Studi Deskriptif Mengenai Derajat Resilience at Work pada Karyawan Operator Junior Unit Utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai.

(1)

Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif Mengenai Resilence At Work pada Karyawan Operator Junior Unit Utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran resilience at work pada para karyawan operator junior, karena situasi-situasi yang membuat stressful, dan gejala stres yang ditampilkan oleh para karyawan operator junior unit utilities, maka diperlukan resilience at work. Resilience at work sendiri terdiri dari 2 aspek, yaitu attitudes yang terdiri dari 3 sub aspek (commitment, control dan challange) dan skills yang terdiri dari 2 sub aspek (transformational coping dan social support) serta memiliki 3 faktor yang mempengaruhinya yaitu feedback personal reflection, feedback other people, dan feedback result.

Penelitian ini dilakukan kepada 31 karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery unit II, Dumai. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif. Alat ukur yang digunakan dimodifikasi oleh peneliti dari penelitian sebelumnya yang juga mengukur resilience at work dan berlandaskan teori Maddi & Khosaba, 2005. Validitas alat ukur berkisar 0.300 - 0.759 dan koefisien reliabilitas untuk variabel X diperoleh 0,931. sehingga alat ukur variabel X dinyatakan reliabel.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 51.61% dari responden memiliki tingkat resilience at work yang tinggi, dan sisanya memiliki tingkat resilience at work yang rendah. Hal ini menunjukan bahwa karyawan operator junior unit utilities sudah menampilkan kapasitas untuk bertahan dan berkembang meskipun dalam keadaan stress.

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah agar dapat mengembangkan pernyataan data penunjang agar lebih spesifik menggambarkan faktor-faktor feedback.


(2)

ii ABSTRACT

This research titled “Descriptive study about resilience at work of the junior operator units utilities PT. Pertamina (Persero) refinery units II in Dumai”. This research aim to get a big picture about resilience at work of the junior operator units utilities, because of the situations that create stressful, and stress symptoms displayed by the operator junior employees utilities unit, the necessary resilience at work. Resilience at work itself consists of two aspects, namely attitudes which consists of three sub-aspects (commitment, control and challenge) and skills which consists of two sub-aspect (transformational coping and social support) and has three factors that influence that personal feedback reflection, feedback of other people, and the feedback result,

This study was conducted to 31 employees utilities units junior operator PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai. The design used in this research is descriptive research design. Measuring instruments used by researchers modified from previous studies that also measure resilience at work and is based on the theory of Maddi & Khosaba, 2005. The validity of measuring instruments ranging from 0300-0759 and reliability coefficient for the variable X obtained 0.931. so that the measuring instrument variable X is declared reliable.

This research come to conclusion that 51.61% of respondent has a high resilience at work, while the minority has a low resilience at work. This conclusion shows that most of the junior operator employee does have a capacity to survive and strive under the high pressure of stress, even the other small part of junior operator employee does not.

Suggestions can be given of this research is to be able to develop a statement of supporting data in order to more specifically describe the factors feedback.


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 13


(4)

viii

1.3.1 Maksud Penelitian...13

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Kegunaan Penelitian ... 14

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 14

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 14

1.5 Kerangka Pikir... 15

1.6 Asumsi Penelitian... 28

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 29

2.1 Resilience at Work ...………... 28

2.1.1 Pengertian Resilience at Work …... 29

2.1.2 Aspek-aspek Resilience at Work ……... 30

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Resilience ... 35

2.2 Usia………... 38


(5)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Rancangan Penelitian ... 40

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 40

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

3.3.1 Variabel Penelitian ... 41

3.3.2 Definisi Operasional ... 41

3.4 Alat Ukur ... 43

3.4.1 Alat Ukur Resilience at Work ... 43

3.4.2 Kisi-kisi Alat Ukur ... 44

3.4.3 Prosedur Pengisian Item ... 47

3.4.4 Sistem Penilaian ... 47

3.4.5 Data Penunjang ... 49

3.4.6 Validitas dan Realibitas Alat Ukur ... 49

3.4.6.1 Validitas Alat Ukur ... 49

3.4.6.2 Realibitas Alat Ukur ... 50

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel .... ... 50

3.5.1 Populasi Sasaran ... 50


(6)

x

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Responden ... 52

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 52

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja ... 53

4.2 Gambaran Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Tingkat Resilience pada Operator Junior Unit Utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II ... 54

4.2.2 Tabulasi Silang Resilience at Work dengan Aspek Attitudes ... 55

4.2.3 Tabulasi Silang Resilience at Work dengan Aspek Skills ... 56

4.2.4 Tabulasi Silang Aspek Attitudes dengan Sub Aspek Commitment, Control, Challanges ... 57

4.2.5 Tabulasi Silang Aspek Skills dengan Sub Aspek Transformational Coping dan Social Support ... 58

4.3 Pembahasan ... 59

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Simpulan ... 65

5.2 Saran... 66

5.2.1 Saran Teoritis ... 66


(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 67 DAFTAR RUJUKAN ... 68 LAMPIRAN


(8)

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pikir ... 27 Bagan 3.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 40


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Kisi-kisi Alat Ukur ... 44 Tabel 3.2. Sistem Penilaian Alat Ukur ... 48 Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Latar Belakang

Pendidikan ... 52 Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Lama Kerja ... 53 Tabel 4.3 Tingkat Resilience at Work pada Operator Junior Unit

Utilities PT. Pertamina (Persero) Refiney Unit II... 54 Tabel 4.4 Tabulasi Silang antara Resilience at Work dengan Aspek

Attitudes ... 55 Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Resilience at Work dengan Aspek Skills 56 Tabel 4.6 Tabulasi Silang antara Attitudes dengan Sub Aspek Commitment, Control, Challanges ... 57 Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Skills dengan Sub Aspek Transformational Coping dan Social Support ... 58


(10)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Letter of Concent dan Alat Ukur (Identitas, Data Utama, dan Data Penunjang)

Lampiran B. Uji Validitas Alat Ukur dan Item Valid Lampiran C. Uji Reabilitas Alat Ukur

Lampitan D. Hasil Penelitian

Lampiran E. Frekuensi, Tabulasi Silang Data Utama – Data Penunjang Lampiran F. Biodata Peneliti


(11)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

PT. Pertamina (Persero) memiliki kegiatan dalam menyelenggarakan usaha di bidang energi dan petrokimia yang terbagi ke dalam sektor hulu dan hilir. Pertamina hulu meliputi eksplorasi dan produksi minyak, gas, dan panas bumi, sedangkan Pertamina hilir memiliki kegiatan yang meliputi pengolahan, pemasaran & niaga, dan perkapalan serta distribusi produk hilir baik di dalam maupun keluar negeri. Pengolahan itu sendiri dikerjakan di kilang minyak dan saat ini bidang pengolahan mempunyai 7 unit kilang dengan kapasitas total 1.041.20 ribu barel. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang petrokimia dan memproduksi Non BBM. Salah satunya kilang yang masih beroperasi adalah PT. Pertamina (Persero) Refinery unit II (RU II), Dumai. (www.pertamina.com)

PT. Pertamina (Persero) Refinery unit II (RU II) Dumai merupakan kilang minyak yang terbesar dan masih memproduksi dan mengolah minyak. Kilang minyak (Oil Refinery) adalah industri yang memberikan sarana dan prasarana dalam mengolah minyak mentah menjadi produk petroleum. Produk-produk utama yang dihasilkan dari kilang minyak antara lain: minyak bensin (gasoline), minyak disel dan minyak tanah (kerosene). Kilang minyak merupakan fasilitas industri yang sangat kompleks karena memiliki banyak berbagai jenis peralatan proses dan fasilitas pendukungnya yang memiliki resiko kecelakaan kerja yang


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha

tinggi, maka dari itu kilang minyak ini memiliki beberapa unit produksi agar dapat beroperasi, salah satunya adalah unit utilities.

