MODEL PEMBELAJARAN PROJECT WORK UNTUK MENINGKATKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH: Studi Pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

ABSTRAK iv

PERNYATAAN vi

KATA PENGANTAR vii

UCAPAN TERIMAKASIH viii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian 12

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 15

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 16

E. Asumsi Penelitian 18

F. Definisi Operasional 21

G. Kerangka Berfikir 24

BAB II KERANGKA TEORITIS 27

A. Konsep Model Pembelajaran 27

B. Konsep Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 42

C. Konsep Kewirausahaan dalam Pendidikan non Formal 49

D. Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) dalam PLS 53

E. Pendidikan Berbasis Project Work 68

BAB III METODE PENELITIAN 78

A. Paradigma Penelitian 78

B. Uji Lapang 84

C. Teknik Pengumpulan Data 87


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 94

A. Hasil Studi Awal 94

B. Pengembangan Model Hipotetik 100

C. Uji Kelayakan Model 121

D. Model Akhir Penelitian 125

E. Pembahasan 156

F. Keterbatasan Model dan Keterbatasan Penelitian 174

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 176

A. Kesimpulan 176

B. Rekomendasi 179

DAFTAR PUSTAKA 182

RIWAYAT HIDUP 192

DAFTAR TABEL


(3)

2.1. 2.2. 3.1. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.

(PUK) Tahun 2011

Gangguan Proaktif

Gangguan Retroaktif

Penilaian Model Dengan Teknik Respon Terinci Rentang Usia Peserta Didik di PKBM/LPK Queen dan Baginda Latar Belakang Pendidikan Peserta Didik di PKBM Hasil Uji t, Hasil Postest Uji Coba Tahap I dan Tahap II

Hasil Pengujian Pada Kelompok Eksperimen

Hasil Posttest Uji Coba Pertama Yang Dipasangkan Dengan Hasil Posttest Uji Coba Tahap Kedua

31 31 89 96 97 150 154 155

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1

1.2

Penduduk Usia Kerja (PUK) di Provinsi Gorontalo Tahun 2011 (dalam ribu)

Kerangka Berfikir Pola Pembinaan Remaja Putus Sekolah 21


(4)

2.1 3.1 3.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10

Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Alur Penelitian dan Pengembangan \

Desain Eksperimen

Paradigma Model

Grand Model Tahapan Pembelajaran Berbasis Project work

Grand Model Pembelajaran Berbasis Project Work Kerangka Model Pembelajaran Berbasis Project work Kegiatan Inti Dalam Project Work

Model Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi

Model Akhir Tahapan Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi

Model Akhir Pembelajaran Berbasis Project Work Setelah Validasi

Posttest Tahap I dan Tahap II

Posttest I dan Posttest II Uji coba Kelas Eksperimen

64 81 85 105 116 117 117 119 125 146 147 153 154

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 2 3 4

Hasil Ujian Komprehensif Program Doktor (S3)

Permohonan Izin Melakukan Studi Lapangan/Observasi Surat Izin Melakukan Penelitian

Kisi Kisi dan Instrumen Penelitian

194 195 196 197


(5)

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Jadwal Pembelajaran Daftar Peserta Pelatihan Daftar Hadir Pelatihan

Identifikasi Kebutuhan Pembelajaran Identifikasi Kebutuhan Alat Pembelajaran

Identifikasi Kemungkinan Hambatan Pembelajaran Identifikasi Calon Instruktur Pembelajaran

Daftar Instruktur Pembelajaran Undangan untuk Instruktur Foto foto Kegiatan Pelatihan

221 222 223 225 226 227 228 229 230 231


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan pendidikan nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dari waktu kewaktu meliputi empat hal, yaitu peningkatan: (1) pemerataan kesempatan, (2) kualitas, (3) efisiensi, dan (4) relevansi. Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skill education) pada semua jenis dan jenjang pendidikan formal maupun non formal pada dasarnya didorong oleh anggapan bahwa relevansi antara pendidikan dengan kehidupan nyata kurang erat. Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, dalam kuantitas maupun kualitas. Pendidikan makin terisolasi dari kehidupan nyata sehingga tamatan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dianggap kurang siap menghadapi kehidupan nyata.

Dengan melihat tingkat pertumbuhan penduduk yang sebesar 1,49 persen per tahun atau sebesar 3,5 juta jiwa ( BKKBN: 2011) maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut menjadi 241 juta jiwa, dan hal ini sudah merupakan lampu kuning bagi pemerintah, karena laju penduduk terus membengkak, tapi juga memberi dampak luas bagi penyediaan pangan, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.

Data terakhir tahun 2011, angka pengangguran terbuka di Indonesia masih mencapai 9,25 juta jiwa. Angka tersebut belum termasuk yang kategori


(7)

pengangguran setengah terbuka, yaitu mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per minggu. Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia, harus diatasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang unggul.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan per Maret 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa (13,33%) atau turun 1,51 juta dibandingkan Maret 2009. Kondisi tersebut saat ini tetap memperburuk dengan dampak krisis dan resesi global, bahkan mereka yang lulus perguruan tinggi semakin sulit mendapatkan pekerjaan karena sedikitnya ekspansi kegiatan usaha.

Dikti Depdiknas menyatakan ”data pengangguran terdidik di Indonesia menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya.”Pemerhati kewirausahaan menyatakan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan (job creator).

Keadaan tersebut disebabkan sistem pembelajaran yang diterapkan di berbagai perguruan tinggi saat ini, yang umumnya lebih terfokus pada ketepatan lulus dan kecepatan memperoleh pekerjaan, dan memarginalkan kesiapan untuk menciptakan pekerjaan.

Pendidikan harus dijalankan dengan kreatif. Pendidikan kewirausahaan harusnya membekali peserta didik untuk mandiri dan tidak berorientasi


(8)

menjadi pencari kerja ketika yang bersangkutan menyelesaikan studinya. Untuk itu diperlukan pendidikan yang dapat mensinergikan berbagai mata diklat/pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya.

Secara normatif, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Undang-Undang Republik Indonesia No.20, Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diperlukan upaya-upaya yang dapat menjembatani antara siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini memang merupakan salah satu upaya untuk menjembataninya, namun perlu ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Tujuan pendidikan kecakapan hidup juga bervariasi sesuai kepentingan yang akan dipenuhi.

Sementara itu, Tim Broad Based Education Depdiknas (2002: 12) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah untuk: (1) mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi, (2) memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan


(9)

prinsip pendidikan berbasis luas, dan (3) mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah, dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di masyaakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Meskipun bervariasi dalam menyatakan tujuan pendidikan kecakapan hidup, namun konvergensinya cukup jelas yaitu bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik preservatif maupun progresif. Memperhatikan kondisi di atas, pembekalan dan penanaman jiwa entrepreneur pada peserta didik diharapkan dapat memotivasi peserta didik untuk melakukan kegiatan kewirausahaan. Pengalaman yang diperoleh di bangku kuliah ini diharapkan dapat dilanjutkan setelah lulus, sehingga munculah wirausahawan baru yang berhasil menciptakan kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja. Ciputra (dalam Direktorat Kelembagaan Dikti, 2009: (4) menegaskan ”pendidikan kewirausahaan bisa memberi dampak yang baik bagi masa depan Indonesia, seperti yang terjadi di Singapura. Namun kuncinya, pendidikan harus dijalankan dengan kreatif”.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional diperlukan upaya-upaya yang dapat menjembatani antara siswa dengan kehidupan nyata. Kurikulum yang ada saat ini memang merupakan salah satu upaya untuk


(10)

menjembataninya, namun perlu ditingkatkan kedekatannya dengan nilai-nilai kehidupan nyata. Bila demikian, pertanyaannya adalah: Apakah kurikulum yang ada sekarang sudah merefleksikan kehidupan nyata saat ini? Untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan kajian yang mendalam terhadap kurikulum yang ada dan terhadap nilai-nilai kehidupan saat ini. Kesenjangan antara keduanya (kurikulum dan kehidupan nyata) merupakan tambahan pengayaan yang perlu diintegrasikan terhadap kurikulum yang ada sehingga kurikulum yang ada saat ini benar-benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata. Pengenalan kecakapan hidup terhadap peserta didik bukanlah untuk mengganti kurikulum yang ada, akan tetapi untuk melakukan reorientasi terhadap kurikulum yang ada sekarang agar benar-benar merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata.

