Perancangan dan Uji Coba Modul Pelatihan Coping Resources pada Ibu Asuh SOS Children's Village Lembang.
ii
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena mengenai situasi stressful yang dihadapi ibu asuh dan penghayatan akan coping resources-nya yang terbatas, terutama jenis coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill. Maksud penelitian ini adalah menguji modul pelatihanCoping Resources Pada Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang, Tujuannya untuk memperoleh modul pelatihan coping resources yang teruji dan dapat meningkatkan derajat coping resources, yang diukur melalui evaluasi level reaksi dan level learning.
Desain peneltian yang digunakan adalah Single group evaluation design, observe before and after the program Sampel penelitian adalah 10 orang Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner coping resources, disusun berdasarkan teori coping resources, Lazarus& Folkman (1984). Pengujian validitas alat ukur dilakukan dengan teknik content validity.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar Ibu Asuh menampilkan reaksi positif terhadap pelatihan dan menunjukkan peningkatan derajat ketiga jens coping resources. Modul pelatihan ini telah teruji melalui level reaksi dan level learning dalam meningkatkan derajat ketiga jenis coping resources yang menjadi sasaran utama pelatihan ini. Peningkatan terbesar terjadi pada social skill, sedangkan positive belief mengalami peningkatan yang paling kecil. Saran teoritis, untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan metode times seriesuntuk meningkatkan positive belief peserta. Saran praktis, ibu asuh SOS Children’s Village Lembang dapat melakukan sharing pengalaman antara sesama ibu asuh mengenai positive belief yang mereka miliki, untuk memberikan insight bagi sesama ibu asuh. Bagi pihak yayasan, modul pelatihan coping resources ini dapat diberikan kepada ibu asuh di SOS Children’s Village lainnya agar dapat membantunya menanggulangi berbagai daily hasless.
(2)
The intention of the research is to test the Coping Resources training module at SOS Children’s Village Lembang’s foster mothers. The purpose is to get the tested coping resources module training and to increase the degree of coping resources which is measured through evaluation towards reaction level and learning level. The design used Single group evaluation design, observe before and after the program. The population in the research is 10 SOS Children’s Village Lembang’s foster mothers. The measuring instrument used is coping resources questionnaire which is arranged based on coping resources theory by Lazarus & Folkman (1984). Measuring instrument validity test is done with content validity technique.
The research result shows that coping resources training given can increase the degree of foster mothers’ coping resources. It can be seen from the increase of three type of coping resources which become the focus of this research, positive belief, problem solving skill and social skill. The increase in social skill endures the highest increase. And positive belief endures the least increase.
Theoretical suggestion is to do the revision in the module especially in the method to increase the positive belief.. To increase the positive belief,, the researcher is advised to use times series method. Practical suggestion for the foster mothers of SOS Children’s Village Lembang is they can hold meeting in order to share experiences amongst the foster mothers pertaining to their own positive belief to give insight amongst them. For the SOS Children’s Village foundation, this coping resources training module can be used as a source for foster mothers in another SOS Children’s Village to help them cope with kinds of daily hassles.
(3)
LEMBAR PENGESAHAN i ii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI ………...……… viii
DAFTAR TABEL ……….…… xi
DAFTAR BAGAN ………..……… xii
DAFTAR LAMPIRAN ………..……….… xiii
BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Masalah ……….……….…… 1
1.2 Identifikasi Masalah ……….… 14
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………...… 15
1.3.1 Maksud Penelitian ………...… 15
1.3.2 Tujuan Penelitian ………..………….… 16
1.4 Kegunaan Penelitian ………..……….……… 16
1.4.1 Kegunaan Ilmiah ………….……….………… 15
1.4.2 Kegunaan Praktis ………..……… 16
1.5 17 18 2.1 Stres……… 18
2.1.1 Pengertian Stres……….………..………... 18
2.1.2 Penilaian Kognitif……… 22 Metode Peneltian………
BAB II LANDASAN TEORI ABSTRAK
viii
(4)
2.1.4.2 Fungsi Coping……… 31
2.1.4.3 Fungsi-fungsi Cognitive Appraisal………. 32
2.1.4.4 Coping Resources 35 2.1.5 39 2.2 42 2.3 52 2.3.1 Defenisi Evaluasi Program……… 52
2.3.2 Alasan Dilakukannya Evaluasi Program……… 52
2.3.3 Tipe Evaluasi Program……… 53
2.3.4 Evaluasi Program Pelatihan Menurut Kirkpatric 53 2.3.5 Instruktur/Pemberi Materi……… 55
2.4 Masa Dewasa Madya……… 56
2.5 61 2.6 72 BAB III METODE PENELITIAN ……….…………..…… 73
3.1 Rancangan Penelitian ……….…………..… 73
3.2 Variabel Penelitian ……….…………..……… 74
3.2.1 Variabel Dependen……….…………. 74
3.2.2 Variabel Independen………..……….…… 76
3.3 Alat Ukur Coping Resources ……… 77
3.3.1 Prosedur Penelitian……… 78 Penelitian Tentang Coping Resources………
Evaluasi Program……… Experential Learning
Kerangka Pikir……… Asumsi Penelitian………
(5)
3.4. Populasi Penelitian……… 80
3.5 80
3.5.1 80
3.5.2 82
3.5 Teknik Analisis Data ………..……… 82
85
4.1 85
4.1.1 85
4.1.2 87
4.1.2.1 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Reaksi…… 87 4.1.2.2 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Learning… 96
4.2 100 4.2.1 100 4.2.1 108 4.2.3 111 5.1 120 5.2 121 5.2.1 121 5.2.2 122
DAFTAR PUSTAKA 123
Modul Pelatihan……… Tujuan Pelatihan……… Rancangan Modul Pelatihan……….