Unit utilities ini merupakan unit yang sangat berpengaruh terhadap jalannya proses pengolahan di seluruh unit kilang. Tugas utamanya adalah sebagai penunjang dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan unit operasi lainnya karena utilities adalah semua bahan/ media/ sarana yang dibutuhkan untuk menunjang operasi kilang seperti air pendingin, air bersih, steam/uap, listrik, air instrument, bahan bakar untuk fire hydrant, penggerak turbin, kompresor, dan pompa yang dilakukan secara kontinuitas, kualitas, dan kwantitas yang harus terjamin yang nantinya akan menghasilkan sumber tenaga baik secara langsung ( PLTA ) maupun tidak langsung (PLTU ) untuk sebuah kilang dan komplek perumahan pertamina. Dalam mencapai hasil tersebut maka unit utilities ini mengolah air sungai, air tanah, air hujan, dan air laut dengan internal treatment dan external treatment yang panjang dan melibatkan zat-zat kimia yang berbahaya. Jika utilities mengalami masalah maka semua unit produksi akan mengalami dampak yang sama sehingga kilang tidak dapat beroperasi.

Tugas – tugas di atas merupakan tanggung jawab dari karyawan – karyawan yang bekerja di unit utilities tersebut yang terdiri dari susunan organisasi dari atas sampai bawah yaitu Section Head, lead of Boiler, Shift Supervisor, dan terakhir operator yang memiliki job description masing – masing. Agar kilang tetap bekerja selama 24 jam maka operator tersebut dibagi menjadi beberapa tim dan shift kerja. Operator-operator yang dimiliki oleh unit utilities dapat ditetapkan berdasarkan batasan lama ia bekerja. Biasanya operator yang sudah bekerja ≥ 6


(13)

tahun dapat digolongkan sebagai operator senior dan sementara operator yang memiliki masa kerja ≤ 5 tahun dapat digolongkan sebagai operator junior. Biasanya satu tim terdiri dari 7 orang yang sudah termasuk satu supervisor, 2 dari 7 operator memiliki tugas utama yaitu control panel yang berada di dalam ruangan untuk menjaga panel serta memantau dan memberikan informasi mesin – mesin yang beroperasi kepada 4 operator yang berada di lapangan. Empat operator lapangan tersebut mendapatkan pembagian tugas yaitu operator boiler melakukan pengisian fuel atau pembakaran, demineralizer yaitu melakukan cleaning gun burning, regenarisasi yaitu mengaktifkan kembali resim yang sudah jenuh, make up chemichal yaitu menghilangkan oksigen, extra sample yaitu mengambil bahan untuk menjadi contoh pada waktu tertentu dan bila diperlukan saja, menetralisir limbah regenarisasi, mengoper pompa, shoot blowing yaitu membersihkan jelaga – jelaga pada mesin, intermittent blow down yaitu melakukan pembuangan pada endapan–endapan di mesin, tugas rutinnya mengoper pompa yang terus bekerja dan mengontrol proses kerja pompa yang disebut dengan plan patrol.

Resiko kecelakaan kerja yang tinggi seperti terjadinya cacat fisik, luka bakar, dan rusaknya pendengaran merupakan tekanan dalam diri individu sebagai karyawan operator unit utilities, tekanan dari resiko kecelakaan kerja ini diperkuat dengat kondisi di lapangan yang tidak nyaman seperti cuaca yang panas/dingin, bau bahan kimia, dan suara bising dari mesin boiler yang bekerja menjadikan sesuatu yang dapat mengancam fisik dan psikologis karyawan operator yang disebut dengan stress. Hasil wawancara dari salah satu supervisor karyawan


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

operator unit utilities mengatakan bahwa adanya perbedaan karyawan operator senior dan junior. Diperkirakan hal ini terkait dengan pengalaman masa kerja yang telah mereka dapatkan. Misalkan terjadinya situasi seperti yang telah dijelaskan di atas, karyawan operator junior sering sekali tidak tangkas, cepat, dan kurang teliti pada saat menjalakan tanggung jawabnya dalam mengendalikan mesin boiler, yaitu harus melakukan pengecekan, mengubah suhu, dan membersihkan jelaga pada mesin. Suara berisik dan bau bahan kimia yang berasal dari pengolahan air di dalam mesin boiler tersebut membuat pendengaran dan pernafasan operator menjadi sakit, sehingga kosentrasi para karyawan operator menurun dan pada situasi tersebut karyawan operator dituntut untuk tetap waspada. Jika karyawan operator lengah terhadap perintah sehingga mengakibatkan terjadinya kesalahan karena kurang telitinya mengoperasikan mesin, maka kecelakan kerja dan cacat fisik adalah salah satu resiko yang mereka hadapi. Beberapa karyawan operator dari hasil wawancara menunjukkan gejala stress pada saat mereka bekerja, seperti perasaan cemas, takut, dan detak jantung yang berdegup kencang pada saat menjalankan tugas dilapangan. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, sempat terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kelalaian karyawannya sendiri sehingga memakan korban luka bakar yang cukup serius.

Karyawan operator junior biasanya membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka dituntut untuk memiliki keterampilan untuk lebih cekatan memahami proses pengoprasian mesin-mesin dan bukan hanya dengan lingkungan fisik saja tetapi mereka juga harus dapat beradaptasi


(15)

dengan rekan kerja dan para seniornya. Dengan permasalahan kondisi lingkungan pekerjaan yang ada, hal ini membuat kewalahan para karyawan operator junior dalam bekerja memproses air menjadi bahan-bahan yang dibutuhkan oleh setiap unit lainnya yang berada di kilang sehingga unit HDC yang memproduksi bahan mentah menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak optimal dan saat ini bahan mentah sudah memiliki taraf kualitas tinggi tetapi harus diolah dengan mesin yang tidak optimal sehingga hasil minyak (BBM) tidak maksimal, sementara perusahaan harus bersaing dengan perusahan-perusahan asing yang bergerak dalam sektor minyak yang sudah banyak ada di Indonesia, sehingga tekanan dari atasan untuk operator pun bertambah. Para karyawan operator merasakan tanggung jawab yang besar dan cukup menguras tenaga, mereka harus dapat bekerja dengan menyiasati keadaan tersebut untuk mencapai target perusahaan dalam kondisi masih minimnya pengetahuan mengenai mesin kilang.

Hasil dari wawancara peneliti terhadap 5 karyawan operator junior terdapat dua karyawan operator (40%) junior yang baru masuk mengalami kesulitan dalam beradaptasi yang disebabkan kurang terampilnya dalam mengoperasikan mesin, sehingga pada saat bekerja mereka lebih lambat dan hanya bekerja pada saat mereka mendapatkan perintah dari supervisor-nya. Keterlambatan dan kurangnya inisiatif dalam mencari informasi kepada senior-seniornya tentunya membuat mereka mendapatkan konsekuensi, yaitu mulai dari sebuah teguran dari supervisor, dan dapat mengurangi penilaian kerja mereka. Hal tersebut menjadi beban mental mereka, dengan adanya kondisi tersebut operator junior dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan mampu berkomunikasi dengan


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha

para senior–senior yang berada disana karena pada saat menerima pelatihan mereka tidak mendapatkan secara langsung pelatihan menjalankan mesin, sehingga pada saat dilapangan mereka harus cepat memahami mesin-mesin tersebut.

