Pengaruh Pelatihan Pemecahan Masalah yang Kreatif terhadap Entrepreneurship (Suatu Upaya Pengembangan Modul Pelatihan untuk Peningkatan Entrepreneurship pada Kelompok Anak Asrama SOS DTI Lembang).

(1)

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAKSI

Penelitian dengan judul utama “Pengaruh Pelatihan Pemecahan Masalah yang Kreatif terhadap Entrepreneurship” ini beranjak dari keinginan untuk berpartisipasi dalam Millenium Development Goal’s (MDG’s) yang dideklarasikan oleh PBB di tahun 2000. Di mana Indonesia menjadi salah satu negara yang berkomitmen untuk melaksanakannya. Khususnya komitmen untuk bisa mengurangi jumlah penduduk miskin.

Kemiskinan acapkali dikaitkan dengan masalah pengangguran. Sementara masalah pengangguran seringkali dikaitkan dengan terbatasnya ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu banyak ahli pendidikan menyatakan perlunya menciptakan generasi yang bisa menciptakan lapangan kerja. Salah satunya dengan mulai melakukan pendidikan entrepreneurship, yang mencakup pendidikan untuk mengambil inisiatif dan bertindak kreatif.

Berdasarkan pemikiran diatas maka penelitian ini pun diadakan. Penelitian dilakukan dalam bentuk Quasi experiment, tepatnya menggunakan pendekatan Nonequivalent Control Group Design. Melalui pendekatan ini peneliti bermaksud melihat pengaruh dari diberikannya pengetahuan dan pemahaman mengenai pemecahan masalah yang kreatif terhadap entrepreneurship, sehingga kemudian dapat merancang modul pelatihan yang lebih sistematis dan efektif untuk mengembangkan entrepreneurship. Khususnya untuk diterapkan pada kelompok usia remaja dan dewasa muda.

Hasil dari penelitian yang dilakukan terhadap sekelompok anak muda yang berusia antara 15 hingga 25 tahun ini mengungkapkan bahwa pemberian pelatihan pemecahan masalah yang kreatif membawa pengaruh yang signifikan terhadap entrepreneurship kelompok anak muda tersebut. Secara kuantitatif peningkatan nilai entrepreneurship terjadi pada setiap dimensi yang diukur, yaitu achievement, berpikir dan pemecahan masalah, serta kematangan pribadi. Namun secara kualitatif peningkatan pemahaman entrepreneurship pada dimensi achievement tidak seoptimal peningkatan pada dua dimensi lainnya.


(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACTION

The idea to make this research, entitled “Pengaruh Pelatihan Pemecahan Masalah yang Kreatif terhadap Entrepreneurship” (The Influence of Training in Creative Problem Solving Towards Entrepreneurship), has emerged from my wish to participate in the realization of the Millennium Development Goals (MDG’s) established by the United Nations in 2000. In particular, as Indonesia is one of the countries committed to achieve these goals, especially in view of reducing the number of its citizens living in poverty.

Poverty is frequently associated with the problem of unemployment, whereas unemployment is often associated with the lack of jobs available. This is why many pedagogues affirm the necessity to build a generation that can create jobs. One possible approach would be to start giving entrepreneurship training, comprising the training to take initiative and act creatively.

This research was carried out based on the above reflections. The method used was Quasi Experiment, to be precise, the Nonequivalent Control Group Design. By using this particular approach, the researcher intended to see the influence of the knowledge and understanding given regarding creative problem solving with reference to entrepreneurship. This will subsequently enable the design of a more systematic and effective training module to develop entrepreneurship, in particular one suitable for adolescents and young adults.

The result of the research, which was carried out with a group of young people aged 15 to 25 years, showed that the training in creative problem solving had a significant influence on the entrepreneurship of this group. From the quantitative viewpoint there was an increase in the entrepreneurship in each of the dimensions measured, that is achievement, thinking, problem solving, and personal maturity. However, from the qualitative viewpoint, the progress in understanding entrepreneurship in the dimension achievement was not as good as progress with the two other dimensions.


(3)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman Lembar Judul

Lembar Pengesahan

ABSTRAKSI i

ABSTRACTION ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR PUSTAKA xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian 1.2. Rumusan Masalah 11

1.3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian 11

1.3.2. Tujuan Penelitian 12

1.3.3. Kegunaan Penelitian 12

1.4. Metodologi 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Entrepreneurship 15

2.1.1. Pengertian Entrepreneurship 15 2.1.2. Hal-hal yang Memengaruhi Keberhasilan Penerapan


(4)

iv

Universitas Kristen Maranatha

Entrepreneurship 17

2.2. Entrepreneur 2.2.1. Pengertian Entrepreneur 23

2.2.2. Ciri-ciri Entrepreneur yang Berhasil 26

2.2.3. Entrepreneur dan Pemecahan Masalah serta Pengambilan Keputusan 31

2.3. Pemecahan Masalah 32

2.3.1. Pengertian Pemecahan Masalah yang Kreatif 33

2.3.2. Proses Pemecahan Masalah yang Kreatif 34

2.4. Pengambilan Keputusan 2.4.1. Pengertian Pengambilan Keputusan 38

2.4.2. Ciri-ciri Pengambil Keputusan yang Efektif 38

2.5. Hubungan antara Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan 40

2.6. Perkembangan Kognitif 41

2.6.1. Tahapan Perkembangan Koginitif Piaget 42

2.6.2. Perkembangan Kognitif Operasional Formal 43

2.7. Experiential Learning 44

2.7.1. Ciri-ciri Experiential Learning 46

2.7.2. Metoda dalam Experiential Learning 46

2.7.3. Tahap-tahap dalam Experiential Learning 51

2.8. Evaluasi Program 52


(5)

