PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ”ACTIVE LEARNING” DENGAN METODE KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN DI PERGURUAN TINGGI: Studi pada Mata Kuliah Strategi Pembelajaran di LPTK.
xi DAFTAR ISI
Hal HALAMAN JUDUL ...
LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ………. KATA PENGANTAR ……….. UCAPAN TERIMA KASIH ………... ABSTRAK ……… DAFTAR ISI ………. DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I. PENDAHULUAN ………..………….……….
A. Latar Belakang Masalah ……….……... B. Rumusan Masalah ………...……….. C. Asumsi ………...……… D. Definisi Operasional …………...………. E. Tujuan Penelitian …...………... F. Manfaat Penelitian ………...………... 1. Manfaat Teoritis ……… 2. Manfaat Praktis ………. BAB II. KAJIAN PUSTAKA ………...……… A. Hakekat Pendidikan Tinggi ... B. Hakekat Pendidikan Guru ... ...
1. Makna Pendidikan ... 2. Peran Guru dalam Pendidikan ... 3. Guru Profesional ... 4. Pendidikan Guru yang Diharapkan ... C. Hakekat Kelompok ... D. Hakekat Pembelajaran ... 1. Pembelajaran di Pendidikan Tinggi ... 2. Pembelajaran Kelompok ... 3. Pembelajaran ”Active Learning” ...
I ii iii iv v ix xi xiv xv xvii 1 1 21 28 29 30 31 31 31 33 33 37 38 44 47 56 58 67 68 74 77
(2)
xii
a. Latar Belakang dan Pengertian Pembelajaran ”Active
Learning” ... b. Elemen-elemen ”Active Learning” dalam Proses
Pembelajaran ... c. Model-model Pembelajaran Berorientasi pada ”Active
Learning” ... d. Model Pembelajaran “Active Learning” dengan Metode Kelompok
………
1). Landasan Konseptual Pembelajaran ...… 2). Prinsip-prinsip Pembelajaran ...….. 4. Pembelajaran yang Berkualitas ... a. Konsep Kualitas Pembelajaran ... b. Indikator Kualitas Pembelajaran ... 5. Perkuliahan Strategi Pembelajaran ... a. Tujuan Perkuliahan Strategi Pembelajaran ... b. Ruang Lingkup Perkuliahan Strategi Pembelajaran ...
c. Karakteristik Materi Strategi Pembelajaran ... E. Studi Terhadap Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... A. Metode Penelitian ... B. Lokasi, Subyek Penelitian ... C. Teknik Pengumpulan Data ... D. Langkah-Langkah Penelitian ... E. Pengembangan Instrumen ... F. Analisis Data ... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Studi Awal (Pra-Survey) ... 1. Kondisi dan Situasi Empiris Pembelajaran Mata Kuliah SP …… 2. Intrepretasi Hasil Pra-Survey ……… B. Menentukan Model Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kualitas Proses
Perkuliahan SP ...
C. Penyusunan Desain Awal Model Pembelajaran “Active Learning” .. 1. Desain Awal Model Perencanaan Pembelajaran ……….. 2. Desain Awal Model Implementasi Pembelajaran ..……….. 3. Desain Awal Model Evaluasi Pembelajaran ……….. D. Hasil Uji Coba Terbatas ………..………... E. Perbaikan Model Pembelajaran ……….………. F. Hasil Uji Coba Lebih Luas ………...……… G. Perbaikan Model Pembelajaran ... H. Hasil Uji Validasi Model ... I. Pembahasan Hasil Penelitian ...
1. Model Pembelajaran “Active Learning” Dengan Metode
Kelompok ... 2. Efektivitas, Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran “Active
Learning dengan Metode Kelompok ...
77 82 85 93 93 103 104 104 106 110 110 110 111 111 114 114 118 123 129 135 138 141 141 141 163 166 168 169 172 174 175 191 193 217 224 255 255 268
(3)
xiii
3. Faktor yang Berpengaruh terhadap Keberhasilan Implementasi Pembelajaran “Active Learning” dengan Metode Kelompok ... BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ………...
A. Simpulan ... B. Dalil-Dalil Hasil Penelitian ... C. Rekomendasi ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ... RIWAYAT HIDUP ………..
276 300 300 312 314 319 326 471
(4)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 1. Peta Teoritik Pembelajaran ... Gambar 2. Lima Jenis Jaringan Komunikasi Kelompok ... Gambar 3. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan ... Gambar 4. Desain Penelitian untuk Uji Coba Lebih Luas dalam Proses
Pengembangan Model Pembelajaran. ... Gambar 5. Desain Penelitian Eksperimen dalam Uji Validasi Model
Pembelajaran yang Dikembangkan ... Gambar 6. Prosedur Model Pembelajaran ”Active Learning” Metode Klp... Gambar 7. Prosedur Model Pembelajaran ”Active Learning” Metode
Kelompok Hasil Uji Coba Terbatas ... Gambar 8. Grafik Perolehan Rata-rata Hasil Pre Test dan Post Test di Prodi
P. Matematika FMIPA UNY, P. Sejarah FISE UNY, dan PKn FKIP UPY ... Gambar 9. Prosedur Model Pembelajaran ”Active Learning” Metode
Kelompok Versi Terakhir Hasil Pengembangan ... Gambar 10. Perkembangan Model Implementasi Pembelajaran dari Draf
Awal sampai Versi Terkhir (Model Hipotetis)... Gambar 11. Grafik Peningkatan Rata-rata Hasil Belajar Uji Validasi Model
Pembelajaran di Perguruan Tinggi LPTK Negeri dan
Swasta... Gambar 12. Sintakmatik Model Pembelajaran ”Active Learning” Metode
Kelompok ... Gambar 13. Dampak Instruksional dan Pengiring Model Pembelajaran
“Active Learning” dengan Metode Kelompok ………. 26 63 117 131 133 171 193 217 220 223 251 302 303
(5)
xv
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 1. Jumlah Subyek Penelitian Berdasarkan Program Studi serta
Tahapan Penelitian dan Pengembangan. ... Tabel 2. Penggunaan Teknik Pengumpulan Data pada Penelitian dan
Pengembangan Model Pembelajaran. ... Tabel 3. Komponen dan Bobot Penilaian Perkuliahan Strategi Pembelajaran Tabel 4. Tanggapan Mahasiswa Terhadap Metode Pembelajaran yang
Digunakan Dosen dalam Perkuliahan ... Tabel 5. Tanggapan Mahasiswa Terhadap Media Pembelajaran yang
Digunakan Dosen dalam Perkuliahan ... Tabel 6. Cara Belajar di Kelas yang Lebih Disukai Mahasiswa ... Tabel 7. Kondisi Keaktifan Mahasiswa dalam Proses Interaksi Perkuliahan
Mata Kuliah Strategi Pembelajaran pada Empat LPTK di Yogya.... Tabel 8. Kategori Tingkat Minat Mahasiswa pada Mata Kuliah SP ... Tabel 9. Kategori Tingkat Kepercayaan Diri Mahasiswa ... Tabel 10. Pelaksanaan Uji Coba Terbatas di PGSD UNY ... Tabel 11. Pelaksanaan Uji Coba Lebih Luas di P. Matematika FMIPA UNY, P. Sejarah FISE UNY, dan PKn FKIP UPY ... Tabel 12. Rangkuman Deskripsi Data dan Hasil Uji Normalitas Data Pre Test
dan Post Test Uji Coba Lebih Luas di P. Matematika FMIPA UNY Tabel 13. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t, untuk Uji Signifikansi
Peningkatan Nilai Skor Post Test terhadap Nilai Skor Pre Test di P. Matematika FMIPA UNY ... Tabel 14. Rangkuman Deskripsi Data dan Hasil Uji Normalitas Data Pre Test
dan Post Test Uji Coba Lebih Luas di P. Sejarah FISE UNY ... Tabel 15. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t, untuk Uji Signifikansi
Peningkatan Nilai Skor Post Test terhadap Nilai Skor Pre Test di P. Sejarah FISE UNY ...
122 128 150 152 153 155 157 160 161 182 203 210 211 211 212
(6)
xvi
Tabel 16. Rangkuman Deskripsi Data dan Hasil Uji Normalitas Data Pre Test dan Post Test Uji Coba Lebih Luas di PKn UPY ... Tabel 17. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t, untuk Uji Signifikansi
Peningkatan Nilai Skor Post Test terhadap Nilai Skor Pre Test di PKn UPY ... Tabel 18. Pelaksanaan Uji Validasi Model Pembelajaran di TP FIP UNY ... Tabel 19. Rangkuman Deskripsi Data dan Hasil Perhitungan Uji-t, untuk Uji
Beda Peningkatan Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan
Kontrol di TP FIP UNY ... Tabel 20. Pelaksanaan Uji Validasi Model Pembelajaran di PBSI FKIP UAD Tabel 21. Rangkuman Deskripsi Data dan Hasil Perhitungan Uji-t, untuk Uji
Beda Peningkatan Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan
Kontrol di PBSI FKIP UAD ... 212
213 226
238 240
(7)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal LAMPIRAN I. KISI-KISI PENELITIAN DALAM STUDI
PENDAHULUAN, UJI COBA TERBATAS, UJI COBA LEBIH LUAS DAN UJI VALIDASI MODEL PEMBELAJARAN ... LAMPIRAN II. INSTRUMEN PRA-SURVEY ………
1. Angket untuk Dosen ………
2. Instrumen Observasi Aktivitas Dosen dan Mahasiswa dalam Proses Pembelajaran di Kelas ………. 3. Instrumen Observasi terhadap Kondisi Keaktifan Mahasiswa dalam Mengikuti Proses Perkuliahan (pada pra-survey, uji coba dan validasi model) ………...
4. Angket untuk Mahasiswa ……….
LAMPIRAN III. INSTRUMEN TES 1, TES 2, TES 3 ………..
