Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

(1)

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA

(Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai)

SKRIPSI

Disusun Untuk Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) PadaFakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Progam Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh:

PUTRI NOVALIA 110903041

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

NAMA : Putri Novalia

NIM : 110903041

DEPARTEMEN : Ilmu Administrasi Negara

JUDUL : Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

Medan, 20 Maret 2015

Dosen Pembimbing, Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara,

Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.SiDrs. M. Husni Thamrin Nasution, M.SiNIP. 196401081991021001 NIP. 196401081991021001

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

NIP. 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai, Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi sarjana (S-1) Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna baik dari sisi substansi maupun redaksi. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis tidak menutup diri dari kritik ataupun saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skipsi ini.

Proses dan penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik dalam bentuk moril maupun materil. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis Bapak Nova Zemla dan Mamah Nining Yuningsih yang selalu memberikan semangat, mendo’akan dan memotivasi penulis. Keluarga penulis Ibu Hj. Yarneni dan Bapak H. Achyunal Herry yang selalu membimbing penulis, menyemangati dan memberikan motivasi yang besar untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(4)

Terima Kasih sebesar – besarnya kepada Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution,M.Si selaku dosen pembimbing dan Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara, yang dengan kesabaran dan perhatiannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, yaitu:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Elita Dewi, M.SP selaku Sekretasis Departemen Ilmu Administrasi Negara

3. Bapak Faisal Eriza, S. Sos. M.SP selaku Dosen Penguji

4. Staff pengajar Ilmu Administrasi Negara

5. Kak Dian dan Kak Mega telah banyak membantu proses administrasi.

6. Uda, Uni dan adik penulis, Muhammad Hanif Salim, ST, dr. Siti Dian Wahyuni dan Dewi Novalia yang selalu memberikan semangat.

7. Teman-teman penulis yang telah menemani dari mulai ospek hingga semester akhir, Ditha Nastari, Chairun Nisa dan Henny Justriana Norisfa.

8. PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai, yang telah memberi izin penelitian.

9. Bapak Binsar Butar Butar yang telah membimbing penulis ketika penelitian di PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai


(5)

10.HSE PT. Pertamina RU II Pak Siswanto, Bang dika, Bang Rio, Kak Dewi, Pak Irwansyah, Pak Wandi Citra dan Bang Lovel

11.Kelompok Magang Desa Dahari Selebar yang sudah berbagi suka duka selama tinggal di kampung orang AnnisaSilvia Dewi, Vivin Rahayu Noviansyah, Fadhilla Dzikra Ath. Thahirah, Santo Elman Putra Hura, Fariz Dharmawan, Dedi Amin danSry Pratiwi.

12.Sofyan 52 home sweet home Kak Yanti, Nia, Dian Indah Lestari, Qori’ah, Kak Tri Lestari serta adik-adik Retno, Anggi, Riska, Nini, Dwi, Defira, Mia, Fitri, Fiqa dan Yani terimakasih telah menjadi keluarga penulis selama tinggal di Medan

13.Yera Hadi Kurniawan yang selalu berbagi semangat, cerita dan motivasi selalu bersedia mendengarkan keluh kesah selama semaster terakhir ini.

14.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu dengan meluangkan waktu, ide, dan saran yang membangun selama pembuatan skripsi ini

Medan, 20 Maret 2015 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Teori ... 7

1.6.1 Kebijakan Publik ... 8

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 8

1.6.1.2Tahapan Kebijakan Publik ... 10


(7)

1.6.2.1 Pengertian Implementasi ... 11

1.6.2.2Model implementasi Kebijakan ... 12

1.6.2.3Faktor-faktor Implementasi Kebijakan ... 17

1.6.3 Sistem Manajemen ... 20

1.6.3.1Pengertian Sistem Manajemen ... 20

1.6.4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 21

1.6.4.1Keselamatan ... 21

1.6.4.2Kesehatan Kerja ... 22

1.6.4.3 Kecelakaan Kerja... 23

1.6.4.4 Organisasi Keselamatan Kerja Perusahaan ... 24

1.6.5 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 25

1.6.5.1Pengertian SMK3 ... 25

1.6.5.2Manfaat SMK3 ... 26

1.6.5.3Tujuan SMK3 ... 26

1.6.5.4Dasar Hukum SMK3 ... 27

1.6.6 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ... 29

1.6.6.1Pengertian BUMN ... 29

1.6.6.2Bentuk BUMN... 30

1.7 Defenisi Konsep... 31

1.8 Sistematika Penulisan... 32

BAB II METODE PENELITIAN ... 34

2.1 Bentuk Penelitian ... 34


(8)

2.3 Informan Penelitian ... 34

2.4 Instrumen Penelitian ... 35

2.5 Teknik Pengumpulan Data ... 36

2.6 Teknik Analisa Data... 37

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 40

3.1 Sejarah Umum PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai... 40

3.2 Visi dan Misi PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 44

3.3 Logo dan Slogan ... 44

3.4 LokasiPT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 45

3.5 Tata Nilai PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 47

3.6 Sasaran Strategik PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 48

3.7 Struktur Organisasi ... 52

3.7.1 Struktur Organisasi Pusat ... 52

3.7.2 PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 54

3.7.3 Jumlah Karyawan PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 61

3.8 SMK3 PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ... 62


(9)

3.8.2 Implementasi SMK3 pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai .. 68

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 75

4.1 Identitas Informan ... 76

4.2 Penyajian Data Hasil Wawancara ... 77

4.2.1Komunikasi ... 78

4.2.2 Sumber Daya ... 82

4.2.3 Disposisi ... 85

4.2.4 Struktur Organisasi ... 87

BAB V ANALISIS DATA ... 90

5.1 Analisis Masing-masing Variabel dalam Implementasi SMK3 ... 90

5.1.1 Komunikasi ... 91

5.1.2 Sumber Daya ... 94

5.1.3 Disposisi ... 95

5.1.4 Struktur Organisasi ... 96

5.2 Analisis Hubungan Semua Variabel ... 97

BAB VI PENUTUP ... 99


(10)

6.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Unit-unit Pengolahan PT. Pertamina Refinery Unit II ... 42

Tabel 3.2 Jumlah Karyawan PT. Pertamina Refinery Unit II ... 61

Tabel 3.3 Jumlah Karyawan PT. Pertamina Refinery Unit II ... 62

Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 76

Tabel 4.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Usia ... 76


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Dasar Hukum SMK3 ... 28 Gambar 3.1 Logo PT. Pertamina ... 44 Gambar 5.1 Model Implementasi Kebijakan George Edwards III ... 97


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran i Surat Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran ii Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi Lampiran iii Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing Lampiran iv Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian

Skripsi

Lampiran v Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi

Lampiran vi Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usul Penelitian (RUP) Mahasiswa FISIP USU

Lampiran vii Berita Acara Seminar Proposal Rencana Usulan Penelitian

Lampiran viii Surat Izin Penelitian

Lampiran ix Surat Rekomendasi Izin Penelitian Lampiran x Surat Pengambilan Data


(14)

ABSTRAK

Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada

Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

Nama : Putri Novalia

NIM : 110903041

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Tenaga kerja merupakan bagian penting dari dunia usaha dan pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara yangmemiliki banyak kekayaan alam dan hasil bumi tentu membutuhkan tenaga kerja atau sumberdaya manusia untuk memenuhi kegiatan produksi perusahaan dalam mengelola kekayaan alam. Keselamatan dan kesehatan pekerja adalah hal utama yang harus dilaksanakan pada Badan Usaha Milik Negara atau perusahaan swasta, karena pekerja yang sehat dan tidak mengalami kecelakaan dalam bekerja dapat meningkatkan produktivitas kerja, mampu bersaing dan meningkatkan perkembangan ekonomi perusahaannya. PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai selaku BUMN yang bergerak dibidang pengolahan minyak bumi untuk menghindari para pekerjanya dari kecelakaan kerja sudah seharusnya menerapkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja .

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menggambarkan implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada suatu Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai. Model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan George C. Edwards III yang melihat keberhasilan implementasi kebijakan berdasarkan empat variabel yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur organisasi. Teknik penulisan yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai diketahui sudah berjalan dengan baik dengan tidak ditemukan adanya kecelakaan kerja. Ketiadaan kecelakaan kerja tersebut karena faktor komunikasi yang dilakukan melalui sosialisasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara HSE dan pekerja sangat baik. Sumber daya manusia dan fasilitas yang berada pada kualitas dan kuantitas yang baik, serta disposisi implementator dan struktur organisasi yang baik sehingga mendukung pelaksanaan kebijakan. Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, BUMN, PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai


(15)

ABSTRAK

Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada

Badan Usaha Milik Negara Studi Pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

Nama : Putri Novalia

NIM : 110903041

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

Tenaga kerja merupakan bagian penting dari dunia usaha dan pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara yangmemiliki banyak kekayaan alam dan hasil bumi tentu membutuhkan tenaga kerja atau sumberdaya manusia untuk memenuhi kegiatan produksi perusahaan dalam mengelola kekayaan alam. Keselamatan dan kesehatan pekerja adalah hal utama yang harus dilaksanakan pada Badan Usaha Milik Negara atau perusahaan swasta, karena pekerja yang sehat dan tidak mengalami kecelakaan dalam bekerja dapat meningkatkan produktivitas kerja, mampu bersaing dan meningkatkan perkembangan ekonomi perusahaannya. PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai selaku BUMN yang bergerak dibidang pengolahan minyak bumi untuk menghindari para pekerjanya dari kecelakaan kerja sudah seharusnya menerapkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja .

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menggambarkan implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada suatu Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai. Model implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan George C. Edwards III yang melihat keberhasilan implementasi kebijakan berdasarkan empat variabel yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur organisasi. Teknik penulisan yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai diketahui sudah berjalan dengan baik dengan tidak ditemukan adanya kecelakaan kerja. Ketiadaan kecelakaan kerja tersebut karena faktor komunikasi yang dilakukan melalui sosialisasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja antara HSE dan pekerja sangat baik. Sumber daya manusia dan fasilitas yang berada pada kualitas dan kuantitas yang baik, serta disposisi implementator dan struktur organisasi yang baik sehingga mendukung pelaksanaan kebijakan. Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, BUMN, PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenaga kerja merupakan bagian penting dari dunia usaha dan pembangunan nasional. Indonesia sebagai negara yangmemiliki banyak kekayaan alam dan hasil bumi tentu membutuhkan tenaga kerja atau sumberdaya manusia untuk memenuhi kegiatan produksi perusahaan dalam mengelola kekayaan alam.

Dalam kegiatan operasionalnya keselamatan dan kesehatan pekerja adalah hal utama yang harus dilaksanakan pada Badan Usaha Milik Negara atau perusahaan swasta, karena pekerja yang sehat dan tidak mengalami kecelakaan dalam bekerja dapat meningkatkan produktivitas kerja, mampu bersaing dan meningkatkan perkembangan ekonomi perusahaannya.

Sebagaimana tujuan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk melindungi tenaga kerja yang selama ini telah berupaya dan berusaha dalam bekerja untuk menggerakkan perusahan-perusahaan yang berdiri di negeri ini yang berkontribusi dalam pembangunan nasional. Dalam


(17)

Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 1 dinyatakan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap tenaga kerja yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) yang penerapannya dilakukan oleh setiap perusahaan yang memanfaatkan Sumber Daya Manusia dalam kegiatan produksinya baik pada Badan Usaha Milik Negara maupun perusahaan swasta.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 87 ayat 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka setiap badan usaha perlu menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam kegiatan operasional perusahaannya. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan


(18)

tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dalam rangka perkembangan industri disuatu negara, masalah besar yang selalu timbul adalah kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, hal seperti ini dapat menjadi dapat menjadi biaya tambahan bagi suatu perusahaan dan kerugian pribadi baik secara mental maupun fisik bagi tenaga kerja

Permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja tidak hanya masalah bagi mereka yang bekerja dibidang industri atau teknik melainkan tanggung jawab moral untuk melindungi keselamatan sesama manusia, bukan hanya sekedar pemenuhan standar terhadap peraturan ataupun profit semata. Pekerja harus sadar bahwa apabila terjadi kecelakaan, bukan hanya dirinya yang menanggung, tetapi keluarga dan perusahaan akan menanggung akibat dari kecelakaan. Dengan adanya kesadaran dari pribadi dan perusahaan akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja akan lebih mudah diwujudkan. Safety adalah sebuah cerminan budaya kerja yang ada dalam perusahaan. Keselamatan dan kesehatan kerja yang baik akan mencerminkan bahwa kondisi ketenagakerjaan didalam perusahaan juga baik.

Badan Usaha Milik Negara yang merupakan pilar ekonomi bangsa Indonesia, maka yang menjadi peranan BUMN dalam negara adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang perekonomian, maka kebijakan pemerintah dalam pembinaan BUMN disesuaikan dengan kebijakan nasional. Dilihat dari keragaman tujuan BUMN maka secara garis besar BUMN memiliki dua peranan yaitu melaksanakan fungsi komersial dan non komersial. Dalam upaya pencapaian fungsinya maka BUMN perlu memperhatikan aspek


(19)

kesehatan dan keselamatan para pekerjanya dengan cara menerapkan kebijakan pemerintah yaitu Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam setiap unit kegiatan produksinya, karena kesehatan dan keselamatan dalam bekerja merupakan hak setiap pekerja dan harus mampu dipenuhi oleh perusahaan.

Berdasarkan kebijakan tersebut maka pemerintah dapat mengontrol badan usaha dalam pelaksanaan perlindungan terhadap tenaga kerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja perlu menjadi perhatian pemerintah karena dalam kegiatan produksi perusahaan tak sedikit terjadi kecelakaan dalam bekerja dan tenaga kerja yang menjadi korban.

Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja melalui SMK3 telah berkembang di berbagai negara baik melalui pedoman maupun standar. Untuk memberikan keseragaman bagi setiap perusahaan dalam menerapkan SMK3 sehingga perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja, peningkatan efisiensi, dan produktifitas perusahaan dapat terwujud maka perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah yang mengatur penerapan SMK3.

PT. Pertamina (Persero) selaku salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang industri minyak bumi dan gas ikut melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, banyak unit kerja dalam PT. Pertamina (Persero) salah satunya unit pengolahan atau refinery unit. PT. Pertamina Refinery Unit II yang berada di Kota Dumai Provinsi Riau memiliki jumlah tenaga kerja yang cukup banyak dalam melaksanakan perannya sebagai unit pengolahan, resiko


(20)

bekerja dibagian unit pengolahan tidaklah kecil, banyak tenaga kerja bekerja langsung dilapangan yaitu di kilang minyak. Sehingga penerapan SMK3 perlu di perhatikan agar meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi serta mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara (Studi pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai).

