Studi Deskriptif Mengenai Conflict Resolution Style Pada Working Mother Dalam Usia Pernikahan Lima Tahun Pertama Yang Berprofesi Sebagai Dosen di Universitas 'X' di Kota Bandung.

(1)

i

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Conflict Resolution Style pada Working Mother dalam Usia Pernikahan Lima Tahun Pertama yang Berprofesi Sebagai Dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai conflict resolution style yang terdiri dari positive problem solving, conflict engagement, withdrawal dan compliance, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode population sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang.

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang mengacu pada Teori Conflict Resolution Style dan di terjemahkan dari alat ukur Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) yang disusun oleh Kurdek (1994). Validitas dan realibilitas alat ukur dicari dengan menggunakan expert. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan menghitung distribusi frekuensi data primer tiap-tiap pilihan jawaban yang didapat dari kuesioner. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan menghitung distribusi frekuensi data primer tiap-tiap pilihan jawaban yang didapat dari kuesioner. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa dosen wanita pada usia pernikahan lima tahun pertama di Universitas ‘X’ di Kota Bandung menggunakan tipe Positive problem solving sebanyak 80%, 10% menggunakan tipe Compliance, 6,7% menggunakan tipe Conflict engagement, sedangkan 3,3% sisanya menggunakan tipe Withdrawal.

Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti memberikan saran teoretis bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih mendalam dan spesifik mengenai conflict resolution style dengan menambahkan jumlah sampel yang diteliti. Peneliti juga menyarankan bagi penelitian selanjutnya agar dipertimbangkan untuk melakukan penelitian terhadap kedua pasangan suami-istri. Selain itu, peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar mempertimbangkan meneliti conflict resolution style dengan faktor komunikasi. Peneliti juga memberikan saran praktis bagi working mother yang berprofesi sebagai dosen dengan mengembangkan keterampilan penyelesaian konfliknya dan memberikan informasi bagi lembaga konseling pernikahan sebagai saran untuk menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk mengelola konflik bagi pasangan suami-istri.


(2)

ii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This research is titled "Descriptive Study Regarding Conflict Resolution Style on Working Mother in the First Five Years of Marriage Age whose work as a lecturer at the University of 'X' in Bandung". This research would like to describe the conflict resolution style that consists of positive problem solving, conflict engagement, withdrawal, and compliance, along with the factors that influence to the working mother in the first five-year marriage work as a lecturer in ‘X’ University in Bandung. Samples were chosen by using population sampling which are numbered of 30 people.

The measurement tool which was used is questioner based on Conflict Resolution Style Theory and being translated from the Conflict Resolution Style Inventory (CRSI) by Kurdek (1994). Validity and reliability of measurement tools sought to use expert. The data were processed using primary data to calculate the frequency distribution of each choice answers obtained from the questionnaires. The data of research was processed by counting the answer use distribution frequency from prime data of the questionnaire. Based on the results of data processing, Obtained that 80% woman lecturer in the first five-yer marriage in ‘X’ University in Bandung use the positive problem solving type, 10% use the compliance type, 6,7% use conflict engagement type, and 3,3% of the rest use withdrawal type.

This research is to give theoretical suggestion for next research in order to examine more depth and specific about Conflct Resolution Style with a larger number of samples. Researcher also gives advice for the next research to examine both the couples, husbands and wives. Then the researcher see the Conflict Resolution Style and see the coorelation with communication’s factor. Researchers also provides practical advice for working mother who works as a lecturer to develop conflict resolution skills and provide information for the institution as marriage counseling advice to organize trainings for managing conflict for couples.


(3)

vi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... x

Daftar Bagan ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 11

1.3.1 Maksud Penelitian ... 11

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 12

1.5 Kerangka Pemikiran... 12


(4)

vii

Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 23

2.1 Konflik ... 23

2.1.1 Definisi Konflik ... 23

2.1.2 Kategorisasi Konflik ... 26

2.2 Conflict Resolution Style ... 28

2.2.1 Tipe-tipe conflict resolution style ... 30

2.2.2 Faktor-faktor yang membedakan Conflict Resolution Style ... 30

2.3 Pernikahan ... 37

2.3.1 Tahap-tahap Perkembangan Keluarga dalam Pernikahan ... 38

2.3.2 Tinjauan Konflik Lima Tahun Pertama Pernikahan ... 40

2.4 Working Mother ... 45

2.5 Profesi Sebagai Dosen ... 46

BAB III METODE PENELITIAN... 49

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 49

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 49

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 50

3.3.1 Variabel Penelitian ... 50

3.3.2. Definisi Operasional ... 50

3.4 Alat Ukur ... 52

3.4.1 Alat Ukur Conflict Resolution Style ... 53


(5)

viii

Universitas Kristen Maranatha

3.4.3 Sistem Penilaian ... 55

3.4.4 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 56

3.4.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 57

3.4.5.1. Validitas Alat Ukur ... 57

3.4.5.2. Reliabilitas Alat Ukur ... 58

3.5 Populasi Penelitian dan Karakteristik Sampel ... 58

3.5.1. Populasi Penelitian ... 58

3.5.2. Karakteristik Sampel ... 58

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel... 59

3.6 Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 61

4.1.1 Berdasarkan Usia ... 61

4.1.2 Berdasarkan Usia saat Menikah ... 62

4.1.3 Berdasarkan Usia Pernikahan ... 62

4.1.4 Berdasarkan Fakultas Tempat Mengajar ... 63

4.1.5 Berdasarkan Lama Mengajar Sebagai Dosen ... 64

4.1.6 Berdasarkan Pekerjaan Pasangan ... 64

4.1.7 Berdasarkan Agama ... 65

4.1.8 Berdasarkan Suku Bangsa ... 66


(6)

ix

Universitas Kristen Maranatha

4.2 Hasil Penelitian ... 67

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79

5.2.1 Saran Teoritis ... 79

5.2.2 Saran Praktis... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

DAFTAR RUJUKAN ... 84 LAMPIRAN


(7)

x

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Conflict Resolution Style ... 34

Tabel 2.2 Tabel Tahap Perkembangan Keluarga dalam Pernikahan ... 39

Tabel 3.1 Kisi-kisi Kuesioner Conflict Resolution Style ... 54

Tabel 3.2 Tabel Penilaian ... 56

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 61

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Saat Menikah ... 62

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Pernikahan... 62

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Fakultas Tempat Mengajar ... 63

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Mengajar ... 64

Tabel 4.6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan Pasangan ... 64

Tabel 4.7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Agama ... 65

Tabel 4.8 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku Bangsa ... 66

Tabel 4.9 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Memiliki anak/tidak…..67


(8)

xi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran... 21 Bagan 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 47


(9)

xii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Conflict Resolution Style Lampiran 2 : Identitas Subjek