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil Penelitian……… Saran………. Saran Teoritis……… Gambaran Responden………. Hasil Penelitian……… Pembahasan……… Evaluasi Pelatihan Level Reaksi……… Evaluasi Pelatihan Level Learning………
Saran Praktis……… Kaitan Antara Evaluasi Level Reaksi dan Level Learning…
Kesimpulan………
x
(6)
(7)
1
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Umumnya seorang anak tumbuh dalam sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan saudara-saudaranya. Pada kenyataannya, di masyarakat sering ditemukan anak-anak yang terlantar karena tidak memiliki orangtua lagi, sehingga kehilangan kasih sayang dari orangtuanya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, saat ini jumlah anak-anak korban penelantaran semakin meningkat. Dirjen Yanresos Depsos RI tahun 2009, melaporkan ditemukan 17.694.000 anak balita terlantar dan hampir terlantar. Sementara itu anak yang baru mendapatkan pelayanan sosial baru mencapai 1.18886.941 jiwa atau baru 6,71 persen saja, sementara itu 5,4 juta anak-anak dalam kondisi terlantar dan membutuhkan perlindungan (http://komnaspa.wordpress.com/2011/2012/catatan-akhir-tahun2011-Komisi- Nasional-Perlindungan-Anak).
Melihat kondisi ini banyak berdiri lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang berusaha untuk memberikan bantuan dan pemeliharaan bagi anak-anak yang telah kehilangan pengasuhan dari orangtuanya. Lembaga-lembaga tersebut bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mengasuh, mendidik, membimbing, mengarahkan, memberikan kasih sayang serta memberikan keterampilan-keterampilan yang dapat menjadi bekal masa depan
(8)
anak-anak tersebut. Salah satunya adalah SOS Children’s Village di kota Lembang. Lembaga ini berusaha memberikan pengasuhan bagi anak-anak yang terlantar. Misi lembaga ini adalah mengasuh setiap anak dalam keluarga dengan kasih sayang, rasa dihargai, dan rasa aman (www.soschildrensvillage_indonesia.org). Di tempat ini, setiap anak akan ditempatkan di sebuah rumah dengan beberapa anak lainnya dan dibimbing oleh seorang ibu asuh. Dalam setiap rumah terdiri dari seorang ibu dengan 7-10 orang anak asuh, dengan usia yang berbeda dan latar belakang yang berbeda-beda pula. Anak-anak ditempatkan dengan ibu yang memiliki agama yang sama dengan anak asuhnya, sehingga ibu asuh bisa memberikan bimbingan dan teladan agama bagi anak-anak asuhnya.
Disetiap rumah semua anak diarahkan untuk memosisikan diri sebagai kakak adik dan menghargai ibu asuh sebagai ibunya sendiri. Bagi anak laki-laki yang sudah remaja (SMP) akan ditempatkan di asrama putra, sedangkan anak wanita tetap diijinkan tingal di rumah dan diharapkan dapat membantu ibu asuh dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Anak wanita akan mulai tinggal di asrama putri atau melanjutkan sekolah ke luar kota setelah ia lulus SMA. Jika seorang anak telah meninggalkan rumah maka ibu asuh akan diberikan anak asuh baru, baik itu anak yang masih usia bayi atau anak yang usianya lebih tua. Setiap kali ada anak asuh baru yang masuk ke rumahnya, seorang ibu asuh harus kembali beradaptasi dan membantu anak tersebut untuk beradaptasi juga dengan keluarga barunya. Dan hal tersebut akan
(9)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha terus dialami seorang ibu asuh di SOS children’s village hingga akhirnya mereka pensiun pada usia 60 tahun.
Salah satu persyaratan untuk menjadi ibu asuh di SOS Children’s Village adalah wanita yang belum menikah atau pernah menikah tapi tidak memiliki tanggungan anak atau orangtua. Dan selama bekerja ia bersedia untuk tidak menikah, Hal ini dimaksudkan agar para ibu asuh bisa fokus untuk mengurus anak-anak asuhnya nantinya.Sebagai tenaga pengasuh profesional, pihak yayasan juga tetap memperhatikan kesejahteraan para ibu asuh dengan memberikan gaji tiap bulan dan juga fasilitas lainnya oleh pihak yayasan.
Ibu asuh merupakan titik sentral dari sistem asuhan di SOS Children’s Village’s. Mereka merupakan pihak yang langsung berhubungan dengan anak-anak asuh di SOS Children’s Village. Sebagai pengasuh, seorang ibu asuh diharapkan dapat mencurahkan segala kasih sayangnya, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang ibu alami. Sebagai seorang pengasuh anak yang profesional, ia tinggal bersama anak-anak, mengetahui dan menghormati latar belakang keluarga, akar budaya dan agama setiap anak asuhnya, membimbing perkembangan mereka, dan menjalankan segala urusan rumah tangga secara mandiri. Ibu asuh di SOS Children’s Village bertugas mengurus rumah dan anak selama 24 jam setiap harinya. Mereka berperan sebagai pembina bagi anak-anak, guru bagi anak-anaknya, perawat jika ada anak yang sakit, mengarahkan pendidikan anak-anak sesuai dengan bakatnya, mengurus rumah (melakukan pekerjaan rumah tangga), mengatur keuangan rumah.
(10)
Perbedaannya dengan ibu rumah tangga pada umumnya, ibu asuh di SOS Children’sVillage mengasuh anak dengan jumlah yang banyak (7-10 anak) dengan usia dan latar belakang kebudayaan yang berbeda yang tanda didampingi oleh seorang ayah/suami.
Uraian diatas menunjukkan seorang ibu asuh memiliki peran yang sangat penting bagi pengasuhan anak-anak asuh di SOS Children’s Village. Mengasuh anak bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan tanggung jawab yang besar yaitu memberikan wadah tumbuh kembang yang positif bagi anak-anak asuh. Menyadari hal itu pihak yayasan cukup selektif dalam memilih calon para ibu asuh, selain dari segi pendidikan (minmal SMA), ketertarikan untuk bekerja dengan anak-anak dan kesehatan fisik, kesehatan mental calon ibu asuh adalah hal yang cukup penting dalam memilih calon ibu asuh. Seorang ibu asuh yang sehat secara mental diharapkan dapat membangun hubungan yang positif bagi tumbuh kembang anak asuhnya kelak. Selain itu ibu asuh yang sehat mental diharapkan akan lebih mampu menghadapi situasi yang menekan (stressful) dengan lebih rasional dan efektif.
