Studi Deskriptif Mengenai Marital Adjustment Pada Pasangan Degan Usia Pernikahan Tiga Tahun Pertama dan Keduanya Bekerja di Kota Bandung.

(1)

Abstrak

Penelitian ini berjudul Studi Deskriptif Mengenai Marital Adjustment pada Pasangan dengan Usia Pernikahan Tiga Tahun Pertama dan Keduanya Bekerja di Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai penyesuaian pernikahan dan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Populasi penelitian ini adalah 50 pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner oleh peneliti berdasarkan teori Laswell (1987). Validitasnya diuji dengan menggunakan teori Construct Validity yang diujicobakan kepada 50 pasangan dan didapat validitas dengan kiteria tinggi antara 0.488-0.825, sedangkan reliabilitasnya sebesar 0.701 dengan menggunakan metode Alpha Cronbach pada program SPSS 19.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran penyesuaian pernikahan pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung terbagi menjadi 46% pasangan yang berbeda penghayatan, 30% pasangan yang tidak nyaman, dan 24% pasangan yang nyaman.

Berdasarkan hasil penelitian, bagi individu yang akan menikah dan masing-masing pihak akan tetap bekerja setelah menikah penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan untuk menyesuaikan diri ketika telah menikah nanti terutama dalam aspek critical hostility yang sulit dicapai tingkat kenyamanannya dalam pernikahan.

Terakhir, kepada konselor perkawinan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika memberikan gambaran kepada pasangan yang akan atau telah menikah yang keduanya bekerja dengan mencari tahu aspek yang sulit dicapai dari pasangan tersebut. Peneliti juga menyarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspek trust dan interest-care yang bertolak belakang dengan teori Laswell (1987) pada pasangan yang tidak nyaman.


(2)

Abstract

This research is titled descriptive studies on marital adjustments for couples working in Bandung during their first three years of marriage. The aim of this research is to find a visualization for adjusting the marriage and information about factors that influence it.

The research sample comprises 50 couples working in Bandung during their first three years of marriage. The measuring instrument used is questioner based on Laswell Theory (1987). The validity is tested using construct validity of 50 couples and the result is validity on high criteria of 0.488-0.825, while the reliability is 0.701 using the Apha Cronbach method on the SPSS 19.00 program.

The results showed that marital adjustments for couples during their first three years of marriage and working in Bandung is that 46% have different feelings, 30% are uncomfortable, and 24% are comfortable.

Based on these results, the research can be used to adjust marriages later for couples who will soon marry and continue to work, especially the level of comfort with the critical hostility aspect, which can be hard to accomplish.

Lastly, the advice to marriage counselors; this research can be used as a consideration when presenting a visualization to couples who are or will be married and working to resolve a difficult marital aspect. The researcher also advises further research into aspects of trust and interest-care which contradicts with Laswell Theory (1987) on couples who are uncomfortable.


(3)

DAFTAR ISI JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 13

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 13

1.3.1 Maksud Penelitian ... 13

1.3.2 TujuanPenelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 13

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 13

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 14

1.5 Kerangka Pikir ... 14


(4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pernikahan ... 23

2.2 Tugas Perkembangan ... 23

2.2.1 Tugas Perkembangan Sebagai Suami ... 24

2.2.2 Tugas Perkembangan Sebagai Istri ... 24

2.2.3 Tugas Perkembangan Komplementari dan Conflicting ... 24

2.2.4 Tugas Perkembangan Keluarga dari Pasangan Menikah... ... 24

2.3 Marital Adjustment ... 25

2.3.1 Marital Adjustment Scale ... 28

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan ... 29

2.4 Masa Dewasa ... 31

2.4.1 Masa Dewasa Awal ... 31

2.5 Pasangan Menikah yang Keduanya Bekerja ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 35

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 35

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 36

3.3.1 Variabel Penelitian ... 36

3.3.2 Definisi Operasional ... 36

3.4 Alat ukur ... 37

3.4.1 Jenis Alat Ukur ... 38

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 40

3.4.3 Validitas dan Reabilitas Alat Ukur ... 40


(5)

3.5.1 Populasi Sasaran ... 41

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 41

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 42

3.6 Teknik Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 43

4.2 Hasil Penelitian ... 43

4.2.1 Data Marital adjustment dalam pernikahan ... 43

4.2.2 Gambaran tabulasi silang antara Marital adjustment dengan penghasilan ... 44

4.2.3 Gambaran tabulasi silang antara Marital adjustment dengan usia ... 45

4.2.4 Gambaran tabulasi silang antara Marital adjustment dengan budaya ... 45

4.3 Pembahasan ... 46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

5.2.1 Saran Teoritis ... 53

5.2.2 Saran Praktis ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

DAFTAR RUJUKAN ... 55 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir ... 21 Bagan 3.1 Prosedur Penelitian ... 35


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.4 Rincian Alat Ukur ... 37

Tabel 3.4.1 Bobot nilai setiap item ... 38

Tabel 3.4.2 Kategori kriteria penilaian ... 39

Tabel 4.2.1 Gambaran Marital adjustment Pasangan ... 43

Tabel 4.2.2 Tabulasi silang antara Marital adjustment dengan penghasilan ... 44

Tabel 4.2.3 Tabulasi silang antara Marital adjustment dengan usia ... 45


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Kuesioner Marital Adjustment

Lampiran II : Kisi – Kisi Alat Ukur Marital Adjustment

Lampiran III : Hasil Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Marital Adjustment Lampiran IV : Hasil Data Marital Adjustment


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang masalah

Salah satu tugas perkembangan individu di masa dewasa awal adalah menikah. Individu pada masa ini biasanya telah bekerja dan mulai membangun kemandirian secara ekonomi, juga mulai memasuki kehidupan pernikahan yang diikuti dengan rencana memiliki keturunan. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Levinson (1978 dalam Lamanna, 1985) bahwa dari sekitar usia 20 hingga 28 tahun, individu mulai mengambil peran orang dewasa dan masyarakat mengharapkan tanggung jawab dari mereka. Biasanya mereka membuat pilihan pertama mereka untuk pekerjaan atau karier dan identitas keluarga, membangun diri sebagai seorang pekerja atau seorang profesional, suami atau istri, dan seringkali sebagai orangtua.

Menurut Santrock (2012), masa dewasa terbagi menjadi tiga tahapan. Tahap pertama disebut masa dewasa awal (young adulthood), tahap kedua disebut masa dewasa madia (middle adulthood), dan tahap ketiga disebut masa dewasa akhir (late adulthood). Masa dewasa awal dimulai dari usia dua puluh hingga empat puluh tahun. Masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja, menjalin hubungan percintaan, dan terkadang menyisakan waktu untuk kegiatan lainnya. Individu pada tahap dewasa awal dianggap sudah memiliki kestabilan emosi, sehingga dianggap tepat untuk mulai menetapkan pasangan, menjalin hubungan dekat dengan pasangan, memutuskan untuk menikah, dan membentuk sebuah keluarga.

Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Pernikahan tahun 1974 pasal 1). Pernikahan juga adalah suatu hubungan yang


(10)

melibatkan emosi dan komitmen legal di antara dua orang untuk berbagi emosi dan kedekatan fisik, tugas-tugas, dan pembagian penghasilan ekonomi (Olson & DeFrain, 2005). Pernikahan juga dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diketahui secara sosial antara seorang pria dan wanita untuk melakukan hubungan seksual, bereproduksi (memiliki anak) dan membuat pembagian tugas (Duval & Miller, 1985).

