PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP : Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Program Paket B di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah.

(1)

DAFTAR ISI

JUDUL DISERTASI………. .. i

LEMBAR PERSETUJUAN KETUA PROGRAM STUDI………. ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING……….. iii

LEMBAR PERNYATAAN………... iv

KATA PENGANTAR……….. v

UCAPAN TERIMA KASIH….……….. viii

ABSTRAK………. xii

ABSTRACT……….. xiii

DAFTAR ISI………. xiv

DAFTAR TABEL………... xviii

DAFTAR GAMBAR………. xxiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xxiv

BAB I PENDAHULUAN………..……….. 1

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian………..………. 16

C. Definisi Operasional ……… 21

D. Tujuan Penelitian………..……… 24

E. Manfaat Penelitian……….……… 25

F. Asumsi…..………. 26


(2)

H. Metode Penelitian……… 27

I. Lokasi Penelitian... 28

BAB II PEMBELAJARAN KECAKAPAN HIDUP PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DI KELOMPOK BELAJAR PAKET B...……… 30 A. Kurikulum ...……….... 30

1. Konsep Kurikulum ... 30

2. Landasan Pengembangan Kurikulum... 34

3. Model Konsep Kurikulum... 37

4. Komponen-komponen Kurikulum... 42

5. Kurikulum Program Paket B... 45

B. Pembelajaran... 50

1. Konsep Pembelajaran... 50

2. Prinsip Pembelajaran dan Faktor yang Mempengaruhinya... 57

3. Pengertian dan Jenis Model Pembelajaran... 60

4. Pemilihan Model Pembelajaran... 66

C. Pendidikan Kecakapan Hidup……….. 69

1. Hakikat Pendidikan Kecakapan Hidup... 69

2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup... 74

3. Jenis-jenis Kecakapan Hidup... 77


(3)

5. Penerapan Pendidikan Kecakapan Hidup Menggunakan Model

Pembelajaran Kontekstual...

92

D. Ilmu Pengetahuan Sosial...………... 100

1. Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial... 100

2. Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial... 102

3. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial... 106

E. Program Paket B……….. 109

1. Keberadaan Program Paket B dalam Pendidikan Nonformal... 109

2. Tujuan Program Paket B dalam Pendidikan Nonformal... 113

3. Karakteristik Program Paket B... 117

4. Penyelenggaraan Pembelajaran Program Paket B... 132

5. Keunggulan dan Kelemahan Program Paket B... 136

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 143

A. Metode Penelitian………... 143

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian………... 148

C. Teknik dan Alat Pengumpul Data………... 151

D. Langkah-langkah Penelitian……… 152

E. Pengembangan Instrumen……… 153

F. Analisis Data……… 154

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN……… 160


(4)

1. Hasil Studi Pendahuluan..………..………..…… 160

2. Model Awal yang Dikembangkan...………... 209

3. Hasil Uji Coba Terbatas……… 229

4. Hasil Uji Coba Lebih Luas……… 293

5. Hasil Uji Validasi………….……… 329

6. Kekuatan dan Kelemahan……… 362

7. Faktor Pendukung……… 366

B. Pembahasan………..……… 371

1. Efektifitas Internal……… 371

2. Efektifitas Eksternal...……… 380

3. Kelayakan Model... 387

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI...……… 392

A. Simpulan... 392

B. Implikasi ... 399

C. Rekomendasi... 402

DAFTAR PUSTAKA………. 407

LAMPIRAN-LAMPIRAN……… 414


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran menurut Tingkat Pendidikan ………. ... 6

Tabel 1.2 Jumlah Pencari Kerja menurut Tingkat Pendidikan …………...….. 6

Tabel 2.1 Butir – butir Kecakapan Hidup menurut Depdiknas………... 83

Tabel 3.1 Penentuan Jumlah Sample Studi Pendahuluan……… 149

Tabel 3.2 Sampel Kelompok Belajar dan Lokasi pada Studi Pendahuluan..…. 150

Tabel 3.3 Daftar Sampel Kelompok Belajar Uji Coba dan Pengujian………… 151

Tabel 3.4 Tahap Penelitian, Pengumpulan Data dan Instrumen...…….. 152

Tabel 3.5 Analisis Data Pengembangan Model Pembelajaran yang Dapat Meningkatkan Kecakapan Hidup Peserta Didik dalam Mata Pelajaran IPS...……… 158 Tabel 4.1 Daftar Penyelenggaraan Program Pendidikan Kesetaraan ………….. 162

Tabel 4.2 Tingkat Kehadiran Warga Belajar Program Paket B……….. 168

Tabel 4.3 Tingkat Pencapaian Hasil Belajar Peserta Didik Program Paket B … 169 Tabel 4.4 Jumlah Tutor Program Paket B di Kabupaten Karanganyar... 173

Tabel 4.5 Motivasi Tutor Paket B di Kabupaten Karanganyar... 174

Tabel 4.6 Tabel Mata Pelajaran yang Diampu oleh Tutor... 177

Tabel 4.7 Keuntungan Menjadi Tutor Paket B... 177


(6)

Tabel 4.9 Saran Tutor untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran Paket B... 179

Tabel 4.10 Variasi Alokasi Waktu Penyampaian Mata Pelajaran IPS Paket B ... 183 Tabel 4.11 Metode Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial... 184

Tabel 4.12 Penggunaan Sumber Belajar untuk Mata Pelajaran IPS ... 186

Tabel 4.13 Tingkat Kehadiran Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran IPS.... 187

Tabel 4.14 Tingkat Partisipasi Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran IPS.... 188

Tabel 4.15 Penggunaan Media dalam Pembelajaran ... 189

Tabel 4.16 Jenis Evaluasi dalam Proses Pembelajaran IPS... 190

Tabel 4.17 Hambatan dalam Proses Pembelajaran IPS... 191

Tabel 4.18 Saran Tutor untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran ... 193

Tabel 4.19 Faktor Pendukung Program Pendidikan Kecakapan Hidup... 201

Tabel 4.20 Faktor Penghambat Program Pendidikan Kecakapan Hidup... 202

Tabel 4.21 Cara Melakukan Evaluasi Program Pendidikan Kecakapan Hidup... 203

Tabel 4.22 Kebutuhan Program Pendidikan Kecakapan Hidup... 204

Tabel 4.23 Silabus Mata Pelajaran IPS Kelas VIII Semester 1... 225 Tabel 4.24 Ringkasan Hasil Pengamatan terhadap Implementasi Model

Pembelajaran pada Uji Coba Luas Kelompok Bangun Pertiwi Desa Karangbangun Kecamatan Jumapolo...

301

Tabel 4.25 Hasil Tes Kecakapan Hidup Peserta Didik Kelompok Belajar Bangun Pertiwi PKBM Ngudi Makmur Kecamatan Jumapolo……..


(7)

Tabel 4.26 Hasil Tes Prestasi Belajar Peserta Didik Kelompok Belajar Bangun Pertiwi PKBM Ngudi Makmur Kecamatan Jumapolo………..

305

Tabel 4.27 Ringkasan Hasil Pengamatan terhadap Implementasi Model Pembelajaran pada Uji Coba Luas Kelompok Paket B Dharma Putra Desa Kaliboto Kecamatan Mojogedang...

310

Tabel 4.28 Hasil Tes Kecakapan Hidup Peserta Didik Kelompok Belajar Dharma Putra SMP Bhakti Karya Kecamatan Mojogedang………..

312

Tabel 4.29 Hasil Tes Prestasi Belajar Peserta Didik Kelompok Belajar Dharma Putra SMP Bhakti Karya Kecamatan Mojogedang………..

313

Tabel 4.30 Ringkasan Hasil Pengamatan terhadap Implementasi Model Pembelajaran pada Uji Coba Luas Kelompok Paket B Ngesti Ilmu Desa Trengguli Kecamatan Jenawi…...

317

Tabel 4.31 Hasil Tes Kecakapan Hidup Peserta Didik Kelompok Belajar Ngesti Ilmu Desa Trengguli Kecamatan Jenawi………..

319

Tabel 4.32 Hasil Tes Prestasi Belajar Peserta Didik Kelompok Belajar Dharma Ngesti Ilmu Desa Trengguli Kecamatan Jenawi…..………..

320

Tabel 4.33 Hasil Prestes – Postes Kecakapan Hidup di Kabupaten Karanganyar 322 Tabel 4.34 Rangkuman Hasil Analisis Uji Normalitas………. 324 Tabel 4.35 Perhitungan Sumbangan Efektif Aspek Kecakapan Personal, Sosial,

Akademik dan Vokasional terhadap Nilai Kecakapan Hidup di PKBM Ngudi Makmur, SMP Bhakti Karya dan PKK Desa


(8)

Trengguli……… Tabel 4.36 Sumbangan Efektif Aspek Kecakapan Personal, Sosial, Akademik

dan Vokasional terhadap Nilai Kecakapan Hidup di PKBM Ngudi Makmur, SMP Bhakti Karya dan PKK Desa Trengguli……….

327

Tabel 4.37 Desain Uji Coba Model Pembelajaran Kontekstual pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol………

333

Tabel 4.38 Rangkuman Hasil Uji t Hasil Tes Kecakapan Hidup Kelompok Eksperimen – Kelompok Kontrol……….

334

Tabel 4.39 Ringkasan simpulan Hasil Tes Kecakapan Hidup Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol………..

337

Tabel 4.40 Hasil Uji Anova Satu Jalan terhadap Hasil Tes Kecakapan Hidup Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol……….

338

Tabel 4.41 Rangkuman Hasil Uji t Tes Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen-Kelompok Kontrol...

340

Tabel 4.42 Ringkasan simpulan Hasil Tes Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

343

Tabel 4.43 Hasil Uji Anova Satu Jalan terhadap Hasil Tes Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol………

344

Tabel 4.44 Hasil Uji Korelasi Tes Prestasi Belajar dan Tes Kecakapan Hidup pada Kelompok Eksperimen………

346


(9)

pada Kelompok Kontrol………. Tabel 4.46 Portofolio Warga Belajar dalam Proses Uji Validasi Model

Pembelajaran Kontekstual………..

349

Tabel 4.47 Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kecakapan Hidup…

363

Tabel 4.48 Asumsi Strategis Berdasarkan Simpulan Analisis Faktor Internal dan Eksternal untuk Meningkatkan Kecakapan Hidup Program Paket B

364

Tabel 4.49 Sinergi Pendidikan Kecakapan Hidup dengan Pembelajaran Kontekstual...


