Kontribusi Protective Factors Terhadap Resiliency pada Pasien Pasca Stroke di Pusat Terapi Akupuntur 'X' Bandung.

(1)

iii

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui seberapa besar kontribusi protective factors terhadap resiliency pada pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur ‘X’ Bandung. Tipe penelitian eksplanatif yang bertujuan mengetahui mengapa suatu peristiwa terjadi dengan menjelaskan bagaimana terjadinya suatu peristiwa. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 23 tahun. Protective factors dan resiliency diukur dengan menggunakan kuesioner yang merupakan hasil modifikasi dari Dr.Irene P.Edwina,M.Si.,Psikolog didasarkan pada teori resiliency dari Benard (2004). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear sederhana.

Berdasarkan analisis, disimpulkan bahwa caring relationship, high expectation, dan opportunities for participation and contribution berkontribusi signifikan terhadap social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose. Dapat dilihat bahwa caring relationship, high expectation, dan opportunities for participation and contribution kurang berkontribusi terhadap autonomy dibandingkan dengan social competence, problem solving skills, dan sense of purpose pasien stroke. Selain itu, dapat dilihat bahwa caring relationship, high expectation, dan opportunities for participation and contribution berkontribusi paling besar terhadap social competence.

Saran untuk Kepala Sub Divisi Pusat Terapi Akupuntur ‘X’ dan keluarga adalah untuk memberikan dukungan, perhatian, harapan, dan kepercayaan kepada penderita stroke yang berobat ke tempat tersebut. Untuk penderita stroke disarankan untuk berbagi pengalaman dan pendapat dengan sesama penderita stroke.


(2)

iv

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

The aim of this research is to know the contribution of the protective factors to the resiliency on the post stroke patients in Pusat Terapi Akupuntur ‘X’ Bandung. This is an explanative research, a research that aimed at knowing why an event occurs by explaining about how an event occurs. The technique sampling used was accidental sampling. The number of sample of this research is 23 people. Protective factors and resiliency are measured by a modified version from Dr.Irene P.Edwina,M.Si., Psikolog based on the resiliency theory by Benard (2004). Value the contribution using simple regression analysis techniques.

Based on the analysis, it was concluded that caring relationships, high expectation, and opportunities for participation and contribution significantly contributed to social competence, problem solving skills, autonomy, and sense of purpose. Caring relationship, high expectation, and opportunities for participation and contribution have less contribution to autonomy compared to the social competence, problem solving skills, and sense of purpose. Meanwhile caring relationship, high expectation, and opportunities for participation and contribution contribute most to the social competence.

Advice for Head of Sub Division of Acupuncture Therapy Centre ‘X’ and family is to provide support, care, hope, and trust in the stroke patients who went to the venue. For stroke patients are advised to share their experiences and opinions with fellow stroke survivors.


(3)

viii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

COVER ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SKEMA ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 14

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 15

1.3.1 Maksud Penelitian ... 15

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 15

1.4 Kegunaan Penelitian... 15


(4)

Universitas Kristen Maranatha

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 16

1.5 Kerangka Pikir ... 16

1.6 Asumsi ... 33

1.7 Hipotesis ... 34

1.7.1 Sub Hipotesis ... 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 37

2.1 Resiliency 2.1.1 Pengertian Resiliency ... 37

2.1.2 Personal Strengths ... 37

2.1.2.1 Social Competence ... 38

2.1.2.2 Problem Solving Skills ... 42

2.1.2.3 Autonomy ... 44

2.1.2.4 Sense of Purpose ... 49

2.1.3 Risk Factor ... 53

2.1.4 Protective Factor ... 53

2.2 Teori Perkembangan Dewasa Madya... 58

2.2.1 Perkembangan Fisik ... 58

2.2.2 Perkembangan Kognitif ... 59


(5)

Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

3.1 Rancangan Penelitian ... 63

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 64

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 64

3.3.1 Variabel Penelitian ... 64

3.3.1.1 Independent Variabel ... 64

3.3.1.2 Dependent Variabel ... 65

3.3.2 Definisi Operasional ... 66

3.3.2.1 Protective Factor ... 66

3.3.2.2 Resiliency ... 67

3.4 Alat Ukur ... 71

3.4.1 Alat Ukur Protective Factor ... 71

3.4.2 Alat Ukur Resiliency ... 73

3.4.3 Prosedur Pengisian Kuisioner ... 78

3.4.3.1 Alat Ukur Protective Factor ... 78

3.4.3.2 Alat Ukur Resiliency ... 78

3.4.4 Sistem Penilaian ... 78

3.4.4.1 Alat Ukur Protective Factor ... 78


(6)

Universitas Kristen Maranatha

3.4.4.1.2 High Expectation ... 79

3.4.4.1.3 Opportunities for Participation and Contribution ... 80

3.4.4.2 Alat Ukur Resiliency ... 80

3.4.5 Data Penunjang ... 81

3.4.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 81

3.4.6.1 Validitas Alat Ukur ... 82

3.4.6.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 83

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 83

3.5.1 Populasi Sasaran... 83

3.5.2 Teknik Penarikan Sampel ... 84

3.6 Teknik Analisis Data ... 84

3.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 84

3.7 Hipotesis Statistik ... 85

3.7.1 Sub Hipotesis ... 85

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 89

4.1 Hasil Penelitian ... 89

4.1.1 Data Demografis Responden... 89

4.1.2 Uji Hipotesis Penelitian... 92


(7)

Universitas Kristen Maranatha

4.2 Pembahasan ... 95

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 106

5.1 Simpulan ... 107

5.2 Saran ... 107

5.2.1 Saran Teoritis ... 107

5.2.2 Saran Praktis ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 110

DAFTAR RUJUKAN ... 112 LAMPIRAN


(8)

xiii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Alat ukur Protective Factors dan Resiliency Lampiran 2 : Tabulasi Silang Data Primer

Lampiran 3 : Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Lampiran 4 : Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran 5 : Tabulasi Silang Data Penunjang Lampiran 6 : Hasil Uji Asumsi Klasik

Lampiran 7 : Stroke


(9)

xiv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR SKEMA

1.5.1 Skema Kerangka Pikir………...…………33 3.2 Bagan Rancangan Penelitian………..………..64


(10)

xv

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kategori Penilaian Alat Ukur Protective Factor ... 71

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Alat Ukur Protective Factor... 72

Table 3.3 Kategori Penilaian Alat Ukur Resiliency ... 73

Tabel 3.4 Kisi-kisi alat ukur Resiliency ... 73

Tabel 3.5 Skoring Jawaban Kuisioner Caring Relationship ... 79

Tabel 3.6 Skoring Jawaban Kuisioner High Expectation ... 79

Tabel 3.7 Skoring Jawaban Kuisioner Opportunities For Participation and Contribution ... 80

Tabel 3.8 Skoring Jawaban Kuisioner Resiliency ... 81

Tabel 3.9 Kriteria Freidenberg ... 83

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 90

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 90

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan ... 90

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Marital ... 91

Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Tanggungan Dalam Keluarga ... 91

Tabel 4.6 Data Pengujian Hipotesis Protective Factors Terhadap Resiliency... 92

Tabel 4.7 Data Pengujian Sub Hipotesis Caring Relationship Terhadap Aspek-Aspek Resiliency ... 93


(11)

xvi

Universitas Kristen Maranatha

Tabel 4.8 Data Pengujian Sub Hipotesis High Expectation Terhadap Aspek-aspek Resiliency ... 93 Tabel 4.9 Data Pengujian Sub Hipotesis Opportunities For Participation and


(12)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, kehidupan manusia semakin kompleks dan kesehatan perlu diperhatikan. Zaman sekarang semakin banyak orang yang kurang memerhatikan kesehatannya, padahal kesehatan itu penting dan memengaruhi seseorang untuk dapat menjalani kehidupan sehari-harinya dengan optimal. Tidak selamanya seseorang itu sehat, ada saja yang jatuh sakit, salah satunya terserang penyakit stroke. Pasien stroke dapat pulih seperti sedia kala, ada pula yang tidak pulih. Stroke atau serangan otak adalah kondisi abnormal dari pembuluh darah otak, dikarenakan adanya perdarahan pada otak (Christenseen &Kockrow, 2005).

Penyakit stroke ini merupakan salah satu penyakit yang masih mendominasi jumlah kematian terbanyak di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung (Dinkes), selama tahun 2011 jumlah kasus stroke cukup mengkhawatirkan, kasus stroke yang terjadi di seluruh Rumah Sakit di Kota Bandung per bulan Januari –September 2011, mencapai 7.293 kasus sedangkan dari data rekapitulasi Puskesmas di seluruh Kota Bandung jumlah kasus stroke sebanyak 435 kasus. Jumlah terbanyak kasus stroke terjadi rata –


(13)

Universitas Kristen Maranatha

rata di usia 45 – 65 tahun ke atas, seperti contoh dari tiga Rumah Sakit Kota Bandung yaitu, Rumah Sakit Immanuel, RSUD Ujung Berung dan RS Al Islam, berdasarkan data rekapitulasi selama bulan Januari sampai September 2011, jumlah pasien stroke yang berusia 45 – 65 tahun ke atas mencapai 1.680 kasus (http://youehealthisyourfuture.wordpress.com/type/aside/). Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun, di antara 100.000 penduduk, maka 200 orang akan menderita stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2012) (repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37654/5/Chapter%20I.pdf ).