Universitas Kristen Maranatha

2.10. Asumsi-asumsi 63

2.11. Hipotesis 63

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian 65

3.2. Variabel Penelitian 3.2.1. Definisi Konseptual 68

3.2.2. Definisi Operasional 69

3.3. Alat Ukur 3.3.1. Alat Ukur Entrepreneurship 73

3.3.2. Alat Ukur Efektifitas Program Pelatihan CPS 74

3.3.3. Data Penunjang 76

3.4. Subyek Penelitian 77

3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 3.5.1. Validitas 77

3.5.2. Reliabilitas 78

3.6. Pengolahan Data 78

3.7. Modul Pelatihan Creative Problem Solving 3.7.1. Rancangan Pelatihan 80

3.7.2. Metoda Pelatihan 81

3.7.3. Modul Pelatihan 81

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Profil Subyek Penelitian 89


(6)

vi

Universitas Kristen Maranatha

4.1.2. Uji Normalitas Data 90

4.1.3. Analisis Perbedaan Nilai Pretest Kelompok Pengendali

dengan Nilai Pretest Kelompok Percobaan 92 4.1.4. Analisis Perbedaan Nilai Postest Kelompok Pengendali

dengan Nilai Posttest Kelompok Percobaan 93 4.1.5. Analisis Perbedaan Nilai Pretest-Postest

Pada Kelompok Percobaan 98

4.1.6. Analisis Perbedaan Nilai Pretest-Postest

Pada Kelompok Pengendali 99 4.1.7. Efektifitas Pelatihan CPS 101 4.2.Pembahasan

4.2.1. Pengaruh Pelatihan CPS terhadap Entrepreneurship

Kelompok Anak Asrama SOS DTI 107 4.2.2. Efektifitas Pelatihan CPS 112 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Pengaruh Pelatihan CPS terhadap Entrepreneurship

Kelompok Anak Asrama SOS DTI Lembang 120 5.1.2. Efektifitas Program Pelatihan CPS 120 5.2. Saran

5.2.1. Saran bagi Kegunaan Teoretis 122 5.2.2. Saran bagi Kegunaan Praktis 123


(7)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Halaman BAB II KAJIAN PUSTAKA

Tabel 2.1. The Osborne-Parnes Creative Problem Solving Process 37

Tabel 2.2. Kerangka Pemikiran 62

BAB III METODE PENELITIAN Tabel 3.1 Nonequivalent Control – Group Design 68

Tabel 3.3.1. Indikator Kuesioner Entrepreneurhip 74

Tabel 3.3.2. Aspek pada Elemen Reaksi 75

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.1.1. Usia dan Pendidikan Subyek Penelitian 89

Tabel 4.1.2. Hasil Uji Normalitas Data 91

Tabel 4.1.3a. Analisis Deskriptif Uji Beda Pretest 92

Tabel 4.1.3b. Analisis Uji Beda Pretest dengan Uji t Independen 93

Tabel 4.1.4a. Analisis Deskriptif Uji Beda 94

Tabel 4.1.4b. Analisis Uji Beda Posttest dengan Uji t Independen 94

Tabel 4.1.5a. Analisis Deskriptif Uji Beda Pretest 98

Tabel 4.1.5b. Analisis Uji Beda Posttest dengan Uji t Independen 99

Tabel 4.1.6a. Analisis Deskriptif Uji Beda Pretest 100

Tabel 4.1.6b. Analisis Uji Beda Posttest dengan Uji t Independen 100

Tabel 4.1.7a. Hasil Evaluasi Pelatihan CPS Aspek Penyelenggaraan Pelatihan (dalam %) 101 Tabel 4.1.7b. Hasil Evaluasi Pelatihan CPS Aspek


(8)

viii

Universitas Kristen Maranatha Instruktur Teori (dalam %) 102 Tabel 4.1.7c. Hasil Evaluasi Pelatihan CPS Aspek

Instruktur Praktek (dalam %) 102 Tabel 4.1.7d. Saran Mengenai Penyelenggaraan Pelatihan

(dalam %) 103

Tabel 4.1.7e. Hasil Pengenalan Terhadap Karakteristik

Pekerja (Employee) yang Berhasil 104 Tabel 4.1.7f. Hasil Pengenalan Terhadap Karakteristik

Entrepreneur yang Berhasil 104 Tabel 4.1.7g. Rencana Tindakan Untuk

Mencapai Tujuan Hidup 105 Tabel 4.1.7h. Pemahaman yang Baru Ditemukan Setelah


(9)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GRAFIK

Halaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Grafik 4.1a. Perbandingan Rata-rata Nilai Pretest dan Posttest

antara Kelompok Percobaan dengan Kelompok Pengendali 96 Grafik 4.1b. Perbandingan Rata-rata Nilai Pretest dan Posttest

untuk Dimensi Achievement 97 Grafik 4.1c. Perbandingan Rata-rata Nilai Pretest dan Posttest

untuk Dimensi Berpikir dan Pemecahan Masalah 97 Grafik 4.1d. Perbandingan Rata-rata Nilai Pretest dan Posttest


(10)

x

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Kuesioner Entrepreneurship L1 Lampiran 2 Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner L4 Lampiran 3 Lembar Isian “Inilah Saya” L5 Lampiran 4 Lembar Isian “Entrepreneur People Hunt” L6 Lampiran 5 Lembar Isian “Jika Aku Menjadi” L7 Lampiran 6 Lembar Isian “Gambaran Diri 10 tahun dari sekarang” L8 Lampiran 7 Lembar Isian “Dream Time” L9 Lampiran 8 Panduan Pengumpulan Informasi L10 Lampiran 9 Panduan Pembuatan Proposal Lampiran 10 L11 Lampiran 10 Panduan Umpan Balik Terhadap Proposal L12

Lampiran 11 Lembar Isian “Oh Ya!” L13

Lampiran 12 Lembar Evaluasi Pelatihan Pemecahan

Masalah Yang Kreatif L14

Lampiran 13 Data Penunjang Kelompok Pengendali L15 Lampiran 14 Data Penunjang Kelompok Percobaan L16


(11)

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pada tahun 2000 Badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendeklarasikan Millennium Development Goals (MDGs), dengan tujuan agar negara-negara anggotanya melakukan upaya serius guna mengurangi jumlah penduduk miskin dan kekurangan pangan. Target pengurangan yang ingin dicapai adalah 50% pada tahun 2015. Saat deklarasi itu diluncurkan jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 37,1 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah seluruh penduduk. Jumlah tersebut sempat menunjukkan penurunan hingga menjadi 36,1 juta jiwa di tahun 2004, namun meningkat kembali setelah adanya bencana alam yang bertubi-tubi. Mulai dari gempa bumi di Alor, Nusa Tenggara Timur, Papua, hingga Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan Nias. Di tahun 2005 jumlah penduduk miskin di Indonesia menjadi sekitar 54 juta jiwa (Kompas, Senin, 1 Agustus 2005). Di sisi lain, bencana alam bukan satu-satunya penyebab peningkatan jumlah penduduk miskin. Menurut Gunawan Sumodiningrat, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada dan Sekretaris Komite Penanggulangan Kemiskinan, tingginya jumlah penduduk usia produktif yang tidak bekerja juga merupakan salah satu penyebab. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bulan agustus tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah pengangguran terbuka di seluruh Indonesia sebesar 8,96 juta orang. Angka ini merupakan 7,8% dari jumlah keseluruhan angkatan kerja Indonesia, sebesar 113,83 juta orang


(12)

Universitas Kristen Maranatha 2

(Pedoman Blockgrant 2010 Kursus Para Profesi, Kementrian Pendidikan Nasional).