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Kurikulum………. ... 44

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian dan Pengembangan……….….. 148

Gambar 4.1 Prosedur Model Awal yang Dikembangan……….. 229

Gambar 4.2 Prosedur Pembelajaran 1……….……… 233

Gambar 4.3 Prosedur Pembelajaran 2…….……… 245

Gambar 4.4 Prosedur Pembelajaran 3………. 256

Gambar 4.5 Prosedur Pembelajaran 4…………..……… 272

Gambar 4.6 Prosedur Pembelajaran Kontekstual Versi Terakhir….……….. 286

Gambar 4.7 Prosedur Pembelajaran Kontekstual untuk Uji Validasi Model... 329


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Expert Judgment Model Pembelajaran Kontekstual ……… 414 Lampiran 2 Rangkuman Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Try Out

Kecakapan Personal, Sosial, Akademik, dan Vokasional...

418

Lampiran 3 Ringkasan Hasil Uji Validitas, Reliabilitas,Tingkat Kesukaran, dan Daya Beda Tes Prestasi Belajar IPS...

428

Lampiran 4 Hasil Uji t Kecakapan Hidup pada Uji Coba Luas di Kabupaten Karanganyar (Kecamatan Jumapolo, Mojogedang, dan Jenawi)...

447

Lampiran 5 Hasil Uji t Prestasi Belajar pada Uji Coba Luas di Kecamatan Jumapolo, Mojogedang dan Jenawi...

467

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Tes Kecakapan Hidup pada Uji Coba Lebih Luas...

474

Lampiran 7 Sumbangan Efektif Setiap Aspek Kecakapan Hidup terhadap Kecakapan Hidup Total...

478

Lampiran 8 Hasil Analisis T Tes – Tes Kecakapan Hidup Kelompok Eksperimen...

497

Lampiran 9 Hasil Analisis T Tes – Tes Kecakapan Hidup Kelompok Kontrol 510 Lampiran 10 Hasil Uji Anova Tes Kecakapan Hidup... 523 Lampiran 11 Hasil Analisis T Tes Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen... 530


(12)

Lampiran 12 Hasil Analisis T Tes Prestasi Belajar Kelompok Kontrol... 543

Lampiran 13 Hasil Uji Anova Tes Prestasi Belajar ... 556

Lampiran 14 Nilai Prestes – Postes Hasil Tes Kecakapan Hidup Kelompok Ekpserimen dan Kelompok Kontrol... 563 Lampiran 15 Nilai Pretes – Posts Hasil Tes Prestasi Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 588 Lampiran 16 Pedoman Wawancara Penyelenggaraan Pembelajaran IPS dan Pendidikan Kecakapan Hidup di Kelompok Belajar Paket B... 595 Lampiran 17 Angket untuk Penyelenggara Program Paket B di Kabupaten Karanganyar... 601 Lampiran 18 Angket untuk Tutor Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Paket B Kelas VIII... 609 Lampiran 19 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 617

Lampiran 20 Instrumen Tes Kecakapan Hidup... 626

Lamprian 21 Instrumen Prestasi Belajar... 636

Lampiran 22 Instrumen Observasi Pelaksanaan Pembelajaran... 648

Lampiran 23 Lembar Refleksi Pembelajaran... 651 Lampiran 24 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana UPI 654 Lampiran 25 Surat Rekomendasi Research/Suvei dari Kepala Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kabupaten Karanganyar...

655


(13)

Penyelenggara Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Karanganyar...

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Kurikulum………. ... 40

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian dan Pengembangan……….….. 139

Gambar 4.1 Prosedur Pembelajaran 1……….……… 219

Gambar 4.2 Prosedur Pembelajaran 2…….……… 230

Gambar 4.3 Prosedur Pembelajaran 3………. 240

Gambar 4.4 Prosedur Pembelajaran 4…………..……… 254


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kemajuan pendidikan Indonesia dari tahun ke tahun telah menampakkan hasilnya. Meskipun demikian, bangsa Indonesia masih tetap dihadapkan pada berbagai persoalan besar yang sangat klasik. Azra (2002: xv) mengidentifikasi persoalan pendidikan di Indonesia yaitu :

Pertama, kesempatan mendapatkan pendidikan masih tetap terbatas (limited capacity). Kedua, kebijakan pendidikan nasional yang sangat sentralistik dan menekankan uniformitas (keseragaman) yang mengakibatkan beban kurikulum serba seragam dan overloaded; Ketiga, pendanaan yang masih belum memadai karena pemerintah belum menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama dalam membangun Indonesia; keempat, akuntabilitas yang berkaitan dengan pengembangan dan pemeliharaan system dan kualitas pendidikan yang masih timpang; kelima, profesionalisme guru dan tenaga kependidikan yang masih belum memadai; keenam, relevansi yang masih timpang dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.

Dalam mengatasi permasalahan keterbatasan kesempatan mendapatkan pendidikan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan wajib belajar sembilan tahun yang memberikan kesempatan kepada semua warga negara Indonesia untuk mendapatkan layanan pendidikan mulai usia 7 tahun sampai dengan 15 tahun. Namun, kebijakan yang diluncurkan pada tanggal 2 Mei 1994 ini belum berjalan secara maksimal. Jalal dan Supriyadi (2001: 27) menunjukkan laporan tentang angka partisipasi murni (APM) tingkat SD pada tahun 1994/1995 sebesar 93,29 % dan


(15)

(APK) SD sebesar 114,52%. Namun, keberhasilan APM di tingkat SD tidak sebesar pencapaian APK dan APM di tingkat SMP. Pada tahun 1998/1999 APK SMP sebesar 70,43%. Ini berarti bahwa masih terdapat kurang lebih 29,57% anak usia SMP yang tidak mendapatkan layanan pendidikan setingkat SMP, sedangkan APK SLTA lebih rendah lagi yaitu 66,8%. Meskipun demikian, rendahnya APK setingkat SLTA tidak terlalu menjadi perhatian utama karena pemerintah baru menetapkan wajib belajar sampai dengan 9 tahun (6 tahun SD dan 3 tahun SLTP). Apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, APK tingkat SLTP di Indonesia tergolong rendah. Menurut Djalal (Solopos, 23 Oktober 2007), saat ini masih terdapat 1,5 juta anak Indonesia yang belum mendapatkan tempat untuk wajib belajar sembilan tahun. Di Kabupaten Karanganyar pada tahun 2006/2007 angka partisipasi kasar SD sebesar 115,88% dan angka partisipasi murni sebesar 99,12%. Adapun angka partisipasi kasar SMP sebesar 86,39% dan angka partisipasi murni sebesar 66,33%. Belum tercapainya angka 100% tingkat partisipasi penduduk dalam mengikuti program wajib belajar pendidikan dasar setingkat SMP mengakibatkan masih terdapat kurang lebih 13,61% anak yang tidak tertampung dalam pendidikan formal yang meliputi berbagai usia. Anak usia 13 - 15 tahun yang tidak mengikuti pendidikan setingkat SMP mencapai 33,70%. Oleh karena itu, pemerintah mendorong berbagai pihak, termasuk jalur pendidikan nonformal, untuk berperan dalam menyukseskan wajib belajar sembilan tahun.

Pada jalur Pendidikan Nonformal, program penyuksesan wajib belajar sembilan tahun diselenggarakan melalui Program Paket A (setara SD/MI) dan Program Paket B


(16)

(Setara SMP/MTs). Program ini ditujukan kepada warga masyarakat yang karena berbagai faktor tidak dapat mengikuti program pendidikan di sekolah formal.

Berkaitan dengan mutu, wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang diberlakukan di Indonesia hendaknya mampu menjawab jenis pendidikan yang diperlukan untuk masa depan. Delors, sebagaimana dikutip oleh Sa’ud dan Sumantri (2007: 115) memandang bahwa pendidikan dasar masa depan merupakan sebuah paspor untuk hidup, yang sangat diperlukan oleh setiap individu untuk hidup dan mampu memilih apa yang mereka lakukan, mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat masa depan secara kolektif, dan terus menerus belajar. Dengan demikian pendidikan dasar hendaknya mampu memberikan bekal bagi warga belajar untuk hidup di masa yang akan dating. Lebih jauh Sa’ud dan Sumantri (2007: 1120) menjelaskan bahwa pendidikan dasar sebenarnya memiliki fungsi pokok yang luas dan komprehensif, yang tidak hanya dipergunakan untuk masyarakat, tetapi hendaknya tertuju pada suatu kajian tentang praktik dan kebijakan pendidikan dasar yang memberikan suatu landasan yang mantap bagi praktik belajar warga belajar di masa depan, dan sekaligus mengembangkan ketrampilan hidup (life skills) yang esensial untuk sebuah kehidupan yang konstruktif dalam masyarakat. Dari pendapat tersebut dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu memberikan bekal bagi warga belajar untuk mampu hidup di masyarakat yang akan datang.


(17)

pemerintah telah mengeluarkan kebijakan desentralisasi dalam penyusunan kurikulum, yaitu dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. “dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik warga belajar” (Mulyasa, 2006: 8). Dengan adanya kebijakan ini besar kemungkinan ditemukan perbedaan kurikulum antar sekolah. Satu-satunya yang menjadi acuan penyusunan kurikulum adalah adanya standar kompetensi yang tetap dirumuskan secara sentralistik sebagai barometer kualitas pendidikan di Indonesia. Pelaksanaan KTSP yang relatif baru, banyak menimbulkan permasalahan di lapangan. Hal ini disebabkan selama ini kurikulum disusun secara sentralistik dan pelaksana lapangan tinggal melaksanakan berbagai ketentuan yang tercantum dalam kurikulum yang telah disediakan. Akibatnya ketika pelaksana lapangan diberi kewenangan untuk menyusun kurikulum sendiri, banyak kesulitan yang dihadapi. Oleh karena itu, diperlukan model implementasi kurikulum yang sesuai dengan kondisi di mana pendidikan tersebut berlangsung. Kondisi ini merujuk karakteristik tujuan pelajaran yang akan dicapai, karakteristik materi pelajaran yang dipelajari, karakteristik warga belajar, karakteristik guru, karakteristik lingkungan, ketersediaan sarana, prasarana, media belajar, serta berbagai kondisi pendukung lainnya.