Penyakit stroke dengan serangan yang tiba-tiba dapat menimbulkan kematian atau kecacatan. Sebagian besar individu yang merasa cepat puas dengan kondisi tubuh mereka lebih berisiko terserang stroke. Gejala stroke bisa bermacam-macam, tergantung gangguan peredaran darah di otak, termasuk lokasi pecahnya pembuluh darah pada otak, antara lain gangguan gerak (ada yang ringan, misalkan tidak bisa mengambil gelas, menggosok gigi, dan memasukkan kancing dengan sempurna. Sedangkan yang berat disebut juga lumpuh total, yang bisa menyerang tiap organ gerak, seperti bibir, wajah dan mata), rasa (pada sebelah anggota badan, yang jika bersamaan dengan lumpuh akan dirasakan pada sisi tersebut). Stroke ringan


(14)

Universitas Kristen Maranatha

hanya kesemutan, tapi stroke yang berat sampai tidak ada rasa. Ketika berdiri, rasanya kaki seperti tidak menginjak lantai. Kadang pihak keluarga mengira pasien stroke akan segera meninggal karena kesulitan dalam merawatnya, verbal (misalnya organ bicara yang rusak, kesulitan berbicara, menangkap arti pembicaraan orang lain, atau menurunnya daya ingat) (http:/www-e-psikologi.com/epsi/kesehatan_detail.asp?id=174, oleh Nasrullah Idris).

Beberapa gejala yang telah diungkapkan di atas, pasien stroke ada yang tidak dapat melakukan aktivitas lagi atau dikatakan lumpuh total, ada pula yang bisa menunjukkan perubahan positif seperti dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara dengan jelas, mengingat kembali kenangan atau pengalaman masa lalu, dan bisa berjalan-jalan keluar rumah sehingga mereka dapat menjalani rutinitas kehidupan. Dalam penelitian ini yang diteliti adalah pasien stroke yang telah menunjukkan kemajuan yaitu menjadi lebih adaptif dan dapat beraktivitas seperti sedia kala. Pasien stroke yang diteliti adalah pasien di pusat terapi akupuntur “X” Bandung. Tempat ini memiliki dokter dan perawat yang memberikan penanganan tidak hanya dari segi akupuntur tapi juga secara personal. Mereka memberikan dukungan dan kasih sayang serta sering menanyakan keadaan pasien stroke. Meskipun begitu baik dokter maupun aktivis masih belum banyak memberikan kesempatan bagi pasien stroke untuk berkontribusi atau berpartisipasi dalam menjalani terapi. Selain


(15)

Universitas Kristen Maranatha

itu, dokter di Pusat Terapi Akupuntur “X” juga terbuka terhadap adanya penelitian.

Pasien setelah mengalami stroke cenderung akan hidup dalam penurunan fungsi, gangguan mood, penurunan kognitif, dan penurunan interaksi sosial (Carod et al, 2009). Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 8 orang pasien stroke dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi, diperoleh hasil bahwa semuanya (100%) mengalami penurunan fungsi fisik dan gangguan mood dengan derajat yang berbeda-beda. Tapi mereka mengaku bahwa tidak terjadi penurunan kognitif, begitu pula hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa mereka tidak mengalami penurunan kognitif, mereka masih dapat mengingat kejadian-kejadian di masa lalu dan peristiwa menjelang terserang penyakit stroke serta mampu membuat beberapa keputusan untuk menyelesaikan masalah. Penurunan fungsi fisik ditunjukkan melalui cara jalan yang sulit, kaki yang tidak lancar digerakkan, tangan yang kaku, dan sulit mencerna makanan. Gangguan mood ditunjukkan dengan derajat yang berbeda-beda, ada yang sangat peka dan menangis, ada yang sering marah atau tersinggung, ada pula yang sering tertawa. Penurunan interaksi sosial dialami oleh 4 dari 8 orang (50%) yang ditunjukkan melalui kurangnya rasa percaya diri ketika bertemu orang lain, mempersempit relasi sosial, dan tidak ingin keluar rumah karena malu bertemu orang lain dalam kondisi pasca stroke.


(16)

Universitas Kristen Maranatha

Penurunan beberapa fungsi fisik dan psikis tersebut ditambah dengan proses penyembuhan yang tidak pasti dan panjang membuat pasien stroke semakin tertekan. Sebanyak 6 dari 8 orang (75%) mengaku bahwa segala pengobatan yang dilakukan memberikan kemungkinan hasil positif yang sangat kecil dan prosesnya cukup lama, namun 4 dari 6 (66.7%) orang tersebut tetap berjuang dan yakin bahwa dirinya bisa kembali pulih.

Perubahan-perubahan dan proses penyembuhan yang tidak pasti dan panjang yang membuat sebagian besar pasien stroke menganggap penyakit stroke ini sebagai masalah yang berat dalam hidup mereka. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara peneliti yang dilakukan saat survey awal kepada 8 orang pasien stroke, semua (100%) mengakui bahwa stroke merupakan masalah yang berat dalam hidup mereka karena secara tiba-tiba tidak bisa beraktivitas seperti dulu lagi. Meskipun mereka telah menunjukkan kemajuan yaitu menjadi lebih adaptif dan dapat beraktivitas dengan intensitas yang berbeda namun tidak mau kembali bekerja secara produktif setelah terserang stroke (dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara dengan jelas, mengingat kembali kenangan atau pengalaman masa lalu, dan bisa berjalan-jalan keluar rumah), sebanyak 4 dari 8 orang (50%) pasien stroke menganggap rutinitas mereka tetap terganggu akibat keterbatasan fisik dan proses terapi atau penyembuhan yang dijalani berjalan dengan waktu yang lama dan hasilnya pun tidak pasti. Sebenarnya secara medis mereka telah dinyatakan pulih dan


(17)

Universitas Kristen Maranatha

bisa bekerja secara produktif, namun secara psikis mereka sudah menyerah dan tidak mau bekerja. Selain itu, ketika mereka belum bisa beradaptasi atau bertahan menghadapi perubahan setelah terserang stroke, kondisi fisik mereka bertambah buruk seperti jalan semakin berat, tangan makin kaku, pencernaan terasa terganggu, mengurung diri di rumah, jarang bercanda tawa, sering menangis atau marah, merasa tidak yakin bisa sembuh, mengeluhkan kemalangan yang menimpa dirinya, dan akupuntur yang dilakukan tidak membuahkan hasil sedikitpun.

Banyak pasien yang terkejut ketika tiba-tiba tangan dan beberapa organ tubuhnya tak dapat digerakkan lagi. Perasaan cemas bercampur kesal pun muncul karena mereka tidak menyangka bahwa mereka itu tidak lagi seperti orang normal. Pada saat itu, cemas, stres, sedih, dan tekanan psikologis sudah bercampur muncul dalam benak pasien. Menurut Thomas (1991: 50), pasien pasca stroke sering mengalami depresi setelah serangan stroke. Di samping rasa rendah diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran kualitas keberadaan mereka (depresi reaktif), banyak pasien juga mengalami depresi fisik atau depresi kimiawi (pasien tidak mampu bereaksi seperti pada umumnya terhadap obat-obatan yang terlalu lama dikonsumsi). Depresi merupakan akibat dari pasien tidak mampu bereaksi dengan kecepatan normal terhadap setiap upaya remobilisasi. Obat-obatan sering digunakan untuk membantu dalam menangani masalah depresi


(18)

Universitas Kristen Maranatha

pada pasien stroke. Pasien stroke semakin lama semakin jenuh dengan rutinitas memakan obat setiap harinya dan tidak boleh terlupakan. Hal inilah yang menimbulkan depresi kimiawi pada pasien stroke. Sebagian pasien bisa dikatakan mengalami perubahan kepribadian setelah mereka mendapat serangan stroke, seperti lebih sensitif, menunjukkan sikap menolak, lebih sering marah, dan lebih nyaman dan lebih sering berada di rumah. Tidak jarang pasien stroke yang memperlihatkan sikap mudah tersinggung, menolak dan sangat sukar didekati (http://digilib.umm.ac.id/jiptummpp-gdl-s1-2010-astridsept-18500.pdf).