LAMPIRAN IV. AKTIVITAS PERKULIAHAN DAN TANGGAPAN MAHASISWA TERHADAP MODEL
PEMBELAJARAN SELAMA INI DAN MODEL PEMBELAJARAN ”ACTIVE LEARNING” ………… 1. Aktivitas Dosen dan Mahasiswa dalam Proses Perkuliahan Strategi
Pembelajaran selama ini. ………... 2. Tanggapan Mahasiswa di PT LPTK terhadap Model Pembelajaran Strategi Pembelajaran yang digunakan selama ini. ………... 3. Tanggapan Mahasiswa TP FIP UNY Kelas Eksperimen terhadap Model Pembelajaran “Active Learning” Dengan Metode Kelompok... 4. Tanggapan Mahasiswa TP FIP UNY Kelas Kontrol Terhadap Model
Pembelajaran yang digunakan Dosen selama ini………... 5. Tanggapan Mahasiswa PBSI FKIP UAD Kelas Eksperimen terhadap
Model Pembelajaran “Active Learning” dengan Metode Kelompok.... 326 333 334 342 344 345 352 380 381 382 384 386 388
(8)
xviii
6. Tanggapan Mahasiswa PBSI FKIP UAD Kelas Kontrol terhadap Model Pembelajaran yang digunakan Dosen selama ini……… LAMPIRAN V. HASIL PENGOLAHAN STATISTIK ...
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Tes 1, Tes 2, dan Tes 3…… 2. Deskripsi data Pretes-Postes dan Uji Normalitas (Data Hasil Uji Coba
Model Lebih Luas dan Hasil Uji Validasi Model)………. 3. Uji Homogenitas dan Uji-t (Data Hasil Uji Coba Model Lebih Luas dan Hasil Uji Validasi Model……….
LAMPIRAN VI. IJIN PENELITIAN ... LAMPIRAN VII. CONTOH RUMUSAN MATERI UNTUK
MEMOTIVASI KEAKTIFAN MAHASISWA
DALAM PERKULIAHAN ... LAMPIRAN VIII. PERKEMBANGAN MODEL IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN “ACTIVE LEARNING” METODE KELOMPOK DARI DRAF AWAL SAMPAI VERSI TERKHIR (MODEL HIPOTETIS) DAN AKTIVITAS DOSEN & MAHASISWA DALAM IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN ... LAMPIRAN IX. RENCANA PELAKSANAAN PERKULIAHAN
MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN ”ACTIVE LEARNING DENGAN METODE KELOMPOK ...
LAMPIRAN X. SILABUS PERKULIAHAN STRATEGI
PEMBELAJARAN ... LAMPIRAN XI. MINAT BELAJAR DAN TINGKAT
KEPERCAYAAN DIRI MAHASISWA DI
PERGURUAN TINGGI LPTK ... 390 392 393
399
422
431
436
443
450
467
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tuntutan persaingan dan struktur ketenagakerjaan di era global, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memerlukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Kualitas yang dimaksud menurut Wagiran dan Fathudin (2006) adalah SDM yang mempunyai daya saing secara terbuka dengan negara lain, responsif, adaptif dan antisipatif terhadap berbagai perubahan dan kondisi baru, terbuka terhadap perubahan, mampu belajar bagaimana belajar (learning how to
learn), multi-skilling, mudah dilatih ulang, serta memiliki dasar-dasar kemampuan
yang luas, kuat, dan mendasar untuk berkembang di masa yang akan datang. Di dalam perubahan yang begitu cepat pada berbagai aspek kehidupan diperlukan seseorang yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam bekerja saja, namun juga memiliki daya saing terhadap berbagai perubahan, karena secara umum dunia kerja di masa datang akan ditandai oleh ketidakpastian, semakin cepat dan sering berubah, dan menuntut fleksibilitas yang lebih besar (Sukamto, 2001). Perubahan ini secara mendasar tidak hanya menuntut angkatan kerja yang memiliki kemampuan dasar yang semakin kuat, tetapi juga menuntut kemampuan mendemonstrasikan penguasaan kognitif yang lebih tinggi, disamping kemampuan memecahkan masalah dan ketrampilan sosial untuk berinteraksi dan bekerjasama.
(10)
Peningkatan kualitas pendidikan di setiap jenjang pendidikan merupakan langkah strategis yang perlu dilakukan, jika bangsa kita berkeinginan memenangkan kompetisi di berbagai bidang kehidupan di era global. Mengapa yang ditingkatkan kualitas pendidikan? Salah satu alasannya, pendidikan selalu berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia. Tilaar (Ghufron, 2006) mengatakan bahwa pendidikan sebagai bagian dari usaha untuk meningkatkan taraf kesejahteraan kehidupan manusia merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Pendidikan, dalam pengertiannya yang paling luas, memainkan peran yang semakin besar untuk mewujudkan perubahan mendasar dalam cara kita hidup dan bertindak. Menurut Morin (2005:9), “Pendidikan adalah kekuatan masa depan karena merupakan alat perubahan yang sangat ampuh.” Pendidikan mempunyai peranan yang sangat sentral dan strategis terutama berkenaan dengan upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia dan kemajuan suatu bangsa. Semakin tinggi kualitas pendidikan di suatu bangsa, semakin tinggi pula kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa tersebut. Dan ini akan berimbas pada kemajuan peradaban bangsa tersebut. Sebaliknya, rendahnya kualitas pendidikan akan berdampak pada rendahnya mutu SDM, yang pada gilirannya akan menghambat kemajuan peradaban bangsa tersebut.
Sejarah telah mencatat bahwa kejayaan dan kesejahteraan sebuah negara itu tidak bergantung kepada melimpahnya sumberdaya alam dan umur negara, akan tetapi bergantung kepada kualitas sumberdaya manusia yang berbudi luhur yang menguasai ilmu dan teknologi dan menerapkannya sesuai dengan
(11)
kepentingan masyarakat di sekelilingnya. Maka dari itu peranan pendidikan menjadi sangat sentral. Kualitas pendidikan juga akan melahirkan modal intelektual (intellectual capital) dan modal teknologi (technological capital) yang sangat diperlukan untuk membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based economy). Artinya “The Power of Education” menjadi motor penggerak meningkatkan daya saing bangsa. (Balitbang Diknas, 2007).
Dalam kondisi seperti ini, dunia pendidikan kita akan dihadapkan pada permasalahan yang semakin berat. Dikatakan semakin berat, karena sampai saat ini mutu pendidikan kita belum mampu mencapai standar yang diharapkan. Sementara pada sisi yang lain, pendidikan kita juga dihadapkan pada tuntutan pesatnya perkembangan zaman dan persaingan global yang semakin kompetitif.
Dalam rangka mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, pemerintah melalui Depdiknas telah menyusun rencana strategis pembangunan pendidikan jangka panjang menengah (2005-2009) dengan memfokuskan pada tiga pilar kebijakan pendidikan, yaitu: (1) pemerataan dan perluasan akses, (2) peningkatan mutu pendidikan, relevansi, dan daya saing, serta (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik.
Guna mensukseskan pembangunan pendidikan di atas, pemerintah Indonesia telah berupaya menyelenggarakan wajib belajar 9 tahun dan mengatur sistem pendidikan nasional agar mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Namun demikian, saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih belum dapat bersaing dengan negara lain, terlebih lagi pada saat ini Indonesia belum berhasil
(12)
sepenuhnya keluar dari krisis multidimensi. Padahal Indonesia dihadapkan pada era persaingan di lingkungan Asean Free Trade Area (AFTA) dan era General
Agreement on Trade in Services (GATS) oleh WTO tahun 2010. Semua ini hanya
bisa dicapai oleh kekuatan sumberdaya manusia yang mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara kualitas, mutu pendidikan kita memang masih tertinggal dengan negara-negara lain di Asia atau masih jauh tertinggal dengan negara-negara lain di dunia. Menurut data yang dipublikasikan oleh United National Development
Programme (UNDP), indeks kualitas SDM kita (Human Development Index)
berada pada peringkat 102 pada tahun 1996, menurun menjadi 105 pada tahun 1999, menurun lagi menjadi 109 pada tahun 2000, dan berada pada level 110 dari 174 negara pada tahun 2005. Sementara, jika dilihat dari laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation
Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada
Kamis (29/11/07) menunjukkan bahwa peringkat pendidikan Indonesia turun dari peringkat 58 menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Education development
index (EDI) Indonesia adalah 0.935, di bawah Malaysia (0.945) dan Brunei
Darussalam (0.965), dimana salah satu indikator pendidikan yang diukur menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan di Indonesia adalah 6,2 tahun.
Sementara, pada level pendidikan tinggi, kualitas pendidikan tinggi kita juga berada pada kualitas yang masih cukup memprihatinkan, jika dibandingkan dengan kualitas perguruan tinggi di Negara-negara Asia lainnya. Sebagai indikator, beberapa perguruan tinggi ternama di Indonesia seperti UGM berada
(13)
pada peringkat 74, ITB peringkat 78, sementara UI, UNDIP dan UNAIR masih berada pada peringkat di bawah 100 (Webometrics, September 2008).
Ditinjau dari segi angka pengangguran, banyaknya lulusan pendidikan tinggi justru meningkatkan jumlah pengangguran terdidik. Berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik (Kompas, 6 Pebruari 2008), Jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 183.629 orang pada tahun 2006 menjadi 409.890 orang pada tahun 2007. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III yang menganggur, berdasarkan pendataan tahun 2007 lebih dari 740.000 orang.
Mencermati meningkatnya jumlah pengangguran terdidik tersebut, Nugroho (2006) berpendapat bahwa lulusan perguruan tinggi justru berpotensi menjadi pengangguran kota. Pandangan ini didasarkan pada data Sakernas (2004) yang menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah pengangguran terdidik 73,2 % berasal dari lulusan D1 dan D2; 83,6 % berasal dari lulusan D3; dan 81,4 % berasal dari lulusan S1. Data ini menunjukkan betapa jauh kesenjangan antara harapan menjadi orang sukses dan kenyataan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh, ternyata lebih berpeluang besar untuk menjadi pengangguran. Selanjutnya data Sakernas (2004) juga menunjukkan bahwa hanya 5,1 % lulusan D1 dan D2 yang mampu membuka usaha mandiri, sementara lulusan D3 yang mampu membuka usaha mandiri 6,3 % dan S1 hanya 5,8 %. Sebagian besar lulusan akademi dan perguruan tinggi umumnya justru menjadi buruh atau karyawan.
(14)
Adanya kecenderungan yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah kecenderungannya untuk bekerja secara mandiri, dan adanya kecenderungan bahwa mereka yang menempuh pendidikan tinggi lebih memilih untuk bisa masuk menjadi karyawan di perusahaan besar, ketimbang menciptakan usaha baru, mengindikasikan bahwa proses pendidikan di pendidikan tinggi kita belum mampu mencetak sumber daya manusia yang mandiri, kreatif, produktif dan memiliki daya saing yang tinggi. Fakta ini tentunya semakin memperkuat masih rendahnya mutu pendidikan tinggi yang ada di negara kita.