Informasi di atas menggambarkan keterkaitan antara masalah kemiskinan dengan masalah pengangguran. Gunawan Sumodiningrat bahkan menyimpulkan bahwa pengangguran menciptakan kemiskinan, sehingga ia mengusulkan penciptaan lapangan kerja dan pembukaan akses-akses ekonomi bagi masyarakat miskin usia produktif, sebagai alternatif untuk mengurangi kemiskinan. Buruh tani misalnya, perlu diberi akses untuk menjual hasil tani dengan nilai yang lebih baik. Sementara orang miskin yang belum memiliki keahlian harus diberikan latihan kewirausahaan di balai latihan kerja (Kompas, Sabtu 6 Agustus 2005). Hal ini sejalan dengan pemikiran Sri-Edi Swasono, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ia menyatakan bahwa orang miskin akan tetap miskin bila tidak bisa mendayagunakan kapasitas produksinya atau selama dia tidak bekerja (Kompas, Selasa, 16 Agustus 2005).

Fakta lain menunjukkan bahwa tidak semua pengangguran adalah individu dengan latar belakang pendidikan formal yang terbatas. Dalam diskusi ”Siap Hadapi Tantangan Dunia Kerja dengan Pendidikan Berfokus Karier”, Kamis 18 Februari 2010 di Jakarta, terungkap bahwa sekitar dua juta pengangguran atau 18% dari jumlah seluruh pengangguran di Indonesia berpendidikan diploma dan sarjana (Kompas, Jumat 19 Februari 2010). Selain itu, kembali berdasarkan data BPS dinyatakan bahwa kebanyakan pengangguran di Indonesia berpendidikan akhir setingkat SLA (40,66% dari jumlah keseluruhan). Hal ini menunjukkan bahwa masih ada individu yang tidak memiliki pekerjaan meskipun sudah


(13)

Universitas Kristen Maranatha dibekali pendidikan yang memadai. Tampaknya bekal pendidikan formal saja tidak selalu cukup untuk membekali generasi muda Indonesia untuk mencapai kemandirian finansial, yang acapkali dikaitkan dengan memiliki pekerjaan atau sumber pendapatan yang tetap.

Berangkat dari masalah pengangguran di Indonesia, Ciputra, seorang pengusaha sukses yang mendirikan Yayasan Ciputra Entreprenir, menilai perlunya keseriusan Bangsa Indonesia untuk segera melahirkan generasi entrepreneur melalui pendidikan kewirausahaan atau (untuk selanjutnya akan disebut) entrepreneurship. Ia mengutip pendapat David McClelland bahwa suatu negara bisa menjadi makmur bila memiliki sedikitnya 2% entrepreneur. Sementara data statistik mengenai jumlah entrepreneur di Indonesia baru menunjukkan angka sekitar 0,18%. Pendidikan entrepreneurship menurut Ciputra akan melahirkan generasi pencipta kerja, bukan pencari kerja. (Kompas, Rabu, 24 Oktober 2007). Namun demikian pendidikan entrepreneurship yang dimaksud Ciputra bukan berarti pendidikan untuk berbisnis atau berdagang semata-mata. Pendidikan entrepreneurship juga mencakup pendidikan untuk mengambil inisiatif dan bertindak kreatif yang bersifat holistik. Dengan demikian bila hal ini diajarkan kepada seorang pegawai maka ia pun akan menjadi pegawai yang lebih baik. Secara spesifik Ciputra bersama dengan Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama, dan Deputi Mennegpora Bidang Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Sudradjat Rasyid, bersepakat untuk mendefinisikan entrepreneurship sebagai sikap kreatif, inovatif dan berani mengambil keputusan, yang tidak hanya perlu dilakukan oleh pewirausaha atau pedagang (Kompas,


(14)

Universitas Kristen Maranatha 4

Selasa 3 November 2009). Sementara Antonius Tanan yang merupakan Presiden Universitas Ciputra Entrepreneurship Center menambahkan kemampuan mengubah ”sampah” menjadi ”emas” sebagai salah satu perilaku entrepreneurship. (Kompas, Senin 22 Februari 2010).

Masih menurut Antonius Tanan, pendidikan entrepreneurship tidak berarti harus membuat kurikulum atau program belajar yang sama sekali baru. Pendidikan entrepreneurship sejatinya dapat dilakukan dengan memperkaya dan mempertajam kurikulum atau program yang sudah ada. Lebih jauh dikatakan pula bahwa pendidikan entrepreneurship dapat dilakukan terhadap setiap individu sejak usia dini. Dengan demikian pendidikan ini bisa ditambahkan pada kurikulum atau program di setiap jenjang pendidikan. Lebih menarik lagi, pendidikan entrepreneurship ini tidak hanya bisa dilakukan oleh pendidik atau pelatih khusus. Bahkan orangtua pun dimungkinkan untuk melakukannya, sebagaimana yang dilakukan Antonius Tanan terhadap anaknya sendiri.

Contoh di atas menggugah pemikiran bahwa setiap anggota masyarakat sebenarnya dimungkinkan untuk berpartisipasi dalam upaya-upaya pengembangan entrepreneurship. Bahkan sesungguhnya sudah saatnya mengambil inisiatif untuk berkontribusi. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan kenyataan meningkatnya jumlah pengangguran pada generasi usia produktif, yang mencerminkan keterbatasan kemampuan negara untuk membuka lapangan pekerjaan. Tampaknya tidak cukup lagi bila masyarakat hanya menuntut komitmen pemerintah atau menunggu inisiatif penyelenggara-penyelenggara pendidikan formal. Komunitas psikologi misalnya, merupakan salah satu elemen masyarakat yang bisa


(15)

Universitas Kristen Maranatha memberikan banyak kontribusi dalam pengembangan entrepreneurship. Itu sebabnya, peneliti sebagai psikolog yang prihatin dengan masalah kemiskinan di negara ini, memilih pendidikan entrepreneurship sebagai topik utama dalam penelitiannya.