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 8 orang pasien stroke dengan menggunakan teknik wawancara, diperoleh hasil bahwa 8 dari 8 orang (100%) menganggap stroke sebagai masalah yang berat dalam hidup mereka karena secara tiba-tiba tidak dapat beraktivitas seperti dulu lagi. Pada awalnya, mereka tidak bisa beraktivitas seperti sedia kala dan membutuhkan bantuan orang lain. Sebanyak 4 dari 8 orang (50%) pasien stroke mengaku tidak lagi menjalani aktivitas keseharian mereka seperti sedia kala. Saat ini mereka hanya menghabiskan waktunya di rumah, mengeluhkan gejala fisik yang tidak mengenakan, tidak pernah mensyukuri keadaannya sekarang dan berpikir bahwa stroke adalah musibah. Ketika berbincang-bincang dengan orang lain, pasien stroke tersebut sering menangis dan menyesal karena terserang stroke. Mereka berpandangan bahwa saat ini


(19)

Universitas Kristen Maranatha

mereka hanya menjadi beban bagi keluarga. Bahkan 2 dari 4 orang (50%) pasien stroke tersebut mengatakan bahwa seandainya bisa memilih, mereka memilih untuk meninggal daripada harus menderita setelah stroke. Tapi 4 pasien stroke lainnya (50%) sudah menjalani aktivitas sehari-hari walaupun berbeda intensitas dan jenisnya, bahkan mereka memiliki kualitas hidup yang meningkat dibandingkan sewaktu mereka sehat. Mereka sudah mau bepergian keluar rumah sendiri, mensyukuri penyakit stroke itu membawa banyak berkah seperti mendekatkan anggota keluarga, membuat anak-anak mereka semakin mandiri, dan belajar menjaga kesehatan. Mereka juga sudah kembali bekerja ada yang menjual beli mobil, memasak, menjaga anak-anak di rumah, atau berolahraga setiap hari bagi yang sudah pensiun bekerja.

Menurut seorang dokter di pusat terapi akupuntur “X” meskipun pasien stroke memiliki banyak kelemahan tapi apabila mereka mampu bertahan dengan keadaan setelah stroke, kualitas hidup mereka bisa menjadi lebih baik dengan mempertimbangkan kondisi mereka saat ini. Pasien stroke yang mampu beradaptasi dan bertahan dengan keadaan pasca stroke tersebut dapat meluangkan waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan orang sekitar, menjaga pola makan mereka, berolahraga secara rutin, dan melakukan pekerjaan sederhana sesuai kemampuan mereka. Tapi apabila pasien stroke tidak mampu beradaptasi atau bertahan dengan keadaan setelah stroke, kondisi mereka akan semakin memburuk, misalnya tangan menjadi lebih


(20)

Universitas Kristen Maranatha

kaku, jalan semakin pelan dan berat, serta semakin murung. Selain itu, proses penyembuhan yang dilakukan juga tidak akan ada manfaatnya. Sebenarnya secara medis, pengobatan akupuntur yang dilakukan membuat mereka dapat berjalan tanpa alat bantu, tidur lebih nyenyak, dan percernaan lancar. Tapi pasien stroke yang tidak dapat beradaptasi atau bertahan menghadapi perubahan setelah stroke menganggap bahwa perubahan tersebut tidaklah berarti dan belum ada perubahan bagi diri mereka. Sehingga mereka mengaku datang ke tempat terapi akupuntur sekedar mengisi waktu luang atau mencari teman dan mereka mengaku tidak ada perubahan yang dihasilkan setelah terapi akupuntur. Masalah yang berat menjadi tekanan dalam hidup mereka, hal inilah yang dikatakan Benard (2004) sebagai adversity.

Pasien stroke diharapkan dapat tetap bertahan dan tetap menjalani hidupnya walaupun terserang stroke. Diperlukan resiliency agar pasien stroke tetap bertahan dan mampu mengatur negative outcomes dalam menghadapinya tanpa menjadi lemah. Menurut Benard (2004), resiliency mengacu pada kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dan dapat berfungsi dengan baik dalam keadaan yang menekan atau banyak halangan dan rintangan. Resiliency mengubah individu menjadi orang yang survive dan berkembang.

Secara umum, resiliency memiliki empat aspek, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose. (Benard,


(21)

Universitas Kristen Maranatha

2004). Social competence merupakan kemampuan sosial untuk membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif dengan orang lain. Problem solving skills merupakan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien. Autonomy merupakan kemampuan seseorang untuk bertindak secara mandiri dan memiliki rasa dapat mengontrol teman-temannya. Sense of purpose merupakan kemampuan untuk meraih tujuan secara optimis dan kreatif berkaitan dengan kepercayaan diri tentang arti hidup dan keberadaan dirinya.

Setiap orang memiliki derajat resiliency yang berbeda- beda, salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah protective factors. Menurut hipotesa Benard (2004), resiliency berkembang karena adanya protective factors yang menciptakan iklim yang tepat untuk perkembangan resiliency dan memfasilitasi individu untuk menjadi resilient. Protective factors merupakan kualitas dari orang-orang atau komunitas yang menentukan munculnya perilaku yang lebih positif dalam keadaan yang menekan (Benard,2004). Benard menyatakan tiga protective factors yang terdapat dalam komunitas keluarga, sekolah, dan masyarakat, yaitu caring relationship, high expectation, dan opportunities for participate and contribute (Benard, 2004). Dalam caring relationship, seseorang membutuhkan perhatian dan hubungan yang saling mendukung. Dalam high expectation, seseorang membutuhkan orang-orang yang percaya kepada


(22)

Universitas Kristen Maranatha

mereka, menguji mereka, dan yang membantu menemukan kelemahan dan kekuatan mereka. Dalam opportunities for participation and contribution, seseorang memerlukan kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki tanggung jawab, dan kesempatan menjadi pemimpin.

Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan peneliti terhadap 8 orang pasien stroke, didapatkan bahwa 62.5% (5 dari 8 orang) menyatakan bahwa mereka mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga dan komunitas, misalnya dalam bentuk menemani saat terapi dan menanyakan apakah ada yang bisa dibantu dan bagaimana keadaannya hari ini. Sebanyak 40% (2 dari 5 orang) ramah terhadap orang lain, menyemangati orang lain yang juga terserang stroke, mensyukuri keadaan sehingga menjalani terapi dengan optimis, dan mengisi waktu luangnya bersama keluarga. Mereka juga berharap yang terbaik untuk keluarganya. Tapi 60% (3 dari 5 orang) pasien stroke tersebut yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang, tetap menjadi pemurung, mudah marah, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah untuk mengeluhkan keadaan.

Sedangkan 37.5% (3 dari 8 orang) menyatakan bahwa mereka kurang mendapatkan kasih sayang dari komunitas, termasuk dari keluarga seperti kurang kepedulian, tidak pernah menemani, tidak pernah menanyakan kabar atau mengajak berdiskusi. 33.3% (1 dari 3 orang) menjadi lebih pendiam,


(23)

Universitas Kristen Maranatha

pemurung, mengurung diri di rumah, mudah marah, mengeluhkan keadaan, tidak mempunyai tujuan hidup, tidak mampu merencanakan apa yang ingin dilakukannya, sulit makan dan pencernaan terganggu. Sebanyak 67.7% (2 dari 3 orang) tetap mandiri dalam menjalani pengobatan bahkan tetap berusaha bekerja secara produktif, datang ke tempat terapi secara rutin karena keinginan sendiri, mencari banyak teman di tempat terapi, memutuskan untuk berusaha secara mandiri dalam pengobatan strokenya.

Selain itu, 62.5% (5 dari 8 orang) menyatakan bahwa mereka dipercayai oleh keluarga dan teman-teman bahkan dokter bahwa mereka pasti bisa sembuh. Keluarga juga mengharapkan mereka untuk kembali dapat menjalankan peran keseharian seperti sebelumnya. Sebanyak 40% (2 dari 5 orang) pasien stroke tersebut menjadi lebih optimis dan rutin menjalani terapi, lebih mandiri dan memiliki harapan dan keyakinan untuk bisa sembuh. Tetapi 60% (3 dari 5 orang) pasien stroke yang dipercaya dan diharapkan untuk kembali pulih justru menganggapnya sebagai beban, mereka jarang mengikuti pengobatan atau terapi, tidak mau melakukan pemeriksaan kesehatan, dan mengeluhkan keadaan.

Sedangkan 37.5% (3 dari 8 orang) menyatakan bahwa keluarga tidak terlalu banyak mendukung atau membantu. Keluarga bersikap cuek dan ada yang menganggap pasien sebagai beban tapi tidak yakin juga bahwa bisa pulih kembali. Pasien tersebut menyatakan bahwa keluarga tidak banyak


(24)

Universitas Kristen Maranatha

membantu. Sebanyak 33.3% (1 dari 3 orang) pasien stroke tersebut mengaku tidak terjadi perubahan yang signifikan semenjak terserang stroke sampai sekarang, tangan tetap kaku dan sulit berjalan, mereka juga semakin pesimis terhadap kesembuhannya, dan lebih banyak mengeluhkan keadaan. Namun 67.7% (2 dari 3 orang) tetap berharap dan yakin akan kesembuhannya, tetap menjalani terapi secara rutin, berolah raga untuk menjaga kesehatan, berbincang-bincang dengan, mengurus rumah atau bekerja sambilan.

Sebanyak 62.5% (5 dari 8 orang) mendapatkan kesempatan dari keluarga dan komunitas untuk tetap berpartisipasi dalam melakukan kegiatan dan mengambil keputusan. Menurut mereka, keluarga dan komunitas masih menanyakan pendapat mereka ketika akan mengambil keputusan, misalnya untuk makan bersama, atau pergi berlibur, atau menyelesaikan masalah anak. Namun hanya 40% (2 dari 5 orang) yang tetap bekerja dan memiliki hak untuk berpendapat dalam memutuskan penyelesaian masalah. Mereka tetap mencari nafkah untuk keluarga dan sering memberi masukan untuk masalah pekerjaan, keluarga bahkan mengambil keputusan. Sedangkan 60% (3 dari 5 orang) lainnya lebih banyak berdiam diri, menganggap pendapatnya tidaklah penting, tidak percaya diri dan malas berpartisipasi dalam kegiatan seperti acara keluarga,.