Worh (2010 dalam http//www.mindtalk.com) menyebutkan bahwa terdapat beberapa jenis pekerjaan yang rentan mengalami stres kerja, yaitu perawat pribadi, pekerja kesehatan, guru dan pekerja sosial. International Association of School of Social Work menyebutkan profesi pekerja sosial bertujuan untuk meningkatkan perubahan sosial, kemampuan penyelesaian masalah dalam hubungan manusia, dan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Beberapa pekerja sosial
(11)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha membantu klien yang mengalami masalah seperti penyakit yang mengancam kesehatan ataupun individu yang kehilangan orangtua. Meskipun memiliki tugas yang cukup berat salah satu isu yang terlupakan adalah kesehatan para pekerja sosial itu sendiri (Sidabutar, Dharmawan Poerwandari & Nurhasa, 2003). Hal ini sering kali tak disadari kemunculannya karena pekerja sosial terlalu sibuk dengan pekerjaannya memberikan pendampingan dan memikirkan kesejahteraan orang lain. Menurut Christopher Willard, psikolog klinis dari Tufts University dan penulis buku Child’s Mind pekerjaan sebagai seorang pengasuh adalah satu profesi yang dinyatakan memiliki tingkat stres yang tinggi.Pekerjaan mereka meliputi menyuapi, memandikan dan mengawasi anak, yang seringkali sulit mengekspresikan rasa terimakasih dan apresiasi, karena mereka terlalu muda. Ini sangat memicu stres karena mereka tak banyak mendapat masukan positif (Nugrahen, 2011).
Pada keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu tanggung jawab ini akan terasa lebih ringan ketika ada ayah dan ibu saling bekerjasama dan berbagi dalam menghadapi setiap masalah yang ada dalam pengasuhan anak. Baik itu masalah ekonomi, emosi, ataupun pendidikan anak-anaknya. Beban yang dipikul akan terasa lebih berat ketika tanggung jawab pengasuhan anak ditanggung sendirian. Hal ini lah yang dialami oleh para orang ibu asuh di SOS Children’s Village Lembang. Para ibu asuh tersebut, harus bisa berperan ganda, baik jadi ayah ataupun ibu bagi anak-anaknya dan tidak ada rekan kerja yang bisa saling berbagi tugas dan perasaan. Beratnya tanggung jawab dan kesulitan yang dihadapi itu, terladang membuat para
(12)
ibu asuh menjadi stres. Dari hasil kuesioner survei awal yang dilakukan pada ibu asuh SOS Children’s Village Lembang, 38% diantara mereka menghayati sering berada pada taraf stres yang tinggi,sedangkan 62% lainnya menghayati stres yang cenderung tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan ibu-ibu asuh di SOS Children’s Village Lembang yang berjumlah 14 orang, selama menjadi ibu asuh mereka tidak selalu mengalami hal yang menyenangkan tapi terkadang merasa kesulitan dan tertekan. Seringkali merekabertemu dengan anak-anak yang sulit untuk ditangani, seperti anak-anak remaja yang sedang berada pada masa puber, anak yang suka melawan, anak-anak yang membuat masalah di sekolah, anak-anak yang kurang akur satu-sama lain. Demikan juga dengan anak yang tidak diasuh dari bayi tapi mulai usia SD, sering kali lebih sulit ditangani karena mereka sudah menyadari bahwa ibu asuh tersebut bukanlah ibu kandungnya, sehingga sulit bagi ibu asuh untuk membangun hubungan yang dekat dengan anak tersebut. Anak-anak yang demikian seringkali melawan dan menentang permintaan ibu asuhnya, karena merasa ibu asuhnya tidak berhak mengaturnya. Anak-anak yang sudah mulai dewasa dan menyadari keberadannya sebagai anak yang tidak berada dibawah pengasuhan keluarga kandungnya sering kali membawa luka-luka batin dalam dirinya, dan hal ini akhirnya menimbulkan rasa marah dan rendah diri pada diri anak-anak tersebut yang akhirnya berdampak juga pada sikapnya terhadap ibu asuhnya. Kondisi anak seperti itu membuat para ibu asuh membutuhkan usaha dan kesabaran yang ekstra untuk
(13)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha melakukan pendekatan pada anak asuhnya. Kesulitannya dalam menghadapi anak-anak seperti itu tidak jarang membuat mereka merasa stres.
Kondisi lain yang dianggap menekan bagi para ibu asuh adalah kecemburuan atar anak asuh juga sering kali dihadapi para ibu asuh terutama ketika ibu asuh menerima anak baru yang biasanya usianya lebih muda dari anak-anak asuhnya yang sebelumnya. Anak asuh yang sudah lebih dewasa sering kali cemburu dan marah ketika ibu asuhnya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus anak asuhnya yang lebih muda. Mereka seringkali merasa bahwa mereka telah kehilangan kasih sayang ibu asuhnya, mereka kecewa dan marah terhadap ibu asuhnya. Dalam kondisi ini ibu asuh harus bisa memberikan pengertian agar anak asuhnya dapat menerima dan memperlakukan setiap anak di rumah tersebut sebagai anggota keluarganya. Di dalam setiap rumah anak-anak asuh diharapkan saling berbagi dan memperhatikan saudara-saudaranya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada ibu-ibu asuh, hal itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan karena sering kali anak-anak bersikap tidak peduli, egois dan mau menang sendiri.
Selain itu di setiap rumah ibu asuh diberikan kemandirian untuk mengelola rumahnya masing-masing, termasuk didalam nya mengatur uang yang diberikan oleh lembaga bagi setiap rumah. Dengan dana yang tidak terlalu banyak, ibu asuh harus bisa memenuhi kebutuhan anak-anak asuhnya, untuk itu mereka harus membuat prioritas sebelum membelanjakan uang yang dipercayakan padanya. Berdasarkan wawancara hal itu juga terkadang membawa tekanan tertentu bagi beberapa ibu asuh,
(14)
karena mereka harus bisa mengakomodir kebutuhan anak yang tidak sedikit dan beragam dengan dana yang terbatas. Seringkali ibu asuh merasa tidak tega ketika ia harus menolak permintaan salah satu anak asuhnya untuk membeli sesuatu karena keterbatasan dan yang mereka miliki.
Sama halnya dengan ibu pada umumnya, setiap ibu asuh SOS Children’s Village Lembang juga memiliki harapan besar terhadap anak-anak asuhnya. Mereka berharap anak asuhnya bisa menjadi anak yang sukses, berprestasi di sekolah, dapat menjalin hubungan akrab dengan saudara asuhnya, dan bisa mencapai cita-citanya. Pada kenyataannya harapan mereka tersebut tidak selalu dapat terwujud meskipun mereka selalu berusaha sebaik dan sekeras mungkin. Dan tidak jarang para ibu asuh tersebut merasa kelelahan baik secara fisik maupun psikis. Mereka merasa stres dan tertekan saat semua usaha yang mereka lakukan untuk membantu anak-anak asuhnya tidak memberikan dampak positif bagi anak asuhnya.
Keadaan tertekan dan stres yang dialami para ibu asuh tersebut seringkali membuat para ibu asuh tersebut tidak dapat berpikir dengan jernih dan tidak bisa lagi mengontrol emosinya sehingga seringkali usahanya untuk mengatasi suatu situasi stressful tidak efektif. Menurut salah satu ibu asuh, terkadang saat iastres menghadapi satu orang anak dapat berdampak pada sikapnya pada anak-anak asuhnya yang lain. Para ibu asuh seringkali tidak dapat lagi fokus melakukan tugasnya, bahkan terkadang mereka bisa tiba-tiba marah hanya karena anak asuhnya melakukan kesalah kecil dan hal tersebut pada akhirnya dapat berakibat buruk pada hubungannya
(15)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha dengan anak asuhnya. Stres mempengaruhi perilaku manusia, dan stres yang dialami pengasuh mempengaruhi perhatian pengasuh terhadap anak-anak yang diasuhnya. Stres yang dialami pengasuh akan membuat ia berperilaku tidak sehat dan tidak positif seperti mengabaikan anak bahkan dapat berlaku kasar pada anaknya. Dampak stres pengasuhan atas masalah perkembangan anak dikemukakan oleh Brannan, Heflinger, da Foster (2003). Mereka melakukan penelitian atas 574 anak berusia 5-17 tahun yang memperoleh layanan kesehatan mental serta pengasuh anak-anak tersebut yang berusia 20-39 tahun. Dari penelitian yang mereka lakukan diperoleh gambaran bahwa stres yang dialami pengasuh memberikan dampak tertentu bagi anak-anak dan pada kondisi-kondisi tertentu dampak stres pengasuh menimbulkan gangguan psikologis pada anak.
Menurut Lazarus & Folkman (1984) stres terjadi jika terdapat ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dengan tuntutan dalam diri dengan sumber daya (resources) yang dimiliki individu. Ketika seseorang mengalami stres maka ia akan berusaha untuk menanggulangi stresnya tersebut, hal ini disebut Lazarus sebagai coping stress atau strategi penaggulangan masalah. Coping stress didefenisikan sebagai perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus, untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaannya atau kesejahterannya. Cara seseorang menanggulangi stresnya sangat tergantung pada
(16)
sumber daya (coping resources) yang dimilikinya (Lazarus & Folkman, 1974, Stres Appraisal & Coping, New York).
Dengan memiliki sumber daya coping yang memadai, maka seseorang akan memperluas pilihan strategi coping-nya saat untuk menanggulangi situasi stressful. Selain itu coping resources yang terbatas membuat strategi coping yang dilakukan oleh seseorang menjadi kurang atau tidak efektif dalam menanggulangi situasi yang stressful. Uraian tersebut menggambarkan bahwa keberhasilan strategi coping stress yang ditentukan oleh individu sangat ditentukan apakah ia memiliki sumber daya (coping resources) mencukupi untuk melakukan coping. Lazarus menyatakan ada beberapa bentuk coping resources yang dapat membantu seseorang melakukan coping yaitu kesehatan dan energi (sumber daya fisik), keterampilan untuk memecahkan masalah (sumber daya psikologis), keyakinan yang positif, keterampilan sosial yang adekuat dan efektif (kompetensi), dukungan sosial dan sumber-sumber material (berasal dari lingkungan). Seorang ibu asuh akan dikatakan dalam keadaan resourceful, jika ia memiliki sumber daya yang banyak dan/atau mampu menggunakannya untuk mengatasi masalah. Jadi sumber daya adalah sesuatu yang dimiliki seseorang (seperti uang, alat, orang untuk membantu, skill yang sesuai) atau merupakan kompetensi untuk mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan.
Hampir semua ibu asuh (13 orang) merasa memiliki keterbatasan coping resources problem solving skill. Terutama ketika menghadapi anak-anak yang sulit
(17)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha untuk diatasi mereka sering kali merasa bingung bersikap ketika usaha yang mereka lakukan untuk menghadapi satu anak tidak efektif. Meskipun sudah memiliki pengalaman yang banyak dalam hal pengasuhan anak, namun tidak jarang mereka menghadapi kesulitan untuk mencari informasi mengenai cara pendekatan yang tepat terhadap anak bermasalah yang dihadapinya. Masalah yang sering dihadapi para ibu asuh adalah anak asuh yang rendah diri, anak remaja yang sudah mulai menyukai lawan jenis, anak remaja yang suka melawan, sikap iri diantara anak asuh, masalah kedisiplinan anak asuh. Selama menjadi ibu asuh mereka sudah sering menghadapi anak-anak seperti itu, namun seringkali pendekatan yang mereka gunakan untuk menghadapi anak dengan masalah yang sama tidak efektif. Hal tersebut membuat mereka cenderung mencoba-coba berbagai cara.
Berdasarkan kuesioner yang dibagikan, 78% ibu asuh menyatakan mereka jarang terbuka pada ibu asuh lainnya mengenai apa yang mereka rasakan. Hal ini tidak hanya dikarenakan karena kesibukan mereka tapi juga karena tidak ingin orang lain mencampuri masalah yang dihadapinya. Seorang ibu asuh bahkan menyatakan bahwa ia memiliki masalah dalam menjalin relasi dengan seorang ibu asuh lainnya di SOS Children’s village. Dan hal itu membuat ia cenderung menarik diri dan memilih untuk tidak banyak terlibat aktif dalam kegiatan bersama seluruh ibu asuh. Menurut 41% ibu asuh menyatakan mereka cenderung memilih untuk diam ketika diminta untuk mengungkapkan pendapat, karena bingung mengenai cara yang tepat dalam mengungkapkan pendapat agar orang lain salah tanggap. Dalam relasinya
(18)
dengan anak asuh, 66% ibu asuh merasa kesulitan dalam memahami respon yang ditampilkan anaknya saat meminta mereka melakukan sesuatu. Terkadang anak-anak asuh meresponnya dengan positif terkadang mereka meresponnya dengan negatif, meskipun ibu menyampaikan dengan cara yang sama. Selain itu ibu asuh merasa kesulitan juga untuk menjalin relasi dengan anak asuh yang baru, terutama jika anak asuh tersebut usianya diatas 9 tahun atau sudah remaja. Demikian juga dengan anak asuh yang sudah mulai remaja, seringkali ibu asuh merasa kesulitan untuk menjlain komunikasi dengan mereka. Hal ini menggambarkan coping resources social skill ibu asuh yang terbatas, baik dalam berelasi dengan sesama orang dewasa maupun dengan anak asuh. Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa kemampuan ini dapat membantu individu untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan orang lain.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan 21,4% ibu asuh SOS Children’s Village Lembang merasa mereka banyak mendapatkan dukungan sosial. Sedangkan 78,6% ibu asuh lainnya menyatakan cukup mendapatkan dukungan dari orang-orang disekitarnya. Dukungan sosial yang mereka terima berupa pendapat, nasehat, dorongan, wejangan dan bimbingan baik dari pembina, sesama rekan kerja ataupun orang-orang disekitarnya.
Jika dilihat dari segi coping resources materi, SOS Children’s village yang banyak tergantung pada dukungan dana dari pihak luar membuat mereka harus membatasi pengeluaran dan mengutamakan hal-hal yang vital bagi anak-anak asuh
(19)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan ibu asuh saja, seperti sandang, pangan, papan, dan pendidikan serta kesehatan. Setiap ibu asuh dituntut untuk bisa mengatur keuangannya dengan efektif dan mereka juga diminta untuk membuat laporan bulanan. Di setiap rumah para ibu asuh diberikan dana yang terbatas dan menurut 64,2% ibu asuh merasa sebenarnya sangat pas-pasan, namun masih dapat mereka kelola dengan baik untuk memenuhi kebutuhan rumah dan anak asuhnya. Sedangkan 35,8% lainnya menyatakan dana yang diberikan untuk mengelola rumah cukup untuk membiayai kebutuhan rumah dan anak asuhnya.
Menurut Lazarus (1984), coping resources Health and energy juga berperan dalam memfasilitasi aktivitas coping, berkaitan dengan mobilitas yang dilakukan para ibu asuh dalam mencari informasi serta mengerjakan tugas-tugas rumah dan membimbing anak-anak asuhnya. Dari hasil wawancara yang diperoleh hasil bahwa sebagain besar ibu asuh (85%) menyatakan bahwa ia memiliki kondisi fisik yang baik, dan hanya 15% yang menyatakan menderita penyakit yang telah cukup lama dan terkadang menggangu mereka dalam menjalankan perannya sebagai ibu asuh. Salah seorang diantaranya menyatakan bahwa kondisi kesehatan fisiknya mulai menurun, dengan usia mereka yang sudah menjelang pensiun (mendekati usia 60 tahun) membuat ia lebih cepat lelah dan rentan terhadap penyakit.
Berdasarkan uraian diatas peneliti melihat bahwa para ibu asuh SOS Children’s Village Lembang menghayati berbagai situasi yang stressful bagi mereka. Selain itu mereka juga menghayati coping resources yang mereka miliki masih
(20)
terbatas, terutama dalam jenis coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan ketigajenis coping resources tersebut. Selain itu coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill merupakan coping resources yang berada dalam diri individu dan sifatnya psikolologis yang cenderung lebih mudah untuk ditingkatkan/diubah dengan intervensi psikologis.
Coping resources social support dan material adalah resources yang berada di luar diri para ibu asuh, dan sangat bergantung pada situasi lingkungannya sehingga cenderung sulit untuk diubah. Sedangkan coping resources health and energy, tidak dapat diubah hanya dengan intervensi psikologis, tapi juga harus disertai oleh intervensi yang sifatnya fisiologis. Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti membatasi penelitian ini pada usaha peningkatan coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill.
Lazarus & Folkman (1984) menyatakan bahwa intervensi terhadap individu yang mengalami stres tidak hanya dapat dilakukan secara individual, namun juga dapat dilakukan pada kelompok individu (group). Khususnya pada individu yang memiliki keterbatasan pengetahuan, kemampuan ataupun pengalaman, dimana proses terapeutik yang dilakukan adalah bertujuan untuk mengatasi adanya gap dalam keterbatasan yang dimiliki individu.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, intervensi yang diberikan berupa uji coba pelatihan coping resources dalam bentuk experiential learning. Experiential
(21)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha learning merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan mendapatkan pengalaman langsung yang diikuti dengan suatu pemikiran, diskusi, analisis dan evaluasi dari pengalaman tersebut (Weight, Albert, Participative Education and The Inevitable Revolution in journal of Creative Behavior, Vol 4, Fall 1970, pp 234-282).
Melalui pemberian intervensi ini diharapkan para ibu asuh SOS Children’s Village Lembang dapat memanfaatkan proses pembelajaran yang diperolehnya sebagai bekal baginya dalam mengatasi tekanan dan stres yang mereka hadapi dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu asuh.
1.2 Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti menguji coba rancangan modul pelatihan coping resources pada ibu asuh SOS Children’s Village Lembang. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah rancangan modul pelatihan coping resources yang disusun tersebut dapat meningkatkan derajat coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill ibu asuh SOS Children’s Village Lembang?
1.3 Maksuddan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah melakukan uji coba serta evaluasi terhadap modul pelatihan coping resources pada ibu asuh SOS Children’s Village Lembang.
(22)
1.3.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menyusun dan melakukan uji coba terhadap rancangan modul pelatihan coping resources sehingga diperoleh modul pelatihan yang dapat meningkatkan derajat coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1Kegunaan Ilmiah
a. Sebagai bahan masukan bagi ilmu Psikologi Klinis mengenai suatu program pelatihan coping resources bagi ibu asuh, terutama pada ibu asuh yang mengalami stres.
b. Sebagai landasan informatif bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan suatu program pelatihan coping resources pada ibu asuh.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagi :
a. Memberikan masukan bagi pihak yayasan SOS Children’s Village, khususnya bidang pembinaan ibu asuhuntuk mengembangkan pelatihan coping resources dalam rangka meningkatkan derajat coping resources ibu asuh. Sehingga dapat membantu ibu asuh dalam mengatasi situasi yang stressful.
(23)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha b. Memberikan informasi bagi para ibu asuh mengenai berbagai jenis coping
resources utama yang dapat mereka manfaatkan dalam melakukan coping. c. Menghasilkan modul pelatian coping resources yang dapat diterapkan pada
ibu asuh di yayasan lain yang bergerak dibidang pengasuhan anak-anak yang kurang beruntung, sebagai bekal bagi para ibu asuh tersebut dalam mengatasi situasi stressful yang mungkin mereka temui.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini berusaha menghasilkan modul pelatihan coping resources dan melihat pengaruhnya pada perubahan derajat coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill ibu asuh SOS sesudah dan sebelum pelatihan. Desain yang digunakan adalah Single group evaluation design, observe before and after the program. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner derajat coping resources yang disusun peneliti berdasarkan teori mengenai coping resources (Lazarus and Folkman,1984). Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning. Untuk menganalisa hasil digunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Subjek penelitian ini adalah ibu asuh SOS Children’s Village Lembang.
Rancangan Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Derajat Coping
resourcespositive belief, problem solving skill dan social skillIbu Asuh SOS Children’s Village Lembang
Modul Pelatihan Coping Resources
Derajat Coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang
(24)
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan Coping Resources pada Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Modul Pelatihan Coping resources dapat digunakan untuk meningkatkan derajat coping resources positive belief, problem solving skill, dan social skill Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang
2. Secara keseluruhan peserta memberikan penilaian yang positif terhadap seluruh rangkaian pelatihan baik dari sisi materi, metode, ruangan pelaksaaan pelatihan, pemberi materi dan fasilitator. Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah metode audiovisual, diskusi kasus, role playing, simulasi dan tugas tertulis. Kasus-kasus yang dibahas dalam pelatihan adalah situasi yang dihadapi peserta sehari-hari.
3. Metode dan materi yang dinilai paling menarik dan paling bermanfaat selama pelatihan adalah materi social skill (ibu-anak) yang menggunakan metode role playing, karena pada sesi ini peserta dapat mempraktekkan langsung caranya berinteraksi dengan anak asuhnya.
(25)
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
5.2 Saran Penelitian
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :
5.2.1 Saran Teoritis
Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :
1. Untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk meningkatkan coping resource spositive belief disarankan untuk menggunakan treatment yang sifatnya berulang-ulang atau menggunakan metode time series untuk memberikan kesempatan bagi para peserta memvalidasi dan mengadopsi suatu pemahaman baru menjadi belief.
2. Untuk penelitian selanjutnya, perlu memperhatikan kondisi kesehatan peserta. Diharapkan semua peserta berada dalam kondisi yang sehat dan bugar saat mengikuti pelatihan agar lebih fokus mengikuti pelatihan. Selain itu situasi yang kondusif dan jauh dari gangguan juga perlu diperhatikan dalam pelaksaan pelatihan agar peserta lebih fokus dalam mengikuti pelatihan. Pemilihan waktu pelatihan juga agar lebih disesuaikan dengan kesibukan ataupun pekerjaan peserta.
3. Untuk penelitian selanjutnya, materi yang disampaikan diharapkan menggunakan istilah-istilah yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan peserta.
(26)
4. Untuk praktisi pendidikan dan trainer dapat melakukan revisi dan uji coba kembali modul pelatihan coping resources di lokasi penelitian lain.
5.2.2 Saran Praktis
1. Untuk pihak yayasan SOS Children’s Village, modul pelatihan coping resources ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada ibu asuh agar dapat membantunya menganggulangi berbagai daily hasless yang dihadapinya.
2. Untuk Ibu asuh SOS Children’s village di kota lainnya lainnya diharapkan mengikuti pelatihan coping resources dan menerapkan hal-hal yang diperoleh selama mengikuti pelatihan coping resources dalam mendukungnya menjalankan peran sebagai ibu asuh.
3. Bagi para ibu asuh SOS Children’s Village Lembang dapat melakukan pertemuan untuk saling berbagi pengalaman antara sesama ibu asuh berkaitan dengan positive belief yang mereka miliki, untuk memberikan insight bagi sesama ibu asuh mengenai belief yang postif.
(27)
123
Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Anne, Anastasi. (1976). Psychological Testing. New York. Macmillan Publishing Co.,Inc
Azwar, Saifuddin M.A.(2005). Metode Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Cathrine A.Heaney, Richard H.Price and Jane Rafferty.(1995). Increasing coping
resources at work : a field experiment to increase social support, improve work team functioning, and enhance employee mental health. Source: Journal of Organizational Behavior,Vol 16 No.4 pp.335-352. John Wiley & Sons,Ltd. United States of America
Golberger,Leo&Breznitz,Shlomo.(1982). Handbook Of Stress-Theoretical and Clinical Aspects.The Free Press. New York
Hurlock Elizabeth B.(1980). Developmental Psychological-A Life Span Approach5thedition, McGraw-Hill,Inc. New York.
Johnson,David.W& Johnson,Frank.P.(2003). Joining Together 8th Edition. Pearson Education,Inc. United States of America.
Kirkpatrick, Donald L.(1998). Evaluating Training Program 2nd Edition. Berrete-Koehler Publisher. Inc. Boston.
Lazarus, Richard S & Folkman Susan.(1984). Stress,Appraisal, and Coping. Springer Publishing Compani,Inc. New York.
Posavac,Emil J & Carey,Raymond G.(2003). Program Evaluation-Methods and Case Studies 6th Edition. Pearson Education,Inc. New Jersey.
Silberman,Mel.(1990). Active Training.Lexintong Books. Sandiego,California.
Stella Hartanto.(2011). Tesis : Uji Coba Pelatihan Educational Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal Dari Luar Kota Bandung Di SMA “X” Bandung : Universitas Kristen Maranatha Bandung
Sin-Ying Wu, Huang-Yuan Li, Shu-Juan Yang, Wei Zhu & Xiao-Rong Wang. (2011). The Mediating and Moderating role of personal strain and coping resources in the relationship between work stressor and quality of life among Chinese nurse.Springer
Walter GA, Marks SE.(1981).Experiential Learning and Change: theory, design and practice. New York. John Wiley & Sons
Weight, Albert.(1970).Participative Education and The Inevitable Revolution.Journal of Creative Behavior, Vol 4, pp 234-28
(28)
Christine P. Martin (2012). Foster Parenting and Stress. Melalui :https://www.achievesolutions.net/achievesolutions/en/[ 23 Oktober 2012]
Group Activities, Games, Exercises & Initiatives.Melalui: http://www.wilderdom.com/games/[18 April 2013]
Komisi Nasional Perlindungan Anak (2011). Catatan Akhir Tahun 2011. Melalui :http://komnaspa.wordpress.com[23 Oktober 2012]
M.Susan Marting,Allen L.Hammer(2005).Coping Resources Inventory.Melalui: http://www.mindgarden.com/products/wayss.htm[03 Oktober 2012]
M.SusanMarting, AllenL.Hammer(2011). Coping Resources Inventory. Melalui: https://www.cpp.com/pdfs/CopingResourcesInventory.pdf[03 Oktober 2012]
Megasari, Astri dan Tanto,Daeng(2005). Pengasuh Panti Asuhan Pengganti Figur Ibu. Melalui : http://news.liputan6.com[23 Oktober 2012]
Nugrahen, Mutia (2011). Lima Profesi dengan tingakat stres paling tinggi. Melalui : http://life.viva.co.id/news/read/264699-5[03 Oktober 2012]
Pangaribuan,Melki (2010). Seratus Permainan untuk Training. Melalui :
http://melkipangaribuan.blogspot.com/2010/07/100-permainan-untuk-training.html[18 April 2013]
Richowenas (2010). Psikologi Perkembangan : Mewaspadai Stres Pengasuh. Melalui : http://richowenas.blogspot.com/2010/08/psikologi-perkembangan-mewaspadai-stres.html[28 February 2013]
Visi, Misi, Nilai-Nilai SOS Chilsdren’s Village Indonesia (2011). Melaluiwww.soschildrensvillage_indonesia.org[31 Oktober 2011]
Worh (2010).Pekerjaan Yang Rentan Mengalami Stress. Melalui : http//www.mindtalk.com [23 Oktober 2012]
(1)
b. Memberikan informasi bagi para ibu asuh mengenai berbagai jenis coping resources utama yang dapat mereka manfaatkan dalam melakukan coping. c. Menghasilkan modul pelatian coping resources yang dapat diterapkan pada
ibu asuh di yayasan lain yang bergerak dibidang pengasuhan anak-anak yang kurang beruntung, sebagai bekal bagi para ibu asuh tersebut dalam mengatasi situasi stressful yang mungkin mereka temui.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini berusaha menghasilkan modul pelatihan coping resources dan melihat pengaruhnya pada perubahan derajat coping resources positive belief, problem solving skill dan social skill ibu asuh SOS sesudah dan sebelum pelatihan. Desain yang digunakan adalah Single group evaluation design, observe before and after the program. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner derajat coping resources yang disusun peneliti berdasarkan teori mengenai coping resources (Lazarus and Folkman,1984). Treatment yang diberikan berupa pelatihan dengan metode experiential learning. Untuk menganalisa hasil digunakan Wilcoxon Signed Rank Test. Subjek penelitian ini adalah ibu asuh SOS Children’s Village Lembang.
Rancangan Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Derajat Coping
resourcespositive belief, problem solving skill dan social skillIbu Asuh SOS
Modul Pelatihan Coping Resources
Derajat Coping resources
positive belief, problem solving skill dan social skill
(2)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan Coping Resources pada Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Modul Pelatihan Coping resources dapat digunakan untuk meningkatkan derajat coping resources positive belief, problem solving skill, dan social skill Ibu Asuh SOS Children’s Village Lembang
2. Secara keseluruhan peserta memberikan penilaian yang positif terhadap seluruh rangkaian pelatihan baik dari sisi materi, metode, ruangan pelaksaaan pelatihan, pemberi materi dan fasilitator. Metode yang digunakan dalam pelatihan ini adalah metode audiovisual, diskusi kasus, role playing, simulasi dan tugas tertulis. Kasus-kasus yang dibahas dalam pelatihan adalah situasi yang dihadapi peserta sehari-hari.
3. Metode dan materi yang dinilai paling menarik dan paling bermanfaat selama pelatihan adalah materi social skill (ibu-anak) yang menggunakan metode role playing, karena pada sesi ini peserta dapat mempraktekkan langsung caranya berinteraksi dengan anak asuhnya.
(3)
5.2 Saran Penelitian
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :
5.2.1 Saran Teoritis
Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :
1. Untuk penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk meningkatkan coping resource spositive belief disarankan untuk menggunakan treatment yang sifatnya berulang-ulang atau menggunakan metode time series untuk memberikan kesempatan bagi para peserta memvalidasi dan mengadopsi suatu pemahaman baru menjadi belief.
2. Untuk penelitian selanjutnya, perlu memperhatikan kondisi kesehatan peserta. Diharapkan semua peserta berada dalam kondisi yang sehat dan bugar saat mengikuti pelatihan agar lebih fokus mengikuti pelatihan. Selain itu situasi yang kondusif dan jauh dari gangguan juga perlu diperhatikan dalam pelaksaan pelatihan agar peserta lebih fokus dalam mengikuti pelatihan. Pemilihan waktu pelatihan juga agar lebih disesuaikan dengan kesibukan ataupun pekerjaan peserta.
3. Untuk penelitian selanjutnya, materi yang disampaikan diharapkan menggunakan istilah-istilah yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan
(4)
122
4. Untuk praktisi pendidikan dan trainer dapat melakukan revisi dan uji coba kembali modul pelatihan coping resources di lokasi penelitian lain.
5.2.2 Saran Praktis
1. Untuk pihak yayasan SOS Children’s Village, modul pelatihan coping resources ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada ibu asuh agar dapat membantunya menganggulangi berbagai daily hasless yang dihadapinya.
2. Untuk Ibu asuh SOS Children’s village di kota lainnya lainnya diharapkan mengikuti pelatihan coping resources dan menerapkan hal-hal yang diperoleh selama mengikuti pelatihan coping resources dalam mendukungnya menjalankan peran sebagai ibu asuh.
3. Bagi para ibu asuh SOS Children’s Village Lembang dapat melakukan pertemuan untuk saling berbagi pengalaman antara sesama ibu asuh berkaitan dengan positive belief yang mereka miliki, untuk memberikan insight bagi sesama ibu asuh mengenai belief yang postif.
(5)
Azwar, Saifuddin M.A.(2005). Metode Penelitian. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Cathrine A.Heaney, Richard H.Price and Jane Rafferty.(1995). Increasing coping
resources at work : a field experiment to increase social support, improve work team functioning, and enhance employee mental health. Source: Journal of Organizational Behavior,Vol 16 No.4 pp.335-352. John Wiley & Sons,Ltd. United States of America
Golberger,Leo&Breznitz,Shlomo.(1982). Handbook Of Stress-Theoretical and Clinical Aspects.The Free Press. New York
Hurlock Elizabeth B.(1980). Developmental Psychological-A Life Span Approach5thedition, McGraw-Hill,Inc. New York.
Johnson,David.W& Johnson,Frank.P.(2003). Joining Together 8th Edition. Pearson Education,Inc. United States of America.
Kirkpatrick, Donald L.(1998). Evaluating Training Program 2nd Edition. Berrete-Koehler Publisher. Inc. Boston.
Lazarus, Richard S & Folkman Susan.(1984). Stress,Appraisal, and Coping. Springer Publishing Compani,Inc. New York.
Posavac,Emil J & Carey,Raymond G.(2003). Program Evaluation-Methods and Case Studies 6th Edition. Pearson Education,Inc. New Jersey.
Silberman,Mel.(1990). Active Training.Lexintong Books. Sandiego,California.
Stella Hartanto.(2011). Tesis : Uji Coba Pelatihan Educational Coping Resources Pada Siswa Kelas X Yang Berasal Dari Luar Kota Bandung Di SMA “X” Bandung : Universitas Kristen Maranatha Bandung
Sin-Ying Wu, Huang-Yuan Li, Shu-Juan Yang, Wei Zhu & Xiao-Rong Wang. (2011). The Mediating and Moderating role of personal strain and coping resources in the relationship between work stressor and quality of life among Chinese nurse.Springer
Walter GA, Marks SE.(1981).Experiential Learning and Change: theory, design and practice. New York. John Wiley & Sons
Weight, Albert.(1970).Participative Education and The Inevitable Revolution.Journal of Creative Behavior, Vol 4, pp 234-28
(6)
DAFTAR RUJUKAN
Ahlan Wa Sahlan (2007). Stress Ibu Berpengaruh Buruk pada Anak? Melalui :http://zawwadroom.multiply.com/journal/item/10/Stress_Ibu_Berpengaruh _Buruk_pada_Anak?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem[23 Maret 2012] Christine P. Martin (2012). Foster Parenting and Stress. Melalui :https://www.achievesolutions.net/achievesolutions/en/[ 23 Oktober 2012]
Group Activities, Games, Exercises & Initiatives.Melalui: http://www.wilderdom.com/games/[18 April 2013]
Komisi Nasional Perlindungan Anak (2011). Catatan Akhir Tahun 2011. Melalui :http://komnaspa.wordpress.com[23 Oktober 2012]
M.Susan Marting,Allen L.Hammer(2005).Coping Resources Inventory.Melalui: http://www.mindgarden.com/products/wayss.htm[03 Oktober 2012]
M.SusanMarting, AllenL.Hammer(2011). Coping Resources Inventory. Melalui: https://www.cpp.com/pdfs/CopingResourcesInventory.pdf[03 Oktober 2012]
Megasari, Astri dan Tanto,Daeng(2005). Pengasuh Panti Asuhan Pengganti Figur Ibu. Melalui : http://news.liputan6.com[23 Oktober 2012]
Nugrahen, Mutia (2011). Lima Profesi dengan tingakat stres paling tinggi. Melalui : http://life.viva.co.id/news/read/264699-5[03 Oktober 2012]
Pangaribuan,Melki (2010). Seratus Permainan untuk Training. Melalui :
http://melkipangaribuan.blogspot.com/2010/07/100-permainan-untuk-training.html[18 April 2013]
Richowenas (2010). Psikologi Perkembangan : Mewaspadai Stres Pengasuh. Melalui : http://richowenas.blogspot.com/2010/08/psikologi-perkembangan-mewaspadai-stres.html[28 February 2013]
Visi, Misi, Nilai-Nilai SOS Chilsdren’s Village Indonesia (2011). Melaluiwww.soschildrensvillage_indonesia.org[31 Oktober 2011]
Worh (2010).Pekerjaan Yang Rentan Mengalami Stress. Melalui : http//www.mindtalk.com [23 Oktober 2012]