PENGEMBANGAN KECAKAPAN PRIBADI (PERSONAL SKILLS) PADA PEMBELAJARAN PROGRAM PAKET B.

(1)

xvi

DAFTAR ISI

JUDUL DALAM ... i

PERSETUJUAN TIM PEMBIMBING ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UNGKAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 23

D. Kegunaan Penelitian ... 24

E. Definisi operasional ... 26

F. Metode Penelitian ... 38

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Pendidikan Kesetaraan ... 41

B. Hakekat dan Proses Pembelajaran 1. Hakekat Pembelajaran ... 50

2. Proses Pembelajaran ... 58

C. Hakekat dan Karakteristik Pengembangan Kecakapan Pribadi (Personal Skills) ... 64

1. Hakekat Pengembangan Kecakapan Pribadi (Personal Skills) ... 67

2. Karakteristik Pengembangan Kecakapan Pribadi (Personal Skills) ... 71

a. Percaya Diri ... 71

b. Berdaya Diri ... 72

c. Motivasi Belajar ... 73

d. Prestasi Belajar ... 75

D. Model Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 77

E. Pelibatan Tutor sebagai Upaya Mengembangkan Kecakapan Pribadi ... 84

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 93


(2)

xvii

1. Studi Pendahuluan Terhadap Kondisi Empirik

Pembelajaran Program Pendidikan Kesetaraan Paket B ... 97

2. Prototipe Model Teoritik ... 99

3. Revisi dan Penyusunan Manual Model Akhir ... 106

C. Sasaran dan Subjek Penelitian... 106

D. Hipotesis Penelitian ... 108

E. Desain Penelitian ... 111

F. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 111

1. Teknik Pengumpulan data ... 111

2. Analisis dan Penafsiran Data ... 113

G. Uji Validitas dan keabsahan Data ... 120

1. Validitas data kuantitatif ... 120

2. Validitas data kualitatif ... 122

3. Kriteria keberhasilan ... 122

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Kajian Pendahuluan ... 133

1. Gambaran Empirik Program Pendidikan Kesetaraan Paket B ... 133

2. Pengelolaan Program Paket B ... 158

3. Dampak Pembelajaran Terhadap Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar ... 179

4. Pemahaman Tutor dan Warga Belajar Terhadap Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 210

B. Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 221

1. Model Konseptual ... 221

2. Validasi Model ... 225

C. Proses dan Hasil Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 242

1. Ujicoba Skala Terbatas ... 242

a. Proses Ujicoba ... 242

b. Hasil Ujicoba ... 243

c. Revisi Proses Pembelajaran ... 247

2. Uji Coba Model Skala Luas Dalam Mengembangkan Kecakapan Pribadi Warga Belajar ... 248

a. Proses Ujicoba ... 248

b. Hasil Ujicoba ... 251

c. Rambu-Rambu Pembelajaran Dalam Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 253

3. Melakukan Eksperimen ... 260

a. Proses Eksperimen ... 260

b. Hasil Eksperimen ... 265

c. Pembuktian Hasil Penelitian ... 274

d. Validitas Internal dan Eksternal Penelitian ... 283

e. Keterbatasan Studi ... 287 D. Deskripsi Model Akhir Pengembangan Kecakapan Pribadi


(3)

xviii

Warga Belajar pada Pembelajaran Program Pendidikan

Kesetaraan Paket B ... 291

1. Rasional ... 291

2. Konsep Dasar Model ... 300

3. Tujuan ... 305

4. Asumsi ... 306

5. Strategi Implementasi Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar... 308

a. Persiapan ... 308

b. Pelaksanaan ... 310

c. Evaluasi Pembelajaran ... 312

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 313

1. Analisis kondisi Pembelajaran ... 313

2. Model Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar pada Pembelajaran program Paket B ... 318

3. Efektivitas Model Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar... 323

a. Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar melalui Pelibatan Tutor ... 324

b. Implikasi Teoritis dan Praktis ... 339

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 295

B. Implikasi ... 300

C. Rekomendasi ... 308

DAFTAR PUSTAKA ... 363

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 368


(4)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1. Data Sasaran Program Pendidikan Kesetaraan Paket B ... 13

2.2. Perbedaan Program Kesetaraan (Nonformal) dengan Sekolah Menengah (Formal) ... 43

3.3. Langkah-langkah Studi Pendahuluan ... 104

3.4. Jumlah Sasaran Program Paket B di Lokasi Penelitian ... 114

3.5 Tingkat Keandalan Tes Kecakapan Pribadi ... 126

3.6. Tingkat Keandalan Tes Pelibatan Tutor ... 127

4.7. Sistem Darjah Pada Pendidikan Kesetaraan... 152

4.8. Jumlah Sasaran Pendidikan Kesetaraan ... 166

4.9. Penyebaran Pkbm di Seluruh Indonesia ... 167

4.10. Karakteristik Tutor Kesetaraan ... 177

4.11. Kasus-kasus yang Terjadi Pada Proses Pembelajaran Paket B .... 216

4.12. Hasil Ujicoba Terbatas ... 243

4.13. Hasil Ujicoba Dengan Model Skala Luas ... 252

4.14. Rancangan Penelitian ... 264

4.15. Uji Normalitas Penelitian Kelompok perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 267

4.16 Uji Homogenitas Varians Data Penelitian antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 269

4.17. Statistik Deskriptif Variabel Y Antara Kelompok Perlakuan Dan Kontrol Pada Saat Pre Test Dan Post Test ... 270

4.18. Perbandingan Nilai Statistik Deskriptif Variabel Independen (X) Antara Kelompok perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 270

4.19. Perbandingan Nilai Statistik Deskriptif Variabel Dependen (Y) Antara Kelompok perlakuan dan Kelompok Kontrol ... 271

4.20 Perbandingan Nilai Statistik Deskriptif Variabel Independen (X) Antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Pelibatan Tutor ... 271


(5)

xx

4.21. Perbandingan Nilai Statistik Deskriptif Variabel Dependen (Y) Antara Kelompok perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan

pelibatan Tutor ... 272

4.22. Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel X1 ... 328

4.23. Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel X2 ... 330

4.24. Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel X3 ... 331

4.25. Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel X4 ... 332

4.26. Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel Y1 ... 334

4.27. Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel Y2 ... 335

4.28 Hasil Analysis Covariance (Anacova) Variabel Y3 ... 336


(6)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.1. Daya Kecerdasan dan Usia ... 19

1.2. Desain Penelitian ... 25

1.3. Paradigma Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 41

2.4. Pengelompokan Kecakapan Hidup ... 73

2.5. Gambaran Program Paket B Sebagai Sebuah Sistem Pendidikan 98 3.6. Kerangka Pikir Penelitian ... 102

4.7. Komponen Pembelajaran Dalam Kaitannya Dengan Pengembangan Kecakapan Pribadi ... 222

4.8. Kegiatan Pembelajaran dengan Pelibatan Tutor untuk Meningkatkan Kecakapan Pribadi ... 225

4.9. Alur Kegiatan Penelitian ... 261

4.10. Pelaksanaan Pengembangan kecakapan pribadi warga belajar dalam pembelajaran program Paket B ... 320

4.11. IPO Pelaksanaan Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar ... 322

4.12. Perbedaan Nilai Rata-Rata Variabel Pemahaman Kurikulum ... 332

4.13. Perbedaan Nilai Rata-Rata Variabel Pengembangan Bahan Belajar ... 333

4.14. Perbedaan Nilai Rata-Rata Variabel Penilaian Pembelajaran ... 332

4.15. Perbedaan Nilai Rata-Rata Variabel Penguasaan Percaya Diri .... 335

4.16. Perbedaan Nilai Rata-Rata Variabel Berdaya Diri ... 336

4.17. Perbedaan Nilai Rata-Rata Variabel Motivasi Belajar ... 337


(7)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Bagan Paradigma Latar Belakang Masalah Penelitian ... 368 2. Paradigma Metodologi Penelitian ... 369 3. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Penguasaan Pengelolaan Kelas (X1) dengan Software SPSS 15.0 ... 370 4. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Pemahaman Kurikulum (X2) dengan Software SPSS 15.0 ... 371 5. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Pengembangan Bahan Belajar (X3) dengan Software SPSS 15.0 ... 373 6. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Penilaian Pembelajaran (X4) dengan Software SPSS 15.0 ... 374 7. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Rasa Percaya Diri (Y1) dengan Software SPSS 15.0 ... 375 8. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Berdaya Diri (Y2) dengan Software SPSS 15.0 ... 377 9. Perhitungan Validitas (r) dan Reliabilitas Alpha-Cronbach Variabel

Motivasi Belajar (Y3) dengan Software SPSS 15.0 ... 378 10.Teknik Pengolahan dan Analisa Data Metlin MSI ... 380 11.Perhitungan Analisis Uji Normalitas Distribusi Data Variabel

Penguasaan Pengelolaan Kelas, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran untuk Kelompok Eksperimen dan Kontrol (Pre Test) dengan SoftwareSPSS 15.0 ... 381 12.Perhitungan Analisis Uji Normalitas Distribusi Data Variabel P Rasa

Percaya Diri, Berdaya Diri, Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Untuk Kelompok Eksperimen dan Kontrol (Pre Test) dengan Software SPSS 15.0 ... 382 13.Perhitungan Uji Homogenitas Varians Variabel-variabel Penelitian

Sebelum Perlakuan (Pre test) dengan Software SPSS 15.0 ... 383 14.Perhitungan Analisis Regresi Linier Sederhana Variabel Penguasaan


(8)

xxiii

Belajar dan Penilaian Pembelajaran Terhadap Rasa Percaya Diri

dengan Software SPSS 15.0 ... 384 15.Perhitungan Analisis Regresi Linier Sederhana Variabel Penguasaan

Pengelolaan Kelas, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Terhadap Berdaya Diri dengan Software SPSS 15.0 ... 388 16.Perhitungan Analisis Regresi Linier Sederhana Variabel Penguasaan

Pengelolaan Kelas, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Terhadap Motivasi Belajar dengan

Software SPSS 15.0 ... 392 17.Perhitungan Analisis Regresi Linier Sederhana Variabel Penguasaan

Pengelolaan Kelas, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar dengan

Software SPSS 15.0 ... 396 18.Perhitungan Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Penguasaan

Pengelolaan Kelas, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Terhadap Rasa Percaya Diri dengan Software SPSS 15.0 ... 400 19.Perhitungan Analisis Regresi Linier Berganda Variabel Penguasaan