Sebanyak 37.5% (3 dari 5 orang) pasien stroke kurang bahkan tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi atau memberikan pendapat


(25)

Universitas Kristen Maranatha

dalam membuat keputusan. Menurut mereka, keluarga dan komunitas tidak lagi menganggap pendapat mereka penting dan keterbatasan fisik menjadi pertimbangan untuk mereka bisa berkontribusi dalam kegiatan. 33.3% (1 dari 3 orang) pasien tersebut menjadi jarang berbicara, menganggap dirinya tidak lagi mampu melakukan hal yang berarti bagi orang lain, dan selalu mengeluhkan keadaan setelah terserang stroke. Sebanyak 67.7% (2 dari 3 orang) yang tidak mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dan berkontribusi, tetap percaya diri untuk mengungkapkan pendapat mereka, mandiri dalam mengambil keputusan, bekerja kembali, memiliki tujuan hidup serta memberanikan diri untuk berdiskusi dengan teman-teman barunya.

Berdasarkan data yang telah diuraikan di atas, maka dapat dilihat bahwa dalam menghadapi permasalahan ini setiap pasien stroke diharapkan mampu untuk menyesuaikan diri dalam kondisi yang menekannya atau yang biasa disebut dengan resiliency. Di dalam perkembangan resiliency tersebut, terdapat protective factors. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan melakukan penelitian studi kontribusi mengenai protective factors terhadap resiliency pada pasien pasca stroke.

1.2 Identifikasi Masalah

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kontribusi protective factors terhadap resiliency pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.


(26)

Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui protective factors dan resiliency pada pasien stroke.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi protective factors yang dilihat dari caring relationship, high expectations, dan opportunities for participation and contribution terhadap resiliency yang dilihat dari social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi tambahan bagi ilmu psikologi, khususnya ilmu psikologi kesehatan tentang kontribusi protective factors yaitu caring relationship, high expectations, dan opportunities for participation and contribution terhadap resiliency yang dilihat dari social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose pada pasien stroke.

2. Memberikan wawasan teoritis bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai kontribusi protective factors yaitu caring relationship, high expectations, dan opportunities for participation and contribution terhadap resiliency yang


(27)

Universitas Kristen Maranatha

dilihat dari social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose pada pasien stroke.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada Kepala Subdivisi Akupuntur Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung dan aktivisnya serta keluarga dan teman-teman untuk mengetahui, memahami, berempati, dan memberi dukungan dengan memperhatikan protective factors agar dapat tetap bertahan dalam tekanan yang dialami dan kembali percaya diri ketika berhadapan dengan orang lain atau situasi baru.

2. Memberikan informasi kepada pasien stroke untuk memperhatikan protective factors dan resiliency yang dimiliki agar mereka dapat mengetahui, memahami, berempati, dan memberi dukungan kepada sesama pasien stroke lainnya, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan bertahan dalam tekanan yang dialami dan dapat kembali percaya diri ketika berhadapan dengan orang lain atau situasi baru.

1.5 Kerangka Pikir

Pasien stroke yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berusia 40-60 tahun. Menurut Levinson, baik pria maupun wanita menganggap transisi paruh kehidupan


(28)

Universitas Kristen Maranatha

(mulai sekitar usia 40 atau 45 tahun) berlangsung hiruk pikuk dan secara psikologis menyakitkan, karena banyak aspek kehidupannya yang dipertanyakan.

Penyakit stroke merupakan penyakit gangguan peredaran darah ke otak yang mengakibatkan pasien mengalami berbagai perubahan seperti penurunan fungsi, emosional, kognitif dan interaksi sosial. Pasien stroke dalam penelitian ini adalah pasien stroke yang mengalami penurunan fungsi, emosional, dan interaksi sosial. Perubahan yang terjadi, proses penyembuhan yang panjang dan tidak pasti, tidak dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala, serta hambatan dalam memenuhi tugas perkembangan mereka membuat pasien menganggap stroke itu adalah penyakit yang berat atau situasi yang menekan. Penghayatan individu terhadap keadaan yang menekan dikatakan Benard (2004) sebagai adversity.

Dalam menghadapi situasi yang menekan tersebut, pasien stroke (selanjutnya pasien pasca stroke di pusat terapi akupuntur “X” akan dituliskan sebagai pasien stroke) diharapkan memiliki kemampuan untuk tetap bertahan dan menjalani perannya sebagai seorang kepala keluarga, anggota keluarga, atau anggota masyarakat. Resiliency merupakan kapasitas kemampuan seseorang untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan, banyak halangan dan rintangan (Benard, 2004). Resiliency merupakan sistem yang dinamis dalam diri individu yang dapat diukur berdasarkan taraf tinggi dan rendah. Secara umum, resiliency memiliki empat aspek, yaitu social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose (Benard, 2004). Bagi pasien


(29)

Universitas Kristen Maranatha

stroke yang mampu mengendalikan perilakunya dalam menghadapi berbagai situasi yang menekan tanpa menjadi lemah dan mampu beradaptasi dengan baik menunjukkan adanya tingkat resiliency yang tinggi. Namun, pasien stroke yang tidak mampu beradaptasi dengan baik dalam menghadapi situasi yang menekan, menunjukkan adanya tingkat resiliency yang rendah.

Social competence merupakan kemampuan sosial yang mencakup karakteristik, kemampuan dan tingkah laku yang diperlukan untuk membangun suatu relasi dan kedekatan yang positif dengan orang lain (Benard, 2004). Pasien stroke dapat memiliki hubungan yang dekat dan mendalam dengan orang lain. Pasien masih dapat bersosialisasi dengan orang lain dengan baik. Social competence terdiri dari 4 sub aspek yaitu kemampuan pasien stroke untuk menampilkan atau berperilaku yang memperoleh respon positif dari orang lain (responsiveness); kemampuan pasien stroke untuk menyatakan pendapat atau pandangannya atau fakta tanpa menyinggung perasaan orang lain dan mampu berkomunikasi dengan baik (communication); kemampuan pasien stroke untuk empati dan peduli terhadap orang-orang yang mengalami masalah (empathy and caring). Selain itu kesediaan pasien stroke untuk membantu meringankan beban teman dan keluarga sesuai kebutuhannya, serta mampu memaafkan diri sendiri dan orang lain (compassion, altruism, dan forgiveness) (Benard, 2004).

Problem solving skills terdiri dari beragam kemampuan, yaitu: kemampuan pasien stroke untuk membuat rencana untuk dirinya atau kehidupan keluarganya


(30)

Universitas Kristen Maranatha

(planning); kemampuan pasien stroke untuk berusaha mencari jalan keluar bagi masalahnya (flexibility). Ciri lainnya adalah kemampuan pasien stroke untuk tidak sungkan mencari sumber-sumber dukungan di komunitas seperti orang tua atau tetangga dan mampu memanfaatkan bantuan dan kesempatan yang ada untuk menghadapi kesulitan (resourcefulness). Ciri terakhir adalah kemampuan pasien stroke untuk menganalisis, berpikir kritis, dan memahami masalah yang sedang dihadapi sehingga dapat mencari solusi yang tepat (critical thinking dan insight) (Benard, 2004).

Autonomy merupakan kemampuan pasien stroke untuk bertindak secara mandiri untuk hal-hal yang sederhana dan dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kompetensinya. Autonomy terlihat dari kesediaan pasien stroke untuk menerima keadaan dirinya yang berubah setelah stroke. (positive identity), kemampuan pasien stroke untuk mengontrol atau menghadapi permasalahan dan mampu memotivasi diri dengan menunjukkan perhatian dan usaha atau inisiatif yang dimiliki untuk mencapai tujuannya (internal locus of control and initiative). Ciri lainnya adalah kepercayaan pasien stroke akan kemampuan dirinya untuk mencapai hasil yang diinginkan dan memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan (self-efficacy and mastery); kemampuan pasien stroke untuk memiliki emosi yang positif meskipun emosi lingkungan bersifat negatif dan dirinya bukan penyebab dari keadaan yang buruk (adaptive distancing and resistance). Selain itu, kemampuan pasien stroke mengenali pikiran dan perasaannya dengan baik (self awareness and mindfulness).


(31)

Universitas Kristen Maranatha

Hal lainnya adalah kemampuan pasien stroke menciptakan situasi dan hal yang menyenangkan atau mampu mengubah kemarahan dan kesedihan menjadi kesenangan sehingga dapat menjauhkan dirinya dari penderitaan dan keterpurukan (humor). (Benard, 2004).