1.2. Fokus Masalah

Penelitian ini memiliki fokus masalah yang kemudian akan menjadi batasan peneliti dalam penelitian. Fokus masalah peneliti yaitu pada pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada salah satu Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II

1.3. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian selanjutnya dan membawa hasil yang diinginkan sesuai dengan arah penelitian, berdasarkan uraian latar belakang


(21)

masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai ?

I.4. Tujuan Penelitian

Sejauh mana penelitian yang dilakukakan tentu memiliki sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Bagaimana implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai.

2. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan penghambat PT. Pertamina dalam Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

I.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Secara subjektif, sebagai wahana latihan pengembangan kemampuan dalam bidang penelitian dan penerapan ilmu yang didapat pada masa


(22)

perkuliahan dan menambah pengetahuan yang berkaitan dengan Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

I.6. Kerangka Teori

Teori adalah seperangkat konsep, asusmsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi (Sugiyono. 2004:5). Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya, kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian. (Arikunto. 2002:92).


(23)

I.6.1. Kebijakan Publik

1.6.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan berasal dari kata policy yang diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik dan lain-lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Sedangkan pengertian publik itu sendiri bisa diartikan sebagai umum, masyarakat ataupun negara.

Menurut Anderson kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Menurut Thomas R. Dye (1981), kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Namun para ahli menganggap pengertian ini belum bisa mendefinisikan kebijakan publik dengan rinci. Banyak para ahli yang mencoba untuk mendefinisikan pengertian kebijakan publik dengan lebih luas. Menurut Easton (1969) dalam Hesel N. Tangkilisan (2003:2) kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari


(24)

sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Bedasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah yang dirumuskan dan dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang ada dimasyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga lain yang mampu mempengaruhi kehidupan masyarakat. Jadi pada dasarnya kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat.

1.6.1.2. Tahapan Kebijakan Publik

Menurut William Dunn (1998) kebijakan publik memiliki tahap-tahap yang kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel yang harus dikaji, ada pun yang menjadi tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :

1. Tahap Penyusunan Agenda (Agenda Setting)

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelum masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masuk ke agenda kebijakan pada perumusan kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak tersentuh sama sekali dan beberapa yang pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.


(25)

2. Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi kemudian didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada.

3. Tahap Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian banyak alternatif kebijakan pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan administrasi maupun pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.


(26)

5. Tahap Evaluasi (Policy Evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

I.6.2. Implementasi Kebijakan

1.6.2.1. Pengertian Implementasi Kebijakan

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program ataupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan penerapan atau implementasi. Menurut Pressman dan Wildavsky (dalam Tangkilisan, 2003) mengartikan implementasi sebagai proses interaksi antara tujuan dengan tindakan untuk mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Berdasarkan pengertian para ahli implentasi dapat diartikan sebagai kegiatan penerapan yang dilakukan oleh orang, kelompok ataupun badan berdasarkan suatu alternatif kebijakan.


(27)

1.6.2.2.Model Implementasi Kebijakan

Pelaksanaan kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan. Tanpa pelaksanaan suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak kebijakan yang baik, yang mampu dibuat suatu pemerintah, baik yang dirumuskan dengan tenaga ahli dalam negeri dari suatu negara maupun tenaga ahli dari luar negeri, tetapi kemudian ternyata tidak mempunyai pengaruh apa-apa dalam kehidupan negara tersebut karena tidak mampu dilaksanakan, atau tidak dilaksanakan. Pelaksanaan sangat penting dalam suatu pemerintahan. Menurut Hunington perbedaan yang penting antara suatu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk atau pun ideologinya, melainkan pada tingkat kemampuan malaksanakan pemerintahan. Tingkat kemampuan dapat dilihat pada tingkat kemampuan melaksanakan setiap keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh politbiro, kabinet atau presiden negara bersangkutan (Hunington,1968:1).

Model implementasi kebijakan ada 2 jenis, jenis pertama berpola dari atas kebawah (top-bottom) versus dari bawah ke atas (bottom-top) dan jenis yang kedua berpola paksa (command and control) dan mekanisme pasar (economic incentive).

a. Model kebijakan Van Meter dan Van Horn

Model kebijakan Van Meter dan Van Horn berpola dari atas kebawah dan berada pada mekanisme paksa. Proses Implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi kebijakan yang pada dasarnya sengaja dilakukan untuk meraih


(28)

kenerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandalkan bahwa implementasi kebijkan berjalan linear dari keputusan politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik.

Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van Horn ( dalam Agustino: 2006) dijelaskan sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan.

2. Sumber daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.


(29)

3. Karakteristik organisasi pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

4. Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi.

5. Disposisi atau sikap para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil


(30)

formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.

6. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

b. Model kebijakan George Edwards III

George Edward III berusaha mengkaji empat faktor atau variabel dari kebijakan yaitu struktur birokrasi, sumber daya , komunikasi, disposisi.

1. Struktur Birokrasi

Birokrasi merupakan salah-satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi pendidikan dan sebagainya. Birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan publik. Menurut Edwards III dalam Winarno


(31)

(2005:150) terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi.

2. Sumber Daya

Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumberdaya (resources).Edwards III (1980:11) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri dari : “Staff, information, authority, facilities; building, equipment, land and supplies”. Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam output. Sedang secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dari organisasi”.

3. Disposisi

Menurut Edward III dalam Wianarno (2005:142-143) mengemukakan ”kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif”. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak terhadap


(32)

implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.

4. Komunikasi

Menurut Agustino (2006:157); ”komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik”. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III dalam Agustino (2006:157-158) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu transmisi, kejelasan dan konsistensi.

1.6.2.3. Faktor-faktor Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah dibuat kemudian di implementasikan dengan mempertimbangkan hal-hal yang dapat mempengaruhi kebijakakan tersebut. Dalam pendekatan mengenai implementasi kebijakan publik, George Edwards III menggunakan empat faktor atau variabel kritis dalam mengimplementasikan kebijakan publik yaitu :

1. Komunikasi

Proses penyampaian informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan. Keputusan kebijakan dan peraturan implementasi mesti


(33)

ditransmisikan kepada personalia yang tepat. Komunikasi yang efektif diperlukan untuk menghindari kurangnya kejelasan dalam perintah-perintah implementasi dan tumpang tindih makna (arti). Komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi, antara lain dimensi penyampaian informasi (tranmision), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). Dimensi penyampaian informasi bertujuan agar kebijakan publik disampaikan tidak hanya pada pelaksana kebijakan tetapi juga disampaikan pada kelompok sasaran.