Permasalahan pendidikan lain seringkali muncul karena keterbatasan dana pendidikan. Oleh karena itu, Undang-undang Dasar telah mengamanatkan untuk menyediakan 20% dari total anggaran baik dari APBN maupun APBD untuk


(18)

kepentingan pendidikan. Namun, keterbatasan sumber dana yang ada dan besarnya beban pembangunan menjadikan pemerintah belum mampu memenuhi ketentuan pembiayaan pendidikan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang. Akibat keterbatasan dana ini, banyak komponen-komponen pendidikan yang tidak mendapatkan alokasi dana yang semestinya. Akibat lebih lanjut adalah proses pendidikan yang tidak dapat dilakukan secara maksimal sehingga menjadikan mutu pendidikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Meskipun menurut penilaian UNESCO yang disampaikan pada Sidang Umum ke-34, posisi kualitas pendidikan Indonesia di Badan PBB termasuk golongan menengah keatas, bangsa Indonesia masih dihadapkan pada persoalan relevansi pendidikan. Hal itu antara lain ditunjukkan dengan adnya lulusan yang tidak mampu terserap dalam dunia kerja atau menjadi tenaga kerja mandiri dapat dilihat melalui jumlah penganggur, yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Jumlah Penganggur menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005

No Bidang Pendidikan Tingkat Pengangguran

1 Tidak lulus SD 1.012.711

2 SD 2.540.977

3 SMP 2.680.810

4 SMA 3.911.502

5 DI / DIII 107.516

6 DIII / Akademi 215.320

7 Universitas 385.418

Sumber : BPS (dalam Kunandar, 2007 : 3)


(19)

data yang wajar karena lulusan SMA ke bawah adalah mereka yang mendapatkan pendidikan dasar yang bersifat umum sehingga mereka tidak memiliki bekal keterampilan untuk bekerja.

Adapun jumlah pencari kerja menurut tingkat pendidikan, pada tahun 2005 adalah sebagai berikut.

Tabel 1.2

Jumlah Pencari Kerja menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005

No. Pendidikan Jumlah Presentase

1 Tidak sekolah 278.329 3,5

2 Tidak/belum tamat SD 573.097 7,2

3 Tamat SD 1.893.565 23,7

4 Tamat SMP Umum 1.786.317 22,3

5 Tamat SMA Umum 1.881.578 23,5

6 Tamat SMK 1.051.912 13,1

7 Tamat Akademi/Diploma 289.134 3,1

8 Tamat Universitas 289.099 3,6

Sumber : BPS(dalam Kunandar, 2007: 3)

Data tersebut juga menunjukkan bahwa lulusan SD, SMP, dan SMA merupakan pencari kerja yang memiliki persentase tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan mereka untuk bekerja pada pihak lain sangat tinggi sehingga kurang mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri.

Pada kondisi angkatan kerja umum, Suyanto (2006: 62) melaporkan hasil studi Budiono di tahun 1997, yang menunjukkan bahwa angkatan kerja di Indonesia, 53 % tidak berpendidikan, hanya 34 % yang mencapai pendidikan dasar, berpendidikan menengah 11 % dan yang berpendidikan tinggi hanya 2 %. Studi Depdiknas Tahun 2006 menunjukkan bahwa terdapat 25,60 % penganggur di Indonesia yang memiliki


(20)

pendidikan tamat SMP dan 24,09 % tamat SD. Angka tersebut menunjukkan indikator rendahnya mutu sumber daya manusia yang berakibat pada kecilnya tingkat penyerapan tenaga kerja. Kondisi semacam itu dapat diduga bahwa pendidikan yang selama ini diperoleh melalui sekolah kurang mampu memberikan bekal yang cukup bagi lulusannya untuk bekerja di masyarakat baik secara mandiri maupun bekerja pada orang lain/instansi. Ada berbagai faktor yang menyebabkan mengapa lulusan sekolah kurang dapat terserap dalam dunia kerja, salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman bagi lembaga pendidikan untuk menyelenggarakan proses pembelajaran memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan lulusan yang akan dihasilkan. Selama ini kurikulum di Indonesia dinilai sarat akan muatan pembelajaran. Beratnya beban kurikulum yang harus dilaksanakan oleh guru, mengakibatkan orientasi pembelajaran lebih banyak menyentuh aspek kognitif saja. Keterbatasan waktu dan banyaknya beban kurikulum mengakibatkan siswa hanya dipersiapkan untuk menyelesaikan seluruh beban kurikulum saja. Kurangnya kesempatan peserta didik (selanjutnya akan disebut dengan warga belajar, sebutan yang lazim digunakan dalam pendidikan nonformal untuk menunjuk pada warga belajar) untuk mencerna lebih lanjut dengan menghubungkan dengan fenomena di lapangan melalui kegiatan keterampilan atau praktik, menjadikan para lulusan menjadi gamang ketika terjun ke masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran yang mampu menghubungkan antara teori yang dipelajari di sekolah dan kebutuhan dunia kerja sehingga para lulusan dapat


(21)

menerapkan ilmu yang dipelajarinya di berbagai sektor pekerjaan, termasuk bekerja secara mandiri.

Namun, merumuskan model pembelajaran yang mampu menghubungkan antara teori dan praktik di lapangan bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah. Kurikulum yang terlalu ketat akan mempengaruhi keleluasaan tutor untuk melaksanakan kurikulum tersebut dalam praktik pembelajaran. Dalam pendidikan kurikulum merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap jenis dan model pendidikan. Para ahli memandang kurikulum dari sudut pandang yang berbeda-beda Beane (1994 : 28 - 32) membagi kurikulum ke dalam empat jenia yaitu (1) kurikulum sebagai produk, (2) kurikulum sebagai program, (3) kurikulum sebagai hasil belajar yang diinginkan, dan (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar. Cara pandang terhadap kurikulum akan sangat berpengaruh terhadap model pembelajaran dan hasil pendidikan. Kurikulum yang baik disertai dengan praktik pembelajaran yang baik pula akan memiliki kontribusi yang besar dalam menghasilkan lulusan yang bermutu.

Kita menyadari bahwa kurikulum memiliki peran besar dalam menghasilkan lulusan yang bermutu. Oleh karena itu, pembaharuan kurikulum merupakan suatu tindakan yang tepat, agar kurikulum yang disusun mampu memenuhi berbagai kebutuhan zaman. Pelaksanaan kurikulum yang telah disusun di suatu negara dapat dilihat melalui praktik pembelajaran di berbagai jenjang dan jalur pendidikan. Selama ini ada anggapan bahwa berbagai persoalan yang muncul dalam bidang pendidikan diakibatkan oleh penyusunan kurikulum yang kurang tepat. KTSP yang merupakan jawaban terhadap persoalan kebijakan penyusunan kurikulum, bukan merupakan


(22)

satu-satunya jawaban yang serta merta dapat mengatasi persoalan pendidikan. Hal ini dapat dipahami karena permasalahan kurikulum bukan hanya sekadar persoalan siapa yang menyusun kurikulum, melainkan lebih pada bagaimana isi kurikulum dan bagaimana kurikulum tersebut dilaksanakan.

Dalam hal isi kurikulum pemerintah Indonesia telah menetapkan standar isi kurikulum di berbagai jenis, jenjang, dan jalur pendidikan melalui Keputusan Menteri No. 23 Tahun 2006 (Tim Pustaka Yustisia, 2007: 45). Standar isi ini dirumuskan sebagai pedoman bagi para pengembang kurikulum dan tutor di setiap satuan pendidikan dalam menjabarkan materi pelajaran yang akan digunakan sebagai bahan untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 menjabarkan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta setelah mengikuti jenjang pendidikan tertentu, yang kemudian dijabarkan dalam standar kompetensi kelompok mata pelajaran dan standar kompetensi mata pelajaran, pada Satuan Pendidikan Dasar (SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs/SMPLB/Paket B). Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan dikembangkan berdasarkan tujuan pendidikan yang akan dicapai, yaitu meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lanjut (Tim Pustaka Yustisia, 2007: 86). Jika mencermati rumusan tujuan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan dasar memiliki fungsi baik untuk memperoleh dasar pengetahuan, kecerdasan, kepribadian, akhlak


(23)

mulia dan keterampilan yang akan digunakan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk bekerja secara mandiri.

Apabila dilihat angka partisipasi murni dan angka partisipasi kasar, khususnya di tingkat SLTP dan SLTA, lulusan setingkat SD yang melanjutkan ke jenjang pendidikan SLTP dan lulusan SLTP yang melanjutkan ke SLTA, belum mencapai 100%. Hal ini berarti bahwa mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan kembali ke masyarakat dengan segala bekal kemampuan yang dimilikinya ketika menuntut ilmu di sekolah sebelumya. Kondisi ini menimbulkan pemikiran jika sekolah tidak menyiapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kerja kepada siswa, maka mereka yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, besar kemungkinan akan menjadi pengganggur tanpa keterampilan. Oleh karena itu, kurikulum dan pembelajaran harus mengembalikan praktik pendidikan pada tujuan semula diselenggarakan satuan pendidikan tersebut

Salah satu program sebagai jawaban atas permasalahan di atas adalah dengan dikembangkan pendidikan yang menggunakan pendekatan Broad Based Education (BBE) yang kemudian banyak dijabarkan dalam Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill). Pada jalur pendidikan nonformal, pentingnya Pendidikan Kecakapan Hidup ini secara ekplisit dicantumkan dalam Standar Kompetensi Lulusan Paket B pada jalur pendidikan non formal, yaitu memiliki keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja (Diktara, 2006: 17). Rumusan tujuan dan standar kompetensi lulusan bagi warga belajar Program Paket B, mengisyaratkan bahwa minimal ada dua aspek yang dikembangkan dalam program paket B, yaitu aspek akademik dan aspek kecakapan


(24)

hidup (life skill). Aspek akademik berkaitan dengan kemampuan warga belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Bloom dalam Yulaelawati, 2004: 59). Adapun aspek kecakapan hidup (life skills) mencakup berbagai macam. Sukmadinata (2004: 28) yang mengartikan kecakapan hidup sebagai sebuah kompetensi, menyebutkan minimal ada lima kompetensi yang termasuk dalam kecakapan hidup, yaitu kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi akademik, kompetensi vokasional dan kompetensi profesional. Adapun Triyadi (2006) menyebutkan bahwa ada empat jenis kecakapan hidup yaitu kecakapan personal (personal skills), kecakapan social (social skills), kecakapan akademik (academic skills), dan kecakapan vokasional (vocational skills). Kecakapan hidup ini penting diberikan agar dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia.