Lampiran 3 : Skor Total Hasil Penelitian Lampiran 4 : Distribusi Frekuensi

Lampiran 5 : Tabulasi Silang Identitas dan Conflict Resolution Style

Lampiran 6 : Tabulasi Silang Conflict Resolution Style dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan komitmen yang dibentuk antara seorang pria dan seorang wanita untuk membangun rumah tangga. Mereka, masing-masing akan membentuk keluarga sendiri dan saling mengikatkan diri dalam upaya membentuk pernikahan yang bahagia dan sejahtera. Untuk membangun suatu keluarga yang sukses dan berhasil tentunya dibutuhkan suatu penyesuaian yang baik antara suami dan istri yang masing-masing tentunya memiliki banyak perbedaan. Di antara berbagai faktor penentu tercapainya keberhasilan pernikahan salah satunya adalah kemampuan individu yang terlibat didalamnya untuk menyesuaikan diri baik terhadap pasangannya maupun terhadap pernikahan secara umum sehingga dapat menumbuhkan perasaan sehat, terpenuhinya kebutuhan jasmani dan rohani, yang lebih bagi individu (Campbell, 1981 dalam Duvall & Miller, 1985).

Dicermati dari pernyataan sebelumnya, bahwa pernikahan berarti menyatukan dua individu yang berbeda, baik dari segi jender, fisik, psikis, emosional, intuitif, seksual, kebutuhan bahkan kepribadian, yang pada hakikatnya wanita dan pria memang berbeda (www.wanita.sabda.org). Tentu dibutuhkan penyesuaian termasuk didalamnya penyesuaian dengan segala bentuk tingkah laku dan kebiasaan, cara hidup, penyesuaian dalam hal ekonomi, tugas-tugas rumah


(11)

Universitas Kristen Maranatha

2

tangga dan juga pembagian tugas-tugas rumah tangga. Semua itu tidak lepas dari harapan pasangan untuk mencapai pernikahan yang sukses dan bahagia.

Pentingnya penyesuaian dalam pernikahan, dengan segala perbedaan yang harus dihadapi oleh masing-masing individu serta kebutuhan yang berbeda dari masing-masing pasangan, seperti diantaranya kebutuhan emosional, kebutuhan untuk diakui, atau pun kebutuhan untuk diperhatikan dan memperhatikan serta kasih mengasihi. Diperlukan adanya kesepahaman mengenai perbedaan kebutuhan antara sosialisasi dan kebersamaan tersebut sehingga dapat memberikan kepuasan pada masing-masing pasangan. Hal yang tidak sesuai dengan harapan dari masing-masing pasangan tentunya akan memberi dampak pada munculnya benturan-benturan dalam kehidupan perkawinan sehingga memicu terjadinya konflik. Sebagaimana disebutkan oleh Willmot & Hocker (2001), konflik adalah ekspresi bertahan antara setidaknya dua bagian yang saling bergantung yang mendapatkan tujuan yang berbeda, hasil, dan pencegahan dari orang lain untuk mencapainya. Dalam hubungan pernikahan dimana kedua belah pihak saling ketergantungan, konflik atau perbedaan menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari.

Sejalan dengan pernyataan mengenai pentingnya penyesuaian, dalam penelitiannya, Anjani (2006) menyebutkan bahwa lima tahun pertama pernikahan merupakan masa-masa penyesuaian pernikahan yang penuh dengan kejutan, yang di dalamnya terdapat banyak krisis atau masalah-masalah yang dihadapi, perubahan-perubahan sikap atau perilaku masing-masing pasangan yang mulai tampak. Penyesuaian yang terjadi membuat pernikahan yang dijalani oleh suami


(12)

Universitas Kristen Maranatha

3

istri pada lima tahun pernikahan akan menimbulkan konflik pernikahan dalam pernikahan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan bahwa pada lima tahun pertama pernikahan, mulai banyak konflik yang terjadi dalam rumah tangga, di samping masing-masing individu masih dalam taraf penyesuaian terhadap peran baru mereka masing-masing, lima tahun pertama seringkali dianggap sebagai pondasi dalam pernikahan mereka di tahun-tahun selanjutnya (Kurdek dan Schmitt, 1986).

Seperti yang dikutip dalam sebuah artikel dari Sheknows, berikut 6 hal yang selalu menjadi permasalahan di tahun-tahun pertama pernikahan, diantaranya adalah perubahan peran, uang, seks, anak, mertua, dan kehilangan masa romantis. Banyak pasangan yang tidak mendiskusikan bahkan menganggap remeh tentang peran mereka dalam kehidupan rumah tangga dan pernikahan. Uang merupakan penyebab terbesar pertikaian terbesar dalam rumah tangga, kurangnya komunikasi mengenai prioritas keuangan dan kurangnya perencanaan keuangan menjadi penyebab utama munculnya permasalahan. Disebutkan bagi pasangan yang baru menikah, masa-masa bulan madu terlewatkan dengan begitu cepat dan membuat pasangan harus menghadapi tekanan dari kehidupan sehari-hari yang dapat menganggu hasrat seksual. Kehadiran anak pun kerap menjadi konflik terbesar dalam rumah tangga, hal ini pun menyangkut dengan permasalahan mengenai pembagian peran pengasuhan. Berdasarkan survei yang diikuti 1000 pasangan suami istri menemukan kalau mertua khususnya sang ibu mertua menjadi salah satu penyebab konflik pada pasangan di tahun-tahun pertama pernikahan. Tentu pemicunya bermacam-macam, mulai dari campur


(13)

Universitas Kristen Maranatha

4

tangan pada masalah rumah tangga sampai ketidak cocokan sifat dengan sang mertua. Hal terakhir adalah kehilangan masa romantis, banyak pasangan yang tak lagi berpacaran ketika mereka telah menikah (www.wolipop.com). Dengan demikian, pernikahan akan terasa lebih berat bagi pasangan dengan usia pernikahan lima tahun pertama.

Hal menarik yang dapat diperhatikan pula adalah kondisi jaman yang berubah, dimana wanita sudah mulai banyak yang bekerja. Hal ini terkait dengan pembagian peran dalam pernikahan adalah berdasarkan pembagian peran jender yang umumnya dianut oleh masyarakat. Menurut nilai tradisional, tugas pria setelah menikah adalah untuk bekerja dan mencari nafkah, sementara tugas wanita setelah menikah adalah mengurus rumah tangga. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, batasan antara tuntutan pekerjaan untuk pria dan wanita semakin samar. Perubahan tersebut diantaranya terjadi pada pembagian peran dan tanggung jawab suami dan istri dalam sebuah rumah tangga, yang dimana pada era modernisasi, semakin banyak wanita yang memasuki dunia kerja dan memiliki karir yang sederajat dengan para pria atau bahkan dengan suami mereka sendiri. Hal tersebut didukung dengan data statistik yang menyebutkan bahwa mulai pada tahun 2006 terdapat 75% perusahaan di negara berkembang memiliki pekerja wanita yang jumlahnya lebih dominan daripada pekerja pria (Wallstreet, 2006).

Tuntutan yang diterima pada wanita yang sudah menikah dan bekerja tentu akan berbeda dengan wanita menikah yang tidak bekerja. Terdapat banyak konflik yang dapat ditimbulkan pada wanita bekerja yang sudah menikah, terutama berkaitan dengan permasalahan yang sering timbul pada lima tahun pertama


(14)

Universitas Kristen Maranatha

5

pernikahan, terlebih jika mereka sudah memiliki anak. Soeharto (2004) menyatakan bahwa konflik yang dihadapi oleh ibu yang bekerja kenyataannya menimbulkan masalah yang tidak sedikit. Di satu sisi mereka harus berperan sebagai pekerja, di sisi lain mereka juga dituntut agar tidak melupakan kodratnya sebagai wanita yang harus tetap memperhatikan dan mengurus suami dan anak-anaknya.

Lapangan pekerjaan yang diperuntukkan bagi wanita memang semakin banyak, diantaranya adalah profesi sebagai dosen. Profesi dosen merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran mahasiswa. Dosen merupakan pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen). Tugas dan tanggung jawab dosen memang penting mengingat masa depan para mahasiswa (yang kerap disebut sebagai agen perubahan) ada di tangan mereka. Dikhususkan kepada Universitas ‘X’ yang menetapkan bahwa dosen tetap adalah seorang dosen yang harus mengadakan penyelanggaraan pendidikan sebanyak ± 12sks, dengan keberadaan dikampus 7-8 jam setiap harinya, dan harus menjadi membimbing penelitian pula.

Menanggapi hal diatas, bahwa tugas dan tanggung jawab sebagai seorang dosen memang penting dan banyak, belum lagi jika mereka harus memeriksa tugas-tugas atau ujian-ujian mahasiswa dan terkadang harus terpaksa membawa tugas-tugasnya kerumah. Disamping itu, kinerja sebagai dosen tetap yang harus


(15)

Universitas Kristen Maranatha

6

mengajar ± 12 sks dan adanya tuntutan tridharma perguruan tinggi, yang mengharuskan setiap dosen tetap sebagai penyelenggara pendidikan, penyelenggaraan penelitian, dan penyelenggaraan pengabdian kepada masyarakat. Belum lagi peran mereka dirumah, bagi dosen yang sudah berkeluarga tuntutannya sudah lain lagi, mereka memiliki kewajiban tersendiri dirumahnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga mereka masing-masing. Dengan berbagai permasalahan yang ada, tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, disamping komunikasi yang tidak berjalan lancar diantara suami istri tersebut tentu akan menimbulkan konflik interpersonal dalam pernikahan mereka.

Kegagalan akibat konflik yang tidak terselesaikan tersebut membuat setiap permasalahan semakin muncul ke dalam pernikahan sehingga mengancam kehidupan pernikahan bahkan mengakibatkan perceraian. Begitu juga walaupun konflik sederhana tetapi dapat berkembang hingga besar, berkepanjangan dan semakin tidak terselesaikan, serta tidak mustahil akan menyebabkan suatu perceraian. Perceraian merupakan puncak buruknya dari konflik yang tidak terselesaikan dalam suatu pernikahan (Hurlock, 1980). Begitu pula dengan Duvall & Miller (1985) yang menyatakan bahwa perceraian lazimnya didahului oleh pertengkaran-pertengkaran akibat dari konflik dalam rumah tangga yang tidak terselesaikan.

Hasil pengolahan data yang dilakukan oleh Lembaga Kementerian Agama di Indonesia pun menyebutkan, bahwa sebanyak 12%-15% dari rata-rata dua juta konflik perkawinan setiap tahunnya berujung pada perceraian. Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A mengatakan


(16)

Universitas Kristen Maranatha

7

juga bahwa ironisnya lagi, sebanyak 80% perceraian itu terjadi pada perkawinan di bawah usia lima tahun (http://www.pikiran-rakyat.com/node/154755).

Konflik-konflik yang muncul dalam pernikahan tentu perlu diselesaikan, hal yang baik yang harus dilakukan adalah melakukan resolusi konflik, agar konflik tidak semakin berkembang dan memberi dampak buruk terhadap kelangsungan hubungan pernikahan. Bahagia atau tidak bahagianya suatu hubungan dapat dilihat dari bagaimana pasangan dapat mengelola konflik yang terjadi diantara mereka (Olson & Olson, 2000 dalam Olson & DeFrain, 2006). Keberhasilan dalam pengelolaan konflik dapat memperkuat ikatan hubungan dan meningkatkan solidaritas dan kohesi antar pasangan. Gottman menambahkan bahwa pengelolaan konflik yang tidak efektif akan menyebabkan kualitas hubungan yang memburuk dan emotional distress.

Kemampuan menghadapi konflik atau biasa dikenal dengan sebutan conflict resolution style pada pasangan suami istri merupakan hal yang menjadi faktor dalam kepuasan pernikahan mereka. Conflict resolution style adalah suatu pola yang dipilih oleh individu dimana pemeliharaan dan kestabilan suatu hubungan yang dipengaruhi oleh gaya individual masing- masing pasangan dalam menyelesaikan konflik interpersonal (Bowman, 1990; Boyd & Roach, 1977; Gottman, 1994; Heavey et. Al., 1993; dalam Kurdek, 1994).

Pada Universitas ‘X’ di Kota Bandung tercatat ada 468 orang yang terdaftar sebagai dosen di Universitas tersebut dan 60% diantaranya adalah wanita. Berdasarkan hasil survey awal peneliti telah dilakukan wawancara singkat


(17)

Universitas Kristen Maranatha

8

terhadap 10 orang working mother dalam usia pernikahan lima tahun pertama yang mewakili karakteristik sampel peneliti dan didapatkan data mengenai konflik dan conflict resolution style dalam hubungan interpersonal mereka dengan pasangannya.

Responden yang menyatakan dirinya dan pasangannya selalu membicarakan konflik yang dilaluinya secara bersama-sama dengan pasangannya, menghargai pendapat masing-masing dan selalu mengambil jalan tengah dari pendapat kedua belah pihak berarti menggunakan tipe conflict resolution style yang positive problem solving sebanyak 40% (4 orang) dari 10 responden. Tipe ini dicirikan dengan kebiasaan mereka dalam menyelesaikan konflik dengan menampung semua pendapat, ide, pemikiran dari masing-masing pasangan lalu mencari solusi paling bijaksana untuk menghadapi konflik-konflik yang terjadi. Perilaku yang ditujukan oleh responden yang memilih tipe ini dicirikan dengan menyelesaikan pekerjaan kantornya dirumah saat anak dan suamnya sudah tertidur, tak sedikit pula yang selalu berusaha menyelesaikan pekerjaannya dikantor (walaupun akan pulang kerumah telat) sehingga tidak perlu lagi membawanya kerumah. Responden yang memakai tipe ini untuk menyelesaikan konflik cenderung menghayati bahwa dirinya puas dengan tipe ini dan konflik terselesaikan dengan pasangannya.

Sebanyak 30% (3 orang) dari 10 responden menyatakan dirinya menggunakan tipe conflict engagement. Hal ini terlihat dari gaya mereka yang sangat dominan dalam menghadapi konflik interpersonal dengan pasangannya. Disebutkan oleh 20% (2 orang) responden menyatakan bahwa mereka dalam


(18)

Universitas Kristen Maranatha

9

kondisi tersebut karena pasnangan mereka terbilang acuh dalam menghadapi konflik, yang dimana hal tersebut memaksa mereka untuk mengambil peran besar dalam menyelesaikan konflik. Walaupun konflik pada akhirnya memang terselesaikan, tapi mereka menghayati bahwa tidak terjadi kepuasan karena pasangan mereka seperti tidak peduli terhadap konflik yang terjadi. Dan 10% (1 orang) menyatakan dirinya memang merasa dirinya selalu ada di pihak yang benar sehingga cenderung memepertahankan pendapatnya sendiri dan terkadang dirinya memang tidak mampu mengontrol emosinya sendiri. Perilaku yang ditunjukkan adalah terkadang mengeluarkan emosi yang tidak terkontrol apabila sedang burn-out, seperti marah-marah dengan membentak terhadap pasangannya dan terkadang mengeluarkan kata-kata kasar. Responden ini merasa puas karena pendapatnya yang selalu ia anggap benar ternyata memang mampu untuk menyelesaikan konflik.

Dari 10 orang responden, 10% (1 orang) menyatakan dirinya lebih memilih menarik diri dari konflik yang terjadi. Walaupun dirinya memang menyatakan pendapatnya tapi setelah itu, dirinya akan lebih memilih diam daripada memperburuk suasana, karena dirinya menganggap jika ia mempertahankan pendapatnya hanya akan memacu pada perdebatan yang akan menimbulkan konflik semakin membesar. Working mother yang menghadapi konflik dengan cara seperti itu berarti memiliki conflict resolution style dengan tipe withdrawal. Responden dengan tipe ini memang menghayati bahwa kebanyakan konflik tidak terselesaikan dengan baik dan biasanya memacu pada pertengkaran.


(19)

Universitas Kristen Maranatha

10

Sementara 20% (2 orang) mengungkapkan bahwa mereka cenderung mengalah dan menyerahkan keputusan akhir dalam menyelesaikan konflik kepada pasangannya. Mereka mengakui bahwa hal tersebut mereka lakukan karena mereka merasa hubungan yang baik sangat penting maka dari itu mereka cenderung menuruti saja apa yang menjadi kemauan pasangannya. Cara mengalah seperti itu berarti termasuk ke dalam conflict resolution style tipe compliance. Responden dengan tipe ini menghayati, walaupun pada akhirnya konflik memang terselesaikan tetapi terdapat ketidakpuasan pada mereka karena konflik tidak terselesaikan dengan baik karena kesempatan untuk memberikan pendapat tidak mereka dapatkan.

Dari pemaparan diatas, terlihat bahwa terdapat conflict resolution style yang berbeda-beda pada working mother yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung. Maka, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai gambaran conflict resolution style yang dimiliki oleh working mother dalam usia pernikahan lima tahun pertama yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran conflict resolution style pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung.


(20)

Universitas Kristen Maranatha

11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui conflict resolution style pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai conflict resolution style yang terdiri dari positive problem solving, conflict engagement, withdrawal dan compliance, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan teori-teori Psikologi khususnya Psikologi Sosial mengenai conflict resolution style dan Psikologi Keluarga yang berkaitan dengan working mother pada usia lima tahun pertama pernikahan.


(21)

Universitas Kristen Maranatha

12

2. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan penelitian lanjutan mengenai conflict resolution style dan working mother pada usia lima tahun pertama pernikahan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan dan masukan kepada working mother yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung agar mreka dapat mengetahui perbedaan mengenai conflict resolution style dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi working mother dalam rangka menghadapi konflik yang terjadi dalam pernikahan.

2. Memberikan informasi mengenai conflict resolution style kepada lembaga konseling yang menangani konflik pernikahan sebagai bahan pertimbangan untuk memberikan konseling dan memberikan informasi mengenai perbedaan conflict resolution style pada working mother pada usia lima tahun pertama pernikahan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Kehidupan keluarga berjalan dalam rentang jangka waktu yang panjang. Lima tahun pertama pembentukan keluarga dalam pernikahan akan berlanjut sampai anak pertama lahir. Bertambah dewasanya sebuah keluarga sejalan dengan tumbuh kembangnya anak dan penyesuaian peran dalam setiap tahap perkembangannya, sehingga dalam periode berkeluarga pun memiliki tahap-tahap


(22)

Universitas Kristen Maranatha

13

perkembangannya. Terdapat diantaranya 8 tahapan perkembangan keluarga yang pasti akan dilalui oleh setiap individu yang menikah pada umumnya ( Duvall, 1977).

Duvall, 1977 membagi tahapan perkembangan ke dalam 8 tahap, yaitu Mariage couple (0-2 tahun), Childbearing families (2-5 tahun), Family with preschool children (5-8 tahun), School Age (8-15 tahun), Teenage (16-22 tahun), Launching center (22-30 tahun), Middle-aged parent (30-45 tahun), Aging family member (45-55/60 tahun). Duvall menyebutkan karakteristik dari masa pernikahan lima tahun pertama adalah saat keluarga baru membina hubungan dengan pasangan dan baru mempersiapkan diri menjadi orang tua (belum memiliki anak). Masa saat mereka baru menyesuaikan diri dengan peran baru dan mulai masa membesarkan anak hingga anak berada pada masa pra sekolah (anak tertua berusia 30 bulan). Suami dan istri memiliki pengalaman baru sebagai orang tua.

Duvall menyebutkan bahwa selama lima tahun pertama pernikahan, pasangan suami istri biasanya harus melakukan penyesuaian utama satu sama lain, terhadap anggota keluarga masing-masing, dan teman-temannya. Sementara mereka sedang melakukan penyesuaian, sering timbul ketegangan emosional dan ini dipandang sebagai periode balai keluarga muda. Setelah mereka saling menyesuaikan satu sama lain, dengan anggota keluarga dan dengan teman-temannya, mereka perlu menyesuaikan dengan kedudukan mereka sebagai orang tua. Hal ini bisa menambah masalah dalam pernikahan mereka.