Secara spesifik peneliti melihat adanya peluang untuk melakukan pendidikan entrepreneurship pada anak-anak asuhan yayasan Save Our Soul Desa Taruna Indonesia (SOS DTI). SOS DTI merupakan salah satu cabang dari SOS

Children’s Village International yang beroperasi di 132 negara. Yayasan ini

dimulai oleh Hermann Gmeiner pada tahun 1949 di Imst, Austria, dengan tujuan membantu anak-anak dan para ibu yang mengalami kesulitan hidup setelah perang dunia ke-2. Di Indonesia sendiri yayasan ini mulai dibangun pada tahun 1972, dengan mengambil lokasi di Lembang, Bandung. Hingga kini SOS DTI juga sudah beroperasi di 7 kota lain, yaitu Jakarta, Semarang, Tabanan, Maumere, Medan, Aceh dan Meulaboh. Sementara ini sedang direncanakan pula pendirian SOS DTI di Daerah Istimewa Jogjakarta.

Yayasan ini merupakan organisasi sosial non-pemerintah yang mandiri. SOS DTI bekerja untuk anak-anak dengan prinsip menghormati keragaman budaya dan religi, serta menjadikan pengembangan komunitas sebagai bagian dalam visinya. Yayasan SOS di seluruh dunia bekerja berlandaskan semangat untuk memenuhi hak asasi anak sebagaimana yang tercantum dalam konvensi PBB. Secara utuh misi SOS Children's Village International adalah membangun keluarga bagi anak-anak yang membutuhkan, membantu mereka membentuk masa depannya sendiri dan ikut ambil bagian dalam mengembangkan komunitas


(16)

Universitas Kristen Maranatha 6

mereka. Yang dimaksud dengan anak-anak yang membutuhkan adalah anak-anak yatim, piatu, yatim-piatu dan/atau anak-anak terlantar. Sementara untuk mencapai misinya SOS Children’s Village International menggunakan konsep membangun desa bagi anak-anak tersebut dan mempelopori pendekatan keluarga dalam pengasuhan jangka panjang.

Misi SOS Children’s Village International tersebut menurut peneliti sejalan dengan tujuan MDGs, yang menjadi alasan utama dari penelitian ini. Untuk mencapai misinya, SOS DTI mempersiapkan beragam fasilitas dan program demi membantu anak-anak asuhnya mencapai kemandirian. Fasilitas dan program tersebut bisa bersifat formal seperti sekolah dan pelatihan keterampilan di lembaga-lembaga resmi, bisa pula bersifat informal melalui kegiatan harian di tempat pengasuhan. Fasilitas pendidikan formal diberikan berdasarkan tingkat usia dan kemampuan masing-masing anak, mulai dari tingkat taman kanak-kanak hingga pendidikan tinggi strata satu. Bahkan anak-anak dengan kemampuan khusus juga tetap memperoleh pendidikan formal (di sekolah khusus pula). Sementara di lingkungan dalam SOS DTI sendiri para anak asuh dibiasakan untuk mengelola keperluan pribadi, serta membantu merawat rumah, mengasuh adik, dan berbagai kewajiban anggota keluarga pada umumnya.

Sebenarnya dalam menjalankan misinya yayasan ini pun sudah mengambil inisiatif mengembangkan entrepreneurship. Untuk mengembangkan potensi ekonomi, anak-anak asuh dibekali dengan berbagai keterampilan seperti beternak, bertani, otomotif, pembuatan furnitur, menjahit, beraneka jenis kerajinan tangan, kesenian hingga komputer. Anak-anak asuh diberi kebebasan untuk memilih


(17)

Universitas Kristen Maranatha bidang yang sesuai dengan minat dan bakat masing-masing. Bila ada kesempatan, mereka pun diarahkan untuk menjual hasil-hasil keterampilannya. Baik dalam bentuk produk seperti hasil-hasil kerajinan tangan, hingga dalam bentuk jasa seperti perawatan otomotif dan penampilan seni. Namun kesempatan seperti ini tampaknya belum diupayakan secara konsisten. Khususnya ketika peneliti mengamati penerapan entrepreneurship ini di salah satu SOS DTI yang berkedudukan di Lembang, Bandung.

SOS DTI Lembang menjadi fokus perhatian karena sebagai desa SOS pertama di Indonesia, program-programnya acapkali menjadi acuan bagi pengembangan program di desa-desa SOS lainnya. Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa SOS DTI Lembang lebih sering hanya memanfaatkan peluang-peluang yang ditawarkan pihak lain, misalnya perusahaan-perusahaan yang sedang mengadakan kegiatan pertanggungjawaban sosial. Jika pun mengambil inisiatif mandiri, misalnya mengadakan bazar pada perayaan ulang tahun yayasan, hal tersebut tidak dilakukan secara berkesinambungan. Sementara inisiatif pengembangan usaha dari pihak anak-anak asuh sendiri tampaknya lebih sering bersifat jangka pendek. Inisiatif mereka menjual hasil pertanian bunga hias misalnya, teramati hanya berjalan beberapa bulan. Demikian pula usaha pencucian kendaraan bermotor dan cafe gaul sederhana. Inisiatif wirausaha ini pun cenderung tidak dilanjutkan ketika anak-anak asuh tersebut meninggalkan SOS DTI Lembang dan menjalani kehidupan mandiri.