Karyawan operator yang sudah ditugaskan di lapangan tidak langsung diangkat menjadi karyawan tetapi melainkan mereka masih berada di tahap training. Tanggung jawab tugas di lapangan yang telah diberikan kepada karyawan operator junior baru merupakan penilaian kerja mereka, bagi mereka yang tidak menunjukkan kemajuan maka akan mempengaruhi waktu pengangkatan mereka dan hal ini membuat para karyawan operator junior merasakan cemas akan pengangkatan jabatan mereka. Hasil wawancara dari salah satu supervisor, karyawan operator junior tersebut dimutasi kerja karena melakukan kelalaian kerja yang disebabkan ketidakmauannya bertanya terlebih dahulu yang mengakibatkan kerusakan mesin dan membuat kendala ke unit lainnya. Konsekuensi mutasi kerja merupakan hal yang tidak diinginkan oleh karyawan operator junior dikarenakan mereka akan dimutasi ke daerah terpencil dan beban kerjanya lebih berat dari sebelumnya.

Tekanan kerja akan semakin bertambah dengan adanya kelelahan fisik yang diakibatkan dengan shift kerja (3 hari pagi, 3 hari sore, 3 hari malam) dan pada saat ini, unit utilities mengalami kekurangan operator yang membuat jam kerja mereka bertambah dari 8 menjadi 18 jam per hari nya. Kelelahan yang dialami oleh operator membuat menurunnya performance para karyawan operator disaat mereka harus menyelesaikan tugas yang cukup banyak, sehingga hal ini dapat


(17)

menjadi salah satu faktor timbulnya situasi stressfull dilingkungan kerja dan membuat karyawan operator junior sering merasa tertekan. Karena shift kerja membuat pola tidur para operator berubah dan mengganggu sistem biologis manusia pada umumnya.

Tanggung jawab yang besar dan berat serta banyak menyita waktu istrahat mereka dapat mempengaruhi situasi perasaan mereka, dari hasil wawancara peneliti terhadap karyawan operator junior terdapat 2 dari 5 karyawan operator junior menunjukkan perilaku yang mencerminkan gejala stress. Misalnya, perasaan yang mudah emosi pada saat bekerja, namun terkadang perasaan emosi yang tidak dapat dikeluarkan pada saat bekerja sering terlampiaskan kepada keluarga di rumah seperti melampiaskan amarahnya kepada anak-anaknya maupun istrinya.

Kondisi yang melelahkan adalah pada saat operator diminta untuk lembur jaga malam di laut setelah karyawan operator bekerja dilapangan selama 8 jam. Di laut/ kapal operator berjaga sendirian yang terkadang mengakibatkan sulit untuk mengendalikan rasa mengantuk para karyawan operator. Selama berada di kapal karyawan operator bertugas untuk mengawasi kegiatan keluar masuknya kapal tanker, karyawan operator harus tetap terjaga jika tidak diawasi maka kegitan kapal akan mengalami gangguan dan tidak berfungsi. Shift kerja dan tambahan jam kerja banyak mengurangi waktu bersama keluarga dan hari-hari besar bersama keluarga banyak terlewati oleh para karyawan operator. Perasaan tersebut seringkali menurunkan motivasi dalam bekerja para karyawan operator terlihat dari perilaku karyawan operator yang tidak bersemangat untuk berangkat kerja


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

maupun saat melakukan tugasnya, tetapi hal tersebut harus tetap dijalani karena merupakan bagian dari tanggung jawab karyawan operator. Cara karyawan operator dalam mengatasi situasi kerja tersebut cukup bervariasi mulai dengan olahraga, mendengarkan musik, istirahat yang cukup, serta melakukan kegiatan yang sesuai dengan hobi mereka.

Jadi terdapat beberapa resiko kerja yang dialami oleh karyawan operator junior yaitu, meninggal dunia, stress, kelelahan, sulit untuk berkosentrasi, dan sakit. Hal-hal tersebut ini yang dirasakan sebagai pemicu timbulnya stress oleh mereka yang dapat mengancam kesahatan fisik dan psikologis, agar dapat bertahan dalam keadaan tersebut individu perlu memiliki sifat hardiness. Hardiness yaitu pola tertentu dari sikap dan keterampilan yang membantu individu untuk tangguh dan berkembang dibawah tekanan. Hardiness adalah dasar dari individu dalam manampilkan kemampuan untuk bangkit kembali dari kondisi yang menekan mereka, serta individu perlu bertahan dan berkembang walaupun dalam situasi stressfull yang disebut dengan resilience at work (Maddi & Koshaba, 2005).

Resilience pada lingkungan pekerjaan ini merujuk pada bagaimana seseorang mengolah sikap serta kemampuannya untuk dapat bertahan dan bukan terpuruk dalam keadaan tertekan. Perubahan-perubahan yang muncul dalam situasi kerja yaitu antara lain resiko kecelakaan kerja, reorganisasi, target, job insecure, dan segala sesuatu yang tidak dapat diprediksi, seperti supervisor yang berubah tiap bulan, tugas yang kadang bisa berubah-ubah yang dimana tergantung oleh atasan tiap tim, dan target perusahaan.


(19)

Dalam resilience at work terdapat tiga aspek, yaitu commitment, control dan challenge. Commitment merupakan sikap individu tetap bertahan mengerahkan seluruh kemampuan terbaiknya dan tetap melanjutkan untuk melakukan tugas seperti biasa meski sedang berada dalam situasi yang penuh tekanan. Control adalah sikap individu untuk berusaha dalam mencoba untuk tetap secara positif dalam mempengaruhi hasil yang akan didapat agar hasil yang diperoleh bermanfaat atau menguntungkan bagi individu meski dalam situasi yang stressful. Challenge merupakan sikap individu saat dihadapkan pada situasi yang stressful, individu mencoba menantang kesulitan yang ada (Maddi & Koshaba, 2005).

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti dari wawancara terhadap karyawan operator bagian utilities bahwa taget perusahaan yang besar tidak didukung oleh mesin yang optimal, sehingga target perusahaan dalam memenuhi kebutuhan negara (BBM) sering tidak menembus target. Hasil wawancara terhadap karyawan operator junior terdapat 3 dari 5 karyawan operator (60%) mengerahkan kemampuannya untuk mencapai target dan berusaha memberikan atau mencari solusi untuk memanfaatkan mesin yang kurang optimal menjadi lebih efektif dan dapat memenuhi target dalam mencapai hasil produksi yang telah ditetapkan, sedangkan 2 karyawan operator (40%) tetap melaksanakan tugas seperti prosedur yang ada tidak berusaha mengerahkan kemampuannya (tidak mencari solusi) sehingga sering sekali target produksi tidak terpenuhi. Sikap tersebut mencerminkan aspek commitment, yaitu sikap karyawan operator junior terlibat penuh dalam tugas pekerjaannya di unit.