Pengelolaan Kelas, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Terhadap Berdaya Diri dengan Software SPSS 15.0 ... 402 20.Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Penguasaan Pengelolaan

pembelajaran, Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Pre Test Pada Kelompok Eksperimen dan

Kontrol dengan Software SPSS 15.0 ... 407 21.Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Penguasaan Pengelolaan Kelas,

Pemahaman Kurikulum, Pengembangan Bahan Belajar dan Penilaian Pembelajaran Post Test Pada Kelompok Eksperimen dan Kontrol

dengan Software SPSS 15.0 ... 408 22.Perhitungan Statistik Deskriptif Variabel Rasa Percaya Diri, Berdaya

Diri, Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Pre Test Pada Kelompok


(9)

xxiv

F. Model Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar

Melalui Pelibatan Tutor ... 93

G. Aktivitas dan Tindakan Pelibatan Tutor Dalam Pengembangan Kecakapan Pribadi Warga Belajar ... 96

1. Menyiapkan Format Pemantauan dan Penilaian ... 108

2. Pembentukan Kelompok dan Ujicoba Model ... 110

3. Pemberian Pre-tes ... 111

4. Pemberian Post- tes ... 112


(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kerangka Pembangunan bangsa, pengembangan sumber daya manusia merupakan salah satu upaya strategis pembangunan nasional. Dalam meningkatkan pembangunan bangsa inilah diperlukan pula critical mass pendidikan. Konsep ini mengupayakan adanya suatu persentase penduduk dengan tingkat pendidikan tertentu yang harus disiapkan oleh pemerintah agar pembangunan ekonomi dan sosial bangsa tersebut dapat meningkat dengan cepat, karena adanya dukungan dari sumberdaya manusia yang berkualitas.

Pendidikan pun merupakan wahana utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, pendidikan pada dasarnya merupakan pilar utama dalam proses social engineering, atau education as power, dalam pengertian pendidikan sebagai determinan perubahan (Brameld: 1965). Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan mutu sumberdaya manusia. Oleh karena itu selayaknya pemerintah perlu mengusahakan peningkatan pembangunan pendidikan, baik melalui jalur formal maupun Nonformal dan Informal.

Begitu pula dalam memperoleh pendidikan yang layak adalah hak semua warga negara Indonesia dengan tidak melihat taraf ekonomi, jenis kelamin dan kecerdasan serta fisiknya. Semua warga negara akan memperoleh


(11)

kesempatan yang sama, itulah sebagian isi dari Bab IV Pasal 5 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 berkenaan hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah.

Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan melalui jalur nonformal memiliki ciri yang berbeda dengan pendidikan formal. Perbedaan ini terutama dalam keluwesan berkenaan dengan; 1) waktu dan lama belajar, 2) usia peserta didik, 3) program belajar, dan 4) cara penyelenggaraan, serta 5) cara penilaian hasil belajar.

Salah satu program pendidikan non formal yang dilaksanakan untuk memperluas akses dan menanggulangi wajib belajar 9 tahun adalah program pendidikan kesetaraan. Program pendidikan kesetaraan diluncurkan karena sampai saat ini masih ada warga masyarakat yang karena faktor ekonomi, geografi, sosial, dan faktor lainnya, tidak atau belum dapat mengikuti pendidikan di sekolah.

Pendidikan kesetaraan meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP dan Paket C setara SMA serta merupakan salah satu jenis program pada satuan pendidikan nonformal. Lulusan program Paket A berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan ijazah SD, lulusan program pendidikan kesetaraan Paket B berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan SMP, dan lulusan Paket C berhak mendapat ijazah dan diakui setara dengan ijazah SMA. Dasar hukum pendidikan kesetaraan program Paket A dan Paket B sebagai pendidikan dasar telah dijabarkan dalam PP.No.73 tahun 1991. Pada pasal 18, ayat (3); kelompok belajar Paket B diselenggarakan bagi


(12)

sekumpulan peserta didik untuk memperoleh pendidikan setara dengan sekolah lanjutan tingkat pertama. Adapun Paket C yang diselenggarakan untuk memperoleh pendidikan setara dengan sekolah lanjutan tingkat atas. Ketentuan yang mengatur secara operasional program Paket A , Paket B dan Paket C berawal dari Keputusan Mendikbud No.0131/U/1994 tentang program Paket A dan Paket B serta keputusan mendiknas No.0132/U/2004 tentang Paket C.

Program pendidikan kesetaraan paket B dilaksanakan untuk mewujudkan percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar dan mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang terdidik minimal memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar yang esensial. Kemampuan dasar ini diharapkan dapat digunakan para lulusannya untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi atau dapat dijadikan bekal untuk menjalani hidup menghadapi kehidupan dalam masyarakat. Penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan Paket B tidak hanya mencapai target angka partisipasi secara maksimal, namun untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasarnya .

Tujuan pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket B, yaitu membekali warga belajar agar mampu memenuhi tuntutan dunia kerja, untuk dapat memperoleh penghasilan. Berdasarkan tujuan pembelajaran inilah maka sangat penting bagi setiap warga belajar Paket B untuk memiliki kompetensi setelah mengikuti proses pembelajarannya.

Kompetensi pada seseorang akan berkembang maksimal jika seseorang tersebut memiliki kecakapan pribadi yang baik, seperti Howard Gardner


(13)

katakan dalam buku Bob Samples (2002; 141-142) dimana kecerdasan terakhir yang perlu dimiliki manusia adalah kecakapan personal (kecakapan Pribadi) yang meliputi interpersonal dan intrapersonal, yaitu mengenal diri sendiri dan mengetahui cara berhubungan dengan orang lain.

Pada program pendidikan kesetaraan Paket B sasarannya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu usia wajib belajar (wajar) antara 13-15 tahun dan usia dewasa tanpa batas usia. Kelompok pertama, adalah anak-anak yang putus sekolah (drop out) dan putus lanjut dari sekolah dasar yang masih masuk pada usia wajib belajar (wajar). Selain itu pada umumnya kelompok sasaran usia wajar ini tidak mampu melanjutkan pendidikannya karena faktor ekonomi yang kurang mampu dari orang tua mereka dan tingkat kesadaran pentingnya pendidikanpun bagi mereka belum dipahami oleh orang tua mereka. Kelompok kedua adalah sasaran usia dewasa yang putus sekolah (Drop out) dan putus lanjut, hanya karena terbatas waktu dan kesempatan maka mereka tidak dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikannya. Pada umumnya sasaran usia dewasa yang mengikuti program pendidikan kesetaraan Paket B disebabkan kebutuhan atau tuntutan dari tempat mereka bekerja, sehingga motivasi mereka pada umumnya hanya ingin mendapatkan ijazahnya saja. Selain itu sasaran kesetaraan ini adalah warga masyarakat yang putus sekolah dan putus lanjut.

Ada tiga pemahaman berkenaan dengan Pendidikan Kesetaraan yang dilaksanakan saat ini, yaitu:


(14)

berjenjang.

2. Memberikan kompetensi minimal bidang akademik dan lebih memiliki kompetensi kecakapan hidup.

3. Memberikan kompetensi kecakapan hidup agar lulusannya mampu hidup mandiri dan belajar sepanjang hayat.

Konsep Kesetaraan itu sendiri adalah sepadan dalam pengakuan: bobot, nilai, ukuran/kadar, pengaruh, kedudukan, fungsi dan kewenangan (Direktorat Kesetaraan; 2007)

Strategi pembelajaran yang dilaksanakan pada setiap program kesetaraan khususnya Paket B, diperlukan pemahaman dari berbagai pihak yang terlibat pada proses pembelajaran. Pembelajaran pada program pendidikan kesetaraan Paket B saat ini masih terlalu kental dengan nuansa pembelajaran pada jalur formal, kita tahu bahwa peserta didik program pendidikan kesetaraan Paket B memiliki karakteristik sendiri yang berbeda dengan peserta didik formal. Begitu pula dengan tutor yang terlibat pada pendidikan kesetaraan begitu variatif dari sisi pendidikannya dan kompetensi yang dimilikinya, pengelolaan dan pelaksanaan waktu pembelajaran pun berbeda, belum lagi terkait dengan keterbatasan sarana prasarananya. Kentalnya nuansa formal pada pembelajaran Paket B karena banyak tutor yang berasal dari pendidik formal, sehingga iklim pembelajaran pun lebih pada nuansa pembelajaran formal. Jika proses pembelajaran pada program pendidikan kesetaraan Paket B selalu dianalogikan dengan pembelajaran pada jalur formal yang setingkat misal SMP, maka pembelajaran nonformal akan


(15)

diragukan dalam ketuntasan materinya. Begitu pula akan semakin tidak terlihat karakteristik program nonformalnya jika proses pembelajaran ini selalu mengacu pada pendidikan formal.

Pembelajaran pada program pendidikan kesetaraan Paket B perlu dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pada pendidikan non formal. Karakteristik pembelajaran yang dilaksanakan di kelompok belajar (kejar) Paket B banyak memerlukan /menuntut tanggung jawab langsung dari peserta didik (individual responsibility). Dengan demikian, pembelajaran yang diikuti peserta didik ini perlu menumbuhkan rasa tanggung jawab mereka untuk terus mengikuti proses belajarnya sampai selesai. Selain itu pula, keterlibatan yang utama adalah dukungan atau peran Tutor sebagai orang pertama yang berhadapan langsung dengan peserta didik. Peran tutor disini selain memerlukan kemampuan dalam penguasaan materi, pemahaman pada peserta didik, pengelolaan pembelajaran juga kemampuan dalam pemahaman kurikulum serta pengembangan bahan belajar dan mengevaluasi proses serta hasil belajar peserta didik.

Penumbuhan tanggung jawab pada peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran yang diikutinya merupakan salah satu aspek yang perlu ditumbuhkan dalam membangun kecakapan pribadi (personal skills). Hal ini dalam pembelajaran perlu diikuti dengan strategi tertentu yang memadukan pola kognisi, afektif, dan psikomotor untuk terlibat dalam proses belajar aktif, sesuai dengan konsep pengembangan katerampilan dasar seperti keterampilan verbal, keterampilan menganalisis, dan keterampilan analogi. Orientasi dari


(16)

pembelajaran ini tentunya pada pembelajaran yang mengikuti alur kecakapan hidup (life skills), dengan tujuan akhir untuk memperoleh kesiapan agar mampu bekerja dan berusaha mandiri. Penanaman kesiapan warga belajar untuk dapat bekerja diperlukan pengembangan pada kecakapan pribadinya sebagai dasar untuk dapat berusaha dan memecahkan masalah berkenaan dengan menghasilkan pendapatan.

