mosco.

c) Analisis sosial budaya. Peneliti melakukan analisis praktik wacana sosial budaya dengan asumsi konteks sosial budaya yang ikut serta memengaruhi wacana yang menarik bagi media, misalnya ideologi dan kepentingan yang dominan di masyarakat.

6. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian dilakukan kepada Koran Tempo yang bertempat di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan objek penelitiannya adalah pemberitaan Dahlan Iskan melawan anggota DPR dari tanggal 30 Oktober hingga 14 November 2012.

7. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan sejak bulan Februari atau sejak dimulainya proposal dilakukan hingga Desember 2013 atau sampai penelitian ini diselesaikan. Tempat penelitian dilakukan di kantor Koran Tempo dengan meminta data dan wawancara kepada orang yang memiliki wewenang terhadap pemberitaan Dahlan Iskan melawan DPR terbit. Perpustakaan di Jakarta dan sekitarnya pun menjadi tempat mencari referensi penelitian.


(24)

F. Tinjauan Pustaka

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebelum menyusun skripsi lebih lanjut, maka peneliti terlebih dahulu menelusuri penelitian dan skripsi-skripsi yang sudah dilakukan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan dari Universitas lain. Maksudnya agar penelitian yang akan dilakukan tidak sama dengan skripsi-skripsi sebelumnya dan ada pemetaan perkembangan terhadap penelitian. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut ialah:

1. Skripsi karya Tia Agnes Astuti (106051101943), Mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) UIN Jakarta Angkatan 2006 dengan judul “Analisis Wacana van Dijk terhadap Berita Sebuah Kegilaan di Sampang Kraft di Majalah Pantau.” Perbedaan skripsi ini terletak pada subjek, objek, dan metode penelitiannya. Skripsi Tia meneliti tentang kekerasan di Aceh di Majalah Pantau. Skripsi Tia menggunakan metode analisis wacana van Dijk

2. Skripsi karya Randy Ferdi Firdaus (207612140), Mahasiswa Program Studi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta dengan judul “Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Negara Islam Indonesia (NII) di Harian Umum Republika


(25)

12

Edisi April 2011.” Perbedaannya terletak pada subjek dan objek yang diteliti. Randy meneliti tentang Pemberitaan NII di Harian Umum Republika.

3. Skripsi karya Apristia Krisna Dewi (108051100058), mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) UIN Jakarta dengan judul “Analisis Wacana Rubrik “Media dan Kita” Majalah UMMI Edisi Juli-Oktober 2009.” Metode yang digunakan Apristia sama dengan karya Tia. Mereka menggunakan analisis wacana van Dijk.

G. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Setiap bab terdiri dari sub-sub yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Bab pertama membahas tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui landasan awal kenapa peneliti ingin meneliti kasus perseteruan antara Dahlan Iskan dengan anggota DPR. Bab ini menjadi landasan awal untuk mengetahui arah peneliti menganalisis kasus tersebut.

Untuk memahami lebih dalam objek yang diteliti, dibutuhkan sebuah teori. Teori tersebut digunakan agar proses penelitian tak keluar dari jalur. Oleh karena itu, bab kedua memaparkan kerangka teori dan konseptual. Kerangka teori membahas Analisis Wacana Kritis yang dikembangkan Norman Fairclough.

Teori analisis framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki dan ekonomi politik yang dikembangkan Vincent Mosco digunakan untuk memperdalam metode Norman Fairclough. Kerangka konseptual memaparkan


(26)

penggunaan bahasa sebagai kekuatan sebuah media dan juga sedikit pemahaman tentang media massa dan berita.

Koran Tempo merupakan subjek yang diteliti. Itu sebabnya Bab III membahas tentang gambaran umum beserta susunan redaksi Koran Tempo. Bab ini juga mengulas sejarah Dahlan Iskan hingga dia menjadi menteri Badan Usaha Milik Negara.

Pembahasan bab pertama hingga bab ketiga melahirkan analisis tentang kasus Dahlan Iskan melawan anggota DPR. Analisis tersebut ditulis pada bab keempat.

Pada akhirnya anlisis yang ditulis di bab empat menghasilkan sebuah kesimpulan dari peneliti. Kesimpulan tersebut ada pada bab kelima dan tidak lupa pula peneliti memberikan saran kepada media massa di bab tersebut.


(27)

14 BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL

A. Landasan Teori

1. Ekonomi Politik Vincent Mosco

Media massa diyakini bukan sekadar medium lalu lintas pesan antara unsur-unsur sosial dalam suatu masyarakat, melainkan juga berfungsi sebagai alat pendudukan dan pemaksaan oleh kelompok yang secara ekonomi dan politik memiliki pengaruh dominan. Melalui pola kepemilikan dan melalui produk-produk yang disajikan, media merupakan perangkat ideologis yang melanggengkan dominasi kelas pemodal terhadap publik yang diperlakukan semata-mata sebagai konsumen dan terhadap pemegang kekuasaan untuk memuluskan lahirnya regulasi-regulasi yang pro pasar.1

Pada akhirnya, media massa mencapai puncak perkembangan sebagai lembaga kunci pada masyarakat modern. Media massa mampu merepresentasikan diri sebagai ruang publik yang utama dan turut menentukan dinamika sosial, politik, dan budaya baik di tingkat lokal maupun global. Media juga memberikan medium pengiklan utama yang secara signifikan mampu menghasilkan penjualan produk barang dan jasa. Media massa menghasilkan surplus ekonomi dengan menjalankan peran penghubung antara dunia produksi dan konsumsi. Namun, hampir selalu terlambat didasari bahwa media massa di sisi lain juga

1

Agus Sudibyo, dkk, Ekonomi Politik Media Penyiaran (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2004), h. 1.


(28)

menyebarkan atau memperkuat struktur ekonomi dan politik tertentu. Media tidak hanya mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, tetapi juga menjalankan fungsi ideologinya. Oleh karena itu, fenomena media bukan hanya membutuhkan pengamatan yang didasarkan pada pendekatan-pendekatan ekonomi, melainkan juga pendekatan politik.2

Peran media dalam struktur ekonomi dan politik yang berlaku di suatu negara yang harus diperhatikan adalah dalam sistem industri kapitalis. Media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktik-praktik pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan memiliki hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi dan politik spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi politik global.3

Kepentingan pemilik modal seperti ini menyebabkan ketimpangan dalam pasar sehingga menyebabkan kompetisi yang tidak sehat. Permasalahan seperti ini membuat pasar bebas tidak pernah sepenuhnya terwujud. Kecenderungan atas terpusatnya kepemilikan serta kekuasaan menyebabkan dominasi dan monopoli pada pasar ekonomi. Proses ini terjadi melalui merger sebuah perusahaan sehingga membuka jalan bagi berkembangnya fenomena konglomerasi.

Media harus diletakkan dalam sistem yang lebih luas sebagai bagian integral dari proses-proses ekonomi, sosial, dan politik yang berlangsung dalam

2

Peter Golding dan Graham Murdock, The Political Economy of the Media (Northamton: Edward Edgar Publishing Limited, 1997), h. 4.

3 Dedy N. Hidayat,

Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 441.


(29)

16

kehidupan masyarakat. Isi teks pada media beserta tindakan jurnalis dalam memproduksi misalnya, dipandang tidak terlepas dari konteks proses-proses sosial memproduksi dan mengonsumsi teks. Kemudian dari situ naik pada jenjang organisasi, industri, dan masyarakat.

Interaksi antara pers dengan berbagai kelompok sosial yang muncul dalam proses memproduksi dan mengkonsumsi produk media harus dipahami sebagai proses yang berlangsung dalam struktur politik yang otoriter atau struktur ekonomi kapitalis yang sangat dipengaruhi oleh situasi-situasi global.