Serupa dengan tahap-tahap perkembangan individu, pernikahan juga melalui tahapan-tahapan yang disebut marital life cycle (Laswell & Laswell, 1987). Pernikahan adalah transisi yang paling sulit dari yang kebanyakan pasangan antisipasi, seringkali karena pasangan mengharapkan pernikahan adalah sesuatu yang lebih mudah dan tidak jauh berbeda dari masa berpacaran (Olson & DeFrain, 2005).

Salah satu alasan utama pasangan yang baru menikah mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan pernikahannya pada awalnya adalah karena mereka biasanya idealis. Kehidupan sebelum menikah seringkali diisi dengan fantasi dan mitos, terutama pemikiran bahwa pasangan akan mengubah sifat yang tidak diinginkan setelah menikah. Sayangnya, pernikahan tidak mengubah individu atau membuat seseorang lebih mudah untuk mengubah pasangannya. Pada kenyataannya, pernikahan seringkali memerbesar sifat yang tidak diinginkan (Olson & DeFrain, 2005).

Usia pernikahan tiga tahun ke bawah dapat dikatakan masih tergolong baru dalam suatu pernikahan. Masa awal pernikahan antara satu sampai tiga tahun merupakan masa krisis yang menentukan keberhasilan pernikahan. Pada masa ini pasangan suami istri menghadapi dan menjalani semua tuntutan dalam berumah tangga (Duvall,1977).

Dalam pernikahan ada tuntutan khusus sebagai suami istri. Tuntutan tersebut dirasakan lebih ‘berat’ di lima tahun pertama usia pernikahan. Menurut Tiwin Herman, M. Psi, seorang direktur utama lembaga konsultan psikologi, Psiko Utama, pernikahan adalah komitmen dari sepasang insan untuk saling menyesuaikan diri secara terus-menerus.


(11)

3

Serangkaian konflik yang khas, biasanya muncul di tahun-tahun tertentu pernikahan (www.nasional.kompas.com, diakses pada tanggal 8 Juli 2011).

Penyesuaian adalah hal yang sangat penting; apabila pasangan tidak dapat menyesuaikan diri maka akan terjadi masalah. Konflik yang terjadi pada pasangan menikah yang keduanya bekerja pada usia pernikahan tiga tahun pertama adalah baik istri maupun suami tidak dapat benar-benar melepaskan diri dari perannya yang biasanya menempatkan tanggung jawab domestik yang lebih besar kepada istri (Laswell, 1987).

Seorang suami dan istri diharapkan dapat menjalankan perannya dengan baik sehingga akan mendapat rasa hormat dari pasangannya dan penghargaan dari orang lain. Apabila tidak dapat menjalankan perannya dengan baik, maka mereka akan mendapatkan kritik dari pasangannya dan orang lain (Duvall, 1977)

Menurut Adriana S. Ginanjar, psikolog dari Universitas Indonesia dalam buku Mari

Bicara, tantangan sering muncul dalam awal pernikahan. Masalah terumum adalah dalam

penyesuaian diri terhadap peran baru sebagai suami dan istri. Bukan hal mudah dalam menyesuaikan diri, karena akan ada perbedaan dari kebiasaan sehari-hari, harapan terhadap pernikahan, cara berkomunikasi, serta nilai-nilai kehidupan (www.female.kompas.com, diakses pada tanggal 6 Juni 2011). Kesulitan menyesuaikan diri dalam pernikahan dapat berujung pada perceraian. Angka penceraian di kota Bandung semakin hari semakin tinggi. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan angka perceraian nasional hingga 70 persen. Ada tiga daerah tercatat memiliki tingkat perceraian paling tinggi. Bandung menempati urutan pertama. Berdasarkan data Pengadilan Tinggi (PT) tahun 2010, angka perceraian mencapai 84.084 perkara. Angka tersebut naik 100 persen lebih dibanding tahun sebelumnya sebanyak 37.523 perkara. Rincian penyebab perceraian adalah sebanyak 33.684 perceraian akibat faktor


(12)

ekonomi, 25.846 perkara tidak ada keharmonisan, dan 17.348 perkara tidak ada tanggungjawab (www.republika.co.id, diakses pada tanggal 2 Februari 2014).

Menurut Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kantor Kementerian Agama Kota Bandung, Drs. H. Ali Abdul Latief M.Si saat ditemui "galamedianews.com", tingginya tingkat perceraian di kota Bandung harus mampu dicegah oleh para pengurus BP4 (Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan). Hal ini, mengingat berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Bandung, jumlah perkara yang masuk pada tahun 2013 sebanyak 5.134 perkara, Tahun 2014 jumlah perkara naik jadi 5.684 perkara. Sedangkan, perkara yang menyebabkan cerai 2013 sebanyak 4.571, naik pada 2014 menjadi sebanyak 4.926 perkara (m.galamedianews.com, diakses pada tanggal 27 Oktober 2015).

Saat ini perkembangan dunia pendidikan dan pekerjaan yang semakin maju membuat pria dan wanita sama-sama memunyai kesempatan untuk mengembangkan karier dan pekerjaan. Sejak semakin banyak wanita yang memunyai pendidikan tinggi dan bekerja, semakin banyak pula pasangan menikah yang keduanya bekerja. Pada masa lalu, wanita dituntut untuk hanya menjadi ibu rumah tangga. Mereka tidak diijinkan mengambil pendidikan yang tinggi, apalagi bekerja di luar rumah. Dalam rangka emansipasi wanita, hak-hak wanita pun meluas. Saat ini wanita dapat menempuh pendidikan setinggi-tingginya, di samping itu dapat pula bekerja di luar rumah.

Penelitian menunjukkan bahwa penghasilan meningkatkan rasa percaya diri pada istri, meningkatkan kekuatan dan pengaruh pada keputusan bersama pasangannya. Beberapa istri mengatakan dirinya bekerja agar merasa mandiri karena memiliki penghasilan sendiri. Alasan lainnya adalah karena tidak suka akan pekerjaan rumah dan merasa memiliki talenta dan kemampuan untuk dimanfaatkan agar lebih menguntungkan. Adapula istri yang bekerja karena diharuskan bekerja, bukan karena dirinya yang menginginkannya. Dengan meningkatnya inflasi, beberapa wanita yang ingin tinggal di rumah menilai tidak dapat


(13)

5

mengandalkan upah yang dihasilkan oleh suami sehingga mengharuskannya membantu keluarga secara ekonomi (Lamanna, 1995). Sekarang ini sudah menjadi hal yang umum bahwa wanita turut bekerja guna membantu keuangan keluarga, bahkan ada pula istri yang menjadi sumber utama pencari nafkah bagi keluarga. Pekerjaan yang ditawarkan kepada wanita semakin beragam dan menuntut jam kerja serta kemampuan yang tinggi pula. Akibatnya waktu yang tersedia untuk mengurus rumah tangganya menjadi berkurang.

Konflik antara pekerjaan dan rumah tangga merupakan konflik yang menjadi efek dari perubahan demografi masyarakat. Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong terjadinya konflik antara pekerjaan dan kehidupan rumah tangga. Penelitian dari Berk et al, dalam Gutek (1991) menemukan bahwa wanita cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dalam hal urusan keluarga sehingga wanita dilaporkan lebih banyak mengalami konflik dengan pekerjaan. Sebaliknya, pria cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk menangani urusan pekerjaan daripada wanita sehingga pria dilaporkan lebih banyak mengalami konflik rumah tangga (www.psychologymania.com, diakses pada tanggal 30 Juni 2013).