Sense of purpose merupakan kemampuan untuk meraih tujuan secara optimis dan kreatif berkaitan dengan kepercayaan diri tentang arti hidup dan keberadaan dirinya. Sense of purpose memiliki 4 sub aspek, yaitu kemampuan pasien stroke untuk mengarahkan diri dan mempertahankan motivasi dalam mencapai tujuan serta memiliki aspirasi dalam pekerjaan (goal direction, achievement motivation, educational aspirations). Pasien stroke yang memiliki hobi yang dapat menghibur ketika menghadapi kesulitan, kreatif dan kemampuan mengembangkan imajinasi yang positif mengenai diri (special interest, creativity and imagination). Pasien stroke juga memiliki sikap yang optimis, keyakinan dan harapan yang positif mengenai masa depannya (optimism and hope) dan keyakinan religious pasien stroke yang membuatnya optimis dan memiliki harapan bahwa ada Tuhan yang akan membantunya menghadapi masalah, dan memiliki keyakinan bahwa dirinya memiliki arti dalam menjalani hidup (faith, spirituality, and sense of meaning).

Setiap individu memiliki kemampuan resiliency yang berbeda-beda dalam dirinya. Kemampuan resiliency pada diri seseorang ini tidak terlepas dari protective factors yang mempengaruhinya, yaitu caring relationships, high expectation, dan opportunities for participation and contribution yang diberikan melalui keluarga,


(32)

Universitas Kristen Maranatha

sekolah, dan komunitas (Benard, 2004). Sebagian besar pasien stroke sudah berkeluarga dan tidak bersekolah lagi, maka peneliti lebih memfokuskan pada keluarga dan teman-teman dimana pasien stroke berada. Selain itu, teman-teman yang dimaksud adalah seluruh teman-teman yang dihayati pasien stroke dapat memengaruhi resiliency mereka. Pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur ‘X” ini tidak memiliki komunitas khusus. Keluarga dan teman-teman dapat memberikan pasien stroke caring relationship, high expectation, dan opportunities to participate or contribution. Dengan adanya protective factor tersebut, pasien stroke dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pasien stroke maka ia mampu untuk menciptakan resiliency dalam dirinya. Kebutuhan dasar pasien stroke tersebut adalah kebutuhan akan rasa aman (safety); kebutuhan akan dicintai (love/belonging); kebutuhan untuk dihargai (respect); kebutuhan akan kemandirian (autonomy/power); kebutuhan merasa unggul (challenge/mastery); kebutuhan untuk merasa berarti (meaning).

Kebutuhan akan rasa aman (safety) dapat dipenuhi ketika pasien stroke memiliki keluarga dan komunitas tempat berbagi cerita mengenai perasaan-perasaannya. Kebutuhan akan dicintai (love) dapat dipenuhi ketika pasien stroke mendapatkan dukungan berupa kasih sayang dari keluarga serta teman-teman dari komunitas. Kebutuhan untuk dihargai (respect) dipenuhi ketika pasien stroke mendapatkan kesempatan untuk turut berperan aktif dalam teman-teman dan


(33)

Universitas Kristen Maranatha

keluarga. Kebutuhan akan mandiri (autonomy) dipenuhi ketika pasien stroke mengerjakan aktivitas sehari-hari seperti sedia kala. Kebutuhan merasa unggul (mastery) dipenuhi ketika pasien menghayati berhasil dalam menghadapi hal-hal sulit yang telah terjadi dalam masa sakit. Kebutuhan merasa berarti (meaning) dipenuhi ketika pasien stroke dapat memberikan kontribusi dan partisipasi yang berarti pada keluarga dan teman-teman. Apabila kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka pasien stroke dapat beradaptasi dengan baik dan menyesuaikan diri terhadap tekanan yang didapatkan dari penyakit yang dideritanya.

Protective factors yang didapatkan oleh pasien stroke yaitu caring relationship, high expectation,dan opportunites for participation and contribution. Caring relationship merupakan pemberian cinta kasih (afeksi) dari keluarga dan teman-teman kepada pasien stroke seperti memegang pundak, tersenyum, dan memberi salam. Caring relationship dikarakteristikkan sebagai dasar penghargaan yang positif (Bernard, 1991). Pasien stroke yang menghayati bahwa dirinya mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari keluarga dan teman-teman, maka kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan dicintai dan kebutuhan dihargai akan terpenuhi. Pasien akan merasa memiliki orang-orang yang menyayangi dirinya dan bersedia membantu di saat mereka membutuhkan sehingga akan merasa aman dan dicintai. Kasih sayang dan perhatian tersebut juga membuat pasien merasa kehadiran mereka dihargai.


(34)

Universitas Kristen Maranatha

Pasien stroke yang menghayati mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari keluarga dan teman-teman dan kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan dicintai dan kebutuhan dihargai terpenuhi, maka pasien akan memiliki kemampuan untuk bertingkah laku yang mendapatkan tanggapan positif dari orang lain (responsiveness), mempu menyatakan pendapatnya tanpa menyinggung perasaan orang lain dan berkomunikasi dengan artikulasi yang jelas dan perbendaharaan kata yang dapat dipahami orang lain, (communication). Selain itu pasien akan memiliki kemampuan untuk bersikap empati dan peduli terhadap orang-orang yang mengalami masalah misalnya sesama pasien stroke (empathy and caring), dan membantu meringankan beban orang lain sesuai kebutuhannya, serta memaafkan diri sendiri dan orang lain atas kejadian yang menimpanya seperti serangan stroke (compassion, altruism,dan forgiveness).

Selanjutnya, pasien stroke akan memiliki kemampuan untuk merencanakan kehidupannya, baik dalam hal pekerjaan, kehidupan keluarga, maupun pribadi (planning), berusaha mencari jalan keluar bagi masalahnya (flexibility), tidak sungkan mencari sumber dukungan dan meminta bantuan di luar dirinya (resourcefulness), dan berpikir kritis untuk menemukan solusi yang tepat atas permasalahannya misalnya mencari kegiatan atau pengobatan lain untuk mengobati strokenya. (critival thinking and insight).

Selain itu, pasien stroke dapat belajar untuk bertindak secara mandiri. Pasien stroke dapat menerima keadaan dirinya setelah terserang stroke (positive identity),


(35)

Universitas Kristen Maranatha

mengontrol dan menghadapi permasalahan serta memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup (internal locus of control and initiative), percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan mencapai hasil yang diinginkan (self efficacy and mastery), tidak terpengaruh oleh emosi lingkungan yang negatif dan percaya dirinya bukanlah penyebab dari keadaan buruk (adaptive distancing and resistance), mengenali pikiran dan perasaannya secara baik (self awareness and mindfulness), dan menciptakan suasana yang menyenangkan hati (humor).

Selanjutnya, pasien akan mampu mengarahkan diri dan mempertahankan motivasinya untuk mencapai tujuan hidup (goal direction, achievement motivation, educational aspirations), memiliki hobi yang menghibur, mampu berimajinasi dan berkreasi secara positif (special interest, creativity and imagination), memiliki sikap yang optimis, keyakinan dan harapan positif tentang masa depannya ( optimism and hope), keyakinan religius dan bersandar kepada Tuhan serta memiliki arti dalam menjalani hidup (faith, sprituality, and sense of meaning).

Pasien stroke yang sering diperhatikan dalam hal kesehatannya, dibantu sesuai dengan kebutuhannya, ditemani dan diberi semangat saat akan menjalani terapi akan membuatnya merasa dicintai dan ada orang lain yang memerhatikan dirinya sehingga ia juga menjadi lebih peduli terhadap orang lain dan bisa mengungkapkan pendapatnya. Selain itu, penderita stroke ini bisa menemukan kembali apa tujuan hidup mereka dan menyadari bahwa masih ada orang-orang di sekeliling mereka


(36)

Universitas Kristen Maranatha

yang mau mendukung mereka serta menyadari bahwa serangan stroke tidak menghancurkan seluruh hidupnya.

High expectation merupakan harapan yang jelas, positif, dan terpusat kepada individu, kepercayaan dan keyakinan bahwa pasien stroke berharga dan mampu untuk mengatasi segala rintangan dalam hidup (Benard,1991). High expectation diperoleh dari keluarga dan teman-teman. Pasien stroke yang menghayati bahwa dirinya mendapatkan harapan dan keyakinan mengenai kesembuhan dari keluarga dan teman-teman, maka pasien stroke dapat merasa bahwa dirinya mampu untuk mencapai kesembuhan dan merasa bahwa dirinya masih dibutuhkan oleh orang-orang yang berada di sekitarnya. Dengan adanya harapan dan kepercayaan dari keluarga dan teman-teman terhadap kesembuhan pasien stroke, maka kebutuhan akan dicintai, kebutuhan untuk mandiri, dan kebutuhan merasa unggul dalam suatu hal akan terpenuhi. Harapan dan kepercayaan membuat pasien sadar bahwa orang lain saja mempercayai diri mereka, maka mereka juga harus percaya akan dirinya sendiri dan kembali memiliki kepercayaan diri.