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

Pada saat salah satu mesin rusak, sebanyak 2 orang (40%) berusaha untuk mencari tahu kerusakan mesin dan mencoba untuk melakukan perbaikan, jika mereka belum dapat memperbaikinya maka mereka akan memanggil unit bengkel untuk membantu memperbaiki. Sementara saat mesin diperbaiki mereka dapat mengerjakan tugas berikutnya tidak terpaku pada tugas sebelumnya. Ketika mesin sudah dapat digunakan kembali mereka mencari informasi ke unit bengkel untuk mengetahui kerusakannya dan kekurangann pada mesin tersebut sehingga mereka dapat meminimalisirkan kerusakan lagi. Sedangkan 3 orang (60%) mengaku bahwa pada saat mengalami kendala tersebut mereka lebih baik langsung memberikannya kepada unit bengkel dan menunggu mesin itu kembali dapat berfungsi. Sikap tersebut mencerminkan aspek control, yaitu sikap yang tetap berupaya memberikan pengaruh positif pada hasil dari perubahan situasi kerja yang terjadi di sekitarnya.

Sebanyak 3 orang (60%) mengatakan bahwa mereka menganggap pekerjaan yang mereka jalani ini merupakan sebuah tantangan dan sudah menjadi bagian dari tanggung jawab mereka. Bahkan salah satu dari mereka mengatakan kendala dan perubahan-perubahan yang terjadi di situasi pekerjaan menjadi tambahan pengalaman mereka dalam bekerja. Misal, pada saat karyawan operator tersebut mendapatkan pertukaran team dan tugas baru, mereka lebih cepat beradaptasi, mengenali karakter supervisor nya dan dengan pekerjaan yang baru sehingga mengurangi mereka mendapatkan teguran dan pekerjaan yang menumpuk. Sedangkan, 2 orang (40%) mengaku bahwa pekerjaan meraka sangat menguras tenaga dan waktu. Akan tetapi para karyawan operator merasa bahwa itu adalah


(21)

tugas dan tanggung jawabnya, maka para karyawan karyawan operator menganggap tugas ini sebagai tugas yang harus diselesaikan dan harus dihadapi. Sikap tersebut mencerminkan aspek challenge yaitu sikap karyawan operator junior melihat perubahan sebagai alat dalam menemukan sesuatu yang baru, berani menghadapi situasi yang menekan sebuah tantangan, bukan menghindarinya.

Sebanyak 5 orang (100%) mengatakan bahwa mereka memiliki cara masing-masing untuk menghadapi kendala dalam tugas yang menjadi tanggung jawab mereka. Kebanyakan diantara mereka bercanda gurau dengan sesama rekan pada saat mengalami kendala tersebut, bermain game, tidur, mengikuti kegiatan olahraga yang diadakan oleh kantor dan mereka dapat bersosialisasi dengan unit-unit lain maupun atasan-atasan, agar dapat mengerjakan pekerjaan kembali dengan optimal. Mereka berpendapat bahwa apa yang mereka hadapi dalam lingkup pekerjaan saat ini merupakan bagian dari tanggung jawab pekerjaan yang telah mereka pilih, setelah mereka dapat menenangkan pikiran mereka sejenak dimana dengan begitu mereka dapat menganalisis dan mengevaluasi pekerjaan yang kurang kondusif, maka mereka akan berusaha mencari jalan permasalahan dan segera melanjutkan pekerjaan dengan segera. Hal ini mencerminkan aspek tranformational coping, yaitu kemampuan karyawan operator junior untuk mengubah situasi yang menekan menjadi situasi yang bermanfaat bagi dirinya dengan melakukan coping, membuka pikirannya untuk menemukan solusi dapat bertindak secara efektif.


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha

Terdapat 4 orang (90%) mengaku bahwa ketika rekan kerja mereka mendapatkan suatu permasalahan baik dalam lingkup kerja, mereka akan memberikan waktu kepada rekan kerjanya karena mereka membutuhkan teman untuk berbicara. Tidak jarang mereka akan memberikan saran dan pendapat kepada rekan kerja mereka tersebut, serta membantu pekerjaan rekan kerja mereka tersebut. Seperti, saat salah karyawan operator apabila ia telah menyelesaikan tugasnya tidak jarang mereka akan membantu rekan kerjanya yang mendapatkan tugas derminalizer (melakukan cleaning gun burning) atau pada saat salah satu karyawan operator mendapatkan kesempatan untuk mengikuti dinas maupun pendidikan diluar kota, maka pada saat mereka kembali mereka akan membagikan informasi yang mereka dapatkan selama dinas kepada rekan kerjanya yang tidak mendapatkan kesempatan. Ketika mereka mendapatkan suatu permasalahan dalam lingkup kerja, mereka juga akan berbagi cerita kepada rekan kerjanya tersebut. Tidak jarang pula mereka sering dibantu oleh rekan kerja mereka dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka untuk sementara waktu, sama seperti apa yang telah mereka lakukan kepada rekan kerja yang bersangkutan. Sedangkan 1 orang (10%) mengaku bahwa ia merupakan orang yang cukup tertutup, saat mengalami masalah baik dalam lingkup pekerjaan ia jarang bercerita dan meminta bantuan kepada rekan kerjanya karena ia berpikir setiap orang memiliki masalahnya masing-masing.

Sehubungan dengan keadaan di atas, terdapat berbagai aspek dan faktor yang dapat mempengaruhi karyawan operator junior dalam bertahan dan mengatasi situasi stressfull sehingga menyebabkan tinggi rendahnya kemampuan resilience


(23)

mereka pada lingkungan kerja. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengetahui Derajat Resilience Di Tempat Kerja pada karyawan karyawan operator unit Utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini ingin mengetahui bagaimana gambaran resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Memperoleh gambaran secara rinci dan mendalam mengenai resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Memberikan paparan yang lebih rinci mengenai derajat resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai yang ditinjau dari kedua aspek, yaitu attitudes (commitment, control, challenge) dan skills (transformational coping dan social support) serta keterkaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya (feedback : personal reflection, other people, dan results).


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoris

a. Hal ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan bagi ilmu Psikologi Industri dan Organisasi secara khususnya mengenai resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II.

b. Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit I.

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) refinery Unit II mengenai gambaran resilience at work yang dimiliki oleh karyawan operator junior unit utilities. Dengan begitu, dapat diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk dapat mempersiapkan diri dari tekanan kerja selanjutnya.

b. Memberikan informasi kepada section head, lead of boiler, dan shift supervisor mengenai resilience at work yang ditampilkan oleh karyawan operator junior unit utilities pada saat bekerja sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam memberikan tugas maupun memberikan coach and counseling kepada karyawan operator junior unit utilities.


(25)

c. Memberikan informasi kepada perusahaan mengenai gambaran resilience at work yang dimiliki oleh karyawan operator lapangan sebagai bahan pertimbangan dalam hal membuat kebijakan perusahaan agar dapat mendukung tercapainya target perusahaan.

1.5 Kerangka Pikir

Kilang minyak (Oil Refinery) adalah industri yang memberikan sarana dan prasarana dalam mengolah minyak mentah menjadi produk petroleum. Kilang minyak membutuhkan orang-orang yang bekerja di lapangan dengan mesin-mesin yang kompleks untuk mengatur, mengawasi cara kerja sistem agar dapat mengolah minyak. Para karyawan yang bekerja di lapangan disebut dengan karyawan operator, kemudian karyawan operator dibagi lagi ke dalam unit-unit divisi.

