Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan RME dengan Teori Bruner Kelas IV SD N 1 Mrisi Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. KAJIAN TEORI 2.1.1. Hakikat Belajar Belajar adalah proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai

  akibat pengalaman (R.Gagne dalam Ahmad Susanto 2013: 1). Belajar adalah suatu aktivitas psikis berupa interaksi dengan lingkungan yang menyebabkan perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Winkel dalam Suyono 2011: 15). Menurut Edworl L Walker (dalam Totok Santoso, 1988: 1) mengatakan bahwa ”belajar adalah perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman.

  Aktivitas belajar antara lain mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri, menyimak dan mengikuti arahan (Spears dalam Baharuddin 2010: 13-14). Selanjutnya prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan Soekanto dan Winataputra (dalam Baharuddin 2010: 16) : a.

  Siswa adalah subjek belajar, untuk itu siswa harus bertindak aktif.

  b.

  Siswa belajar sesuai perkembangan kognitif, bahasa dan emosionalnya.

  c.

  Penguatan yang diberikan selama proses belajar dapat mendorong siswa belajar dengan baik.

  d.

  Penguasaan setiap langkah yang dilakukan siswa membuat proses belajar lebih berarti.

  e.

  Motivasi belajar siswa akan meningkat apabila diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh atas belajarnya.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan. Belajar adalah serangkaian aktivitas atau kegiatan yang menimbulkan perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

2.1.2. Hasil Belajar

  Sudjana (2009:22) mengemukakan “Hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman dari proses belajar mengajar”. Sedangkan menurut (Oemar Hamalik 2006:30, dalam Indra 2009) “Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”.

  Berhubungan dengan kegiatan belajar di sekolah W.S. Winkel (dalam Tarry 2010) mengemukakan bahwa “Hasil belajar adalah prestasi belajar berdasarkan kemampuan internal yang diperoleh sesuai dengan tujuan instuksional.Hasil belajar itu mengacu pada tujuan instruksional dari pelajarandan tujuan instruksional itu merupakan tolak ukur yang terus dicapai oleh siswa”.

  Hasil belajar menurut Gagne dan Briggs 1979 ( dalam Suprihatiningrum, 2013:37) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar yang diamati melalui penampilan siswa

  (learner’s

performance). Hal ini dipertegas oleh Reigeluth 1983 ( dalam Suprihatiningrum,

  2013 : 37) yang mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu penampilan

  

(performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang

telah diperoleh.Selanjutnya hasil belajar ditentukan dengan pemberian evaluasi.

  Menurut Hamalik (2011: 145) evaluasi pengajaran berfungsi menentukan hasil urutan pengajaran berkaitan dengan penguasaan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa.

  Hasil belajar hendaknya mencakup tiga aspek (Sudjana, 2011: 22) : a. ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual meliputi pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi dan kreasi.

  b. ranah afektif, berkenaan dengan sikap meliputi aspek penilaian, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

  c. ranah psikomotorik, menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan,

  Faktor yang mempengaruhi hasil belajar (Wasliman dalam Ahmad Susanto 2013: 12-13) a. Faktor internal, merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik,yang mempengaruhi kemampuan belajarnya.Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

  b.

  Faktor eksternal, merupakan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar adalah kemampuan yang di miliki individu melalui sebuah proses aktivitas belajar untuk mencapai sebuah tujuan.Hasil belajar mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan terdapat faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan eksternal . Dalam penelitian ini kegiatan pembelajaran mencakup 3 aspek tersebut, namun indikator keberhasilan difokuskan pada ranah kognitif dan afektif. Data diperoleh dari minat dan hasil belajar siswa.

2.1.3. Minat

  Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktifitas.seseorang yang berminat terhadap suatu aktifitas akan memperhatikan aktifitas itu secara konsisten dengan rasa senang (Syaiful Bahri Djamarah, 2008 : 166).

  Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktifitas,tanpa ada yang menyuruh.Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan susuatu di luar diri.Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minat (Slameto dalam Syaiful Bahri Djamarah, 2008 : 191).

