Karakteristik Simulasi Motor DC Dengan Pengontrol Proporsional.

(1)

KARAKTERISTIK SIMULASI MOTOR DC DENGAN PENGONTROL PROPORSIONAL

Oleh: I Ketut Sukarasa

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

HALAMAN PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH 1

Judul Penelitian: Karakteristik Simulasi Motor DC dengan Pengontrol Proporsional

Ketua:

a. Nama : I Ketut Sukarasa, S.Si, M.Si

b. NIP : 196906011998021001

c. Jabatan Fungsional : Lektor d. Program Study : Fisika

e. No Hp : 08179764539

f. Email :sukarasafisika@gmail.com

Anggota:

a. Nama Lengkap : -

b. NIP : -

c. Perguruan Tinggi : -

Mengetahui Bukit Jimbaran, 25 Januari 2016

Dekan Fak MIPA Ketua

(Drs Ida Bagus Suaskara, M.Si) ( I Ketut Sukarasa, S.Si, M.Si) Nip. 196606111997021001 Nip. 196906011998021001


(3)

Karakteristik Simulasi Motor DC dengan Pengontrol Proporsional I Ketut Sukarasa, S.Si, M.Si.

Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

ABSTRAK

Motor arus searah (motor DC) memiliki karakteristik pengaturan kecepatan yang sangat baik karena komponen arusnya menghasilkan torsi dan fluk dalam keadaan independen satu sama lain. Dengan demikian pengaturan kecepatan motor bisa dilakukan dengan teknik yang tidak rumit dan tidak memerlukan perangkat keras yang mahal. Pengaturan kecepatan motor DC bisa dilakukan dengan menggunakan persamaan matematika dari model fisiknya dan sistem kontrol Proporsional. Mengukur kecepatan motor DC dengan pengontrol Proporsional menggunakan program Simulink pada MATLAB dengan nilai variabel Kp=100, Ki=200 dan Kd=10 sehingga menghasilkan overshoot

yang kecil, settling time yang cepat dan steady state error yang mendekati nol.

Kata kunci: Pengaturan kecepatan, motor DC, pengontrol proporsional

ABSTRACT

Direct current motors (DC motors) have characteristics that’s very good at speed setting because the producing torque and producing flux of current component in a state independent of each other. Thereby setting the motor speed can be done with a technique that is not complicated and does not require expensive hardware. DC motor speed settings can be done using mathematical equations of the model physical and Proportional control systems. Measuring the speed of a DC motor with Proportional control using the MATLAB Simulink program with variable value Kp = 100, Ki = 200, and Kd = 10 resulting in a small overshoot, fast settling time and steady state error approaches zero. Keywords: Setting speed, DC motors, Proportional kontroller


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Karakteristik Simulasi Motor DC

dengan Pengontrol Proporsional”. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ir. S. Poniman, M.Si. selaku Ketua Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam Universitas Udayana.

2. Istri, anak-anak yang dengan rela waktunya tersita untuk menyelesaikan makalah ini.

3. Seluruh staf pengajar Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Universitas Udayana yang telah memberikan dorongan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapatbermanfaat.

Bukit Jimbaran, Januari 2016


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI... v

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 3

1.5 Manfaat ... 3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Motor DC ... 4

2.1.1 Bagian-bagian Motor DC ... 4

2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC ... 5

2.1.3 Persamaan Ekivalen Rangkaian dan Torsi Elektromagnetik ... 8

2.2Sistem Kontrol Otomatis ... 10

2.2.1 Sistem Kontrol Terbuka ... 10

2.2.2Sistem Kontrol Tertutup ... 11

2.2.3 Sistem Kontrol Proporsional 2.3 Spesifikasi respon Transien ……….16

2.4.1 Simulink ... 17

BAB III MEDOTELOGI PENELITIAN ………...22

3.1 Langkah-langkah Teoritis... 22

3.1.1 Motor DC ... 22

3.2 Rangkaian Open Loop ... 23

3.3 Rangkaian Kontroler Proporsional ………. 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Grafik Sistem Kontrol Terbuka ... 24


(6)

BAB V PENUTUP... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2Saran ... 25


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dengan semakin berkembangnya zaman, kebutuhan akan mesin industri yang memadai sangat diperlukan untukt efisiensi waktu dan biaya. Energi listrik yang dikonversi menjadi energi mekanik adalah struktur dasar beberapa industri dan peralatan yang sering digunakan yaitu motor DC. Dengan mengontrol tegangan yang dipasok ke gulungan motor, berbagai kecepatan motor dapat diperoleh dan hal itu lah yang menjadi salah satu keuntungan dari motor DC (Herman, 2010). Selain itu, motor DC mudah untuk dikendalikan, sehingga motor DC sering digunakan dalam aplikasi yang memerlukan berbagai kecepatan motor. Motor DC lebih fleksibel dalam artian kecepatan, laju dan arah putar yang dapat diatur dengan mudah sesuai dengan kebutuhan.

