STRATEGI BISNIS PEDAGANG KAKI LIMA ( Studi pada Pedagang Kaki Lima di FoodCourt Urip Sumaharjo Surabaya).

i

STRATEGI BISNIS PEDAGANG KAKI LIMA
( Studi pada Pedagang Kaki Lima di FoodCourt Urip Sumaharjo Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Administrasi Bisnis pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :
SEPTIA WIDYASTUTI
0642010004

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”JAWATIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
SURABAYA
2010


ii

STRATEGI BISNIS PEDAGANG KAKI LIMA
(Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Food Court Urip Sumoharjo Surabaya)

Disusun Oleh:

SEPTIA WIDYASTUTI
0642010004

Telah disetujui untuk mengikuti ujian skripsi
Menyetujui

PEMBIMBING UTAMA

PEMBIMBING PENDAMPING

Dr. Jojok D, S.Sos, MSi

R.Y. Rusdianto, S.Sos, MSi


NPT 957 000 042

NPT 957 200 046
Mengetahui
Dekan

Dra.Ec.Hj.Suparwati, MSi
NIP 030 175 349

iii

STRATEGI BISNIS PEDAGANG KAKI LIMA
(Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di FoodCourt Urip Sumoharjo
Surabaya)

Disusun Oleh:
SEPTIA WIDYASTUTI
0642010004


Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh
Tim Penguji Skripsi Jurusan Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada Tanggal 20 Mei 2010

Pembimbing:
Pembimbing Utama

Tim Penguji:
Ketua

Dr. Jojok D,S.Sos, MSi
NPT 957 000 042

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi
NIP 030 175 349

Pembimbing Pendamping


Sekretaris

R.Y. Rusdianto, S.Sos,MSi
NPT 957 200 046

R.Y. Rusdianto, S.Sos, MSi
NPT 957 200 046

Anggota
Eddy Poernomo,SE, MM
NIP 030 178 443

Mengetahui
Dekan

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi
NIP 030 175 349

KATA PENGANTAR


Dengan rahmat allah SWT, yang telah memberikan hidayahnya kepada
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi penelitian dengan judul “STRATEGI
BISNIS PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Peadagang Kaki Lima Di
FoodCourt Urip Sumoharjo Surabaya)”.
Penulis laporan skripsi penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
mengikuti skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Uniiversitas
Pembangunan Nasiaonal “Veteran “ Jawa Timur dan penulisan laporan skripsi
penelitian agar penulis mengetahui tujuan dari skripsi penelitian, sehingga penulis
memperoleh pengetahuan yang lebih luas selama mata kuliah yang diberikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Jojok D,S.Sos,MSi
selaku pembimbing utama dan Bapak R.Y. Rusdianto, S.Sos, M.Si selaku
pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan
bimbingan

dan

pengarahan

kepada


penyusun,

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan penyusunan laporan skripsi penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada:
1. Ibu Dra. Ec Hj Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UPN “VETERAN” Jawa Timur.
2. Bapak Drs. Sadjudi, SE, MSi, selaku ketua Progdi Ilmu Administrasi
Bisnis.
3. Bapak Drs. Nurhadi, MSi, selaku sekretaris Progdi Ilmu Administrasi
Bisnis.

i

ii


4. Kedua orang tua serta adik tercinta yang telah memberikan doa dan
dukungan baik moral maupun materil kepada penelitian dalam laporan
proposal penelitian.
5. Sahabat – sahabat, yang banyak memberikan motivasi, inspirasi dan waktu
untuk

diskusi

memecahkan

permasalahan

serta

sama



sama


merencenakan masa depan yang diimpikan.

Penulis menyadari bahwa sepenuhnya laporan skripsi penelitian ini jauh
dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan penulis di waktu mendatang. Akhir kata
penulis berharap agar laporan skripsi penelitian ini tetap bisa memberikan
manfaat bagi pembaca.

Surabaya,

Mei 2010

Penulis

ii

iii

DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar………………………..………………………………………

i

Daftar Isi…………………………………………………………….………… iii
Daftar Gambar……………………………………………………………. …. vi
Daftar Tabel………………………………………………………………......... vii
Abtraksi……………………………………………………………………....... viii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………. 1
1.2 Fokus Penelitian……………………………………………………… 5
1.3 Perumusan Masalah………………………………………………….. 5
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………….. 6
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................ 6 
 

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………….. 7

2.2 Tinjauan Pustaka……………………………………………………. 8
2.2.1 Usaha Mikro Kecil Menengah………………………………8
2.2.1.1 Keunggulan Dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah….15
2.2.1.2 Tantangan, Masalah Dan Pengembangan Usaha Mikro
Kecil Menengah………………………………………………… 18
2.2.1.3 Hakikat, Bentuk Dan Jenis Usaha Mikro Kecil

iii

iv

Menengah…………………………………………… 20
2.2.1.4 Pengertian Pedagang Kaki lima……………………… 21
2.2.2 Pengertian Strategi……………………………………… 24
2.2.2.1 Manajemen Strategi…………………………..

26

2.2.2.2 Macam Strategi………………………………… 28
2.3 Kerangka Berpikir…………………………………………………. 50


BAB III : METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian…………………………………………………… 56
3.2 Lokasi Penelitian……………………………………………………. 61
3.3 Populasi, Sampel Dan Teknik Penarikan Sampel………………….. 61
3.4 Teknik Pengumpulan Data………………………………………….. 63
3.5 Teknik Analisa Data………………………………………………… 64
3.6 Validitas Data……………………………………………………….. 64

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian……………………………….. 67
4.1.1 Food Court Urip Sumoharjo Secara Umum……………… 67
4.2 Hasil Penelitian…………………………………………………….. 69
4.2.1 Penyajian Data……………………………………………. 69
4.3 Pembahasan…………………………………………………………. 83
4.3.1 Strategi Keuangan………………………………………… 83
4.3.2 Strategi Produksi…………………………………………. 83

iv

v

4.3.3 Strategi Pemasaran……………………………………….. 84
4.3.4 Strategi Sumber Daya Manusia…………………………. 84

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 86
5.2 Saran………………………………………………………………… 86
Daftar Pustaka
Lampiran Pertanyaan

v

vi

DAFTAR GAMBAR

Hal
1. Konsep Manajemen Keuangan…………………………………………. 46
2. Kerangka Berpikir………………………………………………………. 55

vi

vii

DAFTAR TABEL

Hal
1. Tabel Kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia……….………… 39
2. Tabel Tabulasi………………………………………………………... 81

vii

viii

STRATEGI BISNIS PERDAGANGAN KAKI LIMA
(Studi Kasus Pedagang Kaki Lima di Food Court Urip Sumoharjo Surabaya)
Oleh:
SEPTIA WIDYASTUTI
ABSTRAKSI
Dengan adanya penataan kota di kota Surabaya dan adanya perekonomian
yang saat ini berkembang dengan pesat terjadilah banyaknya pengangguranpengangguran dimana-mana. Demikian juga dengan pendidikan yang dikarenakan
biaya yang berat membuat anak-anak tidak dapat melanjutkan sekolahnya dengan
baik. Pemerintah kota Surabaya menginginkan pedagang kaki lima tersebut
mereka memiliki tempat yang khusus untuk pedagang kaki lima yang berjualan
makanan dan minuman yaitu salah satunya adalah food court urip sumoharjo
Surabaya ini.
Dan adanya sektor usaha mikro,kecil menengah merupakan sektor yang
penting dalam suatu perekonomian nasional. Sektor ini telah diuji mampu
mendorong ekonomi nasional pada saat negara dalam kondisi yang krisis dan
dapat menampung tenaga kerja yang dalam jumlah besar.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, yaitu yang
digunakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat di amati. Dalam
penalitian ini digunakan 5 responden dengan menggunakan wawancara
mendalam. Dimana responden ini diambil dengan menggunakan teknik purposive.
Dari hasil strategi bisnis pedagang kaki lima (studi kasus pedagang kaki
lima di food court urip sumoharjo Surabaya) yang diamati dalam penelitian
menunjukkan bahwaa didalam mengelola keuangan, para PKL masih melakukan
pencatatan keuangan secara tradisional (manual) dalam artian mereka belum
memisahkan antara keuangan pribadi dan usaha. Dari sisi strategi produksi, para
PKL berusaha mempertahankan resep maupun menu yang mereka sajikan kepada
konsumen. Dalam aspek pemasaran, para PKL lebih bersikap pasif dalam
memasarkan produk mereka. Sedangkan didalam sumber daya manusia merekrut
tenaga kerja, mereka mengambil tenaga kerja dari daerah asal maupun dari
keluarga dekat mereka.

vii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia
dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan
kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta harus dapat memperhatikan tantangan perkembangan global.
Dengan demikian, membangun kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya
merupakan agenda pembangunan yang penting dan strategis.

Peranan Pembangunan nasional baik di bidang ekonomi maupun sosial,
termasuk pembangunan kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya tidak
mungkin berlangsung tanpa didukung oleh stabilitas politik dan keamanan
serta berlangsungnya proses perwujudan hukum dan pemerintahan yang
bersih. Hal ini merupakan suatu peranan untuk melakukan usaha mikro kecil
menengah tersebut menjadi bagian yang di utamakan dalam setiap
perencanaan tahapan pembangunan yang dikelola oleh Dinas Koperasi, usaha
mikro kecil menengah dan perdagangan.

Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM adalah suatu kegiatan ekonomi
yang memiliki basis dari kalangan masyarakat dengan keterjangkauan modal
yang minim. Beberapa karakter untuk UMKM : Pertama, sebagian besar
UMKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods) khususnya
yang tidak tahan lama (non-durable consumer goods). Kelompok barang ini

1

2

dicirikan bila seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat,
permintaan terhadap barang ini tidak meningkat banyak, begitu juga
sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari krisis
maka permintaan pun tidak berkurang banyak. Kedua, mayoritas usaha kecil
lebih mengandalkan pada pembiayaan non-banking dalam aspek pendanaan
usaha. Saat perbankan terpuruk akibat krisis, usaha kecil

inti tidak

terpengaruhi. Ketiga, umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi yang ketat
yaitu hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja (kebalikan dari
konglomerasi). UMKM mengarah pada pasar persaingan sempurna, di mana
kondisi keluar masuk pasar kerap terjadi. Spesialisasi dan struktur pasar
tersebut membuat UMKM cenderung fleksibel dalam memilih dan berganti
usaha. Keempat, terbentuknya usaha kecil informal baru akibat banyaknya
pemutusan hubungan kerja di masa-masa krisis. Selain itu, daya tahan UMKM
tercipta karena mereka tidak banyak memiliki ketergantungan pada faktor
eksternal seperti utang dalam valuta asing dan bahan baku impor dalam
melakukan kegiatan usahanya karena umumnya UMKM menggunakan bahan
baku dari sumber alam lokal.

Tidak dapat dihindari, bahwa ada sebagian masyarakat yang tertinggal
atau ditinggalkan, dalam proses perkembangan, hal ini menyebabkan
timbulnya kesenjangan yang rentan terhadap terjadinya konflik sosial,
Berbagai permasalahan sosial yang selama ini tidak terlihat muncul ke
permukaan akibat ketidakpuasan yang semakin meningkat semenjak krisis

3

ekonomi. Krisis ekonomi berdampak pada meningkatnya angka pengangguran
dan membengkaknya jumlah penduduk miskin.