  Gagne ( dalam Ahmad Susanto, 2013 : 60) membedakan sebab timbulnya minat pada diri seseorang kepada dua macam, yaitu minat spontan dan minat terpola.Minat spontan, yaitu minat yang timbul secara spontan dari dalam diri seseorang tanpa dipengaruhi oleh pihak luar.adapun minat terpola adalah minat

  • – masing dalam hal ini tidak dibedakan antara cirri minat secara spontan maupun terpola sebagaimana yang dikemukakan oleh gagne.Ciri
  • – cirri ini sebagai berikut : a.

  e.

  Seseorang akan berminat dalam belajar manakala ia dapat merasakan manfaat terhadap apa yang dipelajari,baik untuk masa kini maupun masa yang

  Minat berbobot egosentris, artinya jika seseorang senang terhadap sesuatu, maka akan timbul hasrat untuk memilikinya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan minat adalah rasa suka dan ketertarikan seseorang untuk melakukan aktifitas atau sesuatu tanpa ada yang menyuruh.Minat timbul bukan karena ada paksaan.Dengan timbulnya minat yang tinggi dalam belajar maka pembelajaran yang dilakukan dapat tercipta dengan baik.Ketertarikan seseorang dalam memgikuti pemebelajaran sangat berpengaruh besar pada hasil belajar yang dicapai.

  g.

  Minat berbobot emosional. Minat berhubungan dengan perasaan, maksudnya bila suatu objek dihayati sebagai sesuatu yang sangat berharga, maka akan timbul perasaan senang yang akhirnya dapat diminatinya.

  f.

  Minat dipengaruhi budaya. Budaya sangat mempengaruhi, sebab jika budaya sudah mulai luntur mungkin minat juga ikut luntur.

  Perkembangan minat mungkin terbatas. Keterbatasan ini mungkin dikarenakan keadaan fisik yang tidak memungkinkan.

  Elizabeth Hurlock (dalam Ahmad Susanto, 2013 : 62) menyebutkan ada tujuh ciri minat,yang masing

  d.

  Minat tergantung pada kesempatan belajar. Kesempatan belajar merupakan faktor yang sangat berharga, sebab tidak semua orang dapat menikmatinya.

  c.

  Minat tergantung pada kegiatan belajar. Kesiapan belajar merupakan salah satu penyebab meningkatnya minat seseorang.

  b.

  Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan fisik dan mental. Minat di semua bidang berubah selama terjadi perubahan fisik dan mental.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Minat belajar

  tumbuh berkembangnya minat maupun sebaliknya mematikan minat belajar adalah sebagai berikut : 1) Faktor Internal Faktor internal adalah factor yang berada dalam diri siswa antara lain :

  a) Kematangan Kematangan dalam diri siswa dipengaruhi oleh pertumbuhan mentalnya. Mengajarkan sesuatu pada siswa dapat dikatakan berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan dan potensi b) Latihan dan Ulangan

  Oleh karena telah terlatih dan sering mengulangi sesuatu, maka kecakapan dan pengetahuanyang dimiliki siswa dapat menjadi semakin dikuasai. Sebaliknya tanpa latihan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki dapat hilang atau berkurang. Oleh karena latihan dan seringkali mengalami sesuatu, maka seseorang dapat timbul minatnya pada sesuatu.

  c) Motivasi Motivasi merupakan pendorong bagi siswa untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat mendorong seseorang, sehingga akhirnya orang itu menjadi spesialis dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu. Tidak mungkin seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui betapa penting dan faedahnya hasil yang akan dicapai dari belajarnya bagi dirinya. 2) Faktor Eksternal

  Faktor eksternal adalah factor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain:

  a) Faktor Guru Seorang guru mestinya mampu menumbuhkan dan mengembangkan minat diri siswa. Segala penampilan seseorang guru yang tersurat dalam kompetensi guru sangat mempengaruhi sikap guru sendiri dan siswa.

  Kompetensi itu terdiri dari kompetensi personal yaitu kompetensi yang berhubungan dengan kepribadian guru dan kompetensi professional yaitu kemampuan dalam penguasaan segala seluk beluk materi yang menyangkut pengajaran. Hal demikian ini dapat menarik minat siswa untuk belajar, sehingga mengembangkan minat belajar siswa.

  b) Faktor Metode Minat belajar siswa sangat dipengaruhi metode pengajaran yang digunakan oleh guru. Menarik tidaknya suatu materi pelajaran tergantung pada kelihaian guru dalam menggunakan metode yang tepat sehingga siswa akan timbul minat untuk memperhatikan dan tertarik untuk belajar c) Faktor Materi Pelajaran

  Materi pelajaran yang diberikan atau dipelajari bila bermakna bagi diri siswa, baik untuk kehidupan masa kini maupun masa yang akan dating menumbuhkan minat yang besar dalam belajar. (Hamalik , 2006 : 30-32). Berbagai faktor tersebut saling berhubungan erat dan dapat pula bersama-sama mempengaruhi minat belajar siswa.