Apabila mencermati uraian di atas, dapatlah diketahui bahwa konsep tentang kecakapan hidup sebenarnya sangat luas dan menyangkut berbagai aspek. Namun, di lapangan terjadi banyak pemahaman yang sempit. Kecakapan hidup sering hanya diartikan sebagai keterampilan atau ketrampilan kerja saja. Hal ini dapat diketahui dari hasil survey kepada 18 lembaga penyelenggara Program Paket B. Sejumlah tujuh belas lembaga penyelenggara menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kecakapan hidup adalah memberikan keterampilan kepada warga belajar seperti menjahit, mempelajari komputer, membuat aneka makanan dan membuat kompos. Adapun satu lembaga lain memberikan pengertian pendidikan kecakapan hidup dengan memberikan program tentang cara praktis berwiraswasta dan pengembangan


(25)

pemahaman yang sempit terhadap arti kecakapan hidup sehingga ketika kita membicarakan kecakapan hidup orang akan mengasosiasikan dengan berbagai jenis keterampilan kerja atau kursus keterampilan, seperti menjahit, belajar komputer, belajar elektro dan bertani.. Sangat jarang mereka memiliki pemahaman yang utuh bahwa pendidikan kecakapan hidup juga menyangkut aspek kepribadian, social, dan akademik. Pemahaman yang sempit terhadap pengertian kecakapan ini, menjadikan pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup menemui banyak kesulitan karena satuan pendidikan merasa kurang memiliki daya dukung yang memadai untuk melaksanakan kegiatan praktik keterampilan. Sempitnya pemahaman ini mengakibatkan aspek kepribadian dan sosial kurang mendapatkan perhatian, yang sebenarnya dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya. Apa yang terjadi di lapangan tentang pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup yang kurang maksimal, tidak lepas dari peran berbagai institusi yang membidangi program pendidikan nonformal. Pada tataran program, pelaksanaan program pendidikan nonformal yang tertuang dalam bentuk program-program kecakapan hidup tidak lepas dari kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (sekarang Dirjen PNFI) yang membuat skema pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup. Selain itu, keterbatasan tutor untuk mengaaitkan mata pelajaran yang diampunya dengan pendidikan kecakapan hidup, tidak lepas dari peran Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, khususnya Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal, yang selama ini belum pernah mengadakan pelatihan bagi tutor mata pelajaran tentang pentingnya pendidikan kecakapan hidup bagi warga


(26)

belajar. Selain itu, keterbatasan Dinas Pendidikan di Tingkat Kabupaten selaku dinas yang membidangi teknis penyelenggaraan program pendidikan kecakapan hidup, tidak cukup memiliki daya dukung untuk melakukan pembinaan kepada penyelenggara program pendidikan kecakapan hidup. Terbatasnya pengembangan model pembelajaran, sosialisasi dan uji coba model yang seharusnya dilakukan oleh unit pelaksana teknis yang membidangi pendidikan nonformal, seperti BPPNFI dan SKB, turut memberikan konstribusi terhadap kurangmaksimalnya pelaksanaan program pendidikan kecakapan hidup di berbagai kelompok belajar. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menemukan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaplikasikan kurikulum pendidikan kecakapan hidup ke dalam praktik pendidikan sehari-hari.

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), dalam proses pembelajaran, pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup ini dapat merupakan bagian integral dari pendidikan semua mata pelajaran dan / atau berupa paket / modul yang direncanakan secara khusus. Bahkan, Susilana (2006: 75) secara tegas menyatakan bahwa pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup merupakan bagian dalam pengembangan kurikulum terpadu karena pengembangan kecakapan hidup seharusnya tidak berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dengan disiplin ilmu atau mata pelajaran yang lain. Selanjutnya, Susilana juga menyampaikan bahwa supaya tidak menjadi dangkal, subtansi pengembangan kecakapan hidup harus terpadu dengan struktur kurikulum di sekolah tersebut sehingga bukan sekadar


(27)

integrasi (integrated curriculum) merupakan salah satu pendekatan kurikulum yang mampu mengakomodasi pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup yang diintegrasikan dengan mata pelajaran. Menurut Drake (2004: 6), secara ringkas dapat dikatakan bahwa integrated curriculum adalah bagaimana membuat sebuah hubungan, baik hubungan antarmata pelajaran, hubungan dengan kehidupan maupun hubungan antarketerampilan dan pengetahuan, dan sebagainya. Adapun menurut Beane (1997: 2), curriculum integration adalah suatu desain kurikulum yang mencari seluruh hubungan secara langsung antara berbagai hal baik dengan masyarakat, antara subjek, dan sebagainya. Kurikulum terpadu memfokuskan pada mata pelajaran. Proses pembelajaran yang menggunakan kurikulum terpadu dilakukan secara keseluruhan (holistic), yakni warga belajar ditempatkan dalam posisi sentral. Warga belajar belajar secara aktif, terutama dalam pengembangan keterampilan berpikirnya. Dalam kurikulum terpadu digunakan mata pelajaran terpadu sehingga terdapat keterpaduan antarmata pelajaran dan diajarkan oleh suatu tim (Johson, 2006: 118). Mata pelajaran terpadu sesuai dengan kebutuhan warga belajar untuk menyusun pola dalam menemukan makna. Menurut Beane (1997: 4) curriculum integration memiliki empat aspek utama, yaitu integrasi pengalaman, integrasi sosial, integrasi pengetahuan, dan integrasi sebagai desain kurikulum. Sebagaimana diuraikan di atas, integrasi pendidikan kecakapan hidup yang meliputi kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional memungkinkan untuk dilaksanakan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Meskipun demikian, tutor harus dapat memilih mata pelajaran atau topik apa yang relevan untuk memasukan


(28)

nilai-nilai kecakapan hidup ke dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dimengerti karena setiap mata pelajaran dan topik pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Salah satu mata pelajaran yang memungkinkan diintegrasikannya pendidikan kecakapan hidup ke dalam mata pelajaran adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Menurut Gross (dalam Muchtar, 2007: 831), pendidikan IPS bertujuan untuk “ to prepare student to be well fungstioning citizensin democratic sociality”. Mata pelajaran IPS bertujuan untuk menyiapkan warga belajar agar dapat berfungsi sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat yang demokratis. Selanjutnya, Mochtar (2007: 831) juga menyebutkan bahwa tujuan lain mata pelajaran IPS adalah untuk “mengembangkan kemampuan menggunakan penalaran dalam pengambilan keputusan setiap persoalan yang dihadapinya. IPS juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir karena berpikir merupakan potensi manusia yang perlu secara sengaja dikembangkan untuk mencapai kapasitas yang optimal”. Dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran IPS dan tuntutan kecakapan hidup yang harus dimiliki warga belajar, kedua bidang tersebut memungkinkan untuk dilaksanakan pembelajaran secara integratif.

Berbagai model pembelajaran dapat dipilih untuk menerapkan pembelajaran yang dapat mengintegrasikan pembelajaran IPS dan kecakapan hidup. Penerapan kurikulum terpadu dapat dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran yang relevan.


(29)

Dengan melihat kebutuhan warga belajar dan tuntutan penguasaan aspek akademik serta kecakapan hidup yang harus dikuasai, dapat dikatakan bahwa tuntutan pembelajaran tersebut sangat komprehensif, karena bukan hanya menyangkut aspek akademis, melainkan uga aspek kecakapan hidup. Tuntutan tersebut dapat dipenuhi melalui proses pembelajaran yang relevan. Anwar (2004: 27) menyatakan bahwa pendidikan kecakapan hidup sepatutnya dilaksanakan sesuai dengan kondisi lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya yang ada. Kondisi ini mengisyaratkan pembelajaran yang sesuai dengan konsteks yang ada. Menurut Sukmadinata (2004: 167) kondisi ini akan dapat dipenuhi dengan penerapan pembelajaran konstekstual (constextual teaching and learning). Menurut Sanjaya (2006: 253) constextual teaching and learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari berbagai uraian di atas, dipandang perlu untuk mengadakan pembaharuan terhadap proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang diintegrasikan dengan pendidikan kecakapan hidup, melalui penerapan model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan hidup warga belajar Program Paket B.

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

Secara ideal Program Paket B hendaknya dapat memenuhi tuntutan warga belajar baik yang menyangkut pemenuhan aspek akademik maupun aspek kecakapan hidup.


(30)

Penguasaan akademik diperlukan oleh warga belajar dalam upaya mendapatkan haknya tentang pendidikan dasar dan bekal untuk mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua warga belajar akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sebagian besar dari mereka akan kembali ke masyarakat. Lulusan Program Paket B yang tidak mendapatkan bekal kecakapan hidup ketika mengikuti program pembelajaran, mereka tidak akan memiliki bekal untuk membuka usaha baru dan bekerja di masyarakat sesuai dengan kompetensinya. Dengan kurangnya kompetensi ini mengakibatkan lulusan Program Paket B akan bekerja di sektor-sektor informal yang relatif tidak memerlukan kemampuan akademik dan kecakapan hidup yang tinggi.

Berdasarkan standar kompetensi lulusan yang menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh program Program Paket B serta tuntutan kebutuhan warga belajar untuk mendapatkan bekal kecakapan untuk terjun ke masyarakat bagi yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, program pembelajaran Program Paket B harus mampu melakukan modifikasi terhadap proses pembelajaran yang selama ini dilakukan agar dapat mendapatkan berbagai tuntutan tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat model pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan akademik dan kebutuhan kecakapan hidup. Kebutuhan akademik diperoleh warga belajar melalui berbagai mata pelajaran wajib selama mengikuti pendidikan, sedangkan kebutuhan kecakapan hidup dapat dibuat dalam program yang terpisah dan dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran.


(31)

Penyelenggara pendidikan ponformal yang menyelenggarakan Program Paket B, yang selama ini memiliki fasilitas yang kurang apabila dibandingkan penyelenggara pendidikan formal, tidak selalu mampu melakukan penerapan pendidikan kecakapan hidup secara mandiri / terpisah dengan mata pelajaran. Oleh karena itu perlu dicari alternatif untuk menyelenggarakan pendidikan kecakapan hidup yang terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Meskipun demikian, memadukan seluruh mata pelajaran dengan pendidikan kecakapan hidup bukan merupakan hal yang mudah. Dari berbagai kajian terhadap penelitian yang pernah dilakukan, belum pernah ada sebuah penelitian yang mengkaji tentang model pembelajaran pendidikan kecakapan hidup yang terintegrasi dengan mata pelajaran. Hal ini dapat dipahami karena penerapan pendidikan kecakapan hidup yang terintegrasi dengan mata pelajaran, minimal akan mengubah pola pikir tutor yang selama ini telah secara konvensional melaksanakan proses pembelajaran dalam mata pelajarannya masing-masing. Oleh karena itu sebagai salah satu upaya mengenalkan pentingnya integrasi pendidikan kecakapan hidup dengan mata pelajaran, perlu dilakukan uji coba dengan memilih mata pelajaran dan topik yang relevan.