Pasien stroke yang menghayati mendapatkan harapan, kepercayaan dan keyakinan dari keluarga dan teman-teman dan kebutuhan dicintai, kebutuhan untuk mandiri, dan kebutuhan untuk merasa unggul terpenuhi maka pasien akan memiliki kemampuan untuk bertingkah laku yang mendapatkan tanggapan positif dari orang lain (responsiveness). Selain itu, pasien juga memiliki kemampuan untuk menyatakan pendapatnya tanpa menyinggung perasaan orang lain dan berkomunikasi dengan


(37)

Universitas Kristen Maranatha

artikulasi yang jelas dan perbendaharaan kata yang dapat dipahami orang lain communication), memiliki kemampuan untuk bersikap empati dan peduli terhadap orang-orang yang mengalami masalah misalnya sesama pasien stroke (empathy and caring), dan membantu meringankan beban orang lain sesuai kebutuhannya, serta memaafkan diri sendiri dan orang lain atas kejadian yang menimpanya seperti serangan stroke (compassion, altruism,dan forgiveness).

Selanjutnya, mereka akan memiliki kemampuan untuk merencanakan kehidupannya, baik dalam hal pekerjaan, kehidupan keluarga, maupun pribadi (planning), berusaha mencari jalan keluar bagi masalahnya (flexibility), tidak sungkan mencari sumber dukungan dan meminta bantuan di luar dirinya (resourcefulness), dan berpikir kritis untuk menemukan solusi yang tepat atas permasalahannya misalnya mencari kegiatan atau pengobatan lain untuk mengobati strokenya. (critival thinking and insight).

Selain itu, pasien stroke dapat belajar untuk bertindak secara mandiri. Pasien stroke dapat menerima keadaan dirinya setelah terserang stroke (positive identity), mengontrol dan menghadapi permasalahan serta memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup (internal locus of control and initiative), percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan mencapai hasil yang diinginkan (self efficacy and mastery), tidak terpengaruh oleh emosi lingkungan yang negatif dan percaya dirinya bukanlah penyebab dari keadaan buruk (adaptive distancing and resistance), mengenali pikiran


(38)

Universitas Kristen Maranatha

dan perasaannya secara baik (self awareness and mindfulness), dan menciptakan suasana yang menyenangkan hati (humor).

Selain itu, pasien juga akan mampu mengarahkan diri dan mempertahankan motivasinya untuk mencapai tujuan (goal direction, achievement motivation, educational aspirations), memiliki hobi yang menghibur, memiliki kemampuan berimajinasi dan berkreasi secara positif (special interest, creativity and imagination), memiliki sikap yang optimis, keyakinan dan harapan positif tentang masa depannya (optimism and hope), keyakinan religius dan bersandar kepada Tuhan serta memiliki arti dalam menjalani hidup (faith, sprituality, and sense of meaning).

Pasien stroke yang menghayati bahwa keluarga atau teman-temannya memberi tahu beberapa tempat terapi, memberi dukungan secara verbal yang menyatakan bahwa pasien stroke tersebut bisa lebih baik dari saat ini, tidak menyerah untuk membantu pasien stroke yang kesulitan dalam melakukan aktivitas tertentu, akan menyadari bahwa orang lain saja percaya terhadap diri mereka, maka mereka juga percaya kepada dirinya dan lebih optimis menghadapi keadaan pasca stroke serta mau berusaha untuk beraktivitas tanpa banyak melibatkan bantuan orang lain misalnya seperti makan, mandi, ataupun berjalan.

Opportunities for participation and contribution merupakan tersedianya kesempatan bagi pasien stroke untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi dalam kegiatan yang bermakna, menarik, dan menantang yang diperoleh dari keluarga dan teman-teman. Pasien stroke yang menghayati adanya kesempatan untuk berpartisipasi


(39)

Universitas Kristen Maranatha

dan untuk berkontribusi dalam keluarga dan teman-teman, maka pasien dapat merasa bahwa dirinya masih dihargai, dapat membuat keputusan, dan mempertahankan pendapatnya, merasa bahwa dirinya berarti. Kesempatan yang diberikan oleh keluarga dan teman-teman untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam berbagai hal membantu memenuhi kebutuhan pasien stroke untuk dihargai, merasa unggul, dan merasa berarti.

Pasien stroke yang menghayati adanya kesempatan yang diberikan keluarga dan teman-teman untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam berbagai hal yang memenuhi kebutuhan untuk dihargai, merasa unggul, dan merasa berarti maka pasien akan memiliki kemampuan merespon pendapat atau bertingkah laku sehingga dapat ditanggapi positif oleh orang lain (responsiveness), memiliki kemampuan untuk menyatakan pendapatnya tanpa menyinggung perasaan orang lain dan berkomunikasi dengan artikulasi yang jelas dan perbendaharaan kata yang dapat dipahami orang lain (communication), mampu bersikap empati dan peduli terhadap orang-orang yang mengalami masalah misalnya sesama pasien stroke (empathy and caring), dan membantu meringankan beban orang lain sesuai kebutuhannya, serta memaafkan diri sendiri dan orang lain atas kejadian yang menimpanya seperti serangan stroke (compassion, altruism,dan forgiveness).

Selain itu, mereka akan memiliki kemampuan untuk merencanakan kehidupannya, baik dalam hal pekerjaan, kehidupan keluarga, maupun pribadi (planning), berusaha mencari jalan keluar bagi masalahnya (flexibility), tidak sungkan


(40)

Universitas Kristen Maranatha

mencari sumber dukungan dan meminta bantuan di luar dirinya (resourcefulness), dan berpikir kritis untuk menemukan solusi yang tepat atas permasalahannya misalnya mencari kegiatan atau pengobatan lain untuk mengobati strokenya. (critival thinking and insight).

Selanjutnya, pasien stroke dapat belajar untuk bertindak secara mandiri. Pasien stroke dapat menerima keadaan dirinya setelah terserang stroke (positive identity), mengontrol dan menghadapi permasalahan serta memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup (internal locus of control and initiative), percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan mencapai hasil yang diinginkan (self efficacy and mastery), tidak terpengaruh emosi lingkungan yang negatif dan percaya dirinya bukanlah penyebab dari keadaan buruk (adaptive distancing and resistance), mengenali pikiran dan perasaannya secara baik (self awareness and mindfulness), dan menciptakan suasana yang menyenangkan (humor).

Selain itu, pasien akan mampu mengarahkan diri dan mempertahankan motivasinya untuk mencapai tujuan (goal direction, achievement motivation, educational aspirations), memiliki hobi yang menghibur, memiliki kemampuan berimajinasi dan berkreasi secara positif (special interest, creativity and imagination), memiliki sikap yang optimis, keyakinan dan harapan positif tentang masa depannya ( optimism and hope), keyakinan religius dan bersandar kepada Tuhan serta memiliki arti dalam menjalani hidup (faith, sprituality, and sense of meaning).


(41)

Universitas Kristen Maranatha

Pasien stroke yang ditanyakan pendapatnya saat ada masalah keluarga, yang masih diminta untuk mengambil keputusan bagi pekerjaannya, yang dilibatkan dalam acara keluarga atau acara bersama teman-teman, menjadi lebih yakin diri dan menyadari bahwa pendapat mereka masih dihargai. Maka mereka semakin semangat untuk mencari jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi baik dalam keluarga maupun pekerjaan atau dengan teman-teman. Mereka juga belajar berdiskusi dengan orang-orang disekitarnya sehingga mereka dapat mengungkapkan pendapat mereka tanpa menyinggung perasaan anggota keluarga lainnya atau teman-temannya.

Pasien stroke yang menghayati adanya protective factors dari keluarga dan teman-teman akan merasa dirinya berharga dan memiliki harapan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Perilaku yang ditampilkan adalah menjalani berbagai pengobatan, mencoba berkonsultasi dengan beberapa dokter dan berdiskusi dengan beberapa pasien stroke lainnya, membaca buku tentang stroke, belajar untuk mandi dan makan sendiri, serta tidak menyalahkan diri atas serangan stroke yang dialami dan berdoa akan kesembuhannya.

Pasien stroke yang menghayati kurangnya atau tidak adanya protective factor baik dari keluarga maupun teman-teman akan merasa dirinya tidak lagi berharga karena mengalami penurunan fungsi fisik, emosi, kognitif, dan sosial, serta tidak memiliki harapan untuk kesembuhan. Perilaku yang ditampilkan adalah menyerah dengan keadaan, tidak mau berobat, tidak mau rutin mengecek darah atau konsultasi dengan dokter, sering mengeluhkan rasa yang tidak enak, sering murung, tidak mau


(42)

Universitas Kristen Maranatha

keluar rumah, serta terus menerus menyalahkan diri sendiri atas serangan stroke yang dialami dan memilih menyerah akan kesembuhannya.

Apabila pasien stroke menghayati protective factors dari keluarga dan teman-teman cukup besar maka mereka akan memiliki resiliency yang tinggi, salah satu perilaku yang ditampilkan adalah merasa berharga walaupun terjadi perubahan dalam dirinya, lebih percaya diri ketika berhadapan dengan orang lain atau situasi baru, yakin akan kesembuhan, mau rutin menjalani pengobatan walaupun tidak ada jaminan kesembuhan, dan berani mengungkapkan pendapatnya serta melibatkan diri dalam suatu kegiatan. Namun bila pasien stroke menghayati kurangnya atau tidak adanya protective factors dari keluarga atau teman-teman maka mereka akan memiliki resiliency yang rendah, salah satu perilaku yang ditampilkan adalah merasa sudah tidak berguna karena banyak perubahan dalam dirinya, kurang percaya diri ketika masuk teman-teman baru atau bertemu dengan orang lain, menyerah dalam berobat, tidak ada keyakinan akan kesembuhan, serta tidak berani mengungkapkan pendapatnya serta tidak berani melibatkan diri dalam suatu kegiatan karena merasa memiliki keterbatasan dalam diri mereka sebagai akibat dari serangan stroke.