Mengatur kecepatan pada motor DC menjadi langkah penting dalam penggunaannya namun kecepatan putar motor DC mengalami penurunan dan tidak konstan akibat dari pembebanan. Dalam mendapatkan hal ini, maka perancangan sistem control kecepatan sangat penting, agar kecepatan yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Sistem kontrol sangat diperlukan untuk otomatisasi dan akurasi dalam sebuah proses. Selain itu, sistem kontrol juga dapat mempermudah pekerjaan dari segi efektivitas dan efisiensi. Pengontrolan kecepatan pada motor DC yang baik adalah system control yang mampu mengendalikan system.

Pada makalah ini akan disampaikan gagasan penggunaan sistem kontrol proportional untuk mengatur kecepatan motor DC dengan menggunakan program Simulink MATLAB R2009a. Sistem fisik motor DC sebagai pengendali utama dibuat ke dalam bentuk model matematis untuk kemudian disimulasikan sehingga dapat diketahui respon tiap bagian pengendali dan diketahui pula perbaikan respon yang perlu dilakukan sebelum gagasan ini diterapkan secara nyata.

1.2Rumusan Masalah

Dengan latar belakang diatas, maka beberapa permasalahan bias dirumuskan, antara lain:

1. Dengan cara bagaimana sistem kontrol Proporsional dibuat, agar dapat mengatur kecepatan putar motor DC?

2. Apa pengaruh atau efek kontroler proportional, pada sistem motor DC?

3. Mengapa sistem kontrol loop tertutup (closeloop) lebih menguntungkan dibandingkan sistem kontrolloop terbuka (open loop)?


(8)

1.3Batasan Masalah

Ada beberapa masalah yang perlu dibatasi dalam penulisan makalah ini agar pembahasan materinya lebih terarah, antara lain:

1. Penjelasan teori serta persamaan matematika motor DC.

2. Penjelasan singkat mengenai sistem kontrol terbuka dan tertutup. 3. Penjelasan mengenai sistem kontrol Proporsional.

4. Penjelasan singkat mengenai respon transien. 5. Tidak membahas mengenai jenis-jenis motor DC.

6. Simulasi yang dilakukan pada sistem adalah kontroler open loop dan kontroler proporsional. 7. Pembuatan benda secara nyata tidak dilakukan.

1.4Tujuan

Dari permasalahan yang timbul mengenai makalah ini, maka terdapat beberapa tujuan, yaitu: 1. Mengembangkan sistem kontrol Proporsional pada motor DC.

2. Memperoleh suatu sistem kontrol yang dapat memperbaiki respon dari sistem sehingga dicapai suatu sistem yang memiliki nilai overshoot, settling time dan nilai steady state error.

1.5Manfaat

Dari penulisan makalah ini diharapkan sasaran dan manfaat yang diperoleh yaitu: 1. Mampu melakukan analisa kinerja suatu sistem kontrol.

2. Mengetahui pengaruh sistem kontrol Proporsional terhadap kecepatan motor DC. 3. Mampu mensimulasikan sistem kontrol pada pada motor DC.


(9)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Motor DC

Motor listrik dapat digolongkan menjadi motor Direct Current (DC) dan motor Alternating Current(AC) tergantung dari suplai dayanya. Kecepatan motor AC selalu tetap sesuai dengan frekuensi dari jala-jala listrik PLN, sedangkan motor DC baik kecepatan, laju dan arah putarnya dapat diatur dengan mudah sesuai dengan kebutuhan.

Salah satu komponen yang tidak dapat dilupakan dalam sistem pengaturan adalah aktuator. Aktuator adalah komponen yang bergerak dan mampu menghasilkan energy mekanik dari energy listrik. Kumparan medan pada motor DC disebut stator (bagian yang tidak berputar) dan yang berputar disebut rotor. Beberapa contoh penggunaan motor DC dalam kehidupan sehari-hari antara lain memutar impeller pompa, menggerakan kompresor, mixer, bor listrik, kipas angin, kereta listrik, elevator, motor pada mesin yang digunakan pada tambang (batu bara) dan mesin-mesin industri.