Mata pelajaran IPS, yang selama ini dipersepsi oleh masyarakat umum sebagai mata pelajaran hapalan, memiliki peluang untuk melaksanakan proses pembelajaran yang terintegrasi dengan kecakapan hidup, karena salah satu kajian mata pelajaran IPS adalah mengkaji berbagai masalah sosial yang erat kaitannya dengan praktik kehidupan warga belajar. Dengan integrasi ini diharapkan akan mampu meningkatkan kecakapan hidup warga belajar dengan tidak mengabaikan pencapaian kecakapan


(32)

akademik yang menjadi tuntutan mata pelajaran tersebut. Selain itu, juga diharapkan akan mampu mengembalikan fungsi mata pelajaran IPS pada tujuan semula, yaitu menyiapkan warga belajar agar mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan di masyarakat yang akan datang.

Meskipun demikian, tidaklah mudah untuk melakukan modifikasi terhadap proses pembelajaran yang selama ini dilakukan agar dapat menyediakan kondisi sehingga kecakapan hidup dapat dipelajari. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar sebuah proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Apabila menggunakan cara pandang sistem, proses pembelajaran hanya akan dapat berjalan dengan baik apabila ada keterpaduan yang penuh antara komponen input, yaitu warga belajar dan komponen proses baik yang menyangkut instrumental maupun lingkungan yang mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diterapkan. Menurut Sanjaya (2006: 47), sistem adalah “satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan”. Dalam pengertian di atas, terdapat tiga karakteristik utama sebuah sistem, yaitu pertama sistem pasti mengandung sebuah tujuan, kedua sistem selalu mendukung proses, dan ketiga dalam proses tersebut melibatkan berbagai komponen. Beberapa komponen atau faktor yang terdapat dalam sistem pembelajaran dikelompokan dalam komponen input, process, dan output (Sukmadinata, 2003: 9).


(33)

untuk mengatasi kemungkinan terjadinya hambatan dan tindakan taktis untuk mengatasi hambatan tersebut sangat diperlukan.

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dirumuskan dengan mengacu pada masalah yang berkenaan dengan implementasi model pembelajaran ilmu pengetahuan sosial yang diintegrasikan dengan Pendidikan Kecakapan Hidup sehingga mampu meningkatkan kecakapan hidup warga belajar Program Paket B. Masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan pokok yaitu “model pembelajaran yang bagaimana yang mampu meningkatkan kecakapan hidup warga belajar?”

Pertanyaan pokok tersebut selanjutnya dibajabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian yang lebih yaitu sebagai berikut.

a. Bagaimanakah kondisi model pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup saat ini?

b. Bagaimanakah desain model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kecakapan hidup?

c. Bagaimanakah implementasi model pembelajaran kecakapan hidup termasuk evaluasinya?

d. Bagaimanakah efektivitas model pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan hidup baik secara internal maupun eksternal?

e. Bagaimanakah kekuatan dan kelemahan model pembelajaran kecakapan hidup yang dikembangkan?

f. Faktor-faktor pendukung apa yang diperlukan untuk pelaksanaan pembelajaran pendidikan kecakapan hidup yang dikembangkan?


(34)

C. DEFINISI OPERASIONAL

Ada dua variabel yang menjadi inti kajian dalam penelitian ini, yaitu model pembelajaran dan kecakapan hidup. Untuk mendapatkan pemahaman konsep yang sama mengenai berbagai istilah dalam berbagai variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran

Model pembelajaran memiliki berbagai pengertian. Salah satu pengertian tentang model pembelajaran dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 209). Dia mengemukakan bahwa model pembelajaran sebagai “suatu desain yang menggambarkan suatu proses, rincian dan penciptaan lingkungan belajar yang memungkinkan siswa/mahasiswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa/mahasiswa”. Desain tersebut akan mencakup berbagai komponen dan langkah-langkah yang akan dilakukan selama proses pembelajaran sehingga tercipta suatu lingkungan yang memungkinkan warga belajar berkembang secara optimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Joice, Weil, dan Calhoun (2000: 13) memandang bahwa model pembelajaran (pengajaran) yang dikaitkan dengan lingkungan belajar menggambarkan mengenai “ranging from planning curriculums, courses, unit, and lesson designing instructional, materials, book and work books, multimedia, programs and computer assisted learning prosess”.


(35)

tentang konsep dan langkah-langkah pembelajaran yang disusun secara sistematis yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran pada diri warga belajar dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Langkah model tersebut akan disusun berdasarkan teori yang terkait yang pengembangan model ini maupun hasil studi lapangaan tentang pelaksanaan pembelajaran yang selama ini digunakan.

2. Kecakapan Hidup

Pengertian mengenai kecakapan hidup telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Salah satu pengertian dikemukakan oleh Ali (2007: 1265). Dia menyatakan bahwa kecakapan hidup adalah “kecakapan untuk melakukan adaptasi dan perilaku positif yang memungkinkan individu untuk melakukan reaksi secara efekif dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan sehari-hari”. ICAP (2005) Life Skills [Online] Tersedia:http://www.icap.org(portals/o/download/all/pdf/blue.book/modularoz.Lifesk ill.pdf. [8 Maret 2007] mengemukakan definisi life skills yang dirumuskan oleh WHO. Menurut WHO, life skills didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan adaptasi dan tingkah laku positif yang memungkinkan seorang individu untuk berhubungan secara efektif dengan harapan dan tantangan hidup sehari-hari. Anwar (2004: 21) menjelaskan bahwa pada dasarnya life skill membantu warga belajar dalam mengembangkan kemampuan belajar (learning how to learn), menghilangkan kebiasaaan dan pola pikir yang tidak tepat (learning how to unlearn), menyadari dan mensyukuri potensi diri untuk dikembangkan dan diamalkan, berani menghadapi problema kehidupan dan memecahkan secara kreatif. Dari berbagai pendapat tentang


(36)

kecakapan hidup sebagaimana diuraikan di atas, yang dimaksud dengan kecakapan hidup dalam penelitian ini adalah kemampuan warga belajar untuk melakukan adaptasi sikap dan perilaku yang memungkinkan untuk mengatasi berbagai permasalahan kehidupan sehari-hari, baik yang berkaitan dengan persoalan pribadi, persoalan sosial, persoalan akademik, maupun persoalan kerja.

3. Program Paket B

Pendidikan nasional di Indonesia dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu jalur pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal dan jalur pendidikan informal. Jalur pendidikan formal dan nonformal memiliki jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Pada jalur pendidikan nonformal dikenal berbagai jenis pendidikan, yaitu pendidikan anak usia dini, pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan, dan pendidikan berkelanjutan. Di antara berbagai jenis pendidikan pada jalur pendidikan nonformal, ada yang diselenggarakan secara berjenjang dan ada yang tidak berjenjang. Salah satu jenis satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan secara berjenjang adalah pendidikan kesetaraan, yang terdiri atas Program Paket A (setara SD/MI), Program Paket B (setara SMP/MTs), dan Program Paket C (setara SMA/MA). Program pendidikan nonformal, termasuk pendidikan kesetaraan, diperuntukan bagi warga masyarakat yang tidak mendapatkan layanan pada pendidikan formal atau karena sesuatu hal tidak mendapatkan layanan tentang apa yang dibutuhkan dalam pendidikan formal. Pendidikan nonformal dapat memberikan layanan kepada warga masyarakat tanpa adanya batasan usia yang ketat seperti pada pendidikan formal.


(37)

nonformal setara SMP/MTs yang diperuntukkan warga masyarakat yang tidak mendapatkan layanan pendidikan formal, baik untuk anak usia sekolah maupun usia dewasa.

D. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pembelajaran IPS yang dapat meningkatkan kecakapan hidup warga belajar Program Paket B. 2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum tersebut, beberapa tujuan khusus penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

a. mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup yang selama ini dilaksanakan;

b. menemukan desain model pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan hidup; c. mendapatkan gambaran tentang implementasi model pembelajaran yang dapat

meningkatkan kecakapan hidup termasuk evaluasinya;

d. mengetahui efektifitas model pembelajaran kecakapan hidup secara internal dan eksternal;

e. mendapatkan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan model pembelajaran kecakapan hidup yang dikembangkan;

f. menemukan faktor-faktor pendukung untuk implementasi model pembelajaran kecakapan hidup yang dikembangkan.


(38)

E. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kecakapan hidup warga belajar melalui mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial yang dilaksanakan secara terpadu. Model pembelajaran ini akan dikembangkan berdasarkan landasan-landasan konseptual yang mendukung serta kenyataan empiris di lapangan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian pengembangan model pembelajaran ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam bidang pendidikan, terutama untuk:

a. menemukan prinsip atau dalil mengenai model pembelajaran yang relevan bagi warga belajar dalam meningkatkan kemampuan kecakapan hidupnya yang meliputi kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, kecakapan vokasional, khususnya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosia, dan.

b. bidang pengembangan kurikulum sebagai konfirmasi model yang ada atau menambah pengembangan model pembelajaran yang telah ada.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dalam meningkatkan pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial.

Temuan-temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak, antara lain:


(39)

a. Dinas Pendidikan, khususnya Subdinas Pendidikan yang membidangi Pendidikan Nonformal untuk didesiminasikan kepada satuan-satuan pendidikan nonformal yang menyelenggarakan Program Pendidikan Kesetaraan,

b. Direktorat Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal yang membidang peningkatan mutu untuk Tenaga Pendidik dan Kependidikan Pendidikan Nonformal untuk meningkatkan berbagai pelatihan kepada para tutor mengenai model-model pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup

c. para penyelenggara Program Pendidikan Kesetaraan untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup.

d. para tutor Paket B untuk meningkatkan proses pembelajaran agar mengintegrasikan Pendidikan Kecakapan Hidup melalui mta pelajaran yang diampunya,

e. peneliti lain sebagai bahan pembanding dan rujukan bagi penelitian yang dilakukan.