Penggalian informasi lebih lanjut terhadap fenomena tersebut mengungkap alasan dibalik ketidakberlanjutan tersebut. Alasan pertama adalah pertumbuhan


(18)

Universitas Kristen Maranatha 8

penjualan produk makanan dan bunga hias yang tidak sesuai harapan. Bahkan pada kasus cafe gaul, beberapa saat sebelum ditutup hampir tidak ada pembeli yang datang. Menurut kelompok yang menjalankan usaha tersebut, masalah lokasi yang tidak strategis menjadi penghambat utama. Namun pada kenyataannya di lokasi yang sama masih terlihat adanya usaha-usaha makanan lain yang bisa berkembang. Tampaknya yang lebih menjadi masalah adalah jenis makanan yang dijual di cafe gaul kurang sesuai dengan kebutuhan di lingkungan tersebut. Dengan kata lain, keputusan yang diambil kelompok ini mengenai jenis menu-menu makanan yang dijual merupakan keputusan yang kurang tepat. Hal ini kemungkinan terjadi akibat proses kajian dan pemilihan jenis makanan yang kurang efektif sebelum mengambil keputusan tersebut. Sementara pada usaha penjualan bunga hias, persoalan lokasi memang menjadi kendala. Usaha dilakukan di dalam lingkungan desa SOS DTI Lembang yang letaknya relatif jauh dari jalan utama. Hal ini dilakukan karena pengembangan usaha ini berkembang dari keinginan untuk memanfaatkan potensi yang sudah tersedia, yaitu halaman di lingkungan desa yang relatif luas. Artinya, lokasi dalam hal ini sebenarnya bukanlah hasil pemilihan melainkan merupakan keadaan yang harus dikelola. Sementara aspek yang menjadi pilihan adalah jenis usaha yang bisa dikembangkan dengan memanfaatkan halaman (atau luas tanah) yang tersedia. Dengan demikian, usaha pengembangan dan penjualan bunga hias pada dasarnya merupakan pilihan yang cukup tepat. Hanya saja, harus diikuti dengan strategi pemasaran yang lebih optimal. Strategi inilah yang tampaknya belum dipersiapkan secara baik.


(19)

Universitas Kristen Maranatha Lain lagi dengan kasus pada usaha pencucian kendaraan bermotor. Menurut pengamatan peneliti usaha tersebut cukup berhasil menjaring pelanggan. Lokasi tempat usaha yang berada di tepi jalan kelas menengah cukup menunjang keberhasilan tersebut. Beberapa pelanggan yang diwawancarai bahkan menyatakan kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan. Akan tetapi terdapat ketidakjelasan pada jam buka – tutup usaha ini. Sering terjadi usaha belum dibuka atau sebaliknya ditutup pada waktu yang tidak semestinya, sehingga mengecewakan pelanggan yang sudah terlanjur datang. Dalam hal ini yang dijadikan alasan adalah kesulitan untuk mengatur pembagian jam kerja, mengingat sebagian besar anggota kelompok yang menjalankan usaha ini masih harus menjalani kewajiban sekolah atau pelatihan tertentu. Akibatnya pada saat-saat kegiatan individual tersebut saling berbenturan, tidak ada satu pun anggota kelompok yang bisa melayani pelanggan. Alih-alih menemukan penyelesaian untuk mengatasi kesulitan tersebut, usaha pencucian kendaraan bermotor ini akhirnya justru ditutup untuk seterusnya.

Situasi-situasi yang terjadi diatas menurut peneliti menunjukkan ketidaksiapan kelompok-kelompok anak asuh tersebut untuk mengantisipasi, menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam menjalankan usaha mereka. Oleh karena itu peneliti memutuskan untuk memahami lebih jauh mengenai pengaruh adanya kemampuan untuk menyelesaikan masalah terhadap peningkatan entrepreneurship. Akan tetapi mengingat berbagai penjelasan mengenai entrepreneurship acapkali menyinggung situasi-situasi yang bersifat tidak biasa, maka peneliti merasa perlu menambahkan


(20)

Universitas Kristen Maranatha 10

aspek kreatifitas dalam kemampuan pemecahan masalah tersebut. Peneliti ingin melihat apakah jika kemampuan pemecahan masalah yang kreatif tersebut dimiliki oleh anak-anak asuh SOS DTI maka pengalaman kegagalan tadi akan dapat diminimalisasi. Penelitian ini dilakukan terhadap kelompok anak asuh SOS DTI Lembang yang berusia diantara 15 hingga 25 tahun, atau mereka yang sudah ditempatkan di asrama. Asrama umumnya berlokasi di luar desa SOS, dan dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Perpindahan dari rumah keluarga di desa SOS ke asrama dimaksudkan untuk mempersiapkan anak asuh memasuki masa kehidupan mandiri. Hal ini terkait peraturan SOS DTI yang membatasi masa asuh hanya sampai anak menyelesaikan masa pendidikan tertingginya. Sementara data menunjukkan rata-rata tingkat pendidikan minimal para alumni adalah SLTA dan maksimal strata satu. Selain itu, batasan pendidikan tersebut secara tidak langsung mengarah pada kelompok anak asuh yang sudah memasuki usia remaja dan dewasa awal. Individu pada usia-usia tersebut secara teoritis sudah lebih siap untuk memikirkan berbagai kemungkinan atau pilihan dalam menjalani kehidupan, melebihi dari hal-hal yang sudah maupun yang sedang mereka alami secara nyata. Kemampuan kognitif individu pada kelompok ini sudah memasuki tahap yang lebih abstrak dan sistematis, dimana terdapat kemampuan untuk membandingkan hasil-hasil pengamatan konkrit dengan keyakinan-keyakinan mereka mengenai berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Hal ini berarti sejak usia remaja individu sudah siap mengembangkan kemampuan untuk melihat, memahami dan menyelesaikan masalah. Lebih spesifik lagi mereka sudah siap dilatih untuk menguasai dasar-dasar keterampilan menyelesaikan masalah secara


(21)

Universitas Kristen Maranatha kreatif, sebagai landasan untuk bisa mengambil keputusan yang lebih efektif. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menelaah lebih jauh mengenai peran pelatihan pemecahan masalah yang kreatif terhadap peningkatan entrepreneurship.

1.2. Rumusan Masalah

Berangkat dari kebutuhan untuk lebih memahami pengaruh dari adanya kemampuan pemecahan masalah yang kreatif (yang lebih dikenal dengan istilah Creative Problem Solving atau CPS) terhadap peningkatan entrepreneurship, khususnya pada kelompok anak asrama SOS DTI Lembang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah pemberian pelatihan Creative Problem Solving (yang untuk selanjutnya akan disebut pelatihan CPS) dapat memengaruhi entrepreneurship kelompok anak asrama SOS DTI Lembang.