2.1.1 Bagian-bagian motor DC

Bagian-bagian motor DC secara umum, digambarkan seperti gambar 2.1

Gambar 2.1 Bagian-bagian Motor DC

1. Badan mesin

Badan mesin berfungsi sebagai tempat mengalirnya fluks magnet yang yang terbuat dari bahan ferromagnetic yang dihasilkan oleh kutub magnet. Badan mesin juga untuk meletakkan alat-alat tertentu, sehingga harus terbuat dari bahan yang benar-benar kuat seperti dari besi tuang dan plat campuran baja.

2. Inti kutub magnet dan belitan penguat magnet

Inti kutub magnet dan belitan penguat magnet mampu mengalirkan arus listrik sehingga ada elektromagnetik.


(10)

Sikat-sikat berfungsi sebagai jembatan bagi aliran arus jangkar dengan bebas dan juga memegang peranan penting untuk terjadinya proses komutasi.

4. Komutator

Komutator berfungsi sebagai penyearah mekanik yang akan dipakai bersama-sama dengan sikat. Sikat-sikat ditempatkan sedemikian rupa sehingga komutasi terjadi pada saat sisi kumparan berbeda.

5. Jangkar

Jangkar dibuat dari bahan ferromagnetik dengan maksud memperbesar induksi magnetiknya untuk menghasilkan ggl induksi ggl yang besar.

6. Belitan jangkar

Belitan jangkar adalah bagian yang sangat penting pada mesin arus searah dengan berfungsi untuk tempat timbulnya tenaga putar motor.

2.1.2 Prinsip kerja motor DC

Pada dasarnya motor DC adalah suatu transducer. Proses konversi ini terjadi melalui medan magnet. Ketika arus (I) melalui sebuah konduktor akan menghasilkan garis-garis gaya magnet (fluks) B. Arah dari fluks bergantung pada arah arus yang mengalir atau dimana terjadi perbedaan potensial tegangan. Hubungan arah arus dan arah medan magnet ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Dengan menggunakan kaidah tangan kanan arus listrik yang mengalir dan medan magnet yang dihasilkan dapat ditentukan.

Gambar 2.2 Konduktor yang Dilalui Arus Listrik

Berdasarkan aturan tangan kiri Fleming, yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3, dengan ibu jari menunjukkan arah gerak, jari telunjuk menunjukkan arah medan dan jari tengah menunjukkan arah arus. Jika sebuah kumparan yang dialiri arus listrik diletakkan di sekitar medan magnet yang


(11)

dihasilkan oleh magnet permanen, maka pada penghantar tersebut akan mengalami gaya. Prinsip inilah yang kemudian digunakan pada motor.

Gambar 2.3 Kaidah Tangan Kiri Fleming

Secara matematis, gaya Lorentz dapat dituliskan dengan persamaan 2.1

� = � � � (2.1) dengan:

F = Gaya Lorentz (Newton)

B = Kerapatan fluks (Tesla)

I = Arus (Ampere)

L = Panjang konduktor kawat (Meter)

Pada motor DC, fenomena ini digunakan sebagai dasar penggerak motor. Ketika kawat konduktor dialiri arus, akan dihasilkan gaya gerak listrik karena konduktor bergerak didalam kumparan medan magnet. Untuk menghasilkan energi mekanik sempurna, maka tegangan gerak yang disebabkan reaksi lawan harus lebih kecil. Dengan mengalirkan arus pada kumparan jangkar yang terlindung dari medan, maka motor akan berputar, sehingga terjadilah gaya yang akan memutar jangkar/armature motor.

Interaksi dua buah medan yang dihasilkan oleh bagian jangkar dan bagian medan (field) dari motor DC menghasilkan putaran pada motor DC. Gambar 2.4, menunjukkan kumparan yang dihubungkan ke sumber arus searah, sedangkan magnet permanen adalah bagian dari jangkar. Bagian jangkar ini tidaklah harus dalam magnet permanen, karena bisa juga berbentuk lilitan yang akan menjadi elektomagnet jika memperoleh sumber arus searah. Jika motor DC berjenis jangkar lilitan, maka harus ada dua sumber arus searah, satu untuk jangkar dan satu lagi untuk medan. Komutator adalah bagian lain yang tidak kalah penting pada motor DC, yang berpasangan dengan cincin belah


(12)

(slip rings). Pasangan ini menjadikannya lilitan medan berputar dengan arah arus tetap, yang biasanya disebut konverter mekanik.

Gambar 2.4 Prinsip Kerja Motor DC

Gaya gerak listrik (GGL) yang berubah-ubah arah pada setiap setengah putaran diakibatkan oleh perputaran kawat konduktor dan sebanding terhadap kecepatan putaran (�m) pada motor dan flux per kutub (Φd). GGL atau biasa disebut tegangan induksi e bernilai negatif karena polaritasnya selalu berlawanan dengan tegangan sumber (v). Persamaan tegangan induksi adalah:

ea=�

�Φd�m (2.2)

dengan:

ea = Tegangan induksi (GGL)

P = Jumlah kutub Z = Jumlah konduktor

�m = Kecepatan putar per detik (rad/s)

Φd = Medan fluks (Weber)

Jumlah konduktor (Z), jumlah kutub (P) dan 2� bernilai konstan, maka bisa diasumsikan

sebagai konstanta armature (Ka) sehingga tegangan induksinya (ea) menjadi:

ea = KaΦd�m (2.3) 2.1.3 Persamaan ekivalen rangkaian dan torsi elektromagnetik

Pada dasarnya rangkaian ekivalen motor DC tergantung pada resistansi armature (Ra), induktansi

dalam (La) dan tegangan induktansi (ea). Pada motor DC, input yang berupa energi listrik akan

terkonversi menjadi energi mekanik dalam bentuk torsi (T) dan kecepatan putar (�m) yang dapat


(13)

Gambar 2.5 Rangkaian Ekivalen Motor DC

Suatu motor dengan hambatan dan induktansi kumparan R dan L yang berputar tanpa pembebanan, kelembaman 0 dan gesekan 0), rumus hubungan tegangan dan arus listrik pada rangkaian tertutup dinyatakan dengan:

v = ea+ Raia+ La i (2.4)

dengan:

v = Tegangan sumber (Volt) ea = Tegangan induksi (volt)

Ra = Resistansi armature (Ohm)

ia = Arus armature (Ampere)

La = Induktansi dalam armature (Henry)

Dalam keadaan steady state, arus armature bersifat konstan dan rasio perubahan arus armature adalah nol, sehingga persamaan tegangan armature (persamaan 2.4) menjadi:

v = ea+ Raia (2.5)

Untuk mengetahui daya yang diambil motor, persamaan tegangan armature (2.5) dikalikan dengan arus armature (ia):

via = eaia + Raia2 (2.6)

dengan:

via = Daya sumber atau Pa (Watt)

eaia = Daya efektif atau Pe (Watt)


(14)

Daya efektif (Pe) adalah daya yang dikonversikan menjadi daya mekanik (Pm) pada motor,

dengan asumsi rugi-rugi gesekan dan angin tidak ada atau nol. Daya mekanik (Pm) terjadi dalam

bentuk torsi elektromagnetik dan kecepatan dengan persamaan:

Pm= T �m (2.7)

Daya efektif yang sebanding dengan daya mekanik bisa didapatkan hubungan torsi (T) terhadap tegangan armature (v) dirumuskan dengan persamaan (2.8)

eaia= T �m (2.8)

Jika persamaan (2.3) disubstitusikan kepersamaan (2.8), maka didapat:

KaΦdia= T (2.9)

Jika fluks (Φd) bernilai konstan, maka konstanta armature (Ka) dan fluks menjadi konstanta baru atau konstanta magnetik (Km) dan persamaan torsi (2.9) dan persamaan tegangan induksi (2.3)

menjadi:

T = Kmia (2.10)

ea = Km�m (2.11)

Sewaktu periode konduksi arus armature, energi listrik mengalir pada rangkaian armature, interaksi dari arus dan medan fluks menghasilkan torsi elektromagnetik (T) bersifat positif. Motor yang mendapat suplai beban energi sewaktu periode perputaran memiliki energi kinetik.