Berangkat dari permasalahan di atas, berbagai upaya dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan mesti terus dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh, termasuk salah satunya adalah mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi. Peningkatan mutu tersebut mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, meliputi aspek, kecerdasan, moral (budi pekerti), perilaku, keagamaan, kesehatan, ketrampilan dan seni. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan dalam UU sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003, bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara,
(UU Sisdiknas no. 20/2003, Pasal 1 ayat 1).
Dalam konteks globalisasi, pendidikan tinggi memainkan peran sentral dalam membangun masyarakat berpengetahuan. Pendidikan tinggi mampu
(15)
mendorong munculnya lapisan kelas menengah terdidik dan kaum profesional yang menjadi kekuatan penentu kemajuan ekonomi. Mereka merupakan elemen pokok dalam menyokong ekonomi berbasis pengetahuan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan tinggi menjadi semakin urgen dalam rangka membangun kekuatan perekonomian dan daya saing bangsa.
Ditinjau dari segi tujuan, tujuan pendidikan secara umum adalah mendidik peserta didik mampu berpikir dan menyelesaikan masalah dengan memberikan pengalaman belajar berpikir rasional, kritis dan abstrak, di samping perolehan ilmu pengetahuan, (Dwiyogo, 2000). Sementara, tujuan utama pendidikan tinggi adalah; (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berakhlak mulia, berkemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian. (2) Mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Sejalan dengan tujuan di atas, Semiawan (1999) merekomendasikan agar pendidikan tinggi memfokuskan pada pengembangan kemampuan manusia berkualitas tinggi yang mampu mandiri dan bertahan dalam gejolak dunia, menghasilkan pembelajar yang kritis, pengamat yang berani memiliki pendapat yang benar yang original walaupun mungkin berbeda, serta memiliki minat dan motivasi belajar tinggi. Untuk itu, proses pembelajaran di Pendidikan Tinggi diharapkan dapat menciptakan lifelong learners (manusia yang terus belajar
(16)
sepanjang hayat), memberikan pondasi yang kuat dalam berpikir kritis dan logis, belajar tentang bagaimana caranya belajar, serta membantu menciptakan sumber daya manusia yang mampu terus berkembang dalam karir dan kehidupan mereka. Kondisi ini hanya akan bisa dicapai jika proses pembelajaran di pendidikan tinggi mampu mendorong keingin-tahuan (curiosity) mahasiswa dan mendudukkan mahasiswa sebagai subjek didik yang berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Ditinjau dari segi kebijakan, sesungguhnya telah banyak upaya yang dilakukan pemerintah maupun lembaga pendidikan tinggi dalam rangka peningkatan mutu dan daya saing lulusan pendidikan tinggi, baik berupa regulasi maupun langkah-langkah kebijakan praksis lainnya. Dari segi kebijakan regulasi misalnya dengan ditetapkannya UU no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Sedangkan dari segi kebijakan praksis antara lain, yaitu: revisi kurikulum secara berkesinambungan, akreditasi program studi secara berkala, sertifikasi dosen, peningkatan kualifikasi dosen (minimal berkualifikasi S2 untuk program S1), penerapan ISO 9001 secara bertahap, pemanfaatan ICT dalam penyelenggaraan pendidikan dan perkuliahan, peningkatan mutu proses perkuliahan, peningkatan sarana prasarana pendidikan, peningkatan publikasi ilmiah, dan peningkatan peran pendidikan tinggi dalam tri dharma pendidikan tinggi. Namun demikian, berbagai upaya di atas dalam implementasinya belum mampu mencapai standar mutu sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu masih diperlukan berbagai upaya yang kreatif, sungguh-sungguh dan terus-menerus guna meningkatkan mutu dan daya saing lulusan pendidikan tinggi di Indonesia.
(17)
Secara konseptual, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Salah satu faktor tersebut diantaranya adalah faktor mutu pembelajaran. Berbicara tentang mutu pembelajaran biasanya selalu dilihat dari mutu hasil belajar. Sementara, mutu hasil belajar sangat berkaitan erat dengan mutu proses pembelajaran. Ada asumsi yang mengatakan bahwa hasil belajar yang bermutu hanya mungkin bisa dicapai melalui proses pembelajaran yang bermutu pula. Hal ini sangat beralasan, karena jika proses pembelajaran tidak optimal, sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Karena itu pokok permasalahan mutu hasil belajar lebih terletak pada masalah proses pelaksanaan pembelajaran atau proses kegiatan pendidikan.
Saylor & Alexander (Hamalik, 2006), menyatakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi dari rencana kurikulum. Pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan kurikulum. Pembelajaran sebagai implementasi kurikulum tertulis merupakan inti dan jiwa pendidikan. Hal ini sesuai dengan pandangan AECT dan Saettler (Seels dan Richey, 1994) yang mengatakan bahwa….”instruction is considered by many as a part of
education…”. Sementara, Admoko (2008), menyatakan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung sehari-hari antara dosen dan mahasiswa merupakan ujung tombak sistem pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Sebagai inti dan jiwa pendidikan serta ujung tombak dalam mencapai
tujuan pendidikan, pantaslah jika pembelajaran sering menjadi perbincangan dan menjadi objek pembahasan. Banyak pakar pendidikan yang telah menulis tentang
(18)
pembelajaran seperti Dunkin & Binddle (1974), Chauhan (1979), Entwistle (1981), Orlich, et al (1985), Cooper (1990), Petty (1994), Nathan (1995), dan Joyce & Weil (1996). Walaupun telah banyak dibahas, namun pembelajaran tetap menarik untuk dikaji terus. Kenyataan menunjukkan bahwa jika ada keinginan meningkatkan kualitas pendidikan, maka kurikulum dan pembelajaran senantiasa dijadikan prioritas utama dan titik masuk. Dengan kurikulum dan proses pembelajaran yang bermutu diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas lulusan yang dihasilkan, dimana kualitas lulusan merupakan indikator utama mutu pendidikan.
Pembelajaran merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai adanya keseimbangan antara kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik. Peristiwa pembelajaran terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru/dosen. Tugas utama guru/dosen adalah membelajarkan peserta didik, yaitu mengkondisikan peserta didik agar belajar aktif, sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan peserta didik untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru/dosen seyogianya mengetahui bagaimana cara peserta didik belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, guru/dosen perlu mengetahui berbagai model belajar yang membahas bagaimana cara peserta didik belajar, dan menguasai
(19)
berbagai model pembelajaran yang membahas tentang bagaimana cara membelajarkan peserta didik dengan berbagai variasinya, sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. (Suherman, 2008)
Berdasarkan hasil evaluasi Balitbang Diknas pada tahun 2007, secara mikro dalam pembelajaran di perguruan tinggi sudah banyak berubah pada tataran kurikulum, misalnya pada jumlah dan ragam mata kuliah, besarnya satuan kredit semester, susunan mata kuliah, nama dan kode mata ajaran, sarana pembelajaran serta arah dan tujuan pendidikan. Namun demikian, dalam bentuk pembelajaran, macam tugas, cara penilaian dan paradigma pendidikan masih belum banyak berubah, (Balitbang Diknas, 2007).
Bentuk pembelajaran di perguruan tinggi masih cenderung dominan menggunakan strategi pembelajaran exposition atau ekspositori. Dalam strategi pembelajaran exposition bahan pelajaran disajikan kepada peserta didik dalam bentuk jadi dan peserta didik dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Dari segi guru, strategi ini sering disebut sebagai strategi ekspositori karena guru/dosen cenderung berfungsi sebagai penyampai pesan atau informasi belajar, (Sanjaya, 2007). Pada strategi pembelajaran exposition atau ekspositori ini, mahasiswa cenderung hanya dipandang sebagai obyek didik yang bersifat pasif. Posisi mahasiswa dalam empat kutup belajar yang dikembangkan Ausubel dan Robinson (1968) berada dalam kutub Reception Learning. Dalam Reception Learning peran mahasiswa relatif pasif, ia lebih banyak menerima bahan yang diberikan dosen
(20)
melalui ceramah dan demonstrasi yang mungkin dilengkapi dengan peragaan, (Sukmadinata, 2007).
Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut. Menurut Dimyati (2001), pembelajaran mahasiswa di Indonesia kurang menonjolkan kemampuan 3m (membaca, menulis, memikir), o (observasi), dan 3e2t (ekspresi estetis, etis, epistemis, teknologis, teologis). Semiawan (1999) menyatakan bahwa telah terjadi formalisasi proses pembelajaran di perguruan tinggi. Dosen menjadi aktor utama di kelasnya yang memiliki fungsi terutama menyajikan, menjelaskan, menganalisis dan mempertanggungjawabkan “body of
material” kuliah. Mahasiswa mengikuti secara pasif dan menghafalkan bahan
kuliah untuk direproduksi saat ujian.
Bentuk komunikasi searah yang berlangsung dalam proses perkuliahan di perguruan tinggi berdampak pada rendahnya inisiatif mahasiswa untuk berpartisipasi langsung dalam proses perkuliahan. Ketika dosen selesai menjelaskan suatu topik, biasanya dosen bertanya; “Apakah ada pertanyaan?” Tanpa diberi komando biasanya sebagian besar mahasiswa akan “terdiam”, hanya beberapa mahasiswa yang mampu dan aktif bertanya. Kemudian dosen melanjutkan pertanyaannya; “Apakah kalian sudah jelas dengan apa yang kita bicarakan?” Biasanya secara umum mahasiswa saling tengok kanan-kiri sebagai bukti kebingungan atas pertanyaan dosen tersebut dan juga sebagai bukti bahwa sebenarnya mahasiswa belum begitu jelas dengan apa yang telah dibicarakan. Hal ini sebagai sebuah ironi, sebab ketika seorang mahasiswa belum begitu jelas dengan apa yang dibicarakan dalam kelas mestinya segera mengajukan
(21)
pertanyaan kepada dosen, namun kenyataannya ketika diberi kesempatan untuk bertanya, hampir tidak ada satupun mahasiswa yang mampu mengajukan pertanyaan.