Selanjutnya bila ternyata pemberian pelatihan tersebut menunjukkan pengaruh terhadap entrepreneurship, maka rumusan masalah berikutnya adalah : bagaimana efektifitas pelatihan tersebut hingga menghasilkan pengaruh yang signifikan.

1.3. Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh dari diberikannya penambahan pengetahuan dan pemahaman mengenai CPS melalui suatu pelatihan yang terstruktur, terhadap optimalisasi entrepreneurship pada kelompok anak asrama SOS DTI Lembang.


(22)

Universitas Kristen Maranatha 12

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan rancangan modul pelatihan CPS yang lebih sistematis dan efektif bagi kelompok anak asrama SOS DTI Lembang.

Pelatihan ini diharapkan akan mengembangkan entrepreneurship yang lebih optimal, yang pada akhirnya mendukung pertumbuhan mereka menjadi individu-individu dewasa yang mandiri. Khususnya dalam hal memenuhi kebutuhan-kebutuhan materi atau finansial.

1.3.3. Kegunaan Penelitian 1) Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai kedudukan CPS di dalam perkembangan entrepreneurship. Kejelasan ini berguna untuk memperkuat argumentasi mengenai mungkin atau tidaknya CPS dijadikan salah satu ukuran untuk menilai kekuatan entrepreneurship seseorang. Selain itu, keberhasilan penelitian ini juga dapat mempertegas argumentasi mengenai mungkin atau tidaknya entrepreneurship diajarkan.

2) Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini akan memperjelas pemahaman kelompok anak asrama SOS DTI Lembang mengenai entrepreneurship serta mengenali perilaku-perilaku yang perlu dikuasai untuk mendukung pengembangan


(23)

Universitas Kristen Maranatha sikap tersebut. Sementara bagi para pembina di SOS DTI Lembang, penelitian ini dapat dijadikan alternatif untuk melengkapi program pengembangan entrepreneurship yang sudah dijalankan, sehingga meningkatkan peluang menciptakan entrepreneur-entrepreneur yang berhasil. Lebih jauh lagi, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap upaya-upaya masyarakat untuk menciptakan generasi muda yang mandiri ; mampu menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan komunitasnya. Dengan demikian salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui pendeklarasian MDGs – yaitu mengurangi kemiskinan, lebih dapat diwujudkan.

1.4. Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan quasi experiment. Anthony M. Graziano & Michael L. Raulin (2000) menyatakan bahwa melalui quasi experiment dapat dilihat hubungan sebab akibat diantara variabel bebas (independent) – yang merupakan suatu tindakan manipulasi terhadap sampel penelitian, terhadap variabel lain (dependent). Tindakan manipulasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelatihan CPS, yang merupakan penuangan terstruktur dari faktor-faktor penentu keberhasilan dalam pengambilan keputusan berdasarkan langkah penyelesaian masalah yang kreatif (dalam konteks entrepreneurial). Sementara variabel lainnya adalah entrepreneurship. Pendekatan quasi experiment dipilih dengan pertimbangan bahwa tidak dimungkinkan dilakukan pengendalian secara ketat pada semua hal yang dapat


(24)

Universitas Kristen Maranatha 14

memengaruhi variabel penelitian. Penelitian ini juga tidak dapat dilakukan di dalam laboratorium (atau dengan lingkungan yang terkendali), mengingat kemampuan CPS tidak hanya dipengaruhi oleh perkembangan internal (dalam diri pribadi ) tetapi juga oleh dinamika dan tantangan lingkungan eksternal yang dipersepsi melalui pengalaman sehari-hari.

Sementara rancangan penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design. Dalam rancangan ini, kelompok sampel yang sudah ditentukan akan dibagi ke dalam kelompok percobaan (experimental group) dan kelompok pengendali (control group). Setelah itu, kepada kedua kelompok dilakukan pengukuran dependent variable, yaitu entrepreneurship. Pengukuran ini dilakukan baik pada saat sebelum (pre) maupun sesudah (post) dilakukan tindakan manipulasi atau pelatihan CPS. Tindakan manipulasi ini hanya diberlakukan terhadap kelompok percobaan. Masa inkubasi dari berakhirnya waktu pelatihan hingga waktu pengukuran sesudah diberlakukannya tindakan manipulasi adalah dua (2) minggu.


(25)

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Pengaruh Pelatihan CPS terhadap Entrepreneurship Kelompok Anak Asrama SOS DTI Lembang

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pemberian pelatihan CPS membawa pengaruh yang signifikan terhadap entrepreneurship kelompok anak asrama SOS DTI Lembang. Secara kuantitatif peningkatan nilai entrepreneurship terjadi pada setiap dimensi yang diukur, yaitu achievement, berpikir dan pemecahan masalah, serta kematangan pribadi. Namun secara kualitatif peningkatan pemahaman entrepreneurship pada dimensi achievement tidak seoptimal peningkatan pada dua dimensi lainnya.

5.1.2. Efektifitas Program Pelatihan CPS

1) Aspek penyelenggaraan pelatihan CPS, baik pada segi manfaat, waktu, kualitas dan fasilitas pendukung mendapatkan tanggapan yang positif dari seluruh partisipan. Partisipan tidak hanya puas dengan materi-materi yang sudah diberikan, tetapi juga menyarankan adanya pelatihan lanjutkan dengan topik materi lain yang relevan dengan entrepreneurship.

2) Aspek instruktur teori dalam pelatihan CPS mendapatkan tanggapan yang positif dari seluruh partisipan, khususnya pada segi kemampuan penguasaan


(26)

121

Universitas Kristen Maranatha kelas dan materi. Sementara pada segi kemampuan penyajian materi dan pemanfaatan waktu, meskipun mayoritas partisipan sudah memberikan tanggapan positif, masih terdapat partisipan yang masih menilai kurang memuaskan.

3) Aspek instruktur praktek dalam pelatihan CPS mendapatkan tanggapan yang positif dari seluruh partisipan, khususnya pada segi kemampuan penguasaan kelas, penguasaan materi dan pemanfaatan waktu. Sementara pada segi kemampuan penyajian materi, meskipun mayoritas partisipan sudah memberikan tanggapan positif, masih terdapat partisipan yang memberi nilai kurang memuaskan. Penyajian materi yang dimaksud adalah penjelasan mengenai penerapan prinsip-prinsip teoritis yang akan dipraktekkan serta umpan balik atas hasil yang telah dipraktekkan.