Salah satu fokus dari studi ekonomi politik adalah melihat peran media dalam membangun masyarakat kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Masyarakat yang tak memiliki pengaruh besar dan kelompok-kelompok marjinal tidak memiliki banyak pilihan selain menerima atau mungkin mendukung sistem yang telah dibuat oleh mereka yang masuk pada kelompok dominan.

Pendekatan parameter yang dilakukan Vincent Mosco pada ekonomi politik komunikasi membagi menjadi tiga (3) aspek, yaitu komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Komodifikasi merupakan perubahan bentuk nilai guna menjadi nilai tukar.4

Nilai guna yang bisa menghasilkan nilai tukar ini berasalah dari pemanfaatan tenaga-tenaga buruh yang para kapitalis miliki. Sumber daya alam yang ada pun tidak juga luput dari incaran pemilik modal ini. Oleh karena itu, komodifikasi dapat diasumsikan memanfaatkan khalayak untuk dijadikan pendapat yang besar bagi suatu media. Komodifikasi hampir sama dengan istilah

4 Vincent Mosco,

The Political of Communication (London: SAGE Publication Ltd, 1996), h. 141.


(30)

komersialisasi, karena fungsi dan tujuaannya yang memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Komodifikasi merupakan pintu masuk dari ekonomi politik komunikasi. Dari situ, kemudian ke tahap selanjutnya yang disebut spasialisasi. Spasialisasi dapat dikatakan penanggulangan atas ketidakleluasaan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Proses ini meliputi ruang dalam media massa yang dapat menembus wilayah manapun tanpa terhambat waktu.5

Spasialisasi menyebabkan monopoli dalam media massa. Isu yang dikembangkan pada suatu media, tidak luput dari keinginan sang pemilik modal demi kepentingan ekonomi dan politiknya. Pembatasan seperti ini menyebabkan integritas dari media tersebut dipertanyakan. Apakah media itu memberikan berita kepada khalayak karena ingin mencerdaskan bangsa atau karena ada kepentingan tertentu.

Hal ini bisa lebih parah jika pemilik media terjun dalam dunia politik. Dapat dikatakan jika pemilik tersebut melakukan hal demikian, dia akan memanfaatkan kedudukannya untuk memanfaatkan ruang yang ada dalam media agar mencitrakan kebaikannya kepada masyarakat. Masyarakat yang tidak bisa memilah pesan dari suatu media akan terpengaruh dengan pemanfaatan ruang dan waktu yang dimiliki pemilik media itu.

Konsep terakhir yang dikemukakan Vincent Mosco adalah strukturasi. Strukturasi berkaitan dengan hubungan ide antaragen masyarakat, proses sosial dan praktik sosial dalam analisis struktur. Strukturasi dapat digambarkan sebagai

5


(31)

18

proses di mana struktur sosial saling ditegakkan oleh para agen sosial. Para agen ini kemudian menjadi bagian dari struktur dan bertindak melayani bagian yang lain. Hasil akhir dari strukturasi adalah serangkaian hubungan sosial dan proses kekuasaan diorganisasikan di antara kelas, gender, ras dan gerakan sosial yang masing-masing berhubungan satu sama lain.6

Strukturasi merupakan sebuah medote paling menyolok yang dikembangkan Anthony Giddens. Adanya metode ini karena Anthony merasa adanya jurang antara teori jarak struktural yang ditemukan Durkheim, Levi-Strauss, dan Althusser dan tindakan perspektif teoritis yang berbeda jaman dari pandangan sosiolog seperti Max Weber dan pandangan Schutz dan Gadamer.7

2. Analisi Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Secara umum, studi komunikasi yang ada di Indonesia, mengambil tiga paradigma, yaitu paradigma positivis, konstruktivis, dan kritis. Paradigma positivis beranggapan bahwa media itu netral. Tidak ada kepentingan apapun dari sebuah media dalam menyampaikan berita, karena media massa adalah sebagai penyambung antara peristiwa kepada masyarakat.

Berbeda dengan pandangan positivis, penganut paham konstruktivis menentang kaum positivis. Paradigma konstruktivis menganggap media tidak netral. Alasannya, tidak semua realitas sosial dapat disampaikan media. Dari realitas itu, media memiliki sudut pandang sendiri atas apa yang dilihatnya, sehingga muncul kepada khalayak.

6 Mosco,

The Political of Communication, h. 215-216. 7


(32)

Merasa kurang sempurna, paradigma kritis memperbaiki pandangan konstruktivis. Paradigma kritis juga mengakui bahwa media itu tidak netral. Menurut paham kritis, selain media punya sudut pandangnya sendiri mengenai sebuah peristiwa, media juga memiliki kepentingan terhadap apa yang disampaikan. Kepentingan itu dapat berupa ekonomi maupun politik.

Konstruksionisme menjelaskan bahwa konstruksionis merupakan proses kerja kognitif individu di mana terjadi hubungan sosial antara individu dengan orang lain atau lingkungannya. Proses inilah yang menafsirkan realitas. Realitas tersebut kemudian dibentuk sendiri oleh pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya oleh masing-masing individu. Piaget menyebut kemampuan ini sebagai skema atau skemata dalam yang berarti suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya.8

Berdasarkan pernyataan tersebut, setiap orang memiliki pandangannya sendiri mengenai peristiwa yang dilihatnya. Jika orang pertama melihat banjir sebagai bencana alam dan sudah diatur oleh Tuhan dan orang kedua memandang bahwa banjir bisa dicegah karena itu merupakan ulah manusia, pendapat keduanya benar.

Mungkin saja orang yang menganggap bencana alam itu merupakan orang yang agamis sudah terpengaruh oleh ajaran agama kemudian menyerahkan segalanya pada Tuhan dan orang kedua memiliki pemikiran yang lebih terbuka sehingga memiliki pola pikir lebih jauh mengenai peristiwa banjir.

8 Paul Suparno,

Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan (Pustaka Filsafat, 2007), h. 30.


(33)

20

Realitas ada karena hasil interpretasi dari masing-masing individu melihat suatu peristiwa. Schutz mengatakan tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakannya itu sebagai sesuatu yang penuh arti.9

Margaret M. Poloma mengutip pendapat Berger dan Luckmann memiliki gagasan yang bertumpu pada makna realitas dan pengetahuan. Kenyataan merupakan suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu manusia (yang kita tidak dapat meniadakannya dengan angan-angan). Pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomena-fenomena itu nyata (real) dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik.10

Konstruksi realitas yang dihasilkan individu tersebut menjadi sebuah realitas sosial. Proses ini terjadi atas pengaruh eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Realitas sosial berawal dari pengaruh kuat dari satu individu kepada orang lain. Orang yang terpengaruh oleh kenyataan ini, lalu meyakininya menjadi sebuah kebenaran. Kebenaran oleh banyak orang ini kemudian menjadi realitas sosial yang diyakini masyarakat pada daerah tersebut.

Burhan Bungin mengambil pendapat Berger dan Luckman dengan mendefinisikan eksternalisasi sebagai proses penyesuaian diri individu terhadap dunia sosiokulturalnya.11 Eksternalisasi masuk ke dalam kognisi setiap individu

9

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), h. 59.

10

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 1.

11

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklak Televisi, dan Keputusan Konsimen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (Jakarta: Kencana, 2008), h. 15.


(34)

secara aktif maupun pasif. Proses yang terjadi secara terus-menerus menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi pengetahuan bersama.

Pengetahuan bersama ini bersifat subyektif yang kemudian terjadi berulang-ulang lalu mengendap sehingga menjadi akumulasi terhabitualisasi. Habitualisasi membentuk produk sosial yang nantinya akan diwariskan. Dengan kata lain, manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses eksternalisasi.12

Proses objektivasi pada tahap pertama disebut sebagai institusionalisasi dan kedua merupakan legitimasi.13 Institusi merupakan buah pikiran manusia kepada kehidupannya yang mengalir secara absurd. Ketidakjelasan ini diartikan sebagai kekacauan karena terbatasnya makna yang dimiliki masing-masing individu.

