RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN MODEL KONDENSOR TIPE CONCENTRIC TUBE COUNTER CURRENT GANDA DENGAN PENAMBAHAN SIRIP.

(1)

i

RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN

MODEL KONDENSOR TIPE CONCENTRIC TUBE

COUNTER CURRENT GANDA

DENGAN PENAMBAHAN SIRIP

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Teknik Jurusan Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh:

DENI YUNI ARIFIANTO

NIM : D 200 020 233

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(2)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Tugas Akhir ini berjudul:

Rancang Bangun dan Pengujian Model Kondensor Tipe

Concentric Tube Counter Current Ganda Dipasang Secara Horizontal Dengan

Penambahan Sirip.

Disusun Oleh :

Nama

: DENI YUNI ARIFIANTO

NIM

: D 200 020 233

Telah disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir untuk dipertahankan di depan

Dewan Penguji sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S-1 Teknik

Mesin Fakultas Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada :

Hari :...

Tanggal :...

Surakarta, Maret 2009

Pembimbing Utama

(Ir. Subroto, MT)

Pembimbing Pendamping


(3)

iii

Tugas akhir ini telah disyahkan oleh dewan penguji sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana S-I Teknik Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, pada :

Nama

: DENI YUNI ARIFIANTO

NIM

: D 200 020 233

Judul :

Rancang Bangun Dan Pengujian Model Kondensor Tipe

Concentric Tube Counter Current Ganda Dipasang Secara

Horizontal Dengan Penambahan Sirip

Hari :...

Tanggal :...

Dewan Penguji:

1. Ir. Subroto, MT

(

)

2. Ir. Sartono Putro, MT

(

)

3. Ir. Sunardi Wiyono, MT

(

)

Mengetahui,

Dekan

(Ir. H. Sri Widodo, MT)

Ketua Jurusan


(4)

iv

MOTTO

Berusahalah dengan sungguh-sungguh, jangan panik. Orang panik mudah putus

asa tapi bila terpaksa kamu putus asa tetaplah berusaha dalam keterputusasaan.

Mantapkan hati, luruskan niat dan berjalanlah walau hanya satu langkah untuk

pijakan langkah selanjutnya dikemudian hari

Berpikir tapi tidak berusaha dan berusaha tapi tidak berpikir adalah penyebab

gagalnya dalam mewujudkan mimpi-mimpi.


(5)

v

Karya ini merupakan suatu wujud akhirku

dalam mencapai gelar sarjana sebagai tanggung

jawab kepada: :

1.

Ayahanda dan Ibunda serta kakakku tercinta

atas do’a jerih payah dan kasih sayangnya

2.

Inspirasiku Yanni yang selalu menemani dan

memberikan support

3.

Teman-temanku semua yang menyayangiku

4.

Almamater yang kubanggakan


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah, penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan laporan tugas akhir ini

yang berjudul : ”

Rancang Bangun dan Pengujian model kondensor Tipe

Concentric Tube Counter Current ganda Dipasang Secara Horizontal Dengan

Penambahan Sirip

” dapat terselesaikan dengan baik, guna melengkapi tugas dan

memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Berbagai hambatan dan kesulitan menyertai dalam penulisan ini, namun

demikian dengan bantuan dan doa dari berbagai pihak segala kesulitan tersebut dapat

teratasi. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan ucapan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1.

Ir. Sri Widodo, MT; selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

2.

Marwan Effendy, ST, MT; selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3.

Ir. Subroto, MT; selaku Dosen Pembimbing Utama Tugas Akhir yang telah

banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan dengan sabar.


(7)

vii

banyak memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar.

5.

Marwan Effendy,ST, MT; selaku Pembimbing Akademik.

6.

Ayah dan Ibunda, serta Kakakku tercinta, atas perhatian, kasih sayang,

pengorbanan, dorongan, dan doa-doanya.

7.

Kristanto, Agus Purwanta, Tamami, Mifta, Adi setyawan selaku teman

seperjuangan dalam menyelesaikan penelitian.

8.

Eko Prihartono, Setyanto, Abdul Rahman, Hari‘97, Eeng’97. Dan teman-teman

angkatan 2002, terima kasih atas dukungannya.

9.

Boretz Comp dan teman-teman kos Arjuna, terima kasih atas kebersamaannya.

10.

Pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam

mensukseskan penyusunan Tugas Akhir ini.

Besar harapan penulis semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat

bagi semua pihak yang memerlukan walaupun penulis menyadari bahwa Tugas Akhir

ini masih jauh dari sempurna. Amien.

Surakarta, Maret 2009


(8)

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

HALAMAN MOTTO ...

iv

HALAMAN PERSANTUNAN ...

v

KATA PENGANTAR ...

vi

HALAMAN SOAL ...

viii

DAFTAR ISI ...

ix

DAFTAR GAMBAR ...

xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR SIMBOL ... xvi

ABSTRAKSI ...

xviii

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang Masalah ...

1

1.2

Perumusan Masalah ...

3

1.3

Batasan Masalah ...

3

1.4

Tujuan Penelitian ...

4

1.5

Sistematika Penulisan ...

4

1.6

Metode Pelaksanaan ...

5


(10)

x

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ...

7

BAB III DASAR TEORI ...

10

3.1

Alat Penukar Kalor

Shell and Tube

...

10

3.2

Klasifikasi Penukar Kalor ...

11

3.3

Mekanisme Fisik Perindahan Panas ...

13

1.

Perpindahan Panas Konduksi ...

13

2.

Perpindahan Panas Konveksi ...

16

3.4

Sirip ...

22

3.5

Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ...

26

3.6

Bilangan

Reynolds

...

30

3.7

Kesetimbangan Kalor ...

32

3.8

Daya Pompa ...

34

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ...

35

4.1

Diagram Alir Penelitian ...

35

4.2

Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian ...

36

4.3

Alat-alat Yang Digunakan Dalam Penelitian ...

36

4.4

Tempat Pengujian dan Pengambilan Data ...

44

4.5

Tahapan Penelitian ...

45

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

46

5.1

Data Dimensi Alat Penukar Kalor ...

46

5.2

Data Hasil Pengujian ...

47


(11)

xi

1.

Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap

kapasitas aliran fluida panas ...

63

2.

Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap

pelepasan kalor ke lingkungan ...

59

3.

Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap

koefisien perpindahan panas menyeluruh ...

61

4.

Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap

daya pompa. ...

62

5.

Pengaruh temperatur masukan fluida dingin terhadap

kapasitas aliran fluida panas pada bilangan

Reynolds

fluida dingin 2.760, 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 ...

63

6.

Pengaruh temperatur masukan fluida dingin terhadap

daya pompa pada bilangan

Reynolds

2.760, 4.755,

6.833, 9.018 dan 11.051 ...

70

7.

Pengaruh daya pompa terhadap kapasitas aliran fluida

panas ...

67

8.

Pengaruh bilangan

Reynolds

terhadap kapasitas aliran

fluida panas dan daya pompa ...

68

BAB VI PENUTUP ...

70

6.1

Kesimpulan ...

70

6.2

Saran ...

71

DAFTAR PUSTAKA


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Aliran Searah (

Paralel Flow

) ...

11

Gambar 2. Pola Aliran Berlawanan (

Counter Flow

) ...

11

Gambar 3. Klasifikasi penukar kalor berdasarkan aliran fluidanya ...

12

Gambar 4. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Datar. ...

15

Gambar 5. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Silindris. ...

15

Gambar 6. Perpindahan Kalor secara Konveksi. ...

16

Gambar 7. Lapis Batas Thermal ...

21

Gambar 8. Kombinasi Lapis Batas Temperatur Hidrodinamik pada

Fluks Kalor Konstan dan Temperatur Dinding Konstan ...

21

Gambar 9. Berbagai jenis Muka Sirip ...

22

Gambar 10. Kombinasi dimensi analisis Sirip Tranversal dengan Alur

Helic ...

23

Gambar 11. Pendekatan Sirip Tranversal Penampang Segi-empat ...

23

Gambar 12. Diagram Teoritis Efisensi Sirip Tranfersal dengan Penampang

Segi-empat ...

25

Gambar 13. Perpindahan Panas Menyeluruh pada Permukaan Datar ...

27

Gambar 14. Aliran Panas Satu Dimensi melalui Silinder Berlubang ...

29

Gambar 15. Kesetimbangan Kalor antara Dua Fluida Kerja dan Distribusi

Temperatur dalam Kondensor Lintas Tunggal. ...

33


(13)

xiii

Gambar 18. Skema Instalasi Percobaan ...

37

Gambar 19. Bejana ...

38

Gambar 20. Tabung

bahan bakar Apollo kapasitas 8 L ...

38

Gambar 21. Multimeter digital dan selektor tipe Omega 405 A ...

39

Gambar 22.

Electric Pump

model D 9126 Merk Shimizu ...

39

Gambar 23. Pipa PVC. ...

40

Gambar 24.

Flowmeter

air. ...

40

Gambar 25. Termokopel tipe K seri 66 K 24. ...

41

Gambar 26. Kompor . ...

41

Gambar 27. Skema Penelitian ...

42

Gambar 28. Skema penempatan termokopel ...

44

Gambar 29. Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap kapasitas

aliran fluida panas…. ...

58

Gambar 30. Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap pelepasan

kalor ke lingkungan…. ...

59

Gambar 31. Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap koefisien

perpindahan panas menyeluruh…. ...