2. Sumberdaya

Sumberdaya merupakan kritis bagi implementasi kebijakan efektif, tanpa sumberdaya kebijakan yang diatas kertas bukan merupakan kebijakan sama yang dilakukan dalam praktek. Dimensi sumberdaya manusia meliputi manusia (staff), peralatan (facilities), dan Informasi dan Kewenangan (information and authority). Pada dimensi manusia (staff) efektifitas pelaksanaan kebijakan sangat bergantung pada sumberdaya manusia (aparatur) yang melaksanakan kebijakan. Dimensi peralatan (facilities) adalah sarana yang digunakan untuk operasionalisasi pelaksanaan suatu kebijakan. Dimensi informasi dan kewenangan (information and authority) yaitu diperlukannya informasi yang relevan dan berkaitan dengan cara pelaksanaan kebijakan. Kewenangan sangat diperlukan terutama untuk menjamin dan meyakinkan bahwa


(34)

kebijaksanaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Disposisi

Disposisi merupakan sikap dari implementor yaitu karakteristik yang menempel erat pada pelaksana, implementator tidak hanya harus tau apa yang akan dikerjakan dan memiliki kapasitas tetapi mesti berkehendak untuk melakukan suatu kebijakan. Disposisi terdiri dari pengangkatan birokrasi dan insentif. Dimensi pengangkatan birokrasi merupakan pengangkatan dan pemilihan pegawai pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi terhadap sumberdaya yang telah ditetapkan. Dimensi insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan pemberian penghargaan, uang atau yang lainnya.

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh signifikan dalam implementasi. Salah satu dari aspek struktur paling mendasar dari organisasi adalah prosedur operasi standar atau SOP, yang merupakan pedoman bagi implementator dalam bertindak. Ciri kedua dari struktur birokrasi yang secara signifikan mempengaruhi implementasi kebijakan adalah fragmentasi organisasional merupakan orgnisasi


(35)

pelaksana yang terpecah-pecah atau tersebar akan menjadi distorsi dalam pelaksanaan kebijakan.

I.6.3. Sistem Manajemen

1.6.3.1. Pengertian Sistem Manajemen

Pendekatan sistem pada manajemen bermaksud untuk memandang organisasi sebagai suatu kesatuan, yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Pendekatan sistem memberi manajer cara memandang organisasasi sebagai suatu keseluruhan dan sebagai bagian dari lingkungan eksternal yang lebih luas.

Sebagai suatu prinsip fundamental, pendekatan sistem adalah sangat mendasar. Ini secara sederhana berarti bahwa segala sesuatu adalah saling berhubungan dan saling tergantung. Suatu sistem terdiri dari elemen-elemen yang berhubungan dan bergantung satu dengan yang lain; tetapi bila elemen tersebut saling berinteraksi, maka akan membentuk suatu kesatuan yang menyeluruh.

Sebagai suatu pendekatan manajemen, “sistem” mencakup baik sistem-sistem umum maupun khusus dan analisis tertutup maupun terbuka. Pendekatan sistem umum pada manajemen dapat dikaitkan dengan konsep-konsep organisasi formal dan teknis, folosofis dan sosiopsikologis. Sedangkan analisis sistem manajemen spesifik meliputi bidang-bidang seperti struktur organisasi, desain pekerjaan, akuntansi, sistem informasi, serta mekanisme-mekanisme perencanaan dan pengawasan.


(36)

Teori manajemen modern cenderung memandang organisasi sebagai sistem terbuka, dengan dasar analisa konsepsional dan didasarkan pada data empirik, serta sifatnya sintesis dan integratif. Sistem terbuka pada hakekatnya merupakan proses transformasi masukan yang menghasilkan keluaran; transformasi terdiri dari aliran informasi dan sumber-sumber daya (T.Hani Handoko. 2003:55)

I.6.4. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1.6.4.1. Keselamatan

Keselamatan merupakan hal penting bagi setiap manusia. Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu safety yang artinya keselamatan. Kata safety sudah sangat popular dan dipahami oleh hampir semua kalangan. Safety dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana seseorang terbebas dari kecelakaan atau bahaya, baik yang dapat menyebabkan kerugian secara material maupun kerugian secara spiritual. Penerapan safety pada umumnya berkaitan dengan pekerjaan sehingga safety lebih cenderung diartikan keselamatan kerja. Bahkan saat ini safety sudah tidak dapat dipisahkan dengan kesehatan (Health) dan lingkungan (Environment) atau yang lebih dikenal dengan Health Safety Environment (HSE), ada juga yang menyebutnya Occupational Health & Environment Safety (OH&ES). Maka secara lebih luas safety dapat diartikan sebagai kondisi di mana tidak terjadinya atau terbebasnya manusia dari kecelakaan, penyakit akibat kerja


(37)

dan kerusakan lingkungan akibat polusi yang dihasilkan oleh suatu proses industri.

I.6.4.2. Kesehatan Kerja

Kesehatan kerja adalah upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan sosial semua pekerja dengan setinggi-tingginya mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan melindungi pekerja dari faktor resiko pekerjaan yang merugikan kesehatan; penempatann dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja disesuaikan dengan kapabilititas fisiologi dan psikologinya dan disimpulkan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaannya. Fokus utama upaya kesehatan kerja adalah:

1. Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan para pekerja dan kapasitas kerjanya

2.Perbaikan kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan yang kondusif bagi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

3. Pengembangan pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja ke arah yang mendukung Keselamatan dan Kesehatan Kerja. (Kurniawidjaja. 2012:73).


(38)

I.6.4.3.Kecelakaan Kerja

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan kerja dihrapkan mampu meminimalisir angka kecelakaan kerja. Lalu Husni (2006:142) menyatakan bahwa Keselamatan Kerja bertalian dengan Kecelakaan Kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Klasifikasi faktor penyebab kecelakaan kerja menjadi empat, yaitu:

1. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.

2. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan kecelakaan kerja.

3. Faktor sumber bahaya, meliputi:

a. Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.

b. Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman serta pekerjaan yang membahayakan.

4. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya, ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.


(39)

Selain ada sebabnya, maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Menurut Lalu Husni (2006:142), akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kerugian yang bersifat ekonomis, yaitu

a. Kerusakan/ kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan.

b. Biaya pengobatan dan perawatan korban.

c. Tunjangan kecelakaan.

d. Hilangnya waktu kerja.

e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.

2. Kerugian yang bersifat non ekonomi

Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cidera berat, maupun luka ringan.

I.6.4.4. Organisasi Keselamatan Kerja di Tingkat Perusahaan

Menurut Suma’mur (1995) Organisasi keselamatan kerja di tingkat perusahaan ada dua jenis, yaitu:


(40)

1. Organisasi sebagai bagian dari struktur organisasi perusahaan dan disebut bidang, bagian, dan lain-lain keselamatan kerja. Oleh karena merupakan bagian organisasi perusahaan, maka tugasnya kontinyu pelaksanaannya menetap dan anggarannya tersendiri. Kegiatan-kegiatan biasanya cukup banyak dan efeknya terhadap keselamatan kerja adalah banyak dan baik. 2. Panitia keselamatan kerja, yang biasanya terdiri dari wakil pimpinan

perusahaan, wakil buruh, teknisi keselamatan kerja, dokter perusahaan dan lain-lain.

1.6.5. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1.6.5.1. Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang juga disebut Sistem Manejemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Sasaran Sistem Manajemen K3 adalah terciptanya Sistem Manajemen K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Karena Sistem Manajemen K3 bukan hanya tuntutan pemerintah, masyarakat, pasar, atau


(41)

dunia internasional saja tetapi juga tanggungjawab pengusaha/perusahaan untuk menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya.

1.6.5.2. Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga mempunyai banyak manfaat, selain manfaat secara langsung juga terdapat manfaat secara tidak langsung.

Adapun manfaat secara langsung meliputi :

a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja. b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.

c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.

Manfaat secara tidak langsung diantaranya :

a. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.

b. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. c. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

I.6.5.3.Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tujuan dari Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:

1. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi.