2.1.4.1 Indikator Minat Belajar

  Menurut Safari (2005 : 111) definisi konsep minat belajar adalah pilihan kesenangan dalam melakukan kegiatan dan dapat membangkitkan gairah seseorang untuk memenuhi kesediaanya dalam belajar. Minat belajar adalah skor siswa yang diperoleh dari tes minat belajar yang mengukur aspek : (1) kesukaan, (2) ketertarikan, (3) perhatian, dan (4) keterlibatan. Dari definisi operasional tersebut dapat disusun kisi-kisi sebagai berikut ini :

  1.Kesukaan

  a. Gairah siswa saat mengikuti pelajaran matematika

  b. Respon siswa saat mengikuti palajaran matematika

  2.Ketertarikan

  a. Perhatian saat mengikuti pelajaran matemtika di sekolah

  b. Konsentrasi siswa saat mengikuti pelajaran matematika

  3.Perhatian

  a. Keterlibatan siswa dsaat mengikuti pelajaran matematika

  b. Kemauan siswa untuk mengerjakan tugas, bertanya kepada yang lebih

  4. Keterlibatan

  a. Kesadaran tentang belajar di rumah

  b. Langkah siswa setelah ia tidak masuk sekolah

  c. Kesadaran siswa untuk mengisi waktu luang

  d. Kesadaran siswa untuk bertanya

  e. Kesadaran untuk mengikuti les pelajaran matematika

  2.1.4.2 Meningkatkan Minat Belajar Siswa Dalam Sardiman ( 2008 : 95 ) cara membangkitkan minat adalah sebagai berikut : a. Membangkitkan adanya suatu kebutuhan.

  b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau.

  c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

  d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar

2.1.5 Hakikat Matematika

  Menurut Hudojo (2003:24), “Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berfikir”. Sedangkan menurut James yang dikutip oleh Erman Suherman (dalam Putra:2013) menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. Dalam pembelajaran Matematika, guru harus berhati-hati dalam menanamkan konsep-konsep Matematika karena cara berfikir siswa SD masih dalam tahap operasi konkret.

  Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003: 252) "Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubunganhubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir". Sedangkan menurut Paling (dalam Hadi Muttaqin Hasyim: 2009) menyatakan bahwa: ”Matematika adalah suatu cara untuk menemukan suatu jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan yang

  Selanjutnya Soedjadi (2000: 11) menyatakan bahwa ada beberapa definisi atau pengertian Matematika berdasarkan sudut pandang pembuatnya, yaitu sebagai berikut:

  a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisisr secara sistematik b)

  Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi

  c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

  d) Matematika adalah pengetahuan fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

  e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logic

f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

  Simpulan hakikat Matematika dari pendapat yang dipaparkan oleh ahli di atas adalah suatu ilmu pengetahuan yang berfungsi mengembangkan cara berfikir seseorang dalam mempelajari bentuk, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan bahasa simbolis untuk menemukan suatu jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan seharihari.

2.1.6. Realistic Mathematics Education (RME)

  Pendekatan RME merupakan teori pembelajaran yang dikembangkan dari pendapat Frudenthal (dalam Wijaya, 2012: 20) bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru ke siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata (Hadi dalam Aisyah, 2007 : 7.3). Dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata.

1. Prinsip RME

  Prinsip RME menurut Gravemeijer (dalam Supinah, 2009: 72-74) : a. Guided Re-invention atau menemukan kembali secara seimbang.

  Siswa diberi kesempatan melakukan matematisasi masalah kontekstual dibantu guru. Siswa didorong membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya. Pembelajaran dimulai dengan masalah kontekstual atau situasi yang bisa dibayangkan siswa, selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat ditemukan sifat, deinisi, teorema atau aturan oleh siswa sendiri.

  b.

  Didactical phenomenology atau fenomena didaktik Dalam pembelajaran matematika, masalah kontekstual dijadikan sebagai sarana utama mengawali pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya. Dalam memecahkan masalah, siswa diharapkan melangkah ke arah matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal.