(23)

Universitas Kristen Maranatha

14

Tidak semua pasangan suami istri dalam pernikahan dengan usia lima tahun pertama dapat melewati tahapan-tahapan penyesuaian pernikahannya dengan mudah dan luput dari adanya konflik. Krisis dan konflik pernikahan dapat terjadi kapan saja, baik di awal pernikahan, pertengahan, maupun di ujung usia pernikahan. Pada fase lima tahun pertama pernikahan terdapat beberapa ancaman yang dapat mengurangi kedekatan dan keharmonisan pernikahan. Ekonomi pasangan yang belum mapan, membuat suami/istri sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan hanya menyisakan waktu untuk melakukan kegiatan bersama (Rini, 2002).

Pada era modernisasi seperti sekarang ini, dapat dicermati munculnya kondisi semakin banyak wanita yang memasuki dunia kerja, sekalipun pada wanita yang sudah berkeluarga dan memiliki anak. Kondisi dimana seorang wanita yang sudah menikah, memiliki anak dan bekerja dikenal dengan istilah working mother. Disebutkan bahwa working mother adalah seorang ibu yang melakukan suatu kegiatan diluar rumah dengan suatu tujuan, diantaranya menambah nafkah keluarga (Purwadarminta, 2003). Jenis profesi yang dimiliki oleh working mother tentu sangat beragam jenisnya.

Dosen adalah salah satu jenis profesi yang cukup banyak dijalani oleh wanita di Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas pada tingginya jenjang pendidikan yang mereka tempuh. Bekerja sebagai seorang dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat serta merencanakan,


(24)

Universitas Kristen Maranatha

15

melaksanakan, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran mahasiswa, serta meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen).

Dalam pelaksanaannya, telah disebutkan bahwa suatu pernikahan tidak akan luput dari adanya konflik, dan masa paling sensitif dalam konflik pernikahan adalah pada periode awal pernikahan atau pada fase lima tahun pertama pernikahan, sebagai suami istri yang baru menemukan masa pengenalan satu sama lain, terlebih jika keduanya bekerja dan memiliki anak. Faktor keauangan, keluarga, anak dan juga pekerjaan. Dengan tugas dan anak didik yang tidak sedikit, seorang dosen memiliki konflik-konflik intrapersonal tertentu dan konflik interpersonal dengan pasangan hidup mereka sendiri, ditambah dengan kondisi mereka dalam usia pernikahan lima tahun pertama yang kemudian pasti akan menemukan beragam konflik dalam pernikahannya yang semakin memperburuk keadaan dan akan mengganggu komunikasi yang terjadi dalam hubungan pernikahan mereka. Hal tersebut akan berdampak buruk akibat dari konflik yang tidak terselesaikan, misalnya pertengkaran dan akan berdampak paling buruk berujung pada perceraian (Duvall & Miller, 1985).

Oleh sebab itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari adanya konflik, diperlukan suatu cara untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi dengan cara mengajukan suatu resolusi yang mengarahkan kepada perdamaian (Duvall & Miller, 1985). Pendapat ini diperkuat oleh Eshelman


(25)

Universitas Kristen Maranatha

16

(1985) yang mengatakan bahwa dalam hubungan antar-individu, yang termasuk di dalam suatu hubungan pernikahan yang terpenting bukanlah ada tidaknya konflik atau ketidaksepakatan melainkan bagaimana suatu konflik yang muncul dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik.

Cara penanganan konflik yang lebih dikenal dengan istilah conflict resolution style adalah suatu cara individu dimana pemeliharaan dan kestabilan suatu hubungan yang dipengaruhi oleh gaya individual masing- masing pasangan dalam menyelesaikan konflik interpersonal (Bowman, 1990; Boyd & Roach, 1977; Gottman, 1994; Heavey et. Al., 1993; dalam Kurdek, 1994). Lawrence A. Kurdek (1994) mengemukakan 4 macam conflict resolution style yang biasa dilakukan oleh pasangan suami istri dalam menangani konflik, diantaranya adalah: Positive problem solving, Conflict engagement, Withdrawal, Compliance. Setiap individu memiliki tipe conflict resolutions style yang berbeda-beda.

Conflict resolution style tipe positive problem solving dapat dilihat meliputi 2 subtipe, yaitu baik dengan cara negotiation, yaitu working mother yang berprofesi sebagai dosen memiliki kecenderungan untuk memberikan penyelesaian yang sukses dengan menyertakan tujuan pihak sendiri dan pihak lain yang berkaitan dalam konflik. Maupun dengan tipe compromise, yaitu gaya penyelesaian yang digunakan oleh working mother yang berprofesi sebagai dosen dengan mengorbankan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu. Secara garis besar, tipe penyelesaian konflik seperti ini berarti dosen tetap diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya ditambah dengan menghargai pendapat masing-masing sebagai tambahan informasi dalam upaya agar konflik terselesaikan


(26)

Universitas Kristen Maranatha

17

dengan benar dan dosen tetap puas karena tetap dapat mengemukakan pendapat dengan bebas. Working mother pada usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung, yang memiliki tipe conflict resolution style jenis positive problem solving ditunjukkan dengan cara mereka yang saling menghargai pendapat masing-masing pasangannya, mendengarkan pendapat masing-masing dan mengambil jalan tengah sebagai alternatif mereka menyelesaikan konflik yang terjadi dalam pernikahan mereka dengan pasangannya.

Conflict resolution style tipe conflict engagament yaitu working mother yang berprofesi sebagai dosen cenderung untuk memenuhi kepentingannya dan mengabaikan pihak lain. Dosen yang memakai gaya penyelesaian ini biasanya secara langsung memperlihatkan kekuatannya dalam menyerang pihak lain yang bersangkutan untuk meraih kemenangannya bahkan cenderung kehilangan kontrol emosi saat menghadapi masalah. Working mother pada usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung, yang memiliki tipe conflict resolution style jenis conflict engagament ditunjukkan dengan cara mereka yang menghadapi konflik interpersonal dengan pasangannya berupa peran mereka yang lebih dominan dalam penyelesaian konflik dan cenderung mempertahankan pendapatnya sendiri. Diungkapkan pula pada working mother yang memakai jenis conflict resolution style ini, bahwa mereka cenderung bergejolak dan kurang mampu mengendalikan emosinya.

Conflict resolution style tipe withdrawal yaitu, working mother yang berprofesi sebagai dosen lebih memilih untuk meninggalkan arena konflik atau


(27)

Universitas Kristen Maranatha

18

mencoba menganggap bahwa konflik tidak pernah terjadi. Individu yang menggunakan gaya penyelesaian ini biasanya lebih memilih untuk menghindari pembicaraan dan bercanda daripada berurusan langsung dengan konflik tersebut. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa individu yang menggunakan tipe tersebut cenderung tidak melihat masalah dan bersikap acuh seolah masalah tidak pernah terjadi. Dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung, yang memiliki tipe conflict resolution style jenis withdrawal ditunjukkan dengan cara mereka yang menghadapi konflik interpersonal dengan pasangannya dengan cara menarik diri dari konflik dan memilih untuk berdiam diri dalam menghadapi konflik tersebut. Tidak jarang mereka pun memilih untuk bersikap seolah konflik itu tidak pernah terjadi.