Unit utilities merupakan jantung bagi kilang PT. Pertamina (Persero) RU II, Dumai karena mensuplai dan mendistribusikan bahan/media/sarana yang dibutuhkan untuk menunjang operasi sebuah kilang. Pada saat ini karyawan operator unit utilities berjumlah 50 orang termasuk di dalamnya karyawan operator junior maupun senior, akan tetapi jumlah ini tidak sesuai dengan jumlah ideal dari karyawan operator yang dibutuhkan dan juga tidak seimbang dengan tugas dan tanggung jawab seorang karyawan operator serta keterbatasan pra sarana guna terwujudnya visi dan misi PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai. Hal ini menjadi salah satu kendala guna menunjang tercapainya goal (target) perusahaan, khususnya bagi karyawan operator junior dituntut bekerja


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha

seoptimal mungkin untuk dapat berinovasi demi kemajuan dan keberhasilan perusahaan. Karyawan operator junior unit utilities menghayati tugas yang beresiko dan tanggung jawab yang diterima tidak didukung oleh pra sarana yang optimal juga.

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan termasuk hal yang penting untuk di perhatikan. Lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Kondisi dan lingkungan kerja yang tidak nyaman seperti, iklim cuaca yang tidak dapat diprediksi, suara bising yang dihasilkan dari mesin, bau menyengat dari zat kimia mempengaruhi proses kerja karyawan operator, seperti performace karyawan operator di lapangan. Keadaan tersebut dapat menghambat dan menurunnya kinerja karyawan operator, hal ini dapat mempengaruhi kenaikan pangkat atau promosi jabatan seorang karyawan operator junior unit utilities.

Perilaku gejala stress yang ditampilkan oleh karyawan operator junior seperti, kurang dapat berkosentrasi ketika saat mereka mendapat teguran negatif dari atasannya atau hambatan dalam pekerjaan, detak jantung yang berdegup lebih cepat ketika mendapat panggilan dari atasannya, mengalami gangguan tidur, dan emosi yang tidak dapat dikontrol, cenderung sering lupa ketika banyaknya tugas dan tanggung jawab mereka yang harus dipegang, sehingga hal tersebut mempengaruhi kosentrasi yang dibutuhkan oleh karyawan operator junior. Kosentrasi karyawan operator junior yang menurun dapat mengakibatkan


(27)

mudahnya terjadi resiko kecelakaan kerja seperti luka bakar akibat terkena uap panas bahkan kehilangan nyawa sehingga tidak jarang kecelakan kerja menjadi sumber kecemasan utama para karyawan operator junior pada saat bertugas.

Tuntutan dan resiko kerja yang tinggi, serta adanya beberapa perilaku yang mencerminkan gejala stress (penghayatan stressful) menunjukkan bahwa diperlukannya sebuah sikap Hardiness yaitu pola tertentu dari sikap dan keterampilan yang dapat membentuk resilience at work pada pekerjaan ini. Resilience at work adalah kemampuan seseorang untuk berada dalam keadaan stresfull, namun mereka tetap dapat tetap berusaha memecahkan masalahnya dan merubah keaadan yang baru menjadi lebih baik dari sebelumnya serta memuaskan dalam prosesnya (Salvatore R. Maddi & Deborah M. Koshaba, 2005). Resilience at work bukan hanya kemampuan yang secara langsung muncul sejak seseorang dilahirkan, tetapi sesuatu yang dapat dipelajari dan diperbaiki. Untuk menjadi resilience, individu perlu mengolah attitudes dan skills yang dimiliki. Pola attitudes dan skills tersebut disebut dengan hardiness.

Resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities sangat dibutuhkan mengingat hal itu dapat menunjang peforma kerja karyawan operator guna meningkatkan efesiensi dan efektifitas kerja karyawan operator demi tercapainya target-target kerja yang telah ditentukan.. Commitment adalah sikap karyawan operator junior untuk tetap terlibat dengan kejadian dan orang-orang di sekitar pekerjaannya walaupun pada situasi menekan, memandang pekerjaannya sesuatu hal yang penting dan cukup berarti untuk menaruh perhatian penuh, imajinasi, usahanya pada pekerjaan. Misal, karyawan operator akan tetap


(28)

18

Universitas Kristen Maranatha

melaksanakan tugasnya dan di lapangan yang dimana kodisi fisik (cuaca, suara bising, bau yang menyengat) dan mesin yang digunakan tidak mendukung (kurang optimal), karyawan operator junior akan berusaha untuk mencari solusi atau alternatif agar hasil produksi mencapai target dan optimal dan karyawan operator juga mengikuti standar K3 (Kesehatan Keselamatan Kerja) yang ditetapkan pada saat melakukan tugasnya agar mendukung kinerja serta keselamatan kerja baik untuk diri sendiri maupun rekan kerjanya. Karyawan operator junior yang memiliki commitment rendah cenderung kurang memiliki semangat untuk mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya secara optimal dan juga cenderung kurang mengkaidahkan K3 yang telah ditetapkan.

Control adalah sikap karyawan operator junior untuk berusaha mengerahkan tindakannya dalam mencari solusi positif terhadap pekerjaannya guna meningkatkan hasil kerjanya ketika menghadapi situasi stressful dan berusaha mencari solusi yang terbaik ketika menghadapi masalah atau kesulitan di pekerjaannya. Karyawan operator junior berusaha untuk memperbaiki lebih dahulu dan mencari tahu apa sebab kerusakan mesin, apabila tidak mampu karyawan operator junior akan meminta bantuan kepada unit bengkel untuk memperbaikinya, selama keadaan mesin belum dapat digunakan maka karyawan operator junior melakukan tugas berikutnya. Ketika unit bengkel sedang memperbaiki mesin, karyawan operator junior mencoba untuk memperhatikan dan memahami kerusakan tersebut sehingga bila terjadi hal yang sama lagi karyawan operator dapat mengatasinya dan mengurangi resiko kerusakan lagi. Selain hal itu, karyawan operator junior berusaha melakukan evaluasi dalam jadwal kegiatannya


(29)

misalnya tidur teratur, melakukan pemeriksaan kesehatan setiap bulan, dan mengikuti kegiatan olahraga yang diadakan oleh unit utilities agar dapat mengurangi kejenuhan, stress, dan dapat memperbaiki komunikasi dengan atasan atau rekan-rekan kerja yang lainnya yang dialami di kantor sehingga kinerja di lapangan menjadi optimal bahkan hal tersebut dapat membantu kekurangan karyawan operator (man power). Seperti, pada saat diminta untuk menggantikan karyawan operator yang kurang (shift kerja bertambah) maka karyawan operator junior siap untuk menggantikan dengan kondisi tubuh yang prima sehingga tetap mampu menghasilkan kinerja yang optimal. Karyawan operator junior yang memiliki control rendah cenderung kurang memberikan pengaruh positif pada hasil dari perubahan situasi kerja dan kurang berusaha untuk mencari solusi atau jalan keluar dari situasi kerja yang terus menekan dirinya untuk mencapai target kerja yang telah ditetapkan sehingga dapat mengganggu kelancaran operasi kilang.