T = J ωm (2.12)

Induksi armature bertindak sebagai reservoir dari energi listrik sewaktu periode konduksi. Armature dan beban inersia (J) bertindak sebagai reservoir dari energi mekanis sewaktu periode perputaran motor. Jadi, arus armature magnet mampu menghasilkan torka yang bekerja terhadap kelembaman dan gesekan, maka persamaannya menjadi:

T = J ωm+ B� (2.13)

2.2 Sistem Kontrol Otomatis

Sistem kontrol otomatis dalam prosesnya kerjanya berfungsi mengendalikan proses tanpa dengan tidak adanya campur tangan manusia (otomatis). Terdapat dua sistem kontrol otomatis yaitu:


(15)

2.2.1 Sistem kontrol terbuka

Sistem control loop terbuka adalah sistem yang tidak memiliki umpan balik. Suatu sinyal masukan diberikan ke sistem kontrol yang keluarannya bertindak sebagai sinyal penggerak dan sinyal ini mengendalikan proses yang akan dikendalikan, sehingga menghasilkan output yang diinginkan. Diagram blok sistem kontrol terbuka ditunjukkan seperti gambar 2.6.

Gambar 2.6 Diagram Blok Open Loop

2.2.2 Sistem kontrol tertutup

Sistem kontrol tertutup adalah sistem yang memiliki umpan balik. Keluaran yang dihasilkan dan sinyal input yang dimasukkan kedalam sistem. Hasil selisih dari sinyal output dengan sinyal input disebut feedback. Sinyal feedback diumpankan pada komponen pengendalian agar kesalahan diperkecil, untuk mendapatkan nilai keluaran semakin mendekati harga yang diinginkan. Diagram blok sistem kontrol tertutup ditunjukkan seperti gambar 2.7.

Gambar 2.7 Diagram Blok Close Loop

2.2.3 Kontroler proporsional

Keluaran kontroler proporsional adalah perkalian antara konstanta proporsional dengan nilai

error.


(16)

atau dalam bentuk fungsi alih:

� = (2.15)

Gambar 2.8 Diagram Blok Kontroler Proporsional

Pada Gambar 2.8 menunjukkan bahwa error merupakan selisih antara besaran yang diatur dengan besaran sebenarnya yang mempengaruhi kontroler untuk mengeluarkan outputyang diinginkan.

2.3 Spesifikasi Respon Transien

Spesifikasi respon transien adalah spesifikasi yang teramati mulai saat terjadinya perubahan sinyal input/gangguan/beban sampai respon masuk dalam keadaan steady state. Dasar yang digunakan untuk mengukur kualitas respon transient ini antara lain: rise time, delay time, peak time,

settling time dan overshoot.

Gambar 2.9 Kurva unit step yang menunjukkan td, tr, tp, Mp dan ts

1. Waktu tunda (Delay time (td))

Adalah waktu yang diperlukan respon untuk mencapai setengah nilai akhir (final value) pada saat pertama kali.


(17)

Rise time adalah waktu yang dibutuhkan respon agar naik 10% ke 90%, 5% sampai 95% atau 95% atau 0% ke 100% dari nilai akhir.

3. Waktu puncak (Peak time (tp))

Peak time adalah waktu respon mencapai puncak pertama overshoot.

4. Lewatan maksimum (Maximum overshoot (Mp))

Maximum overshoot adalah nilai puncak overshoot maksimum kurva respon dalam bentuk persen.

5. Settling time(ts)

Settling time adalah waktu kurva respon untuk menjangkau nilai akhir dan memiliki range

tetap terhadap nilai akhir, biasanya 2% atau 5%.

2.4.1 Simulink

Simulink adalah suatu sistem khusus yang dirancang untuk mensimulasikankinerja proses atau plant secara dinamik. Simulink mempunyai antarmuka dengan multi window, yang berisi icon/fungsi-funsi khusus sebagai library misalnya input (source), output (sinks), persamaan linier, Non linier, connection toolboxes dan sebagainya. Dalam sebuah program yang berisi operasi matematik ataupun variable program yang digunakan, Matlab mempunyai aturan (syntax)

penulisan.Jadi Simulink merupakan bagian dari software MATLAB (Mathworks Inc.) yang digunakan sebagai sarana pemodelan, simulasi dan analisis dari sistem dinamik dengan menggunakan antarmuka grafis (GUI). Simulink terdiri dari beberapa kumpulan toolboxyang dapat digunakan untuk analisis sistem linier dan non-linier

Membuka program Simulink pada MATLAB dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu: 1. Mengklik menu file New Model

Gambar 2.10 Cara 1 Membuka Program Simulink


(18)

Gambar 2.11 Cara 2 Membuka Program Simulink

3. Mengetik Simulink pada Command Window

Pada Simulink dilengkapi Simulink Library Browser yang berisi toolbox yang digunakan untuk membangun suatu model. Toolbox-toolbox ini dikategorikan dalam beberapa kelompok dan setiap

toolbox memiliki blok-blok pemodelan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.12a dan 2.12b.