4) Materi penerapan definisi operasional CPS yang merepresentasikan konsep entrepreneurship dimensi kematangan pribadi, penerapan dan kunci-kunci keberhasilannya, yang disampaikan melalui metoda kuliah, sajian contoh melalui film, serta permainan yang membuka kesempatan untuk menerapkan konsep yang sudah dipelajari, menghasilkan pembelajaran yang lebih optimal pada partisipan.

5) Materi penerapan definisi operasional CPS yang merepresentasikan konsep entrepreneurship dimensi achievement, penerapan dan kunci-kunci keberhasilannya, yang disampaikan melalui kombinasi metoda membaca individual dan diskusi kelas, belum menghasilkan pembelajaran yang optimal pada partisipan.


(27)

Universitas Kristen Maranatha 6) Materi penerapan seluruh definisi operasional pemecahan masalah yang kreatif, penerapan dan kunci-kunci keberhasilannya (yang juga merepresentasikan konsep entrepreneurship dimensi berpikir dan pemecahan masalah), yang disampaikan melalui metoda kuliah, sajian contoh melalui observasi langsung, metoda pemberian tugas yang membuka kesempatan untuk menerapkan konsep yang sudah dipelajari, metoda diskusi dan pemberian umpan balik, menghasilkan pembelajaran yang lebih optimal pada partisipan.

5.2. Saran

5.2.1. Saran bagi Kegunaan Teoritis

1) Mempertimbangkan kategori usia sebagai salah satu kriteria dalam pembagian kelompok percobaan dan kelompok pengendali, untuk mengendalikan homogenitas kelompok. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi bias dalam memaknakan hasil penelitian.

2) Mempertimbangkan karakteristik psikologis partisipan secara lebih spesifik dan mendalam, sebagai acuan dalam menentukan metoda pelatihan yang lebih tepat guna.

3) Khusus untuk penerapan hasil penelitian ini di wilayah SOS DTI lain, perlu mempertimbangkan karakteristik budaya setempat dalam mengembangkan simulasi sebagai pelengkap pelatihan.

4) Menyederhanakan definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini sehingga lebih mudah dikenali dan dipahami.


(28)

123

Universitas Kristen Maranatha 5) Memerhatikan konsistensi penggunaan istilah di dalam mendefinisikan entrepreneurship ke dalam pengertian konseptual maupun operasional, dengan mengacu pada tujuan penelitian.

6) Secara keseluruhan, perlu untuk mengevaluasi dan lebih mematangkan modul pelatihan yang sudah tersusun.

5.2.2. Saran bagi Kegunaan Praktis

1) Memperhitungkan perbandingan di antara jumlah partisipan dengan jumlah fasilitator lapangan, untuk mengoptimalkan proses pendampingan partisipan.

2) Mengembangkan teknik penyajian materi dalam bentuk bahasan maupun sajian contoh yang lebih menggugah minat kelompok usia remaja dan dewasa muda.

3) Memerhatikan kemampuan teknis instruktur teori, khususnya dalam menyajikan materi dan mengelola waktu sehingga lebih dapat diterima positif oleh kelompok usia remaja dan dewasa muda.

4) Memerhatikan kemampuan teknis instruktur praktek, khususnya dalam menjelaskan cara menerapkan prinsip-prinsip teoritis yang telah dijelaskan serta memberikan umpan balik atas hasil yang telah dipraktekkan.

5) Memerhatikan komposisi penyajian materi, dimana sajian melalui metoda interaktif sebaiknya lebih dominan dibandingkan sajian yang bersifat satu arah.


(29)

Universitas Kristen Maranatha 6) Konsisten melengkapi metoda kuliah dengan sajian film , simulasi atau uji coba, permainan dan pemberian umpan balik yang lebih efektif menghasilkan pembelajaran.


(30)

xi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Chapman, Allan. 2007. Kirkpatrick’s Learning & Training Evaluation Theory ; the four levels of learning evaluation. Melalui www.businessballs.com

Ciputra, Ir., 2007. Pentingnya Kewirausahaan dalam Pendidikan Tinggi dan Pemecahan Masalah Bangsa ; Membangun Perguruan Tinggi menjadi Centre of Excellence & Entrepreneurship. Yogyakarta : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

DAY/TAV, 3 Juli 2007. Jumlah Penduduk Miskin Berkurang ; Dirasakan Tak Sesuai dengan Realitas. Jakarta : Harian Kompas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan I Informal dan Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010. Pedoman Blockgrant 2010 ; Kursus Para Profesi. Kementrian Pendidikan Nasional.

ELN, 24 Oktober 2007. Generasi Entrepreneur Perlu Dilahirkan. Jakarta : Harian Kompas.

ELN/INE, 25 Oktober 2007. Karakter Budaya Harus Dibangun ; Pendidikan Kewirausahaan Butuh Kreativitas. Jakarta : Harian Kompas.


(31)

Universitas Kristen Maranatha Eysenck, Michael W., 2003. Principles of Cognitive Psychology, second edition.

New York : Psychology Press Ltd.

Graziano, Anthony M. & Raulin, Michael L., 2000. Research Methods, A Process of Inquiry, fourth edition. Nedham Heights, MA : Addison – Wesley Educational Publisher, Inc.

Gibb, Allan, 1998. Educating Tomorrow’s Entrepreneurs ; Economic Reform Today, Growing an Entrepreneurial Economy, number 4. Melalui www.cipe.org/publications

Hunt, Kendal, 1998. Notes from Gary Davis’s ; Creativity is Forever. Melalui www.members.optusnet.com.au

Lambing, Peggy & Kuehl, Charles R., 2000. Entrepreneurship, second edition. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Leksono, Ninok, 5 September 2007. Mendidik “Technopreneur”. Jakarta : Harian Kompas.

Lumsdaine, Edward & Lumsdaine, Monika, 1995. Creative Problem Solving ; Thinking Skills for A Changing World. Singapore : McGraw-Hill, Inc.


(32)

xiii

Universitas Kristen Maranatha LUK, 19 Februari 2010. Dua Juta Diploma dan Sarjana Menganggur,

Keterampilan Nonakademis Faktor Penentu. Jakarta : Harian Kompas.