Krisis ekonomi juga mengakibatkan makin banyak penduduk yang tidak
mampu menjangkau pendidikan. Masalah lain yang dihadapi dalam bidang
pendidikan adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi
pengembangan pribadi dan watak peserta didik yang berakibat hilangnya
kepribadian dan kesadaran akan makna dan hakiki kehidupan. Mata pelajaran
yang berorientasi akhlak dan moralitas serta pendidikan agama kurang
diberikan dalam bentuk latihan-latihan pengamalan sehingga tidak tercermin
dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Masyarakat cenderung tidak memiliki
kepekaan yang cukup untuk membangun toleransi, kebersamaan, khususnya
dengan menyadari keberadaan masyarakat yang majemuk. Selain itu,
lemahnya pendidikan juga berakibat pada lemahnya pengembangan dan
penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga belum dimanfaatkan
secara optimal dalam kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang pada
gilirannya menjadi hambatan dalam menghadapi kerjasama dan persaingan
global.

Berbicara tentang sektor perdagangan, maka kita tidak dapat lepas dari
komunitas pedagang sebagai pelakunya, yang kemudian salah satunya lebih
dikenal dengan sebutan Pedagang Kaki Lima (PKL), yaitu mereka yang
bekerja dengan memanfaatkan situasi, tempat dan keramaian yaitu dengan

4

berjualan ditrotoar jalan atau ditempat umum lainnya. Pedagang kaki lima
termasuk sektor usaha mikro kecil menengah.

Sektor informal merupakan unit usaha kecil maka modal yang diperlukan
juga kecil bahkan sistem pengolahannya sangat sederhana. Meskipun dengan
modal kecil

tersebut orang-orang yang bekerja di sektor informal mampu mempertahankan
hidupnya. Pedagang kaki lima merupakan salah satu jalan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sulitnya lapangan pekerjaan yang tersedia bagi anggota
masyarakat yang berpendidikan rendah dengan pengalaman serta ketrampilan
yang sangat terbatas.

Perkembangan pedagang kali lima dari waktu kewaktu sangat pesat
jumlahnya, karena pedagang kali lima ini dapat lebih mudah untuk di jumpai
oleh konsumennya dari pada pedagang resmi yang kebanyakan bertempat
tetap. Sehingga konsumen dimudahkan untuk memenuhi kebutuhan untuk
barang-barang eceran. Pedagang Kaki Lima (PKL) selalu memanfaatkan
tempat-tempat yang senantiasa dipandang profit misalkan pusat kota, alunalun, tempat keramaian hingga tempat-tempat yang nilai berpotensi untuk
menjadi objek wisata. Mereka hanya berfikir bahwa apa yang mereka lakukan
adalah untuk mencari nafkah tanpa mempedulikan hal-hal lain. Dibalik
kehadiran para pedagang kaki lima tersebut ternyata dapat memberikan
manfaat yang positif dan manfaat yang kurang menguntungkan. Manfaat yang
positif mungkin dirasakan oleh masyarakat kelas ekonomi rendah karena

5

mereka dapat memperoleh barang dengan harga yang terjangkau. Dari uraian
diatas dapat diketahui bahwa sektor informal pedagang kaki lima mempunyai
peranan yang besar untuk meningkatkan perekonomian terutama masyarakat
ekonomi lemah dan sektor ini juga menyerap tenaga kerja yang mempunyai
keahlian yang relatif minim.

Harus diakui bahwa upaya menata PKL dan menertibkan bangunan liar di
Kota Surabaya bukanlah hal yang mudah namun tiada masalah kecuali pasti
ada solusinya. Memang, pemkot pada akhirnya tidak bisa sendirian dalam
penuntasan permasalahan PKL ini, perlu bekerja sama dengan berbagai
elemen masyarakat kota Surabaya bahkan stake holder dari kota-kota yang
lain terkait arus urbanisasi namun tetap saja kunci pertama adalah keseriusan
dan konsistensi yang harus ditunjukkan oleh Pemkot Surabaya dalam
mengawal program-program terkait PKL ini. (faktur .pks-surabaya.or.id.)

1.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian diarahkan pada strategi bisnis yang dilakukan oleh
pedagang kaki lima (PKL) di FoodCourt Urip Sumaharjo Surabaya.

1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan yaitu “ bagaimana strategi bisnis yang dilakukan
oleh pedagang kaki lima (PKL) di FoodCourt Urip Sumaharjo di Surabaya?”.

6

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui strategi
bisnis yang dilakukan oleh pedagang kaki lima (PKL) di FoodCourt Urip
Sumaharjo di Surabaya.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai referensi bagi pemerintah kota Surabaya dalam menyusun konsep
penataan pedagang kaki lima (PKL).
2. Sebagai referensi mengenai aktivitas dan strategi bisnis pedagang kaki
lima (PKL).
3. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya khususnya yang mengambil
topic sejenis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil- Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian “ Strategi Bisnis Pedagang Kaki Lima Sektor Informal
(Pada Pedagang Kaki Lima di Pasar Wisata Juanda Sedati-Sidoarjo)”, (Susianti :
2009). Menggunakan variabel penelitian yaitu strategi bisnis pedagang kaki lima
sektor informal ( studi pada pedagang kaki lima di pasar wisata juanda sedati –
sidoarjo).
Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam mengelola keuangan, sebagaian besar (informan) pedagang kaki lima
di Pasar Wisata Juanda Sidoarjo masih menggunakan pencatatan
tradisional (manual) yang tidak memisahkan antara pengeluaran pribadi
dan usaha mereka.
2. Dari penelitian ini dapat pula diketahui bahwa para PKL tersebut berusaha
mempertahankan proses produksi maupun resep yang mereka gunakan
untuk mempertahankan rasa dan kualitas makanan dan minuman yang
mereka jual.
3. Untuk memasarkan produk mereka, sebagian besar PKL bersikap pasif
dalam artian mereka menunggu konsumen atau pelanggan datang ke
warung atau tempat usaha mereka.

7

8

4. Sebagian besar pengusaha merekrut tenaga kerja dari daerah asal mereka
maupun dari anggota keluarga. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan
komunikasi diantara mereka.
5. Hal lain yang menarik dalam penelitian ini adalah kenyataan bahwa para
pengusaha PKL disini meyakini bahwa berhasil tidaknya usaha mereka
adalah berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga mereka senantiasa
berdoa bagi kelancaran usaha mereka.

2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Usaha Mikro Kecil Menengah
Di Indonesia sendiri belu terdapat batasan dan kriteria yang baku
mengenai usaha kecil. Berbagai instansi menggunakan batasan dan kriteria
menurut fokus permasalahan yang dituju:
Biro Pusat Statistik Indonesia – BPS (1988) mendefinisikan usaha
kecil dengan ukuran tenaga kerja, yaitu lima sampai dengan sembilan belas orang
yang terdiri atas termasuk pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan
pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari lima
orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga.
Sedangkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse di
dalam buku Suryana ( 2006 :119) adalah industri yang menyerap tenaga kerja 1-9
orang termasuk industri kerajinan rumah tangga. Industri kecil menyerap 10-49
orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri besar menyerap tenaga
kerja 100 orang lebih.(Suryana,2006:119).

9

Menurut Suhardjono (2003 : 33) dalam buku Manajemen Perkreditan
Usaha Kecil dan Menengah ada dua definisi usaha kecil yang di kenal di
Indonesia adalah di Indonesia adalah sebagai berikut:
Pertama, definisi usaha kecil menurut Undang-Undang Nomor 9
Tahun 1995 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/9/Bkr tahun 2001 tentang
Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan
tahunan maksimal Rp.1 miliar dan memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, paling banyak Rp. 200 juta.
Kedua, menurut kategori Biro Pusat Statistik (BPS), usaha kecil
identik dengan industry kecil dan industry rumah tangga. BPS mengklasifikasikan
industri berdasarkan jumlah pekerjaannya, yaitu industri rumah tangga dengan
pekerja 1-4 orang, industri kecil dengan pekerja 5-19 orang, industri menengah
dengan pekerja 20-99 orang, industri besar dengan pekerja 100 orang atau lebih.

Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang
Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil): Usaha produktif milik keluarga atau
perorangan Warga Negara Indonesia,Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.
100 juta per tahun. Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang Usaha Kecil):

10

Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang

Usaha

berbentuk badan usaha orang orang perorangan, badan usaha
yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum
termasuk koperasi, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung,
dengan Menengah atau Besar,Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200
juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahuna.

Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003,
tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil):Usaha pada semua sektor
ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan
meningkatkan pendapatan usaha.

Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM):
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha

11

besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang.
Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan:

Selain

berdasar

Undang-undang

tersebut,dari

sudut

pandang

perkembangannya Usaha Kecil Dan Menengah dapat dikelompokkan dalam
beberapa kriteria Usaha Kecil Dan Menengah yaitu:

1. Livelihood Activities ( aktivitas kehidupan ), merupakan Usaha Kecil
Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya
adalah pedagang kaki lima.
2. Micro Enterprise ( usaha mikro ), merupakan Usaha Kecil Menengah yang
memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
3. Small Dynamic Enterprise ( usaha kecil ), merupakan Usaha Kecil
Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor

12

4. Fast Moving Enterprise ( usaha yang bergerak cepat ), merupakam Usaha
Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan
melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB). Sumber : Depkop
Website http://infoukm.wordpress.com/

Kendati beberapa definisi mengenai usaha kecil namun agaknya usaha
kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam. Pertama, tidak adanya
pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kedua,
rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal
sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari
modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang
perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan
belum dipunyainya status badan hukum. Keempat, dilihat menurut golongan
industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil
bergerak pada kelompok usaha industri.
www.mudrajad.com/upload/journal_usaha-kecil-indonesia.pdf
komisi

untuk

perkembangan

Ekonomi

(Committee

for

Economic

Development-CED), Mengemukakan Kriteria usaha kecil sebagai berikut:
1. Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik.
2. Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil.
3. Daerah operasi bersifat lokal.
4. Ukuran dalam keseluruhan relative kecil.

13

(Suryana;2006:120)
Hingga saat ini belum terdapat keseragaman pendapat terhadap definisi
yang tepat tentang usaha mikro kecil dan menengah di Indonesia. Dari
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008
TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Dapat disimpulkan
pengertian tentang usaha mikro kecil dan menengah. Dari definisi tersebut dapat
dibedakan beberapa pengertian tentang usaha mikro, usaha kecil, menengah dan
usaha besar antara lain sebagai berikut :
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan
usaha
perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar

14

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari
usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha
patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha
Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di
Indonesia.

Kriteria Usaha mikro kecil menengah
Menurut undang-undang republik Indonesia nomor 20 tahun 2008 tentang
usaha mikro kecil menengah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut adalah:
1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

15

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua
milyar

lima

ratus

juta

rupiah)

sampai

dengan

paling

banyak

Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
KRITERIA / KATEGORI DAN PERSYARATAN PEDAGANG
KAKI LIMA

(1) Kritetria / Kategori pedagang kaki lima adalah :
a. Jalan utama / sekunder / primer
b. Luas tempat usaha
c. Kawasan (perdagangan, pasar, pertokoan, pantai, terminal )
d. Jenis usaha (warung tenda, gerobak dorong )
(2) Persyaratan pedagang kaki lima adalah :
a. KTP ;
b. Jangka waktu 3 bulan
c. Tidak di sudut jalan / perempatan ( menghalangi jarak pandang
pengendara)
d. Menjaga kebersihan terhadap sampah, sisa makanan, membersihkan
saluran
e. Tidak diatas trotoar, saluran drainase
f. Waktu berdagang di batasi
g. Tidak mengganggu Lalu – lintas
h. Diarahkan berdasarkan kelompok pedagang
i. Tidak membangun dalam bentuk permanen, semi permanen atau darurat,
harus knok down dengan tetap memperhatikan ketertiban, keindahan dan
kebersihan

16

2.2.1.1 Keunggulan Dan Kelemahan Usaha Kecil Menengah
Menurut Subanar (2001:6) Pada kenyataannya, usaha kecil mampu
tetap bertahan dan mengantisipasi kelesuan perekonomian yang diakibatkan
inflasi maupun bebagai faktor penyebab lainnya. Tanpa subsidi dan proteksi,
Industri kecil di Indonesia mampu menambah nilai devisa bagi negara. Sedangkan
sektor informal mampu berperan sebagai buffer (penyangga) dalam perekonomian
masyarakat lapisan bawah.
Secara umum perusahaan skala kecil baik perorangan maupun kerja
sama memiliki keunggulan dan daya tarik seperti:
1.

Pemilik merangkap Manajer Perusahaan yang bekerja sendiri
(merangkap semua fungsi manajerial seperti marketing, finance dan
administrasi).

2.

Terbukanya peluang dengan adanya berbagai kemudahan dalam
peraturan dan kebijakan pemerintah yang mendukung berkembangnya
UMKM di Indonesia.

3.

Relatif tidak membutuhkan investasi yang terlalu besar, tenaga kerja
yang tidak berpendidikan tinggi, serta sarana produksi lainnya yg tidak
terlalu mahal.

4.

Dalam banyak pengerjaaan produk tertentu, perusahaan besar banyak
bergantung kepada perusahaan – perusahaan kecil, karena jika dikerjakan
sendiri oleh mereka (perusahaan besar) maka margin-nya menjadi tidak
ekonomis.

17

5.

Merupakan pemerataan kosentrasi dari kekuatan – kekuatan ekonomi
dalam masyarakat.
Menurut Suryana (2006:120-121) Usaha kecil memiliki kekuatan dan

kelemahan tersendiri. Beberapa kekuatan usaha kecil antara lain:
1.

Memiliki kebebasan untuk bertindak.
Bila ada perubahan, misalnya perubahan produk baru, teknologi baru,
dan perubahan mesin baru, usaha kecil bisa bertindak dengan cepat
untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berubah tersebut.
Sedangkan pada perusahaan besar, tindakan tersebut susah dilakukan.

2.

Fleksibel.
Perusahaan kecil dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat.
Bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran produk usaha kecil pada
umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat lokal.

3.

Tidak mudah goncang.
Karena bahan baku kebanyakan lokal dan sumber daya lainnya bersifat
lokal, maka perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktasi bahan
impor.
Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan ke dalam

dua aspek, antara lain:
a.

Kelemahan Struktural,yaitu kelemahan dalam strukturnya,misalnya
kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam
pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan

18

teknologi, kesulitan mencari pemodalan, tenaga kerja masih lokal, dan
terbatasnya akses pasar.
b.

Kelemahan Kultural. Kelemahan kultural berdampak terhadap
terjadinya kelemahan struktural. Kelemahan struktural mengakibatkan
kurangnya akses informasi dan lemahnya bebagai persyaratan lain guna
memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku.
Menurut Subanar (2001:8) Berbagai kendala yang menyebabkan

kelemahan serta hambatan bagi pengelola suatu UMKM di antaranya

masih

menyangkut faktor intern dari UMKM itu sendiri serta beberapa faktor ekstern,
seperti:
1.

Umumnya pengelola small-business merasa tidak memerlukan ataupun
tidak pernah melakukan studi kelayakan, penelitian pasar, Analisis
Perputaran Uang Tunai/Kas, serta berbagai penelitian lain yang di
perlukan suatu aktivitas bisnis.

2.

Tidak memiliki perencanaan sistem jangka panjang, sistem akuntansi
yang memadai, anggaran kebutuhan modal, struktur Organisasi dan
pendelegasian wewenang, serta alat-alat kegiatan manajerial lainnya
(perencanaan, pelaksanaan serta pengendalian usaha) yang umumnya
diperlukan oleh suatu perusahaan bisnis yg profit-oriented.
Kurangnya petunjuk pelaksanaan teknis operasional kegiatan dan

pengawasan mutu hasil kerja dan produk, serta sering tidak konsisten dengan
ketentuan – order/ pesanan, yang mengakibatkan klaim atau produk yang di tolak.
1. Tingginya Labaour Turn-Over (PHK).

19

2. Kesulitan modal kerja atau tidak mengetahui secara tepat berapa
kebutuhan modal kerja, sebagai akibat tidak adanya perencanaan kas
2.2.1.2 Tantangan, Masalah Dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah
Menurut Suhardjono (2003 : 39) tantangan usaha kecil menengah
adalah bagi UKM dengan omset kurang Rp. 50 juta hingga Rp. 1 miliar per bulan
atau lebih dikenal dengan usaha mikro, umunya tantangan yang dihadapi adlah
bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal
dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak
membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi : biasanya yang
diperlukan sekedar membantu kelancaran cash flow saja, dan mulai memikirkan
untuk melakukan ekspansi usaha lebih jauh.
Menurut Suhardjono (2003 : 39) masalah usaha mikro kecil menengah
adalah sebagai berikut:
a.

Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan
manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan.

b.

Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan
untuk memperoleh pinjaman dari bank maupun modal ventura karena
kebanyakan UMKM mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit,
agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi.

c.

Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam
merebut pasar semakin ketat.

20

d.

Masalah memperoleh bahan terutama karena adanya persaingan yang
ketat dalam mendapatkan bahan baku,bahan baku berkualitas rendah dan
tingginya harga bahan baku.

e.

Masalah perbaikan kualitas barang dan efisien terutama bagi yang
sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat,
pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti.

2.2.1.3 Hakikat, Bentuk Dan Jenis Usaha Mikro Kecil Menengah
Menurut Suabanar (2001 : 3-4) Hakikat UMKM yang ada secara umum di
kelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan khusus yang meliputi:
a. Industri Kecil
Industri kerajinan rakyat, industri cor logam, konveksi dan berbagai
industri lainnya.
b. Perusahaan Berskala Kecil
Penyalur, took kerajinan, Koperasi, Waserba, Restoran, Toko Bunga, Jasa
Profesi,dan lainnya.
c. Sektor Informal
Agen barang bekas, kios kaki lima, pedagang kaki lima, dan lainnya.

Menurut Subanar (2001:4) berdasarkan bentuk usahanya, maka UKM terdapat
di Indonesia dapat di golongkan ke dalam 2 sebagai berikut:

21

1. Usaha Perseorangan
Usaha perseorangan bertanggung jawab kepada pihak ketiga atau pihak lain
(dalam hal ini konsumen) dengan dukungan harta kekayaan perusahaan yang
merupakan milik perusahaan dari pengusaha yang bersangkutan. Jumlahnya di
Indonesia cukup besar dan skala usahanya relatif kecil. Pada umumnya lebih
mudah untuk didirikan, karena tidak memerlukan persyaratan yang rumit dan
bertahap seperti bentuk-bentuk usaha lainnya.

2. Usaha Persekutuan/Partnership
Usaha persekutuan berusaha mencapai tujuan-tujuan perusahaan dalam
memperoleh laba. Merupakan bentuk kerja sama dari beberapa orang yang
bertanggung

jawab

secara

pribadi

terhadap

kewajiban-kewajiban

usaha

persekutuannya. Bentuk pertanggung jawaban dan pola kepemimpinannya
berbeda-beda menurut bentuk-bentuk persekutuan yang di bentuk.

2.2.1.4 Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut
penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan
demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah
dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga
roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk
pedagang di jalanan pada umumnya.

22

Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial
Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya
yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalanan kaki. Lebar ruas
untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan
untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan.
Dahulu nmanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki
lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima
kaki.

Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena
menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang
menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air
cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan
mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan
makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah
daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga
kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang
kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya
disekitar rumah mereka.

[http://bps.jakarta.go.id/P3_Stat/P3S_Kakilima/P3S_def_Kakilima.htm
dan definisi Kaki lima] BPS provinsi DKI Jakarta]

Konsep

23

Menurut (Alma, 2004 : 119-120) pedagang kaki lima sangat popular di
negara kita. Kepopuleran pedagang kaki lima ini mungkin dalam arti yang positif
dan dalam arti yang negatif. Positifnya, perdagangan kaki lima, secara pasti dapat
menyerap lapangan pekerjaan, dari sekian banyak penganggur. Para penganggur
ini mencoba berkreasi, berwirausaha, dengan modal sendiri ataupun tanpa modal.
Yang penting mereka adalah orang-orang berani menempuh kehidupan, berjuang
memenuhi tuntutan hidup, jika tidak demikian mereka berarti mati. Menteri
Tenaga Kerja, berserta ketua Kadin Pusat, telah mencanangkan agar kehidupan
pedagang kaki lima, dibina, diatur, jangan dikejar-kejar, jangan dimatikan, karena
mereka sudah turut menyumbangkan adil dalam membangun lapangan kerja.
Negatifnya, pedagang kaki lima tidak menghiraukan tata tertib, keamanan,
kebersihan, dan kebisingan,dimana ada pedagang kaki lima, di sana timbul
kesemrawutan, bising dan banyak sampah. Dalam hal ini masalah pendidikan,
disiplin, upaya perlakuan hukum harus ditegakkan secara terus menerus, dengan
rencana matang,dan terarah dengan menangkapi mereka sewaktu-waktu, tindakan
ini hanya akan merugikan sebagian warga negara, dan merusak kehidupan mereka
karena modal mereka yang kecil, kena razia dan disita.

Menurut pengamatan dari Fakultas Hukum Unpar dalam penelitiannya
yang berjudul “Masalah Pedagang Kaki Lima di Kotamadya Bandung dan
penertibannya melalui operasi TIBUM 1980” di buku kewirausahaan Alma (2004
: 120) pedagang kaki lima ialah orang (pedagang-pedangang) golongan ekonomi
lemah, yang berjualan barang kebutuhan sehari-hari, makanan atau jasa dengan
modal yang relatif kecil, modal sendiri atau modal orang lain, baik berjualan di

24

tempat terlarang ataupun tidak. Istilah kaki lima diambil dari pengertian tempat di
tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5 feet). Tempat ini umumnya terletak di
trotoir,depan toko dan tepi jalan.

Sesuai dengan perkembangan adanya era reformasi di Indonesia, maka
Walikotamadya Bandung dalam kata pembukaan pada Lokakarya Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima (PKL) tanggal 6-7 1999, menyatakan PKL untuk dilarang,
bukan untuk diusir, bahkan bukan untuk dijadikan sapi perahan. Namun, lebih
dari itu PKL adalah merupakan asset yang potensial apabila dibina, ditata, dan
dikembangkan

status

usahanya. Lebih khusus dalam peningkatan

laju

pertumbuhan ekonomi kota atau dapat meningkatkan pendapatan asli daerah.
Maka dapat disimpulkan bahwa Pedagang Kaki Lima adalah setiap orang
yang melakukan kegiatan usaha dengan maksud memperoleh penghasilan yang
sah, dilakukan secara tidak tetap, dengan kemampuan terbatas, berlokasi di tempat
atau pusat-pusat konsumen, tidak memiliki izin usaha.
Menurut Alma (2004 : 120) ada juga ciri-ciri pedagang kaki lima adalah
sebagai berikut :
a. Kegiatan usaha, tidak terorganisir secara baik.
b. Tidak memiliki surat izin usaha.
c. Tidak teratur dalam kegiatan usaha, baik ditinjau dari tempat usaha
maupun jam kerja.
d. Bergerombol dtrotoir, atau di tepi-tepi jalan protokol, di pusat-pusat diman
banyak orang ramai.

25

e. Menjajakan barang dagangannya sambil berteriak, kadang-kadang berlari
mendekati konsumen.

2.2.2 Pengertian Strategi
Dalam manajemen strategi yang baru, (Mintzberg dalam Suryana, 2006:
173 -174 ) mengemukakan strategi yaitu perencanaan (plan), pola (patern), posisi
(position), perpektif (perspectif), dan permainan atau taktik (play).

1. Startegi adalah Perencanaan (Plan).
Konsep strategi tidak lepas dari aspek perencanaan, arahan,atau acuan
gerak langkah perusahaan untuk mencapai tujuan di masa depan. Akan
tetapi, tidak selamanya strategi adalah perencanaan ke masa depan yang
belum di laksanakan. Strategi juga menyangkut segala sesuatu yang telah
dilakukan sebelumnya, misalnya pola-pola perilaku bisnis yang telah
dilakukan di masa lampau.
2. Startegi adalah Pola (Patern).
Strategi adalah pola, “strategy is patern”, yang selanjutnya disebut
sebagai “intended strategy”, karena belum terlaksana dan berorientasi ke
masa depan, atau disebut juga sebagai “realized strategy” karena telah di
lakukan oleh perusahaan.
3. Strategi adalah Posisi (Position).
Definisi strategi ketiga adalah strategy is position, yaitu menempatkan
produk tertentu ke pasar yang dituju. Strategi sebagai posisi cenderung

26

melihat ke bawah, yaitu ke suatu titik dimana produk tertentu bertemu
dengan pelanggan, dan melihat ke luar yaitu meninjau berbagai aspek
lingkungan.
4. Strategi adalah Perspektif (Perspectif).
Jika dalam pola dan posisi cenderung melihat ke bawah dan ke luar, maka
sebaliknya dalam perspektif cenderung lebih melihat ke dalam yaitu ke
dalam organisasi, dan ke atas yaitu melihat grand vision dari perusahaan.
5. Strategi adalah Permainan (Play).
Strategi adalah suatu manuver tertentu untuk memperdaya pesaing. Suatu
merek misalnya mengeluarkan merek kedua agar posisinya tetep kukuh
dan tidak tersentuh, karena merek-merek pesaing akan sibuk melawan
merek kedua tersebut.

2.2.2.1 Manajemen strategis
Menurut David dan Thomas (2003 :4 ) Manajemen strategis adalah
serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja
perusahaan dalam jangka panjang. Secara khusus, isu-isu pokok yang
menyebabkan evaluasi terhadap strategi bisnis menjadi sukar dan sekaligus
menjadi sumber funda mental yang mutlak di cermati oleh seorang analis strategi
bisnis adalah :
a. Setiap strategi bisnis yang diaplikasikan merupakan sesuatu yang benarbenar unik.

27

b. Strategi bisnis secara sentral berhubungan erat dengan persoalan mengenai
sasaran dan tujuan yang hendak di capai.
c. Sistem – sistem formal dan evaluasi kritis terhadap strategi bisnis, yang
merupakan hal prinsipil, dapat menciptakan situasi konflik yang meledak.

Strategis bisnis merupakan rangkaian tujuan, kebijakan, dan perencanaan,
yang semuanya secara bersamaan, menentukan ruang lingkup suatu usaha dan
pendekatan yang diaplikasikan untuk kelangsungan (survival) dan keberhasilan
usaha. Di antara banyak pengujian yang bisa diaplikasikan dalam strategi bisnis,
semuanya harus memenuhi kriteria – kriteria berikut ini :
1. Konsistensi ( Consistery ) :
Suatu strategi tidak boleh menerapkan sasaran – sasaran dan kebijakan –
kebijakan yang satu sama lain tidak konsistensi.
2. Keserasian ( Consonance ) :
Suatu strategi mampu memberikan respons adaptive ( menyesuaikan diri )
terhadap perubahan lingkungan eksternal dan semua perkembangan
mendasar yang terjadi disana.
3. Keunggulan ( Advantage ) :
Suatu strategi bisnis harus mampu menciptakan dan mempertahankan
keunggulan kompetitif ( competitive advantage ) pada bidang aktivitas
yang dilakukan.
4. Fisibilitas ( Feasibility )

:

28

Suatu strategi tidak boleh membebabi sumber – sumber yang ada atau
tidak boleh menciptakan sub – sub persoalan lain yang tidak dapat di
pecahkan.
Suatu strategi bisnis yang tidak mampu memenuhi salah satu atau semua
kriteria tersebut di atas harus benar – benar di curigai. Jika itu yang terjadi, maka
strategi tersebut sudah tentu gagal untuk, sekutrang – kurangnya, menjalankan
salah satu fungsi pokok yang vital bagi keberlangsungan suatu usaha.

2.2.2.2 Macam Strategi
Identifikasi dan penentuan strategi berbagai bidang fungsional sangat
penting karena dapat lebih memperjelas strategi utama dengan identifikasi yang
sifatnya spesifik dan terperinci tentang bagaimana manajer harus mengelola
bidang-bidang fungsional tertentu di masa datang. Oleh karena itu, tidak ada
pilihan lain bagi manajemen kecuali mengembangkan berbagai strategi bidang
fungsional dengan memberikan perhatian utama pada bidang-bidang fungsional
yang penting, seperti pemasaran, keuangan, produksi, dan sumber daya manusia
(Umar, 2008 : 321). Secara rinci strategi- strategi dijelaskan sebagai berikut :
1. Startegi Di Bidang Pemasaran
Strategi pemasaran sangat bermanfaat untuk mengetahui sebuah tindakan
yang akan digunakan atau diambil dalam usaha pemasaran produk barang dan
jasa.

29

Menurut Kotler (2000:26) Strategi Pemasaran adalah merupakan suatu
proses analisis dari peluang pasar, pemilihan tujuan-tujuan, pengembangan
strategi, perumusan perencanaan yang dapat berhasil ditentukan dari suatu atau
beberapa pengeruh dari variabel bauran pemasarannya, yaitu variabel harga,
tempat,distribusi dan promosi serta mengkombinasikan keempat faktor tersebut
sehingga menjadi bauran pemasaran yang baik.
Menurut

Fandy

Tjiptono,

Strategi

Pemasaran

merupakan

pernyataan (baik secara Implisit maupun Eksplisit) mengenai bagaimana
suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya.
Menurut Tull dan Kahles, Strategi Pemasaran adalah sebagai alat
fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar
yang di masuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar
sasaran tersebut.
Menurut Corey, Strategi Pemasaran terdiri atas lima elemen yang saling
terkait. Kelima elemen tersebut adalah:
1. Pemilihan pasar yaitu memilih pasar yang akan dilayani keputusan ini
berdasarkan pada faktor-faktor:
a. Persepsi terhadap fungsi produk dan pengelompokkan teknologi yang
dapat di proteksi dan di dominasi.
b. Keterbatasan sumber daya internal yang mendorong perlunya
pemusatan (fokus) yang lebih sempit.

30

c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada trial dan error di dalam
menanggapi peluang dan tantangan.
d. Kemampuan khusus yang berasal dari akses terhadap sumber daya
langka atau pasar yang terproteksi.
2. Perencanaan produk, meliputi produk spesifik yang dijual, pembentukan
lini produk, dan desain penawaran individual pada masing-masing lini.
3. Penetapan harga, yaitu menentukan harga yang dapat mencerminkan nilai
kuantutatif dari produk kepada pelanggan.
4. Sistem distribusi, yaitu saluran perdagangan grosir dan eceran yang di
lalui produk hingga mencapai konsumen akhir yang membeli dan
menggunakannya.
5. Komunikasi pemasaran (promosi), yang meliputi periklanan, personel
selling, promosi penjualan, direct marketing dan public relation.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pemasaran adalah
suatu perencanaan yang menunjukkan bagaimana seorang manajer melakukan
sebuah rencana dan melaksanakan tindakan-tindakan yang membantu untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang dituju untuk melakukan penjualan suatu
produk dan mendapatkan laba yang sesuai dengan produk yang ditawarkan. Dapat
disimpulkan bahwa strategi pemasaran adalah sumber daya pemasaran untuk
mencapai sebuah keberhasilan pemasaran sebuah produk yang ada dan dapat
memanfaatkan pemasaran yang ada pada produk.
Menurut Husein ( 2008 : 134-135) dalam bidang pemasaran, manajemen
pemasaran dikelompokkan dalam empat aspek yang akan sering dikenal dengan

31

marketing mix atau bauran pemasaran. Dalam pembuatan strategi bauran
pemasaran ada cukup banyak yang perlu diperhatikan adalah aspek-aspek tersebut
sebagai berikutnya:
a. Aspek Produksi
Aspek internal bank yang melibatkan hampir semua kegiatan bank adalah
aspek produk dan pengenmbangannya. Produk bank merupakan hasil
kegiatan operasional bank dan berkaitan erat dengan pengelolaan
portofolio bank.
b. Aspek Promosi
Di dalam manajemen pemasaran, kebijakan promosi biasanya dipecah
menjadi cara, yaitu : periklanan (Advertising), Kehumasan (Public
Relation), Promosi Penjualan (Sales Promotion), Penjualan Perseorangan
(Personal Selling).
Untuk kebijakan perikalanan (Advertising) dapat dilakukan dengan
pemasangan

iklan

dimedia

massa.

Untuk

kebijakan

Periklanan

(Advertising) dapat dilakukan dengan pemasangan iklan dimedia massa.
Untuk kebijakan Kehumasan (Public Relation) dapat ditempuh antara lain
dengan menyediakan brosur, memberikan penjelasan atau keterangan, dan
mengambil peran sebagai sponsor. Untuk kebijakan Promosi Penjualan
(Sales Promotion) dapat dilaksanakan dengan fee atau menghilangkan
biaya-biaya tertentu. Untuk kebijakan Penjualan Perseorangan (Personal
Selling) biasanya dilakukan terhadap nasabah-nasabah utama.
c. Aspek Place ( Tempat )

32

Penentuan letak kantor sangat berkaitan dengan strategi penyampaian
produk (Delivery strategi). Dengan perkembangan teknologi yang semakin
maju, sistem penyampaian produk dan jasa bank pun turut berkembang.
Aspek Place masih ditentukan oleh pembagian wilayah, di mana wilayah
akan dibagi atas wilayah primer (jumlah nasabah banyak), sekunder
(jumlah nasabah cukup), dan tambahan (jumlah nasabah sedikit).

d. Aspek Price ( Harga )
Penentuan harga suatu produk bank memiliki beberapa tujuan, yaitu
memaksimalkan

laba,

meningkatkan

pangsa

pasar,

mencapai

kepemimpinan dalam kualitas produk dan memelihara kapasitas.
Penentuan harga dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk penentuan bunga,
fee, diskonto, biaya-biay