Lahirnya peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2007, yaitu tentang standar isi pendidikan kesetaraan, membawa tantangan tersendiri pada pelaksanaan pembelajaran di program Paket B. Tantangan yang dirasakan terutama bagaimana merancang proses pembelajaran program Paket B, dengan segala keterbatasannya dapat mencapai ketuntasan belajar warga belajar dengan mengembangkan kecakapan pribadi mereka. Karakteristik utama dari standar isi pendidikan kesetaraan ini, adalah ketuntasan belajar yang perlu dicapai oleh warga belajar melalui ketuntasan kompetensi pada setiap standar kompetensi dan kompetensi dasarnya setiap mata pelajaran, dan bukan dari sisi waktu pencapaian subtansinya. Adanya karakteristik pada standar isi pendidikan kesetaraan seperrti ini sangat menuntut warga belajar untuk memiliki kesiapan diri dalam belajar, agar lebih mudah dan bertanggung jawab pada apa yang sedang dilaksanakannya. Kesiapan diri ini dapat diperoleh jika warga belajar program Paket B ini dapat mengembangkan kecakapan pribadinya. Sehingga perlu dirancang model pembelajaran yang dapat mengembangkan kecakapan pribadi pada pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket B.


(17)

Program pendidikan kesetaraan Paket B memiliki tujuan yang tidak mudah untuk dicapai, karena tidak hanya diperlukan suatu strategi dalam pembelajaran saja tetapi komponen pembelajaran lainnya perlu pula dikondisikan. Komponen pembelajaran lain adalah kemampuan tutor, pengelolaan pembelajaran, dan pelengkap pembelajaran diantaranya; modul, kurikulum, dan bahan belajar, lingkungan belajar, serta proses pembelajaran yang dirancang untuk memudahkan warga belajar cepat memahami materi dan mencapai ketuntasan belajarnya. Keterbatasan komponen pembelajaran tersebut, tidak menjadi hambatan jika kita mau membuatnya menjadi satu potensi. Salah satu cara mengatasi keterbatasan-keterbatasan tadi dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai kebutuhan belajar warga belajar.

Model pembelajaran yang dirancang dapat dilaksanakan pada proses pembelajaran program kesetaraan Paket B saat ini, dan diharapkan dapat memecahkan masalah terkait potensi diri dari warga belajar, sehingga mereka memiliki kecakapan pribadi yang menjadi bekal dalam kehidupannya. Namun melihat kenyataan, masih banyak yang perlu dilakukan perbaikan terutama pada masalah-masalah yang pokoknya pada proses pembelajaran. Sebagai gambaran dapat kita lihat dahulu mulai dari kondisi pendidikan dasar kesetaraan yang terjadi di Indonesia saat ini.

Gambaran berkenaan dengan kondisi pendidikan dasar kesetaraan di Indonesia dapat dilihat dari data hasil Susenas tahun 2005, tercatat jumlah


(18)

penduduk usia 13-15 tahun 13.100.700 orang, penduduk usia 13-15 yang sekolah 10.915.273 orang, adapun yang usia 13–15 tahun yang tidak sekolah 2.185.427 orang, dan putus sekolah SMP/MTs sebesar 256.601orang, serta lulus SD tidak melanjutkan 442.001 orang. Jadi sasaran kesetaraan 2.884.029 orang (Sumber : Direktorat Dikmas 2005) .

Tantangan yang banyak dihadapi oleh pemerintah Indonesia saat ini berkaitan dengan:

1. Jumlah anak usia 7-15 tahun belum pernah mendapatkan layanan pendidikan masih tinggi (sekitar 3,6 juta), termasuk tamatan SD/MI yang tidak melanjutkan ke tingkat SLTP/MTs sebesar 26% dari jumlah tamatan setiap tahunnya.

2. Angka putus sekolah pendidikan dasar amat tinggi. Pada tahun 2000/2001 terdapat sekitar 1.767.700 peserta didik pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) yang putus sekolah. Jumlah ini terdiri dari 929.700 murid SD/MI dan 338.000 murid SMP/MTs.

3. Tingginya angka mengulang peserta didik SD/MI (1,51 juta pada tahun 2000/2001), dibandingkan dengan angka mengulang peserta didik SMP/MTs yang hanya mencapai 23,6 ribu pada tahun yang sama.

4. Rendahnya mutu pendidikan dasar (baik jalur formal maupun nonformal) yang diukur berdasarkan prestasi akademik peserta didik sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. (lihat data terbaru kesetaraan)


(19)

berkembang dewasa ini serta dengan dibuatnya kebijakan, dan strategi dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan, maka target program pendidikan kesetaraan untuk masa yang akan datang sebagai berikut:

1. Minimal 95% anak usia pendidikan dasar (7-15 tahun), khususnya perempuan, anak miskin dan anak kurang beruntung, mendapatkan layanan pendidikan dasar yang memenuhi standar minimal mutu pendidikan pada tahun 2008/2009.

2. Terdapatnya kesetaraan gender dalam pendidikan dasar, khususnya yang berkaitan dengan akses, mutu pembelajaran termasuk isi dan muatan kurikulum, bahan pembelajaran, serta kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Meningkatnya semua aspek yang mendukung mutu pendidikan dasar, khususnya yang berkaitan dengan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana belajar serta proses pembelajaran dan hasil belajar.

4. Setiap warga belajar memiliki keterampilan yang menjadi bekal didalam kehidupannya (Direktorat pendidikan kesetaraan; 2007)

Hasil analisis dari pelaksanaan pendidikan kesetaraan program Paket B dilapangan, sampai saat ini banyak menemui masalah-masalah yang mempengaruhi keberhasilan dari pencapaian tujuan program. Masalah tersebut antara lain:

1. Kelembagaan dari penyelenggara program kesetaraan masih banyak yang belum memiliki izin penyelenggaraan secara resmi.


(20)

kesetaraan belum dilakukan dengan tertib dan sistematis.

3. Pola pembelajaran belum mencerminkan sistem pendidikan nonformal yang seharusnya fleksibel terhadap hakikat kehidupan warga belajar. 4. Masih sedikitnya jumlah tutor yang memiliki kemampuan pengelolaan

pembelajaran yang dapat membantu ketuntasan materi pada program-program kesetaraan.

5. Model pembelajaran yang diterapkan tutor belum mampu mendorong berkembangnya kecakapan pribadi warga belajar secara optimal.

6. Kualifikasi tutor yang belum memenuhi standar pendidik.

7. Potensi yang dimiliki warga belajar belum terangkat dan berkembang dalam pola pembelajaran yang dilaksanakan selama ini.

8. Belum lengkapnya bahan belajar yang mendukung proses pembelajaran. 9. (yang sesuai kebutuhan peserta didik).

10.Sarana dan prasarana pendukung belum optimal.

11.Kurikulum pembelajaran belum mengacu pada kebutuhan belajar peserta didik.

12.Kebijakan multi entri dan multi eksit belum dapat dilakukan di lapangan. Menurut Tantra (2008), rendahnya mutu pendidikan nonformal di Indonesia bukan hal yang tidak lazim, karena sudah sejak lama negara kita kurang memperhatikan aspek peningkatan mutu pendidikan sebagai prioritas utama. Ada dua hal utama yang dianggap rendahnya kualitas pembelajaran pendidikan nonformal adalah kurangnya jumlah pendidik dan rendahnya kompetensi dan kualifikasinya, sehingga dengan keadaan pendidik seperti ini


(21)

cukup sulit meningkatkan kecakapan pribadi dari warga belajar. Masih banyak pendidik pada pendidikan kesetaraan yang berpendidikan sekolah menengah atau lebih rendah dan yang tidak memiliki basis keilmuan yang memadai dalam pendidikan dan pembelajaran. (Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Dirjen PLSP, 2006).

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa lemahnya pemahaman tutor terhadap proses pembelajaran terjadi dibeberapa kelompok. Hasil penelitian Pujianik (2005) menunjukkan, bahwa ketidakaktifan warga belajar dalam mengikuti pembelajaran disebabkan oleh: (1) penyajian materi belajar oleh tutor dinilai tidak menarik; (2) tutor kurang simpatik dan mudah tersinggung; (3) tutor tidak memiliki kemampuan dalam melakukan pelibatan warga belajar pada proses pembelajaran; (4) suasana belajar membosankan dan kurang menarik; (5) Materi belajar dianggap kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari warga belajar.

Kondisi dan masalah pelaksanaan pembelajaran pada program pendidikan kesetaraan Paket B yang berkembang dewasa ini serta dengan dibuatnya kebijakan, dan strategi maka target program pendidikan kesetaraan Paket B pendidikan kesetaraan untuk masa yang akan datang adalah: Meningkatnya semua aspek yang mendukung mutu program pendidikan kesetaraan Paket B, khususnya yang berkaitan dengan Pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana belajar serta proses pembelajaran dan hasil belajar.


(22)

mulai tahun 2005 sampai tahun 2008, sekaitan dengan sasaran studi ini yaitu data perkembangan program pendidikan kesetaraan Paket B, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 Data Sasaran Program Pendidikan Kesetaraan Paket B

Penduduk

Tahun

2005 2006 2007 2008

Jml Penduduk usia

13-15 tahun 13.100.700 12.934.100 12.769.100 12.603.900 Penduduk Usia 13-15

yang sekolah 10.915.273 11.082.442 11.638.448 11.885.924 Usia 13-15 tidak

Sekolah…. (1) 2.185.427 1.851.658 1.130.652 717.976 Putus SMP/MTs…(2) 256.601 252.077 247.269 243.170 Lulus SD tidak

melanjutkan…. (3) 442.001 386.378 336.377 263.757 Sasaran

Kesetaraan…... (4=1+2+3)

2.884029 2.103.735 1.377.921 961.146 Sasaran Paket B……

(5=2+3) 698.602 638.455 583.646 506.927

Sasaran Paket A……..