Matlin, W. Margaret, 1994. Cognition, third edition. State University of New York : Geneseo Harcourt Brace Publishers.

Overton, Rodney, tanpa tahun. Are You An Entrepreneur?. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Spencer Jr, Lyle M., PhD & Spencer, Signe M., 1993. Competence at Work ; Models for Superior Performance. Canada : John Wiley & Sons, Inc.

Sudjana, Prof., 2005. Metoda Statistika. Bandung : Penerbit Tarsito.

Walter, Gordon A. & Marks, Stephen E., 1981. Experiential Learning and Change. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Wikimedia Foundation, Inc. 2007. Creative Problem Solving. Melalui www.wikipedia.com


(33)

Universitas Kristen Maranatha Wikimedia Foundation, Inc. 2007. Entrepreneurship. Melalui

www.wikipedia.com

Winardi J., Prof. Dr. SE., 2003. Entrepreneur & Entrepreneurship. Jakarta : Fajar Interpratama Offset.

Zsambolc, Caroline E. & Klein, Gery, 1997. Naturalistic Decision Making. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates.


(1)

Universitas Kristen Maranatha

5) Memerhatikan konsistensi penggunaan istilah di dalam mendefinisikan entrepreneurship ke dalam pengertian konseptual maupun operasional, dengan mengacu pada tujuan penelitian.

6) Secara keseluruhan, perlu untuk mengevaluasi dan lebih mematangkan modul pelatihan yang sudah tersusun.

5.2.2. Saran bagi Kegunaan Praktis

1) Memperhitungkan perbandingan di antara jumlah partisipan dengan jumlah fasilitator lapangan, untuk mengoptimalkan proses pendampingan partisipan.

2) Mengembangkan teknik penyajian materi dalam bentuk bahasan maupun sajian contoh yang lebih menggugah minat kelompok usia remaja dan dewasa muda.

3) Memerhatikan kemampuan teknis instruktur teori, khususnya dalam menyajikan materi dan mengelola waktu sehingga lebih dapat diterima positif oleh kelompok usia remaja dan dewasa muda.

4) Memerhatikan kemampuan teknis instruktur praktek, khususnya dalam menjelaskan cara menerapkan prinsip-prinsip teoritis yang telah dijelaskan serta memberikan umpan balik atas hasil yang telah dipraktekkan.

5) Memerhatikan komposisi penyajian materi, dimana sajian melalui metoda interaktif sebaiknya lebih dominan dibandingkan sajian yang bersifat satu arah.


(2)

Universitas Kristen Maranatha

6) Konsisten melengkapi metoda kuliah dengan sajian film , simulasi atau uji coba, permainan dan pemberian umpan balik yang lebih efektif menghasilkan pembelajaran.


(3)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Chapman, Allan. 2007. Kirkpatrick’s Learning & Training Evaluation Theory ; the four levels of learning evaluation. Melalui www.businessballs.com

Ciputra, Ir., 2007. Pentingnya Kewirausahaan dalam Pendidikan Tinggi dan Pemecahan Masalah Bangsa ; Membangun Perguruan Tinggi menjadi Centre of Excellence & Entrepreneurship. Yogyakarta : Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

DAY/TAV, 3 Juli 2007. Jumlah Penduduk Miskin Berkurang ; Dirasakan Tak Sesuai dengan Realitas. Jakarta : Harian Kompas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan I Informal dan Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010. Pedoman Blockgrant 2010 ; Kursus Para Profesi. Kementrian Pendidikan Nasional.

ELN, 24 Oktober 2007. Generasi Entrepreneur Perlu Dilahirkan. Jakarta : Harian Kompas.

ELN/INE, 25 Oktober 2007. Karakter Budaya Harus Dibangun ; Pendidikan Kewirausahaan Butuh Kreativitas. Jakarta : Harian Kompas.


(4)

Universitas Kristen Maranatha

Eysenck, Michael W., 2003. Principles of Cognitive Psychology, second edition. New York : Psychology Press Ltd.

Graziano, Anthony M. & Raulin, Michael L., 2000. Research Methods, A Process of Inquiry, fourth edition. Nedham Heights, MA : Addison – Wesley Educational Publisher, Inc.

Gibb, Allan, 1998. Educating Tomorrow’s Entrepreneurs ; Economic Reform Today, Growing an Entrepreneurial Economy, number 4. Melalui www.cipe.org/publications

Hunt, Kendal, 1998. Notes from Gary Davis’s ; Creativity is Forever. Melalui www.members.optusnet.com.au

Lambing, Peggy & Kuehl, Charles R., 2000. Entrepreneurship, second edition. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Leksono, Ninok, 5 September 2007. Mendidik “Technopreneur”. Jakarta : Harian Kompas.

Lumsdaine, Edward & Lumsdaine, Monika, 1995. Creative Problem Solving ; Thinking Skills for A Changing World. Singapore : McGraw-Hill, Inc.


(5)

Universitas Kristen Maranatha

LUK, 19 Februari 2010. Dua Juta Diploma dan Sarjana Menganggur, Keterampilan Nonakademis Faktor Penentu. Jakarta : Harian Kompas.

Matlin, W. Margaret, 1994. Cognition, third edition. State University of New York : Geneseo Harcourt Brace Publishers.

Overton, Rodney, tanpa tahun. Are You An Entrepreneur?. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Spencer Jr, Lyle M., PhD & Spencer, Signe M., 1993. Competence at Work ; Models for Superior Performance. Canada : John Wiley & Sons, Inc.

Sudjana, Prof., 2005. Metoda Statistika. Bandung : Penerbit Tarsito.

Walter, Gordon A. & Marks, Stephen E., 1981. Experiential Learning and Change. New York : John Wiley & Sons, Inc.

Wikimedia Foundation, Inc. 2007. Creative Problem Solving. Melalui www.wikipedia.com


(6)

Universitas Kristen Maranatha

Wikimedia Foundation, Inc. 2007. Entrepreneurship. Melalui www.wikipedia.com

Winardi J., Prof. Dr. SE., 2003. Entrepreneur & Entrepreneurship. Jakarta : Fajar Interpratama Offset.

Zsambolc, Caroline E. & Klein, Gery, 1997. Naturalistic Decision Making. New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates.