Bahan Ajar HI HPI 8

(1)

TEORI KUALIFIKASI


(2)

PERISTILAHAN

 Qualification (Prancis)

 Charactersierung (Jerman)

 Classification/Characterization (Inggeris)  Qualificatie (Belanda)


(3)

LATAR BELKANG

 Dalam setiap pengambilan keputusan,

tindakan “kualifikasi” merupakan tindakan yang praktis selalu dilakukan. Alasannya: dengan kualifikasi, orang mencoba untuk

menata sekumpulan fakta yang dihadapi, mendefinisikannya serta

menempatkannya ke dalam suatu kategori tertentu.


(4)

JUNIS-JENIS KUALIFIKASI

 1. Kualifikasi Hukum (Classification of

Law). Yaitu penggolongan atau

pembagian seluruh kaidah hukum ke dalam pengelompokan

/pembidangan/ kategori hukum tertentu yang telah ditetapkan

sebelumnya kedalam sistem hukum tertentu


(5)

2. KUALIFIKASI FAKTA

(

Classsification of fact

)

 Yaitu : kualifikasi yang dilakukan terhadap

sekumpulan fakta dalam suatu peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa atau masalah hukum,

berdasarkan kategori hukum dan kaidah kaidah hukum dari sistem hukum yang dianggap seharusnya berlaku.


(6)

Langkah-langkah di dalam

proses kualifikasi :

I. Dilakukan Kualifikasi sekumpulan fakta dalam perkara ke dalam kategori-kategori yuridik

yang ada.

 Contoh : Fakta-fakta menunjukkan bahwa

penggugat pada dasarnya merasa dirugikan oleh tindakan tergugat yang tidak menepati janjinya yang dibuat secara lisan.


(7)

Lanjutan

 Tergugat berjanji akan menyediakan fasilitas

fasilitas tertentu di kemudian hari untuk

penggugat, apabila penggugat membayar sejumlah uang kepada tergugat.

 Berdasarkan kategori hukum yang ada,

sekumpulan fakta itu mungkin dapat

dikualifikasikan sebagai persoalan breach of contract atau persoalaan Tort (perbuatan


(8)

II.

Kualifikasi sekumpulan fakta ke

dalam kaidah/ketentuan hukum

yang seharusnya diberlakukan.

 Contoh : bila persoalan di atas telah

dikulifikasikan sebagai maslaah Tort (perbuatan melanggar hukum), maka aturan hukum yang relevan untuk


(9)

Beberapa hal yang menjadi sebab

rumitnya persoalan kualifikasi

dalam HPI :

1.Berbagai sistem hukum menggunakan terminologi yang serupa/sama tetapi

untuk menyatakan hal yang berbeda.

Misalnya : istilah “Domisili” berdasarkan

hukum Indonesia berarti “tempat kediaman sehari-hari” (habitual residence)

dibandingkan dengan pengertian “domicili of origin” dalam hukum Inggeris.


(10)

Lanjutan

2.Berbagai sistem hukum mengenal

konsep/lembaga hukum tertentu, yang

ternyata tidak dikenal pada sistem hukum

lain. Contoh : lembaga “Trust” yang khas

pada hukum inggeris namun tidak dikenal di indonesia. Atau lembaga “pengangkatan

anak” yang dikenal di dalam hukum adat, tidak dikenal di dalam KUHPER.


(11)

Lanjutan

3.Berbagai sistem hukum menyelesaikan perkara-perkara hukum yang secara faktual pada

dasarnya sama, tetapi dengan menggunakan kategori yuridik yang berbeda-beda.

Contoh : Seorang janda yang menuntut hasil dari sebidang tanah peninggalan suaminya, menurut hukum Prancis dianggap sebagai masalah

“pewarisan” (succesuion), sedangkan bagi hukum Inggeris merupakan hak janda untuk menuntut

pembagian dari harta perkawinan (matrimonial rights)


(12)

Lanjutan

4.Berbagai sistem hukum mensyaratkan

sekumpulan fakta yang berbeda-beda untuk menetapkan adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama.

Contoh : masalah “peralihan hak milik”

(transfer of title) dan saat terjadinya peralihan hak milik, berbeda antara hukum Perancis


(13)

Lanjutan

5.Berbagai sistem hukum menempuh proses/prosedur yang berbeda untuk

mewujudkan/menerbitkan hasil atau status hukum yang pada dasarnya sama.