F. ASUMSI

Penelitian ini dibangun atas dasar asumsi sebagai berikut.

1. Kurikulum memiliki peranan sentral yang dapat memberikan pedoman dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran

2. Implementasi kurikulum memerlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

3. Proses pembelajaran dan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor internal dan eksternal


(40)

4. Proses pembelajaran akan berpengaruh terhadap hasil belajar 5. Hasil pembelajaran kecakapan hidup warga belajar dapat diukur G. HIPOTESIS PENELITIAN

Sesuai dengan masalah penelitian yang telah dikemukakan di atas maka selain akan mencoba menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang diajukan, dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis yang akan diuji secara statistik. Hipotesis berkaitan dengan pertanyaan tentang keefektifan model pembelajaran dan kelebihan model pembelajaran yang dikembangkan apabila dibandingkan dengan pembelajaran yang biasa dilakukan. Adapun rumusan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut. a. Model pembelajaran kontekstual secara signifikan dapat meningkatkan kecakapan

hidup warga belajar.

b. Kecakapan hidup warga belajar dalam bentuk kecakapan pribadi, sosial, akademik, dan vokasional yang diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual, lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh dari model pembelajaran yang biasa digunakan oleh tutor.

H. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode recearch and development (penelitian dan pengembangan). Secara garis besar metode penelitian ini akan mencakup tiga tahap, yaitu (1) studi pendahuluan yang meliputi studi pustaka dan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran tentang


(41)

mencakup kegiatan penyusunan draf awal model yang disusun berdasarkan hasil kajian pustaka dan studi lapangan, uji coba terbatas, dan uji coba lebih luas untuk mendapatkan model hipotetik yang siap untuk divalidasi, dan (3) tahap pengujian yang dilakukan dengan mengimplementasikan model akhir yang telah disusun untuk mengetahui efektivitas model.

Pengumpulan data dalam penelitian ini akan menggunakan berbagai macam teknik, yaitu pada saat studi awal dilakukan dengan wawancara, angket, dan studi dokumentasi. Pada tahap pengujian digunakan teknik angket, tes, dan observasi dan pada tahap validasi akan digunakan tes, angket, dan observasi.

Instrumen penelitian akan disusun berdasarkan kisi-kisi yang berdasarkan kajian teori yang dilakukan. Beberapa instrumen yang akan disusun antara lain pedoman wawancara dan angket untuk mendapatkan data pada saat melakukan studi pendahuluan. Pada tahap pengembangan dan tahap validasi digunakan instrumen tes, angket, dan pedoman observasi.

I. LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kelompok Belajar Paket B di Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah yang memiliki 59 kelompok belajar. Lokasi ini dipilih karena memenuhi beberapa persyaratan untuk dilakukannya penelitian pengembangan dan secara teknis operasional dapat langsung dikendalikan oleh peneliti. Adapun yang akan digunakan sebagai sampel penelitian meliputi 28 kelompok belajar yang terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu studi pendahuluan


(42)

(18 kelompok), uji coba terbatas (1 kelompok), uji coba luas (3 kelompok), uji validasi (3 kelompok eksperimen dan 3 kelompok kontrol).


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Penelitian ini difokuskan pada pengembangan model pembelajaran Kecakapan Hidup, yang mengintegrasikan Ilmu Pengetahuan Sosial dengan Pendidikan Kecakapan Hidup pada Program Paket B. Pengembangan suatu model pembelajaran terkait dengan beberapa aspek, yaitu: aspek apa yang akan dikembangkan, dalam mata pelajaran apa aspek tersebut dikembangkan, pada jenjang dan jenis pendidikan mana pengembangan akan dilaksanakan, bagaimana kondisi aspek tersebut dikembangkan? Dalam penelitian ini model yang akan dikembangkan berkaitan dengan peningkatan kecakapan hidup yang meliputi kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional, pada warga belajar Program Paket B, yang akan dikembangkan melalui integrasi dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.

Untuk dapat mengkaji berbagai variabel pokok yang telah ditetapkan, penelitian ini akan menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau “research and development”. Menurut Borg and Gall (1989: 784 - 785) ada sepuluh langkah dalam penelitian dan pengembangan, yaitu:


(44)

1. Research and Information Collecting (penelitian dan pengumpulan informasi), yang dilakukan melalui kegiatan analisis kebutuhan, studi kepustakaan dan penelitian dalam skala kecil.

2. Planning (perencanaan), dilakukan dengan melakukan identifikasi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, membuat rumusan tujuan yang akan dicapai, membuat desain atau langkah-langkah penelitian serta merencanakan kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas.

3. Develop preliminary form of product (pengembangan produk awal), yang dilakukan dengan melakukan kegiatan antara lain penyiapan bahan ajar, proses pembelajaran dan instrument evaluasi.

4. Preliminary field testing (uji lapangan awal), disebut juga uji coba terbatas, dilakukan dengan mengujicobakan produk awal yang telah dikembangkan. Pada saat uji coba terbatas dilakukan observasi, wawancara, penyebaran angket, dan diskusi dengan tujuan untuk mendapatkan evaluasi kualitatif produk awal yang dikembangkan.

5. Main product revision (revisi produk). Pada tahap ini dilakukan revisi terhadap produk awal yang telah dikembangkan berdasarkan temuan-temuan dan masukan pada saat uji coba terbatas/uji lapangan awal.

6. Main field testing (uji lapangan utama). Uji lapangan utama merupakan uji lebih luas terhadap produk awal yang telah direvisi. Pada tahap ini dilakukan


(45)

sesudah model dilakukan. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data kualitatif tentang proses ketika model dilaksanakan.

7. Operational product revision (revisi produk) adalah tahap penyempurnaan produk utama berdasarkan temuan-temuan pada uji lapangan utama untuk mendapatkan produk operasional/model hipotetik.

8. Operational field testing (uji lapangan). Pada tahap ini dilakukan uji eksperimen terhadap model hipotetik yang telah disusun, dimana hasil awal dan akhir dalam kelompok eksperimen akan dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk melihat efektivitas model. Pada saat ini juga dilakukan wawancara, observasi, angket dan lainnya untuk melihat proses pelaksanaan uji eksperimen.

9. Final revisi products (revisi produk). Berdasarkan masukan dalam uji lapangan, dilakukan revisi produk sehingga menghasilkan produk final/model final.

10. Dessemination and implementation (diseminasi dan implementasi). Desiminasi dan implementasi terhadap model final yang telah ditemukan dilakukan dengan membuat laporan tentang produk yang disampaikan pada pertemuan–pertemuan profesional atau dipublikasikan pada jurnal, bekerja sama dengan penerbit, serta memonitor distribusi untuk mengendalikan kualitas.


(46)

Sukmadinata (2005:189) menyederhanakan model penelitian pengembangan Gall, Gall dan Borg tersebut ke dalam tiga langkah, yaitu studi pendahuluan, pengembangan model, dan pengujian model.

Adapun kerangka penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut ini.


(47)

KERANGKA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Gambar 3.1 : Kerangka Penelitian dan Pengembangan

1. STUDI PENDAHULUAN

Studi Literatur

Studi lapangan tentang bentuk Pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup yang terjadi

Deskripsi dan analisis Temuan model yang selama dilakukan

2. TAHAP PENGEMBANGAN MODEL

Evaluasi dan Perbaikan

Uji Lebih Luas

Penyusunan Draft Awal Model

Evaluasi dan Penyempurnaan

Model Hipotetik Uji Terbatas

3. TAHAP PENGUJIAN MODEL

MODEL FINAL 1. Tes Awal 2. Implementasi

Model 3. Tes Akhir


(48)

B. LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada Program Paket B, yang merupakan salah satu program pada Pendidikan Kesetaraan di Jalur Pendidikan Nonformal, dengan mengambil lokasi di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Beberapa pertimbangan terhadap pemilihan Kabupaten Karanganyar sebagai lokasi penelitian, antara lain: Pertama Kabupaten Karanganyar yang merupakan salah satu kabupaten di antara 35 kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki Program Paket B. Kedua, Program Paket B di Kabupaten Karanganyar diselenggarakan oleh berbagai lembaga penyelenggara yang memiliki karakteristik yang berbeda. Di Kabupaten Karanganyar terdapat 59 lembaga yang menyelenggarakan Program Paket B, yang terselenggara di 17 Kecamatan.

Sampel untuk studi pendahuluan ditentukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling berdasarkan jenis lembaga penyelenggara. Dari setiap jenis lembaga penyelenggara akan diambil 30% untuk dijadikan sampel pada studi pendahuluan. Adapun lokasi studi pendahuluan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Penentuan Jumlah Sampel Studi Pendahuluan

No. Jenis Penyelenggara Jumlah Kelompok Jumlah Sampel

1 PKBM 23 Kelompok 7 Kelompok

2 Pendidikan Formal 9 Kelompok 3 Kelompok

3 Lembaga kemasyarakatan 26 Kelompok 7 Kelompok

4 Pondok Pesantren 1 Kelompok 1 Kelompok


(49)

Tabel 3.2

Sampel Kelompok Belajar dan Lokasi Studi Pendahuluan

No Penyelenggara Jenis Nama Penyelenggara Lokasi

1 PKBM PKBM Bina Warga

PKBM Tunas Muda PKBM Bumi lestari PKBM Margo Mulyo PKBM Kerjo

PKBM Pioneer PKBM Selaras

Desa Tlobo, Kec. Jatiyoso Desa Ngunut, Kec. Jumantono Desa Karangbangun, Matesih Desa Dirimulyo, Ngargoyoso Desa Sumberejo, Kec. Kerjo Desa Ngringo, Kec. Jaten Desa Ngadirejo, Mojogedang 2 Pendidikan

Formal

SDN 04 Wonokeling MI Ngwaru Matesih SMP Bhakti karya

Desa Wonokeling, Jatiyoso MI Ngwaru Matesih

Desa Sewurejo, Mojogedang 3 Lembaga

Kemasyara- katan

LPMD Bhineka Mandiri PGRI Cabang Matesih LPK Gama 94

Dharma Wanita Colomadu

LPMD Desa Karangmojo PKK Desa Trengguli LPMD Desa Plosorejo

Kec. Jumantono Kec. Matesih

Badranasari, Karanganyar Desa Blulukan, Colomadudesa Desa Karangmojo, Tasikmadu Desa Trengguli, Jenawi Desa Plosorejo, Kec. Matesih 4 Pondok

Pesantren

Ponpes Imam Bukhori Desa Selokaton, Gondangrejo

Penelitian akan dilakukan pada kelas VIII atau kelas II Program Paket B, dengan pertimbangan bahwa warga belajar kelas VIII belum disibukkan oleh kegiatan pemadatan pembelajaran untuk menghadapi uian nsional sehingga masih memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat uji coba.