Challenge adalah sikap karyawan operator junior yang memandang optimis akan perubahan situasi atau situasi stressful sebagai sarana untuk mengembangkan dirinya dengan terus berusaha mengerti, belajar, dan mengatasi masalah situasi tersebut. Karyawan operator junior akan merasa tertantang untuk bisa menjalankan tugasnya dengan optimal serta adanya hambatan akan keterbatasan sarana dan prasarana penunjangnya. Karyawan operator akan berusaha untuk meminimalisir kerusakan mesin yang kondisinya sudah tidak optimal dan kesalahan kerja dengan belajar dari pengalaman kegiatan sebelumnya. Karyawan operator yang memiliki challenge rendah cenderung merasa tugas dan tanggung


(30)

20

Universitas Kristen Maranatha

jawabnya sebagai seorang karyawan operator di unit utilities cukup menyita waktu pribadinya sendiri, seperti rekreasi, menganggap bekerja dengan mesin yang tidak mendukung, bekerja dengan waktu shift merupakan beban untuk karyawan operator. Karyawan operator yang challenge rendah kurang mempunyai kesediaan untuk melakukan pekerjaannya secara optimal seperti, datang terlambat, ketiduran pada saat jaga malam dan tidak menemukan manfaat atau kesempatan yang baik didalamnya.

Aspek kedua adalah skills, yaitu transformational coping dan social support. Transformational coping adalah kemampuan karyawan operator junior untuk dapat mengurangi situasi stressful dan menerima umpan balik dengan mengevaluasi setiap pemecahan masalah yang telah dilakukannya dengan cara membuka pikirannya untuk menemukan solusi yang tepat agar dapat bertindak secara efektif. Karyawan operator junior akan memiliki toleransi terhadap perubahan situasi kerja yang cepat dan sering (stressful) dalam satu team kerja dengan pertimbangan tertentu. Karyawan operator junior mampu memberikan gagasan perencanaan yang inovatif (mengambil sebuah tindakan untuk memecahkan suatu masalah) ketika unit utilities sedang mengalami kendala, seperti terjadinya trouble (situasi yang dimana mendapat tanda peringatan berbahaya) karyawan operator junior segera mengambil langkah-langkah tindakan yang dapat membantu situasi kembali normal. Sebelum karyawan operator junior memberikan gagasan dan mengambil tindakan tersebut, karyawan operator diharapkan telah memahami permasalahan yang tengah dihadapi dalam lingkup pekerjaan misalnya terjadi kegagalan pompa operasi mesin (trip), karyawan


(31)

operator junior tidak akan langsung untuk menyalahkan bahwa ini adalah kesalahan rekan kerjanya sehingga dialah yang harus bertanggung jawab tetapi karyawan operator junior dapat berpikir dan memperluas perspektifnya bahwa kejadian yang terjadi di kilang merupakan bagian dari kehidupannya dan telah menjadi bagian dari tanggung jawabnya yang harus dilaksanakan. Langkah kedua karyawan operator melibatkan dirinya untuk mencari solusi dan memahani situasi kejadian bagaimana pemasalahan itu agar dapat cepat terselesaikan. Karyawan operator junior yang terlibat dalam pemecahan masalah akan mengkomunikasikan bagaimana tindakan yang harus diambil seperti pembagian tugas pada saat terjadi kerusakan pompa. Langkah ketiga, karyawan operator mengambil tindakan untuk berada diposisi yang telah disarankan yaitu di dalam ruangan dan di lapangan. Karyawan operator junior yang berada di dalam akan segera mengaktifkan pompa cadangan kemudian menjalankan pompa hingga beroperasi (stanby and strart) jika hal tersebut tidak berhasil maka karyawan operator junior yang di lapangan langsung mengambil tindakan untuk melakukan proses secara manual setelah mendapatkan perintah dari operator di ruangan. Jika hal ini dilakukan secara otomatis di kemudian hari maka akan lebih efektif dan efisien sehingga dapat mengurangi kerusakan yang lebih parah.

Karyawan operator junior yang memiliki transformational coping rendah cenderung menganggap perubahan situasi atau steressful kerja sebagai penghambat dalam karir kehidupannya. Ia kurang berupaya memberikan performa kerja yang optimal (tidak memenuhi target ) dalam situasi kerja yang menekan, tidak memberikan gagasan maupun tindakan yang produktif.


(32)

22

Universitas Kristen Maranatha Social support adalah kemampuan karyawan operator junior untuk berinteraksi konstruktif kepada sesama rekan kerja agar mendapat dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Terdapat dua langkah dalam social support. Langkah pertama, yaitu encouragement (memberikan dukungan) yang terdiri dari tiga tahap, yaitu empati, simpati, dan apresiasi.

Langkah kedua adalah assistance (memberi bantuan) yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu membantu orang lain bangkit dari keterpurukannya, memberikan waktu untuk orang lain menenangkan dirinya dalam menghadapi masalah, dan memberikan pendapat atau saran. Misalnya, pada saat rekan kerjanya memiliki ketidak cocokkan terhadap supervisor karena adanya kekurangan komunikasi maka karyawan operator junior dapat melakukan hal-hal seperti langkah-langkah tersebut dengan memberikan waktu luangnya kepada rekan kerjanya untuk mendengarkan segala kesulitan dan keluhan yang dihadapi oleh karyawan operator junior lainnya, memahami atau mengerti atas kesulitan dan keluhan rekan kerjanya, serta tidak menambah beban pikiran rekan kerjanya ketika permasalahan yang dihadapi oleh rekan kerjanya belum dapat diselesaikan (encouragement). Selanjutnya, karyawan operator mampu memberikan saran dan dukungan kepada rekan kerjanya dengan berusaha untuk meluruskan miss communication yang terjadi dengan rekan kerja dan supervisor. Seperti, membantu pekerjaan yang tidak dapat dilakukan sendiri yang selalu menjadi kesalahan dimata supervisor dan mendampinginya sampai mengerti bagaimana melakukan pekerjaan yang sesuai keinginan supervisor sampai ia dapat menjalankannya sendiri (assistance) karena menurut teori Hurlock pada masa dewas awal (18-40) merupakan masa


(33)

ketergantungan sehingga dibutuhkannya sosial support dari rekan kerjanya. Sedangkan karyawan operator junior yang memiliki social support yang rendah cenderung menutup diri dengan rekan kerjanya, seperti enggan berbagi informasi atau pengetahuan yang dimiliki kepada rekan kerjanya, enggan menyediakan waktu kepada rekannya, enggan membatu rekan kerjanya dalam menyelesaikan tugasnya sementara ketika rekan kerjanya mengalami kesulitan, lebih mementingkan diri sendiri tanpa memikirkan kepentingan rekan kerjanya.

Dalam teori resilience at work, adanya resilience at work dapat memberikan kontribusi positif pada suatu organisasi. Karyawan operator junior akan tetap bekerjasama dengan rekan kerja dan atasannya dalam situasi yang sulit dan menghindari perilaku sosial yang tidak produktif atau mengasingkan diri dari lingkungan kerja, melainkan dapat memberikan produk kerja yang optimal dalam standar operasional prosedur. Operator junior unit utilities yang mampu memberikan pengaruh positif kepada rekan kerjanya dapat mempengaruhi kondisi di sekitarnya kearah yang menguntungkan, membuat waktu menjadi efisien dan hasil produksi yang efektif sesuai target yang dibutuhkan oleh kilang. Operator junior yang mampu melihat suatu kesempatan yang beharga di dalam situasi yang sering berubah cepat dan menekan akan menunjukkan sikap optimis untuk pencapaian target kerja yang lebih baik dan optimal daripada menghindarinya.