Ini semua merupakan gambaran keseharian interaksi pembelajaran di ruang-ruang perkuliahan kita. Mahasiswa secara umum cukup pasif tidak ada inisiatif untuk berpartisipasi dalam proses perkuliahan, kurang adanya kondisi yang memungkinkan mahasiswa membangun sendiri pengetahuannya. Keberanian mahasiswa untuk bertanya, mengajukan pendapat, berdiskusi sepertinya telah ‘terpasung’ oleh tradisi dosen yang mendominasi perkuliahan. Parahnya tradisi komunikasi pembelajaran searah ini telah terjadi sejak peserta didik duduk di bangku sekolah dasar sampai di perguruan tinggi.
Hasil penelitian Purwanto (Atmoko, 2008) menunjukkan bahwa iklim perkuliahan di kampus yang bersifat kaku-hirarkis atau searah cenderung berpengaruh pada emosi dan perilaku mahasiswa yang tidak kondusif dalam mengikuti perkuliahan. Dalam iklim tersebut terdapat dua jenis emosi dan perilaku mahasiswa. Pertama, mahasiswa yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan iklim perkuliahan sehingga mengembangkan emosi negatif (bosan, tertekan, jengkel, marah) dan perilaku menghindar dari tugas-tugas kuliah
(off-task behavior). Selanjutnya, mahasiswa mengembangkan kepribadian (ke”aku”an)
yang justru sebagai “bukan mahasiswa”, walaupun sehari-hari mereka pergi ke kampus, di sisi lain “aku mahasiswa” justru terus munyusut (mengecil, bahkan hampir mati) sehingga tidak lagi menggerakkan perilaku belajar yang semestinya dilakukan warga perguruan tinggi. Kedua, adalah mahasiswa yang mampu
(22)
“menyesuaikan” diri dengan iklim tersebut dengan orientasi hanya lulus kuliah. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada dosen yang memposisikan mahasiswa sebagai objek didik (menganggab mahasiswa sebagai botol kosong yang siap diisi) perlu segera ditinggalkan dan diubah ke arah pendekatan yang berpusat pada mahasiswa, yaitu pendekatan pembelajaran yang memposisikan mahasiswa sebagai subyek didik yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran, baik secara fisik, mental, maupun emosinya.
Meskipun telah disadari bahwa mahasiswa akan mendapatkan banyak manfaat dari diskusi yang mengaktifkan mereka, namun dalam kenyataannya belum banyak dosen yang melakukannya. Strategi yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan mahasiswa adalah melibatkan mereka dalam diskusi dengan seluruh kelas. Strategi ini dalam realitasnya tidak terlalu efektif untuk melibatkan partisipasi seluruh mahasiswa dalam interaksi perkuliahan, meskipun dosen sudah berusaha dan mendorong mereka sedemikian rupa. Biasanya, arena kelas hanya didominasi segelintir orang dan kebanyakan mahasiswa terpaku sebagai penonton. Hasil penelitian Karp & Yoel (1988) dalam Lie (1999:6) pada perkuliahan perguruan tinggi menunjukkan bahwa:
Dalam kelas dengan mahasiswa yang berjumlah kurang dari 40, hanya empat sampai lima mahasiswa saja yang menggunakan 75% dari waktu interaksi yang disediakan. Dalam kelas yang berisi lebih 40 mahasiswa, hanya dua sampai tiga yang mendominasi separuh dari interaksi kelas. Rendahnya motivasi belajar dan kemampuan mahasiswa untuk bertanya, mengajukan pendapat, dan berdiskusi di dalam kelas perlu segera dicarikan solusinya agar proses pembelajaran lebih bermakna bagi mahasiswa dan pada akhirnya mampu mendongkrak mutu perkuliahan.
(23)
Strategi pembelajaran merupakan salah satu mata kuliah di Perguruan Tinggi LPTK yang bertujuan untuk membentuk keahlian dan ketrampilan mengajar bagi para calon pendidik dan calon tenaga ahli dalam bidang pendidikan. Secara umum, tujuan perkuliahan Strategi Pembelajaran adalah memberikan kompetensi mahasiswa calon pendidik dan calon tenaga ahli pendidikan untuk mengkreasi dan melaksanakan pembelajaran yang efektif dan berkualitas. Dengan demikian, keberadaan mata kuliah strategi pembelajaran di Perguruan Tinggi LPTK adalah sangat urgen dalam pembentukan profesionalisme calon pendidik dan calon tenaga ahli bidang pendidikan. Urgensi Strategi Pembelajaran di LPTK dipertegas oleh Brand pada bukunya Education Leadership, 1993 (Mulyasa, 2008) yang menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan penerapan metode pembelajaran, semuanya bergantung kepada kemampuan guru, terutama dalam hal penguasaan materi dan
strategi pembelajaran. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta
tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh, segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
Secara konseptual, strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam proses pembelajaran, di samping komponen lain seperti tujuan, materi, media, dan evaluasi. Kemampuan guru dalam memilih dan menetapkan strategi pembelajaran pada suatu proses pembelajaran, akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses dan hasil pembelajaran tersebut. Karena keberadaannya yang cukup penting tersebut, secara umum program studi di lingkungan LPTK menyelenggarakan perkuliahan Strategi Pembelajaran ini.
(24)
Sebagai salah mata kuliah pembentuk profesionalisme calon pendidik dan tenaga ahli pendidikan dalam bidang pembelajaran, sudah seharusnya proses pelaksanaan perkuliahan strategi pembelajaran ini dapat berjalan secara berkualitas. Dengan proses perkuliahan Strategi Pembelajaran yang berkualitas, diharapkan mampu menghasilkan para calon pendidik yang memiliki keahlian dan ketrampilan yang cukup tinggi dalam bidang pembelajaran, yang pada akhirnya diharapkan dapat menjadi guru yang profesional.
Namun sayang, pada realitasnya proses pelaksanaan perkuliahan strategi pembelajaran di lapangan ternyata masih belum dapat berjalan secara optimal sesuai dengan yang diharapkan. Proses perkuliahan strategi pembelajaran di perguruan tinggi LPTK, menurut hasil observasi penulis, secara umum belum mampu meningkatkan keterlibatan aktif mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran seperti yang terjadi pada proses pembelajaran di perguruan tinggi pada umumnya, sebagaimana telah diuraikan di depan. Hasil wawancara penulis dengan beberapa mahasiswa yang pernah menempuh mata kuliah strategi pembelajaran di empat Perguruan Tinggi LPTK di Yogyakarta menunjukkan bahwa secara umum tingkat pemahaman/penguasaan mahasiswa terhadap materi perkuliahan strategi pembelajaran tergolong masih cukup rendah. Ketika penulis bertanya tentang beberapa model atau metode pembelajaran yang pernah mereka pelajari, secara umum mereka tidak dapat menjawabnya dengan baik dan jelas. Fakta tersebut diperkuat dengan hasil tes yang diberikan penulis kepada 60 mahasiswa yang telah menempuh perkuliahan Strategi Pembelajaran di Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas PGRI Yogyakarta, dan Universitas
(25)
Ahmad Dahlan Yogyakarta yang juga menunjukkan bahwa tingkat penguasaan mahasiswa terhadap materi Strategi Pembelajaran masih cukup rendah. Dari 60 mahasiswa yang diberi tes objektif yang telah terstandar, 12 orang mendapat nilai C, 26 orang mendapat nilai C+, 12 orang mendapat nilai B-, dan 10 orang mendapat nilai B. Fakta tentang masih belum optimalnya proses pembelajaran Strategi pembelajaran di LPTK juga diperkuat dengan hasil kajian mulyasa (2008) terhadap hasil-hasil penelitian terhulu yang menunjukkan bahwa, sedikitnya terdapat tujuh indikator yang mengindikasikan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar, yang salah satunya yaitu rendahnya pemahaman guru tentang strategi pembelajaran.
Ada banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya kualitas proses perkuliahan Strategi Pembelajaran dilihat dari segi keaktifan mahasiswa selama ini, salah satunya adalah penggunaan pendekatan pembelajaran yang cenderung masih berpusat pada dosen. Dominasi dosen dalam proses perkuliahan Strategi Pembelajaran masih cukup tinggi. Dosen cenderung masih dominan menggunakan metode ekspositori dalam proses perkuliahan, dibanding metode lainnya. Perkuliahan Strategi Pembelajaran masih dirasakan mahasiswa sebagai aktifitas yang rutin, statis, monoton, dan cenderung membosankan. Akibatnya, mahasiswa tidak terbiasa dan tidak termotivasi untuk terlibat aktif dalam proses perkuliahan Strategi Pembelajaran. Konskuensi dari proses perkuliahan demikian adalah, tidak terjadinya proses belajar yang sesungguhnya pada diri mahasiswa secara optimal.
(26)
Ada banyak model pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dalam perkuliahan Strategi Pembelajaran, misalnya model-model pengajaran yang disampaikan oleh Joyce & Weil (2000), yang dikelompokkannya kedalam empat kategori model pembelajaran sebagai berikut: pertama, kelompok model pengolahan informasi (the information processing family) yang mencakup model: pencapaian konsep, berpikir induktif, latihan penelitian, “advance organizers”, memorisasi, pengembangan intelek, dan model penelitian ilmiah; kedua, kelompok model personal (the personal family) yang mencakup model: pengarahan tanpa arahan, sinektiks, latihan kesadaran, dan model pertemuan kelas; ketiga, kelompok model sosial (the social family) yang mencakup model: investigasi kelompok, bermain peran, penelitian yurisprudensial, laboratoris, dan model penelitian ilmu sosial; keempat, kelompok model sistem perilaku (the
behavioral system family) yang mencakup model: belajar tuntas, pembelajaran
langsung, belajar kontrol diri, latihan pengembangan ketrampilan dan konsep, dan model latihan asertif.
Meskipun model-model pembelajaran cukup banyak, namun karena kurangnya motivasi dosen untuk mencoba model pembelajaran baru, menjadikan mereka tidak mengetahui efektivitas, kelebihan, dan kelemahan model pembelajaran lain, selain model yang sering digunakan secara rutin. Adanya asumsi bahwa implementasi model pembelajaran baru akan membawa kesulitan dan menemui banyak kendala juga ikut andil terhadap rendahnya motivasi dosen untuk mengembangkan model pembelajaran strategi pembelajaran selama ini.
(27)
Berbagai upaya untuk mengeliminasi persoalan yang berkaitan dengan kualitas proses pembelajaran di perguruan tinggi pada umumnya dan kualitas proses perkuliahan Strategi Pembelajaran pada khususnya perlu terus-menerus dilakukan. Atas dasar itulah, maka dipandang perlu untuk mengadakan pembaharuan terhadap proses perkuliahan di pendidikan tinggi, khususnya dalam konteks ini adalah pada mata kuliah strategi pembelajaran guna meningkatkan kualitas proses dan outputnya, melalui pengembangan model pembelajaran yang relevan.
Dari segi karakteristik peserta didik, pembelajaran di Perguruan Tinggi pada dasarnya adalah pembelajaran untuk orang dewasa yang menuntut dosen menciptakan terjadinya suasana pembelajaran aktif. Dikatakan pembelajaran untuk orang dewasa karena peserta didik dalam pembelajaran di perguruan tinggi secara umum berada pada usia 18 sampai dengan 25 tahun. Dalam usia tersebut dilihat dari dimensi psikologis berada pada fase dewasa awal (Kamil, 2007), yang mana pada fase tersebut secara umum mahasiswa telah memiliki kesiapan belajar, pengalaman belajar, kemampuan mengarahkan diri, konsep diri dan orientasi belajar. Dengan pengalaman dan kesiapan belajar yang telah dimilikinya, mahasiswa akan dapat berperan menjadi sumber dan bahan belajar yang kaya, terutama untuk mendukung terjadinya proses belajar kelompok (Kamil, 2007). Dengan pengalaman dan kesiapan belajarnya pula, mahasiswa akan lebih tertantang belajarnya, jika dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan karakteristik mahasiswa tersebut, maka proses pembelajaran di Perguruan Tinggi akan lebih optimal, manakala lebih menempatkan atau
(28)
memposisikan mahasiswa sebagai subyek didik yang mampu berperan aktif, baik secara fisik maupun mental, dalam proses interaksi pembelajaran melalui beragam aktivitas belajar. Dengan kata lain, proses pembelajaran di perguruan tinggi akan efektif manakala dosen mampu menciptakan terjadinya suasana pembelajaran aktif. Suasana pembelajaran demikian, menurut Abidin (2005), akan dapat terwujud manakala proses pembelajaran di Perguruan Tinggi diwarnai dengan suasana belajar yang kolaboratif/kooperatif, bebas dan kreatif, menyenangkan, interaktif-partisipatif, serta mampu mendorong keterlibatan fisik dan mental mahasiswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka model pembelajaran aktif dengan metode kelompok dapat dipandang sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang cukup penting untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di Perguruan Tinggi, terutama dari segi keaktifan mahasiswa. Mengapa demikian? Karena model pembelajaran aktif dengan metode kelompok merupakan model pembelajaran yang lebih mendorong dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa baik secara fisik maupun mental untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang demikian juga sangat cocok dengan karakteristik materi perkuliahan teori strategi pembelajaran yang mengandung konsep-konsep, prosedur, dan fakta tentang pendekatan dan model pembelajaran. Melalui proses eksplorasi kelompok, proses diskusi, proses peer teaching, maupun proses team teaching yang dibimbing dan diarahkan oleh dosen, penggunaan model pembelajaran aktif dengan metode kelompok akan lebih memungkinkan mahasiswa untuk belajar secara aktif melalui kerjasama kelompok
(29)
dan berinteraksi dengan beragam sumber belajar yang lebih kaya. Iklim pembelajaran aktif metode kelompok yang demikian, jika dapat dikelola dan kembangkan dengan baik oleh dosen, tentunya akan mampu meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, ketrampilan bekerjasama (ketrampilan sosial), tanggung jawab, motivasi, dan ketrampilan belajar, serta kompetensi akademik mahasiswa. Dengan demikian, upaya pengembangan model pembelajaran aktif dengan metode kelompok menjadi urgen untuk mewujudkan terlaksananya proses pembelajaran yang berkualitas di Perguruan Tinggi.
B. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini bertitik tolak dari permasalahan kualitas proses pembelajaran di Perguruan Tinggi yang dirasakan masih relatif cukup rendah. Salah satu masalah yang masih aktual ditemui dalam kegiatan pembelajaran di pendidikan tinggi pada umumnya dan dalam kegiatan pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran khususnya di LPTK adalah masalah penggunaan model pembelajaran yang kurang optimal atau kurang mampu untuk meningkatkan partisipasi aktif, kepercayaan diri, harga diri, motivasi belajar, kesadaran, tanggung jawab, dan kemampuan belajar setiap mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran.
Hasil analisis data angket yang disebarkan kepada 312 mahasiswa di empat Perguruan Tinggi LPTK Yogyakarta menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang digunakan dosen dalam perkuliahan Strategi Pembelajaran selama ini menurut 39% mahasiswa cukup membosankan dan kurang menarik,
(30)
menurut 52% mahasiswa cukup menarik, menurut 2% mahasiswa menegangkan, dan hanya 7% mahasiswa yang menyatakan sangat menarik. Menurut tanggapan mahasiswa, secara umum model pembelajaran yang digunakan dosen Strategi Pembelajaran selama ini adalah baru berkemampuan 51% - 69% dalam menarik perhatian mahasiswa, meningkatkan motivasi membaca dari banyak sumber, meningkatkan penguasaan materi, membangkitkan keinginan belajar dari orang lain, meningkatkan keberanian bertanya dan berpendapat, membangkitkan keberanian tampil atau mensdemonstrasikan kemampuan dihadapan orang lain, meningkatkan rasa percaya diri mahasiswa, meningkatkan jumlah mahasiswa yang aktif mengajukan pertanyaan atau pendapat, dan meningkatkan tanggung jawab belajar setiap mahasiswa dalam proses penyelesaian tugas kelompok.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas proses pembelajaran tersebut menurut Semiawan (1999) adalah pelaksanaan proses pembelajaran di perguruan tinggi yang cenderung lebih bersifat formalistik. Dalam kelas yang formalistik, dosen menjadi aktor utama di kelasnya yang memiliki fungsi terutama menyajikan, menjelaskan, menganalisis dan mempertanggungjawabkan “body of material” kuliah. Sementara, mahasiswa lebih bersifat pasif atau lebih banyak duduk mendengarkan, mencatat dan menghafalkan bahan kuliah yang disampaikan oleh dosen untuk diproduksi ulang saat ujian semester (Semiawan, 1999). Dengan kondisi proses perkuliahan demikian, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan perkuliahan yang dilaksanakan di perguruan tinggi sampai saat ini baru terbatas mampu membuat kepuasan mahasiswa terhadap nilai atau kelulusan mata
(31)
kuliah saja, dan belum mampu untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa sesuai dengan apa yang diharapkan.
Pembelajaran yang berkualitas dan efektif pada hakekatnya berhubungan dengan pencapaian hasil belajar yang perlu dikuasai oleh peserta belajar dari sejumlah bahan belajar yang telah ditetapkan, melalui proses pembelajaran yang dirancang oleh pengembang program, (Abdulhak, 2001). Dengan demikian, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di Perguruan Tinggi diperlukan upaya perbaikan dan pembaharuan proses pembelajaran secara terus menerus ke arah yang lebih baik, berkualitas dan bermakna.
Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan peserta didik, antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, dan antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berhasil tidaknya suatu interaksi proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari dosen sendiri, mahasiswa, fasilitas penunjang, lingkungan, maupun suasana proses interaksi/komunikasi pembelajaran tersebut.
Suatu proses pembelajaran di ruang perkuliahan yang penting bukan saja materi yang diajarkan atau pun siapa yang mengajarkan, melainkan juga bagaimana materi tersebut diajarkan dan bagaimana mahasiswa belajar, (Muhtadi, 2005). Bagaimana materi diajarkan mengacu pada kemampuan dosen dalam menciptakan iklim kelas (Classroom Climate), interaksi pembelajaran atau komunikasi pembelajaran yang kondusif untuk menumbuhkan perilaku belajar
(32)
seluruh mahasiswa. Sedang, bagaimana mahasiswa belajar mengacu pada bagaimana perilaku mahasiswa dalam interaksinya dengan lingkungan belajar.
Menurut Muhtadi & Wahyono (2005), kualitas proses pembelajaran di Perguruan Tinggi akan semakin meningkat, jika antusiasme belajar mahasiswa juga meningkat, yang ditandai oleh peningkatan rasa keingintahuan (curiousity), tingginya motivasi (untuk bertanya, mengemukakan pendapat/gagasan, menyimak, menulis dan mengolah informasi pembelajaran), rajin menyusun makalah, dan senantiasa sensitif terhadap isu-isu pengetahuan mutakhir. Kualitas proses pembelajaran seperti itu akan tercipta jika ditunjang oleh berkembangnya kesadaran mahasiswa akan pentingnya aktivitas belajar dalam memanfaatkan sumber-sumber belajar, seperti mengunjungi perpustakaan, mengikuti diskusi dalam forum akademik, dan rajin mengakses informasi pengetahuan dalam jaringan media on line.
Dalam realitasnya, antusiasme belajar atau pun kesadaran mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran di kelas, jarang sekali yang tumbuh begitu saja dari dalam diri mereka, tetapi pada umumnya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (kondisi lingkungan belajar) yang diciptakan oleh dosen. Oleh karena itu, pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya yang sistematis dan disengaja untuk menciptakan situasi yang memungkinkan peserta didik dengan sadar dan suka rela melakukan kegiatan belajar. Mulyasa (2005) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru/dosen dalam menumbuhkan dan menciptakan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Sementara,
(33)
menurut Sukmadinata (2004:151) agar tercipta pembelajaran yang efektif, perlu digunakan pendekatan, model atau metode pembelajaran yang tepat. Pemilihan pendekatan, model atau metode pembelajaran tersebut hendaknya di dasarkan atas pertimbangan antara lain: tujuan pembelajaran, karakteristik mata pelajaran, kemampuan dan tahap perkembangan siswa, serta kemampuan guru/dosen.
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran di Pendidikan Tinggi. Dengan pendekatan sistem, berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut dapat diidentifikasikan dan dikelompokkan ke dalam komponen “input, process, dan output atau pun
outcomes (Sukmadinata, 2005). Pertama, komponen input atau masukan,
mencakup masukan bahan mentah (raw material input), masukan sarana (instrumental input), dan masukan lingkungan (environmental input). Masukan bahan mentah yaitu mahasiswa; masukan sarana antara lain yaitu kurikulum, dosen, fasilitas, media, biaya, dan pengelolaan pendidikan; masukan lingkungan antara lain yaitu lingkungan sosial budaya (sekolah, keluarga, masyarakat), kebijakan-kebijakan pendidikan, dan tingkatan wilayah. Kedua, komponen proses mencakup serangkaian upaya yang disengaja dan sistematis untuk menciptakan interaksi aktif antara pendidik, mahasiswa, kurikulum, strategi pembelajaran, fasilitas dan lingkungan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dan ketiga, komponen keluaran (output) yaitu perubahan tingkah laku mahasiswa selama dan setelah mengikuti perkuliahan; sedang dampak (outcomes) yaitu manfaat yang diperoleh lulusan dan masyarakat.
(34)
Berbagai komponen sistem pembelajaran yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar 1 sebagai berikut ini:
Mencermati sistem pembelajaran di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya pembelajaran merupakan proses interaksi yang melibatkan berbagai komponen yang kompleks dan luas, sehingga untuk memahami interaksi dari kesemua komponen tersebut diperlukan sumber daya manusia, biaya maupun waktu yang sangat besar.
Lingkungan
o Sosial Budaya
(sekolah, keluarga, masyarakat)
o Alam o Dsb.
Kurikulum: oTujuan oMateri oMetode oPenilaian odsb Tenaga Kependidikan
o Dosen o Pengelola o Pembina o Pustakawan o dsb
Fasilitas: oKelas oICT oPerpustak aan oLaborator ium, dsb Media:
o Papan
tulis
o LCD o OHP o Modul o dsb
Biaya:
o Operasional o Pembangunan o dsb
Pengelolaan:
o Perencanaan o Pengorgani
sasian
o Pembinaan o Pengontrolan o dsb
Kemampuan Dasar Kemampuan Belajar Motivasi Belajar Bakat Minat Dsb. Masukan Mentah (Raw Material) Mahasiswa Masukan Sarana (Instrumental Input) Proses Pembelajaran (Instructional Process) Keluaran (Output) Hasil Belajar Dampak (Outcomes) Manfaat Belajar Masukan Lingkungan (Enviromental Input) Kebijakan
o Per-UU-an o Peraturan o Program o Dsb.
Wilayah
o Lokal o Regional o Nasional o Internasional
Gambar 1: Peta Teoritik Pembelajaran (Diadopsi dari Sukmadinata, 2003)
(35)
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirumuskan dengan mengacu pada masalah yang berkenaan dengan pengembangan model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di Perguruan Tinggi khususnya pada mata kuliah strategi pembelajaran yang bersifat teoritis. Untuk itu, masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan pokok yaitu: “model pembelajaran yang bagaimana yang mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran, dari sisi keaktifan mahasiswa?”
Dari pertanyaan tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan yang lebih spesifik sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi dan situasi empiris pembelajaran mata kuliah Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi LPTK saat ini?
a. Bagaimana persepsi dosen terhadap pengajaran Strategi Pembelajaran? b. Bagaimana aktualisasi diri dosen dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran Strategi Pembelajaran?
c. Bagaimana perencanan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran?
d. Bagaimana minat mahasiswa pada mata kuliah Strategi Pembelajaran? e. Bagaimana kondisi tingkat kepercayaan diri mahasiswa?
f. Bagaimana aktivitas mahasiswa dalam proses interaksi perkuliahan mata kuliah strategi pembelajaran?
g. Bagaimana ketersediaan dan pemanfaatan sarana dan fasilitas lingkungan belajar di Perguruan Tinggi LPTK selama ini?
(36)
2. Desain model pembelajaran bagaimana yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran dilihat dari sisi keaktifan mahasiswa?
a. Bagaimanakah desain model perencanaan pembelajarannya? b. Bagaimana desain model implementasi pembelajarannya? c. Bagaimana desain model evaluasi pembelajarannya?
3. Bagaimana efektivitas, kelebihan dan kelemahan model pembelajaran yang dihasilkan?
a. Bagaimana efektifitas model pembelajaran yang dihasilkan dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dilihat dari keaktifan mahasiswa dan kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi perkuliahan Strategi Pembelajaran?
b. Apa kelebihan model pembelajaran yang dihasilkan dibandingkan dengan model pembelajaran yang biasa dilakukan dosen selama ini ?
c. Apa kelemahan model pembelajaran yang dihasilkan?
C. ASUMSI
Penelitian ini dibangun atas dasar asumsi sebagai berikut:
1. Kurikulum dan pembelajaran memiliki peranan yang sangat sentral dalam pengembangan dan penyelenggaraan pendidikan.
2. Peningkatan mutu pendidikan tinggi salah satunya dapat lakukan melalui pengembangan kurikulum dan pembelajaran yang berkualitas.
(37)
3. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di Perguruan Tinggi diperlukan upaya perbaikan dan pembaharuan proses pembelajaran secara terus menerus ke arah yang lebih baik, berkualitas dan bermakna.
4. Ketepatan penggunaan model pembelajaran mempengaruhi kualitas proses pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan bahwa pengembangan model pembelajaran tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi, khususnya pada mata kuliah strategi pembelajaran, karena lebih mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dibandingkan dengan model pembelajaran yang biasa dipergunakan.
D. DEFINISI OPERASIONAL
Untuk menyatukan persepsi terhadap variabel-variabel yang dipergunakan dalam penelitian, maka di sini akan disajikan definisi operasional dari judul penelitian, sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran ”active learning” dengan metode kelompok adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas dan partisipasi aktif mahasiswa dari segi intelektual dan emosional secara optimal, melalui aktivitas belajar di dalam tim dan antar tim (team teaching) untuk memperoleh penguasaan materi secara lebih bermakna. Keaktifan mahasiswa tersebut mencakup keaktifan dalam mendengarkan, mencatat inti materi perkuliahan, menyimak dan mengkonsep ulang atau
(38)
merefleksikan setiap materi yang sedang disajikan dan dibahas dalam proses pembelajaran di kelas.
2. Kualitas proses pembelajaran atau proses pembelajaran yang berkualitas adalah proses pembelajaran yang mampu meningkatkan keterlibatan aktif mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran. Proses pembelajaran dikatakan berkualitas dan berhasil jika: (a) seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) mahasiswa di kelas, terlibat secara aktif dalam proses interaksi pembelajaran; (b) menunjukkan adanya minat belajar, semangat belajar dan tanggung jawab belajar yang tinggi, serta adanya rasa percaya diri pada mahasiswa; (c) mampu meningkatkan ketrampilan belajar mahasiswa (d) mampu menghasilkan output/hasil belajar yang baik dan tinggi.
E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk: “menghasilkan model pembelajaran yang mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran, dari sisi keaktifan mahasiswa”. Dengan mengacu pada tujuan umum tersebut, maka selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan
khusus sebagai berikut: (1) menganalisis tentang kondisi dan situasi empirik
pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran yang selama ini berlangsung. (2) menemukan model perencanaan, model implementasi dan model evaluasi pembelajaran “active learning” dengan metode kelompok untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran, dari sisi
(39)
keaktifan mahasiswa. (3) menganalisis efektivitas, kelebihan dan kelemahan model pembelajaran tersebut dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran mata kuliah strategi pembelajaran dibandingkan model pembelajaran yang biasa dilakukan.
F. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prinsip-prinsip dan dalil-dalil pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran mata kuliah yang bersifat teoritis pada umumnya dan mata kuliah strategi pembelajaran pada khususnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis bagi dosen, mahasiswa dan lembaga.
a. bagi dosen, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif pegangan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam proses interaksi pembelajaran terutama dalam mata kuliah yang bersifat teoritis seperti strategi pembelajaran.
b. bagi mahasiswa, diharapkan akan dapat meningkatkan penguasaan materi, motivasi, kepercayaan diri, dan tanggung jawab dalam proses pembelajaran.
(40)
c. bagi lembaga, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran yang berkualitas, baik yang berkenaan dengan kelompok mata kuliah teoritis secara umum, maupun mata kuliah strategi pembelajaran pada Perguruan Tinggi LPTK di Wilayah D.I. Yogyakarta.
(41)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau “Research and Development” (R & D). Digunakannya metode R & D dalam penelitian ini dikarenakan penelitian ini bermaksud mengembangkan model pembelajaran ”Active Learning” pada mata kuliah strategi pembelajaran di Perguruan Tinggi. Menurut Borg and Gall (1989: 783), “Educational research
and Development (R & D) is a process used to develop and validate educational product”. Yang dimaksud produk dalam konteks penelitian dan pengembangan
menurut Borg and Gall (1989), adalah tidak terbatas pada bahan-bahan material saja seperti buku teks, film pendidikan dan lain sejenisnya, akan tetapi juga yang berkaitan dengan prosedur dan proses seperti misalnya metode pembelajaran dan metode pengorganisasian pembelajaran.
Borg and Gall (1989) membagi prosedur penelitian dan pengembangan kedalam 10 langkah pokok, yaitu:
1. Research and Information Collecting. Tahap ini mencakup kegiatan studi
pustaka dan observasi lapangan sebagai dasar dalam mengembangkan produk model pembelajaran yang akan dihasilkan, dan merancang kerangka kerja penelitian dan pengembangan;
2. Planning, mencakup pendefinisian produk yang akan dikembangkan,
perumusan tujuan, perkiraan kebutuhan dana, tenaga dan perkiraan waktu,
(42)
penentuan prosedur kerja dan bentuk partisipasi yang diperlukan selama penelitian, termasuk pengembangan dan perancangan uji kelayakan;
3. Develop preliminary form of product, mencakup kegiatan pengembangan
bentuk awal sebuah prototype atau produk model pembelajaran yang akan diuji cobakan, termasuk sarana/fasilitas, bahan/sumber belajar, instrument penilaian, dan lain-lain yang diperlukan untuk uji coba produk;
4. Preliminary field testing, merupakan kegiatan uji coba lapangan produk awal
yang dilakukan dalam skala terbatas. Pada tahap ini data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan angket, selanjutnya data tersebut dianalisis untuk menemukan berbagai kekurangan atau kelemahannya;
5. Main product revision, merupakan tahap penyempurnaan atau perbaikan
prototype produk yang sudah diujicobakan di awal. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara berulang-ulang sehingga diperoleh produk yang lebih baik, yang disebut produk utama, yang siap diujicobakan kembali pada skala yang lebih luas.
6. Main field testing, merupakan kegiatan uji coba lapangan produk utama yang
dilakukan pada skala yang lebih luas. Pada tahap ini, selain data kualitatif tentang proses pelaksanaan uji coba lapangan, data secara kuantitatif dari subyek penelitian (mahasiswa) baik sebelum maupun sesudah proses pengembangan dikumpulkan, hasilnya dievaluasi, dilihat siginifikansi peningkatannya dan dibandingkan dengan kelompok lain.
(43)
7. Operational product revision, merupakan langkah yang ditempuh untuk
merevisi produk yang telah di ujicobakan pada skala yang lebih luas, sehingga diperoleh produk hipotetis yang siap divalidasi.
8. Operational field testing, merupakan kegiatan uji coba lapangan operasional
atau dikenal juga dengan istilah uji empiris. Kegiatan ini dilakukan untuk menguji validitas produk hipotetis. Uji coba lapangan empiris ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode penelitian eksperimen. Pada tahap ini, baik sebelum maupun sesudah pemberian perlakuan (treatment), data dari subyek penelitian pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dikumpulkan secara kuantitatif, hasilnya dievaluasi dan dibandingkan untuk melihat kelebihan dan kelemahannya serta untuk mengkaji apakah produk atau model pembelajaran yang dikembangkan cukup efektif;
9. Final revisi products, merupakan tahap revisi akhir terhadap produk (model
pembelajaran) yang dihasilkan, sehingga diperoleh produk (model pembelajaran) yang siap didesiminasikan. Revisi ini dilakukan berdasarkan masukan hasil uji coba lapangan operasional pada langkah 8.
10. Dissemination and implementation, merupakan langkah melaporkan produk
yang telah dihasilkan pada pertemuan ilmiah serta dipublikasikan melalui jurnal ilmiah.
Sukmadinata (2005: 189) menyederhanakan model penelitian pengembangan Borg and Gall tersebut kedalam 3 langkah yaitu studi pendahuluan, pengembangan model dan pengujian model (validasi). Studi pendahuluan meliputi dua kegiatan, yaitu studi kepustakaan dan survei lapangan.
(44)
Tahap pengembangan meliputi tiga kegiatan, yaitu penyusunan draf awal, uji coba terbatas dan uji coba lebih luas. Sedangkan tahap ketiga merupakan eksperimen untuk menguji validitas produk yang dihasilkan.
Mengacu kepada model penelitian dan pengembangan Borg and Gall (1989) yang telah disederhanakan oleh Sukmadinata (2005), maka kerangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut ini.
Diadobsi dari Sukmadinata (2002)
Gambar 3. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan
Studi Pendahuluan Pengembangan Model Validasi Model
Langkah-Langkah Penelitian dan Pengembangan
Studi Kepustakaan
Survey Lapangan - Kurikulum
- Kondisi Mahasiswa - Kondisi Dosen - Proses pembelajaran
- Fasilitas penunjang
Draf Model
Uji Coba Terbatas
Uji Coba Lebih Luas
Model Final Hipotetis
Eksperimen Semu Pre-tes Treatment
Post-tes
(45)
B. LOKASI DAN SUBYEK PENELITIAN
Berkaitan dengan masalah penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan pada Bab Pendahuluan, penelitian ini mengambil lokasi pada Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang memiliki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) serta menyelenggarakan perkuliahan Strategi Pembelajaran. Ada 8 Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang memiliki FKIP, diantaranya yaitu Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), Universitas Sanata Dharma (SADHAR), Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY), IKIP PGRI Wates Yogyakarta, dan Universitas Gunung Kidul (Sumber: Kopertis Wilayah V tahun 2008).
Memperhatikan metode dan prosedur penelitian, lokasi penelitian ditetapkan ke dalam empat kelompok lokasi, yaitu lokasi untuk: (1) pra-survey, (2) uji coba terbatas, (3) uji coba lebih luas, dan (4) untuk uji validasi model. 1. Lokasi dan Subyek Penelitian Pra-Survey
Dengan menggunakan teknik purposive sampling (yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang lebih mengutamakan tujuan penelitian atau pertimbangan-pertimbangan penelitian daripada sifat populasinya), pra-survey dalam penelitian ini mengambil sampel 9 program studi (prodi) yang tersebar pada 4 perguruan tinggi LPTK di Yogyakarta, yaitu: (1) Universitas Negeri Yogyakarta mencakup Prodi Pendidikan Guru SD (PGSD), Prodi Teknologi Pendidikan (TP), Prodi Pendidikan Sejarah, dan Prodi Pendidikan Matematika (P.Mmtk); (2) Universitas Ahmad Dahlan, mencakup Prodi PKn dan Prodi
(46)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), (3) Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), mencakup Prodi PKn dan Prodi Pendidikan Sejarah, dan (4) Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST), yaitu pada Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI).
Alasan dipilihnya keempat perguruan tinggi tersebut adalah: (1) keempat perguruan tinggi tersebut menyelenggarakan program-program ilmu keguruan dan kependidikan, (2) keempat perguruan tinggi tersebut memiliki jumlah mahasiswa yang memadai dan cukup hiterogen, sehingga sesuai dengan implementasi model pembelajaran yang akan dikembangkan, (3) keempat perguruan tinggi tersebut cukup akomodatif untuk diajak bekerjasama dan cukup dikenal oleh peneliti, sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan data, dan (4) keempat perguruan tinggi tersebut berada di dalam Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan koordinasi dan pendalaman masalah penelitian. Sedangkan, alasan dipilihnya prodi-prodi di atas ialah karena prodi-prodi tersebut menawarkan mata kuliah strategi pembelajaran.
Subyek penelitian pra-survey adalah (1) Ketua prodi, (2) Dosen yang mengajar mata kuliah strategi pembelajaran, dan (3) Mahasiswa yang mengontrak mata kuliah Strategi Pembelajaran, mencakup: mahasiswa semester (sem) 2 PBI FKIP UST, mahasiswa sem 2 PGSD FIP UNY, mahasiswa sem 3 TP FIP UNY, mahasiswa sem 3 Pend. Sejarah FISE UNY, mahasiswa sem 3 P.Mmtk FMIPA UNY, mahasiswa sem 5 PBSI FKIP UAD, mahasiswa sem 5 PKn FKIP UAD,
(47)
mahasiswa sem 5 Pend. Sejarah FKIP UPY, dan mahasiswa sem 5 PKn FKIP UPY.
2. Lokasi dan Subyek Penelitian untuk Uji Coba Terbatas
Dari 9 prodi pada empat Perguruan Tinggi LPTK yang ditentukan sebagai lokasi pra-survey, kemudian ditetapkan satu prodi untuk uji coba terbatas
prototype model pembelajaran yang telah dirancang. Dengan menggunakan teknik purposive sampling ditetapkan dosen dan mahasiswa semester 2 prodi PGSD FIP
UNY sebagai subyek dan lokasi penelitian.
Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menentukan lokasi uji coba terbatas tersebut adalah pertama, prodi tersebut memiliki lebih dari dua kelas paralel; kedua, pelaksanaan perkuliahan strategi pembelajaran pada prodi tersebut berada pada semester genab bertepatan dengan waktu tahapan penelitian uji coba terbatas yang telah direncanakan peneliti; ketiga, prodi tersebut masih berada pada satu lembaga dengan peneliti, sehingga memudahkan peneliti untuk bekerjasama dalam hal pengembangan prototype model pembelajaran; keempat, adanya keterbukaan, kemudahan, dan motivasi yang tinggi dari pihak prodi dan dosen pengampu mata kuliah Strategi Pembelajaran untuk meningkatkan kualitas perkuliahan yang dilaksanakan.
3. Lokasi dan Subyek Penelitian Kegiatan Uji Coba Lebih Luas
Dengan menggunakan teknik purposive sampling sebagaimana dalam uji coba model secara terbatas, subyek dan lokasi penelitian dan pengembangan untuk uji coba model pembelajaran secara lebih luas dalam penelitian ini ditetapkan pada: (1) dosen dan mahasiswa sem 3 Prodi P. Sejarah FISE UNY, (2)
(48)
dosen dan mahasiswa sem 3 Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNY, dan (3) dosen dan mahasiswa sem 5 Prodi PKn FKIP UPY.
Adapun pertimbangan yang digunakan dalam menentukan lokasi dan subyek penelitian kegiatan uji coba lebih luas pada penelitian dan pengembangan ini adalah: (1) Pihak kaprodi dan dosen pengampu mata kuliah Strategi Pembelajaran dari ketiga prodi tersebut memiliki keterbukaan, kemudahan, dan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kualitas perkuliahan yang dilaksanakan, (2) ketiga prodi tersebut memiliki karakter dan kondisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga sesuai dengan tujuan dari uji coba lebih luas dalam penelitian ini, dan (3) Dosen pengampu mata kuliah strategi pembelajaran dari ketiga prodi tersebut bisa diajak bekerjasama dalam hal pengembangan model pembelajaran.
4. Lokasi dan Subyek Penelitian untuk Uji Validasi Model Pembelajaran Uji validasi model pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental semu (quasi eksperiment) jenis Pre-tes Post-test
Control Group Design. Salah satu syarat penelitian eksperimental menurut
Sukmadinata (2007) adalah subyek penelitian yang dijadikan sampel penelitian harus memiliki karakteristik yang homogen. Untuk memperoleh sampel yang homogen dapat dilakukan melalui pengontrolan variabel. Pada penelitian eksperimental ini karena tidak memungkinkan melakukan pengambilan sampel atau pemilihan subyek penelitian secara random pada kelas yang ada, maka pengontrolan terhadap variabel dalam kelompok ekperimen dan kelompok kontrol dilakukan dengan teknik matching (penjodohan/pemasangan).