  De lange (dalam Supinah, 2009: 73) menyebutkan proses matematisasi horisontal meliputi proses atau langkah-langkah informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah (soal), membuat model, skema, menemukan hubungan dan lain-lain. Sedangkan matematisasi vertikal antara lain meliputi proses menyatakan suatu hubungan dengan suatu formula (rumus), membuktikan ketaraturan, membuat berbagai model, merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi dan sebagainya.

  c.

  Self-developed models atau model dibangun sendiri oleh siswa.

  Ketika mengerjakan masalah kontekstual, siswa mengembangkan suatu model. Model diharapkan dibangun sendiri oleh siswa, baik dalam proses matematisasi horisontal ataupun vertikal. Kebebasan yang diberikan untuk memecahkan masalah secara mandiri atau kelompok, dengan sendirinya memungkinkan munculnya berbagai model pemecahan masalah buatan siswa. Dalam pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan

  situasi

2. Karakteristik RME

  Karekteristik RME menurut Marpaung (2010 : 1) adalah : a. Murid aktif, guru aktif

  Aktif yang dimaksud adalah aktif berbuat (kegiatan tubuh) dan aktif berpikir (kegiatan mental). Dalam pembelajaran matematika, salah satu tugas guru adalah mendorong siswa berpartsipasi aktif berbuat dan berpikir selama proses pembelajaran. Dalam pembelajaran baik siswa maupun guru mempunyai tanggung jawab. Siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya, guru bertanggung jawab pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan baik.

  b.

  Pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual/realistik.

  Masalah kontekstual/realistik adalah masalah yang berkaitan dengan dunia nyata (real) atau situasi yang dapat dibayangkan siswa. Hal ini tentunya sesuai tingkat perkembangan kognitif siswa, di mana menurut Piaget, usia siswa SD berada pada tahap operasional konkret.

  c.

  Siswa diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan cara sendiri.

  Permasalahan yang diberikan hendaknya permasalahan terbuka, yang mempunyai lebih dari satu cara penyelesaian. Siswa harus berlatih menemukan cara sendiri dalam menyelesaikan masalah. Guru tidak perlu mengajari siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah, namun dalam keadaan tertentu guru dapat membantu siswa dengan memberikan sedikit informasi sebagai petunjuk yang dapat dipilih siswa untuk dilalui.

  d.

  Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

  Guru perlu menumbuhkan sikap dan motivasi siswa dalam belajar. Salah satunya dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan menghargai anak-anak sebagai manusia.

  e.

  Siswa dapat menyelesaikan masalah secara individu atau dalam kelompok kecil maupun besar.Dengan belajar bersama akan terjadi interaksi dan saling tukar informasi. f.

  Pembelajaran bisa di dalam kelas atau di luar kelas.

  Rasa bosan dapat mengurangi ketertarikan berbuat sesuatu, termasuk untuk berpikir. Untuk itu perlu adanya variasi yang meliputi variasi gaya mengajar, variasi penggunaan media dan variasi pembelajaran.

  g.

  Guru mendorong terjadinya interaksi siswa Siswa perlu belajar mengemukakan idenya kepada orang lain, supaya mendapat masukan berupa informasi melalui refleksi yang dapat digunakan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pemahannya.

  h.

  Siswa bebas memilih modus representasi ketika menyelesaikan suatu masalah.

  Pemahaman siswa dapat diamati dari kemampuannya menggunakan berbagai modus representasi (enaktif, ikonik, simbolik) untuk membantunya menyelesaikan masalah. Dalam pembelajaran matematika, sebelum diajak ke level formal, siswa diberi waktu berbuat dengan menggunakan media konkret. i.

  Guru bertindak sebagai fasilitator Selama kegiatan pembelajaran, guru tidak bertugas mengajari siswa, namun memfasilitasi siswa dalam belajar. Guru bertugas memberi motivasi dan arahan agar siswa dapat mencari strategi sendiri untuk menyelesaikan masalah. j.

  Jangan memarahi siswa jika siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah.

  Agar siswa tetap termotivasi selama kegiatan pembelajaran, ketika siswa melakukan kesalahan, guru jangan memberi hukuman yang menimbulkan efek negatif bagi siswa, namun tetap memberi motivasi agar siswa memiliki sikap positif dalam belajar.