Operator yang mampu menggunakan proses mental untuk mengubah situasi stressfull menjadi situasi yang bermanfaat bagi dirinya akan mendapatkan umpan balik dengan mengevaluasi pemecahan masalah yang dilakukan oleh dirinya


(34)

24

Universitas Kristen Maranatha

sendiri. Dengan begitu, operator akan merasa nyaman untuk terlibat dengan situasi apa pun yang terjadi disekitarnya, berusaha untuk memiliki pengaruh positif atas segala sesuatu yang ada, dan secara terus menerus mau belajar dari pengalamannya agar menjadi operator junior yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Operator yang mampu berinteraksi secara konstruktif sesama rekan kerja akan dapat membantu dan mendukung operator lain untuk mencapai win-win solutions bagi semua pihak. Resilience at work dapat mengembangkan visi perusahaan dan membuat situasi kerja yang terus berubah-ubah (unpredictable) menjadi sesuatu yang bermanfaat dimana ia dapat mengembangkan kesempatan yang ada, menciptakan koordinasi yang efektif dan tepat antar elemen-elemen yang ada di organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih produktif.

Operator junior yang memiliki attitude ( commitment, control, challenge ) dan skills ( transformational skills, support social ) yang kuat didalam dirinya akan tercermin dari hardiness-nya maka operator karyawan junior memiliki resilience at work yang tinggi yaitu menikmati pekerjaannya, menganggap bahwa pekerjaannya sebagai hal yang sangat penting, memberi pengaruh untuk mendatangkan hal positif, mengubah kesulitan menjadi kesempatan mereka untuk mengembangkan dirinya dan membuat dirinya merasa antusias dan mampu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mereka akan lebih mampu untuk menanggulangi kesulitan dengan mencari pemecahan masalah dan saling memberikan dukungan dan bantuan dengan orang-orang yang ada disekitarnya, juga menikmati perubahan dan masalah yang terjadi. Operator junior akan merasa dirinya lebih terlibat dalam pekerjaannya meskipun pekerjaan tersebut masih sulit, dan


(35)

cenderung memandang stress menjadi bagian dari kehidupan normal mereka, sebagai sesuatu yang tidak adil.

Kemudian, operator junior yang memiliki derajat resilience at work yang rendah tidak memiliki aspek attitude ( commitment, control, challenge ) dan skills ( transformational skills, support social ) di dalam diri individu maka akan tercermin dari hardiness-nya juga, yaitu menganggap sebuah kesulitan menjadi sesuatu yang membebani dirinya dalam melakukan pekerjaannya dan membuat dirinya merasa pesimis, mudah menyerah (putus asa) dalam menghadapi situasi yang sulit danmenarik dirinya dari orang-orang disekitarnya karena ia merasa kurang percaya diri, sehingga akan meghambat dan menyelesaikan pekerjaannya.

Terdapat 3 sumber feedback yang dapat mempengaruhi resilience at work pada operator junior, yaitu personal reflection, other people, result ( Salvatore R. Maddi & Khoshaba, 2005). Personal reflection merupakan pengamatan yang dilakukan oleh operator atas tindakan dirinya sendiri. Misalnya, karyawan operator junior memberikan umpan balik yang positif terhadap tindakannya yang dapat mengatasi dengan cepat pada saat terjadi trip pada pompa dan memberikan hasil secara yang positif untuk kilang sehingga karyawan operator yakin pada kemampuannya. Dengan melihat diri sendiri untuk bertahan dan berinteraksi secara konstruktif, maka individu memperkuat sikap commitment, control, challenge. Sementara apabila hasil kerjanya tersebut mendapatkan pengamatan positif seperti pujian dari supervisor atau rekan kerjanya yang membuat karyawan operator junior menjadi lebih semangat kerja serta dapat mempererat hubungan antar kerja maka hal ini disebut feedback other people yaitu pengamatan atas


(36)

26

Universitas Kristen Maranatha

tindakan yang diperbuat oleh orang lain atau rekan kerja. Dari hasil tindakan karyawan operator junior dalam menyelesaikan permasalahan trip pada pompa dengan cara standby and start serta komunikasi yang lancar dalam pembagian tugasnya yang pada akhirnya memberikan dampak yang positif kepada kilang maupun hubungan antar rekan kerja sehingga tindakan ini dapat digunakan kembali dikemudian hari pada situasi yang sama. Maka hal ini termasuk kedalam feedback result yaitu dampak aktual dari tindakan operator pada target, kejadian / orang.

Feedback-Feedback yang didapat oleh operator adalah feedback positif maka operator merasa lebih terlibat dan kurang merasa terasing dalam keadaan stressfull, merasa lebih terkendali dan belajar dari tantangan, daripada merasa terancam. Operator tidak hanya merasa keluar dari situasi stressfull tersebut, melainkan juga merasa lebih commitment, control, dan challenge di dalam pekerjaannya.


(37)

Bagan 1.1 Kerangka Pikir Karyawan operator

junior unit utilities.

3 attitudes (aspek), yaitu

- Commitment

- Control

- Challage

2 skills (aspek), yaitu (sub aspek) :

- Transformational Coping Skill.

- Social Support Coping Skill

Faktor-faktor yang mempengaruhi terdapat 3

Feedback :

- Personal

reflection

- Other people

- Result

Kondisi yang menekan :

-Kondisi di lapangan Tambahan shift kerja Penilaian atasan atas performa yang dimilikinya.

Tuntutan kerja sebagai operator.

Resilience at work

Tinggi


(38)

28

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

1. Karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai menghayati tuntutan pekerjaan yang berat dengan resiko kerja yang tinggi, maka dibutuhkannya resilience at work untuk dapat bertahan dan berkembang dalam situasi stress.

2. Karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai mempunyai resilience at work dengan derajat yang berbeda-beda. 3. Resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina

(persero) Refinery Unit II, Dumai terdiri dari attitudes, yaitu commitment, control, chalange, serta skills, yaitu transformational coping dan social support.

4. Karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II dengan derajat attitudes (commitment, control, chalange) dan skills ( transformational coping dan social support) yang tinggi akan menghasilkan derajat resilience at work.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai adalah feedback dari personal reflection, other people, results.


(39)

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian dari 31 operator junior unit utilities tentang “Derajat Resilience at work pada karyawan operator junior unit Utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Enam belas atau 51,61% dari 31 atau 100% karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II di Dumai memiliki derajat resilience at work yang tinggi.

2. Enam belas atau 51,61% dari 31 atau 100% karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II di Dumai memiliki derajat resilience at work yang tinggi, memiliki aspek attitudes kuat dan skills yang tinggi dan karyawan operator junior unit utilities yang memiliki attitudes lemah dan skills rendah maka memiliki resilience at work rendah.

3. Karyawan operator junior unit utilities yang memiliki attitudes kuat diperdalam oleh feedback other people dan result sehingga karyawan operator junior unit utilities memiliki resilience at work tinggi.


(40)

66

4. Karyawan operator junior unit utilities yang memiliki attitudes lemah diperdalam oleh feedback personal reflection yang rendah sehingga karyawan operator junior unit utilities memilik resilience at work rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diberikan beberapa saran oleh peneliti, sebagai berikut:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat mengembangkan pernyataan kuesioner di data penunjang agar lebih spesifik karena masih kurang dapat menggambarkan sesuai faktor-faktor feedback.

2. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan peneliti, maka peneliti mengajukan saran kepada peneliti berikutnya untuk melakukan uji korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi resilience at work dengan derajat resilience at work agar dapat terlihat seberapa besar hubungan faktor-faktor tersebut dengan derajat resilience at work.