(49)
Berangkat dari beberapa persyaratan dalam penentuan sampel atau subyek penelitian dalam penelitian eksperimental di atas, dalam penelitian ini subyek dan lokasi penelitian dalam kegiatan uji validasi model pembelajaran ditetapkan pada: (1) mahasiswa sem 3 Prodi Teknologi Pendidikan FIP UNY, dan (2) mahasiswa sem 5 Prodi Pend.Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP UAD. Adapun pertimbangan yang digunakan untuk menentukan lokasi dan subyek penelitian untuk kegiatan uji validasi model pembelajaran tersebut adalah: (1) Kedua prodi tersebut memiliki kelas paralel yang relatif homogen, sehingga cukup memenuhi syarat untuk dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol; (2) Kedua prodi tersebut sangat terbuka, akomodatif dan dapat diajak bekerjasama dengan baik dalam proses penelitian ini; (3) Kedua prodi tersebut memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan lokasi dan subyek penelitian pada kegiatan uji terbatas dan uji lebih luas dalam penelitian ini, sehingga akan memperkaya atau memperdalam hasil validasi model pembelajaran; dan (4) kedua prodi tersebut diambil sebagai sampel LPTK negeri dan LPTK swasta di Yogyakarta.
Secara keseluruhan jumlah subyek penelitian pada setiap tahapan penelitian dan pengembangan model dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1.
Jumlah Subyek Penelitian berdasarkan Program Studi serta Tahapan Penelitian dan Pengembangan
Tahap Penelitian & Pengembangan
Keterangan Nama Prodi dan Lembaga
Jumlah Kelas
Jumlah Mahasiswa
Jumlah Dosen Studi
Pendahuluan
Pra-survey PGSD FIP UNY 2 75 2
TP FIP UNY 1 35 1
(1)
Darling, L., et al. (2005). Preparing Teacher for A Changing World: What Teachers Should Learn and Be Able To Do. San Francisco: Jossey-Bass. Dee Fink, L. (1999). Active Learning, reprinted with permission of the Oklahoma
Instructional Development Program. [Online]. Trsedia: http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html [30-08-2008].
Depdiknas, Dirjen Dikti, Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. (2005). Peningkatan Kualitas Pembelajaran.
Dessler, G. (1997). Human Resources Management. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Dikti. (2010). Hakekat dan Tujuan Pendidikan Tinggi. [online]. Tersedia: http://www.dikti.go.id/old/index.php?option=com_content&task=view&id =2&Itemid=4
Dimyati, M. (2001). Dilema Pendidikan Ilmu Pengetahuan. Cet.1. Malang: Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia Cabang Malang bekerjasama dengan Prodi tep PPS Universitas Negeri Malang.
Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dwiyogo, W.D. (2000). Proses Pemecahan Masalah Soal Cerita Siswa Sekolah
Dasar Kelas Tiga. Disertasi Doktor pada Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang: tidak diterbitkan.
Ekosusilo, M & Kasihadi. (1989). Dasar-dasar pendidikan. Semarang: Effar Publishing.
Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA. Fry, H., Katteridge, S., Marshall, S. (1999). A Hanbook For Teacher & Learning
in Higher Education: Enhanching Academic Practice. London: Bell & Bain Ltd, Glassgow.
Gage, N. L. dan David C. Berliner. (1984). Educational Psychology. Chicago: Rand Mc Nally College Publishing Company.
Gagne, R.. M, Briggs, L.J., & Wager, W.W. (1992). Principles of Instructional Design. San Diego: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.
Gagne, R. M., Yekovick, C. W. dan Yekovick, F.R. (1993). The Cognitive Psycology of School Learning. New York: HarperCollins.
(2)
Ghufron, A. (2006). ”Pemecahan Masalah-Masalah Strategis Pendidikan Melalui Teknologi Pembelajaran”. Dinamika Pendidikan: Majalah Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. No. 1 / Th. XIII, hal 31-42
Hamalik, O. (1991). Manajemen Belajar di Perguruan Tinggi. Bandung: Sinar Baru.
………….... (2006). Implementasi Kurikulum. Bandung: SPS UPI.
Hakim, Thursan. 2005. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara Hartono, (2008). Strategi Pembelajaran Active Learning: Suatu Strategi Pembelajaran Berbasis Student Centred. [Online]. Tersedia:
http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran- active-learning/http://sditalqalam.wordpress.com/2008/01/09/strategi-pembelajaran-active-learning/ [30 Agustus 2008].
Jensen, E. (2008). Brain-Based Learning (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson, D. W. & Johnson, F. P. (1982). Joining Together: Group Theory and Group Skill. (Second Ed.). New Jersey: Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs.
Kagan, Spencer. (1994). Cooperative Learning. San Clemente: Resources for Teachers, Inc.
Kamil, Mustofa. (2007). Teori Andragogi. Dalam Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S,., dan Rasjidin, W. (Penyunting), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Handbok. Bandung: FIP UPI Press, Halaman 287 sampai 320. Kerr, C. (1982). The uses of the university. Cambridge: Harvard University Press. Kneller, G. F. (1967). The philosophy of education. New York: London-Sydney Kompas. (6 Pebruari 2008). Jumlah Sarjana Nganggur Melonjak [online].
Tersedia: http://www.kompas.co.id/kompascetak/read.p...;mn=4&idx=4 Langgulung, H. (1988). Asas-asas pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna. Lapp, Dianne, et al. (1975). Teaching and Learning: Philosophical,
Psuchological, Curricular Aplication. New York: Maccmillan Pub. Co. Inc. Laska, J. A. (1976). Schooling and education, basic concepts and problems. New
(3)
Lie, A. (2005). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.
Mabry, E & Barnes, R. (1980). The Dynamic of Small Group Communication. New Jersey: Prentice Hall Inc, Englewood.
Malcolm, S. And Knowles, H. (1969). Introduction to Group Dynamics, Revised Edition, Assos ti Edition. New York: Assosiation Press.
Masitoh; Setiasih, O; Djoehaeni, H. (2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. Maslow, A. (1968). Toward a Psycology of Being. New York: Litton Educational
Publishing.
McNeil, J.. O. dan Seller, W. (1985). Curriculum: Perspective and Practice. New York: Longman Inc.
Meyers, C. & Jones, T.M. (1993). Promoting Active Learning Strategies for The College Classroom. John wiley & Sons, Inc.
Miller, J.P. & Seller, W. (1985). Curriculum: Perspectives and Practices. New York and London: Longman.
Morin, E. (2005). Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Muhibbuddin (2008). Guru sebagai Jabatan Profesional. [Online]. Tersedia:
http://muhibbudin.files.wordpress.com/2008/08/guru-jabatan-profesional.pdf
Muhtadi, A. (2005). Menciptakan Iklim Kelas (Classroom Climate) yang Kondusif dan Berkualitas dalam Proses Pembelajaran. Majalah Ilmiah Pembelajaran FIP UNY nomor 2, Vol. 1, hal:199-209.
Muhtadi, A. & Wahyono, S. B. (2005). Mobilitas Mahasiswa Teknologi Pendidikan Mencari Sumber Belajar dalam Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran. Majalah Ilmiah Pembelajaran FIP UNY nomor 1, Vol. 1, hal:42-56.
Muijs, D. & Reynolds, D. (2008). Effective Teaching: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyasa, E. (2005). Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
(4)
... (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munir. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.
Munir, B. (2001). Dinamika Kelompok: Penerapannya dalam Labolaratorium Ilmu Perilaku. Univrsitas Sriwijaya.
Ndraha, T. (1988). Managemen Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Bina Aksara. Nugroho. (2006, 31 Juli). Menimbang Daya Saing Perguruan Tinggi. Suara
Merdeka [Online]. Tersedia:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0607/31/opi03.htm [31-08-2008] Joni, T. R (1980). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: P3G
Perkins, J.A. (1966). The University in Transition. New Jerssey: Princeton University Press.
Riley, K.A., Nuttall, & Dersmond, L. (1994). Measuring quality education indicators. London: The Falmer Press.
Rusyan, T. (1990). Prefesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Yayasan Karya Sarjana Mandiri.
Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Seels, B.B. dan Richey, C.R. (1994). Instructional technology: The definition and domains of the field. Washington: AECT.
Semiawan, C. (1999). Pendidikan Tinggi, Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Shymansky, J. (1992). Using Constructivist Ideas to Teach Science Teachers
about Constructivist Ideas, or Teachers Are Students Too. Journal of Science Teacher Education, 3 (2), 53-57.
Silberman, M.L. (2006). Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif (terjemahan). Bandung: Nuansa
Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Boston: Allyn & Bacon.
Sudjana, Nana. (1996). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset.
(5)
Suherman, Erman. (2008). Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa [online]. Tersedia:
http://pkab.wordpress.com/2008/04/29/model-belajar-dan-pembelajaran-berorientasi-kompetensi-siswa/ [10-11-2008].
Sukamta. (1980). Group-Dynamics. Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Kependudukan, Universitas Cokroaminoto.
Sukamto. (2001). ”Perubahan Karakteristik Dunia Kerja dan Revitalisasi Pembelajaran dalam Kurikulum Pendidikan Kejuruan”, Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar. Yogyakarta.
Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.
... (2005). Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
... (2006). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya
... (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Dalam Ali, M., Ibrahim, R., Sukmadinata, N.S,., dan Rasjidin, W. (Penyunting), Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Handbok. Bandung: FIPUPI Press, Halaman 441 sampai 476.
... (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
... (2008). Pendidikan Profesi. Handout Perkuliahan S3 Program Pengembangan Kurikulum SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Sukmadinata, N.S; Jamiat, A.N; dan Ahman (2006). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip, dan Instrumen. Bandung: PT Refika Aditama.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Supriadi, D. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
... (2003). Guru di Indonesia: Pendidikan, Pelatihan dan Perjuangannya Sejak Zaman Kolonial Hingga Era Reformasi. Jakarta: PT Geranusa Jaya
(6)
Suyanto. (2007). Tantangan Profesional Guru di Era Global. Pidato Dies Natalis ke-43 Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta: 21 Mei 2007.
Syaodih, E. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Ketrampilan Sosial: Studi pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Tilaar, A.R. (2002). Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: Grasindo.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, edisi kedua.
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.
Wagiran dan Fathudin, S. (2006). Reorientasi Pembelajaran dalam Era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Racmi: Media Informasi, Komunikasi, dan Pengembangan Sumberdaya Lembaga Penjamin Mutu pendidikan (LPMP) Yogyakarta. Vol. 05 No.1 Mei.
Watkins, C.; Carnell, E.; and Lodge, C. (2007). Effective Learning in Classrooms. London: Paul Chapman Publishing.
Webometrics (2008). Rangking Web of World Universities: Top Asia [online]. Tersedia: http:// www.webometrics.info/top100_continent.asp?cont=asia. Woolever, R.M. & Scott, K.P. (1988). Active Learning in Social Studies