(4-5) 2.185.427 1.465.280 794.275 454.219

Sumber: Depdiknas, 2004

Data pada tabel di atas, menggambarkan bahwa pelayanan yang perlu diberikan melalui pelaksanaan program pendidikan kesetaraan Paket B di Indonesia, diperkirakan untuk tahun 2006 sebanyak 638.455 orang, dari jumlah sasaran kesetaraan sebesar 2.103.735 orang, dari data di atas jelas target terlayaninya pendidikan masyarakat melalui wajib belajar pendidikan dasar pendidikan kesetaraan sangat berat. Salah satu untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dengan upaya proses pembelajaran yang dilakukan selama ini perlu ada perubahan kearah perbaikan, dilihat dari sisi isi


(23)

pembelajarannya, kemampuan tutor (pendidik) terutama dalam pengelolaan pembelajaran, pemahaman kurikulum, pengembangan bahan belajar dan penilaian pembelajaran.

Penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan Paket B tidak mungkin berhasil jika proses pembelajarannya belum dilaksanakan dengan baik. Jadi yang utama dan terlebih dahulu perlu dibenahi adalah bagaimana proses pembelajaran di Paket B ini dapat berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan? Jawabannya adalah dengan merancang model dan strategi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab individu peserta didik serta melalui penerapan vbariasi metode-metode belajar oleh tutor, pembelajaran yang menyenangkan dan sesuai dengan bagi peserta didik pada program kesetaraan Paket B. Pada dasarnya pembelajaran di Paket B dilakukan agar diperoleh ketuntasan belajar dan jika memungkinkan dilakukan melalui percepatan pembelajaran dengan mempotensikan melalui kecakapan pribadi peserta didik yang dapat dikembangkan sehingga menjadi suatu kemampuan dalam memperoleh kompetensi. Pembelajaran yang diharapkan tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan model kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajarannya. Keterlibatan tutor sebagai salah satu input yang akan memperkuat pengembangan kecakapan pribadi pada warga belajar dalam proses pembelajaran yang dilakukan pada program Paket B sangat penting, sehingga tutor perlu memahami dan dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan optimal.


(24)

kesetaraan, Pendidik (Tutor) ini, sangat memegang peranan besar dalam proses pembelajaran, dan dalam menjaga kualitas hasil belajar. Dengan demikian, Tutor perlu dibekali dan diperkenalkan pada pengelolaan pembelajaran yang baik, pengembangan kurikulum, penilaian pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk melakukan pembelajaran yang menyenangkan dan mempercepat ketuntasan belajar pada proses pembelajaran pendidikan kesetaraan. Penampilan tutor dianggap tidak menarik, kurang menguasai metodologi pembelajaran, penyajian materi yang membosankan, akan berdampak pada warga belajar karena merasa kesulitan dan tidak terpenuhi kebutuhan belajarnya (Halim, 2003; Pujianik, 2005).

Seberapa jauh pencapaian pokok bahasan (ketuntasan belajar) oleh setiap peserta didik, maka dapat dilakukan penilaian oleh Tutor atau oleh peserta didik itu sendiri. Penilaianpun dapat dilakukan pada setiap akhir pokok bahasan atau setiap kompetensi dasar yang telah dipelajari warga belajar. Jenis penilaian yang dilakukan selama ini pada program kesetaraan antara lain: 1. Penilaian mandiri oleh peserta didik

2. Tes harian/pokok bahasan 3. Tes akhir standar kompetensi 4. Uji Kompetensi kecakapan hidup

5. Buku penilaian akhir (raport) belum ada penyesuain dengan kurikulum Keterkaitan komponen-komponen ini sangat berpengaruh pada keberhasilan proses pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket B. Oleh karena itu, setiap komponen pada proses pembelajaran ini perlu


(25)

dikondisikan dengan cara menggunakan model pembelajaran yang sesuai karakteristik dan keterbatasan yang ada, agar tujuan pembelajarannya berhasil dan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Dalam perspektif pembelajaran orang dewasa dan pendidikan masyarakat, keaktivan, kemandirian dan kreativitas belajar (independency, creativity and activity of learning) merupakan nilai dasar (core value) dari prinsip andragogi. Menurut DePoter (dalam Kamil, 2007) core value independency tampil dalam proses pendidikan sebagai sebuah proses empowering atau pemberdayaan. Kemandirian yang dalam hal ini merupakan karakter autonomy dari orang dewasa bukan merupakan bawaan sejak lahir atau keturunan, tetapi dapat dibelajarkan dan dilatihkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial kemasyarakatan. Proses pembelajaran yang dilaksanakan lebih ditekankan pada pengembangan kecakapan pribadinya terlebih dahulu, agar memudahkan penyampaian substansi yang lain yang perlu dimiliki warga belajar program Paket B sebagai kompetensi dasarnya. Desain pembelajaran perlu dirancang agar terjadi komunikasi interaktif, sehingga mampu menghasilkan kepercayaan diri warga belajar untuk melakukan berbagai perubahan dalam aktivitas pembelajaran yang dikondisikan tutor serta melakukan aktivitas pada kehidupan sehari-hari (King, 2005).

Oleh karena itu, diperlukan suatu model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar pada proses pembelajaran program Paket B, yang dapat dilakukan melalui penguatan peran tutor. Kecakapan pribadi warga belajar


(26)

yang perlu ditingkatkan sejak awal pembelajaran, antara lain penumbuhan kepercayaan diri, berdaya diri dan motivasi belajar yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan pula prestasi belajarnya dengan mendayagunakan berbagai potensi lingkungan sebagai sumber belajar.

Penanaman pengembangan kecakapan pribadi yang mendorong terwujudnya kepercayaan diri, berdaya diri dan motivasi belajar yang tinggi perlu terus ditanamkan dan dikembangkan menjadi satu kecakapan pribadi pada setiap diri warga belajar, mengingat telah terjadinya perubahan nilai-nilai global yang perlu diterima semua orang termasuk dari sisi pendidikan. Menurut UNESCO (1995, 21) dalam seri APPEAL yang berjudul Future- Oriented Programmed dijelaskan, model pembangunan yang lebih tertuju pada pengembangan material ekonomik perlu dirubah kearah program pembangunan sumber daya manusia (human development program) dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat berbasis sistem belajar sepanjang hayat (empowering based of lifelong system).

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian

Pembelajaran menurut Smith, R.M. (1982:34) tidak dapat diuraikan dalam definisi yang tepat oleh karena istilah tersebut dapat digunakan dalam banyak hal. Pembelajaran digunakan untuk menunjukkan: (1) pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang telah diketahui mengenai sesuatu ; (2) penyuluhan dan penjelasan mengenai arti pengalaman seseorang; atau (3) suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah. Dengan kata lain, pembalajaran menjelaskan suatu hasil, proses atau


(27)

fungsi.

Bila pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu hasil maka penekanannya diletakan pada hasil pengalaman. Bila pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu proses, maka suatu percobaan dilakukan untuk menerangkan apa yang terjadi bila suatu pengalaman pembelajaran berlangsung. Knowles (1973) berpendapat pembelajaran merupakan suatu proses dimana perilaku diubah, dibentuk atau dikendalikan. Bila Pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu fungsi, maka penekanannya diletakan pada aspek-aspek penting tertentu (seperti motivasi) yang diyakini dapat membantu menghasilkan belajar.

Komponen-komponen pembelajaran yang berpengaruh pada keber-hasilan proses pembelajaran tidak akan berarti jika aspek individu dari peserta didik tidak dioptimalkan dalam proses pembelajarannya.

Aspek peserta didik lainnya antara lain kecerdasan/bakat merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam mengikuti suatu kegiatan belajar/pengalaman belajar tertentu. Keberhasilan dalam memunculkan kecerdasan dan bakat peserta didik merupakan tugas Tutor (pendidik) untuk mengembangkan seoptimal mungkin potensi kecerdasan/bakat peserta didik dalam mempelajari suatu bahan pelajaran.

Tentang daya kecerdasan seseorang dalam kaitannya dengan usia, (Copley, 1977:55) menggambarkan dalam bentuk kurva sebagai berikut: (bentuk kurva dibetulkan)


(28)

. . . 10 20 30 40 50 60 70 Usia

Gambar 1.1 Daya Kecerdasan dan Usia

Pada kurva tergambarkan bahwa daya kecerdasan seseorang meningkat secara tajam sejak lahir sampai usia 20 tahun dan lalu menurun pada usia 35-60 tahun, kemudian menurun agak tajam setelah usia 35-60 tahun.

Teori Copley ini menunjang pula teori periode kritis yang dikem-bangkan oleh Bloom dimana masa pendidikan sejak TK sampai SLTP merupakan pengalaman belajar yang paling berharga dalam kehidupan seseorang. Usia remaja adalah usia yang paling peka untuk mengembangkan kecerdasan dengan mempelajari pengetahuan, keterampilan dan nilai serta sikap yang diperlukan dalam kehidupan dan penghidupannya.

Peserta didik usia 13-15 tahun (usia remaja), terutama pada peserta didik program pendidikan kesetaraan Paket B yang memiliki karakteristik tertentu, yang lebih diutamakan adalah pengembangan kecakapan pribadinya (personal skills) sebelum mereka menerima substansi yang perlu dicapai sebagai kompetensi dasarnya. Tutor yang berinteraksi langsung dengan warga belajar pada proses pembelajaran, perlu memahami perlakuan yang perlu dilakukan pada warga belajar untuk membangun model pembelajaran yang


(29)

cocok dalam mengembangkan kecakapan pribadi (personal skills).

Asumsi dasar lainnya, program pendidikan kesetaraan Paket B berpengaruh dalam mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar. Dalam kaitan ini pendidikan dasar bukan sekedar dimaknai sebagai dikuasainya kurikulum belajar pendidikan dasar, melainkan dimaknai sebagai dikuasainya seperangkat kemampuan oleh seseorang untuk dapat (capable) mengakses dan memperoleh kebutuhan-kebutuhan fungsionalnya sebagai manusia (Philips, 1975; ACACE,1979).

Sudah saatnya pengembangan model pembelajaran yang akan

dilakukan, mampu memfasilitasi keterbatasan pembelajaran pada program kesetaraan Paket B. Model pembelajaran yang akan dikembangkan dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman dan kemampuan tutor pada proses pembelajaran, agar tutor dapat meningkatkan kecakapan pribadi, prestasi dan percepatan belajar dari peserta didik program Paket B.

Pendidik pada pendidikan nonformal masih banyak yang beranggapan bahwa pembelajaran yang dilakukan merupakan otoritas penuh pendidik, sehingga pembelajaran yang dilakukannya cenderung bersifat sentralistik tanpa melibatkan peran dari warga belajarnya. Karakter pembelajaran yang sentralistik ini tidak akan dapat mengembangkan kecakapan pribadi dari warga belajar secara langsung ataupun tidak langsung, karena tidak ada kesempatan bagi warga belajar untuk melakukan aktualisasi dan improvisasi pada saat proses pembelajaran dilakukan tutor.


(30)

pemahaman dan kemampuan tutor dalam meningkatkan kecakapan pribadi warga belajar, perlu pula memperhatikan aspek-aspek lain yang dapat berpengaruh pada keterpakaian dari model pembelajaran tersebut. Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan antara lain:

Pertama, Peserta didik pada program kesetaraan Paket B ini memiliki karakteristik sendiri dari faktor keterbatasan kemampuan ekonomi, geografi, dan sosial, serta kesempatan.

Kedua, Program kesetaraan Paket B dirancang sebagai pendidikan alternatif dalam mensuksekan wajib belajar pendidikan dasar. Sebagai pendidikan alternatif perlu memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri dalam proses pembalajarannya, terutama pada aspek ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar dapat dilakukan dengan optimal jika pendidik (tutor) dapat menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik. Salah satu karakteristik peserta didik dalam pembelajaran kesetaraan adalah banyak menuntut tanggung jawab individu peserta didik.

Ketiga, Proses pembelajaran yang dilakukan pada program kesetaraan Paket B ini banyak mengacu pada pembelajaran dijalur formal. Belum terlihat karakteristik proses pembelajarannya yang berorientasi pada pendidikan nonformal.

Ke-empat, kemampuan kecakapan pribadi (personal skills) pada peserta didik perlu diasah dan dimunculkan menjadi suatu potensi karena umumnya peserta didik pada program kesetaraan Paket B ini bermasalah (peserta didik dari golongan ekonomi lemah, tidak mendapat perhatian dari


(31)

orang tua untuk pendidikan, lingkungan rumah yang kumuh membuat ketidak betahan mereka berada di rumah, rendahnya pemahaman orang tua untuk memberikan pendidikan yang cukup pada anaknya, motivasi belajar peserta didik rendah).

Kelima, rendahnya mutu pendidikan dasar (baik jalur formal maupun nonformal) yang diukur hanya berdasarkan prestasi akademik peserta didik sebagai salah satu indikator mutu pendidikan.

Ke-enam, Pendidik (Tutor) di pendidikan non formal, dilihat dari segi jumlah dan kemampuan serta penyebarannya yang tidak merata. Selain itu tutor dalam memberikan materi belajarnya jarang menggunakan media belajar yang dapat mempermudah peserta didik memahami isi belajarnya. Disinilah diperlukannya model pembelajaran yang dapat mendorong kreativatas dari tutor. Selain itu pula kemampuan tutor dalam menggunakan berbagai metode-metode belajar masih terbatas kemampuannya, sehingga metode-metode yang digunakan tidak variatif.

Ketujuh, Kurikulum dan bahan belajar yang digunakan pada program kesetaraan Paket B, belum banyak dipahami tutor dalam pengim-plementasiannya. Apalagi adanya Peraturan Menteri No.14 Tahun 2007 tentang standar isi pendidikan kesetaraan, untuk setiap daerah belum dijadikan acuan pada pelaksanaan proses pembelajarannya.

Kedelapan, Kriteria keberhasilan program kesetaraan Paket B ini lebih banyak dilihat dari sisi kuantitatif, pertanggungjawaban proyek, keuangan dan administrasi saja. Tetapi bagaimana proses pembelajaran ini berlangsung


(32)

secara efektif dan efisien belum banyak dilihat. Berdasarkan alasan-alasan itu, Disertasi ini lebih dalam ingin melihat proses pembelajaran program kese-taraan Paket B dalam mengembangkan kecakapan pribadi (personal skills) peserta didiknya sebagai dasar untuk kesiapan mereka dalam memecahkan masalah kehidupannya .

Oleh karena itu, pada studi ini tercapainya kompetensi pada kecakapan pribadi peserta didik diletakkan sebagai variabel kriterium yang menjadi sukses dari out put pendidikan Menurut Abeson dan Weintraub (1977).

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah “bagaimana model pengembangan kecakapan pribadi (personal skills) yang efektif pada pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket B?” Agar pemecahan masalah dapat lebih mudah dilakukan, maka rumusan masalah ini dapat pecah menjadi tiga pertanyaan, yaitu:

1. Bagaimana kondisi kecakapan pribadi warga belajar pada program Paket B selama ini?

2. Bagaimana model pengembangan kecakapan pribadi pada pembelajaran program Paket B?

3. Bagaimana efektivitas model pengembangan kecakapan pribadi pada pembelajaran program Paket B?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran program kesetaraan Paket B. Secara


(33)

terinci, tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kondisi empirik kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran program kesetaraan Paket B.

2. Merancang model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran program kesetaraan Paket B.

3. Mengetahui efektivitas model pengembangan kecakapan Pribadi warga belajar, pada pembelajaran program kesetaraan Paket B.

Gambar 1.2. Desain Penelitian

D. Kegunaan Penelitian

Studi ini diharapkan mampu memberikan sumbangan konseptual dan praktikal terutama terhadap model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran pendidikan kesetaraan, khususnya program pendidikan kesetaraan Paket B. Model pengembangan kecakapan pribadi Kemampuan Tutor: 1. Pengelolaan pembelajaran 2. Pemahaman kurikulum 3. Pengembangan bahan belajar 4. Penilaian Pembelajaran Kecakapan pribadi warga belajar Percaya diri Berdaya diri Motivasi belajar Prestasi belajar Mengemba ngkan kecakapan pribadi Tidak mengemba ngkan kecakapan pribadi


(34)

warga belajar pada pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket B dilakukan dengan beberapa penyesuaian sesuai karakteristik warga belajar, sehingga diharapkan dapat diimplementasikan dalam pembelajaran Program pendidikan kesetaraan Paket B.

Di samping itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan urunan konseptual terhadap studi pengembangan model kecakapan pribadi, yaitu berupa aplikasi model kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran program Paket B. Aplikasi model kecakapan pribadi ini diharapkan dapat menjadi referensi dan alternatif bagi pendidik yang akan melakukan pembelajaran untuk mengembangkan kecakapan pribadi warga belajar pada program Paket B. Pengembangan teori dan konseptual dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian lebih lanjut melalui model-model pembelajaran, kajian literatur untuk memvalidasi dari rancangan model pengembangan kecakapan pribadi.

Dari tataran praktikal, hasil penelitian ini dapat ditawarkan kepada para tutor di lembaga pendidikan lain yang bertujuan meningkatkan kecakapan pribadi peserta didiknya, baik berupa produk manual model pengembangan kecakapan pribadi, maupun proses penyusunannya. Penggunaan model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar ini, dalam kegiatan pem-belajarannya perlu didahului dengan pemahaman tutor tentang substansi dan strategi implementasinya. Peningkatan pemahaman tutor tentang pengem-bangan kecakapan pribadi dapat dilakukan melalui pelatihan atau orientasi dan diskusi antar tutor atau pakar yang dianggap mampu.


(35)

Kegunaan lainnya, beberapa lembaga pendidikan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini, antara lain penyelenggara program Paket B seperti kelompok belajar, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), atau Pusat dan Balai Pengembangan Pendidikan Nonfrmal Informal, serta Direktorat Pendidikan Kesetaraan sebagai input dalam pengambiln kebijakan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi jurusan Pendidikan Luar Sekolah pada kajian program kesetaraan dalam menentukan kebijakan akademik yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa dalam kegiatan praktek dilapangan.

E. Definisi Operasional

Agar diperoleh gambaran tentang fokus penelitian ini, perlu di-identifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut.

1. Pengembangan Kecakapan Pribadi (Personal Skill)

Program pendidikan kesetaraan Paket B menunjukkan saat ini menunjukkan bahwa lulusan Paket B belum memiliki kecakapan yang optimal dalam memenuhi kompetensinya, baru sebatas lulus akademik saja. Pada kenyataannya, kompetensi merupakan kebutuhan lulusan dari program pendidikan kesetaraan Paket B untuk mengatasi masalah kehidupannya. Kompetensi dapat diperoleh jika lulusan program pendi-dikan kesetaraan Paket B ini memiliki kecakapan pribadi terlebih dahulu


(36)

sebagai dasar untuk dapat mengembangkan kompetensi dan potensi yang ada dalam dirinya. Kecakapan pribadi dapat dikembangkan pada setiap warga belajar di kelompok belajar program pendidikan kesetaraan Paket B secara luas jika warga belajar telah memahami akan gambaran dan kelanjutan dari pendidikan yang diikutinya selama ini.

Kita perlu melakukan kaji ulang, atau dengan ungkapan yang memasyarakat kita perlu melakukan reformasi, redefinisi, dan reorientasi bahkan revolusi terhadap landasan teoritik dan konseptual belajar dan pembelajaran yang masih memfokuskan bahwa prestasi belajar hanya dilihat dari prestasi akademiknya saja. Proses pembelajaran yang diharapkan adalah yang dapat menghasilkan peserta didik untuk siap menghadapi tantangan abad global, dalam arti mampu bersaing, memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk memasuki dunia kerja abad 20. Kompetensi yang dimaksud adalah berpikir kreatif, mampu mengambil keputusan, memecahkan masalah, belajar bagaimana belajar, berkolaborasi dan pengelolaan diri.

Terhadap warga belajar yang belum memiliki motivasi untuk memiliki kecakapan pribadi, tutor perlu memberikan perlakuan tertentu secara teratur dan melakukan pengkondisian lingkungan belajar agar kondusif dan warga belajar termotivasi untuk memperoleh kecakapan pribadi.

Fungsi pembelajaran memiliki manfaat untuk meningkatkan derajat kehidupan dan merupakan orientasi yang mendasar pada program


(37)

pendidikan nonformal, (Coombs.et.al 1973:11). Salah satu karakteristik dari peserta didik program pendidikan non formal memiliki orientasi yang praktis pada pencapaian tujuan pembelajarannya. Quane (1989) menggambarkan bahwa tujuan pembelajaran perlu menggunakan strategi pembelajaran yang berorientasi pada technical, vocational for the income generating yang dilawankan dengan strategi pembelajaran yang berorientasi academically.