Institusi yang diwariskan ke setiap individu tidak bersifat statis atau tanpa perubahan. Hal ini karena sifat manusia yang ingin tahu yang kemudian mempertanyakan warisan itu. Pertanyaan itu membutuhkan legitimasi yang merupakan tahap objektivasi tahap kedua. Legitimasi meletakkan penjelasan berdasarkan pembuktian logis atas relevansi dari sebuah institusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.14

Internalisasi ada atas ciptaan individu itu sendiri yang manafsirkan realitas objektif secara subjektif. Penafsiran tersebut disebar dalam bentuk sosialisasi kepada orang sekitar. Tahap sosialisasi dapat berlangsung secara primer ataupun sekunder.

12

Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 302. 13

Geger Riyanto, Peter L. Berger: Perspektif Metateori Pemikiran (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009), h. 117.

14


(35)

22

Sosialisasi primer berlangsung pada masa anak-anak dengan hubungan emosional sangat tinggi yang tidak hanya menimbulkan proses belajar mengenal lingkungan secara kognitif saja. Sedangkan sosialisasi sekunder memurut Berger dan Luckmann dikatakan bahwa tanpa mempertimbangkan dimensi lainnya. Sosialisasi sekunder dapat dikatakan sebagai proses memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan perannya di mana peran-peran secara langsung atau tidak langsung berakar dalam pembagian kerja.15

Pada proses konstruksi dalam sebuah media, ada penelitian yang disebut analisis framing. Analisis framing merupakan penonjolan sebuah peristiwa yang dilihat oleh seorang wartawan yang berkerja pada media massa. Salah satu orang yang mendalami analisis framming adalah Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

Eriyanto mengutip pernyataan Pan dan Kosicki bahwa ada dua konsepsi framming yang saling berkaitan, yaitu konsepsi psikologi dan sosiologis. Konsep psikologi lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Sedangkan konsep sosiologi lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.16

15

Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 21. 16 Eriyanto,

Analisis Framming; Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: LkiS Group, 2002), h. 291.


(36)

Tabel 1 Analisis framing metode Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki 17

Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan. Unsur bahasa yang termasuk dalam lingkup sintaksis adalah frasa,

17


(37)

24

klausa, dan kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Klausa adalah satuan gramatika yang berupa kelompok kata, yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri yang sekurang-kurangnya memiliki sebuah subjek dan predikat.18

Pada konteks berita, sistaksis dapat dilihat dari kerangka penulisan berita yang dinamakan piramida terbalik. Dalam konsep itu sesuatu hal yang paling penting diletakkan pada bagian awal paragraf. Semakin berlanjut ke paragraf selanjutnya, semakin tidak penting. Proses ini akan terlihat peristiwa apa yang lebih ingin ditonjolkan oleh wartawan.

Skrip merupakan kelengkapan dalam menulis berita. Kelengkapan di sini adalah pada penulisan 5W+1H karena berita yang baik adalah yang tidak membuat pembaca bertanya-tanya. Agar tak terjadi hal tersebut, maka penulisan 5W+1H sangat penting dalam penulisan berita.

Penulisan salah satu 5W+1H yang didahulukan, akan terlihat peristiwa apa yang lebih ditonjolkan wartawan. Apakah itu kronologisnya, ataukah kenapa peristiwa itu bisa terjadi, atau siapa orang yang terlibat pada peristiwa itu dapat dilihat poin manakah yang lebih awal diceritakan oleh wartawan.

Tematik dapat dikatakan seperti sebuah tema dalam sebuah peristiwa. Perangkat yang diamati dalam sebuah tematik ini adalah koherensi atau pertalian antarkata.19 Koherensi merujuk pada sebuah kejadian yang diceritakan secara runtut. Oleh karena itu, tidak boleh ada penulisan peristiwa yang penting dalam koherensi sebuah berita.

18 Zaenal Arifin dan Junaiyah,

Sintaksis (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 1-2. 19


(38)

Prinsip koherensi merupakan standar penting dalam menilai rasionalitas naratif yang akhirnya akan menentukan apakah seseorang menerima naratif itu atau menolaknya. Koherensi merujuk pada konsistensi internal dari sebuah naratif.20

Retoris dalam sebuah pemberitaan lebih bagaimana cara wartawan menekankan fakta. Penggunaan bahasa yang digunakan salah satu upaya dalam retoris. Pembantantaian dan pembunuhkan memiiki arti yang sama, tapi memiliki makna dengan konteks yang berbeda.

Selain menggunakan kata, retoris juga muncul dalam sebuah grafik atau gambar. Grafis dibuat sebagai pendukung dari tulisan yang ingin ditonjolkan. Saat wartawan ingin memberitakan peristiwa yang mencekam, foto berita yang tampilkan dapat membantu pembaca menggambarkan sejauh mana peristiwa itu begitu mencekam.

Selain gambar, pengunaan huruf dengan cetak tebal dan pemberian warna juga mempengaruhi penekanan berita. Hal mempengaruhi kognitif seorang pembaca saat melihat sebuah tulisan yang berbeda dengan tulisan lain. Elemen seperti itu mengontrol ketertarikan dan perhatian secara intensif dan menunjukkan kepada pembaca suatu hal yang dipusatkan.21

3. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) Norman Fairclough

Wacana secara khusus merupakan percakapan atau tuturan. Dapat dikatakan wacana adalah keseluruhan percakapan yang membentuk satu kesatuan karangan sehingga menjadi makna yang utuh. Sebagai sebuah percakapan, wacana

20

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Komunikasi, Edisi 3. Penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 52.

21


(39)

26

berasal dari gagasan, pikiran, dan ide yang dapat dipahami pembaca atau pendengar.

Istilah analisis wacana sangat ambigu. Michaels Stubbs mengarahkan sebagian besar pengertian tersebut kepada analisis bahasa secara alami terjadi menyambungkan pembicaraan atau wacana yang tertulis. Analisis wacana fokus pada bahasa dalam penggunaan konteks sosial dan dalam bagian dengan interaksi.22

Analisis wacana tidak dapat dipisahkan dari bahasa tindakan dan situasinya. Tindakan ini meliputi pembicara dan pendengar dan tidak ada hubungan yang saling bergantung. Dari sini terlihat wacana hadir dalam kehidupan sehari-hari dengan penggunaan bahasa yang sangat fleksibel.

Untuk memahami analisis wacana itu sangat sulit jika tidak cukup memahami dan berpengetahuan minim tentang studi bahasa. Cara agar mencegah semua itu adalah dengan mempelajari secara khusus transkip bagian data percakapan.23

Banyak pakar komunikasi yang mengembangkan Analisis Wacana Kritis dan salah satunya adalah Norman Fairclough. Norman Fairclough memiliki ciri khasnya sendiri dalam menganalisis sebuah pemberitaan dalam media massa. Ia menganalisis sebuah pemberitaan menjadi tiga bagian, yaitu teks, praktik wacana, dan praktik sosial budaya.

22

Michael Stubbs, Discourse Analysis (Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited, 1983), h. 1.

23


(40)

Cara yang Norman Fairclough kemukakan tersebut berisi penggambaran linguistik dari teks bahasa, interpretasi hubungan antara proses-proses tak sama dan teks, penjelasan hubungan antara proses-proses tak sama dan proses-proses sosial.24

Tabel 2 Analisis Wacana Kritis metode Norman Fairclough25The discussion of issue and problems in critical discourse analysis which will occupy the rest of this introduction will be organized around the three dimensions of the analytical framework sketched out above: text, discourse practice, socicultural practice. I discuss in turn issues relating to text and language, genre and orders of discourse, and society and culture. Part of my objective here is to point to and engage in controversies which have arisen from the project of critical discourse analysis, differences betwen critical discourse analysis and scholar in adjacent fields, and differences amongst critical discourse analysis.”26

24

Norman Fairclough, Critical Discourse Analysis: the Critical Study of Language (New York: Longman Group Limited, 1995), h. 97.

25 Fairclough,

Critical Discourse Analysis, h. 98. 26


(41)

28

Fairclough menggunakan kritis dan kritik dalam analisisnya untuk menandainya komitmen pada sebuah teori dan metode dialektika yang mengeksplorasi interhubungan antara benda dan interkoneksi dari sebab dan efek yang mungkin terdistorsi dari impian manusia. Namun, Analisis Wacana Kritis pergi di luar kritik karena menggambarkan teori sosial dan teori bahasa, dan metodotogi untuk analisis bahasa yang tidak secara umum didapat dan memiliki sumber penghasilan dan dalam investigasi mendalam yang berada pada melebihi pengalaman biasa.27

Struktur sosial dapat dilihat dari teks yang muncul dalam pemberitaan. Teks tak hanya menggambarkan peristiwa yang ada, tapi di dalamnya tersembunyi maksud tertentu. Peristiwa ini terlukiskan melalui koherensi dan kohesi pada sebuah berita yang kemudian menjadi sebuah paragraf. Paragraf kemudian saling terhubung dengan paragraf lain sehingga menjadi sebuah wacana dalam pemberitaan.

Teks pada peristiwa memunculkan tanda-tanda dari sikap dari sebuah media itu. Apakah media mendukung rakyat yang tertindas atau memihak kepada orang yang memiliki jabatan. Teks tak pernah lepas dari bahasa. Bahasa digunakan untuk menutupi hubungan sosial dan proses yang secara sistematis menentukan bentuk bahasa yang dihasilkan melalui sebuah teks.

Kasus yang dapat dilihat dari permasalahan ini ketika terjadi demonstrasi para buruh. Kebanyakan dari media massa selalu memberitakan efek negatif dari sebuah demonstrasi yang dilakukan buruh. Media massa jarang sekali membahas konteks yang terjadi kenapa para buruh bertindak seperti itu. Buruh melakukan

27 Rosana Dolon and Julia Todoli,

Analysing Identities in Discourse (Amsterdam: John Benjamins Publishing, 2008), h. 132-133.


(1)

“Lapor saja ke KPK,

jangan

tanggung-tanggung.”

SURABAYA — Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan menyatakan masih menimbang-nimbang saran agar dirinya melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Laporan itu berka-itan dengan dugaan adanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang kerap memeras perusahaan negara.

“Saya pikir dulu. Saya lihat dulu perkembangannya,” kata dia setelah memberikan ceramah dalam pelantikan Dewan Pimpinan Daerah Taruna Merah Putih Jawa Timur kemarin. Saat ini, dia memilih menanti kesungguh-an Badkesungguh-an Kehormatkesungguh-an DPR

dalam mengusut sejumlah nama yang diserahkan.

Dahlan merasa beberapa nama politikus Senayan ber-ikut bukti dugaan meminta upeti sudah cukup menjadi bahan Badan Kehormatan mengambil tindakan. “Kalau laporan ini dikatakan belum menjadi bukti, lantas bagai-mana komitmen kita untuk memberantas korupsi?” kata dia.

Dalam acara yang sama, Maruarar Sirait, politikus PDI Perjuangan, meminta Dahlan melapor ke KPK dengan membawa bukti-bukti pemerasan. “Kalau Pak Dahlan serius memberantas korupsi, langsung saja ke KPK. Jangan tanggung-tang-gung,” kata Maruarar.

Perihal adanya anggota Fraksi PDI Perjuangan yang

disebut terlibat, Maruarar menyatakan partainya siap mengenakan sanksi pemecatan bila terbukti. “Kami menung-gu Badan Kehormatan. Klarifikasi tidak sulit kare-na Ketua BK (Muhammad Prakosa) juga salah satu pim-pinan PDI Perjuangan.”

Senin lalu, Dahlan mela-porkan dua nama politikus Senayan yang diduga meme-ras ke Badan Kehormatan. Keduanya berinisial IL dan SY. Belakangan diketahui, IL adalah Idris Laena dari Fraksi Golkar, dan SY ada-lah Sumaryoto dari Fraksi PDI Perjuangan. Idris diduga memeras PT Garam dan PT PAL, sedangkan Sumaryoto ditengarai memeras PT Merpati Nusantara Airlines. Keduanya membantah tudingan Dahlan.

Dua hari kemudian, Dahlan berkirim surat ke Badan Kehormatan yang isi-nya nama baru anggota DPR yang juga diduga memeras PT Merpati. Mereka adalah Achsanul Qosasi dari Partai Demokrat dan M. Ichlas El Qudsi dari Partai Amanat Nasional. Tiga politikus lain-nya berinisial ATP, LM, dan IGARW.

Munculnya nama-nama mereka berawal dari kebijak-an penyertakebijak-an modal negara (PMN) kepada Merpati. Komi-si Keuangan DPR menyepa-kati PT Merpati mendapatkan PMN Rp 561 Miliar, yang cair pada Desember tahun lalu. Sumber pembiayaan ini dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011.

● AGUS SUPRIYANTO | FATKHURROHMAN TAUFIQ | DAVID PRIASIDARTA | EFRI R

JAKARTA — Kepolisian Sektor Metro Tanah Abang meme-riksa pemain tim sepak bola nasional Indonesia, Diego Michiels, tadi malam. Ia dijemput anggota Polsek Tanah Abang dari penginap-an tim nasional di sebuah hotel di wilayah Jakarta Selatan. “Dia didampingi oleh pengacaranya,” ujar Kepala Unit Reskrim Polsek, Komisaris Widarto. Tapi Widarto membantah kabar polisi sudah menetapkan Diego sebagai tersangka dalam kasus pemukulan.

Sebelumnya, Diego dilapor-kan ke Polsek Tanah Abang atas tuduhan pemukulan terhadap Meff Paripurna, 21 tahun, mahasiswa asal Bogor,

pada Kamis dini-hari lalu. Korban sudah meleng-kapi laporannya ke Polsek Tanah Abang kemarin.

K e r i b u t a n yang terjadi pada Kamis lalu pukul 02.30 WIB itu terja-di terja-di Domain Club, Senayan City, Kelurahan

Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Akibat insiden itu, Meff menderita luka memar di mata sebelah kanan dan kiri, dagu, hidung, serta dahi.

Manajer tim nasional Indonesia, Habil Marati,

m e m b e n a r -kan bahwa pemain yang dipersiapkan membela skuad Merah Putih di Piala Federasi Sepak Bola Asia Tenggara itu diperiksa di Polsek Metro Tanah Abang atas dugaan penganiayaan. Pemeriksaan, menurut dia, dilakukan sejak sekitar pukul 19.00 WIB kemarin. “Sampai sekarang masih belum sele-sai,” kata Habil.

Habil enggan berkomentar lebih lanjut ihwal pemeriksa-an Diego. Termasuk lpemeriksa-angkah

yang akan diambil manaje-men tim nasional terhadap pemain berdarah Belanda tersebut. “Nanti tunggu pemeriksaan selesai dulu,” ujar Habil. Diego sementara ini baru diberi peringatan keras yang terakhir dari tim nasional. “Sekali lagi melang-gar, kami keluarkan dari tim-nas,” kata Habil sebelumnya.

Pernyataan tak jauh berbe-da juga dilontarkan asisten pelatih tim nasional, Fabio Oliveira. “Saya belum tahu perkembangan pemeriksaan Diego, jadi saya tidak bisa menjelaskannya. Saya sedang di hotel,” kata Fabio.

● ADITYA BUDIMAN | ARIE FIRDAUS

BERITA TERKAIT HALAMAN A21

Longgarnya Pengamanan Tahanan

M

emperketat pengamanan tahanan sama pen-tingnya dengan memburu teroris. Percuma saja polisi menangkap teroris bila kemudian gampang kabur seperti yang belum lama ini terjadi. Itu sebabnya, kepolisian mesti segera memperbaiki sistem pengamanan tahanan.

Kaburnya tahanan teroris di Jakarta dan Ambon dalam waktu hampir bersamaan jelas memalukan. Roki Apris Dianto, seorang narapidana teroris, kabur secara mudah dari Rumah Tahanan Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya. Begitu pula Basri Manuputi, ter-sangka kasus teror di Ambon, yang lolos dari Penjara Waiheru, Maluku. Keduanya berhasil mengelabui petu-gas tahanan, tanpa harus membobol tembok.

Pelarian Roki, yang dijerat atas kasus bom Klaten, bahkan unik. Dia kabur dengan menyamar sebagai perempuan bercadar. Saat itu memang ada 23 penje-nguk yang memakai cadar. Roki kemudian membaur dengan mereka untuk keluar dari rumah tahanan.

Kejadian itu sebetulnya bisa dicegah bila petugas cermat memeriksa barang bawaan pengunjung. Dengan begitu, mereka tak bisa menyelundupkan jubah dan cadar yang kemudian dipakai Roki. Padahal peme-riksaan barang termasuk prosedur tetap yang harus dilakukan penjaga. Jangankan jubah, celana panjang saja tidak boleh diberikan kepada para tahanan.

Petugas juga lalai untuk kedua kalinya dalam mengawasi pengunjung yang keluar dari ruang besuk. Semestinya mereka mengamati satu per satu penjenguk yang pulang. Atas keteledoran ini, kepolisian mesti memberikan sanksi keras terhadap petugas dan kepala tahanan.

Kekurangan polisi wanita dijadikan alasan mengapa pemeriksaan tidak dilakukan terhadap para pengun-jung bercadar. Itu sebabnya pula, penambahan petugas perempuan diusulkan untuk memperketat pengaman-an. Solusi ini memang masuk akal, tapi mesti tetap dii-kuti dengan pembenahan pola pengamanan.

Harus diakui, selama ini pengamanan di rumah tahanan maupun penjara amat longgar. Kita juga tak memiliki rumah tahanan khusus untuk teroris. Akibatnya, standar pengamanannya pun sama saja dengan rumah tahanan biasa. Padahal tahanan atau narapidana teroris amat berbahaya, terutama bila mereka bisa menjalin komunikasi dengan rekannya di luar. Banyak indikasi bahwa para teroris yang ditahan masih bisa mengendalikan sejumlah kegiatan teror.

Perbaikan sistem pengamanan bisa dilakukan antara lain dengan memperbanyak kamera closed circuit television (CCTV). Di sejumlah rumah tahanan, CCTV memang telah dipasang, tapi belum menjangkau selu-ruh sisi tahanan. Para pengunjung juga perlu diawasi ketat. Mereka semestinya tidak boleh melakukan kon-tak fisik dengan tahanan. Polisi dapat memisahkannya dengan dinding kaca yang dibagi dalam sejumlah kubi-kal seperti loket. Semua barang yang hendak diserah-kan harus lewat petugas.

Lemahnya pengamanan bisa pula akibat kebiasaan petugas yang suka memberi kelonggaran bagi tahanan yang rajin menyerahkan upeti. Ini sering terjadi pada tahanan atau narapidana kasus korupsi. Praktek buruk ini membuat penjaga lengah ketika mengurus tahanan teroris. Padahal, berbeda dengan koruptor yang relatif “jinak” saat diberi kelonggaran, teroris tentu akan kabur jika melihat sedikit celah. ●

Dahlan Tunggu Komitmen

Badan Kehormatan

Polisi Jemput Diego Michiels

S A B T U , 1 0 N O V E M B E R 2 0 1 2

A2

“Gajinya kami potong sekitar Rp 3,5 juta. Itu

untuk dua hari.”

Manajer Tim Nasional Indonesia Habil Marati, kemarin di Jakarta, mengatakan pemain Diego Michiels mendapat sanksi karena terlibat pemukulan terhadap seseorang di tempat hiburan malam.

“Urusannya masih banyak. Pengennya

sih nonton Sepultura, Guns N Roses, dan

Metallica di India.”

Gubernur DKI Joko Widodo, menyatakan mengurungkan niatnya melihat konser Sepultura, di Kota Tenggarong, Kalimantan Timur, tadi malam.

JAKARTA — Sejumlah poli-tikus Senayan mulai gerah menghadapi Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Mereka menganggap Dahlan telah mencemarkan nama baik karena menyebut beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat memeras perusahaan negara. ”Yang dilakukan Dahlan sudah termasuk pencemaran nama baik,” kata Wakil Ketua Komisi Keuangan DPR Harry Azhar kemarin.

Dia mendorong sejumlah koleganya melaporkan man-tan Direktur Utama PT PLN itu ke kepolisian. Menurut Harry, pertemuan informal anggota DPR dengan direksi

perusahaan negara untuk lobi kebijakan adalah hal biasa. Lobi-lobi itu tak perlu dipandang buruk. “Apakah ada yang melarang kalau lobi-lobi informal di luar? Apakah itu terlarang,” tanya Harry.

Kalau memang ada peme-rasan, kata dia, gampang saja membuktikannya dengan membuka isi pembicaraan dalam pertemuan tersebut. Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menya-takan partainya mendukung pembersihan pemerasan di BUMN. “Kalau Dahlan Iskan benar, kami dukung. Kalau Dahlan Iskan fitnah, kami lawan,” ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi Keuangan DPR, Sumaryoto, yang namanya disebut dalam daftar politi-kus peminta upeti, menga-takan dirinya sering kritis terhadap kinerja Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines Rudi Setyopurnomo. Sikapnya itu ia lakukan dengan mengirim surat daftar pertanyaan kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan. “Tapi sampai sekarang tak dijawab,” kata Sumaryoto di Semarang, Kamis lalu.

Menurut Sumaryoto, sebelum menjabat Direktur Merpati, Rudy adalah Komisaris Utama Merpati. Rudy pernah memberikan

statement bahwa maskapai ini tak memerlukan penyertaan modal negara (PMN). Bahkan, kata Sumaryoto, Rudy pernah menyatakan Merpati akan menangguk keuntungan Rp 500 juta per hari.

Sumaryoto menambahkan, kenyataannya Merpati masih butuh suntikan dana Rp 200 miliar. “Terbukti antara Juli, Agustus, dan September, Merpati rugi Rp 200 miliar,” katanya. Dia memperkira-kan, gara-gara kritiknya itulah Rudy panik. Rudy menyatakan siap dipanggil Badan Kehormatan untuk menjelaskan informasi yang dibutuhkan. ● ANANDA BADUDU | GUSTIDHA BUDIARTIE | SATWIKA | ROFIUDIN | SUKMA

Politikus Isyaratkan Tuntut Menteri BUMN

Diego Michiels


(2)

Rp 41 triliun anggaran

kementerian diblokir.

JAKARTA — Sekretariat Kabinet Dipo Alam menga-takan praktek kongkalikong anggaran antara oknum pemerintahan dan oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak hanya terjadi di perusahaan milik negara, tapi juga kerap menimpa kementerian atau lembaga negara.

Dipo menyebutkan, aduan yang dia terima dari pegawai Kementerian sangat terperin-ci, dilengkapi dengan grafis dan data. Namun Dipo enggan menindaklanjuti soal dugaan kongkalikong ini ke penegak hukum. “Ini pencegahan belum ada kerugian nega-ra,” katanya di Sekretariat Kabinet, Jakarta, kemarin.

Dipo memaparkan, seti-daknya ada lima modus ope-randi yang biasanya digu-nakan untuk mendapatkan anggaran. “Cara ini salah prosedur dan rawan

kong-kalikong karena pengada-an barpengada-angnya tidak sesuai kebutuhan,” ujarnya. “Kalau semua digabung, ada ratusan miliar setahun yang diambil dari APBN.”

Dipo menjelaskan, modus pertama dalam kongkalikong anggaran adalah perminta-an jatah oleh oknum DPR kepada BUMN. Praktek ini pulalah yang sedang dijelas-kan Menteri Badan Usaha Milik Negara kepada Badan Kehormatan DPR. Dipo juga mendapat aduan ini dari direksi dan karyawan BUMN.

Modus kedua, pengge-lembungan anggaran mela-lui rencana pemanfaatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012. Dipo menengarai prak-tek ini inisiatif oknum DPR. Bahkan ada oknum ketua fraksi di DPR yang meng-awal anggaran yang sudah digelembungkan ini untuk disetujui DPR.

Modus ketiga melibatkan anggota staf khusus kemen-terian yang bukan kader

par-tai dalam penggelembungan anggaran. Memanfaatkan kedekatannya dengan men-teri, staf khusus ini menekan pejabat eselon I, II, dan III agar menyetujui proyek cip-taan staf khusus tersebut.

Modus keempat adalah kongkalikong antara anggo-ta sanggo-taf khusus menteri dan oknum anggota DPR yang meminta pungutan proyek. Staf khusus yang juga kader titipan partai ini merekaya-sa proyek di Kementerian dengan imbalan hingga ratus-an miliar rupiah per tahun.

Modus kelima, kata Dipo, usul proyek dari pinjaman luar negeri yang pelaksa-naan dan pemanfaatannya belum jelas. Biasanya oknum calon rekanan dan pejabat kementerian menginisiasi proyek yang, kelak, karena berupa utang, akan dibayar lewat APBN, dan dipastikan meminta persetujuan DPR.

Dipo menambahkan, ang-garan berpotensi kongkali-kong antara oknum DPR dan staf menteri ini belum cair.

Pasalnya, Sekretariat Kabinet meminta Kementerian Keuangan memblokir usul itu. “Pemblokiran masih ber-laku, meski oknum DPR itu mengancam tak menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013.”

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengungkapkan, ada sekitar Rp 41 triliun ang-garan di kementerian dan lembaga yang masih diblo-kir Kementerian Keuangan. “Pemblokiran dilakukan di 74 kementerian dan lembaga untuk anggaran 2012,” kata Koordinator Fitra, Uchok Sky Khadafi.

Beberapa kementerian yang anggarannya masih diblokir adalah Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp 1,5 triliun, Kementerian Pertahanan Rp 15 triliun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rp 3 triliun, serta Kementerian Kesehatan Rp 2,3 triliun.

● ARYANI KRISTANTI | ANGGA SUKMA WIJAYA | BOBBY CHANDRA

JAKARTA — Fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, yang anggotanya disebut memeras perusahaan nega-ra, akan menuntut Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan. Fraksi Partai Amanat Nasional, misalnya, bersiap melayangkan somasi. “Segera kami kirim karena kami merasa dicemarkan,” kata Wakil Ketua Fraksi Viva Yoga kemarin.

Fraksi PAN, kata Yoga, sudah mengklarifika-si tuduhan itu kepada M. Ichlas el Qudsi yang dise-but meminta fee kepada PT Merpati Nusantara Airlines sebagai syarat pencairan modal Rp 561 miliar. “Dia bilang tak pernah terli-bat dalam panitia kerja Merpati,” ujarnya. Ichlas menyangkal pernah berte-mu dengan direksi Merpati membahas fee.

Namanya sudah disetor-kan oleh Dahlan ke Badan Kehormatan DPR. Anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Barat I itu pun sudah mendatangi Badan untuk memberi konfirmasi. Ia bahkan sudah menyewa pengacara untuk menun-tut Dahlan meminta maaf kepadanya dalam waktu 7 x 24 jam. “Jika somasi tak digubris, saya laporkan ke

pengadilan,” kata Ichlas. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mempersilakan anggotanya menggugat balik karena merasa dicemarkan nama baiknya. Menurut poli-tikus Golkar ini, menuntut adalah cara terbaik agar Dahlan tak asal tuduh. “Nama baik anggota DPR juga harus dihargai,” katanya.

Idris Laena dari Golkar masuk daftar politikus pemeras yang dilaporkan ke

Badan Kehormatan. Ia ditu-duh meminta fee kepada PT PAL dan PT Garam. Namun Idris menyangkal tuduhan itu. Sedangkan nama Oheo Sinapoy terungkap di peng-adilan korupsi Wisma Atlet sebagai politikus Golkar penerima fee sebesar Rp 712,5 juta dari Grup Permai karena menyetujui dana proyek di Kementerian Agama.

Fraksi PDI Perjuangan juga meradang karena

ang-gotanya, Sumaryoto, ditu-duh memeras PT Merpati. Pengusaha otobus ini meng-akui ada angka Rp 18 miliar ke Merpati. “Tapi itu bukan menagih, hanya menanya-kan,” ucapnya.

Adapun Dahlan kalem menanggapi rencana tuntut-an balik itu. “Tak apa-apa diserang,” katanya. “Kami terima, kalau ada yang salah kami perbaiki.”

● IRA GUSLINA SUFA | ANANDA PUTRI

Kontroversi Grasi Bos Narkotik

P

olemik mengenai pemberian grasi bagi Meirika Franola alias Ola sebetulnya tidak menyentuh inti masalah. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. dan pihak Istana, yang saling serang, terkesan menghindari debat tentang perlu-tidaknya pidana mati. Padahal pandangan ini amat penting untuk menyikapi grasi bagi terpidana kasus narkotik itu.

Khalayak mengkritik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena mengampuni Ola. Hukuman bagi terpidana mati ini berubah menjadi penjara seumur hidup. Kecaman semakin keras setelah diketahui bahwa perempuan 42 tahun ini masih melakukan kejahatan yang sama. Walau dikerangkeng di Penjara Wanita Tangerang, ia bisa berdagang narkotik. Hal ini terungkap dari kesaksian seorang kurir yang membawa sabu-sabu dari India. Sang kurir, yang belum lama ditangkap di Bandung, mengaku disuruh oleh terpida-na.

Nilai barang haram itu memang lebih kecil diban-ding heroin 3,5 kilogram yang dibawa Ola pada 2000 sehingga ia dijatuhi hukuman mati. Hanya, banyak orang berpendapat, grasi tak layak diberikan kepada terpidana yang mengulangi kejahatan. Mahfud bahkan curiga, mafia telah masuk Istana sehingga mempe-ngaruhi pemberian grasi itu. Pendapat inilah yang memancing reaksi keras Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Ia menuding Mahfud hanya mencari popularitas karena mengumbar tuduhan.

Saling serang seperti itu tak perlu terjadi andaikata mereka berpikiran jernih. Kalangan Istana semesti-nya memberikan alasan yang masuk akal mengenai pemberian grasi itu ketimbang menyerang balik. Pertimbangan grasi Ola pernah disampaikan oleh seorang pejabat kementerian, antara lain alasan kema-nusiaan. Ia juga mengatakan, pada dasarnya hukuman mati melanggar hak hidup yang dilindungi oleh konsti-tusi. Pendapat ini tentu berbeda dengan Mahfud, yang cenderung pro-pidana mati. Lembaga yang dipimpin-nya jelas medipimpin-nyatakan bahwa jenis hukuman ini tidak bertentangan dengan konstitusi.

Pemerintah semestinya konsisten dengan alasan itu, bila benar-benar anti-hukuman mati. Perilaku Ola, yang mengulangi perbuatannya, merupakan hal berbe-da karena kejahatan ini dilakukan setahun setelah dia mendapat grasi. Saat proses pemberian grasi, tentu tak gampang memastikan apakah terpidana benar-benar sudah insyaf.

Kecurigaan muncul karena alasan “melanggar hak asasi manusia” bisa saja hanya dipakai sebagai kedok untuk menutupi praktek kotor. Prasangka seperti inilah yang tebersit ketika ada hakim agung yang membatal-kan hukuman mati terpidana kasus narkotik menjadi hukuman 15 tahun penjara. Dalih demi melindungi hak hidup terkesan mengada-ada karena hakim masih bisa memberikan hukuman berat, misalnya pidana seumur hidup.

Itu sebabnya Istana mesti mempertegas sikapnya. Isyarat Presiden Yudhoyono, yang berancang-ancang mencabut grasi Ola, justru akan menimbulkan masalah baru: ketidakpastian hukum. Kalau Presiden benar-benar anti-pidana mati, ia mesti berani menyatakannya ke publik dan bersikap konsisten. Tapi konsekuensinya tentu besar, Presiden mesti pula memberikan grasi terhadap semua terpidana mati, apa pun kasusnya. ●

Dipo Sebut 5 Modus

Kongkalikong Anggaran

DPR Serang Balik Dahlan Iskan

S E L A S A , 1 3 N O V E M B E R 2 0 1 2

A2

“Rhoma adalah artis dan dai tenar yang

terpuji,” kata dia.

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy, kemarin, mengungkapkan alasan partainya melirik Rhoma Irama sebagai kandidat presiden.

“(Pengusiran Duta Besar Malaysia) itu tidak

memberikan efek jera bagi pelakunya.”

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, kemarin, mengomentari usulan penyelesaian kasus tenaga kerja Indonesia yang diperkosa oleh polisi Malaysia.

TEMPO/IMAM SUKAMTO

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN, M. Ichlas el Qudsi, dalam surat klarifikasi kepada pimpinan Badan Kehormatan MPR/DPR, akan menggugat balik Menteri BUMN Dahlan Iskan terkait dengan tuduhan pemerasan.


(3)

Transkip wawancara dengan Redaktur Pelaksana Rubrik Politik

Koran Tempo

Nama narasumber:

Elik Susanto

Jabatan:

Redaktur Pelaksana

Koran Tempo

Hari/Tanggal:

Rabu, 6 November 2013

Jam:

15:30 WIB

Bagaimana menurut Anda tentang kasus DPR pemalak BUMN?

Kan

belum terbukti. Itu

kan

baru omongan Dahlan yang direspon oleh DPR. Sebenarnya

hanya perang mulut saja. Pertama nilai berita itu kurang karena belum ditetapkannya

tersangka, terpidana dan yang lainnya. Jadi cuma perang mulut saja. Jangan-jangan cuma

pencitraan Dahlan yang ingin menjadi presiden itu. Ini menjadi rumit saat ia punya gebrakan

di BUMN lalu maju sebagai calon presiden.

Kenapa tempo sangat gencar memberitakan masalah ini?

Pertama karena yang bicara ini adalah tokoh dan menteri BUMN tentang perusahaan dia

yang diduga, karena dia ngomongnya diduga oleh sejumlah anggota DPR. Tempo itu punya

kriteria berita yang layak untuk dimuat. Ada 13 macam, salah satunya ada nilai tokohnya.

Saat Dahlan ngomong seperti itu, banyak anggota DPR yang dijerat KPK, seperti kasus

hambalang, cek pelawat. Juga karena dia Menteri BUMN supaya perusahaannya tidak

direcoki oleh orang lain, untung karena selama ini rugi terus. Ternyata diketahui ada laporan

dari direksi BUMN bahwa sering dimintai duit oleh anggota dewan.

Kenapa tidak memberitakan sejak PLN rugi Rp 37 triliun?

Itu kan cuma lontaran dan tidak dibuktikan dengan dokumen dan data. Kalau tidak salah itu

hanya asumsi kerugian yang itu asumsi dari periode sebelum Dahlan, sekitar 10 tahun dan

Dirut sebelum Dahlan juga ditahan karena korupsi. Jadi tidak

fair

jika itu dibebankan pada

Dahlan. Kita tetap menulis tapi tidak dibesar-besarkan. Menurut saya media itu harus

memilih

angle

yang kira-kira berita yang benar-benar berita, mana berita yang cuma lontaran,

mana berita yang palsu, yang tidak palsu. Kita seletif apalagi dengan DPR. Terus terang

banyak publik yang tidak percaya dengan DPR. Kalau liat survei, banyak anggota DPR yang

korup, kerjanya melorot, tugas mereka menyusun undang-undang juga tidak beres.

Tapi kenapa banyak media yang tidak memberitakan bahwa kerugian PLN itu sejak

sebelum periode Dahlan?

Karena DPR tidak menjelaskan. Mereka memberitahu tapi tidak lengkap. Contohnya, kamu

wartawan, wawancara dengan saya. Saya bilang, “Eh, SBY itu pencuri

loh

. Ada duit di

kantornya sekian miliar.” Kamu percaya tidak?

Anggap saya saya teman seangkatan SBY.

Pasti

kan

masih kurang yakin dan mencari bukti lain. Kecuali ada bukti lain dengan


(4)

memberikan dokumen, ada ceknya, tanda tangannya. Sama seperti ketika wawancara DPR.

Saat dia ngomong dan tidak ada buktinya,

ya

silakan jika ada media lain yang

membesar-besarkan. Tapi ada juga media lain yang tidak menulis.

Apakah tempo juga memperhatikan masyarakat saat memberikan sebuah peristiwa?

Iya pasti. Pembaca Tempo itu

kan

masyarakat, bukan cuma DPR atau pemerintah saja.

Bahkan kita menjelaskan secara jelas kepada masyarakat, ini

loh

kasusnya. Urutan-urutannya

seperti ini. Kalau diperhatikan, berita di Tempo itu selalu ada info grafik di depannya. Itu

salah satu cara menjelaskan kepada publik.

Bagaimana cara kerja wartawan tempo?

Jadi alur kerja di tempo sudah dibuat sedemikian rapi dimulai dari wartawan, penulis, editor.

Awalnya dari mulai informasi yang diperoleh dari wartawan di lapangan, elektronik, email.

Informasi awal itu bisa datang dari mana saja. Informasi awal itu kemudian digali oleh

wartawan lewat

kroscek

, konfirmasi, dicari faktualnya, dikumpul, lalu ditulis ke keranjang

tempat berita. Inilah sifatnya informasi awal. Begitu pula dengan peristiwa kecelakaan,

bencana, atau penangkapan pejabat. Dari keranjang kemudian diolah oleh redaktur, apakah

ini untuk tempo.co, untuk koran atau majalah.

Angle

yang berbeda-beda itu pulalah yang

dibagi ke bagian-bagiannya dan isinya pun tidak sama karena kalau majalah lebih mendalam,

koran juga lebih mendalam lebih

online

. Itu semua dilakukan semua wartawan tempo baik

yang di daerah maupun di luar negeri.

Apakah wartawan dengan penulis itu sama?

Kalau yang disebut oleh penulis oleh Tempo, laporan itu

kan

ditulis oleh setiap wartawan.

Untuk menjadi sebuah berita yang siap untuk diedarkan, ada penulis sendiri karena harus

mengumpulkan dari setiap wartawannya dan siap menjadi laporan berita yang

cover both

side

. Ada kalanya laporan wartawa itu sepihak, kemudian ditambahkan dengan laporan

wartawan yang lain. Berita yang saling melengkapi itu ditulis dan dirampung oleh editor. Jadi

penulis secara utuhnya itu

ya

editor. Tapi kadang kala wartawan juga menulis. Biasanya

kalau wartawannya sudah senior, biasanya sudah jago dan ada konfirmasinya, datanya,

semuanya lengkap bisa menulis sendiri.

Apakah dari yang selain keredaksian bisa mengajukan tema?

Tidak boleh. Layak atau tidaknya berita ditentukan oleh rapat. Mereka merumuskan apa yang

layak untuk berita. Berita bukan ditentukan oleh pemred atau ataupun redaktur. Ketika usulan

si A tidak disetujui oleh rapat,

ya

tidak diterima. Kalau ada orang lain yang minta,

ya

kita

tampung, kita telaah. Tidak kita tolak, kita diskusikan berita ini layak atau tidak? Kalau

layak, kita dalamin, konfirmasi, lalu diajukan menjadi berita.