Contoh : suatu perjanjian baru dianggap

mengikat bila dibuat secara bilateral (hukum Inggris) dilengkapi dengan Consideration

atau dimungkinkan adanya perjanjian yang sepenuhnya unilateral (Hk. Indonesia/BW)


(14)

Contoh kasus yang didalamnya

ada konflik kualifikasi

 Perkara ANTON vs BARTOLO, yang pokok

perkaranya adalah sbb :

a.Sepasang suami isteri, pada saat pernikahan berdomisili di Malta (Jajahan Inggris).

b.Setelah pernikahan mereka pindah dan

berdomisili di Aljazair (jajahan Prancis),dan memperoleh kewarganegaraan Prancis.


(15)

Lanjutan

c. Suaminya membeli sebidang tanah di Perancis.

d. Setelah suami meninggal, si isteri menuntut ¼ bagian dari hasil tanah (usutruct right).

e. Perkara diajukan ke pengadilan Perancis (Aljazair)


(16)

Beberapa titik taut yang

tampak :

1. Inggris (Malta) adalah Locus Celebrationis,

sehingga hukum Inggris relevan sebagai lex loci celebrationis.

2. Perancis (Aljazair) adalah domisili,

nasionalitas, situs benda dan locus forum.

Karena itu hukum Prancis relevan sebagai lex Domuicili, Lex Patriae, lex Situs dan lex Fori


(17)

Pengertian :

 Lex Domicili : Hukum dari tempat kediaman

tetap seseorang

 Lex Patriae : Hukum dari tempat seseorang

menjadi warga negara

 Lex Situs : Hukum dari tempat di mana suatu

benda berada.

 Lex Fori menunjuk ke arah hukum dari

tempat pengadilan yang menyelesaikan perkara.


(18)

Proses Penyelesaian Perkara :

 Masalah Pewarisan Tanah, harus diatur oleh

hukum dari tempat di mana tanah itu berada/terletak (Azas Lex Sitae).

 Hak – hak seorang janda yang terbit karena

perkawinan (matrimonial rights)

harus diatur berdasarkan hukum dari tempat para pihak berdomisili pada saat perkawinan diresmikan (asas lex Loci Celebrationis)


(19)

Yang menjadi masalah bagi

hakim Prancis :

 Sekumpulan fakta tersebut di atas, bagi

hukum Prancis dikualifikasikan sebagai masalah pewarisan tanah (succesion of

land), sedangkan berdasarkan kaidah hukum Inggris perkara akan dikualifikasikan sebagai maslaah Hak Janda atas Harta Perkawinan (matrimonial rights).


(20)

Keputusan Hakim Prancis

(Forum) :

 Perkara tersebut harus dikualifikasikan

sebagai masalah Harta Perkawinan (matrimonial rights).

 Hukum yang diberlakukan berdasarkan

hukum Inggris (hukum asing)

 Hukum Inggris dalam hal ini dianggap


(21)

JENIS-JENIS TEORI

KUALIFIKASI

 1. Kualifikasi berdasarkan Lex Fori

 2. Kualifikasi berdasarkan Lex Causae  3. Kualifikasi secara bertahap

 4. Kualifikasi Analitik/otonom  5. Kualifikasi Hukum Perdata


(22)

1. Teori Kualifikasi Lex Fori

 Tokoh : Franz Kahm (Jerman)

Bartin (Prancis).

Pengertian : kualifikasi yang dilakukan

berdasarkan hukum dari pengadilan yang mengadili perkara (Lex Fori), sebab sistem kualifikasi adalah bagian dari hukum intern forum.


(23)

Lanjutan

 Franz Kahn menyatakan bahwa kualifikasi

dilakukan berdasarkan Lex Fori karena alasan :

a. Kesederhanaan (simplicity) b. Kepastian (certainty)

c. Karena setiap hakim telah disumpah untuk menegakkan hukumnya sendiri, bukan


(24)

Pengecualian teori ini :

 Bila persoalan menyangkut hakikat suatu

benda sebagai benda bergerak atau benda tetap, maka kualifikasi harus dilakukan

berdasarkan Lex Situs.

 Dalam hal perkara menyangkut

kontrak-kontrak yang dibuat melalaui korespondensi, maka dilakukan berdasarkan lex Loci


(25)

Kelebihan dan Kelebihan teori

kualifiaksi Lex fori :

 Kaidah-kaidah hukum lex fori paling dikenal oleh

hakim, sehingga relatif lebih mudah diselesaikan.

 Kelemahannya : adakalanya menimbulkan

ketidakadilan, sebab kualifikasi dijalankan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang tidak selalu

sesuai dengan sistem hukum asing yang

seharusnya diberlakukan atau bahkan dengan

ukuran-ukuran yang tidak dikenal samasekali oleh sistem hukum asing tersebut.