Uji coba terbatas dilakukan pada satu kelompok belajar, yaitu di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Karanganyar. Penentuan lokasi uji terbatas ini didasarkan pada pertimbangan bahwa SKB merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kabupaten yang antara lain berfungsi sebagai pengujian model dan percontohan bagi


(50)

lembaga penyelenggara program pendidikan nonformal di kabupaten. Adapun uji coba lebih luas diselenggarakan pada tiga kelompok belajar dengan kategori Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), sekolah formal yang menyelenggarakan Program Paket B dan lembaga sosial kemasyarakatan. Pengujian atau validasi hasil dilaksanakan pada enam kelompok belajar, yaitu tiga kelompok eksperimen dan tiga kelompok kontrol. Ketiga kelompok tersebut akan mewakili kelompok PKBM, kelompok sosial kemasyarakatan dan sekolah formal. Pengujian atau validasi didasarkan atas beberapa kriteria antara lain : (1) kelompok belajar tersebut memiliki Program Paket B Kelas VIII, (2) kelompok belajar tersebut memiliki jumlah warga belajar minimal 20 orang, (3) lokasi kelompok belajar yang dipilih tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Karanganyar.

Adapun daftar kelompok uji coba terbatas, Uji coba luas dan uji validasi adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3

Daftar Sampel Kelompok Belajar Tahap Uji Coba dan Pengujian

No Nama Penyelenggara Kecamatan Keterangan

1 SKB Karanganyar Karanganyar Uji Coba Terbatas 2 PKBM Ngudi Makmur Jumapolo Uji Coba Luas 3 SMP Bhakti Karya Mojogedang Uji Coba Luas 4 PKK Desa Trengguli Jenawi Uji Coba Luas

5 PKBM Tunas Muda Jumantono Kelompok Eksperimen

6 MI Ngwaru Matesih Kelompok Eksperimen

7 PKK Desa Kaling Tasikmadu Kelompok Eksperimen

8 PKBM Pioneer Jaten Kelompok Kontrol

9 SDN 04 Wonorejo Jatiyoso Kelompok Kontrol


(51)

C. TEKNIK DAN ALAT PENGUMPUL DATA

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama merupakan studi pendahuluan, tahap kedua merupakan tahap pengembangan model yang terdiri atas pengembangan gambar draf awal model, uji coba terbatas, dan uji coba luas, dan tahap ketiga merupakan pengujian atau validasi model.

Secara terperinci, tahap penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumen yang akan digunakan dalam mengumpulkan data dapat diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 3.4

Tahap Penelitian, Pengumpulan Data dan Instrumen

Tahap Teknik Pengumpulan Data Bentuk Instrumen

Studi Pendahuluan - Studi kepustakaan - Survei lapangan

Studi Dokumen Angket Wawancara Observasi Terbuka Terbuka Terbuka Terbuka Pengembangan

- Pengembangan

Draf awal Observasi Wawancara

Terstruktur dan terbuka

Terbuka - Uji coba terbatas Studi dokumentasi Terbuka

- Uji coba lebih luas Tes Evaluasi praktik Angket Pilihan Ganda Skala Daftar Cek Pengujian Model Tes awal dan tes akhir

- Eksperimen

- Tes tertulis - Evaluasi praktik - Angket

Pilihan ganda Skala


(52)

D. LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan tahap awal penelitian pengembangan yang dilakukan dengan studi kepustakaan dan survei lapangan. Studi lapangan dilakukan kepada delapan belas kelompok belajar yang telah terpilih. Survei ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi pembelajaran Pendidikan Kecakapan Hidup dan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Adapun studi kepustakaan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan berbagai teori dan konsep tentang pembelajaran kecakapan hidup dan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial serta mengkaji berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan pendidikan kecakapan hidup.

2. Pengembangan Model

Pengembangan model akan dilakukan dengan kegiatan penyusunan draf awal model pembelajaran, uji coba terbatas, dan uji coba lebih luas. Dari uji coba terbatas dan uji coba lebih luas diharapkan akan diperoleh desain hipotetik yang akan divalidasi. Penyusunan draf awal merupakan langkah untuk menyusun draf awal yang berisi tentang rencana pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran untuk meningkatkan kecakapan hidup. Draf ini memuat rumusan topik/thema, materi, metode, media, serta evaluasi yang memadukan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan


(53)

dengan bimbingan peneliti yang menggunakan prinsip penelitian tindakan, baik pada uji terbatas maupun uji coba lebih luas. Selama mengadakan uji coba terbatas dan uji coba luas yang dilakukan oleh tutor, peneliti akan berperan sebagai observer yang akan mencatat seluruh proses pelaksanaan uji coba dan pada akhirnya bersama-sama dengan tutor akan merumuskan model hipotetik yang akan diujikan.

Hasil pelaksanaan pengembangan model akan didiskusikan dalam bentuk focus group discussion serta memintakan pengesahan dari tenaga ahli yang kompeten, untuk mendapatkan model hipotetik yang siap untuk diujikan.

3. Pengujian Model

Tahap ini merupakan tahap pengujian atau validasi model, yang akan menguji kelebihan model yang telah dihasilkan dibandingkan dengan model konvensional yang biasa dilakukan oleh para tutor. Pada tahap ini dilakukan penelitian eksperimental di kelompok belajar yang telah ditentukan.

Pengukuran akan dilakukan baik melalui tes awal dan tes akhir baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

E. PENGEMBANGAN INSTRUMEN

Instrumen penelitian akan dikembangkan berdasarkan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, berdasarkan definisi operasional akan dilakukan penyusunan kisi-kisi dan penyusunan instrumen, dan berdasarkan kisi-kisi tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk butir-butir soal/pertanyaan. Sebelum


(54)

instrumen tersebut digunakan, akan dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba terhadap innstrumen kecakapan hidup dimaksudkan untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen. Selain itu, dalam uji coba ini juga diujicobakan instrumen prestasi belajar untuk melihat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda.

Beberapa instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain: pada saat studi pendahuluan akan digunakan angket, pedoman wawancara, dan pedoman observasi; pada saat pengembangan model dalam uji coba terbatas akan digunakan lembar observasi dan pedoman wawancara, sedangkan pada uji coba lebih luas akan digunakan lembar observasi, tes, angket, dan daftar cekt. Pada saat pengujian model akan digunakan instrumen tes, angket, dan daftar cek.

F. ANALISIS DATA

Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif, dengan statistik parametrik. Menurut Djarwanto (1996: 121), statistik parametrik digunakan karena pertimbangan beberapa hal antara lain observasi-observasi bebas satu sama lain (independen), penarikan sampel diambil dari populasi berdistribusi normal, populasi mempunyai variansi yang sama serta rata-rata (mean) dari populasi normal. Teknis analisis kualitatif digunakan dalam kegiatan studi pendahuluan maupun saat berlangsungnya proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran pendidikan kecakapan hidup yang telah disusun. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kecakapan hidup warga


(55)

proses pembelajaran. Data yang akan dianalisis adalah data sebelum dan sesudah penerapan model (pretes dan postes) dengan menggunakan metode t tes. Teknik ini digunakan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran secara internal. Untuk mengetahui perbedaan antar kategori kelompok eksperimen dibandingkan dengan kelompok kontrol digunakan teknik analisis variansi (Anova). Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran secara eksternal. Selain itu, sebelum uji validasi model pembelajaran kontekstual, sebelumnya dilakukan uji regresi terhadap hasil uji coba luas guna meyakinkan bahwa indikator yang dirumuskan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecakapan hidup, juga akan dianalisis indikator dominan yang berpengaruh. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer Program SPSS 15.0.

Adapun pengolahan data secara terperinci menggunakan teknik analisis sebagai berikut:

1. Memeriksa hasil pekerjaan warga belajar dan mengamati implementasi pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran yang ditentukan 2. Mencari mean masing-masing hasil tes dengan menggunakan rumus

∑fx2 __

X = --- N

3. Mencari standard deviasi ___

Rumus : s² = ∑(X1-X2)² n-1


(56)

___ ___ X1 - X2

t-tes = __________________ __________________ - - - -

SD12 + SD22 N1-1 N2-1

- - - -

5. Menguji beda mean dengan menggunakan analisis variansi (Anova) satu arah. Model analisis yang digunakan adalah :

Rumus Pengujian Anova adalah sebagai berikut : k

__ __ ∑(X1-X)² J=1 n

k-1 F =

n k

∑ ∑ (Xii-Xi)2 I = 1 j=1

K = (n-1)

(Djarwanto PS, 1996: 147)

Secara ringkas analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini ditunjukan dalam tabel berikut ini.


(57)

Tabel 3.5 Analisis Data

Pengembangan Model Pembelajaran yang Dapat Meningkatkan Kecakapan Hidup Warga Belajar pada Program Paket B dalam Mata Pelajaran IPS

Variabel Indikator Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Model Pembelajaran yang mampu meningkatkan kecakapan Hidup warga belajar dalam pelajaran IPS Komponen Pembelajaran Model Pembelajaran Kecakapan Hidup pada Mata

Pelajaran IPS Pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Tutor Pengamat/ penyeleng gara Program Tenaga Ahli Wawancara Observasi

Focus Group Discussion

Analisis

kualitatif untuk menganalisis hasil wawancara dengan tutor berkenaan dengan pemahaman model

pembelajaran dan hubungan antara materi dan aspek pendidikan kecakapan hidup Analisis kualitatif

dilakukan untuk menelaah implementasi model pembelajaran Analisis kualitatif

dilakukan untuk menelaah kemungkinan model pembelajaran untuk dilaksanakan


(58)

Kegiatan pembelajaran IPS yang diintegrasikan dengan pendidikan kecakapan Hidup Warga Belajar

Observasi Analisis

kualitatif untuk menelaah

aktivitas warga belajar dalam mengikuti proses pembelajaran Kecakapan Personal Warga Belajar

Angket Analisis

kuantitatif untuk

menganalisis hasil pretes dan postes dengan menggunakan teknik statistic Kecakapan Sosial Warga Belajar

Angket Analisis

kuantitatif untuk menganalisis hasil pretes dan postes dengan menggunakan teknik statistik Kecakapan Akademik Warga Belajar

Tes Analisis

kuantitatif untuk menganalisis hasil pretes dan postes dengan menggunakan teknik statistik Kecakapan Vokasional Warga Belajar Tes Kinerja Angket Analisis

kualitatif untuk menelaah

kinerja warga belajar yang berhubungan dengan penguasaan keterampilan vokasional dasar baik sebelum maupun sesudah


(59)

Aspek kecakapan yang paling berpengaruh terhadap kecakapan hidup

Warga Belajar

Tes Analisis

kuantitatif untuk menentukan aspek/

kecakapan yang paling

berpengaruh terhadap pencapaian kecakapan hidup. Analisis dilakukan dengan teknik statistik


(60)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN

Berdasarkan temuan dan hasil analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi pendahuluan, uji coba terbatas, uji coba lebih luas dan uji validasi, dengan mengacu pada pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam Bab I dapat diambil beberapa simpulan sebagai hasil akhir penelitian ini.

1. Model Pembelajaran yang Dihasilkan

Model pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kontekstual yang dapat meningkatkan kecakapan hidup.

2. Model Desain Pembelajaran

Model pembelajaran kontekstual yang dihasilkan dalam penelitian ini terumuskan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dan prosedur pembelajaran.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran berisi komponen-komponen sebagaimana komponen-komponen pembelajaran yang digunakan di kelompok belajar. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dihasilkan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai peningkatan kecakapan.

Adapun komponen-komponen rencana pelaksanaan pembelajaran terdiri atas hal-hal sebagai berikut.


(61)

1) Identitas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berisi nama satuan pendidikan, mata pelajaran yang akan diajarkan, kelas/semester, dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan rencana pembelajaran.

2) Tujuan berisi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum berisi kompetensi dasar, sedangkan tujuan khusus berisi indikator pencapaian kompetensi dasar

3) Dimensi kecakapan hidup berisi jenis-jenis kecakapan hidup beserta penjabarannya sebagai hasil yang harus dicapai oleh warga belajar setelah mengikuti proses pembelajaran.

4) Materi berisi uraian singkat tentang materi pelajaran yang akan menjadi tema/topik pembahasan selama proses pembelajaran berlangsung.

5) Kegiatan pembelajaran dibuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah sinkronisasi antartahap. Tabel kegiatan pembelajaran memuat nomor urut, langkah kegiatan untuk setiap tahap, peranan warga belajar dan peranan tutor, waktu, sumber belajar serta keterangan yang tentang komponen CTL dan dimensi kecakapan hidup. Penggunaan metode pembelajaran tercermin dalam komponen contextual teaching and learning, yang meliputi tujuh komponen. yaitu konstruktivisme, bertanya, masyarakat belajar/diskusi, inkuiri, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Adapun dimensi kecakapan hidup, yang meliputi kecakapan personal, sosial, akademik, dan vokasional akan dimunculkan pada setiap langkah pembelajaran sesuai dengan komponen CTL yang digunakan.


(1)

Longstreet, S. Wilma and Harold G.Shane. (1993). Curriculum for a New Millenium Boston: Allyn and Bacon.

Lasley II, T.J., Matczynski, J. T., & Rowley, J.B. (2002). Instructional Models: Strategies for Teaching in a Diverse Society (2nd ed.). USA: Wadsworth

McNeil, John D. (2006). Contemporary Curriculum In Thouhgt and Action. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Megawangi, Ratna dkk. (2005). Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan. Penerapan Teori Develpmentally Appropriate Practice (DAP). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Miller, J. P. & Seller, W. (1985). Curriculum: Perspectives and Practice. New York: Longman.

Miarso, Yusufhadi. (2005). Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

Muchtar, Al Suwarna. (2007). “Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial”. Dalam Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S., dan Rajidin, W. (Penyunting), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Handbook. Bandung: Fipupi Press, Halaman 827 sampai 854.

Muchyidin, S.Ace. (2005). “ Pengembangan Sumber Belajar dan Upaya-upaya Peningkatan Minat Belajar Siswa. Dalam Konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”. Jurnal Teknologi Pendidikan Edutech. 1, (1), 33 - 39.

Mudjiman, Haris. (2008). Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press.

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muslich, Mansur. (2007). KTSP. Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.

Nurhadi, Yasin dan Senduk. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Oliva, F. Peter. (1992). Developing the Curriculum USA: Harper Collins Publisher.

Ornstein C. Allan dan Francis P. Hunkins. (1998). Curriculum, Foundation, Principles, and Issues. Boston: Allyn and Bacon.


(2)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22,23,24 Tahun2004 [On Line]. Tersedia http://www.puskur.net/index.php?menu=profil&pro=148&iduser=5)

Peace Corps. (2001). Life Skills Manual. Washington: Information Collection and Exchange.

Reece, Ian, dan Stephen Walker. (1977). Teaching, Trainning and Learning. A Practical Guide. Sunderland: Bussiness Education Publishers.

Rusman. (2005). “Pengembangan Kurikulum Model Desain Sistem Pelatihan Berbasis Kompetensi”. Jurnal Teknologi Pendidikan Edutech. 2, (2), 33 - 39.

Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Samba, Sujono. (2007). Lebih Baik Tidak Sekolah. Yogyakarta: LKiS.

Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana

Sanytrock, W, John. (2004). Psikologi Pendidikan. Alihbahasa Tri Wibowo BS. Jakarta: Kencana.

Sardiman. (2006). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Schubert, H. William. (1986). Curriculum Perspective, Paradigm, and Possibility. New York: Macmillan Publishing Company

Seels, M. Robert and Sanne Dijkstra. (2004). Curriculum, Plan , Ans Processes in Instructional Desaign: International Perspective. London: Lawrence Erl Baum Assosiates Publishers.

Seifert, Kelvin. (2007). Manajemen Pendidikan dan Instruksi Pendidikan. (Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik). Jogjarta: IRCiSoD. Smith, K. Mark. (2001). Non Formal Education. [On Line] Tersedia :

http://www.infed.org/biblio/b.nor.html. [6 Februari 2007]

Suderadjat, Hari. (2003). Pendidikan Berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi pada Kecakapan Hidup (Life Skill). Bandung: CV Cipta Cekas Grafika.

Sudjana, D. (2004). Pendidikan Nonformal (Nonformal Education). Wawasan, Sejarah, Perkembangan, Filsafat, Teori Pendukung. Azas. Bandung: Falah


(3)

Sudjana, D. (2006). Manajemen Program untuk Pendidikan Non Formal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Fallah Production.

Sudjana, D. (2006). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N.Syaodih. (2004). Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sukmara, Dian. (2003). Implementasi Program Life Skills. Bandung: Mughni Sejahtera

Sukmadinata, N. Syaodih (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Dalam Ali, M., Ibrahim R,. Sukmadinata, N.S., dan Rasjidin, W. (Penyunting), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan : Handbook ok. Bandung: Fifupi Press, Halaman 441 sampai 476.

Sukmadinata. N.Syaodih (2005). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya

Sumantri, Mulyani. (2004). “Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills)”. Jurnal Inovasi Kurikulum. 1, (1), 21 - 25.

Supriadi, Dedi. (2004). Membangun Bangsa Melalui Pendidikan (editor Rohmat Mulyana). Bandung: Rosda.

Suprijanto. (2007). Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Bumi Aksara.

Susilana, Rudi. (2006). Kurikulum & Pembelajaran. Bandung: Tim Pengembang MKDP FIP-UPI.

Suyanto. (2006). Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percaturan Dunia Global) Jakarta: PSAP Muhammadiyah Triyadi. (2006). Makalah dalam sosialisasi Pendidikan Kecakapan Hidup. Bogor : Direktorat Kursus dan Kelembagaan Tim PPPBI. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Tim Pustaka Yustisia. (2007). Panduan Lengkap KTSP. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.


(4)

Triyadi. (2006). Makalah dalam Sosialisasi Pendidikan Kecakapan Hidup. Bogor: Direktorat Kursus dan Kelembagaan

Tyler, W. Ralph. (1949). Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago: The University of Chicago Press.

UNESCO, (2006). Equivalency Programmes (EPs), for Promoting Lifelong Learning. [On Line] Tersedia: http://www.unecobk.org/elib/publicatioin/-096/equivalem\ncy.pdf. [14 Februari 2007]

UU RI No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara

Venkatesh, Sujantha. (2007). Life Skills for Adults – Shaping their personality. [ Online]. Tersedia : http ://changingminds.org/articles/articles/life skills.htm. (27 Pebruari 2007).

Wahab, Aziz, Abdul. (2007). “Pendidikan Kewarganegaraan”. Dalam Ali, M., Ibrahim. R., Sukmadinata.N.S, dan Rasjidin.W., (Penyunting). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Handbook. Bandung: Fifupi Press. Halaman 693 sampai 741.

WHO. (1999). Partners in Life Skills Education. Conclusions from a United Nations Inter Agency Meeting. [On Line]. Tersedia : http//who.int/mental healt/media/30.pdf. (27 Pebruari 2007).

Winarsunu, Tulus. (2004). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.

Winkel, WS. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Yulaelawati, Ella. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran. Filosofi, Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.

Zais, S. Robert. (1976). Curriculum, Principles and Foundations. New York: Harper & Row, Publishers.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

OPTIMALISASI PEMBELAJARAN PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) MELALUI PENGORGANISASIAN TUGAS Optimalisasi Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (Ips) Melalui Pengorganisasian Tugas Terstruktur Dan Kuis Untuk Meningkatkan

0 4 13

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN SCRAMBLE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Penerapan Strategi Pembelajaran Scramble Untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Siswa Kelas II

0 1 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V SD Negeri 03 Pulokul

0 1 19

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA PADA MATA Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Kelas V SD Negeri 03 Pulokul

0 1 13

PENGEMBANGAN KECAKAPAN PRIBADI (PERSONAL SKILLS) PADA PEMBELAJARAN PROGRAM PAKET B.

0 0 105

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA (Studi pada mata pelajaran IPS SMP Negeri di Kota Serang ).

0 0 93

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MATA PELAJARAN FIQIH UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU BERIBADAH SISWA.

0 1 43

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP : Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Program Paket B di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah.

2 3 30

Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Oleh Guru Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Di SMP Negeri Se-Kabupaten Grobogan.

0 0 1

Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Experiental Learning untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial (Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar).

0 0 1