Keberhasilan program kesetaraan Paket B tidak saja dilihat dari keberhasilan tingginya prestasi belajar peserta didik pada bidang akademik saja, tetapi juga dilihat dari seberapa besar program kesetaraan Paket B menghasilkan peserta didik yang memiliki kecakapan pribadi (personal skills) yang positif dan mandiri. Indikator dari kecakapan pribadi (personal skills) yang positif dan mandiri, antara lain : (1) percaya diri, (2) memiliki konsep diri yang positif (rasa berdaya diri), dan (3) motivasi belajar yang tinggi,serta (4) prestasi belajar.

Oleh karena itu, pada program kesetaraan Paket B perlu ada relevansi antara keterampilan dan pendidikan dasar, artinya tidak hanya memberikan pengetahuan dan keterampilan saja melainkan mengem-bangkan sikap dan kemampuan (personal skills) sangat diperlukan, sedangkan keterampilan diperlukan untuk membekali peserta didik dalam kehidupannya kelak (Trisnamansyah, 1997:16).

Manfaat pendidikan lainnya bagi peningkatan kualitas hidup manusia, sebagai manfaat sosio-ekonomi pendidikan (Ahmed, 1975:77).


(38)

Konteks manfaat sosial ekonomi pendidikan berupa penghasilan, produktivitas, kesehatan nutrisi kehidupan keluarga, kebudayaan, rekreasi dan partisipasi sebagai warga negara. Zainudin Arif (1986) meng-identifikasi adanya tiga model cara mengukur out put pendidikan, yaitu secara (1) psikologis, (2) ekonomis dan (3) sosiologis. Adapun indikator untuk mengukur proses pendidikan dapat dilihat dari rasa berdaya diri dan rasa percaya diri, dan sebagai variabel kriteriumnya adalah motivasi dan prestasi belajar. Jadi out put proses pembelajaran tidak hanya dikuasainya pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sikap hidup positif terhadap diri dan lingkungannya.

2. Pengembangan Kecakapan Pribadi dalam Pembelajaran Program

Paket B

Dalam pendidikan nonformal baik pada proses atau keluaran lebih berorientasi praktis dengan menggunakan materi belajar yang menjamin agar peserta didik lebih siap hidup di masyarakat dengan segala tuntutan kompetensi yang diperlukan. Cara ini, merupakan salah satu cara dalam pemberdayaan peserta didik, sehingga partisipasi peserta didik pada proses pembelajaran menjadi keuntungan tersendiri. Stringger (1996:10) menunjuk adanya beberapa keuntungan atas program yang partisipatif, yaitu mengembangkan demokratisasi, kesamaan derajad, kebebasan dan peningkatan (democracy, equity, liberation, and enhancement).

Upaya menciptakan suasana belajar yang baik dan efektif menurut (Knowles, 1984:122-123), menyarankan adanya pelibatan peserta didik


(39)

dalam perencanaan pembelajarannya (mutual Planing). Menurut (Biehler dan Snowman, 1982:300) untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik sebaiknya melibatkan dalam memilih tujuan-tujuan belajar, dan mengarahkan peserta didik menjadi pembelajar (self-directed).

Pada proses pendidikan, yang dibentuk adalah disposisi mental dan emosional, berbeda dengan pelatihan, yang terutama dibentuk adalah tingkah laku lahiriah (Sindhunata, 2001). Mendidik bukan hanya menjadikan peserta didik trampil secara praktis terhadap lingkungannya, tetapi berarti pula membantu peserta didik untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya.

Peserta didik adalah subjek berkesadaran perlu dibela dan ditegakan lewat sistem dan model pendidikan yang bersifat ”bebas dan egaliter”. Tujuan pendidikan ini hanya dapat dicapai lewat proses pendidikan bebas dan metode pembelajaran aksi dialogal. Teori Kognitif/ Konstruktivistik menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar. Keaktivan peserta didiklah menjadi unsur amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar (Asri Budiningsih, 2004).

Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil yang optimal. Pembelajaran yang dapat memotivasi kecakapan pribadi merupakan kegiatan yang tidak mudah, dan ini harus dilakukan oleh tutor. Tutor dituntut perlu memahami pengelolaan pembelajaran, pemahaman


(40)

kurikulum, Pengembangan bahan belajar, dan penilaian pembelajaran agar dapat meningkatkan kecakapan pribadi yang optimal pada setiap warga belajar.

Abenson dan Weintraub (1977) memberikan saran untuk peningkatan kecakapan pribadi pada peseta didik yang memiliki karakteristik khusus dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan individual, yang mampu meningkatkan kecakapan pribadi warga belajar. Anak yang terlibat dalam suatu kegiatan adalah anak yang memiliki motivasi (Smith, 1988:4)

Abeson dan Weintraub (1977) lebih lanjut mengatakan, bahwa kata pendidikan (educational) berarti aspek yang dicakup terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan bagi peserta didik, tidak termasuk misalnya, bantuan keuangan bagi orangtua. Kata individual menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan masing-masing dari peserta didik, bukan sekelompok peserta didik .

Kemampuan Tutor dalam pengelolaan pembelajaran, diope-rasionalkan sebagai tingkat kesertaan peserta didik dalam fungsi pengelolaan proses pembelajaran, yaitu perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembelajaran. Komponen-komponen yang diukur antara lain penentuan waktu belajar, pelaksanaan/proses pembelajaran, tempat belajar, fasilitas belajar, administrasi pembelajaran. Terhadap aspek-aspek pengelolaan pembelajaran tersebut dikembangkan skala pengukuran tingkat kesertaan peserta didik yang diukur melalui


(41)

angket berskala.

Pemahaman kurikulum oleh tutor dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan sebagai tingkat pemahaman kurikulum oleh tutor dalam proses belajar mengajar, yaitu dalam ketercapaian dan kesesuaian materi serta pencapaian tujuan pembelajarannya. Pemahaman kurikulum oleh tutor akan dikembangkan melalui skala pengukuran ketercapaian dan kesesuaian materi serta pencapaian tujuan pembelajaran. Variabel ini akan diukur melalui angket berskala. Indikator pemahaman Kurikulum yaitu kesesuaian tujuan belajar yang dioperasionalkan sebagai ketepatan pokok materi yang diajarkan tutor dengan tujuan belajar yang harus dicapai pada pokok materi tersebut sesuai pengalaman belajar yang harus dilalui warga belajar. Variabel ini akan dijaring melalui angket isian berskala dengan sumber data warga belajar. Terakhir kesesuaian waktu belajar diope-rasionalkan sebagai ketepatan penggunaan waktu yang digunakan tatap muka dengan waktu yang ditetapkan pada silabus/kurikulum yang digunakan. Variabel ini dijaring melalui angket isian berskala dan dokumentasi.

Pengembangan bahan belajar dioperasionalkan sebagai tingkat kesesuaian dan ruang lingkup isi dengan tujuan pembelajaran serta kemenarikan isi bahan belajar tersebut. Kesesuaian materi, artinya dioperasionalkan ruang lingkup materi yang disampaikan sesuai dengan materi yang tertuang pada silabus yang digunakan. Data yang akan dijaring pada variabel ini dilakukan melalui angket isian berskala. Aspek


(42)

lainnya yang dilihat, antara lain kemenarikan isi bahan belajar yang dioperasionalkan dengan melihat besar dan jenis huruf, komposisi warna dan gambar serta jenis bahan yang digunakan. Variabel ini dijaring melalui angket terbuka dan observasi. Terakhir adalah kemudahan pengembangan bahan belajar yang dioperasionalkan sebagai dapat terpahamkannya isi bahan belajar tersebut oleh warga belajar dan menunjang pada pemahaman pokok-pokok materi yang di sampaikan pada proses pembelajaran yang dilaksanakan pada program pendidikan kesetaraan Paket B, dan dijaring melalui angket.

Penilaian pembelajaran, dioperasionalkan sebagai umpan balik dan remedial pembelajaran, dengan demikian penilaian dapat dilakukan revisi mulai rencana pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran.

Penilaian terhadap proses pembelajaran merupakan bagian integral dari pembelajaran, artinya penilaian tidak terpisahkan dalam peyusunan dan pelaksanaan pembelajaran. Penilaian proses bertujuan menilai efek-tifitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya (Ahmad Rohani dkk: 159). Sasaran penilaian adalah komponen-komponen sistem pembelajaran yang berkenaan dengan masukan proses, dan keluaran dengan semua dimensinya.

Komponen masukan dapat dibedakan menjadi masukan mentah (raw input), yaitu peserta didik, dan masukan alat (instrumental input, yakni unsur manusia dan non manusia yang berpegaruh pada terjadinya


(43)

proses pembelajaran.

Komponen proses adalah interaksi semua komponen pembelajaran seperti bahan ajar, metode dan alat pembelajaran, sumber belajar, sistem penilaian.

Komponen keluaran adalah hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah menerima proses pembelajaran. Penilaian terhadap masukan mentah yakni peserta didik, mencakup aspek-aspek:

a. Kemampuan peserta didik; dengan mempelajari dan menganalisis kemajuan belajar yang dicapai peserta didik dengan 3 kategori, tinggi, sedang dan kurang.

b. Motivasi, minat dan perhatian belajar peserta didik; merupakan usaha peserta didik dalam mencapai kebutuhan belajarnya. Untuk melihat aspek ini dapat dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan studi data pribai peserta didik.

c. Kebiasaan belajar; adalah cara belajar, waktu belajar, keteraturan belajar, dan suasana belajar serta gaya belajar. Aspek-aspek ini dapat dilihat melalui teknik obsevasi atau pengamatan pada cara belajar, cara membaca buku, mengerjakan tugas, menjawab pertanyaan,

memecahkan masalah, cara diskusi dan cara memahami pelajaran pada proses pembelajaran berlangsung.

d. Pengetahuan awal; pembelajaran akan berhasil bila dimulai dari apa yang telah diketahui oleh peserta didik serta kemampuan dari peserta didik dengan cara mengidentifikasi peserta didik pada awal


(44)

pembelajaran dimulai.

Penilaian terhadap masukan instrumental mencakup aspek-aspek: a. Kurikulum; adalah program belajar untuk peserta didik, terdiri dari

pengetahuan ilmiah, pengalaman, dan kegiatan belajar yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan program, isi dan struktur program.

b. Sumber dan sarana belajar; sumber belajar dapat manusia atau non manusia yang dapat memberikan informasi praktis terrhadap materi yang diperlukan peserta didik.. Sarana belajar adalah fasilitas dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran.

c. Kemampuan Tutor; kemampuan memberikan pembelajaran merupakan aspek paling penting dan utama untuk dilakukan penilaian monitoring.

Penilaian dimensi proses pembelajaran adalah menilai komponen pembelajaran antara lain tujuan khusus pembelajaran, bahan pembelajaran, metode pembelajaran serta sistem penilaiannya.

Adapun pendekatan dalam penilaian bersumber pada kriteria mutlak dan norma relatif. Penilaian bersumber pada kriteria mutlak menitik beratkan pada keberhasilan atau penguasaan seseorang. Adapun yang diukur adalah kecakapan nyata (penguasaan mutlak) seseorang mengenai pembelajaran tertentu setelah dalam jangka waktu tertentu dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian yang bersumber pada norma Relatif (kelompok), menitik beratkan kepada status atau kedudukan seseorang


(45)

dalam kelompoknya. Hasil yang dicapai peserta didik dibandingkan dengan nilai rata-rata kelompoknya.

Kualifikasi dan kompetensi tutor dipengaruhi pula oleh (1) Tingkat pendidikan yang dioperasionalkan sebagai skor yang diperoleh dari suatu satuan kelompok belajar yang berkaitan dengan kumulasi skor tingkat pendidikan tutor efektifnya. Data akan dijaring melalui angket isian tertutup. (2) Kehadiran tutor yang dioperasionalkan sebagai rerata pre-sentase kuantitas dan ketepatan hadir tutor untuk pembelajaran pada jadwal pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. (3) Jumlah tutor yang dioperasionalkan sebagai kuantitas tutor yang secara efektif terdapat dan mengajar dalam satuan kelompok belajar Paket B.

Kompetensi yang perlu dimiliki Tutor sesuai dengan standar pendidikan nasional perlu memiliki 4 kompetensi, antara lain; kompetensi Pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi Profesinal. Ke-empsat kompetensi ini dimiliki tutor secara integrated, tidak sebagian-sebagian saja, oleh karena itu tutor pendidikan kesetaraan kedepan sudah harus dipersiapkan sesuai dan mengacu pada standar pendidikan nasional bagi pendidik.

3. Pengembangan Kecakapan Pribadi Sebagai Bagian dari Kecakapan Hidup (Life skills)

Rogers menekankan bahwa kecakapan pribadi merupakan pengaktualisasian atau master motive, yang mempresentasikan tendensi


(46)

inheren pada manusia untuk mengembangkan kapasitas atau potensi yang dimilikinya dengan berbagai cara, dalam upaya peningkatan diri (Rogers, 1959). Kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi masalah hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif menemukan solusinya untuk dapat mengatasinya.

Kecakapan hidup dapat diperoleh, jika seseorang telah memiliki kecakapan pribadi terlebih dahulu, sehingga masalah-masalah hidupnya dapat teratasi. Rogers lebih lanjut mengatakan bahwa ciri seseorang telah memperoleh kecakapan pribadi: (1) ada kekuatan tersendiri dalam memotivasi, kepercayaan diri, berdaya diri, kreativitas dan perluasan pengalaman. (2) mengetahui tujuan hidup/esensi dari kehidupan, (3) mengevaluasi pengalaman/ tingkah laku.

Tendensi pengaktualisasian menjadi penggerak bagi setiap individu untuk aktif, berkreasi, mengungkapkan segenap potensi dan berusaha meningkatkan kecakapan pribadi yang optimal. Kecakapan pribadi sangat penting dimiliki warga belajar pada era informasi, karena memungkinkan cepatnya informasi dapat dijadikan sumber belajar, sumber ilmu dan sumber informasi untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada warga belajar. Selain itu kecakapan pribadi merupakan modal dasar untuk mengembangkan kecakapan lainnya, seperti kecakapan sosial, aka-demik/intelektual, dan vokasional.


(47)

lebih berorientasi praktis dengan menggunakan materi belajar yang menjamin agar peserta didik lebih siap hidup di masyarakat dengan segala tuntutan kompetensi yang diperlukan. Cara ini, merupakan salah satu cara dalam pemberdayaan peserta didik, sehingga partisipasi peserta didik pada proses pembelajaran menjadi keuntungan tersendiri. Stringger (1996:10) menunjuk adanya beberapa keuntungan atas program yang partisipatif, yaitu mengembangkan demokratisasi, kesamaan derajad, kebebasan, dan peningkatan (democracy, equity, liberation, and enhancement).

F. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan rancangan penelitian Pengembangan (Research and Development) Borg dan Gall (1983). Research and Development (R&D) adalah proses penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil pendidikan yang berupa tujuan belajar, metode, cara dan prosedur, serta kurikulum dan evaluasi, baik yang berupa perangkat keras dan perangkat lunak. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan produk baru berkenaan dengan model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran program kesetaraan Paket B.

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif terhadap kelompok belajar yang ada di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bandung Barat. Pengumpulan data dilakukan


(48)

dengan menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Pedoman pengumpulan data yang digunakan dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih fokus dan mengarah pada tujuan penelitian yang diharapkan.

Data yang diperoleh dengan menggunakan angket, wawancara, observasi serta dokumentasi. Akurasi data yang diperoleh dilakukan dengan cara melengkapi dengan panduan wawancara, observasi, dan panduan studi dokumentasi, lembar catatan dan alat perekam data lainnya.

Analisis data dilakukan dengan teknik kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan karakteristik data yang akan diolah. Temuan penelitian yang diperoleh pada proses penelitian pendahuluan, disajikan dalam bentuk deskriptif naratif dengan dilengkapi format, tabel, diagram serta gambar dan ilustrasi yang menggambarkan karakteristik dari masing-masing temuan penelitian serta dapat menunjukkan maknanya. Pada uji efektivitas model dilakukan pada kelompok belajar program Paket B yang ada di Kabupaten Sukabumi, tepat-nya pada Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) SKB Kabupaten Sukabumi sebagai kelompok kontrol (pembanding) dan kelompok eksperimen (perlakuan).


(49)

Dalam memandang permasalahan penelitian ini diperlukan kerangka acuan paradigma penelitian seperti yang dicantumkan dalam gambar berikut:

Gambar 1.3. Paradigma Pengembangan Kecakapan Pribadi KOMPETENSI TUTOR

WARGA BELAJAR

PENINGKATAN PERSONAL SKILLS: • Percaya diri

• Berdaya diri

• Motivasi belajar

• Prestasi belajar

PENINGKATAN LIFE SKILLS: • Personal skill

• Akademik skill

• Sosial skill

• Vocasional skill

PROSES BELAJAR • PENGELOLAAN

PEMBELAJARAN • PENILAIAN

• PEMAHAMAN

KURIKULUM

• PENGEMBANGAN

BAHAN BELAJAR

FAKTOR INTERNAL: • Persepsi/Respon

• Cara belajar

• Gaya belajar

• Kecepatan belajar • Stimulus (penumbuhan motivasi FAKTOR EKSTERNAL: • Tujuan Belajar

• Bahan Belajar

• Pengelolaan PBM


(50)

93

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan rancangan penelitian dan pengembangan pendidikan (educational research and development) yang ditulis oleh Borg dan Gall (1979: 624). Tulisan Borg and Gall menyebutkan: “Educational research and development (R&D) is a process used to develop and validate educational products”. Seiring dengan definisi tersebut, penelitian ini bertumpu pada upaya memproduksi dan memvalidasi suatu model pendidikan, yaitu model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar pada pembelajaran program Paket B. Educational Research and Development atau sering disebut dengan R&D adalah proses penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk produk pendidikan yang berupa tujuan belajar, metode, strategi, prosedur, kurikulum, evaluasi, yang berupa perangkat keras maupun lunak. Tujuan akhir dari R&D pendidikan adalah lahirnya produk baru atau perbaikan produk lama untuk meningkatkan unjuk kerja pendidikan dan pembelajaran. Dengan produk dan model baru ini diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan/atau lebih efisien, serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan. Dalam penelitian ini, produk pendidikan yang akan divalidasi adalah pengembangan kecakapan pribadi


(51)

warga belajar dalam pembelajaran Program Paket B.

Prosedur penelitian ditempuh melalui delapan tahapan pokok penelitian, yaitu:

1. Melakukan penelitian dan pengkajian serta pengumpulan informasi (Research and information collecting), termasuk membaca literatur, mengobservasikan kegiatan belajar program pendidikan kesetaraan Paket B dan menyiapkan informasi tentang berbagai kebutuhan model pengembangan kecakapan pribadi warga belajar program Paket B.

2. Merencanakan (Planning) prototipe komponen yang akan dikembangkan dalam pengembangan kecakapan pribadi warga belajar, yang terdiri atas pelibatan tutor sebagai pendidik, peran warga belajar sebagai subyek belajar, strategi pembelajaran, setting proses pembelajaran, pola interaksi antar tutor dan warga belajar, dan suasana belajar dalam proses pembelajaran.

3. Mengembangkan prototipe awal model (Development preliminary from of product) yang berupa model konseptual yang telah dirumuskan dari hasil kajian dan observasi awal.

4. Melakukan ujicoba lapangan (Main field testing) kepada sasaran terhadap model awal. Sasaran ujicoba ini selalu dipantau perkembangannya secara periodik, terutama pada peningkatan kecakapan pribadinya dalam proses pembelajaran program Paket B.

5. Operasional product revision, yaitu melakukan revisi produk hasil ujicoba lapangan untuk menemukan keselarasan dan akurasi model. Revisi


(52)

dilakukan terhadap berbagai persoalan yang muncul, yaitu aspek kebahasaan, penjelasan operasional, pelibatan tutor pada proses pembelajaran, peran warga belajar sebagai subjek belajar, pendampingan belajar untuk ketuntasan belajar warga belajarnya.

6. Operasional field testing, yaitu melakukan uji eksperimen lapangan secara operasional dan terinci tentang model pengembangan kecakapan pribadi dalam pembelajaran program pendidikan kesetaraan Paket B.

7. Melakukan revisi atau penghalusan (Final product revision) model yang telah dikembangkan melalui temuan-temuan penelitian baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam bentuk workshop.

8. Melakukan diseminasi atau penyebaran dan implementasi (Dissemination and implementation) kepada berbagai pihak agar model yang telah dikembangkan ini diketahui, dipahami dan selanjutnya dapat dimplementasikan dalam pembelajaran kesetaraan Paket B atau kegiatan pembelajaran lain yang memiliki kemiripan karakteristik dengan program pendidikan kesetaraan Paket B. Diseminasi dilakukan dengan cara workshop, dan diklat antar Pamong belajar dan Tutor yang terlibat pada pembelajaran pendidikan kesetaraan program Paket B. Pelaksanaan workshop dan diklat dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008.