61

Gambar 32. Pengaruh bilangan

Reynolds

fluida dingin terhadap daya

pompa…. ...

62

Gambar 33. Pengaruh temperatur masukan fluida dingin terhadap kapasitas

aliran fluida panas pada bilangan

Reynolds

fluida dingin 2.760,

4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051…. ...

63


(14)

xiv

Gambar 34. Pengaruh temperatur masukan fluida dingin terhadap daya

pompa pada bilangan

Reynolds

fluida dingin 2.760, 4.755,

6.833, 9.018 dan 11.051…. ...

65

Gambar 35. Pengaruh daya pompa terhadap kapasitas aliran fluida panas….

67

Gambar 36. Pengaruh bilangan

Reynolds

terhadap kapasitas aliran fluida


(15)

xv

Tabel 1. Angka

Nusselt

Untuk Aliran Laminar Pada Pipa

Annulus

Dengan

Satu Permukaan Dengan Temperatur Konstan ...

20

Tabel 2. Data Hasil Pengujian Kapasitas Aliran Dan Temperatur Aliran ...

47


(16)

xvi

DAFTAR SIMBOL

Simbol

A

= Luas penampang (m

2

)

C

p

= Kalor jenis (kJ/kg

o

C)

D

= Diameter (m)

h

= Koefisien perpindahan kalor (W/m

20

C)

h

f,g

= Entalpi penguapan (kJ/kg)

k

= Konduktivitas thermal (W/m

o

C)

L

= Panjang (m)

m

= Massa aliran (kg/s)

Nu

= Bilangan

Nusselt

p

= Tekanan (N/m

2

), (Pa)

Pr

= Bilangan Prandtl

q

= Laju perpindahan kalor (W)

Re

= Bilangan

Reynolds

T

= Temperatur (

o

C)

U

= Kecepatan (m/s)

v

= Volume spesifik (m

3

/kg)

ρ

= Densitas (kg/m

3

)


(17)

xvii

c

=

Cool

f

=

Steam

g

=

Gas

h = Hot

i = Inlet

m = mean

o =

Outlet

t =

Teoritis

eksp =

Eksperimen


(18)

xviii

Rancang Bangun dan Pengujian Model Kondensor Tipe

Concentric

Tube Counter Current

Ganda Dipasang secara Horizontal dengan

Penambahan Sirip

Deni yuni Arifianto

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Kotak Pos 1 Pabelan Surakarta

denniu@yahoo.co.id

ABSTRAKSI

Kondensor yang dipakai pada industri kecil umumnya sederhana, yang mana

hanya terkontruksi dari dua buah pipa yang konsentrik saja., maka dalam penelitian

ini dibuat suatu design kondensor yang dapat meningkatkan kapasitas. Sehingga

dapat diketahui berapa besarnya kapasitas kondensat; daya pompa; nilai koefisien

perpindahan menyeluruh pada variasi bilangan

Reynolds

2.760, 4.755, 6.833, 9.018

dan 11.051; serta keefektifan dari sirip.

Dalam penelitian ini digunakan model kondensor tipe

concentric

tube

counter

current

ganda yang dililiti spiral pada pipa

annulusnya

. Untuk bahan

shell

digunakan

baja karbon dengan diameter dalam 49,7 mm, diameter luar 50,6 mm, dan panjang

3.000 mm. Untuk bahan

tube

dipakai tembaga dengan diameter dalam 23,6 mm,

diameter luar 25,7 mm, dan panjang 3.200 mm. Sedangkan untuk sirip dipakai kawat

dari besi cor yang berdiameter 5 mm dengan jarak antar lilitan (

pitch

) sebesar 60

mm. Pemasangannya secara horisontal, dimana fluida panas mengalir didalam

tube

dan fluida dingin mengalir di luar

tube

dengan arah aliran berlawanan. Eksperimen

dilakukan dengan 5 variasi bilangan

Reynolds

yaitu 2.760, 4.755, 6.833, 9.018, dan

11.051. Pengambilan data dilakukan secara serentak dengan interval waktu 5 menit

dalam satu kali pengambilan data selama 30 menit. Data-data yang diambil adalah

temperatur fluida kerja, hasil kapasitas kondensat, perbedaan tekanan masuk dan

keluar fluida dingin , serta tegangan dan arus listrik yang masuk ke pompa.

Berdasarkan hasil eksperimen dan hasil analisis perhitungan didapatkan bahwa

dengan perubahan variasi bilangan

Reynolds

yang semakin besar maka kapasitas

kondensat, daya pompa, dan koefisien perpindahan menyeluruhnya juga cenderung

meningkat sedangkan untuk efektifitas sirip tetap konstan yaitu sebesar 2,305. Untuk

bilangan

Reynolds

2.760, 4.755, 6.833, 9.018, dan 11.051 diperoleh kapasitas

kondensat sebesar 0,0023004; 0,0022948; 0,002449; 0,002468; 0,0025742 kg/menit,

daya pompa sebesar 2,8488; 2,76176; 2,8405; 2,8904; 2,9362 W, dan koefisien

perpindahan menyeluruh sebesar 29,788; 28,859; 30,831; 35,811; 37,393 W/m

2

K

masing-masing untuk setiap variasi bilangan

Reynolds


(19)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Minyak atsiri banyak digunakan dalam industri obat–obatan, flavor, fragrance dan parfum. Di Indonesia tercatat 14 jenis minyak atsiri yang sudah di ekspor. Hal ini memberi peluang lebih besar bagi petani untuk berperan dalam agro industri minyak atsiri. Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri dalam jumlah cukup besar. Pada tahun 1998, nilai ekspor 20 negara penghasil minyak atsiri mencapai US$ 758 juta dolar, di Indonesia sendiri baru dapat berkontribusi sekitar 4,4% sedangkan RRC 18,6%. Selain mengekspor Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang tidak tumbuh di Indonesia, pada tahun 2000 impor minyak atsiri di Indonesia mencapai 1,625 ton dengan nilai US$ 7,3 juta. Data ini menunjukkan bahwa peluang untuk mengembangkan agro industri minyak atsiri cukup besar karena penggunaan turunan minyak atsiri pada berbagai industri di dalam negeri juga besar (Laksamanahardja, 2003). Beberapa faktor penghambat perkembangan produksi minyak atsiri di Indonesia adalah lemahnya modal dan penguasaan teknologi. Minimnya pengetahuan para perajin minyak atsiri seperti persyaratan ketentuan teknis dalam melakukan proses penyulingan minyak atsiri juga menjadi faktor penghambat (Laksamanahardja, 2003).


(20)

2

Sentral industri minyak atsiri daun cengkeh di daerah Musuk, Boyolali, menggunakan jenis kondensor yang konvensional. Hal ini dapat di lihat dari kontruksi kondensor yang digunakan berupa bak persegi panjang dengan ukuran (9×3×2,5) m, di dalam bak di isi air sampai penuh dan di dalam bak ditempatkan pipa dengan panjang total 72 m diameter 2 inci dipasang zig - zag.

Proses perubahan uap menjadi cair atau kondensasi berlangsung di dalam bak, dimana fluida uap mengalir di dalam pipa dan fluida dingin berada di luar pipa atau berada di dalam bak, aliran fluida dingin yang mengalir ke dalam bak dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang mengalir secara alami dari mata air. Sirkulasi fluida dingin yang digunakan untuk pendinginan langsung dibuang ke sungai, sehingga fluida dingin membutuhkan jumlah yang banyak. Jadi apabila proses penyulingan dilakukan di daerah yang kekurangan air, maka proses penyulingan tidak dapat dilakukan.


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Sesuatu yang menjadi permasalahan dalam perancangan dan pembuatan alat ini adalah bagaimanakah desain kondensor yang kompak dan sederhana untuk industri kecil penyulingan minyak atsiri yang mampu meningkatkan efisiensi rendemen.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mendesain kondensor pada penyulingan minyak atsiri, diperlukan adanya batasan-batasan untuk menyederhanakan masalah. Batasan itu adalah sebagai berikut:

a. Fluida panas adalah air yang diuapkan.

b. Kapasitas fluida panas dari bejana penguap dianggap konstan. c. Kapasitas panas dari bejana dianggap konstan.

d. Penelitian dilakukan dengan model alat penukar panas jenis kondensor dengan tipe concentric tube counter current tunggal yang disisipi lilitan kawat spiral (Sirip) kemudian dipasang secara horizontal.

e. Penelitian yang dilakukan hanya dengan aliran berlawanan arah (counter flow) saja. Dan analisa perhitungan hanya didasarkan pada kesetimbangan panas.

f. Analisa perpindahan panas tentang pengembunan tidak dibahas. g. Variabel bebas panelitian adalah kapasitas fluida dingin.

h. Analisa perpindahan panas radiasi tidak dibahas.

i. Pengotoran uap dianggap tidak ada dan aliran air didalam pipa dianggap berkembang penuh.


(22)

4

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain :

a. Mendapatkan hubungan kapasitas kondensat dengan bilangan Reynolds

fluida dingin.

b. Mendapatkan hubungan koefisien perpindahan kalor dengan bilangan

Reynolds fluida dingin.

c. Mendapatkan hubungan kapasitas kondensat dengan daya pompa.

d. Mendapatkan hubungan kapasitas kondensat dengan temperatur masukan fluida dingin.

e. Mendapatkan hubungan daya pompa dengan temperatur masukan fluida dingin.

f. Dapat mengetahui seberapa besar keefektifan sirip kondensor concentric tube ganda dipasang secara horizontal.

1.5 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini disusun dalam enam bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

bab ini berisi tentang latar belakang, perumasan masalah, batasan masalah, tujuan perancangan, sistematika penulisan, metode pelaksanaan dan manfaat penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


(23)

BAB III DASAR TEORI

Bab ini berisi tentang alat penukar kalor, jenis-jenis dari alat penukar kalor, klasifikasi alat penukar kalor, kondensasi uap tunggal, faktor pengotoran, mekanisme fisik perpindahan kalor, koefisien perpindahan kalor menyeluruh, bilangan Reynolds

kesetimbangan energi dan daya pompa.

BAB IV METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian, alat-alat yang digunakan dalam penelitian dan tahap-tahap penelitian.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang data hasil penelitian, analisa perhitungan perpindahan panas berdasarkan konsep kesetimbangan panas dan pembahasan.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi berisi kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1.6 Metode Penelitian

Dalam melakukan perancangan dan pembuatan alat pada Tugas Akhir ini menggunakan metode pelaksanaan sebagai berikut:


(24)

6

a. Metode Studi Pustaka

Yakni dengan cara mencari referensi buku-buku penunjang yang berkaitan dengan perancangan alat tersebut, untuk melengkapi dasar teori dan data-data yang diperlukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini. b. Metode Survei Lapangan

Dengan cara mencari, mengamati dan memahami prinsip kerja alat-alat yang berhubungan dan diperlukan dalam perancangan alat tersebut serta mencatat spesifikasi alat-alat yang diamati untuk bahan pembanding.

c. Metode Perancangan dan Perakitan

Melakukan pembuatan sketsa gambar, perencanaan komponen, pembuatan komponen yang dibutuhkan, dilanjutkan perakitan serta

finishing.

1.7 Manfaat Penelitian

Atas penelitian yang dilakukan diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Dapat mengetahui sejauh mana kinerja dari alat penukar kalor dengan model pipa konsentrik

b. Dapat membantu industri kecil dalam pembuatan alat penyuling minyak yang sesuai dengan teori yang ada.


(25)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Yunianto dan Muhammad (2004), memaparkan bahwasanya untuk meningkatkan laju perpindahan panas dengan tetap mempertahankan luas permukaan pemindah panas pada kondensor pipa ganda diperlukan adanya peningkatan koefisien kondensasi. Ada beberapa cara untuk meningkatkan koefisien kondensasi pada kondensor, salah satunya dengan menambahkan elemen sisipan yaitu berupa kawat lilitan dalam pipa kondensor. Kawat yang digunakan berdiameter 1,8 mm. Kawat dipasang dalam pipa annulus pada kondensor dengan memvariasikan jarak antar lilitan (pitch), yaitu 2 mm, 25 mm, dan 500 mm. Dari hasil pengujian didapatkan peningkatan efektifitas kondensor pada pemakaian kawat lilitan dengan pitch longgar (25 mm dan 50 mm), sedangkan pada pitch (2 mm) justru terjadi penurunan efektifitas. Hasil ini terjadi baik pipa kondensor dipasang secara vertikal maupun horizontal

Sukirno (2004), dalam penelitian yang telah dilakukan dengan variasi panjang terhadap performa alat penukar kalor pipa konsentrik aliran searah dan berlawanan, yaitu 1m, 2m, 3m, untuk fluida panas menggunakan minyak oli SAE 20W-50 yang berada di luar tube dan fluida dingin menggunakan air yang berada di dalam tube. Dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin panjang alat penukar kalor akan mengakibatkan rugi panas yang terjadi akan semakin besar, rugi panas yang terjadi dengan panjang 1m untuk aliran searah rugi panasnya lebih besar dibanding dengan aliran yang berlawanan, hal ini karena aliran


(26)

8

berlawanan diperoleh hasil dimensi alat penukar kalor lebih pendek dibanding dengan alat penukar kalor aliran searah, disamping itu semakin panjang alat penukar kalor maka efektivitas penukar kalor akan semakin meningkat, hal ini dikarenakan semakin bertambah panjang alat penukar kalor maka beda suhu yang dihasilkan akan semakin besar, hal tersebut menyebabkan laju pendinginan akan semakin besar.

Rochani, dkk (2005), dalam penelitiannya mengatakan bahwa untuk meningkatkan kapasitas perpindahan panas dapat dilakukan dengan cara mengurangi tebal lapisan batas pada aliran, agar nantinya terjadi peningkatan percampuran fluida yang lebih acak. Pengurangan tebal lapisan batas dapat meningkatkan kecepatan aliran partikel dan turbulensi. Penelitian dilakukan dengan cara membuat bentuk alur spiral pada bagian dalam pipa. Tujuannya untuk mengetahui peningkatan kapasitas perpindahan panas dan penurunan tekanan yang terjadi pada pipa dengan diameter dalam 11 mm, beralur spiral dengan pitch

9 mm, 12 mm, 15 mm dan 18 mm yang dialiri air dengan bilangan Reynolds

antara 298 – 1815. Sepanjang pipa uji dipanaskan dengan rubber heater dan data yang diamati adalah temperatur fluida masuk dan keluar, temperatur dinding pipa, penurunan tekanan dan debit aliran. Hasil penelitian kemudian diverifikasi dengan penelitian sebelumnya (Sara Rainieri, et al., 1998) dan menunjukkan adanya peningkatan kapasitas perpindahan panas pada pipa dengan alur spiral dan penurunan tekanan menjadi lebih besar dengan mengecilnya ukuran pitch alur. Pipa beralur dengan pitch 9 mm mengalami peningkatan perpindahan panas mencapai 4,47 kali dibanding dengan pipa halus pada bilangan Reynolds 1814,12.


(27)

Tanti dan Gandidi (2007), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa penukar kalor pipa konsetrik ini dikonstruksi dari dua buah pipa yang sesumbu dengan diameter 1 inchi untuk pipa bagian luar dan 1/2 inchi untuk pipa bagian dalam. Data-data yang didapat dengan memvariasikan aliran dalam pipa dan aliran dalam annulus. Plat sirip bergelombang dengan puncak yang tajam (sharp

ridge) meningkatkan laju perpindahan panas yang mencapai 20.56% dan 7.57 %

dari sirip plat datar dan sirip gelombang dengan puncak yang halus. Koefisien perpindahan panas dan efektivitas penukar kalor sirip plat gelombang tajam mengalami kenaikan sebesar 18.38% dan 7.89% dari sirip plat datar dan gelombang dengan puncak yang halus. Efisiensi sirip gelombang tajam naik 24.60% dan 10.63% dari sirip datar dan gelombang halus. Koefisien perpindahan panas dan efisiensi plat sirip bergelombang dengan puncak yang halus masing-masing 12.10%, 9.75% dan 7.89% dari yang bersirip plat datar. plat sirip bergelombang tajam dan halus juga terjadi kenaikan pressure drop yang disebabkan oleh hambatan bentuk yang besar dari geometri sirip. Kenaikan ini mencapai 24.60% dan 10.75% masing-masing untuk plat sirip bergelombang tajam dan halus dari sirip plat datar. Terakhir, hasil yang telah didapat menunjukan plat sirip bergelombang dapat digunakan untuk meningkatkan unjuk kerja termal penukar kalor pipa konsentrik dan sejenisnya seperti shell and tube heat exchanger dan lain-lain. Sementara itu penelitian terhadap pelat yang dipilin sebagai pemacu perpindahan kalor aliran fluida dalam pipa juga pernah dilakukan oleh Fernadez dan Poulter (1987)


(28)

10

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Alat Penukar Kalor Shell and Tube

Alat penukar kalor jenis shell and tube adalah alat penukar kalor yang paling banyak digunakan dalam berbagai macam industri dan paling sederhana dibanding dengan alat penukar kalor lainnya, hal ini karena: a. Hanya terdiri dari sebuah tube dan shell, dimana tube terletak secara

konsentrik yang berada di dalam shell.

b. Kemampuannya untuk bekerja dalam tekanan dan temperatur yang

tinggi.

c. Kemampuannya untuk digunakan pada satu aliran volume yang besar.

d. Kemampunnya untuk bekerja dengan fluida kerja yang mempunyai

perbedaan satu aliran volume yang besar. e. Tersedia dalam berbagai bahan atau material. f. Kontruksi yang kokoh dan aman.

g. Secara mekanis dapat beroperasi dengan baik dan handal (reliability tinggi).

Pada jenis alat penukar kalor ini, fluida panas mengalir di dalam

tube sedangkan fluida dingin mengalir di luar tube atau di dalam shell.

Karena kedua aliran fluida melintasi penukar kalor hanya sekali, maka susunan ini disebut penukar kalor satu lintas (single-pass). Jika kedua fluida itu mengalir dalam arah yang sama, maka penukar kalor ini bertipe


(29)

aliran searah (parallel flow) gambar 1. Jika kedua fluida itu mengalir dalam arah yang berlawanan, maka penukar kalor ini bertipe aliran lawan

(counter flow) gambar 2 (Kreith, 1997).

Gambar 1. Pola Aliran Searah (paralel flow)

Gambar 2. Pola Aliran Berlawanan (counter flow)

3.2 Klasifikasi Penukar Kalor

a. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Fluida Yang Mengalir. 1) Dua jenis fluida.