3. Peran Guru

  Menurut Hadi (dalam Aisyah, 2007 : 7.6) peran guru dalam pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut : a.

  Guru berperan sebagai fasilitator belajar.

  b.

  Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.

  c.

  Guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif memberi d.

  Guru harus secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan masalah-masalah dari dunia nyata.

  e.

  Guru harus secara aktif mengaitkan kurikulum matematika dengan dunia nyata, baik fisik maupun sosial.

  4. Konsepsi RME Konsepsi RME tentang siswa, guru, dan pembelajaran matematika : a.

   Konsepsi RME tentang siswa :

  1) Memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

  2) Memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.

  3) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.

  4) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.

  b.

  Konsepsi RME tentang guru 1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran. 2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif. 3)

  Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada proses pembelajaran. 4)

  Guru tidak terpancang pada materi yang ada di dalam kurikulum, tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik maupun sosial.

  c.

  Konsepsi RME tentang pembelajaran matematika 1)

  Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi siswa. 2)

  Permasalahan yang diberikan harus diarahkan sesuai tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. 3)

  Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan.

5. Langkah-langkah RME

  Secara operasional, menurut Suharta (dalam Suarjana, 2007: 941-942) terdapat empat langkah dalam pendekatan RME : a.

  Pengenalan Guru memberikan masalah kontekstual kepada siswa, dan memberi waktu yang cukup untuk memahami masalah serta meminta siswa mengungkapkan makna masalah dengan kalimat sendiri. Guru mendorong siswa agar berani dan mau menyampaikan pendapatnya.

  b.

  Eksplorasi Siswa bekerja secara individual, berpasangan ataupun dalam kelompok kecil. Siswa membuat terkaan dan mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan informal ataupun pengalaman formal. Pada langkah ini, guru mengamati kerja siswa dan mendorong siswa untuk bekerja. Selanjutnya siswa diberi kesempatan menyampaikan cara-cara yang dilakukan, sedangkan yang lain menanggapinya.

  c.

  Pengembangan Siswa dibawa dari matematika horisontal kepada matematika vertikalnya. Siswa diarahkan untuk menyelesaikan masalah dengan cara formal.

  d.

  Peringkasan Siswa membuat simpulan mengenai konsep yang dipelajari dan juga menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan konsep-konsep tersebut.

  Berdasarkan uraian tentang pendekatan RME di atas dapat disimpulkan bahwa dunia nyata digunakan sebagai titik awal pengembangan ide dan konsep matematika. Dunia nyata mengacu pada situasi yang bisa dibayangkan siswa sehingga dapat memudahkan memahami konsep-konsep yang sedang dipelajari.

  Berdasarkan tahap-tahap pembelajaran RME di atas, langkah-langkah RME yang akan diterapkan dalam penelitian ini :

  Tabel 2.1 Langkah Pembelajaran RME

  Tahap RME Langkah Pembelajaran

  Pengenalan Siswa dikenalkan pada masalah kontekstual Eksplorasi a.

  Siswa diberi permasalahan untuk diselesaikan b. Siswa menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri c.

  Siswa menyampaikan cara yang mereka gunakan untuk menyelesaikan masalah, siswa lain menanggapi d. Guru memberi respon positif terhadap berbagai alternatif jawaban siswa

  Pengembangan a.

  Guru memperluas permasalahan b.

  Siswa diarahkan menyelesaikan masalah dengan menggunakan cara formal Peringkasan a.

  Siswa membuat simpulan tentang konsep yang dipelajari b.

  Siswa mengerjakan soal dengan mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari

2.1.7. Teori Bruner

  Pendekatan Bruner (dalam Dahar, 2006: 75) terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama ialah perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interakif, sehingga bila orang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan, tetapi juga dalam orang itu sendiri. Asumsi kedua adalah orang mengonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang diperoleh sebelumnya. Untuk itu disarankan agar siswa belajar melalui partisipasi aktif dengan melakukan eksperimen yang mengizinkan mereka menemukan keterampilan kognitifnya untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Proses penemuan dilakukan siswa dengan mengotak-atik benda konkret atau alat peraga untuk membangun suatu konsep, sehingga siswa melihat langsung keteraturan dan pola struktur benda konkret tersebut. Dalam penerapannya, penyajian teori Bruner dilakukan dalam 3 tahap : 1.