(42)

2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

3. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

I.6.5.4.Dasar Hukum Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja maka yang menjadi acuan dalam pelaksanaannya yaitu:

1. Undang-Undang Negara Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,Keselamatan dan Kesehatan Kerja diatur dalam pasal 86 dan pasal 87.

a. Pasal 86

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(43)

b. Pasal 87

1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerjayang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan

kesehatan kerjasebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Gambar 1.1 Dasar hukum SMK3

Pasal 5 (2) UUD 1945

Undang-Undang Ketenagakerjaan UU No. 13 Tahun 2003

Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 1. UU No. 1 Tahun 1970

2. Permenaker No.5/Men/1996 3. Permenaker No. 18/Men/2008

Pasal 87 Pasal 86


(44)

1.6.6. Badan Usaha Milik Negara

1.6.6.1. Pengertian Badan Usaha Milik Negara

Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN ikut berperan mengasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat, peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Disamping itu BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik dan penyeimbang sektor swasta.

Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

2. Mengejar keuntungan;

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta atau koperasi;

5. Turut memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.


(45)

1.6.6.2. Bentuk Badan Usaha Milik Negara

Di Indonesia ada dua bentuk Badan Usaha Milik Negara, dua bentuk Badan Usaha Milik Negara tersebut ditentukan dengan wadah hukum yang berbeda-beda agar pengaturan selanjutnya baik mengenai susunan organnisasi, personalia, hubungan pertanggungjawaban dan yang lainnya dapat dilakukan lebih sempurna, berikut ketiga bentuk BUMN tersebut :

1. Perusahaan Umum (Perum)

Perum dipimpin oleh direksi yang bertanggung jawab kepada mentri yang bersangkutan, perum bertugas melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan dan bergerak di bidang yang oleh pemerintah dianggap vital. Perum pada umumnya menjalankan tugas pemerintahan. Perum dibebani tugas tertentu oleh pemerintah di departemen yang bersangkutan, maka tidak ada lagi unit organisasi yang menjalankan tugas pemerintahan yang telah diserahkan kepada perum tersebut.

2. Perusahaan Perseroan (Persero)

Persero dipimpin oleh direksi dibawah pengawasan dewan komisaris yang masing-masing bertanggung jawab pada rapat umum pemegang saham. Persero melakukan kegiatan perusahaan yang bisa dilakukan oleh swasta dan bukan semata-mata menjadi tugas pemerintah.


(46)

1.7. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang dipergunakan untuk menjabarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun. 1995:33). Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masing-masing konsep yang digunakan. Hal ini sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kekacauan atau kesalahpahaman yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

2. Badan Usaha Milik Negara atau BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

3. Implementasi merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan, dapat diartikan bahwa implementasi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah pelaksanaan dari kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 pada suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).


(47)

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian , lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang meliputi sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan atau berupa dokumen-dokumen yang akan dianalisis.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan.


(48)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan


(49)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006:4) penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak untuk mencari atau menerangkan saling berhubungan satu variabel dengan variabel lain dengan menguji hipotesis.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit II Dumai yang beralamat di Jalan Puteri Tujuh Kecamatan Dumai Timur Kota Dumai, Provinsi Riau.

2.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.


(50)

Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi tersebut (Sugiyono, 2008:297). Hendarso (dalam Usman 2009:50) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sihingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Informan kunci (key informan), yaitu mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan informan tidak didasarkan atas strata, kedudukan,pedoman atau wilayah tetapi didasarkan adanya tujuan tertentu yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang terdiri atas :

1. Informan Kunci, yaitu : System Regulation & PSMHealth Safety and Environment (HSE).

2. Informan Utama, yaitu : Pekerja dan Mitra Kerja PT. Pertamina R.U. II Dumai yang bekerja di area kilang.

2.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri atau yang disebut Human Instrument. Peneliti akan berfungsi sebagai instrumen dan setelah peneliti dapat melihat fokus penelitian secara jelas maka peneliti harus mengembangkan fokus penelitian tersebut secara sederhana dengan melengkapi data yang


(51)

dibutuhkan dalam penelitian. Menurut Arikunto (2000:134) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kehiatan tersebut menjadi sistemtis dan dipermudah olehnya. Sehingga penulis juga menggunakan beberapa alat bantu seperti pedoman wawancara, alat dokumentasi dan catatan penelitian.

2.5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini dilakukan melalui :

a. Wawancara, yaitu dengan cara wawancara mendalam untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan untuk yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.


(52)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun telah diolah, baik dalam bentuk angka maupun uraian. Dalam penelitian ini data-data sekunder yang diperlukan antara lain literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, struktur organisasi, jadwal, waktu, penunjuk teknis, dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

2.6 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian dikumpulkam untuk diolah secara sistematis. Menurut Moleong (2006:274), teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah dan menyusunnya dalam satuan-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data kualitatif yaitu analisa terhadap data yang diperoleh dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah terkumpul, menyusunnya dalam suatu satuan kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya serta memeriksa keabsahan


(53)

dan menafsirkannya dengan analisis berdasarkan kemampuan nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.

Melalui teknik analisis data, penulis menguji kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta data dan informasi yang diperoleh. Dan selanjutnya akan dianalisis sehingga peneliti dapat memperoleh informasi dan kebenaran dari setiap permasalahan yang ada dalam penelitian.

Menurut Burhan Bungin (2012) terdapat beberapa aktifitas dalam analisis data yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi dapat diartikan sebagagi proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. tentu saja proses reduksi data ini tidak harus menunggu data terkumpul semuanya terlebih dahulu baru melaksnakan analisis namun dapat dilakukan sejak data masih sedikit sehingga meringankan kerja peneliti dan memudahkan peneliti dalam melakukan kategorisasi data yang telah ada.

2. Penyajian data

Penyajian data bermakna sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penerikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Kegiatan reduksi data dan proses penyajian data adalah


(54)

aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses analisis data model interaktif. Dengan demikian kedua proses ini berlangsung selama proses penelitian berrlangsung dan belum berakhir sebelum laporan hasil akhir penelitian disusun. Penyajian data dilakukan untuk mempermudah peneliti memahami data yang diperoleh selama penelitian dibuat dalam bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan atau bentuk tabel.

3. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.


(55)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Sejarah Umum PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

Pertamina Refinery Unit II Dumai merupakan salah satu unit operasi pengolahan minyak bumi PT. PERTAMINA (Persero). Kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai pertama selesai dibangun dan diresmikan oleh presiden Republik Indonesia Bapak Soeharto pada tanggal 8 Desember 1971 diberi nama kilang “Puteri Tujuh”. Kilang ini hanya terdiri dari Crude Destilation Unit (CDU) yang mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude(SLC). dari pengolahan tersebut dihasilkan beberapa jenis produk diantaranya Naptha, Kerosine, Solar, (ADO/Automotive Diesel Oil) dan Low Sulfur Wax Residue.

Pada tahun 1972 dilakukan perluasan Kilang Puteri Tujuh untuk mendapatkan produk lainnya berupa premium dan Mogas Component dengan mendirikan Plant atau Unit proses yaitu Hydrobon Unit, Naptha Return Unit, Platforming Unit dan Mogan Component Blending Plant.