(41)

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II di Dumai, Khususnya bagian HRD dapat memberikan fasilitas grup konseling sebagai sarana membagi pengalaman antara karyawan operator junior unit utilities yang memiliki resiliencei yang tinggi dengan karyawan operator junior unit utilities yang memiliki resilience at work rendah. Sehingga diharapkan karyawan operator junior unit utilities dapat saling berbagi pengalaman dan pengetahuan baru yang dapat meningkatkan resilience at work.

2. Bagi section head di unit utilities dapat melakukan pendekatan secara personal pada karyawan operator junior unit utilities yang memiliki resilience at work rendah untuk lebih mengetahui kendala yang mereka alami. Sehingga secara bersama-sama dapat mencari solusi yang terbaik terhadap kendala yang dialami oleh karyawan operator junior unit utilities.


(42)

68

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, M. 1991. Psikologi Industri.Yogyakarta: Liberty.

Fakultas Psikologi. 2009. Paduan Penulisan Skripsi Serjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Gulo, W. 2003. Metodologi Penelitian. Grasindo: Jakarta

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M dkk., 1989. Organisasi; Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Kelima , Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga

Jewel & Sieagall. 1990. Psikologi Industri / Organisasi Modern. Jakarta: Penerbit Arcan.

Maddi , Salvatore.R.and Koshaba, Deborah. M. 2005. Resilience At Work : How to Succed No Matter What Life Throwa at You. United States of America: American Management Assosiation (AMACOM).

Robbins, S.P. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi Kedua Belas. Jakarta: Salemba Empat.


(43)

DAFTAR RUJUKAN

Antara. (2013, 25 November). Pabrik di Kilang Minyak Pertamina Dumai Sempat

Terbakar. Republika (Online), halaman 1. Tersedia:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/11/25/mwt94t-pabrik-di-kilang-minyak-pertamina-dumai-sempat-terbakar. (2 Januari

2014)

Parameswari, Fergie T. 2013. Studi Deskriptif Mengenai Resilience at Work pada Prajurit Perwira Pertama TNI AD Satuan “x” di Cimahi. Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Maranatha

Pertamina. 2012. Profil Perusahaan. www.pertamina.com/company-profile/. 15 Desember 2013.

Nopriani, Angela. 2009. Studi Koresional Antara Resilience at Work dan Prestasi Kerja Karyawan Salesman di Pt. “x” Jawa Barat. Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Tiurasy. 2012., Teori Lazarus. www.scribd.com/doc/78396365/Teori-Lazarus. Diakses pada tanggal 5 Januari 2014


(1)

1.6 Asumsi Penelitian

1. Karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai menghayati tuntutan pekerjaan yang berat dengan resiko kerja yang tinggi, maka dibutuhkannya resilience at work untuk dapat bertahan dan berkembang dalam situasi stress.

2. Karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai mempunyai resilience at work dengan derajat yang berbeda-beda. 3. Resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina

(persero) Refinery Unit II, Dumai terdiri dari attitudes, yaitu commitment,

control, chalange, serta skills, yaitu transformational coping dan social support.

4. Karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II dengan derajat attitudes (commitment, control, chalange) dan skills (

transformational coping dan social support) yang tinggi akan menghasilkan

derajat resilience at work.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi resilience at work pada karyawan operator junior unit utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II, Dumai adalah


(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian dari 31 operator junior unit utilities tentang “Derajat Resilience at work pada karyawan operator junior unit

Utilities PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II, Dumai”, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Enam belas atau 51,61% dari 31 atau 100% karyawan operator junior unit

utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II di Dumai memiliki derajat resilience at work yang tinggi.

2. Enam belas atau 51,61% dari 31 atau 100% karyawan operator junior unit

utilities PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II di Dumai memiliki derajat resilience at work yang tinggi, memiliki aspek attitudes kuat dan skills yang

tinggi dan karyawan operator junior unit utilities yang memiliki attitudes lemah dan skills rendah maka memiliki resilience at work rendah.

3. Karyawan operator junior unit utilities yang memiliki attitudes kuat diperdalam oleh feedback other people dan result sehingga karyawan operator junior unit utilities memiliki resilience at work tinggi.


(3)

4. Karyawan operator junior unit utilities yang memiliki attitudes lemah diperdalam oleh feedback personal reflection yang rendah sehingga karyawan operator junior unit utilities memilik resilience at work rendah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diberikan beberapa saran oleh peneliti, sebagai berikut:

5.2.1 Saran Teoritis

1. Peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat mengembangkan pernyataan kuesioner di data penunjang agar lebih spesifik karena masih kurang dapat menggambarkan sesuai faktor-faktor feedback.

2. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan peneliti, maka peneliti mengajukan saran kepada peneliti berikutnya untuk melakukan uji korelasi antara faktor-faktor yang mempengaruhi resilience at work dengan derajat

resilience at work agar dapat terlihat seberapa besar hubungan faktor-faktor


(4)

67

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi PT. Pertamina (persero) Refinery Unit II di Dumai, Khususnya bagian HRD dapat memberikan fasilitas grup konseling sebagai sarana membagi pengalaman antara karyawan operator junior unit utilities yang memiliki

resiliencei yang tinggi dengan karyawan operator junior unit utilities yang

memiliki resilience at work rendah. Sehingga diharapkan karyawan operator junior unit utilities dapat saling berbagi pengalaman dan pengetahuan baru yang dapat meningkatkan resilience at work.

2. Bagi section head di unit utilities dapat melakukan pendekatan secara personal pada karyawan operator junior unit utilities yang memiliki resilience at work rendah untuk lebih mengetahui kendala yang mereka alami. Sehingga secara bersama-sama dapat mencari solusi yang terbaik terhadap kendala yang dialami oleh karyawan operator junior unit utilities.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, M. 1991. Psikologi Industri.Yogyakarta: Liberty.

Fakultas Psikologi. 2009. Paduan Penulisan Skripsi Serjana. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Gulo, W. 2003. Metodologi Penelitian. Grasindo: Jakarta

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M dkk., 1989. Organisasi; Perilaku, Struktur, Proses, Edisi Kelima , Terjemahan Agus Dharma. Jakarta: Erlangga

Jewel & Sieagall. 1990. Psikologi Industri / Organisasi Modern. Jakarta: Penerbit Arcan.

Maddi , Salvatore.R.and Koshaba, Deborah. M. 2005. Resilience At Work : How

to Succed No Matter What Life Throwa at You. United States of America:

American Management Assosiation (AMACOM).

Robbins, S.P. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi Kedua Belas. Jakarta: Salemba Empat.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Antara. (2013, 25 November). Pabrik di Kilang Minyak Pertamina Dumai Sempat

Terbakar. Republika (Online), halaman 1. Tersedia:

http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/11/25/mwt94t-pabrik-di-kilang-minyak-pertamina-dumai-sempat-terbakar. (2 Januari

2014)

Parameswari, Fergie T. 2013. Studi Deskriptif Mengenai Resilience at Work pada

Prajurit Perwira Pertama TNI AD Satuan “x” di Cimahi. Skripsi.

Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Maranatha

Pertamina. 2012. Profil Perusahaan. www.pertamina.com/company-profile/. 15 Desember 2013.

Nopriani, Angela. 2009. Studi Koresional Antara Resilience at Work dan Prestasi

Kerja Karyawan Salesman di Pt. “x” Jawa Barat. Metodologi Penelitian

Lanjutan. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Tiurasy. 2012., Teori Lazarus. www.scribd.com/doc/78396365/Teori-Lazarus. Diakses pada tanggal 5 Januari 2014