Conflict resolution style tipe compliance yaitu working mother yang berprofesi sebagai dosen mencoba memberikan ketenangan pada pihak lain dengan memprioritaskan kepentingan pihak lain daripada dirinya sendiri. Kelemahan pada gaya penyelesaian ini adalah seseorang cenderung untuk terus mengalah dan mengorbankan dirinya sendiri. Dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung, yang memiliki tipe conflict resolution style jenis compliance ditunjukkan dengan mengalah pada pasangannya dan cenderung tidak mempertahankan pendapatnya sendiri serta menuruti saja kemauan pasangannya. Mereka pun mengungkapkan bahwa cara seperti ini dilakukan karena mereka lebih mengedepankan hubungan yang baik dengan pasangan mereka.

Keempat dimensi conflict resolution style yang berbeda-beda itu tidak dapat dilepaskan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan conflict


(28)

Universitas Kristen Maranatha

19

resolution style yang dimiliki oleh working mother pada usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung. Lambert & Myers (1999) menjelaskan perbedaan gaya penyelesaian konflik tersebut antara lain karena faktor-faktor berikut ini, yaitu Jenis kelamin, Konsep diri, Harapan, Situasi, Kekuasaan, Latihan, Pemahaman yang baik, Kemampuan komunikasi, dan Pengalaman hidup.

Pada kenyataannya yang terjadi, pasangan yang memiliki kesamaan cara dalam menyelesaikan konflik dan mengetahui kesamaan itu memperlihatkan kepuasan terhadap hubungan yang tinggi (Kim, 2000). Kurdek (1994) dalam penelitiannya pun mengungkapkan bahwa working mother yang menggunakan tipe withdrawal dan conflict engagement menunjukan tingkat kepuasan yang rendah terhadap hubungan. Oleh karena itulah jenis kelamin bisa menjadi faktor yang mempengaruhi perbedaan conflict resolution style pada seseorang. Secara garis besar, konsep diri merupakan penilaian keseluruhan terhadap penampilan, perilaku, perasaan, sikap-sikap, kemampuan serta sumber daya yang dimiliki seseorang (Labenne dan Greene, 1969). Individu yang memiliki tingkat konsep diri yang tinggi akan memiliki penilaian baik terhadap dirinya bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan konflik dengan baik dan cenderung bersifat positif.

Faktor harapan yang berpengaruh pada pemilihan conflict resolution style pengaruhnya dapat terlihat dari bagaimana pemikiran individu terhadap pasangannya yang memang benar-benar ingin menyelesaikan konflik atau tidak. Harapan agar konflik secara cepat dan tepat terselesaikan akan membuat individu memiliki conflict resolution style yang bersifat positif. Situasi pun mempengaruhi


(29)

Universitas Kristen Maranatha

20

pemilihan individu terhadap tipe conflict resolutions style-nya, dimana konflik tersebut terjadi, misalnya faktor pekerjaan diluar rumah, faktor anak yang berarti terjadi di sekolah atau faktor financial yang berarti terjadi dalam rumah tangga mereka. Kekuasaan yang dimiliki individu dalam hubungannya pun berpengaruh terhadap pemilihan conflict resolution style pada working mother, apabila dalam hubungan tersebut dominansi dan kekuasaan lebih diperankan oleh working mother tersebut, maka mereka akan cenderung menggunakan tipe conflict engagement.(Kurdek, 1994)

Intensitas sering atau tidak terjadinya konflik akan menjadi suatu latihan bagi pasangan untuk menghadapi konflik yang selanjutnya akan terjadi. Sebagian besar individu tidak akan mengulang tipe yang sama pada konflik yang sama apabila konflik ternyata tidak dapat terselesaikan dengan cara seperti sebelumnya. Pemahaman yang baik pun mempengaruhi tipe seperti apa yang cocok dan efektif untuk dilakukan. Kemampuan komunikasi berpengaruh tehadap penyesuaian conflict resolution style yang dilakukan, karena dengan komunikasi yang baik akan berhasil menyelesaikan konflik yang terjadi dan memilih conflict resolution style yang sesuai dengan kemampuan komunikasi mereka.

Pengalaman dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam rumah tangga yang sudah dilalui pun mempengaruhi pada cara mereka memilih conflict resolution style, misalnya pada individu yang menggunakan tipe positive problem solving menyatakan bahwa pemilihan tipe tersebut didasarkan oleh pengalaman sebelumnya dalam menghadapi konflik dinyatakan lebih efektif dan konflik dapat terselesaikan dengan baik.


(30)

Universitas Kristen Maranatha

21

Berdasarkan keempat jenis conflict resolution style yang diungkapkan oleh Kurdek (1994) dan berbagai faktor yang mempengaruhi pemilihan conflict resolution style pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung dapat dijelaskan pula melalui bagan sebagai berikut:

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir

Faktor-faktor yang

mempengaruhi perbedaan conflict resolution style: 1. Jenis kelamin

2. Konsep diri 3. Harapan 4. Situasi 5. Kekuatan 6. Latihan

7. Pemahaman yang baik 8. Kemampuan

komunikasi 9. Pengalaman hidup working mother

dalam Usia Pernikahan ≤ 5

tahun yang berprofesi sebagai dosen di Universitas

‘X’ di Kota Bandung

Conflict resolution style

Positive problem solving

Conflict engagement Withdrawal Compliance Konflik Interpersonal dengan Pasangannya


(31)

Universitas Kristen Maranatha

22

1.6 Asumsi

1. Terdapat empat tipe conflict resolution style pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung yang diantaranya Positive problem solving, Conflict engagement, Withdrawal, Compliance.

2. Conflict resolutions style yang dimiliki working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung dapat berbeda-beda.

3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi conflict resolutions style pada working mother dalam usia lima tahun pertama pernikahan yang berprofesi sebagai dosen di Universitas ‘X’ di Kota Bandung, diantaranya yaitu Jenis kelamin, Konsep diri, Harapan, Situasi, Kekuasaan, Latihan, Pemahaman yang baik, Kemampuan komunikasi, Pengalaman hidup.


(32)

78

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai Conflict Resolution Style

yang dipilih oleh dosen wanita di Universitas ‘X’ di kota Bandung, maka di

peroleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Conflict Resolution Style yang dipilih oleh dosen wanita di Universitas

‘X’ di Kota Bandung menunjukkan bahwa sebanyak 80% (24 orang)

memilih tipe positive problem solving sebagai gaya penyelesaian konfliknya.

2. Sebanyak 10% (3 orang) memilih tipe Compliance sebagai gaya penyelesaian konfliknya. Sebanyak 6,7% (2 orang) memilih tipe conflict engagement, dan sebanyak 3,3% (1 orang) lainnya menyatakan menggunakan conflict resolution style tipe withdrawal. 3. Untuk faktor usia pernikahan, 2-5 tahun pernikahan dianggap

merupakan masa-masa kritis pernikahan tetapi tidak dialami oleh

dosen wanita di Universitas ‘X’ di Kota Bandung. Mereka mampu


(33)

Universitas Kristen Maranatha

79

sebagai istri dan ibu, dan mampu menjaga komunikasi interpersonal dengan pasangannya.