Pendidikan kecakapan hidup merupakan upaya untuk menjembatani kesenjangan antara kurikulum yang ada dengan tuntutan kehidupan nyata yang ada saat ini, bukan untuk merombaknya. Penyesuaian-penyesuaian kurikulum terhadap tuntutan kehidupan perlu dilakukan mengingat kurikulum yang ada memang dirancang per mata pelajaran yang belum tentu sesuai dengan kehidupan nyata yang umumnya bersifat utuh (Tim Broad Based Education Depdiknas, 2002: 15).

Selain itu, kehidupan memiliki karakteristik untuk berubah, sehingga sudah sewajarnya jika kurikulum yang ada perlu didekatkan dengan kehidupan nyata. Dalam pandangan ini, maka kurikulum merupakan sasaran yang


(11)

bergerak dan bukan sasaran yang diam. Dalam arti yang sesungguhnya, pendidikan kecakapan hidup memerlukan penyesuaian-penyesuaian dari pendekatan driven menuju ke demand-driven. Pada pendekatan supply-driven, apa yang diajarkan cenderung menekankan pada school based learning yang belum tentu sepenuhnya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapi oleh peserla didik. Pada pendekatan demand-driven, apa yang diajarkan kepada peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai kehidupan nyata yang dihadapinya sehingga lebih berorientasi kepada life skill-based learning.

Kecakapan hidup merupakan orientasi pendidikan yang mensinergikan mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang, dimanapun ia berada, bekerja atau tidak bekerja, apapun profesinya. Kecakapan hidup (Life skill) yaitu kemampuan dan keberanian untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.

Pendidikan kecakapan hidup memberikan manfaat pribadi peserta didik dan manfaat sosial bagi masyarakat. Bagi peserta didik, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan pilihan-pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang, pengembangan diri, kemampuan kompetitif, dan kesejahteraan pribadi. Bagi masyarakat, pendidikan kecakapan hidup dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan


(12)

madani dengan indikator-indikator adanya: peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan perilaku destruksif sehingga dapat mereduksi masalah-masalah sosial, dan pengembangan masyarakat yang secara harmonis mampun memadukan nilai-nilai religi, teori, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).

Proses kewirausahaan adalah meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan suatu organisasi. Istilah wirausaha dan wiraswasta sering digunakan secara bersamaan, walaupun memiliki substansi yang agak berbeda.

Secara esensi pengertian entrepreneurship adalah suatu sikap mental, pandangan, wawasan serta pola pikir dan pola tindak seseorang terhadap tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan selalu berorientasi kepada pelanggan. Atau dapat juga diartikan sebagai semua tindakan dari seseorang yang mampu memberi nilai terhadap tugas dan tanggungjawabnya. Adapun kewirausahaan merupakan sikap mental dan sifat jiwa yang selalu aktif dalam berusaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan pendapatan di dalam kegiatan usahanya. Selain itu kewirausahan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan seuatu yang baru dan berbeda (create new and different) melaui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup. Pada hakekatnya kewirausahaan


(13)

adalah sifat, ciri, dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif.

Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa Wirausaha dan mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya. Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.

Dengan demikian, kerangka pengembagan pendidikan berbasis kecakapan hidup idealnya ditempuh secara berurutan sebagai berikut (Slamet PH, 2002) dalam http://www.google.com/Pendidikan.life.skills/: Pertama, diidentifikasi masukan dari hasil penelitian, pilihan-pilihan nilai, dan dugaan para ahli tentang nilai-nilai kehidupan nyata yang berlaku. Kedua, masukan tersebut kemudian digunakan sebagai bahan, untuk mengembangkan kompetensi kecakapan hidup. Kompetensi kecakapan hidup yang dimaksud harus menunjukkan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan untuk menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya dalam dunia yang sarat perubahan. Ketiga, kurikulum dikembangkan berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan. Artinya, apa yang harus, seharusnya, dan yang mungkin diajarkan pada peserta didik disusun berdasarkan kompetensi yang telah dikembangkan. Keempat, penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup perlu dilaksanakan dengan jitu agar kurikulum berbasis


(14)

kecakapan hidup dapat dilaksanakan secara cermat. Hal-hal yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup seperti misalnya tenaga kependidikan (guru / Dosen / Fasilitator), pendekatan-strategi-metode pembelajaran, media pendidikan, fasilitas, tempat belajar dan durasi belajar, harus siap. Kelima, evaluasi pendidikan kecakapan hidup perlu dibuat berdasarkan kompetensi kecakapan hidup yang telah dirumuskan pada langkah kedua. Karena evaluasi belajar disusun berdasarkan kompetensi, maka penilaian terhadap prestasi belajar peserta didik tidak hanya dengan pencil and paper test, melainkan juga dengan performance test dan bahkan dengan evaluasi otentik. Kriteria dalam penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (Life skills) ini harus meliputi: (1) penggalian berdasarkan karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat; (2) pengembangan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran; (3) adanya dukungan dari pemerintah setempat; (4) prospektif untuk berkembang dan berkesinambungan; (5) ketersediaan nara sumber teknis dan prasarana untuk praktek keterampilan yang memadai; (6) memiliki dukungan lingkungan (perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain); (7) memiliki potensi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor; (8) berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan berusaha.

Dalam kehidupan keseharian, manusia akan selalu dihadapkan problema hidup yang harus dipecahkan dengan menggunakan berbagai sarana dan situasi yang dapat dimanfaatkan. Kemampuan seperti itulah yang merupakan salah


(15)

satu inti kecakapan hidup (life skill). Artinya kecakapan yang selalu diperlukan oleh seseorang di manapun ia berada, baik yang berstatus peserta didik, pekerja, guru, pedagang, maupun orangtua. Pengertian life skill adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Kecakapan hidup (life skill) dapat dipilah menjadi lima bagian, ialah kecakapan mengenal diri (self awarness), kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social skill), kecakapan akademik (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill).

Pendidikan kecakapan hidup berbasis kewirausahaan dapat dilaksanakan pada jenjang pendidikan formal maupun non formal. Hal ini dikarenakan bahwa kurikulum pada jenjang pendidikan formal maupun non formal hampir memiliki kesamaan tujuan, yaitu peningkatan kualitas pengetahuan, keterampilan dan sikap. Namun tujuan tersebut belum dapat meningkatkan kecakapan hidup seperti yang tercantum dalam undang-undang. Pendidikan nonformal, menurut pendapat Suyanto (dalam Tim Broad Based Education Depdiknas: 2002), sangat efektif untuk membantu mengatasi berbagai permasalahan yang melilit bangsa Indonesia, antara lain, besarnya angka pengangguran akibat kurang terampil. Salah satu langkah yang amat penting dalam mewujudkan masyarakat terdidik dan sejahtera dalam bidang pendidikan nonformal, program pendidikan life skills. Life skills ini pun


(16)

menjadi primadona bagi PLS, karena menjadi tujuan utama pendidikan nonformal untuk meningkatkan kecakapan hidup masyarakat.

Program ini bertujuan meningkatkan keterampilan dan kecakapan hidup peserta didik, sehingga lulusannya menjadi tenaga terampil atau mampu berusaha mandiri. Kemandirian itu berbasis potensi unggulan daerah baik yang berspektrum pedesaan maupun perkotaan, serta berorientasi pada pasar lokal, nasional, dan global. Dengan demikian, katanya, kualitas, produktivitas dan pendapatan masyarakat kelompok sasaran baik di pedesaan maupun di perkotaan semakin meningkat.

Pada hematnya keberhasilan sistem pendidikan dapat dilihat dari kemampuan lulusannya menggunakan hasil pendidikan untuk hidup. Oleh karena itu, sistem pendidikan yang baik seharusnya mampu memberikan bekal bagi lulusannya untuk menghadapi kehidupan atau memberikan life skills pada peserta didik. Secara logika, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin tinggi pula peran yang dapat dimainkannya dalam kehidupan di masyarakat. Namun terdapat pula peserta didik yang tidak dapat melanjutkan pendidikan (putus sekolah) dikarenakan alasan biaya yang tidak tersedia.