Bagaimana situasi rapat saat menganggkat kasus Dahlan Iskan vs DPR?

Mereka tentu saja berbeda pendapat. Tidak semuanya sama. “Ah Dahlan

cuma pencitraan


(5)

dokumennya.” Ada juga yang bilang, “Ah ini data udah lama.” Setelah kita kumpulin, kita

putusin, ternyata data ini memang ada, peristiwanya juga ada. Kita kroscek dengan

direkturnya dan ternyata iya. Sekarang tinggal kita lanjutnya apakah DPR ini benar tidak

memeras. Dan itu menjadi perdebatan. Di tempo itu biasa perdebatan itu tapi tetap keputusan

ada di forum.

Bagaimana pola komunikasi antara redaksi dengan direksi?

Direksi dalam istilah pengelola perusahaan ada istilahnya firewall atau garis api. Jadi direksi

tidak bisa intervensi ke redaksi. Redaksi itu berdiri sendiri yang keputusannya ada di dalam

rapat. Direksi ini sebatas hanya memberi usulan. Misalnya ikut rapat dan mengajukan tema.

Jika memang tidak menarik,

ya

kita tolak. Kalau menarik, didalemin. Kita lanjutkan. Semua

usulan itu

ya

satu, harus diajukan ke rapat.

Bagaimana anda melihat sosok Dahlan Iskan?

Dulu dia pernah menjadi wartawan tempo. Orangnya pinter, tekun. Saya pernah ketemu dan

wawancara dengan dia. Orangnya rajin, juga punya obsesi mendirikan media karena dia

mendirikan Jawa Pos Grup yang cukup besar. Dia juga membuktikan diri sebagai manajer

yang bagus. Sebagai pemimpin, ia membuktikan keberhasilannya. Membuat media, dia

berhasil. Jadi dirut PLN juga berhasil. Menjadi Menteri BUMN juga banyak gebrakan. Kalau

menurut saya ada sisi positifnya, ada sisi kekurangannya. Salah satu kekurangannya adalah

saat dia maju menjadi capres melalui konvensi demokrat. Ya hak dia

lah

. Kita tidak bisa

menghalang-halangi. Tapi akhirnya publik menilai oh ternyata dia seperti itu karena ingin

menjadi calon presiden. Itu

kan

penilaian

ya

. Tapi kan hak sepenuhnya ada di Dahlan dan itu

boleh-boleh saja. Nanti tinggal lihat saja di pemilu.

Menurut anda, seberapa menarik Dahlan Iskan di mata masyarakat?

Saya kurang tahu. Tapi kalau berdasarkan survei kan memberi indikasi seberapa pengaruh

Dahlan. Misalnya dalam survei seberapa besar keterpilihan Dahlan menjadi presiden,

ketokohannya seperti apa. Itu mungkin sementara yang bisa mengukur. Kalau menurut saya

pengaruh dia ke publik itu

ya

saat dia memberikan laporan saat menjadi wartawan. Publik

pun tahu,

oh ini

loh

peristiwa yang dilaporkan oleh Dahlan.

Kalau sekarang

ya

sesuai

dengan jabatan dia ketika menjadi pejabat BUMN saat ia mengelola

perusahaan-perusahaannya menjadi sehat. Ketika perusahaan itu sehat dan untung, publik pun senang.

Karena saat untung, menjadi pendapatan bagi negara dan pendapatan negara itulah yang akan

dijadikan untuk mengelola negara termaksud dengan rakyatnya. Kalau pengaruh langsung

saat dia ke sana ke mari,

ya

kita tidak bisa mengukur langsung. Mengukurnya dari kinerja

dia. Saat kinerjanya bagus, hasilnya bisa diukur. Misalkan ada 150 perusahaan BUMN, hanya

lima yang untung. Setelah Dahlan menjabat sekitar dua sampai tiga tahun, yang untung itu

bertambah jadi 15.

Kan

ada pengaruhnya. Kalau tidak salah terobosan Dahlan adalah dia

mengklasifikasi perusahaan-perusahaan BUMN menjadi sehat, kurang sehat, dan mati atau

tidak berkembang sehingga harus dilikuidasi.


(6)

Itu bisa dipertanyakan apakah karena pencitraan. Tapi itu bagi beberapa media menarik.

Menarik karena dia tahu persoalan. Bahwa pelayanan publik, orang mau mengantre tol

kok

malah dihambat. Dan dia merasa tidak benar anak buahnya. Itu bagus karena ia mengetahui

beberapa persoalan. Tapi apakah cara dia memberikan efek perbaikan terhadap pelayanan di

tol, itu harus dicek lagi.

Sejak kapan tempo mulai tertarik dengan Dahlan Iskan?

Sejak dia menjadi bahan berita. Tidak ada kurun waktunya. Ketika dia membuat kebijakan

sebagai menteri, saat itulah kita beritakan. Ketika dia menjabat Direktur PLN kemudian

menbuat gebrakan, itulah yang kita tulis. Tapi ketika dia tidak

ngapa-ngapain, ngapain

kita

tulis?

Ya

pokoknya sejak dia berkiprah sebagai pejabat negara. Tapi sebelumnya juga kita

tulis, saat dia mengembangkan Jawa Pos, saat berhasil membangun banyak perusahaan. Tapi

kadar penulisannya tentu beda-beda. Sejak menjadi pejabat publik. Saat dia membuat ulah

yang unik seperti naik kereta ke bogor, makan soto dengan orang-orang. Itu

kan

unik. Dan

saya kita tidak hanya Tempo saja yang menulis, tapi semua media juga.

Bukannya masih banyak pejabat-pejabat lain yang memiliki kinerja baik? Salah

satunya saat majalah tempo mengambil tema bukan bupati biasa.

Oh itu saat tempo mengambil edisi khusus. Jadi edisi khusus memang kita rancang setahun

sekali. Itu kita survei, pilih, mencari informasi dari sumber lain, dicek rekam jejak tokoh itu

gubernur atau bupati. Itu bukan karena faktor kedekatan. Tapi kita mencari sosol birokrat

yang mempunyai integritas tidak korupsi, berkinerja baik, terus memajukan daeranya, banyak

pokoknya kriteria itu.

Kenapa orang seperti itu tidak diekspos secara intens seperti layaknya Jokowi dulu?

Loh

, malah kita beritakan. Bahkan Dahlan tidak kita masukan ke dalam tokoh tempo karena

tidak masuk kriteria. Pokoknya kami tidak pernah memasukkan Dahlan sebagai tokoh

Tempo. Tapi kalau sebagai berita biasa, kita sering. Kalau selevel Walikota Makasar, Bupati

Seragen, tentu saja saat itu karena saat ini mereka juga menjadi tersangka juga, Dahlan tidak

masuk. Bahkan, masuk nominasi tidak. Ketika kita membuat tokoh perubahan ekonomi,

Dahlan tidak masuk. Jadi dia sendiri tidak masuk dalam kriteria Tempo meskipun dia hebat.

Justru tokoh-tokohnya itu orang-orang kecil. Bupati Seragen itu siapa

sih

yang kenal? Dulu,

Jokowi siapa

sih

yang kenal.

Sekarang ini kan Dahlan Iskan maju sebagai konvensi calon presiden dari partai

demokrat, bagaimana anda melihatnya?

Ya gapa. Hak Dahlan dan tidak ada yang bisa melarang. Dia merasa mampu, ya silakan. Dia

punya modal, merasa punya kompetensi, lalu merasa dipilih oleh publik, juga punya sarana

dalam artian jaringan baik itu organisasi ataupun bisnisnya ya silakan saja.


Dokumen yang terkait

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

1 100 105

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Objektivitas Pemberitaan Dugaan kasus Korupsi Nazaruddin di Koran tempo

5 75 87

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285