(26)

Contoh kasus penggunaan

kualifikasi Lex Fori :

 Perkara OGDEN vs OGDEN  Kasus posisi :

1. A, berusia 19 tahun, berdomisili di Perancis.

2. Si A menikah dengan B (wanita kewarganegaraan Inggris),


(27)

Lanjutan

3. A menukah dengan B tanpa izin orang tua A (hal ini diwajibkan oleh pasal 148 Code Civil Prancis)

4. Di Prancis, A kemudian mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

(marriage annulment) dengan dasar bahwa perkawinannya dengan B dilakukan tanpa seizin orang tua. Permohonan ini dikabulkan oleh pengadilan Perancis.


(28)

Lanjutan

5. Beberapa waktu kemudian, B (merasa sudah terikat pada A) melangsungkan pernikahan lagi dengan si C (warga negara inggris), perkawinan B dan C

diresmikan di inggris.

6. Setelah menyadari kenyataan bahwa B masih

terikat perkawinan dengan A (karena berdasarkan hukum Inggris perkawinan A dan B belum

dibubarkan), maka C mengajukan permohonan pembatalan perkawinannya dengan B. Dasar permohonannya karena B telah melakukan Poligami.


(29)

Penyelesaian :

 Harus diputuskan terlebih dahulu apakah

perkawinan A dan B dianggap Sah atau tidak.

 Dalam hal ini titik taut menunjuk ke arah

hukum inggris (karena perkawinan A dan B diresmikan di Inggris), serta menunjuk ke

hukum Prancis (karena A adalah WN Prancis dan berdomisili di Prancis).


(30)

Menurut HPI Inggris

a.Persyaratan Essensial dari suatu perkawinan, termasuk kemampuan hukum seorang pria

untuk menikah haruslah ditentukan

berdasarkan Lex Domicili (dalam hal ini hukum Prancis).

b.Persyaratan Formal suatu perkawinan harus diatur oleh lex Loci Celebrationis (dalam hal ini adalah Hukum Inggris).


(31)

Lanjutan

 Menurut Pasal 148 CCP : seorang anak

laki-laki yang belum berusia 25 tahun tidak dapat menikah bila tidak ada izin dari orang tuanya


(32)

Keputusan Hakim Inggris :

A. Perkawinan antara A dan B dinyatakan

tetap sah, sebab izin orang tua berdasarkan hukum Inggris (lex fori) dianggap sebagai persyaratan formal saja, dan secara yuridik perkawinan itu tetap dianggap sah karena dianggap telah memenuhi

ketentuan/persyaratan essensial hukum Inggris (sebagai Lex Loci celebrationis)


(33)

Lanjutan

B. Karena itu pula, perkawinan antara B dan C dianggap tidak sah (karena dianggap

polygamous) dan harus dinyatakan batal (permohonan C dikabulkan).


(34)

Kesimpulan

 Hakim Inggris mengkualifikasikan “izin

Orang tua” berdasarkan hukumnya sendiri (lex fori)

 Jadi, ketentuan Pasal 148 CCP (sebagai

lex Causae) dikualifikasikan berdasarkan lex fori.


(1)

Penyelesaian :

 Harus diputuskan terlebih dahulu apakah

perkawinan A dan B dianggap Sah atau tidak.

 Dalam hal ini titik taut menunjuk ke arah

hukum inggris (karena perkawinan A dan B diresmikan di Inggris), serta menunjuk ke

hukum Prancis (karena A adalah WN Prancis dan berdomisili di Prancis).


(2)

HPI 30

Menurut HPI Inggris

a.Persyaratan Essensial dari suatu perkawinan, termasuk kemampuan hukum seorang pria

untuk menikah haruslah ditentukan

berdasarkan Lex Domicili (dalam hal ini hukum Prancis).

b.Persyaratan Formal suatu perkawinan harus diatur oleh lex Loci Celebrationis (dalam hal ini adalah Hukum Inggris).


(3)

Lanjutan

 Menurut Pasal 148 CCP : seorang anak

laki-laki yang belum berusia 25 tahun tidak dapat menikah bila tidak ada izin dari orang tuanya


(4)

HPI 32

Keputusan Hakim Inggris :

A. Perkawinan antara A dan B dinyatakan

tetap sah, sebab izin orang tua berdasarkan hukum Inggris (lex fori) dianggap sebagai persyaratan formal saja, dan secara yuridik perkawinan itu tetap dianggap sah karena dianggap telah memenuhi

ketentuan/persyaratan essensial hukum


(5)

Lanjutan

B. Karena itu pula, perkawinan antara B dan C dianggap tidak sah (karena dianggap

polygamous) dan harus dinyatakan batal (permohonan C dikabulkan).


(6)

HPI 34

Kesimpulan

 Hakim Inggris mengkualifikasikan “izin

Orang tua” berdasarkan hukumnya sendiri (lex fori)

 Jadi, ketentuan Pasal 148 CCP (sebagai

lex Causae) dikualifikasikan berdasarkan lex fori.