  Tahap Enaktif Pada tahap ini siswa mempelajari matematika menggunakan benda konkret yang dapat diamati panca indera. Siswa secara langsung terlibat aktif memanipulasi (mengotak-atik) benda konkret.

  2. Tahap Ikonik Pada tahap ini pengetahuan direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imaginery), gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif.

  3. Tahap simbolik Siswa tidak lagi terikat dengan benda konkret seperti pada tahap sebelumnya. Pengetahuan diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak berupa simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain (Shadiq, 2011: 37-38)

  Selanjutnya, dalam menerapkan ketiga tahapan di atas perlu memperhatikan dalil Bruner (dalam Aisyah, 2007: 1.9) :

  1. Dalil Konstruksi/ Penyusunan Cara terbaik bagi siswa mempelajari suatu prinsip matematika adalah melakukan penyusunan dengan bantuan benda-benda konkret sebagai sebuah reprsentasi dari konsep tersebut. Dengan menggunakan benda konkret akan memudahkan mereka mengingat konsep yang dipelajari. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.

  2. Dalil Notasi Representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami

  3. Dalil Kekontrasan dan Variasi Suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami siswa bila konsep dikontraskan dengan konsep yang lain, sehingga tampak perbedaan antara konsep itu dengan konsep lainnya. Dalam dalil ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang suatu konsep matematika akan lebih baik apabila konsep itu dijelaskan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi.

  4. Dalil Konektivitas/ Pengaitan Setiap konsep, prinsip dan keterampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep, prinsip dan keterampilan yang lain. Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa memahami konsep dan prinsip serta keterampilan tertentu, tapi juga membantu memahami hubungan antara konsep, prinsip dan keterampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian satu dengan bagian lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan teori bruner teori adalah teori pembelajaran yang menggunakan alat peraga, jadi siswa dapat melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola struktur dalam benda yang sedang diperhatikannya itu. Keteraturan tersebut kemudian dihubungkan dengan intuitif yang telah melekat pada diri siswa. Dengan demikian diharapkan siswa dapat memahami alur berfikir dalam memahami suatu konsep, sehingga siswa akan lebih menguasai konsep materi yang dipelajari.

2.1.8 Langkah Pembelajaran Pendekatan RME dengan Teori Bruner

  Dalam penelitian ini langkah pendekatan RME dipadukan dengan tahapan teori Bruner berbantuan media visual. Langkah Pembelajaranya dapat dilihat dalam table di bawah ini :

  Table 2.2

  Langkah Tahap Teori RME dan Bruner RME Bruner

  (Suarjana, 2007: 941) (Shadiq, 2011: 37) siswa dikenalkan pada Siswa dikenalkan pada masalah masalah kontekstual kontekstual/ situasi konkret Siswa diberi Siswa menyimak permasalahan permasalahan yang yang harus diselesaikan harus diselesaikan Siswa menyelesaikan Siswa Siswa mengotak-atik media masalah dengan cara menggunakan alat gambar dan materi yang ada mereka sendiri peraga untuk untuk menyelesaikan masalah menyelesaikan masalah

  Siswa menyampaikan Siswa Siswa menyampaikan cara yang cara yang mereka menggambarkan mereka gunakan melalui gunakan untuk situasi konkret ke gambar/diagram, siswa lain menyelesaikan dalam bentuk menanggapi masalah, siswa lain gambar/diagram menanggapi Guru memberi respon Guru memberi respon positif positif terhadap terhadap berbagai jawaban siswa berbagai alternatif jawaban siswa Guru memperluas Guru memperluas permasalahan permasalahan untuk diselesaikan siswa dengan cara formal

  Siswa diarahkan Siswa menuliskan Siswa menyelesaikan masalah menyelesaikan kalimat atau simbol dengan cara formal tanpa formal yang dipelajari Siswa membuat Siswa membuat simpulan simpulan tentang tentang konsep yang dipelajari konsep yang dipelajari Siswa mengerjakan Siswa mengerjakan soal dengan soal dengan mengaplikasikan konsep yang mengaplikasikan telah dipelajari konsep yang telah dipelajari

2.2 KAJIAN PENELITIAN YANG RELEVAN

  Penelitian Murwatik (2009: 36) yang berjudul Meningkatkan aktifitas belajar siswa kelas IV SD Kutukan 5 melalui teori bruner. Hasil : Dalam penelitian ini menemukan bahwa tahapan-tahapan penyajian J.Bruner (1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IV SD Kutukan 5 dalam mengikuti pembelajaran bilangan bulat yang ditandai adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari siklus I sebesar2,1, siklus II menjadi 2,3 dan pada siklus III menjadi 2,4 ; (2) meningkatkan rata-rata hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika dari siklus I sebesar 65, siklus II sebesar 69, dan siklus III 80; (3) meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran bilangan bulat, yaitu pada siklus I sebesar 1,4, siklus II sebesar 2,0, dan siklus III sebesar 2,6.

  Penelitian Sutedjo dan Trimo (2010: 27) dengan judul Meningkatkan prestasi belajar matematika melalui pendidikan matematika realistic kelas IV SDN Putat Nganten semester 2 tahun pelajaran 2009/2010.Hasil dari pelitian ini yaitu : (1) penerapan pendidikan matematika realistik mampu meningkatkan prestasi belajar matematika, ditandai adanya peningkatan rata-rata prestasi belajar matematika dari siklus I sebesar 6,64 menjadi 7,6 pada siklus II. Untuk ketuntasan belajar, siklus I sebesar 70% dan siklus II sebesar 87,5% ; (2) siswa senang, termotivasi belajar dan memiliki kemampuan mengemukakan gagasan terkait Penelitian dari Kholidin, (2010) dengan judul peningkatan pemahaman konsep perkalian bilangan cacah melaui pendekatan matematika realistik pada siswa kelas II SD Negeri lembasari 02 tahun pelajaran 2009/2010 pada mata pelajaranmatematikatelah dilaksanakan sebanyak dua siklus. Hasil: dari jumlah 30 siswa yang tuntas ada 28 siswa sedangkan yang belum tuntas ada 2 siswa. Peningkatan rata-rata kelas juga meningkat dari 77 menjadi 84 dengan data nilai tertinggi 100, dan nilai terendah 40.

  Epon Nur’aeni dkk dalam penelitiannya yang berjudul Model Disain Didaktis Pembagian Pecahan Berbasis Pendidikan Matematika Realistik untuk Siswa Kelas V Sekolah Dasar kesimpulannya adalah hasil pelitian pengembangan model disain didaktis pembagian pecahan berbasis pendidikan matematika realistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap learning obstacle konsep operasi pembagian bilangan pecahan pada pembelajaran matematika sekolah dasar melalui studi pendahuluan yang dilakukan pada siswa kelas V dan kelas VI di SDN 8 Singaparna Tasikmalaya serta mengujicobakan bahan ajar pembagian pecahan dalam pembelajaran matematika berbasis pendidikan matematika realistik pada siswa kelas V SDN Perumnas Cisalak Tasikmalaya.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Disain Didaktis (Didactical DesignResearch)..Hasil penelitian ini adalah suatu desain didaktis alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah dasar terkait konsep operasi pembagian bilangan pecahan.

  Penelitian di atas menjadi landasan bagi peneliti untuk melakukuan penelitian dengan pendekatan RME dengan teori Bruner guna meningkatkan minat dan hasil belajar matematika di kelas IV SDN 1 Mrisi

2.3 KERANGKA BERPIKIR

  Matematika sering dianggap sulit oleh siswa, karena dalam pembelajaran guru cenderung membawa siswa ke matematika formal, tanpa mengaitkan dengan konteks nyata atau situasi yang bisa dibayangkan siswa. Selain itu guru belum memberi kesempatan siswa mengotak-atik benda konkret untuk menemukan memahami.Pembelajaran berpusat pada guru serta pembelajaran tidak dikaitkan dengan kehidupan siswa. Gambaran pembelajaran tersebut juga terjadi di kelas IV SDN 1 Mrisi. Untuk itu perlu diadakan PTK guna meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di kelas tersebut. Berikut kerangka berpikir penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan oleh peneliti : Keterangan :

  KONDISI AWAL a.

  Guru memperluas permasalahan untuk di selesaikan siswa dengan cara formal.

  Adanya peningkatan minat dan hasil belajar siswa.

  Kegiatan pembelajaran di kaitkan dengan keseharian siswa b.

  Siswa mengerjakan soal dengan mengaplikasikan konsep a.

  Siswa menyimpulkan konsep h.

  Siswa menyelesaikan masalah tanpa media konkrit g.

  f.

  Guru memberikan respon positif terhadap berbagai jawaban siswa e.

  Siswa belum berperan aktif dalam pembelajaran b.

  Siswa menyampaikan alternative yang mereka temukan d.

  Siswa megotak- atik alat peraga untuk menyelesaiakan masalah c.

  b.

  Siswa dikenalkan pada hal hal kontekstual.

  Sintak pendekatan RME dan Bruner : a.

  TINDAKAN

  Alat peraga belum memfasilitasi.

KONDISI AKHIR

  b.

  d.

  Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, hipotesis tindakan PTK adalah dengan menggunakan pendekatan RME dan teori Bruner dapat meningkatkan hasil belajar dan memenuhi ketuntasan belajar matematika di kelas

  Kondisi akhir dalam penelitian ini adalah kegiatan pemebelajaran dikaitkan dengan keseharian siswa.Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena media yang digunakan,sehingga dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa

  2.3.3 Kondisi Akhir

  Siswa mengerjakan soal dengan mengaplikasikan konsep.

  Siswa menyimpulkan konsep yang dipelajari. i.

  h.

  Siswa menyelesaikan masalah tanpa bantuan media konkret (dengan gambar).

  g.

  Guru merespon alternatif jawaban siswa f. Guru memperluas permasalahan untuk dipecahkan secara formal.

  e.

  Siswa menyampaikan alternatif jawaban, siswa lain menanggapi.

  Siswa mengotak-atik alat peraga yang ada untuk menyelesaikan masalah.

  Siswa belum aktif bertanya, belum aktif mengeluarkan pendapat dan belum membangun sendiri konsep matematika yang sedang dipelajari.

  c.

  Siswa diberi waktu memahami masalah.

  b.

  Siswa dikenalkan pada masalah kontekstual.

  Tindakan dalam penelitian menggunakan pendekatan RME dan teori Bruner. Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah : a.

  2.3.2 Tindakan

  Materi berupa matematika formal, tanpa memuat masalah atau situasi kontekstual.

  e.

  Sebagian siswa tidak memperhatikan pelajaran, bercerita dengan teman, suasana kelas gaduh.

  d.

  Dari 16 siswa, 5 siswa (31,25%) nilai ulangan hariannya mencapai KKM, 11 siswa (68,75%) lainnya belum mencapai KKM. Nilai terendah 40, nilai tertinggi 80 dan nilai rata-rata 63,12.

  c.

Dokumen yang terkait

STUDI KOMPARASI PENDAPATAN PETANI LOKAL DENGAN PETANI MODERN PADI SAWAH DI DESA MEKARJAYA, KECAMATAN KIARAPEDES, KABUPATEN PURWAKARTA BERLIANA YUNITA SARI dan MAHRA ARARI HERYANTO

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis dan Perancangan Desain Sistem informasi Geografis Berbasis Web Pengaduan Pelanggan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Salatiga

0 0 22

KEARIFAN LOKAL DALAM SISTEM AGRIBISNIS PADI SAWAH, DESA SUKANAGARA, KECAMATAN LAKBOK, KABUPATEN CIAMIS, PROVINSI JAWA BARAT ARGIT SURYA MUKTI dan TRISNA INSAN NOOR

0 0 11

Kata kunci: Keripik Singkong, Pengendalian mutu dan Proses Kontrol Statistik PENDAHULUAN - REKAYASA SISTEM PENGENDALIAN MUTU PRODUK OLAHAN SINGKONG DENGAN METODE PROSES KONTROL STATISTIK (Studi Kasus Kripik Singkong Merk “Bah Dukun” Di CV. Arva Snac

0 2 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Sikap Kepemimpinan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Tengaran Semester II Tahun Pela

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Sikap Kepemimpinan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Tengara

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Sikap Kepemimpinan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Tengaran Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Sikap Kepemimpinan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Tengaran Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Metode Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Sikap Kepemimpinan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Tengaran Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 17

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI DI KANTOR KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN CIAMIS Oleh : Thesa Sekarini Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Galuh Jln. R.E.Martadinata No.150 Ciamis Abstrak - PENGARUH BUDAYA ORGANISASI T

0 0 8