(19)

Gambar 2.12b Blok-blok yang Berada dalam Commonly Used Blocks

Bila ingin membangun model atau suatu sistem pada Simulink, hal awal yang harus dilakukan yaitu membuka icon new model seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. Cara untuk memunculkan blok pada lembar new model , blok yang diinginkan diklik dan digeser kearah lembar new model baru seperti Gambar 2.14.


(20)

Gambar 2.14 Pembuatan Model dengan Blok Generator Sinyal

Bila program telah selesai dibuat, untuk menjalankannya ada 2 cara, yaitu Gambar 2.15.


(21)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Langkah-langkah Teoritis 3.1.1 Motor DC

Untuk tujuan analitik sering digunakan motor DC dan hal itu memerlukan model matematika dalam penggunaan aplikasi pada sistem kontrol.

Dari pembahasan sebelumnya (BAB II) telah dibahas beberapa persamaan/model matematika yang menggambarkan model fisik motor DC diantaranya yaitu:

1. Persamaan 2.4

Persamaan 2.4 adalah persamaan diferensial rangkaian kumparan magnet dan menggambarkan bagian elektrik motor DC. Bentuk transformasi laplacenya yaitu:

va(s) = (La.s+Ra)Ia(s)+ea(s) (3.1)

2. Persamaan 2.10

Persamaan 2.10 adalah persamaan yang menggambarkan sifat motor. Bentuk transformasi Laplacenya yaitu:

T(s) = Km ia(s) (3.2)

3. Persamaan 2.11

Persamaan 2.11 adalah persamaan dengan fluks konstan, tegangan induksi yang berbanding lurus dengan kecepatan sudut dan menggambarkan sifat generator. Bentuk transformasi Laplacenya yaitu:

ea(s) = Km�m(s) (3.3)

4. Persamaan 2.13

Persamaan 2.13 adalah persamaan yang menunjukkan arus armature magnet menghasilkan torsi yang bekerja terhadap inersia dan gesekan dan menggambarkan bagian mekanik. Bentuk transformasi Laplacenya yaitu:

T(s) = (Js2+ Bs)ωm(s) (3.4)

Persamaan matematika motor DC diatas semuanya diubah kedalam bentuk transformasi Laplace agar mudah diubah kedalam bentuk fungsi alih. Bentuk fungsi alih inilah yang akan dimasukkan dalam program Matlab.

Beberapa langkah mengubah persamaan diatas menjadi fungsi alih yaitu: 1. Persamaan 3.3 disubstitusi kedalam persamaan 3.1:


(22)

(La.s+Ra)Ia(s) = va(s) - Km�m(s)(3.5)

2. Persamaan 3.2 disubstitusi kedalam persamaan 3.4:

S (Js+ B)ωm(s) = Km ia(s) (3.6)

3. Persamaan 3.5 dan 3.6 diubah kedalam bentuk fungsi alih dengan menghilangkan i(s) yang berada diantara dua persamaan diatas. Kecepatan putar sebagai output dan tegangan armature sebagai

input. Jadi, bentuk fungsi alihnya yaitu: P(s) = ω s = �

Js+ Ls+R +�2[

/

� � ] (3.7)

Konstanta yang digunakan pada makalah ini yaitu:

1. Moment of inertia of the rotor (J) = 1/100 kg.m2/s2 2. Redaman ratio dari mechanical system (b) = 1/10 Ns/m 3. Gaya Electromotive constant (K= Kb= Ka) = 1/100 Nm/Amp

4. Hambatan (R) = 1Ω

5. Induktansi (L) = 1/2 H

Semua konstanta tersebut disubstitusikan kedalam persamaan 3.7 (dengan mengalikan setiap konstanta dengan 100) sehingga menjadi:

ω s

� = . 2+ + . (3.8)

3.2 Rangkaian open loop

Rangkaian open loop digambarkan dengan

Gambar 3.1 Rangkaian Sistem Kontrol Open Loop

3.2.2 Rangkaian kontroler proporsional


(23)

(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dan pembahasannya yaitu berupa simulasi sistem kontrol motor DC loop terbuka dan sistem dengan pengontrol proporsional. Berikut analisis dari simulasi tersebut:

a. Grafik Sistem Kontrol Terbuka

Dari hasil simulasi didapatkan seperi gambar 4.1

Gambar 4.1 Grafik Open Loop Motor DC

Gambar 4.1 menunjukkan hasil simulasi sistem kontrol terbuka pada motor DC dan menghasilkan nilai settling time 2,07 detik, overshoot 0% dan steady state error 0.0999. Hasil akhir tidak seperti yang diharapkan karena settling time nilainya lebih dari 2 detik dan keadaan steady state


(25)

4.2 Grafik Kontroler Proporsional

Gambar 4.2 menunjukkan hasil simulasi sistem kontrol terbuka pada motor DC dengan kontroler proporsional.

Gambar 4.2 Grafik Kontroler Proporsional dengan Nilai Kp=100

Pada Gambar 4.2 menunjukkan nilai overshoot pada sistem adalah 24,9%, nilai settling time adalah 0,567 detik dan nilai steady state error adalah 0,909. Pada dasarnya dapat dijelaskan bahwa menaikkan nilai Kp akan menurunkan nilai steady state error dan menaikkan nilai overshoot walaupun nilai peak time 0,23 detik yang berarti respon sistem lebih cepat namun steady state tidak sesuai yang diinginkan, sehingga menyebabkan sistem tidak stabil.


(26)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan, maka dapat ada beberapa kesimpulan yaitu:

1. Hasil simulasi sistem kontrol terbuka pada motor DC menghasilkan nilai settling time 2,07 detik, overshoot 0% dan steady state error 0.0999.

2. Dengan menggunakan sistem kontrol proporsional, maka nalai settling time menjadi kurang dari 2 detik, nilai peak time 0,23 detik yang berarti respon sistem lebih cepat.

5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu settling time kecil dan sistem stabil, maka sebaiknya sistem kontrol yang digunakan adalah sistem kontrol PID.


(27)

Achmad, D.M., 2012, AnalisaSistem Ward Leonard padaRangkaian Motor dan Generator DC denganPengendali PID, Skripsi, DepartemenTenikElektro, Universitas Indonesia, Depok, 16-21 Aditya, A., 2012, Simulink,http://id.m.wikipedia.org/wiki/Simulink, [Diakses 9 November 2015] Ariyanto, R., 2010,PengenalanMetode Ziegler-Nicholas padaPerancanganKontroler

PID,http://www.elektroindonesia.com/elektro/tutor12.html, [Diakses 06Nobember 2015]

Firdaus, A., 2012, SistemKendali, Makalah, DepartemenTeknikElektro, PoliteknikBatam, Yogyakarta, 6-7

Herman, S.L., 2010, Electric Motor control,9th edition,Nelson Education Ltd., Canada, 303-310 Turevskiy, A., 2010,Control Tutorials for MATLAB & Simulink: Introduction to PID Controller

Design, http://ctms.engin.umich.edu/CTMS/Introduction&section=ControlPID, [Diakses 05 November]

Waluyo.,SyahrialdanFitriansyah, A., 2013, AnalisisPenalaanKontrol PID padaSimulasi

KendaliKecepatanPutaran Motor DC BerbebanmenggunakanMetodeHeuristik, Elkomika,Vol 1, 79-92

Whulanza, Y., 2011, Motor DC,http://www.staff.ui.ac.id/makalah-motor-DC, [Diakses 07 November 2015]

Winarto, M., 2012,SistemKontrol,http://www.repository.usu.ac.id/sistem-kontrol, [Diakses 07 November 2015]


(1)

(La.s+Ra)Ia(s) = va(s) - Km�m(s)(3.5) 2. Persamaan 3.2 disubstitusi kedalam persamaan 3.4:

S (Js+ B)ωm(s) = Km ia(s) (3.6)

3. Persamaan 3.5 dan 3.6 diubah kedalam bentuk fungsi alih dengan menghilangkan i(s) yang berada diantara dua persamaan diatas. Kecepatan putar sebagai output dan tegangan armature sebagai input. Jadi, bentuk fungsi alihnya yaitu:

P(s) = ω s = �

Js+ Ls+R +�2[ /

� � ] (3.7)

Konstanta yang digunakan pada makalah ini yaitu:

1. Moment of inertia of the rotor (J) = 1/100 kg.m2/s2 2. Redaman ratio dari mechanical system (b) = 1/10 Ns/m 3. Gaya Electromotive constant (K= Kb= Ka) = 1/100 Nm/Amp