Pemberian keterampilan life skills pada kalangan remaja yang putus sekolah penting diberikan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kebanyakan dari mereka belum siap kerja, apalagi untuk siap hidup.

Di Kabupaten Bonebolango, jumlah pemuda putus sekolah baik pada jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas


(17)

cukup bervariasi antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi pemuda putus sekolah adalah dengan memberikan pendidikan kecakapan hidup melalui PKBM serta mengikutkan mereka pada kegiatan-kegiatan kursus dengan pendanaan dari pemerintah. Namun pendidikan kecakapan hidup yang diberikan belum memasukkan program kewirausahaan sehingga setelah menyelesaikan kursus atau pelatihan, peserta tidak dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dikarenakan tidak dibekali dengan jiwa wirausaha.

B. Identifikasi Masalah dan Fokus Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Pada kondisi sekarang ini, peran Pendidikan Luar Sekolah semakin meningkat menyusul pertambahan penduduk yang sulit untuk dikendalikan, lapangan kerja yang semakin terbatas dengan pengangguran yang tidak hanya pada kalangan tidak terpelajar, bahkan dikalangan kaum terpelajar juga pengangguran sulit dihindari.

Belum lagi masalah TKI (Tenaga Kerja Indonesia) dan TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang selalu menjadi berita baik di media cetak maupun media elektronik. Hal tersebut merupakan beban pekerjaan pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk mencari solusi yang tepat, sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh semua tenaga kerja yang bermasalah maupun tenaga kerja yang belum memperoleh lapangan kerja yang layak.


(18)

Masalah ketenagakerjaan bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat semata, namun juga menjadi beban seluruh elemen bangsa ini, termasuk para pengambil kebijakan di daerah, khususnya yang menangani masalah kepemudaan dan ketenagakerjaan. Betapa tidak, pada usia produktif dan bahkan usia remaja, banyak kita jumpai warga belajar muda yang sering berkumpul diperempatan jalan, di gardu gardu ronda, tempat tempat umum, dengan kegiatan yang tidak jelas. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung, maka pada titik ini akan timbul kerawanan sosial, kenakalan remaja dan akibatnya akan meresahkan masyarakat sekitar dan pada akhirnya akan merepotkan orang tua dari para remaja tersebut.

Khusus di Kabupaten Bonebolango, yang merupakan daerah otonom hasil pemekaran dari kabupaten induk (Kabupaten Gorontalo) dan berumur masih relatif muda (sekitar 8 tahun), masalah kepemudaan dan ketenagakerjaan juga sudah mulai dirasakan oleh masyarakat, orangtua dan pemerintah daerah. Umumnya para pemuda yang belum memperoleh pekerjaan tetap dan layak tersebut adalah para tamatan SD, SMP dan drop out SMA/SMK. Mereka inilah yang ditangani secara intensif oleh pemerintah daerah serta kelompok kelompok masyarakat dalam lembaga non formal yakni (Lembaga Pendidikan Keterampilan) dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat).

Dalam PKBM inilah mereka diarahkan dan dibina serta diberikan keterampilan kejuruan yang mengarah ke life skills agar kelak mereka dapat


(19)

memperoleh lapangan kerja atau bahkan membuka lapangan kerja sendiri guna mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam pelaksanaan program ini peran Dinas Pendidikan Kabupaten Bonebolango sangat diperlukan baik dalam hal regulasi program, maupun memfasilitasi masalah pendanaan yang diperlukan dalam pelaksanaan program pelatihan tersebut.

Model pelaksanaan program pembelajaran, dirasakan masih merupakan hal yang belum optimal melaksanakan belajaran, sehingga perlu dicarikan pola baru untuk menjawab kebutuhan pembelajaran yang optimal, berdaya guna dan berhasil guna untuk menjawab tantangan kebutuhan ketenagakerjaan dan pengangguran yakni alumni yang profesional, terampil, mandiri dan berjiwa kewirausahaan.

2. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada pelaksanaan program pembelajaran di Lembaga Pendidikan Keterampilan (LPK) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kabupaten Bonebolango, yang melaksanakan belajaran program pelatihan kejuruan antara lain keterampilan: (1) elektronika dasar; (2) komputer dan internet; (3) montir otomotif (sepeda motor); (3) pertukangan kayu; (4) las fabrikasi; (5) tata busana; (6) peternakan; (7) perikanan; (8) dan lain lain

Dari berbagai jenis keterampilan kejuruan yang dilaksanakan pembelajarannya oleh PKBM tersebut, penulis melakukan penelitian pada dua


(20)

keterampilan komputer dan internet. Alumni dari dua kejuruan ini diharapkan akan mampu menjadi tenaga kerja dibidangnya, dan bahkan dapat membuka peluang usaha baru, sehingga dapat membantu mengatasi masalah ketenagakerjaan dan pengangguran walaupun dari skala mikro. Semoga upaya ini dapat berkelanjutan, berdaya guna dan berhasil guna.

Untuk melaksanakan pembelajaran dan merealisasikan semua keinginan tersebut diperlukan model pembelajaran yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan kompetensi alumni, yang harus memiliki profil: profesional, terampil, mandiri dan berjiwa kewirausahan.

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka mencapai profil alumni seperti tersebut diatas dengan melaksanakan model pembelajaran berbasis Project work untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus sekolah.

C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum terdapatnya pengembangan model pembelajaran Project work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus sekolah, di Kabupaten Bonebolango.

2. Pertanyaan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(21)

a. Bagaimana kondisi pembelajaran yang dilaksanakan pada PKBM di Kabupaten Bonebolango ?

b. Bagaimana model pembelajaran berbasis Project work yang diajarkan di PKBM Kabupaten Bonebolango?

c. Sejauhmana pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan bagi remaja putus sekolah di PKBM Kabupaten Bonebolango ?

d. Bagaimana efektifitas pelaksanaan model pembelajaran berbasis Project Work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan remaja putus sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango ?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk menerapkan model pembelajaran berbasis Project work dalam meningkatkan kehidupan remaja putus sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.

Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah untuk:

a. Untuk mendiskripsikan kondisi pembelajaran yang dilaksanakan pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.

b. Untuk mendiskripsikan model pembelajaran berbasis Project work yang diberikan di PKBM Kabupaten Bonebolango


(22)

c. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan bagi remaja putus sekolah di PKBM Kabupaten Bonebolango.

d. Untuk menguji efektifitas penerapan model pembelajaran berbasis Project Work dalam meningkatkan jiwa kewirausahaan remaja putus sekolah pada PKBM di Kabupaten Bonebolango.

2. Kegunaan Penelitian

Dengan melaksanakan model pembelajaran berbasis Project work ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis pada saat penyusunan program maupun secara praktis dalam pelaksanaan program dan membawa dampak positif bagi kalangan pendidikan luar sekolah, khususnya para praktisi pendidikan luar sekolah di lingkungan PKBM maupun di lembaga kursus lainnya.

Adapun kegunaan penelitian ini kedepan diharapkan dapat digunakan: a. Bagi para peserta didik di PKBM maupun lembaga kursus kejuruan

lainnya sebagai pemicu usaha memperoleh keterampilan dan upaya mempersiapkan diri sebaga wirausahawan yang handal dimasa depan. b. Bagi para praktisi pendidikan luar sekolah khususnya di PKBM, dapat

menjadi masukan model pembelajaran yang berbasis kerja proyek (Project work Based Learning).

c. Bagi pengambil kebijakan di daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan khususnya lagi Bidang PNFI (Pendidikan Non Formal dan Informal)


(23)

sebagai bahan alternatif pembinaan dan kegiatan di lembaga lembaga dibawah binaannya.

d. Bagi pemerintah pusat (Depdikbud), sebagai gambaran keadaan di daerah khususnya masalah kepemudaan dan ketenagakerjaan, serta alternatif program kegiatan yang dapat melaksanakan belajaran untuk mengurangi masalah pengangguran dan kerawanan yang disebabkan oleh kenakalan remaja.

E. Asumsi Penelitian

Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan kejuruan pasca reformasi, antara lain:

a. Perubahan pola pendidikan dan pelatihan dari supply-driven menjadi demand-driven.

b. Pengelolaan pendidikan yang tadinya sentralistik menjadi desentralisasi.

c. Pendekatan pembelajaran bergeser dari mata pelajaran menjadi pembelajaran berbasis kompetensi.

d. Pola penyelenggaraan pendidikan berkembang dari terstruktur menjadi fleksibel (luwes) dan permeabel (terbuka).

Persepsi terhadap Pendidikan Luar Sekolah masih menjadi lembaga pendidikan ’kelas dua’ dibanding pendidikan formal. Padahal, realitanya adalah: 1) Pendidikan Luar Sekolah (PLS) jadi salah satu komponen yang patut dikembangkan dalam pendidikan di Indonesia. 2)Menjelang era


(24)

perdagangan bebas, ada tuntutan kebutuhan sumber daya manusia (SDM) 3)Indonesia sebagai pemasok tenaga kerja yang cukup produktif di mata internasional, ikut bersaing dengan negara lain.

Pengembangan model pembelajaran berbasis metode project work sangat diperlukan dalam meningkatkan kesejahteraan remaja putus sekolah di Kabupaten Bonebolango yang melaksanakan belajaran secara reguler maupun non reguler.

Sementara jumlah pemuda putus sekolah senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, dimana jumlah lapangan kerja sangat terbatas dan semakin bersifat kompetitif.

Ini adalah sebuah fenomena, diharapkan sistem pendidikan di Kabupaten Bonebolango dapat dikembangkan untuk meningkatkan angka siap kerja dan mencegah bertambahnya pengangguran. Menjawab permasalahan ini, agaknya PLS dalam hal ini PKBM menjadi salah satu jalan keluarnya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang cukup potensial.

Life skills atau keterampilan hidup dalam pengertian ini mengacu pada beragam kemampuan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Yang dapat diindikasikan sebagai berikut: (1) Life skills merupakan kemampuan yang diperlukan sepanjang hayat, (2) kepemilikan kemampuan berfikir yang kompleks, (3) komunikasi secara efektif , (4) membangun kerjasama, (5) melaksanakan belajaran peranan sebagai warga negara yang bertanggung jawab, (6) memiliki kesiapan serta


(25)

kecakapan untuk bekerja, (7) dan memiliki karakter dan etika untuk terjun ke dunia kerja.

Direktorat Pendidikan Kesetaraan dalam kebijakannya selalu mengarahkan Program Paket A, Paket B dan Paket C pada kompetensi keterampilan fungsional dan kepribadian profesional sesuai kekhasan pendidikan nonformal. Nampaknya dalam mengatasi masalah pengangguran mempengaruhi sisi supply dan demand tenaga kerja, adalah pekerjaan yang harus dilakukan: (1) Pada sisi demand, perlu diupayakan meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar mampu menyerap tenaga kerja, (2) Pada sisi supply, perlu dihambat laju pertumbuhan angkatan kerja. (3) Pada elemen laju pertumbuhan angkatan kerja, terkait di dalamnya soal laju pertumbuhan penduduk.

Tabel 1.1. Kegiatan Warga Masyarakat Gorontalo Pasangan Usia Kerja (PUK) Tahun 2011

Kegiatan Warga Laki laki Perempuan Jumlah

PUK 359,509 361,091 717,600

Angkatan Kerja 291,810 166,769 458,579

Bekerja 281,714 155,745 437,459

Penganggur 10,096 11,024 21,120

Bukan Naker 64,699 194,322 259,021

Sekolah 36,495 34,898 71,393

Rumah Tangga 11,207 151,442 162,649


(26)

Pada sisi supply, hal yang perlu dilakukan adalah mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Dalam hal ini jumlah Penduduk Usia Kerja (PUK) dikurangi jumlah Penduduk yang bekerja: 717.600 – 437.459 = 280.141 orang, dan inilah yang menjadi perhatian pemerintah daerah, jangan sampai yang masuk golongan Anak Usia Sekolah namun tidak bersekolah dan yang lainnya menjadi pengangguran terbuka. Pertumbuhan penduduk dan laju angkatan kerja, memang ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan, seperti digambarkan dalam grafik sebagi berikut:

Gambar 1.1. Penduduk Usia Kerja (PUK) di prov. Gorontalo tahun 2011 (dalam ribu)

F. Definisi Operasional

Peneliti menganggap bahwa beberapa definisi operasional secara konseptual perlu diuraikan sebagai berikutt:

1. Model merupakan kerangka atau pola yang telah dirancang dengan baik, memiliki efisiensi dan efektifitas sehingga dapat diimplementasikan 0

100 200 300 400 500 600 700 800

Laki laki Perempuan Jumlah


(27)

dengan mudah dan praktis. Dengan kriteria tersebut maka dapat diartikan bahwa model merupakan sebuah rancangan guna membantu dan memberikan kontribusi dalam sistem pembelajaran keterampilan bagi remaja putus sekolah.

2. Pembelajaran merupakan suatu proses dimana perilaku diubah dan dapat dikatakan memberikan hasil jika orang orang dapat berinteraksi dengan informasi seperti materi, kegiatan dan pengalaman (Malcom Knowles: 1973). Sedangkan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya

3. Project Work atau Pembelajaran berbasis proyek merupakan metoda pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Project work dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan pelajar dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya. Berikut pengertian PBL menurut beberapa ahli. (a) Project work adalah metoda pengajaran sistematik yang mengikut sertakan pelajar ke dalam pembelajaran pengetahuan dan keahlian yang kompleks, pertanyaan authentic dan perancangan produk dan tugas (University of Nottingham: 2003). (b) Project work adalah pendekatan cara pembelajaran secara


(28)

konstruktif untuk pendalaman pembelajaran dengan pendekatan berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata dan relevan bagi kehidupannya (Barron, B: Wikipedia 1998). (c) Project work adalah pendekatan komprehensif untuk pengajaran dan pembelajaran yang dirancang agar pelajar melakukan riset terhadap permasalahan nyata (Blumenfeld et Al: 1991). (d) Project work adalah cara yang konstruktif dalam pembelajaran menggunakan permasalahan sebagai stimulus dan berfokus kepada aktifitas pelajar (Boud & Felleti: 1991).

4. Jiwa Kewirausahaan adalah sikap atau perilaku yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menimbulkan kemampuan menciptakan sesuatu yang baru secara kreatif/inovatif dan kesanggupan hati untuk mengambil resiko atas keputusan hasil ciptaannya serta melaksanakan belajarannya secara terbaik (sungguh-sungguh, ulet, gigih, tekun, progresif, pantang menyerah.) sehingga nilai tambah yang diharapkan dapat dicapai. Oleh karenanya, seorang wirausahawan harus memiliki kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang belum pernah dipikirkan oleh orang lain (prinsip kreatif dan inovatif) dan hasilnya adalah buah pikiran yang asli dan bukannya replikasi, baru dan bukannya meniru, memberi kontribusi dan bukannya membuat rugi. Kewirausahaan dapat diartikan sebagai singkatan dari:

Kreatif, Enerjik, Wawasan luas, Inovatif, Rencana bisnis, Agresif, Ulet, Supel, Antusias, Hemat, Asa, Antusias, Negosiatif. (Anonim 1: 2005).


(29)

5. Remaja Putus Sekolah adalah para remaja usia sekolah dan juga usia produktif yang karena berbagai penyebab tidak dapat meneruskan pedidikannya (drop out) seperti masalah ekonomi, sosial, salah pergaulan ataupun penyebab lainnya. Salah atau penyebab dari banyaknya remaja putus sekolah adalah karena mereka tidak mampu membiayai sekolah, dan akhirnya putus sekolah (dropout). Pengaruh banyaknya perusahaan besar dan menengah yang gulung tikar pada saat krisis ekonomi tahun 1988 yang lalu, menyebabkan puluhan, ratusan ribu bahkan jutaan tenaga kerja kehilangan nafkah mereka. Ini menyebabkan orang tua dari para siswa banyak yang kena akibat pemutusan hubungan kerja tersebut. Orang tua dari warga belajar tidak mampu membiayai sekolah, dan akhirnya putus sekolah (dropout).

G. Kerangka Berfikir

Masalah model pembelajaran, Project work, jiwa kewirausahaan dan remaja putus sekolah, merupakan empat hal yang sebenarnya tidak terpisah satu sama lain. Antar elemen ini ada keterkaitan dimana arah dari model pembelajaran menuju ke materi Project work, yang diharapkan dapat menimbulkan semangat ataupun jiwa kewirausahaan yang pada akhirnya dapat memberikan solusi masalah bagi remaja putus sekolah.

Kerangka berfikir dalam penelitian ini yang mengacu pada empat pokok pemikiran adalah sebagai berikut: (1) Remaja putus sekolah, yang


(30)

kelak dapat berubah dari posisi pencari kerja menjadi pekerja atau bahkan pencipta lapangan kerja baru, untuk peningkatan kesejahteraan baik dirinya maupun teman dekat serta masyarakat sekitarnya. (2) Berbagai macam pelatihan berbasis kewirausahaan, yang merupakan bahan pembelajaran untuk memberikan keterampilan yang dapat digunakan sebagai modal untuk berusaha dan mencari pola untuk peningkatan taraf hidup bagi para remaja yang tidak berkesempatan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (drop out SD, SMP, SMA). (3) Model pembelajaran berbasis Project work yang merupakan kerangka kegiatan yang dilaksanakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) merupakan model yang ditawarkan dan dujicobakan oleh penulis untuk memberikan bekal keterampilan sehingga alumni pelatihan memiliki jiwa kewirausahaan untuk menuju kemandirian. (4) Wirausaha yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran guna memberikan bekal pengetahuan dan kiat kiat berusaha untuk kelangsungan usaha yang bermuara pada kegiatan berusaha untuk mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga tidak menjadi beban masyarakat ataupun pemerintah jika memungkinkan termasuk masalah permodalan. (5) Perubahan tingkah laku, yang merupakan harapan bagi para peserta pelatihan agar mampu berubah dari posisi tergantung kepada orangtua atau pihak lain, menjadi mandiri atau bahkan dapat membantu orang lain dalam hal ketenagakerjaan, (6) Terjun ke masyarakat, dengan berbekal keterampilan baik soft skills (sikap mental, jiwa kewirausahaan) serta hard skills (kemampuan


(31)

teknis merakit) maka para alumni diharap siap terjun ke masyarakat. (7) Remaja mandiri, inilah tujuan akhir dari pelatihan untuk merubah status dari tergantung kepada orang lain, menuju mandiri dalam arti bisa memenuhi kebutuhan hidupnya atau berwirausaha mandiri (menciptakan lapangan kerja sendiri) untuk membantu keluarga, teman dan bahkan masyarakat sekitarnya.

Gambar 1.2. Kerangka Berfikir Pola Pembinaan Remaja Putus Sekolah

Remaja Putus sekolah

Model Pembelajaran

Project Work

Wirausaha

Perubahan Tingkah

laku Terjun ke

Masyarakat Remaja

Mandiri

Berbagai Macam

Pelatihan


(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

1. Penentuan Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan guna melihat pembelajaran pada PKBM yang ada di Kabupaten Bonebolango. Alasan penulis mengambil lokasi penelitian di Bonebolango ini adalah, umur yang relatif masih muda, sebagai kabupaten pemekaran dari daerah induk yaitu Kabupaten Gorontalo.

Sebagai daerah yang relatif masih muda, tentunya sedang gencar mengejar ketertinggalan pembangunan khususnya di bidang pendidikan, lebih khusus lagi dalam bidang pendidikan luar sekolah. PKBM di daerah ini masih tergolong dalam tahap

pengembangan warga masyarakat sangat mendambakan

keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan alternatif bagi para siswa yang tidak memperoleh kesempatan belajar di lembaga pendidikan formal.

Subyek penelitian ini terdiri atas :

a. Pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal


(33)

b. Jajaran pengelola program di lingkungan PKBM yang telah dan sedang menduduki jabatan pengelola satuan program di lingkungan PKBM.

c. Warga belajar yang dilibatkan dalam uji coba penerapan

model pembelajaran Life skills sebanyak 40 orang, jumlah ini merupakan akumulasi dari 2 kelompok, yang ada di PKBM tersebut dan asumsi penulis bahwa para peserta diklat tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Mereka dibagi dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan karakteristik warga belajar yang heterogen, dengan mata diklat Kompetensi Merakit Amplifier Sederhana, dengan program paket 80 jam, dengan asumsi peserta belum ada pengetahuan dasar tentang Elektronika Dasar.

2. Pendekatan dan Prosedur Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan hakekat Research and Development

sebagaimana dikemukan Borg dan Gall (1979:624) yang menyatakan bahwa R & D adalah mengembangkan dan menguji suatu produk tertentu agar dihasilkan produk serupa yang lebih baik, maka langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan R&D ini meliputi :


(34)

1)meneliti dan mengumpulkan informasi seperti membaca literatur dan melaksanakan belajaran observasi lapangan;

2)perencanaan (planning), yaitu merencanakan pembelajaran

prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk merencanakan warga belajar, merumuskan dan menentukan langkah-langkah;

3)mengembangkan bentuk produk awal seperti menyiapkan

bahan pembelajaran, bahan panduan, perangkat evaluasi;

4)pengujian lapangan awal, melakukan uji coba awal secara

terbatas terhadap model awal, melakukan pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan analisis;

5)revisi terhadap produk awal, melakukan revisi dari model

awal;

6)pengujian lapangan;

7)revisi produk operasional;

8)pengujian lapangan operasional;

9)revisi produk akhir;

10) diseminasi dan distribusi

Adapun langkah langkah yang menggambarkan prosedur penelitian dan pengembangan dari model yang melaksanakan pembelajaran, dapat dilihat dalam bagan berikut ini:


(35)

Gambar 3.1. Alur Penelitian Dan Pengembangan

Revisi produk akhir (9)

Diseminasi dan distribusi

(10) Uji lapangan awal

(4)

Uji lapangan

(6)

Revisi produk operasional

(7)

Revisi produk awal (5)

Uji lapangan operasional

(8)

Bentuk produk awal (3)

Tahap perencanaan (2)

Tahap observasi dan pengumpulan informasi


(36)

Pendekatan yang dianggap relevan untuk pengembangan model ini adalah gabungan kualitatif dan kuantitatif, mengingat bahwa terdapat dua tahap kegiatan yaitu studi ekplorasi dan pengembangan model. Pada tahap studi ekplorasi dilakukan pemetaan dan pemaknaan atas masalah riil (emik) dan menelah konsep, teori yang relevan dari sumber-sumber pendukung yang berkaitan dengan tujuan riset ini (etik). Sehingga diperolah landasan yang secara emik dan etik mampu mendukung perumusan model yang akan dikembangkan atau lazim disebut model konseptual. Tahap kegiatan ujicoba dalam lapangan dengan menggunakan kuasi ekperimen model konseptual.

b. Prosedur Penelitian

1) Tahap Orientasi

Pada tahap ini, diperlukan untuk memperoleh beberapa informasi awal yang berhubungan dengan rancangan

penelitian yang akan melaksanakan belajaran guna

mempertajam fokus penelitian yang sudah ditetapkan.

Cara yang melaksanakan belajaran oleh penulis adalah berkunjung ke lokasi PKBM dan melakukan wawancara awal tentang rintisan lembaga kursus atau PKBM yang ada, pengelolaannya dan peserta didik yang dibinanya.


(37)

2) Tahap Eksplorasi

Data dan informasi yang diperoleh pada saat orientasi digunakan untuk mendapatkan gambaran yang semakin nyata dalam hal pengumpulan data, termasuk wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Wawancara yang dilakukan dalam tahap eksplorasi ini bertujuan untuk:

1) Menentukan data yang valid

2) Penyusunan rencana observasi sekaligus instrumen

penelitian

3) Observasi kegiatan para peserta didik

4) Menghimpun dokumen dan referensi guna memperkaya

kajian teoritis penelitian ini

5) Mempertajam proses analisis, dan tafsiran hasil hasil

penelitian ini secara akurat

3) Tahap Pengecekan Subyek Penelitian

Kredibilitas penelitian sangat diperlukan dan untuk kepentingan ini perlu mendapatkan legalitas dari subyek penelitian termasuk stakeholder yang terlibat di dalamnya.

Pada tahap pengecekan subyek penelitian ini disusunlah hasil hasil penelitian pada saat eksplorasi serta dikaji ulang hasil hasil penelitian tersebut.


(38)

4) Tahap Triangulasi

Pada tahap ini, dilakukan pembandingan data yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti pentutors PKBM, para tutor, orang tua peserta didik dan peserta didik itu sendiri.

Untuk data yang berasal dari berbagai metode, seperti hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi perlu dicek kebenarannya untuk menjaga bias yang terjadi antar data yang akan mengurangi validitas penelitian.

5) Tahap Audit Trail

Pada tahap ini, tujuan utamanya adalah untuk

membuktikan kebenaran dan keabsahan data yang diperoleh serta penampilan yang dilakukan pada hasil penelitian sehingga kebermaknaan data tersebut mudah diperoleh dan tidak menimbulkan salah interpretasi dari data dimaksud.

B. Uji Lapang

Dalam penelitian ini, Desain Penelitian menggunakan model Nonequivalent Groups Posttest Only yang dikembangkan James H MacMillan and Sally Schumacher, dalam Sugiyono (2008) dimana ada dua kelompok (grup) yang satu diberi perlakuan khusus dan yang lain diberi perlakuan yang berbeda, sebagai grup posttest only.

Kedua kelompok ini dipilih yang memiliki tingkat homogenitias yang sama sehingga tidak menimbulkan bias pada hasil penelitian.


(39)

Untuk melihat tingkat homogenitas kedua kelompok tersebut dilakukan dengan melaksanakan prestest dengan materi yang sama, situasi yang sama, agar diperoleh hasil yang sesuai kemampuan peserta.

Sebagai ilustrasi, desain eksperimen yang dimaksudkan adalah seperti yang digambarkan pada halaman sebagai berikut:

GRUP PERLAKUAN

Pretest Dan Posttest

A X O

B O

WAKTU

Gambar 3.2. Desain Eksperimen

Adapun penjelasan Desain Eksperimen dimaksud adalah:

1) Selama sekitar 6 minggu (sesuai rencana eksperimennya)

kelompok A sebagai kelompok eksperimen diberikan materi yang sama dengan kelompok kontrol. Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan berbeda. Kelompok A dengan metode perakitan terstruktur (sesuai tahapan metode project work), sedangkan kelompok B dengan metode perakitan secara umum


(40)

2) Selama pelaksanaan eksperimen diupayakan semaksimal mungkin agar kekeliruan tidak timbul terutama kesesatan yang tidak konstan, baik peserta didik maupun instrutur pelaksana, agar tidak mengganggu hasil eksperimen.

3) Selama eksperimen perlu diamati semua perubahan yang

terjadi berdasarkan pedoman observasi yang telah

dipersiapkan, misalnya aspek perhatian peserta didik, keberanian peserta berpendapat, kondisi ruangan, kedisiplinan peserta, dan lain-lain.

4) Sesudah waktu eksperimen selesai (sesudah minggu),

diadakan tes akhir eksperimen. Jenis tes, materi tes serta waktu pelaksanaan tes yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kontrol harus sama.

5)

Sesudah data dikoreksi dan dianggap lengkap, ditabulasi dan

dideskripsikan sesuai dengan tujuan penelitian. Data yang sudah disusun dari kedua kelompok tersebut dibandingkan. Kalau kesimpulan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, maka perlu dilihat mana Meannya yang lebih besar itulah yang lebih efektif/baik. Kalau Mean pada kelompok eksperimen lebih baik, maka dapat disimpulkan bahwa metode Pembelajaran Berbasis Proyek lebih efektif dalam


(41)

upaya meningkatkan hasil kerja yang berarti bahwa asumsi

dapat diterima atau sesuai dengan hasil penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data Tahap I

a. Observasi

Observasi (pengamatan), dengan mengamati proses kegiatan belajar mengajar yang ada di PKBM tersebut untuk mendapatkan gambaran awal dan data data awal.

b. Wawancara

Wawancara, hal ini dilakukan dalam penelitian guna memperoleh validasi data tentang para peserta didik, yang menyangkut latar belakang pendidikan sebelumnya, latar belakang keluarga serta data prestasi mereka selama ini. Yang akan diwawancari adalah para tutor serta para pengelola PKBM tersebut.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi; dalam kegiatan ini dilakukan dokumentasi untuk memperoleh data baik yang bersifat audio maupun visual, yang akan berguna sebagai pelengkap data. Data dimaksud bisa berupa foto foto kegiatan, rekaman wawancara, serta beberapa arsip dari PKBM tersebut. Instrumen pengumpulan data yang dikembangkan dalam penelitian ini berkaitan dengan teknik


(42)

pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap penelitian, yaitu:

1) pedoman wawancara,

2) pedoman observasi,

3) pedoman studi dokumentasi,

2. Teknik Pengumpulan Data Tahap II

a. Melaksanakan Pre Tes dan Post Test

Tes utuk penilaian dilakukan dengan memberikan tes awal (pretest) sebelum pelatihan dan tes akhir (posttest) atau setelah kegiatan pelatihan selesai secara keseluruhan, dilanjutkan dengan membandingkan dengan hasil kerja peserta di lapangan.

b.Teknik Respon Terinci

Pada tahap ini dilakukan tes untuk evaluasi hasil uji coba model pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen kemudian diterapkan pada tahap uji coba, untuk mengukur peningkatan kemampuan berwirausaha dalam rangka mengukur

ataupun menilai dampak penerapan model. Gambaran

pelaksanaan penilaian model teknik respon rinci digambarkan oleh D. Sudjana (1993) dalam tabel 3.1. berikut ini.


(43)

TABEL 3.1. Penilaian Model Dengan Teknik Respon Terinci

Hal hal yang dianggap baik

Hal hal yang masih perlu dikembangkan 1.

2. 3. n. dst.

1. 2. 3. n. dst. Teknik Respon Terinci (D. Sudjana 1993)

D. Teknik Analisa Data

Pengujian efektifitas model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model yang teruji secara empirik. Pengujian Efektifitas Model menggunakan Uji F-Snedecor dengan cara menguji perbedaan dua buah varians berdasarkan dua sampel independen. Rumusan desain yang digunakan untuk menguji efektifitas model adalah dengan mengunakan disain ekperimen pre-test dan post-test yang diujicobakan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (control Group Pretest-Posttest Design) dari Borg dan Gall (1979:536).

Data yang diperoleh dalam pengamatan praktik, saat perakitan, dihimpun dan selanjutnya dianalisa secara deskriptis analitis, baik data yang diperoleh pada kelas kontrol maupun kelas tindakan.


(44)

1. Dasar penyusunan asumsi apakah sudah menggunakan dasar teori serta temuan ilmiah? Jika jawabannya sudah, kita ke alur berikutnya.

2. Bilamana penelitian itu merupakan penelitian eksperimen,

apakah sudah diperhitungkan tingkat homogenitas kedua kelompok, atau yang variannya minimal, kalau sudah maka kita ke langkah berikutnya.

3. Bisa terjadi terjadi kekeliruan yang tidak konstan yang

ditimbulkan dari berbagai aspek, misalnya adanya peserta yang sering mengganggu salah satu kelompok eksperimen, atau adanya tindakan instruktur pelaksana eksperimen/kontrol yang kurang serius dalam bertugas, atau di suatu kelompok terhimpun peserta yang memiliki potensi dan motivasi belajar yang kuat yang berkaitan dengan materi pelajaran yang dieksperimenkan.

4. Kemungkinan juga bisa terjadi, peneliti waktu menyusun alat

evaluasi belajar hasil eksperimen kurang memperhatikan tingkat validitas dan reliabilitasnya. Artinya ketepatan dan ketelitian alat evaluasinya tidak terpenuhi, atau tingkat keterandalannya belum diperhatikan, atau belum mencakup seluruh materi pelajaran. Atau, waktu pelaksanaan evaluasi/tes akhir tidak dilakukan bersamaan, sehingga peserta pada salah satu ruang mendapatkan bocoran dari kelas lain. Jika hal ini tidak terjadi kita ke langkah.


(45)

5. Ada kemungkinan cara analisis datanya kurang tepat, tidak sesuai analisis eksperimen sesuai dengan pola yang digunakan. Dimulai dari koreksi hasil post test/evaluasi akhir, tabulasi sampai penggunaan pada analisis harus benar, kesalahan tanda koma saja dapat mengakibatkan ada perbedaan menjadi tidak ada atau sebaliknya. Bilamana hal ini juga sudah melaksanakan belajaran dengan benar, maka tinggal kemungkinan/ alternatif atau asumsi terakhir.

6. Kalau keenam hal di atas sudah melaksanakan belajaran dengan

baik, hati-hati dan juga tidak melakukan penyimpangan, maka kemungkinan terakhir yaitu adanya kesesatan konstan yang tidak mungkin peneliti mampu untuk mengatasi / menghilangkan, tetapi peneliti juga tidak mencoba mengurangi kesesatan ini. Kondisi itu misalnya, pada salah satu kelompok sebagian besar peserta pada waktu sore atau malam bekerja membantu orangtua, banyak dibimbing saudara/orang tuanya pada malam hari, budaya disiplin kerja telah tertanam pada sebagian peserta, alat/sarana/media belajar peserta lengkap atau sebaliknya.

E. Subyek Penelitian

Subyek Penelitian ini adalah peserta didik pada PKBM yang ada di Kabupaten Bonebolango. Sebagai daerah yang relatif masih


(46)

pembangunan khususnya di bidang pendidikan, lebih khusus lagi dalam bidang pendidikan luar sekolah. PKBM di daerah ini masih tergolong dalam tahap pengembangan warga masyarakat sangat mendambakan keberadaan PKBM sebagai lembaga pendidikan alternatif bagi para siswa yang tidak memperoleh kesempatan belajar di lembaga pendidikan formal.

Subyek penelitian ini terdiri atas :

1. Pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal

pengelola PKBM.

2. Jajaran pengelola program di lingkungan PKBM yang

telah dan sedang menduduki jabatan pengelola satuan program di lingkungan PKBM.

3. Warga belajar yang dilibatkan dalam uji coba penerapan

model pembelajaran Life skills sebanyak 40 orang, jumlah ini merupakan akumulasi dari 2 kelompok, yang ada di PKBM tersebut yang berasal dari dua kecamatan, yakni kecamatan Kabila dan kecamatan Tapa kabupaten Bonebolango, dan asumsi penulis bahwa para peserta diklat tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan. Mereka dibagi dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan karakteristik warga belajar


(47)

yang heterogen, dengan mata diklat Kompetensi Merakit Amplifier Sederhana, dengan program paket 40 jam, dengan asumsi peserta belum ada pengetahuan dasar tentang Elektronika Dasar. Dengan demikian materi yang diberikan dimulai dari pengetahuan dasar komponen elektronika, cara mengukur komponen sampai pada karakteristik dan fungsi komponen dalam rangkaian. Penelitian dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Queen di kecamatan Kabila dan PKBM Baginda di kecamatan Tapa) Kabupaten Bonebolango.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kegiatan akhir dalam penelitian ini terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan dari penelitian serta dihubungkan dengan pengembangan model pembelajaran project work untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi remaja putus sekolah, secara garis besar dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi model dilaksanakan melalui pelaksanaan uji coba selama dua kali yakni uji coba tahap pertama dilakukan di PKBM Kecamatan Kabila dan PKBM Kecamatan Tapa. Dari hasil uji coba ini ternyata menunjukkan adanya dampak positif tidak saja bagi peserta pelatihan tetapi juga bagi pengelola PKBM, peserta dan fasilitator. Prosedur pelaksanaan uji coba ini ditempuh melalui tiga pokok kegiatan, meliputi: pembentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang mengacu kepada langkah-langkah masing-masing model pembelajarannya, pelaksanaan pembelajaran, dan memberikan post-test kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan materi tes yang sama.

Kegiatan pelaksanan pembelajaran dilihat dari aspek kegiatan fasilitator, kegiatan peserta pelatihan dan kegiatan penyelenggara. Hal ini mengingat


(49)

bahwa proses pembelajaran itu pada dasarnya merupakan interaksi edukatif antara peserta (peserta pelatihan) dengan komponen-komponen pembelajaran lainnya. Kegiatan penilaian dilakukan oleh fasilitator dalam bentuk non tes (lisan) di saat proses berlangsung. Hasil penilaian ini tidak terdokumentasi dengan baik. Kondisi penilian seperti ini menunjukkan bahwa system penilaian yang dilakukan belum optimal. Kegiatan penilaian sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas pengelolaan kegiatan belajar, hasil belajar dan pasca belajar. Disamping itu kegiatan penilaian diperlukan untuk menjadi acuan perbaikan dan penyusunan program lebih lanjut. Kegiatan pengembangan merupakan tujuan di pendekatan sistem. Di kegiatan pengembangan ini diharapkan akan Nampak kegiatan pasca belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa PKBM Bonebolango kegiatan pengembangan berupa pembentukan kelompok usaha mandiri yang dibentuk setelah peserta pelatihan selesai mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran (pasca belajar). 2. Model pembelajaran Project work efektif untuk meningkatkan jiwa

kewirausahaan remaja putus sekolah dilaksanakan dengan melibatkan pengelola dan penyelenggara khususnya pada tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pembinaan, penilaian dan pengembangan. 3. Dalam model Pembelajaran Berbasis Project work, ruang lingkup materi

pembelajaran dibagi atas materi keterampilan dan materi kewirausahaan, hal ini memberikan kesempatan kepada peserta didik pelatihan untuk


(50)

mempelajari secara utuh mengenai konsep keterampilan dan konsep kewirausahaan.

4. Pendekatan andragogi, metode partisipatif, dan bimbingan individual dalam model yang ditemukan mampu meningkatkan suasana belajar menyenangkan yang ditunjukkan oleh aktifnya peserta didik pelatihan mengikuti pembelajaran, tidak pernah tidak hadir dan selalu menggunakan hak mereka berbicara dan mendemonstrasikan teori yang mereka peroleh. Pendekatan ini termasuk dalam sistem penilaian dengan membandingkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mampu memberi informasi yang jelas mengenai kemampuan peserta didik pelatihan yang menerapkan pengembangan model pembelajaran yang selama ini dilaksanakan oleh PKBM, dalam pemilihan alat bahan pembelajaran lebih efektif menggunakan potensi lokal, hal ini memberi kesan bahwa a) peserta didik pelatihan tidak merasa asing dalam pemanfaatannya, b) mudah menyiapkannya karena banyak tersedia di lingkungannya, c) murah mengadakannya karena biaya cost rendah dan bahannya banyak tersedia, d) meningkatkan rasa kebanggaan atas daerahnya, e) dapat memotivasi peserta didik pelatihan untuk berwirausaha, pembinaan program dengan melibatkan pihak internal dalam hal ini pengelola PKBM dan penyelenggara pelatihan serta pihak eksternal dalam hal ini unsur wirausahawan pemerintah setempat, dinas pendidikan dan instansi terkait, dimana hal ini membuat kegiatan pelatihan berjalan lebih


(51)

optimal dan jika ada permasalahan yang ditemui segera beroleh penyelesaiannya, pengembangan program melalui pendampingan teknis, pembentukan kelompok usaha dirasakan dapat mengoptimalkan hasil pembelajaran pelatihan berupa: a) adanya program pasca belajar sehingga peserta didik merasa kegiatan pembelajaran tidak sekedar berakhir setelah pemberian materi pelatihan selesai melainkan kegiatan belajar terus berlangsung, b) peserta didik pelatihan dapat mengaplikasikan hasil belajarnya melalui kelompok usaha yang dibentuk, c) peserta didik memiliki orientasi berpikir untuk menjadi wirausahawan baru yang ditandai dengan timbulnya motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensil lokal pada peserta didik, d) peserta didik memiliki perilaku mandiri yang ditunjukkannya dalam aktifitas mengikuti kegiatan kelompok usaha yang dibentuk oleh PKBM berupa memiliki rasa tanggung jawab, tidak bergantung pada orang lain, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dan bersedia menanggung resiko, e) peserta didik dapat berpartisispasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat berkaitan dengan kegiatan pelatihan yang diikutinya.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:


(52)

1. Bagi pemerintah Kabupaten Bonebolango disarankan menjadi masukan kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, terutama yang dilaksanakan oleh masyarakat baik PKBM dan satuan pendidikan non formal lainnya yang dikelola secara mandiri. Disamping itu juga diharapkan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berbasis Project work pada PKBM yang dilaksanakan sehingga kualitas yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.

2. Bagi pengelola PKBM, disarankan agar keberlanjutan pelaksanaan dan penerapan model pembelajaran dari hasil penelitian ini dilaksanakan dan dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Disarankan agar pimpinan selalu bersikap terbuka dalam menerima pembaharuan-pembaharuan dalam penerapan model-model pembelajaran yang berbasis Project work agar dapat meningkatkan efktifitas pelaksanaannya.

3. Bagi fasilitator sebagai tenaga-tenaga pengajar sebaiknya mempelajari dan menerapkan pembelajaran yang berbasis Project work agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

4. Bagi orang tua diharapkan lebih banyak memberi motivasi kepada putra putrinya agar lebih sungguh sungguh dan semangat dalam mengikuti program yang dilaksanakan oleh PKBM guna menyongsong masa depan.


(53)

5. Bagi peserta didik, diharapkan agar lebih bersemangat dan disiplin dalam mengikuti program yang dilaksanakan oleh PKBM dengan cara tidak terlambat datang ke tempat pelatihan, dan mengerjakan tugas tugas yang diberikan oleh para instruktur sesuai dengan prosedur pembelajaran yang berbasis Project work guna melihat tingkat pemahaman dan capaian kompetensi yang telah dikuasai oleh para peserta didik.


(54)

!"# $

% & ' ( )**# +

! , !-* .

/

. / / 0

$ /

1 23 4

% & 1% 3 5

/

6 7 4 8 $ . 4 4

( )**- 9 + )**:

; 4 . 4 0 )**: 9 </ & < ( )**:

; = . 4 )**"

0 / ' $ !"- 8 !!:

' % 0 % !!: 8 !!! ' 2

$ !!! 8 )** 0

/ $ )** 8 )**2 ' 2 $ )**2


(55)

$ % )**! / 9 0 + & $ (

)* * 8

/ 0 . / /

. > 6 $? , /

7 $ 1)** 8 )**23

+ / !!! 8 )**2

/ 0

!"-/ + 4 * ? 1)**#3

+ 4 )* ? 1)**"3

, !""


(1)

mempelajari secara utuh mengenai konsep keterampilan dan konsep kewirausahaan.

4. Pendekatan andragogi, metode partisipatif, dan bimbingan individual dalam model yang ditemukan mampu meningkatkan suasana belajar menyenangkan yang ditunjukkan oleh aktifnya peserta didik pelatihan mengikuti pembelajaran, tidak pernah tidak hadir dan selalu menggunakan hak mereka berbicara dan mendemonstrasikan teori yang mereka peroleh. Pendekatan ini termasuk dalam sistem penilaian dengan membandingkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mampu memberi informasi yang jelas

mengenai kemampuan peserta didik pelatihan yang menerapkan

pengembangan model pembelajaran yang selama ini dilaksanakan oleh PKBM, dalam pemilihan alat bahan pembelajaran lebih efektif menggunakan potensi lokal, hal ini memberi kesan bahwa a) peserta didik pelatihan tidak merasa asing dalam pemanfaatannya, b) mudah menyiapkannya karena banyak tersedia di lingkungannya, c) murah mengadakannya karena biaya

cost rendah dan bahannya banyak tersedia, d) meningkatkan rasa kebanggaan

atas daerahnya, e) dapat memotivasi peserta didik pelatihan untuk berwirausaha, pembinaan program dengan melibatkan pihak internal dalam hal ini pengelola PKBM dan penyelenggara pelatihan serta pihak eksternal dalam hal ini unsur wirausahawan pemerintah setempat, dinas pendidikan dan instansi terkait, dimana hal ini membuat kegiatan pelatihan berjalan lebih


(2)

optimal dan jika ada permasalahan yang ditemui segera beroleh penyelesaiannya, pengembangan program melalui pendampingan teknis, pembentukan kelompok usaha dirasakan dapat mengoptimalkan hasil pembelajaran pelatihan berupa: a) adanya program pasca belajar sehingga peserta didik merasa kegiatan pembelajaran tidak sekedar berakhir setelah pemberian materi pelatihan selesai melainkan kegiatan belajar terus berlangsung, b) peserta didik pelatihan dapat mengaplikasikan hasil belajarnya melalui kelompok usaha yang dibentuk, c) peserta didik memiliki orientasi berpikir untuk menjadi wirausahawan baru yang ditandai dengan timbulnya motivasi berwirausaha dengan memanfaatkan potensil lokal pada peserta didik, d) peserta didik memiliki perilaku mandiri yang ditunjukkannya dalam aktifitas mengikuti kegiatan kelompok usaha yang dibentuk oleh PKBM berupa memiliki rasa tanggung jawab, tidak bergantung pada orang lain, memiliki etos kerja yang tinggi, disiplin dan bersedia menanggung resiko, e) peserta didik dapat berpartisispasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan masyarakat berkaitan dengan kegiatan pelatihan yang diikutinya.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:


(3)

1. Bagi pemerintah Kabupaten Bonebolango disarankan menjadi masukan kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, terutama yang dilaksanakan oleh masyarakat baik PKBM dan satuan pendidikan non formal lainnya yang dikelola secara mandiri. Disamping itu juga diharapkan dapat melakukan pembinaan dan pengawasan secara kontinyu terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berbasis Project work pada PKBM yang dilaksanakan sehingga kualitas yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.

2. Bagi pengelola PKBM, disarankan agar keberlanjutan pelaksanaan dan

penerapan model pembelajaran dari hasil penelitian ini dilaksanakan dan dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Disarankan agar pimpinan selalu bersikap terbuka dalam menerima pembaharuan-pembaharuan dalam penerapan model-model pembelajaran yang berbasis Project work agar dapat meningkatkan efktifitas pelaksanaannya.

3. Bagi fasilitator sebagai tenaga-tenaga pengajar sebaiknya mempelajari dan menerapkan pembelajaran yang berbasis Project work agar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik.

4. Bagi orang tua diharapkan lebih banyak memberi motivasi kepada putra putrinya agar lebih sungguh sungguh dan semangat dalam mengikuti program yang dilaksanakan oleh PKBM guna menyongsong masa depan.


(4)

5. Bagi peserta didik, diharapkan agar lebih bersemangat dan disiplin dalam mengikuti program yang dilaksanakan oleh PKBM dengan cara tidak terlambat datang ke tempat pelatihan, dan mengerjakan tugas tugas yang diberikan oleh para instruktur sesuai dengan prosedur pembelajaran yang berbasis Project work guna melihat tingkat pemahaman dan capaian kompetensi yang telah dikuasai oleh para peserta didik.


(5)

!"# $

% & ' ( )**# +

! , !-* .

/

. / / 0

$ /

1 23 4

% & 1% 3 5

/

6 7 4 8 $ . 4 4

( )**- 9 + )**:

; 4 . 4 0 )**: 9 </ & < ( )**:

; = . 4 )**"

0 / ' $ !"- 8 !!:

' % 0 % !!: 8 !!! ' 2

$ !!! 8 )** 0

/ $ )** 8 )**2 ' 2 $ )**2


(6)

$ % )**! / 9 0 + & $ (

)* * 8

/ 0 . / /

. > 6 $? , /

7 $ 1)** 8 )**23

+ / !!! 8 )**2

/ 0

!"-/ + 4 * ? 1)**#3

+ 4 )* ? 1)**"3

, !""