4. Faktor komunikasi menjadi faktor paling berpengaruh pada dosen wanita pada usia pernikahan lima tahun pertama. Semakin mereka memiliki banyak waktu diluangkan dengan pasangannya, maka pemilihan gaya penyelesaian konfliknya pun akan semakin baik dan memilih tipe positive problem solving. Dosen wanita pada usia pernikahan lima tahun pertama di Universitas ‘X’ di Kota Bandung yang tidak memiliki waktu berkomunikasi yang cukup dengan pasangannya akan cenderung memilih tipe conflict engagement dan compliance.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Perlu di pertimbangkan melakukan penelitian mengenai conflict resolution style dengan menambah jumlah sampel yang diteliti.

2. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian mengenai conflict resolution style pada kedua pasangan suami-istri.

3. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian mengenai conflict resolution style yang dikaitakan dengan faktor komunikasi.

4. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas yang lebih tajam terhadap alat ukur.


(34)

Universitas Kristen Maranatha

80

5.2.2 Saran Praktis

1. Dosen wanita yang memiliki usia pernikahan lima tahun pertama yang memilih tipe conflict resolution style tipe positive problem solving dapat mempertahankannya, sementara dosen wanita yang memilih conflict resolution style tipe withdrawal, conflict engagement dan compliance dapat melakukan usaha untuk melatih tipe conflict resolution style nya menjadi lebih baik dan mengembangkan keterampilan untuk menyelesaikan konflik dengan lebih baik.

2. Pihak lembaga konseling yang menangani konflik pernikahan hendaknya menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk mengelola konflik pernikahan bagi pasangan-pasangan suami-istri. Kegiatan dapat berupa seminar mengenai konflik pernikahan dan penyelesaiannya, sehingga pasangan-pasangan suami-istri dan masyarakat dapat mendapatkan informasi yang memadai mengenai conflict resolution style, dan dapat pula melakukan sharing pengalaman.


(35)

81

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Coleman, Peter T., & Morton D. 2006. The Handbook of Conflict Resolution: Theory and Practice, 2nd edition. USA: Jossey-Bass, A Wiley Imprint.

Davidson, J.K., & Moore, N.B. 1996. Marriage and Family: Change and Continuity. Boston : Allyn and Bacon.

Duvall, E.M. & Miller, B. C. 1985. Marriage and Family development sixth edition. New York: Harper & Row, Publishers.

Donohue, William A., & Kolt, Robert. 1992. Managing Interpersonal Conflict. London: Sage Publications.

Desmayanti, Shinta (2009). Hubungan antara gaya resolusi konflik dengan kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Guilford, J.P. & Fruchter, B. 1978. Fundamentals Statistics in Psychology and Education (6th edition). London: McGraw-Hill International Book Company.

Hoffman, Wladis Lois &Nye, Ivan. 1984. Working mothers. USA: Jossey-Bass Publishers.

Hurlock, Elizabeth B. 1982. Psikologi Perkembangan: Suatu Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi keenam. Jakarta. Erlangga.

Hygieta, A. Constantine (2010). Rancangan dan penerapan modul pelatihan yang menekankan pada gaya resolusi konflik, dalam upaya untuk meningkatkan penyesuaian perkawinan pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinannya 1 – 2 tahun. Bandung: Program Pascasarjana Magister Psikologi Universitas Padjajaran.


(36)

Universitas Kristen Maranatha

82

Kurdek, L.A. 1994. Conflict Resolution Style in Gay, Lesbian, Heterosexual Nonparent, and Heterosexual Parent Couples. Journal of Marriage and The Family. Vol 56. National Council on Family Relations Stable.

Kurdek, L.A. 1994. Predicting Change in Marital Satisfaction from Husbands’ and Wives’ Conflict Resolution Style. Journal of Marriage and The Family. Vol. 56. National Council on Family Relations Stable.

Lemme, B.H.(1995). Development in Adulthood. Boston: Allyn & Bacon.

Landis, Judson T. & Landis, Marry G. 1958. Building a Successfull Marriage. 3rd Edition. Engelwood Cliffs. New Jersey. Prentice Hall, Inc.

M. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998.

Nieva, V.A., & Gutek, B.A. 1981. Woman & Work: A Psychological Perspective. New York: Praeger Publisher.

Olson, H. David & DeFrain, John. 2006. Marriages & Families: Intimacy,

Diversity, and Strengths, 5th edition. New York. The McGraw Hill Company.

Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Konflik Marital: Pemahaman Konseptual, Aktual dan Alternatif Solusinya. Bandung. Refika Aditama.

Safitri, Amelia. 2008. Hubungan Gaya Resolusi Konflik dengan Penyesuaian Pernikahan pada Dewasa Muda. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Seccombe, Karen.,& Warber, L. Rebecca. (2004). Marriages and Families: Relationship in Social Context. USA: Wadsworth/Thomson Learning.

Soeharto, Triana. (2004). Konflik peran ganda ibu yang bekerja (sebagai dosen) zzpada masa dewasa awal. Jurnal Ilmiah Psikologi, 2 (1), 43-50


(37)

Universitas Kristen Maranatha

83

Unger, R. , & Crawford, M. (2000). Women and Gender: A Feminist Psychology, 3rd ed. New York: The McGraw Hill Companies, Inc.

Willmot, W. William & Hocker, L. Joyce. (2001). Interpersonal Conflict, 6th edition. Boston: Mc.Graw Hill.


(38)

84

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Asosiasi Dosen Indonesia (ADI). (Online). (http://adi.pendidikan.net/, diakses 10 Oktober 2012).

Indonesia, Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. (Online).

(wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf, diakses pada 13 Januari 2012).

Jawa Barat, Badan Pusat Statistika. (Online). (http://jabar.bps.go.id, diakses 20 November 2012).

Lembaga SABDA, Yayasan. 2010. Edisi no. 39: e-Wanita. (online). (http://wanita.sabda.org/keputusan_untuk_menikah, diakses 7 Januari 2012).

Pikiran Rakyat Online. 2011. Perceraian di Indonesia Meningkat. (Online). (http://www.pikiran-rakyat.com/node/154755, diakses 10 Oktober 2012)

Rini, J. F. 2002. Wanita Bekerja. (Online). (http://www.psikologi.com/keluarga., diakses 15 Oktober 2012)

Smith, Marie Claire.(2009). 4 Marital Conflict Resolution Suggestions. (Online). (http//:www.articlebase.com, diakses 25 November 2012).

Wallstreet. 2006. The Wallstreet Journal: Statistic of Workers In Companies In Developing Countries. (Online).