4. Hambatan (R) = 1Ω

5. Induktansi (L) = 1/2 H

Semua konstanta tersebut disubstitusikan kedalam persamaan 3.7 (dengan mengalikan setiap konstanta dengan 100) sehingga menjadi:

ω s

� = . 2+ + . (3.8)

3.2 Rangkaian open loop

Rangkaian open loop digambarkan dengan

Gambar 3.1 Rangkaian Sistem Kontrol Open Loop

3.2.2 Rangkaian kontroler proporsional


(2)

(3)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh dan pembahasannya yaitu berupa simulasi sistem kontrol motor DC loop terbuka dan sistem dengan pengontrol proporsional. Berikut analisis dari simulasi tersebut:

a. Grafik Sistem Kontrol Terbuka

Dari hasil simulasi didapatkan seperi gambar 4.1

Gambar 4.1 Grafik Open Loop Motor DC

Gambar 4.1 menunjukkan hasil simulasi sistem kontrol terbuka pada motor DC dan menghasilkan nilai settling time 2,07 detik, overshoot 0% dan steady state error 0.0999. Hasil akhir tidak seperti yang diharapkan karena settling time nilainya lebih dari 2 detik dan keadaan steady state tidak tercapai yang berarti dalam sistem ini masih terjadi error dan respon dari sistem lebih lambat sehingga sistem belumlah stabil tapi pada system open loop ini overshoottidak terjadi.


(4)

4.2 Grafik Kontroler Proporsional

Gambar 4.2 menunjukkan hasil simulasi sistem kontrol terbuka pada motor DC dengan kontroler proporsional.

Gambar 4.2 Grafik Kontroler Proporsional dengan Nilai Kp=100

Pada Gambar 4.2 menunjukkan nilai overshoot pada sistem adalah 24,9%, nilai settling time adalah 0,567 detik dan nilai steady state error adalah 0,909. Pada dasarnya dapat dijelaskan bahwa menaikkan nilai Kp akan menurunkan nilai steady state error dan menaikkan nilai overshoot walaupun nilai peak time 0,23 detik yang berarti respon sistem lebih cepat namun steady state tidak sesuai yang diinginkan, sehingga menyebabkan sistem tidak stabil.


(5)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan, maka dapat ada beberapa kesimpulan yaitu:

1. Hasil simulasi sistem kontrol terbuka pada motor DC menghasilkan nilai settling time 2,07 detik, overshoot 0% dan steady state error 0.0999.

2. Dengan menggunakan sistem kontrol proporsional, maka nalai settling time menjadi kurang dari 2 detik, nilai peak time 0,23 detik yang berarti respon sistem lebih cepat.

5.2 Saran

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, yaitu settling time kecil dan sistem stabil, maka sebaiknya sistem kontrol yang digunakan adalah sistem kontrol PID.


(6)

Achmad, D.M., 2012, AnalisaSistem Ward Leonard padaRangkaian Motor dan Generator DC denganPengendali PID, Skripsi, DepartemenTenikElektro, Universitas Indonesia, Depok, 16-21 Aditya, A., 2012, Simulink,http://id.m.wikipedia.org/wiki/Simulink, [Diakses 9 November 2015] Ariyanto, R., 2010,PengenalanMetode Ziegler-Nicholas padaPerancanganKontroler

PID,http://www.elektroindonesia.com/elektro/tutor12.html, [Diakses 06Nobember 2015]

Firdaus, A., 2012, SistemKendali, Makalah, DepartemenTeknikElektro, PoliteknikBatam, Yogyakarta, 6-7

Herman, S.L., 2010, Electric Motor control,9th edition,Nelson Education Ltd., Canada, 303-310 Turevskiy, A., 2010,Control Tutorials for MATLAB & Simulink: Introduction to PID Controller

Design, http://ctms.engin.umich.edu/CTMS/Introduction&section=ControlPID, [Diakses 05 November]

Waluyo.,SyahrialdanFitriansyah, A., 2013, AnalisisPenalaanKontrol PID padaSimulasi

KendaliKecepatanPutaran Motor DC BerbebanmenggunakanMetodeHeuristik, Elkomika,Vol 1, 79-92

Whulanza, Y., 2011, Motor DC,http://www.staff.ui.ac.id/makalah-motor-DC, [Diakses 07 November 2015]

Winarto, M., 2012,SistemKontrol,http://www.repository.usu.ac.id/sistem-kontrol, [Diakses 07 November 2015]