(53)

Secara skematis, pola pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.6. Kerangka Pikir Penelitian

B. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu (1) mengurus izin penelitian, (2) orientasi pada tutor dan pengelola terkait dengan model pembelajaran yang akan digunakan, (3) Menyiapkan format pemantauan dan penilaian untuk setiap mata pelajaran (matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKN, dan bahasa Inggris, (4) Menyiapkan dan membentuk kelompok

Kajian teori, kebijakan dan ekplorasi lapangan

Penyusunan desain model

Validasi model konseptual

DISEMINASI HASIL PENELITIAN

Ujicoba Terbatas

Ujicoba Skala Luas Uji Eksperimen

Penghalusan Model Akhir


(1)

317

pengembangan untuk terwujudnya buku modul kesetaraan seperti dimaksud, menarik untuk dilakukan. Penelitian dan pengembangan bagi terwujudnya pusat-pusat belajar dan sumber belajar masyarakat yang mendukung pengembangan kecakapan pribadi warga belajar juga menarik dilakukan.

Apa yang dikemukakan tersebut hanyalah sedikit contoh tentang tema dan jenis penelitian lanjutan yang bisa dilakukan. Tentu saja masih banyak yang lainnya lagi, dan tidak kalah pentingnya adalah mencari landasan eksplanatif yang kuat dari sisi filosofis, psikologis, sosiologis, visi masa depan, atau pun menajemen PNF. Landasan eksplanatif yang ilmiah dan normatif perlu utuk memenuhi persyaratan profesionalisme PNF. Landasan eksplanasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan normatif itu, bukan yang sekedar berdasarkan akal sehat, merupakan kebutuhan mendesak karena seringkali pelaksanaan pendidikan nonformal lebih didorong oleh target-target eksternal, mengikuti arus lingkungan, atau meniru yang biasa terjadi di jalur pendidikan formal atau yang terjadi di sektor lain misalnya dunia industri. Jangan sampai pula terjadi adanya kesalahan dalam mengelola praktek (malapraktek) pendidikan. Akibat yang ditimbulkan dari kesalahan praktek pendidikan bisa bersifat ganda (multiplay effects), dari skala yang kecil misalnya gagalnya seseorang individu dalam proses perkembangannya, sampai runtuhnya sebuah bangsa atau peradaban manusia.


(2)

318

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, Ishak, H,DR. (1995). Metodologi Pembelajaran Pada Orang Dewasa. Bandung: Cipta Intelektual Penerbit.

ACACE (1979). A Strategy for the Basic Education of Adult, 19B De Monfort Street Leicester LEI 7GE.

Ahmed Manzoor. (1975). The Economic of Nonformal Education Resources: Cost

and benefit. New York: Praeger Publishers.

Al Aqshari, Yusuf. (2005). Kunci Sukses Membangun Percaya Diri. Jakarta: Penerbit Cendikia

Appeal Training Materials for Continuing Education Personnel (ATLP-CE). (1993). Equivalency Programmes Vol.III. Bankok: Unesco Principal Ofice for Asia and the Pacific.

Arif, Zainudin. (1982). Penyelenggaraan Program Kelompok Belajar Paket A

dalam Hubungannya dengan Respon petani di beberapa Desa Kabupaten Pamekasan Madura, Disertasi Doktor, Bandung: Fakultas

Pasca Sarjana Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung.

Atkinson, Jhon W. (1979). Motives in Fantasy, Action andSociety.London; D.van Nostrand Company,Inc.

Azwar, Saifudin. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandura, A. (1982). “Self-Efficacy Mechanism in Human Agency”. American

Psychologist. 37, 122-148.

Borg, Walter R dan Meredith Damien Gall(1979). Educational Research, An

Introduction. Third edition, New York: Longman.

Boyle, Patrik.G (1981). Planning better Programs, New York: McGraw-Hill Book Company

Buck, T. (1988). Human Motivation and Emotion. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Budiningsih, Asri, DR. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Penerbit.

Campbell, John P.(1991) Invited Reaction: the complead self-learner. Human Resource Development Quarterly. Vol 2 (1), 13-19.


(3)

319

Campbell,D.T. & Stanley, J.C. (1981). Eksperimental and Quasi-Experimental

Design for Research. Chicago: Rand Mc Nally.

Coombs, P., (1974), New Path to Learning for Rural Children and Youth, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Courtney, Sean, (1989), “Defining Adult and Continuing Education”, Handbook

of Adult and Continuing Education. Jossey-Bass Publishers. San

Francisco.

Cros, Patricia, (1986), Adult Learner: Neglected Species, Center for International Education University of Massachusetts.

Davies, Ivor K (1987). Pengelolaan Belajar, terjemahan Bahasa Indonesia oleh Sudarsono Sudirjo. Jakarta: Rajawali Press.

Deci, E.L. (1975). Intrinsic Motivation. New York: Plenum.

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Ofset.

Direktorat Pendidikan Kesetaraan, Ditjen PLS, Depdiknas. (2006). Mencerahkan

Anak Bangsa. Jakarta: Direktorat Pendidikan Kesetaraan.

Dirjen Diklusepora, Depdikbud. (1994). Pedoman Umum Kejar Paket B dalam

mendukung Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun Stara SLTP.

Jakarta: Depdikbud

Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, (2002). Pedoman Umum

Pelaksanaan Pendidikan Berorientasi Keterampilan Hidup (Life Skills) Melalui Pendekatan BBE dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah Dan Pemuda. Jakarta: Depdiknas

Djojonegoro, Wardiman.(1994). Kebijakan Operasional wajib belajar 9 tahun. Prisma, (5) Mei 1994, 3-19

Donaldson, J.F., dan P.J., Edelson, (2000), “From Functionalism to Post Modernism in Adult Education Leadership”, Handbook of Adult and

Continuing Education. Jossey-Bass Publishers, San Francisco.

Drost,J. (2000). Proses pembelajaran masa kini dan masa datang (Transformasi

Pendidikan). Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma percetakan.

Etling, A.W., (1975), Characteristic of Facilitator; The Ecuador Project and Beyond. Amherst, MA. Center for International Education University of Massachusetts.


(4)

Freire, Paulo, (1984), Education of The Oppresed, Center for International Education University of Massachusetts.

Handoko, M. (1992). Motivasi Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta: Kanisius

Harold Koontz dan C.O’Donnel. (1964). Principles of Management. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

Holstein, Hermann.(1980). Murid belajar Mandiri. Bandung: Remaja Karya CV. Johnson, David.W dan Frank P. Johnson. (1982). Joining Together: Group

Theory and Group Skills, Englewood Cliffs, New York: Prentice Hall

Inc.

Keputusan Mendiknas RI No.114/U/2001, tentang Penilaian Hasil Belajar Secara Nasional.

Kindervatter, Suzane (1979). Nonformal Educational as An Empowering Process. Massachusetts: Center for International Education University of Massachusetts.

Kleis, J.Et al (1973), Toward of Contextual Definition of NonFormal Educations, Discussion Papers, East Lansing, Michigan State University.

Knowles, Malcolm S.(1970). The Modern Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press.

Knowles, Malcolm S.(1975). Self Directd Learning: a guide for learners and

teachers. Chicago: Association Press and Follet Publishing company.

Knowles, Malcolm S.(1984). The Adult Learner: a neglected species, third

edition. Houston: Gulf Publishing Co., Book Division.

Koeswara, E. (1989). Motivasi Teori dan Penelitiannya. Bandung: Angkasa penerbit.

Manz, Charles C dan Manz, P Karen. 1991. Strategies for Facilitating Self-

Directed Learning: a process for enhancing human resource development. Human resource Development Quarterly.Vol 2(1)nSpring

1991, 3-11

Mappa, Syamsu dan Basleman Anisah. 1994.Teori Belajar Orang Dewasa, Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


(5)

321

Napitupulu, W.P. (1982). Kebijaksanaan Pendidikan Luar Sekolah dalam

Pendidikan Masyarakat untuk tingkat Dasar, disunting oleh Sudomo dalam bahan Pengayaan Studi ke-PNF-an. Malang: Departemen

Pendidikan Sosial FIP IKIP Malang.

Naskah Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1990 tentang Pendidikan Luar

Sekolah

Naskah Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional RI.

Nasution,S,MA,Dr,Prof. (2008). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan

Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara Penerbit.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang standar isi untuk program paket A, Program Paket B, dan Program Paket C.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional.

Popham, James,W and Baker, Eva L. (2005). Teknik Mengajar secara Sistematis. Jakarta: Rineka Cipta Penerbit.

Roger Alan. 1994. Teaching Adult, Milton Keynes-Philadelphia: Open University Press.

Rogers, A (1993), Adult Learning for Development. London. Cassel.

Sagala, Syaiful,H,DR.(2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Sardiman, A.M (1986). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Press.

Shaw, marvin E (1981). Group Dynamics: The Psychology of Small Group

Behavior, New York: McGraw-Hill Book Company.

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Smith, D. Dan M.J. Offerman (1989), “The Management of Adult and Continuing Education”. Handbook of Adult and Continuing Education. Jossey-Bass Publishers, San Francisco.

Sudarminta, J. (2000). Tantangan dan Permasalahan Pendidikan di Indonesia

memasuki Milenium Ketiga (Transformasi Pendidikan). Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma Percetakan.

Sudjana Djuju. (1993a). Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah Bandung: Nusantara Press.

Sudjana Djuju. (1993b). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam

Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

Suryobroto,B,Drs. (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Trinamansyah, Sutaryat. (1997). Peran PLS dalam membangun Masyarakat

Gemar Belajar. Makalah Seminar Nasional Pendidikan Luar Sekolah dan

Konvensi ISPPSI tahun 1997, Surabaya: Pendidikan Luar Sekolah FIP IKIP Surabaya.

Twining, James E. (1991). Strategies for active Learning, Boston: Allyn and Bacon.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. Cambride MA: Harvard University Press. White, R.W. (1956). The Abnormal Personality (3rd Ed) Ronald Press.

Wildy, Helen dan Wallace, Jhon. (1995). Understanding teaching or teaching for

understanding: alternative frameworks for science classrooms, journal of

Reseacrh in science Teaching. (32), 2, 143-156.

Wilson, A.1. dan E-R. Hayes (2000), “On Thought and Action in Adult and Continuing Education”, Handbook of Adult and Continuing Education. Jossey-Bass Publishers, San Francisco.