(http://blogs.wsj.com/juggle/2011/06/14/where-are-women-working/, diakses 15 Oktober 2012).

Wolipop. 2011. Lifestyle: Permasalahan Dalam Pernikahan. (Online).


(1)

sebagai istri dan ibu, dan mampu menjaga komunikasi interpersonal dengan pasangannya.

4. Faktor komunikasi menjadi faktor paling berpengaruh pada dosen wanita pada usia pernikahan lima tahun pertama. Semakin mereka memiliki banyak waktu diluangkan dengan pasangannya, maka pemilihan gaya penyelesaian konfliknya pun akan semakin baik dan memilih tipe positive problem solving. Dosen wanita pada usia pernikahan lima tahun pertama di Universitas ‘X’ di Kota Bandung yang tidak memiliki waktu berkomunikasi yang cukup dengan pasangannya akan cenderung memilih tipe conflict engagement dan compliance.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Perlu di pertimbangkan melakukan penelitian mengenai conflict resolution style dengan menambah jumlah sampel yang diteliti.

2. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian mengenai conflict resolution style pada kedua pasangan suami-istri.

3. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan penelitian mengenai conflict resolution style yang dikaitakan dengan faktor komunikasi.

4. Perlu dipertimbangkan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas yang lebih tajam terhadap alat ukur.


(2)

80

5.2.2 Saran Praktis

1. Dosen wanita yang memiliki usia pernikahan lima tahun pertama yang memilih tipe conflict resolution style tipe positive problem solving dapat mempertahankannya, sementara dosen wanita yang memilih conflict resolution style tipe withdrawal, conflict engagement dan compliance dapat melakukan usaha untuk melatih tipe conflict resolution style nya menjadi lebih baik dan mengembangkan keterampilan untuk menyelesaikan konflik dengan lebih baik.

2. Pihak lembaga konseling yang menangani konflik pernikahan hendaknya menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk mengelola konflik pernikahan bagi pasangan-pasangan suami-istri. Kegiatan dapat berupa seminar mengenai konflik pernikahan dan penyelesaiannya, sehingga pasangan-pasangan suami-istri dan masyarakat dapat mendapatkan informasi yang memadai mengenai conflict resolution style, dan dapat pula melakukan sharing pengalaman.


(3)

Theory and Practice, 2nd edition. USA: Jossey-Bass, A Wiley Imprint.

Davidson, J.K., & Moore, N.B. 1996. Marriage and Family: Change and Continuity. Boston : Allyn and Bacon.

Duvall, E.M. & Miller, B. C. 1985. Marriage and Family development sixth edition. New York: Harper & Row, Publishers.

Donohue, William A., & Kolt, Robert. 1992. Managing Interpersonal Conflict. London: Sage Publications.

Desmayanti, Shinta (2009). Hubungan antara gaya resolusi konflik dengan kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Guilford, J.P. & Fruchter, B. 1978. Fundamentals Statistics in Psychology and Education (6th edition). London: McGraw-Hill International Book Company.

Hoffman, Wladis Lois &Nye, Ivan. 1984. Working mothers. USA: Jossey-Bass Publishers.

Hurlock, Elizabeth B. 1982. Psikologi Perkembangan: Suatu Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi keenam. Jakarta. Erlangga.

Hygieta, A. Constantine (2010). Rancangan dan penerapan modul pelatihan yang menekankan pada gaya resolusi konflik, dalam upaya untuk meningkatkan penyesuaian perkawinan pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinannya 1 – 2 tahun. Bandung: Program Pascasarjana Magister Psikologi Universitas Padjajaran.


(4)

82

Kurdek, L.A. 1994. Conflict Resolution Style in Gay, Lesbian, Heterosexual Nonparent, and Heterosexual Parent Couples. Journal of Marriage and The Family. Vol 56. National Council on Family Relations Stable.

Kurdek, L.A. 1994. Predicting Change in Marital Satisfaction from Husbands’

and Wives’ Conflict Resolution Style. Journal of Marriage and The

Family. Vol. 56. National Council on Family Relations Stable.

Lemme, B.H.(1995). Development in Adulthood. Boston: Allyn & Bacon.

Landis, Judson T. & Landis, Marry G. 1958. Building a Successfull Marriage. 3rd Edition. Engelwood Cliffs. New Jersey. Prentice Hall, Inc.

M. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998.

Nieva, V.A., & Gutek, B.A. 1981. Woman & Work: A Psychological Perspective. New York: Praeger Publisher.

Olson, H. David & DeFrain, John. 2006. Marriages & Families: Intimacy,

Diversity, and Strengths, 5th edition. New York. The McGraw Hill Company.

Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2005. Konflik Marital: Pemahaman Konseptual, Aktual dan Alternatif Solusinya. Bandung. Refika Aditama.

Safitri, Amelia. 2008. Hubungan Gaya Resolusi Konflik dengan Penyesuaian Pernikahan pada Dewasa Muda. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Seccombe, Karen.,& Warber, L. Rebecca. (2004). Marriages and Families: Relationship in Social Context. USA: Wadsworth/Thomson Learning.

Soeharto, Triana. (2004). Konflik peran ganda ibu yang bekerja (sebagai dosen) zzpada masa dewasa awal. Jurnal Ilmiah Psikologi, 2 (1), 43-50


(5)

Unger, R. , & Crawford, M. (2000). Women and Gender: A Feminist Psychology, 3rd ed. New York: The McGraw Hill Companies, Inc.

Willmot, W. William & Hocker, L. Joyce. (2001). Interpersonal Conflict, 6th edition. Boston: Mc.Graw Hill.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Asosiasi Dosen Indonesia (ADI). (Online). (http://adi.pendidikan.net/, diakses 10 Oktober 2012).

Indonesia, Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. (Online).

(wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf, diakses pada 13 Januari 2012).

Jawa Barat, Badan Pusat Statistika. (Online). (http://jabar.bps.go.id, diakses 20 November 2012).

Lembaga SABDA, Yayasan. 2010. Edisi no. 39: e-Wanita. (online).

(http://wanita.sabda.org/keputusan_untuk_menikah, diakses 7 Januari

2012).

Pikiran Rakyat Online. 2011. Perceraian di Indonesia Meningkat. (Online). (http://www.pikiran-rakyat.com/node/154755, diakses 10 Oktober 2012)

Rini, J. F. 2002. Wanita Bekerja. (Online). (http://www.psikologi.com/keluarga., diakses 15 Oktober 2012)

Smith, Marie Claire.(2009). 4 Marital Conflict Resolution Suggestions. (Online). (http//:www.articlebase.com, diakses 25 November 2012).

Wallstreet. 2006. The Wallstreet Journal: Statistic of Workers In Companies In Developing Countries. (Online).

(http://blogs.wsj.com/juggle/2011/06/14/where-are-women-working/,

diakses 15 Oktober 2012).

Wolipop. 2011. Lifestyle: Permasalahan Dalam Pernikahan. (Online).