Berdasarkan hal-hal di atas, pasien stroke yang mendapat dukungan dari keluarga dan teman-teman akan terlihat mampu untuk melakukan social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose dalam menjalani kehidupannya sehari-hari dan perannya dalam keluarga maupun teman-teman. Pasien stroke akan mampu menjalin relasi yang baik dengan keluarga dan teman-teman


(43)

Universitas Kristen Maranatha

sekitarnya, dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara bertanggung jawab, dapat menyelesaikan tugas-tugasnya sendiri, dan memahami tujuan hidupnya walaupun sudah terserang stroke. Dengan kata lain, kemampuan resiliency mereka tinggi meskipun menghadapi situasi yang menekan (Werner, 1990; dalam Benard, 1991). Apabila pasien stroke memiliki kemampuan resiliency yang rendah, maka mereka akan terlihat kurang mampu untuk melakukan social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose. Pasien stroke kurang dapat memberikan respon yang positif terhadap teman-teman dan tidak dapat beradaptasi dengan baik di teman-teman sekitarnya, tidak mampu menjalin relasi yang baik dengan keluarga dan teman-teman sekitarnya, tidak dapat menyelesaikan aktivitas sehari-hari secara bertanggung jawab, tidak dapat menyelesaikan tugas-tugasnya sendiri, dan tidak dapat memahami tujuan hidupnya terutama setelah terserang stroke.

Uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat melalui bagan 1.5.1 Kerangka Pikir.


(44)

Universitas Kristen Maranatha

1.5 Asumsi

Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, maka dapat ditarik sejumlah asumsi sebagai berikut :

1.6 Asumsi Penelitian

1. Protective factors yang dimiliki setiap pasien stroke berbeda-beda. Protective factors terdiri atas 3 aspek, yaitu : caring relationship, high expectations, dan opportunities for participation and contribution..

2. Resiliency pada pasien stroke memiliki 4 aspek, yaitu : social competence, problem solving skill, autonomy, dan sense of purpose.


(45)

Universitas Kristen Maranatha

3. Resiliency pada pasien stroke dipengaruhi oleh protective factors, yang terdiri dari penghayatan terhadap Caring Relationships, High Expectations, and Oppurtunities for participation and Contribution.

4. Resiliency pada pasien stroke memiliki derajat yang berbeda-beda, salah satunya dipengaruhi oleh protective factors.

1.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Terdapat kontribusi protective factors dari keluarga dan teman-teman terhadap resiliency pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

1.7.1 Sub Hipotesis

1. Terdapat kontribusi caring relationship dari keluarga dan teman-teman terhadap social competence pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

2. Terdapat kontribusi caring relationship dari keluarga dan teman-teman terhadap problem solving skills pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.


(46)

Universitas Kristen Maranatha

3. Terdapat kontribusi caring relationship dari keluarga dan teman-teman terhadap autonomy pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

4. Terdapat kontribusi caring relationship dari keluarga dan teman-teman terhadap sense of purpose pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

5. Terdapat kontribusi high expectation dari keluarga dan teman-teman terhadap social competence pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

6. Terdapat kontribusi high expectation dari keluarga dan teman-teman terhadap problem solving skills pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

7. Terdapat kontribusi high expectation dari keluarga dan teman-teman terhadap autonomy pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

8. Terdapat kontribusi high expectation dari keluarga dan teman-teman terhadap sense of purpose pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

9. Terdapat kontribusi opportunities for participation and contribution dari keluarga dan teman-teman terhadap social competence pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.


(47)

Universitas Kristen Maranatha

10. Terdapat kontribusi opportunities for participation and contribution dari keluarga dan teman-teman terhadap problem solving skills pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

11. Terdapat kontribusi opportunities for participation and contribution dari keluarga dan teman-teman terhadap autonomy pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.

12. Terdapat kontribusi opportunities for participation and contribution dari keluarga dan teman-teman terhadap sense of purpose pada pasien stroke di Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung.


(48)

106

Universitas Kristen Maranatha

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan kesimpulan mengenai hasil analisa dan pengolahan data terhadap 23 orang pasien pasca stroke di Pusat Terapi Akupuntur ‘X’ Bandung beserta saran yang bernilai teoritis dan praktis terarah sesuai dengan hasil penelitian.

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai kontribusi protective factors terhadap resiliency pada pasien stroke, maka dapat ditarik kesimpulan berikut:

1. Protective factors dari keluarga dan teman-teman memberikan kontribusi yang signifikan terhadap resiliency pasien stroke.

2. Caring relationship, high expectation, dan opportunities for participation and contribution memberikan kontribusi signifikan terhadap social competence, problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose pasien stroke dengan kontribusi yang variatif dan signifikan. 3. Kekhasan dari penelitian ini adalah mengetahui kontribusi

masing-masing aspek protective factors terhadap masing-masing-masing-masing aspek resiliency. Caring relationship, high expectation, dan opportunities for participation and contribution, memberikan kontribusi paling signifikan terhadap social competence. Social competence paling signifikan


(49)

Universitas Kristen Maranatha

dikontribusi oleh high expectation. Sedangkan problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose paling signifikan dikontribusi oleh opportunities for participation and contribution.

4. Protective factors dari keluarga dan teman-teman kurang memiliki keterkaitan dengan basic needs pasien stroke. Basic needs juga kurang memiliki keterkaitan dengan resiliency pasien stroke.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian mengenai hubungan antara protective factors, basic needs, dan resiliency pada pasien pasca stroke.

2. Bagi penelitian selanjutnya, dapat juga dilakukan penelitian ini pada pasien pasca stroke di jenjang usia yang berbeda.

3. Dapat diteliti lebih lanjut tentang kontribusi protective factors terhadap resiliency dengan mempertimbangkan perbedaan antara keluarga dan teman.

4. Dapat ditambahkan di dalam kuesioner mengenai dokter dan aktivis di tempat pengambilan data.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi Kepala Subdivisi Akupuntur Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung dapat dipertimbangkan untuk memberikan protective factors,


(50)

Universitas Kristen Maranatha

terutama opportunities for participation and contribution kepada para pasien stroke yang datang berobat ke tempat terapi tersebut, jadi mereka bukan hanya berobat tusuk jarum tapi juga mendapatkan protective factors dari lingkungan sekitar tempat terapi akupuntur tersebut. Misalnya dapat diadakan seminar bagi aktivis mengenai pentingnya protective factors bagi para pasien stroke.

2. Bagi keluarga dan teman-teman pasien stroke dapat dipertimbangkan untuk memahami protective factors yang dihayati oleh pasien stroke, sehingga dapat memberikan sesuai yang dihayati oleh mereka. Selain itu keluarga dan teman-teman dapat mempertimbangkan untuk percaya kepada pasien (high expectation), bahwa mereka tetap dapat melakukan aktivitas dan rutinitas, membantu menyadarkan kompetensi mereka, dan memberi umpan balik yang positif sehingga dapat meningkatkan kemampuan pasien stroke dalam membentuk suatu relasi dan kedekatan yang positif dengan orang lain (social competence). Selain itu, keluarga dan teman-teman juga dapat mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan bagi pasien stroke untuk tetap berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan (opportunites for participation and contribution), memecahkan masalah (problem solving skills), atau melakukan aktivitas lainnya, agar mereka dapat melatih diri untuk menemukan jalan keluar dari masalahnya, bisa beraktivitas tanpa banyak melibatkan bantuan orang lain (autonomy), dan kembali menemukan


(51)

Universitas Kristen Maranatha

tujuan hidup mereka (sense of purpose). Dapat dilakukan melalui kegiatan seminar mengenai dukungan kasih sayang, harapan, dan kesempatan yang dapat diberikan bagi para pasien stroke, atau mencoba memahami dan membangun hubungan lebih mendalam dengan para pasien stroke agar dapat memahami penghayatan mereka. 3. Bagi pasien stroke dapat dipertimbangkan untuk berbagi pengalaman

dan pendapat dengan sesama pasien stroke lainnya, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan bertahan dalam tekanan yang dialami dan dapat kembali percaya diri ketika berhadapan dengan orang lain atau situasi baru.


(52)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Dariyo. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : Grasindo

Baumeister, R. 1991. Meanings of life. New York : Guilford

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco: WestEd.

Carod AJF & Egido AJ. 2009. Quality of Life after stroke : The importance of a good recovery. Department of Neurology Sarah Hospital, The Sarah Network of Rehabilitation Hospitals, Brasilia, Brazil; Stroke Unit, Department of Neurology, San Carlos Hospital, Madrid, Spain Christensen, Kockrow. 2006. Adult Health Nursing Fifth Edition.