LSWR yang diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat akhirnya dihentikan, Pertamina mengalami kesulitan pemasaran disebabkan konsumen di Jepang dan Amerika Serikat tidak mengolah LSWR sehingga tanki-tanki timbun yang berada di kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai menjadi penuh, mengakibatkan kilang tidak beroperasi. Sejalan dengan pertumbuhan pemakaian dan kebutuhan BBM,


(56)

maka dirancang pengembangan kilang dengan membangun kilang Hydrocracker yang bertujuan mengolah LSWR.

Pada tanggal 2 November 1979, berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Migas No. 73/Kpts/DM/1979, dibentuk tim studi pengembangan kilang terdiri dari unsur-unsur Dirjen Migas dan Pertamina yangg mengakaji dan melakukan studi untuk kemungkinan dilakukannya perluasan Kilang Putri Tujuh dengan berpedoman kepada Surat Keputusan Mentri Pertambangan dan Energi No. 55/Kpts/Pertam/1980, tim pengkaji merekomendasikan perluasan kilang Dumai dan Kilang lain-lainnya.

Pada tahun 1980 ditanda tangani perjanjian lisensi dan proses untuk kilang antara Pertamina dan Universal Oil Production (UOP) Amerika Serikat sebagai pemegang hak paten. Selanjutnya tanggal 27 April 1981, kontrak proyek perluasan kilang Dumai ditandatangani antara Pertamina dengan Technicas Reunicas Centunio (TRC) Spanyol sebagai kontrak pertama proyek dan sebagai sub kontraknya adalah Daelim dan Hyundai serta beberapa perusahaan dalam negeri. Perluasan Kilang Minyak diresmikan oleh presiden pada 16 Februari 1984.


(57)

Tabel 3.1 Unit-Unit Pengolahan di PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

No. Nama Proses Unit

1. High Vacum Unit 110

2. Delayed Cooker Unit 140

3. Cooke Calcining Unit 170

4. Distillate Hydroteater unit 220

5. Naphtha Hydrotreating Unit 200

6. Platforming Unit 300

7. CCR Platforming Unit 310

8. Hydrocracker Unibon 211/212

9. Hydrogen Plant Unit 701/702

10. Amine & LPG Recovery Unit 410

11. Sour Water Stripper Unit 840

12. Fasilitas Penunjang Operasi Kilang (Utilities) 13. Fasilitas Tanki Penimbun dan Dermaga Baru

Sumber: HSC Production RU II Dumai

Seiring dengan kebutuhan bahan bakar minyak nasional, yang semakin tinggi, pada tahun 1992 dilakukan beberapa modifikasi peralatan kilang sehingga kapasitas olah kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai dinaikkan menjadi 120.000 Barrel per hari.


(58)

Pada tahun 2007 sampai sekarang dilakukan kerja sama dengan perusahaan Korea Selatan untuk membangun Kilang Lube Base Oil yang tujuannya untuk memanfaatkan produk bottom Hydrocracking Unit dan memperoleh produk bahan baku minyak pelumas sehingga kilang ini lebih menguntungkan.

Bahan baku yang diolah oleh PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai adalah minyak mentah produksi PT. Chevron Pasifik Indonesia yang dihasilkan dari ladang minyak Duri (Duri Crude) dan Minas (Minas Crude) dengan perbandingan 85% Minas Crude dan 15% Duri Crude.

Sedangkan Kilang Minyak RU II Sei Pakning yang menjadi satu sistem integrasi dengan kilang yang ada di Dumai, mengolah minyak mentah jenis Handil dan Lirik Crude yang merupakan produksi dari Pertamina Unit Eksplorasi Produksi (UEP) II Lirik Riau dengan kapasitas desain 50.000 barrel per hari. Dua untuk proses selanjutnya dikirim ke Dumai via Tanker atau Kapal Laut.


(59)

3.2 Visi dan Misi PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

A. Visi

Menjadi kilang minyak dan petrokimia yang kompetitif di Asia Tenggara

B. Misi

Melakukan usaha dibidang pengolahan minyak bumi dan petrokimia yang dikelola secara profesional dan kompetitif berdasarkan Tata Nilai 6 C (Clean, Competitive, Confident, Costumer Focus, Commercial dan Capable) untuk memberikan nilai lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja, dan lingkungan.

3.3 Logo dan Slogan

A. Logo

Gambar 3.1 Logo Pertamina

Sebagai bagian dari upaya menghadapi persaingan bisnis, PT Pertamina mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi anak panah


(60)

dengan tiga warna dasar hijau, biru, merah. Logo tersebut menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan wawasan lingkungan yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan.Elemen logo membentuk huruf “P” yang secara keseluruhan merupakan representasi bentuk panah , dimaksudkan sebagai Pertamina yang bergerak maju dan progresif. Warna- warna yang berani menunjukkan langkah besar yang diambil Pertamina dan aspirasi perusahaan akan masa depan yang lebih positif dan dinamis. Dimana Biru mencerminkan andal, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab. Hijau mencerminkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan. Merah mencerminkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam meghadapi berbagai macam kesulitan.

B. Slogan

Semangat terbarukan (Renewable Spirit)

3.4. Lokasi PT. Pertamina Refinery Unit II

PT. Pertamina Refinery Unit II berlokasi di Kota Dumai yang berada pada pantai timur Sumatera yang berjarak 180 KM dari ibukota provinsi Riau. Pada awalnya daerah ini jauh dari lokasi pemukiman penduduk, dimana batasannya adalah:

a. Sebelah utara berbatasan dengan selat Rupat


(61)

c. Sebelah barat berbatasan dengan komplek perkantoran

d. Sebelah timur sekitar 8 KM berbatasan dengan perumahan karyawan.

Pemilihan Dumai sebagai lokasi kilang minyak antara lain adalah dengan beberapa pertimbangan antaranya adalah:

1. Dumai terletak ditepi pantai selat Rupat menuju perairan bebas selat Malaka, sehingga produk-produk kilang akan lebih mudah untuk didistribusikan melalui transportasi laut, yang dapat dikunjungi kapal-kapal tanker.

2. Riau merupakan ladang minyak dan letaknya dekat dengan PT. Chevron Pasifik Indonesia sebagai penyalur Crude Oil, yang mampu memproduksi 850.000 barrel/hari.

3. Kota Dumai merupakan daerah dataran rendah yang cukup stabil dan banyak hutan, yang letaknya cukup jauh dari pusat gempa Sumatera disepanjang pegunungan Bukit Barisan sehingga aman untuk perluasan kilang.

4. Kota Dumai termasuk daerah yang jarang penduduknya sehingga banyak membantu pemerintah dalam pemerataan penduduk.


(62)

3.5. Tata Nilai PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

Tata nilai yang dijalankan oleh PT. Pertamina Refinery Unit II mengacu pada tata nilai korporat yaitu 6C (Clean, Confident, Competitive, Costumer Focused, Comercial, Capable)

1. Clean (Bersih)

Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.

2. Competitive (Kompetitif)

Mampu berkompetensi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.

3. Confident (Percaya Diri)

Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor dalam reformasi BUMN, dan membangun kebanggaan bangsa.

4. Customer Focus (Fokus Pada Pelanggan)

Berorientasi pada kepentingan pelanggan, dan memberikan komitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan.

5. Commercial (Komersial)

Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip yang sehat.


(63)

6. Capable (Berkemampuan)

Dikelola oleh pemimpin dan pekerja profesional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam membangun kemampuan riset dan pengembangan.