2) Tiga jenis fluida.

3) N-Jenis fluida (N lebih dari tiga). b. Klasifikasi Berdasarkan Konstruksi

1) Konstruksi Tubular (shell and tube). a) Sekat plat.

b) Sekat batang.

Fluida masuk

Fluida keluar

Fluida keluar Fluida

masuk

Fluida masuk

Fluida keluar

Fluida masuk Fluida


(30)

12

c) Kontruksi tube spiral.

2) Konstruksi Dengan Luas Permukaan Diperluas. a) Sirip plat.

b) Sirip tube.

c. Klasifikasi Berdasarkan Pengaturan Aliran. 1) Aliran berlawanan.

2) Aliran searah. 3) Aliran melintang. 4) Aliran yang dibagi.

Hot Fluid In

Cold Fluid In Cold Fluid Out Cold Fluid In Cold Fluid Out

Hot Fluid In Hot Fluid Out

Hot Fluid Out

( a ) Parallel Flow ( b ) Singgle-Pass Cross Flow

ColdFluid In ColdFluid Out Cold Fluid In ColdFluid Out

Hot Fluid In Hot Fluid Out Hot Fluid In Hot Fluid Out

( c ) Counter Flow ( d ) Multi Cross Flow


(31)

3.3 Mekanisme Fisik Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi panas itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu (Holman, 1993).

Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang diakibatkan oleh perbedaan temperatur (Incropera, 1996). Transfer energi sebagai panas merupakan suatu sistem yang memiliki temperatur lebih tinggi berpindah ke sistem yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Perpindahan temperatur ini akan berhenti apabila kedua sistem telah memiliki temperatur yang sama. Perpindahan panas ini terjadi melalui tiga cara yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.

1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas konduksi atau hantaran adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam satu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung (Kreith, 1997).

Perpindahan panas konduksi dapat juga didefinisikan sebagai pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan panas secara konduksi atau hantaran merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan material. Arah


(32)

14

aliran energi panas, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah (Masyithah dan Haryanto, 2006).

Hubungan dasar untuk perpindahan panas dengan cara konduksi yang diusulkan oleh Fourier, menyatakan bahwa laju perpidahan panas dengan cara konduksi dalam suatu bahan itu sama dengan hasil kali dari konduksi termal bahan, luas penampang yang mana panas mengalir dengan cara konduksi dan gradien suhu pada penampang. Sehingga dapat dituliskan persamaan untuk perpindahan panas dengan cara konduksi adalah sebagai berikut: (Kreith, 1997).

dx dT kA

qk =− ... (1) Dimana:

k

q = Laju aliran panas dengan cara konduksi (Watt). k = Konduktivitas termal bahan (W/m K).

A = Luas penampang (m2).

dx dT

= Gradien suhu pada penampang (oK).

Tanda minus menunjukan konsekuensi dari kenyataan bahwa panas mengalir ke arah suhu yang rendah. Proses perpindahan panas konduksi untuk plat datar yang terdiri dari lebih dari bahan dapat di lihat dari gambar 4 (Holman, 1993).


(33)

Gambar 4. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Datar. Jika gradien suhu pada ketiga bahan adalah seperti terlihat pada gambar 4, maka perpindahan panas dapat dituliskan sebagai berikut: (Holman, 1993)

(

Twi Two

)

x

A k

q,,

∆ ⋅

= ... (2) Proses perpindahan kalor konduksi pada tube silindris yang dilalui oleh fluida panas, maka kalor yang dikandung fluida akan dipindahkan keluar menurut arah radial sepanjang pipa, hal ini dapat dilihat dari gambar 5 (Holman, 1993).

Gambar 5. Perpindahan Kalor secara Konduksi pada Plat Silindris.

Maka perpindahan kalor konduksi pada tube silindris dapat ditulis sebagai berikut: (Holman, 1993).

Tw,i Tw,o

q

(

)

kL r ro i

π

2 / ln q

q Tw,i

Tw,o

q q

Tw,i

Tw,o

q

Tw,i Tw,o

A k

x .


(34)

16

(

)

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

− =

i o

o i

r r

T T kL q

ln 2π

... (3)

2 Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas konveksi atau aliran adalah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan panas secara konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan, jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting (Masyithah dan Haryanto, 2006).

Gambar 6. Perpindahan Kalor Secara Konveksi.

Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dengan suatu fluida dapat dihitung dengan persamaan sebagai barikut: (Kreith, 1996).

T A h

qc = c⋅ ⋅∆ ... (4) Dimana:

c

q = Laju perpindahan panas (Watt).

c

h = Koefisien perpidahan panas konveksi (W/m2 K).

A = Luas penampang (m2).

T

∆ = Beda antara suhu permukaan dengan suhu fluida (K).

Arus bebas Arah

aliran U

U

q TW X

y


(35)

Untuk menentukan nilai koefisien perpindahan panas konveksi agak sedikit rumit, karena harga koefisien perpindahan panas konveksi dalam sebuah sistem tergantung pada geometri permukaan dan sifat-sifat termal fluida (konduktivitas termal, kalor spesifik, densitas). Sehingga koefisien perpindahan panas konveksi dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: (Kreith, 1997).

i c

D k Nu

h = ⋅ ... (5)

Dimana:

c

h = Koefisian perpindahan panas konveksi di dalam

tabung (W/m2 oK).

Nu = Bilangan Nusselt.

k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m oK).

Di = Diameter tube (m).

Pada perpindahan panas konveksi paksa di dalam tube banyak

dijumpai dalam aplikasi alat penukar kalor, dari hasil analisa menekankan hubungan empirik untuk menentukan harga koefisien perpindahan panas konveksi: (Kreith, 1997).

Aliran di dalam tube

i i

D k Nu

h = ⋅ ... (6)

Aliran pada tubeannulus

h o

D k Nu


(36)

18

Dimana:

i

h = Koefisian perpindahan panas konveksi di dalam

tabung (W/m2 oK).

o

h = Koefisien perpindahan panas konveksi pipa annulus (W/m2 oK).

Nu = Bilangan Nusselt.

k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m oK).

Di = Diameter tube (m).

Dh = Diameter unulus (m).

Bilangan Nusselt adalah bilangan yang tidak berdimensi yang

berbanding lurus dengan diameter tube dan koefisien panas konveksi dan berbanding terbalik dengan konduktivitas thermal zat yang mengalir, dirumuskan: (Holman, 1993).

k D h

Nu= c ... (8)

Dalam prakteknya, bilangan Nusselt merupakan ukuran untuk

menentukan koefisien perpindahan panas konveksi dapat lebih mudah, karena jika bilangan Nusselt diketahui maka koefisien perpindahan panas konveksi dapat dengan mudah dihitung setelah mendapatkan hasil dari bilangan Reynolds, maka bilangan Nusselt dapat dihitung dengan type aliran sebagai berikut:


(37)

(

)

n D

d

Nu =0,023⋅ Re 4/5⋅Pr ... (9)

Dimana :

Nud = Bilangan Nusselt.

Red = Bilangan Reynolds.

Pr = Bilangan Prandt. n = 0,3 untuk pendinginan. n = 0,4 untuk pemanasan.

2) Aliran Laminer didalam Tube, oleh Spang (2004).

(

)

1/3 1/3

Pr Re

3,66 ⎟

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⋅ ⋅ ⋅ =

L d

Nud d ... 10)

Persamaan di atas berlaku apabila:

3 , 33 L d Pr

Red⋅ ⋅ ≥

Dimana:

d

Nu = Bilangan Nusselt.

d

Re = Bilangan Reynolds. Pr = Bilangan Prandtl. d = Diameter tube (m).

L = Panjang tube (m). 3) Aliran Laminer Pada TubeAnnulus.


(38)

20

yaitu dengan cara mengetahui dahulu harga Di/Do. Apabila harga Di/Do

tidak terdapat dalam tabel, maka bilangan Nusselt di cari dengan cara iterasi dari hasil Di/Do (Incropera, 1996).

Tabel 1. Angka Nusselt untuk Aliran Laminar pada Pipa Annulus dengan Satu Permukaan dengan Temperatur Konstan.

Di/Do Nui Nuo

0 0,05 0,10 0,25 0,50 1,00

--- 17,46 11,56 7,37 5,74 4,86

3,66 4,06 4,11 4,23 4,43 4,86 Sumber: Kays and Perkins, in Roshsenow and Hartnett, 1972.

Persamaan 9 dan 10 diasumsikan bahwa aliran yang terjadi baik di dalam tube dan di tube annulus sudah berkembang penuh. Meskipun ada teori yang menjelaskan bahwa selalu ada dua bentuk lapis batas yaitu pada fluks kalor konstan dan pada temperatur dinding konstan. Masing-masing daerah masuk dibagi dalam dua kategori: (Hewit, 1994).

a) Daerah Pembentukan Lapis Batas Thermal

Daerah pembentukan lapis batas thermal adalah daerah dari awal pembentukan lapis batas thermal sampai ke titik pertemuan lapis batas thermal dengan sumbu pipa. Lapis batas thermal mulai terbentuk


(39)

permukaan dalam tube yang temperaturnya berbeda dengan temperatur aliran fluida, gambar 7.

Gambar 7. Lapis Batas Thermal

b) Kombinasi Antara Daerah Pembentukan Lapis Batas Thermal Dengan

Daerah Pembentukan Lapis Batas Hidrodinamik.

Daerah pembentukan lapis batas hidrodinamik adalah daerah dari sisi tube sampai ke titik pertemuan lapis batas hidrodinamik. Panjang daerah masuk hidrodinamik adalah daerah yang dihitung mulai dari daerah sisi masuk tube sampai daerah aliran yang sudah berkembang penuh secara hidrodinamik, gambar 8.

Gambar 8. Kombinasi Lapis Batas Temperatur Hidrodinamik pada Flukskalor Konstan dan Temperatur Dinding Konstan.

t, constan x

q, constan

a b

q, constan

x

t, constan

b a


(40)

22

3.4 Sirip (fin)

Gambar 9. Berbagai Jenis Muka Sirip.

Untuk memudahkan dalam perhitugan sirip, maka dperlukan asumsi-asumsi yang diberikan oleh Murray dan Gardner (Kern, 1988), yaitu:

1. Aliran panas dan distribusi temperatur yang melalui sirip tidak

tergantung waktu (steady state).

2. Material dari sirip homogen dan isotropic.

3. Tidak ada sumber panas dari sirip.

4. Konduktifitas panas dari sirip konstan.

5. Koefisien perpindahan panas sama pada sisi masuk sirip.

6. Panas yang dipindahkan lewat sudut luar dari sirip diabaikan

dibandingkan dengan yang melewati sirip.


(41)

Gambar 10. Kombinasi Dimensi Analisis Sirip Tranversal dengan Alur Helic.

Dalam hal ini, untuk jenis sirip yang berpenampang lingkaran tidak diketemukan analisis teorinya. Oleh sebab itu dalam menganalisis sirip yang berpenampang lingkaran dilakukan dengan cara pendekatan terhadap penampangnya, yaitu dengan pendekatan penampang segi empat.

Gambar 11. Pendekatan sirip tranfersal penampang segi empat Untuk mencari efisiensi pada sirip, dicari dulu perpindahan kalor yang terjadi apabila tanpa sirip. Perpindahan kalor yang terjadi apabila tanpa sirip dapat didefinisikan sebagai berikut:

qno. f = U . Ano. f . ∆T ... (12)


(42)

24

Dimana :

U = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)

Ano. f = Luasan kontak tanpa sirip (m2)

T = Beda temperatur (K)

do = Panjang penukar kalor (m)

Untuk mencari perpindahan kalor dengan sirip dan luasan pada sirip dapat dirumuskan sebagai berikut :

Afin = 2π

(

r

r

)

2 1 2

2− + 2π

r

2t ... (14)

qf =

q

f⋅ max

η

atau U

A

f T

f⋅ ⋅ ⋅∆

η

... (15)

ε =

r

r

i f o

f t

,

, 2

1

⋅ +

atau

t k

h t L

⋅ ⋅ ⋅ +

2 1

... (16)

Dimana :

Afin = Luasan pada sirip (m2)

rf,o = Jari-jari luar sirip (m)

rf,I = Jari-jari dasar sirip (m)

t = Tebal sirip (m)

L = Kedalaman sirip (m)

qf = Perpindahan kalor dengan sirip (W/m2)

η

f = Efisiensi sirip (Didapat dari table figure 3-43)


(43)

Gambar 12. Diagram Teoritis Efisensi Sirip Tranfersal dengan Penampang Segi-empat

Tidak semua bagian annulus diselimuti oleh sirip, maka perumusannya juga lain. Untuk pipa yang tidak diselimuti oleh sirip dapat dirumuskan sebagai berikut :

s

d

A

un,f =π⋅ f,i⋅ ... (17)

T

U

A

q

un,f = ⋅ un,f⋅∆ ... (18)

Dimana :

Aun,j = Luasan yang tidak diselimuti oleh sirip (m)

df = Diameter dasar sirip (m)


(44)

26

Perpindahan kalor total pada sirip didefinisikan sebagai berikut:

(

q

q

)

q

tot f =nunf + f

,

, ... (19)

Dimana :

n = Banyaknya siripyang terpasang pada penukar kalor Peningkatan atau keefektifan dari sirip dapat dihitung dengan rumus:

q

q

q

increase= tot,fno,f ... (20) Jadi efektifitas dari sirip dapat dirumuskan sebagai berikut:

q

q

f no tot

f tot overall f

. ,

,

, =

ε

... (21) Efektifitas sirip diharapkan sebesar mungkin. Sirip dikatakan efektif bilamana

Σ

f ≥2 (Incropera Hal. 120, 1996).

3.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Koefisien perpindahan panas menyeluruh adalah penjumlahan dari seluruh koefisien perpindahan panas yang meliputi koefisien perpindahan panas konduksi, koefisien perpindahan panas konveksi dan koefisien perpindahan panas radiasi, tetapi karena perpindahan panas radiasi tidak begitu berpengaruh, maka koefisien perpindahan panas radiasi tidak dibahas.

Untuk plat datar jika diambil salah satu bagian kecil dari daerah pertukaran panas yang terkena lingkungan konveksi maka analogi lisriknya dapat dilihat dari gambar 13, (Holman, 1993).


(45)

Gambar 13. Perpindahan Panas Menyeluruh pada Permukaan Data

Dari gambar 13. Terlihat fluida panas A mengalir pada sisi kiri dari plat sedangkan fluida dingin B mengalir pada sisi kanan plat, perpindahan panas dinyatakan oleh persamaan berikut: (Holman, 1993).

(

A

)

(

)

(

B

)

i T T h A T T

x kA T T A h

q ⋅ − = ⋅ ⋅ −

∆ = − ⋅ ⋅

=` 1 1 2 2 2 ... (22)

Proses perpindahan panas dapat digambarkan dengan jaringan tahanan listrik seperti pada gambar 13. Perpindahan panas menyeluruh dapat dihitung dengan jalan membagi beda temperatur menyeluruh dengan jumlah tahanan thermal, maka perpindahan panas dihitung dengan persamaan berikut: (Holman, 1993).

A h kA x A h T T

q A B

2 1 1 1 + ∆ + −

= ... (23)

hA 1

digunakan untuk menunjukan tahanan konveksi. Aliran panas

menyeluruh sebagai hasil gabungan proses konduksi dan konveksi bisa dinyatakan dengan koefisien perpindahan panas menyeluruh, U: (Holman, 1993).

Tw,i Tw,o

T∞i Tw,i Tw,o

i iA h 1 o oA h 1 kA x

T∞,i


(46)

28

menyeluruh

T A U

q= ⋅ ⋅∆ ... (24) Dengan menggunakan persamaan 24, maka koefisien perpindahan panas menyeluruh adalah sebagai berikut: (Holman, 1993).

2 1 1 1 1 h k x h U + ∆ +

= ... (25)

Dimana:

U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2 K).

h = Koefisien perpidahan panas konveksi (W/m2 K).

A = Luas penampang (m2).

T = Temperatur (oK).

k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m K). x

∆ = Tebal dinding (m).

Perhatikan bahwa dalam hal ini luas bidang konveksi tidak sama untuk kedua fluida, maka luas bidang tergantung dari diameter dalam tabung dan tebal dinding. Maka perpindahan panas menyeluruh dapat dinyatakan sebagai berikut: (Holman, 1993).

(

)

o o i o i i B A A h kL r r A h T T q 1 2 / ln

1 + +

− = π ... (26) Dimana: o

r = Jari-jari shell (m) ri = Jari-jari tube (m)


(47)

Sebagaimana dalam pengujian ini menggunakan sirip untuk proses penukaran kalor maka dari persamaan 26, dengan adanya modifikasi penambahan sirip (fin). Adapun rumus perhitungan untuk luasan sirip sebagai berikut: (Kern, 1988).

Afin = 2π

(

r

r

)

2 1 2

2− + 2π

r

2t ... (27)

Sehingga perpindahan panas secara menyeluruh dengan penambahan sirip dapat dinyatakan sebagai berikut: (Kern, 1988)

(

)

(

)

o o

i o i i B A A h kL r r A h T T q

r

r

r

1 t 2 + 2 2 / ln 1 2 2 1 2 2 + − + + − = π π π ... (28)

Sesuai dengan jaringan tahanan thermal seperti pada gambar 14, besarnya Ao dan Ai adalah luas permukaan bagian luar dan bagian dalam.

Gambar 14. Aliran Panas Satu Dimensi melalui Silinder Berlubang

TB TA ho hi q besi baja tembaga ro ri uap panas air dingin T1 T2

TA T1 T2 TB

i i A

h.

1 ( )

kL r ro i

π 2 / ln o oA h. 1


(48)

30

Maka koefisien perpindahan panas menyeluruh untuk bagian dalam tube (UI) dan bagian luar tube (Uo) adalah: (Incropera, 1996).

o o i o f o i i o i i f i i h r r R r r r r k r R h U 1 ln 1 1 , . ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + + +

= ... (29)

i i o i f i o i o o o f o o h r r R r r r r k r R h U 1 ln 1 1 , , ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + +

= ... (30)

Dimana:

Rf,o : faktor kotoran di luar tube (m2⋅K/M ).

Rf,i : faktor kotoran di dalam tube. (m2⋅K/M ).

Permukaan bagian dalam pipa dianggap licin tanpa ada faktor kotoran diluar dan didalam Tube.

3.6 Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds adalah parameter tidak berdimensi untuk

menentukan apakah aliran yang terjadi laminer atau turbulen yang tergantung dari besarnya bilangan tersebut. Sebuah aliran dikatakan laminer jika fluida bergerak secara lapisan-lapisan secara teratur atau nilai

bilangan Reynoldsnya kurang dari 2000, (Kreith, 1997). Dan daerah

bilangan Reynolds antara 2100 sampai 4000 terjadi peralihan dari aliran laminer ke aliran turbulen aliran ini disebut aliran peralihan (transisi). Sedangkan aliran dikatakan turbulen jika fluida bergerak dengan tidak menentu ditandai dengan timbulnya ulakan-ulakan pada aliran atau nilai bilangan Reynoldsnya lebih dari 4000, (Kreith, 1997). Untuk mengetahui


(49)

sifat dari aliran tersebut laminer atau turbulen ditunjukkan dengan bilangan Reynolds (Re) yang dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: (Kreith, 1997).

µ ρ v D

Re= ⋅ ⋅ ... (31)

Dimana:

Re = Bilangan Reynolds.

ρ = Massa jenis (kg/m3). v = Kecepatan (m/s).

µ

= Viskositas dinamis fluida (kg/m s). D = Diameter (m).

Untuk memperlukan kecepatan rata-rata maka diperoleh dengan persamaan:

A Q

v= ... (32)

Dimana:

=

v Kecepatan (m/s).

=

Q Debit aliran fluida (m3/s).

=

A Luas penampang (m2).

Untuk diameter pada annulus diperoleh dengan persamaan: (Kreith,

1997).

(

)

o i o

i

2 i 2 o

h D D

D D

) D D ( ) 4 / ( 4

D = −

+ − =

π π

... (33)


(50)

32

h

D = Diameter annulus (m).

o

D = Diameter shell (m).

i

D = Diameter tube (m).

3.7 Kesetimbangan Kalor

Sesuai dengan hukum kesetimbangan kalor, bahwa kalor yang masuk ke dalam suatu sistem sama dengan kalor yang keluar dari sistem, hal ini dapat dilihat pada gambar 15.a. maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut: (Incropera, 1996).

qc =qh

(

co ci

)

h ph

(

hi ho

)

c p

c c T T m c T T

m,,, = ⋅ ,,, ... (34)

Dimana:

qc = kalor yang masuk ke sistem (Watt)

qh = kalor yang keluar ke sistem (Watt)

c .

m = kapasitas aliran fluida dingin (kg/s) cp,c = panas spesifik fluida dingin (J/kg K)

Tc,i = temperatur fluida dingin yang masuk kondensor (oC)

Tc,o = temperatur fluida dingin yang keluar kondensor (oC)

h .

m = kapasitas aliran fluida panas (kg/s) cp,h = panas spesifik fluida panas (J/kg K)

Th,i = temperatur fluida panas yang masuk kondensor (oC)


(51)

a

b

Gambar 15. Kesetimbangan Kalor antara Dua Fluida Kerja dan Distribusi Temperatur dalam Kondensor Lintas Tunggal.

Gambar 15.a, menunjukan distribusi perubahan temperatur yang

terjadi pada kedua fluida dalam penukar kalor shell and tube pipa

konsentrik, karena temperatur dari fluida kerja yang berada di dalam penukar kalor pada umumnya tidak konstan tetapi temperaturnya selalu berbeda dari satu titik ke titik lainnya pada waktu kalor mengalir dari fluida yang lebih panas ke fluida yang lebih dingin. Tetapi perlu diperhatikan bahwa pada gambar 15.b, terlihat bahwa distribusi temperatur aliran fluida panas yang mengalir disepanjang lintasan tidak mengalami perubahan temperatur tetapi mengalami perubahan fasa yaitu perubahan dari fasa uap

Th,i

∆T Tc,o

Tc,i

Th,o

∆T1 ∆T

2

qc

qh

Tc,i c .

m Th,i

Th,o h

.

m


(52)

34

menjadi fasa cair. Sehingga persamaan untuk kesetimbangan kalor dapat ditulis sebagai berikut:

qc =qh

(

co ci

)

h ph

(

hi ho

)

c p

c c T T m c T T

m,,, = ⋅ ,,,

(

co ci

)

h f g

c p

c c T T m h

m,,, = ⋅ , ... (35)

Dimana:

hf,g = kalor penguapan (kJ/kg)

3.8 Daya Pompa

Dalam hal ini daya pompa dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu daya masuk dan daya keluar pompa. Besarnya daya masuk pompa dipengaruhi oleh besarnya tegangan listrik dan kuat arus yang terjadi, sehingga daya pompa dapat ditentukan dengan persamaan, sedangkan daya keluar pompa dipengaruhi oleh tinggi heat dan tekanan massa dalam hal ini adalah fluida air. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pin = V . I ... (36)

Pout = vf . ∆P . mc ... (37)

Dengan:

Pin = daya masuk pompa (Watt)

Pout = daya keluar pompa (Watt)

V = tegangan (Volt)

vf = volume spesifik (m3/kg)

I = kuat arus (Ampere) mc = kapasitas pendingin (kg/s)


(53)

35

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Diagram Alir Penelitian

Gambar 16. Diagram Alir Penelitian Perencanaan dan pembuatan model heat exchanger

MULAI

Pengujian

Variabel bilangan Reynolds fluida dingin 2000, 4000, 6000, 8000, 10000

Pembuatan laporan

SELESAI

Pengolahan data dan penarikan kesimpulan Pengaruh variasi bilangan Reynolds terhadap: 1. Kapasitas kondensat

2. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh 3. Daya pompa


(54)

36

4.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian

Dalam penelitian bahan yang digunakan adalah fluida air baik untuk fluida panas maupun fluida dingin. Spesifikasi dari fluida yang digunakan adalah:

1 Fluida dingin yang mengalir dalam kondensor adalah air yang diambil langsung dari sumber air.

2 Fluida panas yang digunakan adalah uap dari hasil pemanasan air yang berada didalam bejana.

4.3 Alat-Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian

1 Unit Model Heat ExchangerConcentric Tube Dengan Posisi Horizontal

Gambar 17. Model Heat ExchangerConcentric Tube Keterangan gambar 17 :

a Pipa tembaga dengan panjang 3200 mm, diameter luar25,7 mm dan diameter dalam 23,5 mm, yang digunakan sebagai tube.

b Pipa baja karbon dengan panjang 3000 mm, diameter luar 50,6 mm dan diameter dalam 49,7 mm, yang digunakan sebagai shell.


(55)

c Kawat yang digunakan sebagai spiral pengarah aliran dengan diameter 5 mm, pitch 60 mm.

2 Unit Instalasi Eksperimen

Keterangan gambar 18 : A. Bejana

B. Bak hasil kondensat

C. Flowmeter

D. Selang Radiator E. Kondensor F. Pompa Air G. Bak air

H. Bak air bekas kondensasi


(56)

38

3 Bejana

Gambar 19. Bejana

4 Tabung Bahan Bakar Apollo Kapasitas 8 L

Gambar 20. Tabung Bahan Bakar

5 Kompresor Tangan Merk Vitech


(57)

6 Multimeter Digital Dan Selektor Tipe Omega 405 A

Gambar 21. MultMeterDigital dan Selektor

7 Electric Pump Model D 9126 BIT Merk Shimizu

Gambar 22. Pompa Air Selektor

Multimeter digital


(58)

40

8 Pipa PVC

Gambar 23. Pipa PVC

9 FlowmeterMerk Water Flow

Gambar 24. Flowmeter Air


(59)

Pengukuran debit aliran fluida dingin menggunakan alat ukur

flow meter, yang ditempatkan pada bagian masuk kondensor yang

dihubungkan dengan pipa PVC.

10 Termokopel tipe K, seri 66 K 24

Gambar 25. Termokopel

11 Kompor Dua Buah

Gambar 26. Kompor


(60)

42

12 Skema Penelitian

Gambar 27. Skema Penelitian a Aliran Fluida Panas

Untuk fluida panas, uap hasil pemanasan dari bejana langsung mengalir ke kondensor yang dapat ditunjukan dengan anak panah yang berwarna merah.

b Aliran Fluida Dingin.

Untuk fluida dingin, pipa yang digunakan untuk meneruskan aliran fluida dingin dari bak air ke kondensor menggunakan pipa PVC dengan diameter 25,9 mm. Untuk aliran fluida dingin yang berada di kondensor menggunakan pipa baja karbon dengan diameter luar 50,6 mm. Sistem perpipaan fluida dingin ini di desain agar dapat digunakan


(61)

untuk pengujian aliran berlawanan (counter flow) saja, dan arah aliran dapat ditunjukan dengan anak panah yang berwarna biru.

Pada sistem perpipaan fluida dingin ini terdapat dua buah katup yang digunakan untuk mengatur aliran fluida dingin, katup K1

merupakan katup masuk yang digunakan untuk mengatur besar kecilnya debit fluida dingin yang akan memasuki kondensor, katup K2 merupakan

katup keluar yang digunakan untuk menjaga keseimbangan antara debit aliran fluida dingin dengan kemampuan motor pada pompa, sehingga motor pada pompa tidak akan mengalami beban yang berlebih.

c Avometer

Alat ini digunakan untuk megetahui besarnya tegangan listrik dan kuat arus yang akan digunakan untuk menghitung besarnya daya pompa ketika pompa bekerja.

d Flowmeter

Pengukuran debit aliran fluida dingin menggunakan alat ukur

flowmeter, yang ditempatkan pada bagian masuk kondensor yang

dihubungan dengan pipa PVC. e Termokopel

Pengukuran temperatur aliran dari fluida kerja menggunakan termokopel tipe K, dimana untuk mengetahui temperatur itu dilengkapi dengan satu set multimeter digital sebagai termokopel reader sebagai

dispay data yang diperoleh. Pengukuran ini dilakukan pada enam titik


(62)

44

Gambar 28. Skema Penempatan Termokopel

4.4 Tempat Pengujian dan Pengambilan Data

Pengujian dilakukan di laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pengujian dilakukan untuk aliran berlawanan dengan 5 macam variabel bilangan Reynolds yaitu 2000, 4000, 6000, 8000 dan 10.000. Dan pengambilan data dilakukan secara serentak dengan interval waktu 5 menit dalam satu kali pengambilan data selama 25 menit. Data-data yang diambil adalah temperatur masuk fluida panas (Th,i), temperatur masuk fluida dingin

(Tc,i), temperatur keluar fluida panas (Th,o), temperatur keluar fluida dingin

(Tc,o), temperatur luar pipa tembaga (Tw,luar), temperatur dalam pipa tembaga


(63)

4.5 Tahapan Penelitian

Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam melakukan penelitian dan untuk mengetahui performa dari suatu alat penukar kalor pipa konsentrik aliran berlawanan arah (counter flow), maka dilakukan beberapa tahapan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1 Pastikan sudah tidak ada kebocoran pada instalasi percobaan.

2 Nyalakan kompor untuk proses pemanasan air dalam bejana hingga temperatur air dalam bejana mencapai 100 oC.

3 Hidupkan pompa.

4 Atur aliran air menggunakan katup masuk dan katup keluar sesuai dengan variabel aliran dengan mengamati skala flowmeter.

5 Pengujian dapat dimulai setelah proses pemanasan air sudah mendidih sempurna atau temperatur air dalam bejana sudah mencapai 100 oC. 6 Amati temperatur dinding, temperatur fluida dingin dan temperatur

fluida panas dengan menekan tombol-tombol selektor masing-masing temperatur dan beda tekanan pada manometer air kemudian dicatat.


(64)

47

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari data–data yang diperoleh baik dari hasil eksperimen yang sudah

dilakukan, data–data dimensi dari penukar kalor dan data–data dari sifat–sifat fluida

kerja, maka akan dilakukan analisa perhitungan perpindahan panas yang terjadi antara

fluida panas (uap) dan fluida dingin (air) berdasarkan kesetimbangan panas.

5.1

Data Dimensi Alat Penukar Kalor

Data–data fisik dari penukar kalor pipa konsentrik adalah sebagai berikut :

Diameter

luar

shell

(D

o

)

: 0,0506 m

Diameter

shell

(D

i

)

:

0,0497

m

Diameter

luar

tube

(d

o

)

: 0,0257 m

Diameter

dalam

tube

(d

i

)

: 0,0235 m

Diameter kawat spiral (d

k

)

: 0,0050 m

Jarak antar lilitan /

pitch

(z)

: 0,0600 m

Panjang penukar kalor (L)

: 3 m

Konduktivitas

tube

tembaga (k)

: 386 W/m

o

C


(65)

5.2

Data Hasil Pengujian

a.

Data hasil pengujian kapasitas aliran dan temperatur aliran dapat dilihat

pada table 2.

Tabel 2. Data hasil pengujian kondensor tipe konsentrik ganda

dipasang secara seri

Eksp. t

(s)

Kondensor bawah Kondensor atas

h

m

. 10-3 (kg/s)

∆p

(Pa)

Tci,1

(°C)

Tco,1

(°C) Thi,1

(°C)

Tho,1

(°C) Tci,2

(°C) Tco,2

(°C)

Thi,2

(°C)

Tho,2

(°C)

1 300 30,00 30.09 30.76 30.09 30.09 31.07 95.61 30.55 2.461 1077,45

2 300 30.38 30.63 32.03 30.63 30.75 31.25 95.86 32.09 2.359 1077,45

3 300 31.89 32.32 32.71 31.64 31.79 32.14 95.61 32.45 2.290 1077,45

4 300 32.45 32.59 34.07 32.64 32.64 33.39 95.61 34.09 2.222 1077,45

5 300 33.11 33.93 34.75 33.81 33.21 34.11 95.52 34.73 2.170 1077,45

6 300 34.53 34.65 36.39 35,00 34.72 35.59 95.61 36.51 2.478 1469,25

7 300 34.72 35.11 3611 35.19 34.72 35.62 95.61 36.32 2.393 1469,25

8 300 35.54 35.69 36.57 35.94 35.63 36.21 95.61 36.89 2.296 1469,25

9 300 35.63 35.78 36.85 36.13 35.54 36.48 95.61 37.45 2.188 1469,25

10 300 35.81 36.26 37.13 36.04 36.04 36.58 95.61 37.64 2.119 1469,25

11 300 35.26 35.31 36.02 35.75 35.63 35.76 95.61 37.08 2.598 1959

12 300 35.26 35.42 36.02 35.38 35.45 36.61 95.78 36.23 2.461 1959

13 300 34.62 34.73 36.02 35,00 34.25 35.15 95.61 36.13 2.393 1959

14 300 34.52 34.73 35.09 34.09 34.53 35.21 95.78 35.38 2.393 1959

15 300 34.34 34.55 35.09 33.73 34.62 34.29 95.78 35.12 2.359 1959

16 300 34.91 35.19 36.02 34.73 34.53 35.05 95.78 37.08 2.598 2056,95

17 300 35.18 35.24 36.24 35.38 35.26 36.13 95.86 36.42 2.529 2056,95

18 300 36.16 36.32 36.94 35.94 36.52 36.13 95.78 36.98 2.393 2056,95

19 300 36.25 36.54 37.87 36.51 36.61 37.25 95.95 37.83 2.427 2056,95

20 300 36.61 36.74 38.06 36.79 36.78 37.67 95.86 38.11 2.393 2056,95

21 300 36.52 36.68 37.52 36.51 35.81 37.22 95.78 38.11 2.678 2546,7

22 300 34.34 34.38 35.83 34.27 34.34 35.22 95.61 36.32 2.598 2546,7

23 300 35.63 36.58 36.76 35.94 36.04 36.96 95.52 36.98 2.564 2546,7

24 300 36.34 36.72 37.68 36.79 36.96 36.91 95.61 37.83 2.547 2546,7


(66)

49

5.1

Analisa Perhitungan

a.

Eksperimen 1 pada Bilangan

Reynolds

Fluida Dingin 2.760

1)

Perhitungan Temperatur Keluar Fluida Dingin Teoritis (T

co, t

).

Perhitungan temperatur keluar fluida dingin teoritis dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan kesetimbangan panas, karena

ada dua variabel yang belum diketahui, maka dilakukan suatu metode

iterasi agar besarnya kalor yang masuk sama dengan kalor yang keluar.

Sehingga:

h

c

q

q

=

m

c

c

p,c

(

T

co,t

T

ci,eksp

)

=

m

h

h

f,g

0,0253⋅cp,c

(

Tco,t −30.00

)

=2,461⋅2436,56×103

0

,

0253

4174

,

189

(

86

,

78

30

,

00

)

=

2

,

461

2436

,

56

×

10

3

5996,365 = 5996,374 W

2)

Perhitungan Pelepasan Kalor Yang Keluar Ke Lingkungan.

(

cot coekp

)

c p c

L

m

c

T

T

q

=

,

,

,

=0,0253⋅4.183,484⋅

(

86,78−31,07

)


(67)

3)

Propertis Fluida Dingin Pada Temperatur Rata-Rata.

2

, , , eksp ci t co t cm

T

T

T

=

+

2

00

,

3

78

,

86

+

=

=

58

,

39

o

C

=

331

,

39

K

Tabel A.6.

3

f

1

.

016556

10

V

=

×

(m

3

/kg)

556

,

4184

c

p,c

=

(J/kg K)

6

f

478

,

992

10

×

=

µ

(N s/m

2

)

3

f

651

,

668

10

k

=

×

(W/m K)

074

p

r,f

=

3

,

4)

Propertis Fluida Panas Pada Temperatur Rata-Rata.

2 ho hi hm T T

T = +

2

09

,

30

61

,

95

+

=

=

62

,

85

o

C


(68)

51

Tabel A.6.

8605

,

6

V

g

=

(m

3

/kg)

3 g

f, 2351,96 10

h = ×

(J/kg)

6

g 10,524 10

− × =

µ

(N s/m

2

)

3

g 22,051 10

k = × −

(W/m K)

917

,

0

p

r,g

=

5)

Perhitungan Bilangan

Reynolds

Teoritis Fluida Dingin.

µ

ρ

U

m

D

h

Re

=

Dimana:

A

Q

U

c

m

=

( )

1 f

c c

V m

Q =

(

3

)

1

10

016556

,

1

0253

,

0

− −

×

=

=

2

,

535

×

10

−5

m

3

/s

Sehingga:

A

Q

U

c m

=

(

2

)

5

024

,

0

4

1

10

535

,

2

×

=

π


(69)

Jadi besarnya bilangan

Reynolds

teoritis fluida dingin adalah:

µ

ρ

U

m

D

h

Re

=

(

)

6

1 3

10

992

,

478

024

,

0

056

,

0

10

016556

,

1

− − −

×

×

=

=

2760

,

195

6)

Perhitungan Bilangan

Nusselt

Fluida Dingin.

Karena aliran yang terjadi pada

tube annulus

laminar,

maka

besarnya bilangan Nusselt dapat dicari dengan menggunakan tabel 1, yaitu

dengan cara membagi d

o

/D

i

, sehingga:

0497

,

0

0257

,

0

D

d

i o

=

=

0

,

52

Karena hasil dari d

o

/D

i

dalam tabel 1 tidak ada, maka dilakukan

metode iterasi, sehingga:

(

4

,

86

5

,

74

)

5

,

74

50

,

0

00

,

1

50

,

0

52

,

0

Nu

d

+

=

=

5

,

71

7)

Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Fluida Dingin.

Dari hasil perhitungan bilangan Nusselt dan berdasarkan sifat

konduktivitas thermal fluida, maka koefisien perpindahan panas konveksi


(70)

53

h d o D k Nu

h = ⋅

024 , 0 10 668 , 651 71 ,

5 ⋅ × −3

=

=

155

,

042

W/m

2

K

8)

Perhitungan Bilangan

Reynolds

Fluida Panas.

µ

ρ

U

m

d

i

Re

=

Dimana:

A Q

U = h

h

( )

1 g

h h

V

m

Q

=

(

)

1

3

860

,

6

10

461

,

2

− −

×

=

=

0

,

01688

m

3

/s

Sehingga:

A Q

U = h

h

(

2

)

0235

,

0

4

1

01688

,

0

=

π

=

38

,

917

m/s


(71)

µ

ρ

U

h

d

i

Re

=

(

)

6 1

10

524

,

10

0235

,

0

917

,

38

860

,

6

− −

×

=

=

12

.

666

,

907

9)

Perhitungan Bilangan

Nusselt

Fluida Panas.

Karena aliran yang terjadi untuk fluida panas adalah turbulen

,

maka besarnya bilangan Nusselt dapat ditentukan dengan persamaan:

(

)

4/5 0,3

Pr Re

023 ,

0 ⋅ ⋅

= D

d

Nu

=

0

,

023

(

12

.

666

,

907

) (

0,8

0

,

91753

)

0,3

=

42

,

919

10)

Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Konveksi Fluida Panas

Dari hasil perhitungan bilangan Nusselt dan berdasarkan sifat

konduktivitas thermal fluida, maka koefisien perpindahan panas konveksi

pada

tube

bagian dalam

dapat ditentukan dengan persamaan:

i d i d k Nu

h = ⋅

0235 , 0 10 051 , 22 919 ,

42 ⋅ × −3

=


(72)

55

11)

Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Besarnya koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat diperoleh

dari harga masing-masing koefisien perpindahan panas fluida kerja yang

ditentukan dengan persamaan:

i i o i o o o o h r r r r k r h U 1 ln 1 1 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + =

1

273

,

40

1

0117

,

0

0127

.

0

0117

,

0

0127

,

0

ln

386

0127

,

0

042

,

155

1

+

+

=

937

,

29

=

W/m

2

K

12)

Perhitungan Daya Pompa

Besarnya daya masuk kedalam pompa dapat ditentukan dengan

persamaan:

I

V

P

in

=

= 2

211

,

5

x

1

,

= 253,8 W

Sedangkan besarnya daya pompa yang dibutuhkan untuk

mengalirkan fluida dingin dapat ditentukan dengan persamaan:

c f

out

V

P

m

P

=

0253

=

1

,

016556

×

10

−3

1077

,

45

0

,


(73)

Untuk eksperimen 1 sampai 4 pada bilangan

Reynolds

629

2864

,

dapat disajikan pada tabel 3. Dengan cacatan bahwa untuk properties

fluida dingin maupun fluida panas dapat dilihat pada lampiran (tabel

properties).

13)

Perhitungan efektifitas sirip

h

o

= 153,424 W/m

2

.K

T

h,m

=

65,585

0

C

t

= 0,005 m

T

c,m

=

35,268

0

C

L

f

= 0,005 m

k

= 59 W/m

d

f,i

= d

o

= 0,0257 m

s

= 0,060 m

n

= 50 fin

r

f,o

= 0,01785 m

r

f,i

= 0,01285 m

a.

mencari q tanpa sirip

L

d

A

no,f

=

π

o

=

π

· 0,0257 · 1,5


(1)

Gambar Macam Macam Muka Sirip

a) Sirip longitudinal (memanjang) dengan profil siku-empat. b) Tabung silinder dengan sirip berprofil siku-empat. c) Sirip longitudinal dengan profil trapezoida. d) Sirip longitudinal dengan profil parabola.

e) Tabung silinder dengan sirip radial berprofil segi-empat. f) Tabung silinder dengan sirip radial berprofil kerucut terpotong. g) Duri berbentuk silinder.

h) Duri berbentuk kerucut terpotong. i) Duri berbentuk parabola.


(2)

Tabel Pendukung Grafik Hubungan Re dengan mh pada Gambar 26.

Re mh (Kg/dtk)

2.760 0,0023004 4.755 0,0022948 6.833 0,0024490 9.018 0,0024680 11.051 0,0025742

Dimana nilai mh pada bilangan Reynolds 2760 didapat dari nilai rata-rata mh pada 5 kali eksperimen pada bilangan Reynolds 2760. Demikian pula dengan nilai mh pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari rata-rata eksperimen. Tabel Pendukung Grafik Hubungan Re dengan qL pada Gambar 27.

Re qL (Watt)

2.760 5.858,668 4.755 5.892,722 6.833 5.907,494 9.018 5.941,006 11.051 5.964,270

Dimana nilai qL pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata qL pada 5 kali eksperimen pada bilangan Reynolds 2.760, demikian pula dengan nilai qL pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari rata-rata eksperimen.


(3)

Tabel Pendukung Grafik Hubungan Re dengan Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh pada Gambar 28.

Re Uo (W/m2oK)

2.760 29,7888 4.755 28,8590 6.833 30,8316 9.018 35,8118 11.051 37,3936

Dimana nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata koefisien perpindahan panas menyeluruh pada 5 kali eksperimen bilangan Reynolds 2.760. demikian pula pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari rata-rata eksperimen.

Tabel Pendukung Grafik Hubungan Re Fluida Dingin dengan Daya Pompa pada Gambar 29.

Re P (Watt)

2.760 2,84880 4.755 2,86176 6.833 2,84056 9.018 2,89048 11.051 2,93628

Dimana nilai daya pompa pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata daya pompa pada 5 kali eksperimen bilangan Reynolds 2.760. demikian pula pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari rata-rata eksperimen.


(4)

Tabel Pendukung Grafik Hubungan Re Fluida dingin, Temperatur Masukan Fluida Dingin dan Kapasitas Aliran Fluida Panas pada Gambar 30

Re Tci (oC) mh Kg/dtk)

2.760 30,00 0.002461 30.38 0.002359 31.89 0.002290 32.45 0.002222 33.11 0.002170 4.755 34.53 0.002478 34.72 0.002393 35.54 0.002296 35.63 0.002188 35.81 0.002119 6.833 35.26 0.002598 35.26 0.002461 34.62 0.002393 34.52 0.002393 34.34 0.002359 9.018 34.91 0.002598 35.18 0.002529 36.16 0.002393 36.25 0.002427 36.61 0.002393 11.051 36.52 0.002667 34.34 0.002598 35.63 0.002564 36.34 0.002547 35.63 0.002495


(5)

Tabel Pendukung Grafik Hubungan Tci dengan Daya pompa pada Bilangan Reynolds 2.760, 4.755, 6,833, 9.018, 11.051 pada Gambar 31.

Re Tci (oC) P (Watt)

2.760 31,566 2,84880 4.755 35,246 2,86176 6.833 34,8 2,84056 9.018 35,822 2,89048

11.051 35,692 2,93628

Dimana nilai temperatur masukan fluida dingin pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata 5 kali eksperimen temperatur masukan fluida dingin pada bilangan Reynolds 2.760, demikian pula dengan nilai temperatur masukan fluida dingin pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 dan nilai daya pompa pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata daya pompa 5 kali eksperimen pada bilangan Reynolds 2.760, demikian pula dengan nilai daya pompa pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari nilai rata-rata eksperimen.


(6)

Tabel Pendukung Grafik Hubungan Daya Pompa Terhadap Kapasitas Aliran Fluida Panas pada Gambar 32.

Re mh (Kg/dtk) P (Watt)

2.760 0,0023004 2,84880 4.755 0,0022948 2,86176 6.833 0,0024490 2,84056 9.018 0,0024680 2,89048 11.051 0,0025742 2,93628

Dimana nilai kapasitas aliran fluida panas pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata 5 kali eksperimen kapasitas aliran fluida panas pada bilangan Reynolds 2.760, demikian pula dengan nilai temperatur masukan fluida dingin pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari nilai rata-rata eksperimen dan nilai daya pompa pada bilangan Reynolds 2.760 didapat dari nilai rata-rata 5 kali eksperimen daya pompa pada bilangan Reynolds 2.760, demikian pula dengan daya pompa pada bilangan Reynolds 4.755, 6.833, 9.018 dan 11.051 didapat dari nilai rata-rata eksperimen.