Konflik antara pekerjaan dan rumah tangga dapat berujung pada kekerasan rumah tangga. Kekerasan yang kerap terjadi dalam rumah tangga selama ini adalah dikarenakan kuatnya dorongan maskulinitas tradisional, yang mengakibatkan kebanyakan pria terjerat dalam konstruksi sosial masyarakat yang patriarki. Pria yang terjerat dalam konstruksi sosial patriarki ini kerap tidak kuat menanggung rasa malu atas kegagalannya, menanggung beban sosial yang dirasakan berat. Dalam konstruksi masyarakat patriarki, beban sosial pria adalah harus tampil kuat, jantan, mampu secara ekonomi dan bentuk-bentuk maskulinitas tradisional lainnya. Tidak heran bila kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terus saja terjadi, pelakunya kebanyakan pria, yang dominan dalam hubungan rumah tangga. Sementara


(14)

dari pihak perempuan yang kebanyakan menjadi korban biasanya enggan melaporkan tindakan ini atau menutup rapat kasus yang dialaminya (www.jurnalperempuan.org, diakses pada tanggal 2 Februari 2014).

Sebelum menikah, setiap pasangan sebelumnya tidak merasakan bagaimana penyesuaian yang akan dilakukan karena individu masih hidup terpisah sekaligus memiliki waktu tersendiri untuk dihabiskan bersama pasangan. Setelah menikah, peran yang dijalankan akan bertambah, yaitu sebagai suami atau istri, bagian dari keluarga besar kedua belah pihak, dan sebagai pekerja. Keluarga yang dikelola oleh suami istri yang sama-sama bekerja membutuhkan banyak penyesuaian. Bila suami istri sepakat untuk sama-sama bekerja, perlu ada komitmen dalam pengaturan keuangan, pembagian tugas rumah tangga, pembagian waktu untuk keluarga, agar masih ada waktu untuk pasangan, dan atau keluarga (www.wanita.sabda.org,diakses pada tanggal 20 Februari 2012).

Salah satu keuntungan yang dirasakan apabila pasangan suami istri yang bekerja berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan pernikahan adalah dukungan emosional dari pasangan ketika salah satu pribadi memunyai masalah. Selain itu penghasilan yang diperoleh dari kedua belah pihak dapat menguatkan ekonomi keluarga. Tapi di sisi lain, kekurangan yang dirasakan adalah apabila waktu bekerja tidak fleksibel sehingga berpeluang mengganggu kegiatan bersama keluarga ataupun kadang-kadang kegiatan bersama keluarga justru mengganggu waktu kerja. Apabila suami istri dapat membagi tigas di rumah secara sama rata sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa memiliki pekerjaan yang lebih berat, dapat membuat kedua pihak merasa nyaman. Sebaliknya, apabila pembagian tugas rumah tangga tidak merata menyebabkan salah satu pihak, umumnya istri, merasa suaminya menghambat perkembangan kariernya dengan tidak bersedia membantu mengerjakan tugas rumah tangga (Olson & DeFrain, 2005).


(15)

7

Sebuah keluarga yang memosisikan istri sebagai ibu rumah tangga, maka sebagai ibu rumah tangga istri diharapkan harus mampu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan sebaik-baiknya, mengatur keuangan keluarga dan secara terorganisir dapat memenuhi kebutuhan pasangan (Duval & Miller, 1985).

Marital adjustment menurut Marcia Lasswell dan Thomas Lasswell (dalam Laswell,

1987) berarti pencapaian derajat kenyamanan dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan, memberi dan menerima. Enam aspek yang menjadi dasar kenyamanan dalam sebuah hubungan, yaitu empathy (kemampuan untuk menempatkan diri di posisi orang lain dan berusaha untuk memahami apa yang dirasakan oleh mereka), spontaneity (dapat menjadi diri sendiri tanpa dijaga atau dihambat), trust (dapat mengandalkan satu sama lain dan mengetahui masing-masing pihak jujur), interest-care (merasakan diri dicintai dan mencintai, diperhatikan dan memperhatikan, tertarik pada pasangan dan menarik untuk pasangannya), respect (menjunjung tinggi dan percaya pada integritas dan hak untuk menjadi unik), critical hostility (aspek negatif dalam kenyamanan, menunjukkan bahwa individu tidak dihargai atau dihormati).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang pasangan yang usia pernikahannya tiga tahun ke bawah dan keduanya bekerja, pada aspek empathy ditemukan 20% pasangan mengatakan bahwa mereka memahami satu sama lain. Pihak istri mengatakan bahwa setiap kali mereka pulang dari kantor dan merasa lelah, suami dapat memahami jika istri tidak langsung menyiapkan makanan. Istri juga memahami apabila suami merasa lelah saat pulang kantor, suami biasanya tidak akan langsung mandi melainkan menonton televisi atau berbaring terlebih dahulu dan istri menyiapkan minuman hangat untuk suami. Pihak suami memiliki penghayatan yang sama terhadap apa yang dirasakan oleh pihak istri.

Sebanyak 70% pasangan mengatakan bahwa keduanya masih belum saling memahami satu sama lain. Pihak istri mengatakan sering merasa kesal apabila sedang merasa lelah


(16)

sepulang dari kantor, suami tetap menuntutnya menyiapkan makan malam. Para istri memandang dirinya terkadang memahami kelelahan pihak suami, sehingga akan memahami dan membiarkan suami istirahat terlebih dahulu. Pihak suami mengatakan bahwa mereka merasa kesal apabila istri terlihat bermalas-malasan sepulang dari kantor dan tidak menyiapkan makan malam atau membereskan pekerjaan rumah tangga lainnya. Suami memandang diri mereka cukup memaklumi apabila sekali-sekali istri merasa lelah sepulangnya dari kantor sehingga karenanya tidak memasak atau melakukan pekerjaan rumah. Akan tetapi apabila itu berlangsung hampir setiap hari dilakukan oleh istrinya maka, suami menilai bahwa istri tidak menjalankan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.

Sepuluh persen pasangan yang disurvei memiliki perbedaan dalam memahami peran sebagai suami dan istri. Pihak istri memandang apabila dirinya lelah sepulang dari kantor ingin diberi kesempatan untuk beristirahat terlebih dahulu atau memesan makanan dari luar. Menurutnya, yang terpenting adalah tetap menyiapkan makanan dan pakaian kantor untuk suaminya. Menurut pihak istri, apabila suami tidak berkomentar berarti pihak suami memahaminya. Pihak suami berpendapat bahwa istrinya kurang bertanggung jawab menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga walaupun setiap pagi telah menyiapkan makanan dan pakaian kantor. Bagi suami sekalipun istri sibuk di kantor, istri tetap berkewajiban menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Pada aspek spontaneity ditemukan 40% pasangan masih belum dapat menjadi diri sendiri tanpa dikekang atau dihambat. Pihak istri mengatakan bahwa mereka selalu diminta untuk memberikan laporan kegiatannya kepada suami, tetapi di sisi lain istri tidak selalu meminta suami untuk memberitahu ke mana suaminya pergi. Pihak suami mengatakan kekurangsukaannya jika istri mengatur hobi dan pertemanan suami. Menurut suami adalah hal yang wajar jika suami meminta istri untuk selalu memberi kabar apa yang dilakukan dan adalah wajar jika suami mengetahui ke mana istri pergi.


(17)

9

Sebanyak 60% pasangan lainnya memiliki perbedaan dalam menjadi diri sendiri tanpa merasa dikekang atau dihambat. Pihak istri mengatakan bahwa suami memberinya kebebasan untuk berteman dengan siapa pun. Sebaliknya menurut pandangan istri, dirinya juga melakukan hal yang sama, yaitu memberi kebebasan kepada suami untuk berteman dengan siapa pun. Dari pihak suami diperoleh keterangan bahwa mereka memberi kebebasan kepada istri karena menyadari bahwa istri juga membutuhkan lingkungan sosial yang mendukung. Menurut suami, dirinya tidak suka bila istri mengatur hobinya, seperti bermain catur atau menonton pertandingan sepakbola bersama teman.

Pada aspek trust ditemukan 50% pasangan yang mengatakan bahwa mereka saling memercayai. Pihak istri mengatakan bahwa dirinya mempercayai suami dalam hal pekerjaan. Menurut istri, suami dapat mempercayai dirinya mengenai keuangan dan kebutuhan rumah tangga. Pihak suami mengatakan bahwa mereka mempercayai istri mengenai pekerjaan dan urusan rumah tangga. Menurut suami, mereka memberikan kepercayaan kepada istri karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban seorang istri untuk mengatur rumah tangga.

Sebesar 40% pasangan mengatakan bahwa mereka masih belum bisa saling mempercayai. Pihak istri mengatakan bahwa mereka curiga kepada suami apabila suami memiliki rekan kerja wanita. Menurut istri, mereka dapat dipercayai karena tidak memiliki rekan kerja laki-laki. Pihak suami mengatakan bahwa mereka curiga kepada istri mengenai keuangan rumah tangga, karena terkadang istri membeli pakaian, tas atau sepatu baru selain kebutuhan rumah tangga. Menurut suami, mereka memberikan kepercayaan kepada istri untuk mengatur keuangan rumah tangga namun tidak untuk dihambur-hamburkan.

Sepuluh persen pasangan memiliki perbedaan dalam hal bergantung kepada satu sama lain dengan dasar kepercayaan dan kejujuran. Pihak istri mengatakan bahwa mereka dapat bergantung kepada suami dan berbagi mengenai permasalahan yang ia hadapi. Menurut pandangan istri, mereka dapat dipercaya oleh suami mengenai hal apa pun. Pihak suami


(18)

mengatakan bahwa mereka tidak selalu percaya kepada istri, ada hal-hal yang menurut suami tidak perlu dibicarakan kepada istri. Menurut suami, mereka dapat dijadikan tempat bagi istri untuk bergantung.

Pada aspek interest-care ditemukan 50% pasangan yang merasakan diri dicintai dan mencintai, diperhatikan dan memperhatikan, disukai dan menyukai pasangan. Pihak istri mengatakan bahwa mereka selalu menyiapkan kejutan kecil untuk suami seperti menyiapkan makan malam yang mewah. Menurut istri, suami juga memberikan perhatian yang sama kepada mereka seperti memberikan bunga atau jalan-jalan ke suatu tempat wisata. Pihak suami mengatakan bahwa mereka menyiapkan kado kecil bagi istri sebagai bentuk perhatian kepada istri. Menurut suami, istri juga melakukan hal yang sama bagi mereka dengan memasak makan malam yang enak atau sekadar memijat dan menanyakan apa yang telah dialami di kantor.

Sebanyak 30% pasangan mengatakan mereka belum merasakan diri dicintai dan mencintai, diperhatikan dan memperhatikan, disukai dan menyukai pasangan. Pihak istri mengatakan bahwa suami kurang memperhatikan mereka karena sibuk dan istri mengatakan hal itu adalah wajar. Menurut istri, mereka tidak terlalu menunjukkan perhatian kepada suami karena merasa canggung. Pihak suami mengatakan bahwa istri mereka tidak menunjukkan perhatian kepada suami karena mereka adalah orang yang pemalu. Menurut suami, mereka tidak menunjukkan perhatian kepada istri karena mereka merasa canggung dan seringkali sibuk di kantor.

Sebanyak 20% pasangan mengatakan bahwa mereka masih belum terlalu menunjukkan perhatian kepada suami karena merasa canggung. Pihak istri mengatakan bahwa suami jarang memberikan perhatian kepada mereka. Menurut istri, mereka selalu memberikan perhatian kepada suami dengan menanyakan hal-hal yang sepele seperti makan siang dan apa kesibukan di kantor. Pihak suami mengatakan bahwa tidak terlalu


(19)

11

memperhatikan istri adalah hal yang wajar. Menurut suami, istri pun tidak selalu menunjukkan perhatian kepada mereka dalam bentuk fisik seperti memberi pelukan atau ciuman.

Pada aspek respect ditemukan 70% pasangan memiliki rasa saling menghormati dan keyakinan pada ketulusan dan keunikan pasangan. Pihak istri mengatakan bahwa mereka menghargai kelebihan dan kekurangan suami. Menurut istri, suami dapat menerimanya apa adanya. Pihak suami mengatakan bahwa mereka menerima dan menghargai istri. Menurut suami, istri pun dapat menghargai mereka sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga.

Sebesar 20% pasangan mengatakan bahwa mereka kurang memiliki rasa saling menghormati dan keyakinan pada ketulusan dan keunikan pasangan. Pihak istri mengatakan bahwa suami terkadang meremehkan pola pikir istri. Menurut istri, mereka menerima keputusan suami. Pihak suami mengatakan bahwa mereka merasa tidak cocok dengan pola pikir dan latar belakang pendidikan istri. Menurut suami, mereka memiliki cara berpikir yang lebih baik daripada istri.

Sepuluh persen pasangan memiliki perbedaan dalam rasa saling menghormati dan keyakinan pada ketulusan dan keunikan pasangan. Pihak istri mengatakan bahwa mereka menghormati suami dan menghargai keputusan suami. Menurut istri, cara berpikir suami lebih matang dibandingkan istri. Pihak suami mengatakan bahwa ia merasa lebih tinggi dari istri, hal ini dikarenakan posisi suami sebagai kepala rumah tangga. Menurut suami, istri terkadang tidak menghormati keputusan suami sebagai kepala rumah tangga.

Pada aspek critical hostility ditemukan 50% pasangan tidak menunjukkan dirinya tidak dihargai atau dihormati. Pihak istri mengatakan bahwa mereka tidak pernah membentak kepada suami. Menurut istri, suami pun tidak pernah berkata kasar. Pihak suami mengatakan bahwa mereka tidak pernah bersikap kasar kepada istri. Menurut suami, istri tidak pernah membuat mereka merasa tidak dihormati.


(20)

Sebesar 40% pasangan menunjukkan bahwa mereka merasa tidak dihargai atau dihormati. Pihak istri mengatakan bahwa apabila suami mulai marah dan berkata dengan nada tinggi, istri tidak akan mengacuhkan suami. Menurut istri, mereka tidak pernah membalas perkataan suami, tetapi mendiamkannya hingga perasaan kesal yang dirasakan hilang. Pihak suami mengatakan bahwa istri lebih sering tidak mengacuhkan suami saat mereka memiliki perbedaan pendapat. Menurut suami, mereka terkadang berkata dengan nada tinggi agar istri mengacuhkan mereka.

Sepuluh persen pasangan memiliki perbedaan pandangan dalam hal perasaan dihargai atau dihormati. Pihak istri mengatakan bahwa ia tidak pernah berkata kasar kepada suami. Menurut istri, suami seringkali membentak apabila suami tidak menyukai sesuatu yang dilakukan oleh istri. Pihak suami mengatakan bahwa ia membentak istri karena terkadang istri melakukan hal yang tidak disukai oleh suami berulang kali. Menurut suami, istri seringkali melakukan kesalahan atau kekeliruan yang sama sehingga hal tersebut membuat suami menjadi marah.

Ketika terjadi perbedaan penghayatan antara suami dan istri muncul rasa kesal karena merasa tidak dipahami, tidak diberi kebebasan, tidak diberi kepercayaan, tidak dihormati, tidak dicintai dan selalu dikritik oleh pasangannya. Timbul juga konflik di mana suami menginginkan istri untuk berhenti bekerja saja dan menjadi ibu rumah tangga, begitu pula dengan istri yang ingin berhenti bekerja namun masalah keuangan dalam keluarga tidak akan tercukupi apabila ia berhenti bekerja.

Jadi, marital adjustment berdasarkan survei awal yang diperoleh, ditemukan bahwa pasangan memiliki masalah penyesuaian diri dalam pernikahan, yaitu pada aspek emphaty,

spontaneity, trust, interest-care, respect, dan critical hostility. Kehidupan pernikahan pada


(21)

13

peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran mengenai marital adjustment pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung.

1.2 Identifikasi masalah

Seperti apa gambaran marital adjustment pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung.

1.3 Maksud dan tujuan penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran marital adjustment pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kenyamanan dalam marital

adjustment dan kaitannya dengan faktor-faktor yang memengaruhi marital adjustment pada

pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung.

1.4 Kegunaan penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

Memberikan informasi mengenai gambaran marital adjustment pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja di kota Bandung ke dalam bidang ilmu Psikologi Keluarga.


(22)

 Memberikan masukan bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai marital adjustment.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberi informasi kepada pasangan suami istri mengenai marital adjustment agar dapat memahami kehidupan pernikahan dan aspek-aspek yang perlu ditingkatkan pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja.  Memberi informasi kepada konselor pernikahan mengenai marital adjustment

sebagai masukan untuk merancang konseling pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja.

1.5 Kerangka pemikiran

Menurut Santrock (2012), masa dewasa awal ialah periode perkembangan yang bermula pada usia 20 tahun dan berakhir pada usia 40 tahun. Masa dewasa awal merupakan masa untuk bekerja, menjalin hubungan percintaan, dan terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Masa dewasa awal merupakan waktu bagi pria dan wanita untuk membangun sebuah relasi yang intim dengan lawan jenisnya secara emosional dan mendalam, serta mewujudkannya dalam suatu pernikahan.

Pernikahan merupakan ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU Pernikahan tahun 1974 pasal 1). Pada umumnya, seorang individu akan menikah dengan individu yang memiliki banyak kesamaan dengannya baik itu kesamaan


(23)

15

sikap, perilaku, karakteristik kepribadian, nilai-nilai, gaya hidup, daya tarik fisik, maupun yang lain (Santrock, 2012).

Pernikahan adalah titik transisi yang berperan penting bagi pasangan yang menikah untuk pertama kalinya. Hal ini melibatkan perpindahan dari keluarga asal mereka dan orientasi dari tahap perkembangan mereka untuk hubungan suami istri yang belum familier bagi mereka. Pada tahap ini suami dan istri berkonsentrasi memberikan perhatian pada hubungan interpersonal mereka dalam pernikahan dan tujuan utama mereka untuk menyesuaikan kehidupan sebagai pasangan yang telah menikah (Duvall, 1977).

Peran pernikahan dapat diartikan sebagai tingkah laku yang diharapkan dari suami dan istri. Seorang suami diharapkan dapat menjadi seorang pencari nafkah, mitra seks, teman, dan orang terpercaya. Suami yang menjalankan perannya dengan baik akan mendapat rasa hormat dari istrinya dan penghargaan dari orang lain. Seorang istri diharapkan untuk dapat menjalankan perannya sebagai pengurus rumah, berbelanja, memasak, mencuci baju, mitra seks, teman, orang terpercaya, dan pengelola keuangan keluarga. Suaminya, tetangganya, dan orang lain akan mengkritiknya jika keluarganya terbengkalai. Jika ia menjalankan perannya dengan baik, suami, keluarga, dan temannya akan menyebutnya sebagai istri yang baik (Duvall, 1977).

Pasangan menikah yang keduanya bekerja, saat ini adalah sebuah fenomena yang berkembang. Pria memiliki reaksi yang bervariasi terhadap istri yang bekerja. Pria dengan

self-image yang negatif akan membenci pekerjaan istrinya dan merasa iri pada kapasitas

istrinya dalam membuahkan penghasilan. Suami yang memiliki pendidikan yang lebih rendah biasanya bersedia untuk berbagi pekerjaan rumah tangga dibandingkan dengan suami yang memiliki pendidikan tinggi. Secara umum, suami dari istri yang bekerja merasa lebih bahagia dan memiliki lebih banyak teman untuk bersosialisasi (Duvall, 1977).


(24)

Pernikahan pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja masih melakukan penyesuaian terhadap dirinya dan pasangan dalam menjalani peran yang baru, yaitu sebagai suami atau istri. Penyesuaian pada pasangan dilihat untuk mengetahui bagaimana penyesuaian itu dapat dilakukan oleh keduanya berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada marital adjustment.

Laswell (1987) mengartikan marital adjustment sebagai pencapaian derajat kenyamanan dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan, memberi dan menerima – yang dalam penelitian ini pada pasangan menikah yang keduanya bekerja. Sebuah skala yang mengukur derajat kenyamanan tersebut didasarkan pada enam aspek yang menjadi dasar kenyamanan dalam sebuah hubungan (Haun dan Stinnett, 1974 dalam Laswell, 1987), yaitu empathy,

spontaneity, trust, interest-care, respect, critical-hostility.

Empathy adalah kemampuan untuk menempatkan diri di posisi suami atau istri dan

berusaha untuk memahami apa yang dirasakan oleh mereka. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja akan merasa nyaman apabila keduanya dapat memahami kebutuhan dan kondisi satu sama lain. Misalnya apabila istri belum menyiapkan makan malam karena merasa lelah, suami dapat memahaminya. Apabila suami pulang terlambat karena lembur, istri dapat memahaminya. Jika pasangan tidak dapat memahami kebutuhan dan kondisi satu sama lain akan menyebabkan rasa tidak nyaman. Misalnya suami tetap menuntut dibuatkan makan malam sehingga istri merasa kesal atau istri marah ketika suami pulang terlambat sehingga suami merasa kesal. Pasangan juga bisa memiliki perbedaan penghayatan dalam aspek empathy, yaitu ketika suami atau istri merasa bahwa mereka mampu memahami pasangannya, namun pasangannya tidak menghayati hal yang sama.

Spontaneity adalah dapat menjadi diri sendiri tanpa dikekang atau dihambat. Pasangan


(25)

17

apabila keduanya saling memberi kebebasan dan tanggung jawab kepada pasangannya untuk beraktivitas seperti melakukan kegiatan sosial, berkumpul bersama teman, memiliki usaha, dan kegiatan lain tanpa dirinya. Jika pasangan memiliki derajat spontaneity yang rendah, akan menyebabkan rasa tidak nyaman. Misalnya istri selalu mengikuti kemana pun suaminya pergi sehingga membuat suami merasa risih atau suami selalu menghubungi istri setiap saat untuk mengecek keberadaan istri sehingga istri merasa selalu diawasi. Pasangan juga bisa memiliki perbedaan penghayatan dalam aspek spontaneity, yaitu ketika suami atau istri merasa bahwa mereka sudah memberi kebebasan kepada pasangannya, namun pasangannya tidak menghayati hal yang sama.

Trust adalah dapat mengandalkan satu sama lain dan mengetahui masing-masing pihak

jujur. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja merasa nyaman apabila keduanya memiliki rasa saling percaya, terbuka, dan bisa berbagi kepada satu sama lain. Sebaliknya, jika pasangan memiliki derajat trust yang rendah, akan menyebabkan rasa tidak nyaman. Misalnya istri selalu curiga kepada rekan kerja wanita suaminya sehingga suami merasa istri terlalu berlebihan atau suami tidak mempercayakan keuangan keluarga kepada istri sehingga istri merasa kesal. Pasangan juga bisa memiliki perbedaan penghayatan dalam aspek trust, yaitu ketika suami atau istri merasa bahwa mereka percaya pada pasangannya dan pasangannya bisa mempercayai mereka, namun pasangannya tidak menghayati hal yang sama.

Interest-care adalah merasakan diri dicintai dan mencintai, diperhatikan dan

memperhatikan, tertarik pada pasangan dan menarik untuk pasangannya. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja akan merasa nyaman apabila keduanya merasa bahwa dirinya dicintai dan mencintai, diperhatikan dan memperhatikan, serta disukai dan menyukai pasangan melalui tindakan yang menunjukkan bentuk perhatian dan kasih sayang. Sebaliknya, jika pasangan memiliki derajat interest-care yang rendah, akan


(26)

menyebabkan rasa tidak nyaman. Misalnya suami atau istri tidak menunjukkan perhatian secara verbal atau pun fisik, seperti mengungkapkan rasa sayang dan memeluk pasangan sehingga hal tersebut membuat suami/istri merasa bahwa pasangannya tidak mencintai mereka. Pasangan juga bisa memiliki perbedaan penghayatan dalam aspek interest-care, yaitu ketika suami atau istri merasa bahwa mereka mencintai dan memberi perhatian kepada pasangannya, namun pasangannya tidak menghayati hal yang sama.

Respect adalah menjunjung tinggi dan percaya pada integritas dan hak untuk menjadi

unik. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja akan merasa nyaman apabila keduanya dapat saling menghormati dalam hal yang berkaitan dengan segala perbedaan meliputi latar belakang, kepribadian, cara berpikir, cara penyelesaian suatu masalah dengan menyesuaikan diri mereka dan menghargai serta menerimanya sebagai keunikan dari pasangannya. Sebaliknya, jika pasangan memiliki derajat respect yang rendah, akan menyebabkan rasa tidak nyaman. Misalnya suami atau istri tidak dapat menerima pasangannya apa adanya sehingga membuat keduanya bersitegang satu sama lain. Pasangan juga bisa memiliki perbedaan penghayatan dalam aspek empathy, yaitu ketika suami atau istri merasa bahwa mereka sudah menghormati pasangannya, namun pasangannya tidak menghayati hal yang sama.

Critical hostility adalah aspek negatif dalam kenyamanan, menunjukkan bahwa individu

tidak dihargai atau dihormati. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama dan keduanya bekerja akan merasa nyaman apabila keduanya menghindari sikap-sikap yang membuat pasangannya merasa tidak dihargai atau dihormati, baik secara verbal maupun non verbal. Sebaliknya, jika pasangan memiliki derajat critical hostility yang tinggi, akan menyebabkan rasa tidak nyaman. Misalnya suami atau istri menunjukkan sikap yang membuat pasangannya tidak dihargai atau dihormati, baik secara verbal maupun non verbal sehingga membuat keduanya sering bertengkar. Pasangan juga bisa memiliki perbedaan


(27)

19

penghayatan dalam aspek critical hostility, yaitu ketika suami atau istri merasa bahwa mereka tidak menunjukkan sikap yang membuat pasangannya tidak dihargai atau dihormati, baik secara verbal maupun non verbal pada pasangannya, namun pasangannya tidak menghayati hal yang sama.

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi marital adjustment dalam suatu hubungan adalah faktor sosial, budaya, dan pribadi (Blood dan Wolfe 1960; Nye dan McLaughlin (1976 dalam Laswell 1987). Faktor sosial meliputi latar belakang pendidikan dan penghasilan. Faktor budaya meliputi budaya dalam pernikahan dan faktor pribadi meliputi usia saat menikah dan jenis kelamin (Burgess & Locke, 1971 www.gunadarma.ac.id, diakses pada tanggal 16 April 2013).

Latar belakang pendidikan dapat berpengaruh pada marital adjustment pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja lebih mudah menyesuaikan diri apabila keduanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan setara. Sebaliknya, jika pasangan memiliki tingkat pendidikan yang tidak setara, akan menyebabkan kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam pernikahan karena kemampuan dalam menyelesaikan suatu masalah dan pola pikir dalam memandang permasalahan akan berbeda.

Penghasilan suami dan istri dapat berpengaruh pada marital adjustment pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja lebih mudah menyesuaikan diri apabila keduanya memiliki jumlah penghasilan yang tinggi dan mencukupi kehidupan dalam rumah tangga. Sebaliknya, pasangan yang memiliki jumlah penghasilan yang kurang mencukupi kehidupan dalam rumah tangga akan sulit untuk menyesuaikan diri dalam pernikahan.

Budaya dapat berpengaruh pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja, terutama bagi pasangan yang masih menganut pandangan tradisional,


(28)

dimana istri harus dan sepantasnya lebih banyak melakukan pekerjaan rumah. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja lebih mudah menyesuaikan diri apabila suami tidak keberatan dengan peran istri yang bekerja dan tetap bertanggung jawab terhadap perannya sebagai ibu rumah tangga. Sebaliknya, pasangan akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri bila peran istri sebagai ibu rumah tangga akan terbengkalai dikarenakan istri bekerja.

Usia dapat berpengaruh pada marital adjustment pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja. Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja lebih mudah menyesuaikan diri apabila keduanya menikah pada usia yang cukup matang dan selisih usia yang tidak terlalu jauh. Sebaliknya, jika pasangan menikah pada usia dini dan memiliki selisih usia yang berbeda jauh, akan menyebabkan kesulitan dalam menyesuaikan diri.

Jenis kelamin dapat berpengaruh pada marital adjustment pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja. Wanita lebih banyak menemui situasi yang mengharuskan untuk menyesuaikan diri dalam tahap perkembangannya seperti mengalami menstruasi, melahirkan, dan sebagainya. Selain itu wanita dalam konteks budaya timur diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan tugas-tugas rumah tangga yang dimilikinya. Wanita memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk cepat menyesuaikan diri dibandingkan laki-laki dalam pernikahan.


(29)

21

Pasangan yang usia pernikahannya tiga tahun pertama yang keduanya bekerja di

kota Bandung

Marital Adjustment

Aspek Marital Adjustment : a. Empathy

b. Spontaneity

c. Trust

d. Interest-care

e. Respect

f. Critical-hostility

Tidak Nyaman Nyaman

Beda penghayatan

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Faktor-faktor yang memengaruhi

marital adjustment :

1. Sosial

 Latar belakang pendidikan  Penghasilan

2. Budaya 3. Pribadi  Usia


(30)

1.6 Asumsi Penelitian

 Pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja memiliki potensi yang lebih besar untuk memiliki masalah dalam marital

adjustment.

Tingkat kenyamanan marital adjustment pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja ditentukan oleh aspek empathy,

spontaneity, trust, interest-care, respect, critical-hostility.

Faktor-faktor yang memengaruhi marital adjustment pada pasangan dengan usia pernikahan tiga tahun pertama yang keduanya bekerja ialah faktor sosial, budaya, dan pribadi.


(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan simpulan dari penelitian yang telah dilakukan beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai marital adjustment pada pasangan yang keduanya bekerja dengan usia pernikahan kurang atau sama dengan tiga tahun, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 46% pasangan yang berbeda penghayatan, sebanyak 30% pasangan yang tidak nyaman dan sebanyak 24% pasangan yang nyaman terhadap marital adjustment.

2) Pada pasangan yang berbeda penghayatan, aspek yang menonjol pada suami yang nyaman adalah respect sebesar 90% pada kategori tinggi serta pada istri yang tidak nyaman aspek empathy sebesar 100% pada kategori tinggi dan critical hostility sebesar 100% pada kategori rendah. Aspek yang paling banyak pada suami yang merasa tidak nyaman adalah spontaneity sebesar 92,3% pada kategori rendah serta pada istri yang nyaman aspek yang paling menonjol adalah interest-care sebanyak 100% pada kategori tinggi dan critical hostility sebanyak 100% pada kategori rendah. Pada pasangan yang merasa tidak nyaman, aspek spontaneity merupakan aspek yang paling banyak pada suami yaitu sebanyak 93,3% pada kategori rendah serta aspek respect lebih banyak pada istri yaitu sebanyak 100% pada kategori rendah. Pada pasangan yang merasa nyaman, aspek yang paling menonjol pada suami adalah aspek spontaneity dan trust, yaitu


(32)

sebanyak 91,7% pada kategori tinggi serta aspek empathy dan interest-care merupakan aspek yang paling menonjol pada istri, yaitu sebanyak 100% pada kategori tinggi.

3) Marital adjustment memiliki kecenderungan keterkaitan dengan faktor sosial, yaitu pada

faktor penghasilan, faktor budaya dan faktor pribadi, yaitu pada faktor usia.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1) Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk mendalami atau mengobservasi aspek

trust dan interest-care yang bertolak belakang dengan teori Laswell (1987) pada

pasangan yang tidak nyaman.

5.2.2 Saran Praktis

1) Bagi individu yang akan menikah dan masing-masing pihak akan tetap bekerja setelah menikah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan untuk menyesuaikan diri ketika telah menikah nanti terutama dalam aspek critical hostility yang sulit dicapai tingkat kenyamanannya dalam pernikahan.

2) Bagi konselor perkawinan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan ketika memberikan gambaran kepada pasangan yang akan atau telah menikah yang keduanya bekerja dengan mencari tahu aspek yang sulit dicapai dari pasangan tersebut.

3) Bagi responden, penelitian ini dapat digunakan sebagai wawasan untuk menyesuaikan diri dalam pernikahannya.


(33)

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI MARITAL ADJUSTMENT PADA

PASANGAN DENGAN USIA PERNIKAHAN

TIGA TAHUN PERTAMA DAN KEDUANYA BEKERJA

DI KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan untuk menempuh Ujian Sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

Oleh:

WIDY ASTUTI DEWI MITRA SANGHA 0833008

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG


(34)

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Widy Astuti Dewi Mitra Sangha

NRP : 0830037

Faluktas / Jurusan : Psikologi

Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensinya sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 17 tahun 2010.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, 22 April 2016

(Widy Astuti Dewi Mitra Sangha) NRP: 0833008


(35)

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Widy Astuti Dewi Mitra Sangha

NRP : 0833008

Faluktas / Jurusan : Psikologi Dengan ini, menyatakan bahwa

1) Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti noneksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas laporan penelitian saya yang berjudul

Studi Deskriptif Mengenai Marital Adjustment Pada Pasangan dengan Usia Pernikahan Tiga Tahun Pertama dan Keduanya Bekerja di Kota Bandung”

2) Universitas Kristen Maranatha Bandung berhak menyimpan, mengalih mediakan / mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta.

3) Saya bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, 22 April 2016 Yang menyatakan,


(36)

Pujian, hormat, dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi hikmat dan kekuatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Deskiptif Mengenai Marital Adjustment Pada Pasangan dengan Usia Pernikahan Tiga Tahun Pertama dan Keduanya Bekerja di Kota Bandung. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk dapat menempuh sidang sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan diharapkan dapat membantu responden penelitian untuk kedepannya.

Dalam proses penyusunan outline penelitian ini, peneliti banyak mengalami kesulitan baik dalam persiapan maupun pelaksanaannya, namun berkat adanya bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, maka kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik. Oleh sebab itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog, selaku Ketua Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

3. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing, memberi semangat, serta memberi masukan yang sangat berharga. 4. Missiliana R., M.Si., Psikolog, sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan masukan yang sangat berharga, arahan, dan dorongan kepada peneliti. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Bandung yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.

6. Seluruh partisipan yang telah bersedia bekerja sama dan memberikan waktunya untuk sumber data penelitian.


(37)

7. Seluruh staf TU Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu penyelesaian administrasi peneliti selama berkuliah di Universitas Kristen Maranatha.

8. Papa, mama dan adik-adik peneliti (Purnami Dewi Yuniwati, S.E dan Nugroho Wisnu Murti) yang telah memberikan banyak dukungan dan doa kepada peneliti selama ini. 9. Papa Thomas, mama Eileen, Kak Jennifer, dan Kak Michelle yang telah memberikan

doa dan dukungan kepada peneliti.

10. Sean Thomas Kehoe yang meluangkan waktunya untuk menemani dan memberikan banyak perhatian, semangat, serta doa kepada peneliti selama ini.

11. Sahabat-sahabat dekat peneliti Heda Kalenia, S.Psi. dan Devi Monika P. yang selalu memberikan semangat, memberi masukan dan memberi dukungan.

12. Teman-teman peneliti dan semua pihak yang sudah mendukung peneliti selama proses penyusunan laporan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk penelitian yang lebih baik lagi.

Akhir kata, peneliti berharap penelitian ini dapat bermafaat bagi para pembaca dan pihak lain yang memerlukannya.

Bandung, 22 April 2016


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Duvall, Evelyn Millis. 1977. Marriage and Family Development 5th edition. Philadelphia :

J.B. Lippincot Company.

Duvall, Evelyn Millis & Brent C. Miller. 1985. Marriage and Family Development 6th edition.

New York : Harper & Row, Publisher.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing : Design, Analysis, and Use. Massachusetts : Allyn and Bacon.

Kaplan, Robert.M. 2005. Psychological Testing : Principles, Applications, and Issues. USA : Wadsworth Thompson Learning Inc.

Lamanna, Mary Ann & Agnes Riedmann. 1985. Marriages and Families Making Choices

Throughout The Life Cycle 2nd edition. California : Wadsworth Publishing Company.

Laswell, M., and Laswell, T. 1987. Marriage and The Family. California : Wadsworth Publishing Company.

Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Olson, David H. & John DeFrain. 1994. Marriages & Families Intimacy, Diversity, And

Strengths 5th edition. New York : The McGraw-Hill Company.

Santrock, J.W. 1995. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Santrock, J.W. 1995. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid II. Jakarta : Erlangga.


(39)

DAFTAR RUJUKAN

Didi Purwadi. 24/01/2012. Tiga Daerah Paling Banyak Cerai Warganya.

www.republika.co.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2014.

Dr. Vivian A. Soesilo. 1998. Bimbingan Pranikah : Buku Kerja bagi Pasangan Pranikah,

71-76. Diunduh dari http://wanita.sabda.org/suamiistri_bekerja, diakses pada tanggal 20

Februari 2012.

Galamedianews. 18/09/2015. Waduh, di Kota Bandung Setiap Bulan Sebanyak 100 Pasangan

Bercerai. m.galamedianews.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.

Hasan Ramadhan. 12/06//2013. Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga. www.jurnalperempuan.org. Diakses pada tanggal 2 Februari 2014.

NF. 23/01/2010. Usia-usia Pernikahan Rentan Masalah. www.nasional.kompas.com. Diakses pada tanggal 8 Juli 2011.

Nadia Felicia. 02/10/2010. Menghadapi Tantangan di Awal Pernikahan.

www.female.kompas.com. Diakses pada tanggal 6 Juni 2011.

Psychologymania. 2012. Konflik Pekerjaan Keluarga. www.psychologymania.com. Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.


(1)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Widy Astuti Dewi Mitra Sangha

NRP : 0830037

Faluktas / Jurusan : Psikologi

Menyatakan bahwa laporan penelitian ini adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain.

Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya, saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala konsekuensinya sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 17 tahun 2010.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bandung, 22 April 2016

(Widy Astuti Dewi Mitra Sangha) NRP: 0833008


(2)

iv

PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Widy Astuti Dewi Mitra Sangha NRP : 0833008

Faluktas / Jurusan : Psikologi Dengan ini, menyatakan bahwa

1) Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Kristen Maranatha Hak Bebas Royalti noneksklusif (Non-Exclusive Royalty-Free Right) atas laporan penelitian saya yang berjudul

Studi Deskriptif Mengenai Marital Adjustment Pada Pasangan dengan Usia Pernikahan Tiga Tahun Pertama dan Keduanya Bekerja di Kota Bandung”

2) Universitas Kristen Maranatha Bandung berhak menyimpan, mengalih mediakan / mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta.

3) Saya bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Universitas Kristen Maranatha Bandung, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, 22 April 2016 Yang menyatakan,


(3)

v

KATA PENGANTAR

Pujian, hormat, dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi hikmat dan kekuatan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Studi Deskiptif Mengenai Marital Adjustment Pada Pasangan dengan Usia Pernikahan Tiga Tahun Pertama dan Keduanya Bekerja di Kota Bandung. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk dapat menempuh sidang sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan diharapkan dapat membantu responden penelitian untuk kedepannya.

Dalam proses penyusunan outline penelitian ini, peneliti banyak mengalami kesulitan baik dalam persiapan maupun pelaksanaannya, namun berkat adanya bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, maka kesulitan-kesulitan tersebut dapat diatasi dengan baik. Oleh sebab itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Irene Prameswari Edwina, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

2. Lie Fun Fun, M.Psi., Psikolog, selaku Ketua Program Studi S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

3. Dra. Sianiwati S. Hidayat, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing, memberi semangat, serta memberi masukan yang sangat berharga. 4. Missiliana R., M.Si., Psikolog, sebagai pembimbing pendamping yang telah

memberikan masukan yang sangat berharga, arahan, dan dorongan kepada peneliti. 5. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Bandung yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi peneliti.

6. Seluruh partisipan yang telah bersedia bekerja sama dan memberikan waktunya untuk sumber data penelitian.


(4)

vi

7. Seluruh staf TU Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha yang telah membantu penyelesaian administrasi peneliti selama berkuliah di Universitas Kristen Maranatha.

8. Papa, mama dan adik-adik peneliti (Purnami Dewi Yuniwati, S.E dan Nugroho Wisnu Murti) yang telah memberikan banyak dukungan dan doa kepada peneliti selama ini. 9. Papa Thomas, mama Eileen, Kak Jennifer, dan Kak Michelle yang telah memberikan

doa dan dukungan kepada peneliti.

10. Sean Thomas Kehoe yang meluangkan waktunya untuk menemani dan memberikan banyak perhatian, semangat, serta doa kepada peneliti selama ini.

11. Sahabat-sahabat dekat peneliti Heda Kalenia, S.Psi. dan Devi Monika P. yang selalu memberikan semangat, memberi masukan dan memberi dukungan.

12. Teman-teman peneliti dan semua pihak yang sudah mendukung peneliti selama proses penyusunan laporan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk penelitian yang lebih baik lagi.

Akhir kata, peneliti berharap penelitian ini dapat bermafaat bagi para pembaca dan pihak lain yang memerlukannya.

Bandung, 22 April 2016


(5)

54

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Duvall, Evelyn Millis. 1977. Marriage and Family Development 5th edition. Philadelphia :

J.B. Lippincot Company.

Duvall, Evelyn Millis & Brent C. Miller. 1985. Marriage and Family Development 6th edition.

New York : Harper & Row, Publisher.

Friedenberg, Lisa. 1995. Psychological Testing : Design, Analysis, and Use. Massachusetts : Allyn and Bacon.

Kaplan, Robert.M. 2005. Psychological Testing : Principles, Applications, and Issues. USA : Wadsworth Thompson Learning Inc.

Lamanna, Mary Ann & Agnes Riedmann. 1985. Marriages and Families Making Choices

Throughout The Life Cycle 2nd edition. California : Wadsworth Publishing Company.

Laswell, M., and Laswell, T. 1987. Marriage and The Family. California : Wadsworth Publishing Company.

Nazir, Moh. 2009. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Olson, David H. & John DeFrain. 1994. Marriages & Families Intimacy, Diversity, And

Strengths 5th edition. New York : The McGraw-Hill Company.

Santrock, J.W. 1995. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Santrock, J.W. 1995. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid II. Jakarta : Erlangga.


(6)

55

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Didi Purwadi. 24/01/2012. Tiga Daerah Paling Banyak Cerai Warganya.

www.republika.co.id. Diakses pada tanggal 2 Februari 2014.

Dr. Vivian A. Soesilo. 1998. Bimbingan Pranikah : Buku Kerja bagi Pasangan Pranikah,

71-76. Diunduh dari http://wanita.sabda.org/suamiistri_bekerja, diakses pada tanggal 20

Februari 2012.

Galamedianews. 18/09/2015. Waduh, di Kota Bandung Setiap Bulan Sebanyak 100 Pasangan

Bercerai. m.galamedianews.com. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2015.

Hasan Ramadhan. 12/06//2013. Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga. www.jurnalperempuan.org. Diakses pada tanggal 2 Februari 2014.

NF. 23/01/2010. Usia-usia Pernikahan Rentan Masalah. www.nasional.kompas.com. Diakses pada tanggal 8 Juli 2011.

Nadia Felicia. 02/10/2010. Menghadapi Tantangan di Awal Pernikahan.

www.female.kompas.com. Diakses pada tanggal 6 Juni 2011.

Psychologymania. 2012. Konflik Pekerjaan Keluarga. www.psychologymania.com. Diakses pada tanggal 30 Juni 2013.