3.6. Sasaran Strategik PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai

Berdasarkan hasil analisa SWOT dan GE 9 Cells, PT. Pertamina Refinary Unit II menetapkan sasaran strategik utama yaitu:

1. Peningkatan kehandalan kilang 2. Optimasi biaya produksi

3. Peningkatan nilai tambah produk 4. Peningkatan kompetensi pekerja 5. Peningkatan kepuasan pelanggan

Tujuan yang paling penting dari sasaran strategik tersebut adalah:

1. Peningkatanrevenue dancost reduction. 2. Peningkatan kepuasan pelanggan 3. Peningkatan citra positif perusahaan

Dalam menetapkan sasaran-sasaran strategik. PT. Pertamina Refinery Unit II telah mempertimbangkan tantangan strategik, keunggulan strategik serta peluang inovasi terhadap produk, operasi dan model bisnis.


(64)

a. Faktor utama : Kekuatan, kelemahan peluang dan ancaman Deskripsi:

1. Kekuatan

• Fasilitas produksi dan distribusi memadai • Bahan baku kontinyu dan sangat dekat • Kapasitas kilang cukup besar

• Organisasi dan metode kerja memadai

• SDM dengan kompetensi yang cukup dalam pengoperasian kilang • Leadership yang berpengalaman dalam bisnis kilang

• Pangsa pasar tetap (captive market)

2. Kelemahan

• Fasilitas produksi dan distribusi memadai • Bahan baku kontinyu dan sangat dekat • Kapasitas kilang cukup besar

• Organisasi dan metode kerja memadai

• SDM dengan kompetensi yang cukup dalam pengoperasian kilang • Leadership yang berpengalaman dalam bisnis kilang

• Pangsa pasar tetap (captive market)

3. Peluang

• Pasar BBM tumbuh 5-6% per tahun

• Pemasok tunggal untuk 2-3 tahun mendatang • Undang-undang Migas Baru


(65)

4. Ancaman

• Kompetitor 3-4 tahun mendatang • Sistim perpajakan yang baru (PPN) • Aturan lindungan lingkungan • Tuntutan kualitas produk

a. Faktor utama: Perkembangan, pasar, preferensi pelanggan, persaingan, regulasi.

Deskripsi:

1. Pengembangan teknologi kilang diarahkan pada efisiensi dan safety serta trend produk ramah lingkungan.

2. Perlu peningkatan nilai tambah produk LSWR dan Green Coke. 3. RU II fokus pada pangsa pasar BBM wilayah Sumatera.

4. Strategi pemasaran produk NBM dan BBK melalui kontrak jangka pendek dan panjang dengan trading company.

c. Faktor Utama: Keberlangsungan perusahaan jangka panjang

1. Potensi resiko sosial (pencemaran, keluhan masyarakat dan Pemda) diantisipasi dengan menerapkan SML ISO-14001 dan peningkatan ComDev.

2. Potensi resiko berkurangnya pasokan crude dari PT. CPI diantisipasi

dengan mencari jenis crude alternatif serta penyediaan fasilitas


(66)

3. Potensi resiko aspek safety diminimalisasi dengan implementasi MKP dan survey oleh Asuransi.

4. Pemenuhan standard internasional diantisipasi dengan implementasi ISO-9001, ISO-14001 dan ISO-17025

d. Faktor utama: Kemampuan perusahaan untuk mengeksekusi rencana strategi

Deskripsi:

1. Perlu alokasi sumber daya untuk menjamin terlaksananya rencana strategik 2. Cascading KPI menjadi KPI Fungsi/Bagian dan SMK Individu

3. Prosedur untuk mengantisipasi terjadinya perubahan terhadap strategi atau sasaran yang telah ditetapkan, termasuk realokasi sumber daya

Berdasarkan kebijakan strategik Dit Pengolahan yang dijabarkan ebih lanjut menjadi perencanaan strategik RU II General Manager bersama Tim Manajemen menyusun rencana kerja dan target kinerjadisusun dengan mempertimbangkan kinerja sebelumnya, kemampuan finansial, kemampuan dan kehandalan peralatan dan kemampuan SDM.

Rencana kerja RU II dijabarkan menjadi rencana kerja tiap fungsidan bagian yang tercermin dalam KPI sampai menjadi SMK bagi tiap pekerja.


(67)

3.7. Struktur Organisasi

3.7.1 Struktur Organisasi Pusat

Pertamina dikelola oleh suatu dewan direksi perusahaan dan diawasi olehsuatu komisaris / pemerintah RI.Pelaksanaan kegiatan diawasi oleh seperangkatpengawas yaitu lembaga negara dan dari unsur pemerintah sendiri.Berdasarkan Kepres No.218 / M / 2001 D TD Presiden RI tanggal 2 Juli2001 dan tanggal 9 Juli 2001 berlangsung serah terima jabatan direksi Pertaminadengan susunan :

1. Direktur Utama.

2. Direktur Hulu dan Deputi Direktur Hulu. 3. Direktur Hilir :

• Deputi Bidang Pemasaran dan Niaga. • Deputi Direktur Pengolahan.

• Deputi Direktur Bidang Perkapalan.

4. Direktur Keuangan. 5. Direktur Pengembangan.

6. Direktur Manajemen Production Sharing.

Selain jabatan diatas,ada juga jabatan lain yang dibentuk yaitu :

1. KADIV BBM: Manajer senior rencana ekonomi dan operasiBBM.


(68)

3.KADIV Teknik: Manager senior kehandalan dan jasa operasi

4.K3/LL: Manager K3/LL

5.Keuangan: Manager keuangan

6. URS Personalia: Manager personalia

7. URS Logistik: Manager logistik Dewan Direksi dipimpin oleh seorang direktur utama.

Dalam operasinyadirektur utama pertamina dibantu oleh enam direktorat dimana setiap direktoratdipimpin oleh seorang Direktur.Direktorat-direktorat tersebut adalah:

a. Direktorat Ekplorasi dan Produksi

Bertugas mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan gasbumi, baik untuk menyediakan BBM yang diperlukan didalam negeri,maupun ekspor guna meningkatkan pendapatan negara.

b.Direktorat Pengolahan

Secara kegiatan pengolahan adalah mengusahakan tersedianya produk-produk migas berupa BBM maupun bahan baku, dengan menggunakanperangkat kilang-kilang minyak, gas dan petrokimia yang ada maupunyang akan dibangun dan kemudian mengoperasikannya secara optimal,ekonomis, dan efisien.


(69)

Sasaran kegiaanPPDN adalah meningkatkan kelancaran distribusi produk BBM atau Non BBM untuk kebutuhan dalam negeri dalam jumlah yangcukup, tepat waktu, efektif dan efisien.

d. Direktorat Perkapalan, kebandaraan, dan telekomunikasi

Menyelenggarakan angkutan lalu lintas laut minyak bumi dan produk-produknya untuk mendistribusikan ke seluruh Indonesia

e. Direktorat keuangan

Mengelola keuangan dan pendanaan proyek perusahaan yang dinilai sehat,baik dari segi reabilitas, likuiditas, maupun solvabilitas sehingga mampumendukung proyek yang akan diadakan.

f. Direktorat Umum

Meningkatkan pembinaan organisasi dan sumber daya manusia.Mengusahakan peningkatan volume penjualan dan perluasandaerahpemasaran dalam negeri. Meningkatkan citra Pertamina di matamasyarakat internasional, dengan mempromosikan iklim usaha yang lebihmenarik.

