PELELANGAN AGUNAN DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH DITINJAU DARI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NOMOR 7/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH) DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI S.

PELELANGAN AGUNAN DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA
BANK SYARIAH DITINJAU DARI FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NOMOR 7/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH
(QIRADH) DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

ABSTRAK
JONATHAN SEMBIRING MELIALA
110110100136
Salah satu jenis pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syariah adalah
pembiayaan dengan prinsip mudharabah. Pembiayaan mudharabah adalah
pembiayaan yang dasarnya menggunakan prinsip bagi hasil. Hubungan antara
bank dengan nasabah adalah hubungan mitra kerja, sehingga risiko yang ada
dalam pembiayaan mudharbah ini cukup tinggi. Bank tidak mau mengambil risiko
yang tinggi, sehingga dalam pembiayaan mudharabah bank diberikan
kewenangan untuk mengambil agunan. Bank syariah yang menjalankan
fungsinya dengan prinsip syariah harus patuh kepada fatwa. Fatwa DSN-MUI
mengatakan bahwa pencairan agunan oleh bank diperbolehkan saat mudharib
terbukti melakukan kelalaian terhadap akad. Praktiknya bank syariah melelang
agunan bukan pada saat mudharib terbukti melakukan kelalaian, tetapi pada
semua kondisi kerugian. Berdasarkan uraian di atas, penyususnan skripsi ini
memfokuskan pada bagaimanakah praktik pelelangan agunan menurut Fatwa

DSN-MUI dan KHES dan bagaimanakah akibat hukum terhadap pelelangan
agunan bila mengalami kerugian menurut Fatwa DSN-MUI.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis
kualitatif. Penulisan ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu penelitian kepustakaan
dengan menggunakan data sekunder berupa PeraturanPerundang-Undangan,
literatur dan bahan lain yang terkait. Serta menggunakan penelitian dengan
metode wawancara untuk memperoleh data primer dan selanjutnya dianalisis
secara yuridis kualitatif, dan penelitian ini didasarkan pada asas-asas hukum dan
norma-norma hukum.
Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa, praktik pelelangan agunan
menurut Fatwa DSN-MUI adalah saat mudharib terbukti secara sah melakukan
kelalaian dan tindakan-tindakan yang menyimpang dari akad yang telah
diperjanjanjikan sebelumnya antara bank dengan nasabah dan kedua, akibat
hukum dari pelelangan agunan yang tidak sesuai dengan Fatwa dan KHES
maka dapat dibatalkan dan tidak berlaku.

iv