Philadelphia : Mosby Company

Friedenberg, Lisa, Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and Bacon 1995

Furlong, Nancy E., Eugene A. Lovelace, Kristin L. Lovelace. 2000. Research Methods and Statistics: An Integrated Approach. United States. Harcourt College Publishers

Guilford, J. P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York : MC Graw-Hill Book Co.Inc.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo

Hurlock, Elizabeth H. 1990. Developmental Psychology (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta : Erlangga

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Jogjakarta : Universitas Gajah Mada


(53)

Universitas Kristen Maranatha

Monks, F.J. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam

Berbagai Bagiannya. Cet. 14.: Yogyakarta: Gajah Mada University

Press

O’Leary, V. & Ickovics, J. 1995. Resilience and thriving in response to challenge : An Opportunity for a paradigm shift in women’s health : Research on Gender, Behavior, and Policy.I. 121-142

Seligman, M. 1992/1998. Learned optimism : How to change your mind and your life. New York : Pocket Books Synder C., Rand, K., & Sigmon, D. 2002. Hope theory : A member of positive psychology family. In C.Synder & S. Lopez (Eds), Handbook of positive psychology (pp. 256-276). New York : Oxford University Press.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Taylor, S., Kemeny, M., Reed, G., Bower, J., & Gruenewald, T. 2002. Psychological resources, positive illusions, and health. American Psychologist, 55, 99-109


(54)

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Dewimasyit, Jiptain. 2012. Suatu Penelitian Mengenai hubungan dukungan sosial dengan penerimaan diri pada pasien pasca stroke. Skripsi. Bandung : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. -e.pdf (diunduh tanggal 5 Maret 2013)

Idris, Nasrullah. 2010. Gangguan Akibat Penyakit Stroke, (http:/www-e psikologi.com/epsi/kesehatan_detail.asp?id=174, diakses tanggal 9 Maret 2013)

Noor, Hasanuddin. 2009. Diktat Psikometri. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Riasnugrahani, Missiliana. Suatu Penelitian Mengenai Hubungan Protective factors, Basic Needs, dan Derajat Resiliensi Pada Wakawuri di Kota Bandung. Proceeding Temu Ilmiah Nasional II. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. -e.pdf (dibuat oleh

Missiliana R, diunduh tanggal 19 April 2013) www.e-psikologi.com (diakses tanggal 9 Maret 2013)

www.repository.maranatha.edu (diakses tanggal 19 April 2013) www.stroke.org (diakses tanggal 5 Maret 2013)

www.wikipedia.co.id (diakses tanggal 9 Maret 2013)


(1)

Universitas Kristen Maranatha dikontribusi oleh high expectation. Sedangkan problem solving skills, autonomy, dan sense of purpose paling signifikan dikontribusi oleh

opportunities for participation and contribution.

4. Protective factors dari keluarga dan teman-teman kurang memiliki keterkaitan dengan basic needs pasien stroke. Basic needs juga kurang memiliki keterkaitan dengan resiliency pasien stroke.

5.2. Saran

5.2.1. Saran Teoritis

1. Bagi penelitian selanjutnya, dapat dilakukan penelitian mengenai hubungan antara protective factors, basic needs, dan resiliency pada pasien pasca stroke.

2. Bagi penelitian selanjutnya, dapat juga dilakukan penelitian ini pada pasien pasca stroke di jenjang usia yang berbeda.

3. Dapat diteliti lebih lanjut tentang kontribusi protective factors terhadap

resiliency dengan mempertimbangkan perbedaan antara keluarga dan teman.

4. Dapat ditambahkan di dalam kuesioner mengenai dokter dan aktivis di tempat pengambilan data.

5.2.2. Saran Praktis

1. Bagi Kepala Subdivisi Akupuntur Pusat Terapi Akupuntur “X” Bandung dapat dipertimbangkan untuk memberikan protective factors,


(2)

Universitas Kristen Maranatha terutama opportunities for participation and contribution kepada para pasien stroke yang datang berobat ke tempat terapi tersebut, jadi mereka bukan hanya berobat tusuk jarum tapi juga mendapatkan

protective factors dari lingkungan sekitar tempat terapi akupuntur tersebut. Misalnya dapat diadakan seminar bagi aktivis mengenai pentingnya protective factors bagi para pasien stroke.

2. Bagi keluarga dan teman-teman pasien stroke dapat dipertimbangkan untuk memahami protective factors yang dihayati oleh pasien stroke, sehingga dapat memberikan sesuai yang dihayati oleh mereka. Selain itu keluarga dan teman-teman dapat mempertimbangkan untuk percaya kepada pasien (high expectation), bahwa mereka tetap dapat melakukan aktivitas dan rutinitas, membantu menyadarkan kompetensi mereka, dan memberi umpan balik yang positif sehingga dapat meningkatkan kemampuan pasien stroke dalam membentuk suatu relasi dan kedekatan yang positif dengan orang lain (social competence). Selain itu, keluarga dan teman-teman juga dapat mempertimbangkan untuk memberikan kesempatan bagi pasien stroke untuk tetap berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan (opportunites for participation and contribution), memecahkan masalah (problem solving skills), atau melakukan aktivitas lainnya, agar mereka dapat melatih diri untuk menemukan jalan keluar dari masalahnya, bisa beraktivitas tanpa banyak melibatkan bantuan orang lain (autonomy), dan kembali menemukan


(3)

Universitas Kristen Maranatha tujuan hidup mereka (sense of purpose). Dapat dilakukan melalui kegiatan seminar mengenai dukungan kasih sayang, harapan, dan kesempatan yang dapat diberikan bagi para pasien stroke, atau mencoba memahami dan membangun hubungan lebih mendalam dengan para pasien stroke agar dapat memahami penghayatan mereka. 3. Bagi pasien stroke dapat dipertimbangkan untuk berbagi pengalaman

dan pendapat dengan sesama pasien stroke lainnya, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan bertahan dalam tekanan yang dialami dan dapat kembali percaya diri ketika berhadapan dengan orang lain atau situasi baru.


(4)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Dariyo. 2003. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : Grasindo

Baumeister, R. 1991. Meanings of life. New York : Guilford

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Fransisco: WestEd.

Carod AJF & Egido AJ. 2009. Quality of Life after stroke : The importance of a good recovery. Department of Neurology Sarah Hospital, The Sarah Network of Rehabilitation Hospitals, Brasilia, Brazil; Stroke Unit, Department of Neurology, San Carlos Hospital, Madrid, Spain Christensen, Kockrow. 2006. Adult Health Nursing Fifth Edition.

Philadelphia : Mosby Company

Friedenberg, Lisa, Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and Bacon 1995

Furlong, Nancy E., Eugene A. Lovelace, Kristin L. Lovelace. 2000.

Research Methods and Statistics: An Integrated Approach.

United States. Harcourt College Publishers

Guilford, J. P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York : MC Graw-Hill Book Co.Inc.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo

Hurlock, Elizabeth H. 1990. Developmental Psychology (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta : Erlangga

Jogiyanto. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis : Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Jogjakarta : Universitas Gajah Mada


(5)

Universitas Kristen Maranatha

Monks, F.J. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam

Berbagai Bagiannya. Cet. 14.: Yogyakarta: Gajah Mada University Press

O’Leary, V. & Ickovics, J. 1995. Resilience and thriving in response to challenge : An Opportunity for a paradigm shift in women’s health : Research on Gender, Behavior, and Policy.I. 121-142

Seligman, M. 1992/1998. Learned optimism : How to change your mind and your life. New York : Pocket Books Synder C., Rand, K., & Sigmon, D. 2002. Hope theory : A member of positive psychology family. In C.Synder & S. Lopez (Eds), Handbook of positive psychology (pp. 256-276). New York : Oxford UniversityPress.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Taylor, S., Kemeny, M., Reed, G., Bower, J., & Gruenewald, T. 2002.

Psychological resources, positive illusions, and health. American Psychologist, 55, 99-109


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Dewimasyit, Jiptain. 2012. Suatu Penelitian Mengenai hubungan dukungan sosial dengan penerimaan diri pada pasien pasca stroke. Skripsi. Bandung : Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. -e.pdf (diunduh tanggal 5 Maret 2013)

Idris, Nasrullah. 2010. Gangguan Akibat Penyakit Stroke, (http:/www-e psikologi.com/epsi/kesehatan_detail.asp?id=174, diakses tanggal 9 Maret 2013)

Noor, Hasanuddin. 2009. Diktat Psikometri. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Riasnugrahani, Missiliana. Suatu Penelitian Mengenai Hubungan Protective factors, Basic Needs, dan Derajat Resiliensi Pada Wakawuri di Kota Bandung. Proceeding Temu Ilmiah Nasional II. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. -e.pdf (dibuat oleh

Missiliana R, diunduh tanggal 19 April 2013) www.e-psikologi.com (diakses tanggal 9 Maret 2013)

www.repository.maranatha.edu (diakses tanggal 19 April 2013) www.stroke.org (diakses tanggal 5 Maret 2013)

www.wikipedia.co.id (diakses tanggal 9 Maret 2013)