3.7.2 Struktur Organisasi PT. Pertamina RU II Dumai

Struktur organisasi di Pertamina RU II Dumai berbentuk staff lini yang dipimpin oleh General Manajer yang bertanggung jawab langsung kepada


(70)

Direktur Pengolahan Pertamina Pusat di Jakarta. General Manajer membawahi bidang-bidang seperti:

1. Health Safety Environment (HSE)

Dalam melaksanakan tugasnya HSE dibagi empat seksi yaitu: a. Fire & Insurance Section

Tugas dan tanggung jawabnya:

• Menciptakan sistem penanggulangan kebakaran yang handal bagi operasi kilang, melalui pengadaan perangkat keras, perangkat lunak dan pembinaan SDM.

• Mengkordinir pelaksanaan pembinaan aspek HSE.

• Melaksanakan penyelenggaraan tertib administrasi umum. b. Safety Section

Tugas dan tanggung jawabnya:

• Membuat dan mereview prosedur kerja.

• Mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan bahaya serta melaksanakan audit K3.

• Melakukan pengawasan penggunaan peralatan keselamatan kerja.

• Memberikan penjelasan tentang pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kepada semua pekerja.

c. Environmental Section Tugas dan tanggung jawab:


(71)

• Menciptakan lingkungan yang bersih dengan mengupayakan pengurangan dan pemantauan emisi udara, cair dan limbah padat yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

• Menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO: 14001

• Meyakinkan bahwa peralatan perlindungan lingkungan dirawat dan dioperasikan dengan baik.

• Menciptakan citra perusahaan yang berwawasan lingkungan. d. Occupational Health Section

• Mengatasi masalah yang berkaitan dengan kesehatan tentang penyakit yang ditimbulkan dari resiko pekerjaan.

Procurement

• Bertugas dan bertanggung jawab terhadap adanya kegiatan penyediaan, pengaduan material suku cadang yang diperlukan pada opersi perusahaan. Bidang ini membawahi empat seksi yaitu:

a. Inventory Control Section. b. Purcashing Section

c. Service Warehousing Section d. Contract Office Section

2. Genneral Affairs

Bidang ini membawahi tiga seksi, yaitu: a. Legal Section


(72)

c. Security Section

3. Engineering & Development

Mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:

• Memberikan sara-saran kepada bagian kilang untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum dari segi unjuk kerja, ekonomis dan keamanan. • Evaluasi kondisi operasi dan bila diperlukan memberikan saran untuk

memodifikasi peralatan produksi serta memajukan teknik perbaikan. • Memberikan saran pada pemeliharaan sistem instrumentasi.

• Melaksanakan studi/modifikasi pelaralatan/proses.

• Evaluasi kondisi operasi unit untuk uji unjuk kerja, perbandingan kondisi operasi sebelum Turn Around (TA).

Bidang ini membawahi lima seksi yaitu:

a. Process Engineering b. Project Engineering c. Facility Engineering

d. Enengy Conservasi & Loss Control

e. Quality Management

4. Reliability

Bidang ini maembawahi dua seksi yaitu: a. Plant Reliability


(1)

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dan analisis data yang disajikan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai telah dilaksanakan dengan baik dilihat melalui empat variabel yang mempengruhi implementasi kebijakan berdasarkan teori George C. Edwards III, yaitu:

1. Komunikasi. Penyampaian informasi yang baik dari Health Safety Environment kepada para pekerja dan mitra kerja yang bekerja di area kilang minyak PT. Pertamina Refinery Unit II, semua terlibat dalam sosialisasi keselamatan dan kesehatan kerja. Ketepatan penyampaian informasi juga dapat dilihat dari kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja yang dimiliki pekerja dan mitra kerja PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai, sehingga mampu menghindari pekerja dari kecelakaan kerja.

2. Sumber Daya. Dapat dilihat melalui Sumber daya manusia, fasilitas dan kewenangan Health Safety Environmentdalam pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sangat baik. Dengan adanya pelatihan / training yang dilakukan PT. Pertamina Refinery Unit II meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki. Dari segi fasilitas sudah baik


(2)

PT. Pertamina Refinery Unit II, menyediakan keperluan dan kelengkapan pekerja dalam menunjang keselamatan dan kesehatan pekerja seperti Alat Pelindung Diri dan transportasi di dalam kilang.

3. Disposisi. Sikap para pelaku kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan sangat baik, Health Safety Environment paham akan tujuan dan pencapaian dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dalam bekerja Health Safety Environment menunjukkan sikap disiplin, teliti dan peduli akan keselamatan setiap orang yang berada di area kilang minyak, sehingga pekerja dan mitra kerja merasa terlindungi keselamtannya dalam bekerja.

4. Struktur organisasi Health Safety Environment memiliki lima model prinsip dalam pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, struktur organisasi dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai dapat dinilai baik.

5. Faktor pendukung dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada PT. Pertamina Refinery Unit II terdiri atas manajemen perusahan melalui kebijakan Sistem Manajemen Terpadu (SMT) dan sistem yang terdiri atas prosedur-prosedur yang mendukung seperti safety induction, reward and cosequance, tool box meeting dan procedure incident investigation.

6. Faktor penghambat tidak sering ditemukan, karena penghambat yang ada bersifat personal seperti watak/sifat beberapa para pekerja yang sulit


(3)

apabila diberitahu mengenai penggunaan perlengkapan diluar APD standar seperti ear plug, kacamata.

6.2. Saran

Adapun saran yang ingin penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. PT. Pertamina Refinery Unit II Dumai selaku Badan Usaha Milik Negara dibidang pengolahan minyak bumi sebaiknya tetap mempertahankan kualitas keselamatan kerja, dan terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia dibidang keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Menambah jadwal training keselamatan dan kerja dan memperluas sasaran training keselamatan dan kesehatan kerja.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: PT. Alfabeta Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta:Rineka Cipta

Danim, Sudarwan. 1999. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara

Danin, Sudarman. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta Husni, Lalu. 2006. Hukum Ketenagakerjaan, Edisi Revisi.

Jakarta: PT. Raja Grafindo

Kansil, C. S. T. 1995. Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam Ekonomi). Jakarta: PT. Pradnya Paramita

Kurniawidjaja, L. Meily. 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI-Press

Moleong, Lexy J. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Muljono, Eugenia Liliawati. 1997. Peraturan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Harvarindo


(5)

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat

Robert R. Mayer dan Ernest Greenwood. 1984. Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial. Jakarta: Rajawali

Rusli, Hardijan. 2003. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Ghalia Indonesia Silaban, Gerry. 2008. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja dan Pengusaha

/Pengurus yang Ditetapkan dalam Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Medan: USU Press

Silalahi, Bennet N.B. dan Silalahi, Rumondang B. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: PT. Alfabeta Suma’mur. 1995. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan.

Jakarta: Gunung Agung

Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Tangkilisan, Hessel. 2003. Implementasi Kebijakan Publik Transformasi Pikiran

George Edwards. Yogyakarta: Lukman Offset

Wahab, Solichin Abdul, 2008. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara (Edisi 2). Jakarta: Bumi Aksara Westra, Pariata. 2003. Administrasi Perusahaan Negara. Yogyakarta Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses.

Yogyakarta: Media Pressindo


(6)

Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sumber Internet

Fazar. 2014. Disnakertrans Catat 57 Kasus Laka Kerja di Dumai.

Sri. 2014.

Tri. 2014. Perusahaan Dumai Diminta Perhatikan K3.

Zulkhaidarsyah. 2012. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja.