BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penetapan Margin Murabahah terhadap Produk Pembiayaan kepemilikan Rumah di Bank Bukopin Syariah Medan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembiayaan Murabahah 2.1.1. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan murabahah merupakan bentuk pembiayaan berprinsip jual beli
yang pada dasarnya merupakan penjualan dengan keuntungan (margin) tertentu yang ditambahkan diatas biaya perolehan, di mana pelunasannya dapat dilakukan
secara tunai maupun angsuran (Yumanita, 2005:27). Dalam
operasionalnya Bank Konvensional memberikan kredit kepada peminjam atau debitur, sedangkan bank syari’ah/BMT memberikan pembiayaan kepada
nasabah yang akan dibiayai atau mitra. Pembiayaan menurut Muhammad (2005:17),
menyatakan bahwa: “ Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.” Pembiayaan
menurut UU No. 10 tahun 1998 pasal 1 ayat(12) tentang perbankan yang dikutip oleh Hafidhuddin (2003:221), menyatakan bahwa:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan merupakan
pendanaan penyediaan uang yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan dan mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan/ pembagian hasil keuntungan. 2.1.1.1.
Tujuan pembiayaan
Tujuan pembiayaan
menurut
Muhammad
(2005:17) dikelompokan
menjadi dua tujuan pembiayaan, yaitu: a. Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro b. Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro”
Adapun penjelasan dari kedua tujuan pembiayaan di atas diantaranya
adalah sebagai berikut: 1)
Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, pembiayaan bertujuan untuk: a.
Peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka
dapat melakukan akses ekonomi, dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya. b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk
pengembangan usaha membutuhkn dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh dengan melakukan aktivitas pembiayaan.
Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak yang minus dana sehingga dapat tergulirkan.
c. produktivitas, artinya: adanya Meningkatkan pembiayaan
memberikan peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya sebab upaya produksi tidak akan dapat
berjalan tanpa adanya dana. d.
Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektorsektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan,
maka sector usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru. e.
Terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat usaha produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan
memperoleh pendapatan dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat, jika ini terjadi maka
akan terdistribusi pendapatan.
2) Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro, pembiayaan bertujuan
untuk: a.
Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dimiliki tujuan tertinggi yaitu menghasilkan laba usaha, setiap pengusaha
menginginkan atau mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapatmenghasilkan laba yang maksimal maka mereka perlu dukungan
dana yang cukup. b. Upaya meminimalkan resiko, artinya: usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimum, maka pengusaha harus mampu meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Resiko kekurangan modal usaha
dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan. c.
Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya: sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya
alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya manusia ada serta sumber daya modal tidak
ada maka dipastikan diperlukan pembiayaan, dengan demikian pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber‐sumber daya
ekonomi. d.
Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang
kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran
kelebihan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus) dana. 2.1.1.2.
Fungsi pembiayaan
Fungsi pembiayaan menurut Muhammad (2005:19), adalah sebagai
berikut: 1)
Meningkatkan daya guna uang
Para penabung menyimpan uangnya di bank dalam bentuk giro, tabungan
dan deposito. Uang tersebut dalam presentasi tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktivitas.
2)
Meningkatkan daya guna barang Produsen
dengan bantuan pembiayaan bank dapat mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi sehingga utility dari bahan tersebut mengikat,
misalnya peningkatan utility kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/ goreng.
3) Meningkatkan peredaran uang
Melalui pembiayaan, peredaran uang kartal maupun giral akan lebih
berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. 4)
Menimbulkan kegairahan usaha Bantuan
pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada pengusaha digunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktivitasnya sehingga
para pengusaha tidak perlu khawatir kekurangan modal dan ini akan menimbulkan kegairahan yang meluas dimasyarakat untuk sedemikian rupa meningkatkan produktivitasnya.
5)
Stabilitas ekonomi Dalam
ekonomi yang kurang sehat, langkah‐langkah stabilitas pada dasarnya diarahkan pada usaha‐usaha pemenuhan kebutuhan‐ kebutuhan
pokok rakyat untuk menekan arus inflasi dan terlebih lagi untuk usaha pembangunan ekonomi maka pembiayaan bank memegang peranan yang
penting. 6)
Sebagai jembatan untuk meningkatkan pembiayaan nasional Para
usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya, peningkatan usaha berarti profit.
Dan apabila rata‐rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal dan buruh/ karyawan
mengalami peningkatan pendapatan, maka pendapatan negara melalui pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah dan pengguna
devisa untuk urusan konsumsi berkurang, sehingga langsung atau tidak melalui pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah.
2.1.1.3 Tata Cara Pengajuan Permohonan Pembiayaan
Dalam setiap Bank pastilah memiliki ketentuan atau tatacaranya sendiri
yang diterapkan untuk memberikan pengajuan permohonan pembiayaan.
Tatacara pengajuan permohonan pembiayaan menurut Sudarsono
(2003:80), yaitu: a.
Permohonan kredit b. Penyidikan dan analisis kredit c. Keputusan (penolakan atau penerimaan) ats permohonan kredit d. Pencairan fasilitas kredit e. Pemantauan atau pelunasan f. Lancar g.
Kurang lancer h. Diragukan i. Macet”
2.1.2 Pengertian Murabahah Murabahah asal kata dari ism masdar yang berarti : sesuatu yang
tumbuh dalam dagangan, maka bagi orang Arab seseorang itu dianggap untung kalau
aset dagangannya tumbuh/bertambah, hal ini senada dengan ayat Al‐qur'an artinya : maka tidaklah bertambah (untung) perniagaan mereka. Para ahli bahasa
Arab mengomentari bahwa: dikatakan murabahah (saling meguntungkan) karena masing
‐masing dari pihak pembeli dan pihak penjual saling menguntungkan, penjual bertambah modal dagangannya dan pembeli bertambah aset usahanya.
Murabahah
adalah suatu pembiayaan dengan akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati, dimana penjual harus memberi tahu
harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya (Antonio, 2004:101).
Murabahah adalah akad jual beli dengan mengadakan perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli, karena dalam definisinya disebutadanya “keuntungan yang disepakati” karakteristik murabaha adalah
si penjual harusmembeli tahu pembeli tenteng harga pembelian barang dan menambahkan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Harga yang
disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan.
Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian
potongan tersebutdilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
Murabahah juga merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk
pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam mumalah islamiyah.
Dalam perkembangannya, murabahah kemudian digunakan oleh perbankan syari'ah dengan menambahkan beberapa konsep lain sehingga menjadi bentuk
pembiayaan. Dalam pembiayaan ini, bank sebagai pemilik dana membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan oleh nasabah yang membutuhkan
pembiayaan. Bank kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan penambahan keuntungan tetap. Sementara itu, nasabah akan mengembalikan
utangnya di kemudian hari secara tunai atupun cicil. Murabahah
merupakan bentuk pembiayaan yang diperbolehkan oleh para ulama dengan syarat‐syarat tertentu. Apabila syarat‐syarat ini tidak terpenuhi, maka
murabahah tidak boleh digunakan dan cacat menurut Syari'ah. Mekanisme pembiayaan murabahah mempunyai beberapa ciri atau elemen dasar. Agar penerapan
jual beli secara murabahah sesuai dengan ketentuan‐ketentuan syariah, maka Dewan Syari'ah Nasional MUI mengeluarkan fatwa tentang ketentuan umum murabahah
sebagai berikut: a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya. d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian
ini harus sah dan bebas riba. e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, f. misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. g.
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan h. harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus i. memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya j. yang diperlukan. k.
Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. l. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank
dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. m. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
Bank ‐bank Islam mengambil murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka
pendek kepada kliennya untuk membeli barang walaupun klien tersebut mungkin tidak memiliki uang tunai untuk membayar. Murabahah, sebagaimana digunakan dalam perbankan Islam, ditemukan terutama berdasarkan dua unsur, yaitu
yang pertama adalah harga beli dan biaya yang terkait, dan yang kedua adalah kesepakatan berdasarkan mark‐up (keuntungan) (Saeed, 2003:138).
Murabahah menurut Zulkifli (2003:21), menyatakan bahwa:
“Murabahah
adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan
ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan
barang tersebut kepada pembeli.” Murabahah menurut Hamidi (2003:81)
menyatakan bahwa: “Murabahah adalah istilah dalam fiqih islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang,
meliputi harga barang dan biaya‐biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa murabahah merupakan
akad jual beli yang harga jualnya ditambah keuntungan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Adapun kelebihan kontrak murabahah (pembayaran yang ditunda) menurut
Saeed (2003:139) adalah sebagai berikut :
a)
Pembeli mengetahui semua biaya yang semestinya, serta mengetahui harga
pokok barang dan keuntungan (mark-up) yang diartikan sebagai prosentase
harga keseluruhan dan ditambah biaya-biayanya.c)
Subyek penjualan hendaknya memiliki penjual dan dimiliki olehnya dan ia hendaknya mampu mengirimkannya kepada pembeli. d) Pembayaran yang ditunda
Bank ‐bank Islam pada umumnya menggunakan murabahah sebagai metode utama pembiayaan,
yang merupakan hampir tujuh puluh lima persen dari asetnya. Beberapa
alasan diberikan popularitas murabahah dalam pelaksanaan investasi perbankan Islam di antaranya : 1.
Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek jika
dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah atau musyarakahMark-up
dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara menjamin bahwa bank mampu
mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang beroperasi dengan
system bunga, di mana bank-bank Islam sangat kompetitif.3. Murabahah tidak mengijinkan bank Islam untuk turut campur dalam
manajemen bisnis karena bank bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan
mereka adalah hubungan keditur dengan debitur.Menurut Gozali (2005) Pembiayaan murabahah merupakan salah satu jenis
pembiayaan yang terdapat pada perbankan syariah yang mempunyai beberapa syarat, antara lain:
a) Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c) Kontrak harus bebas dari riba.
d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara utang 1. Persyaratan Negosiasi dan
Murabahah 3a. Akad
3b. Serah NASABAH
BANK Terima Barang 4.
Kewajiban Bayar
SUPLIER
3c. 2 . Beli Barang Tunai Kirim Barang
PENJUAL
Gambar
2.1 Proses Pembiayaan MurabahahSedangkan ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59: berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan,
Murabahah dapat dilakukan
bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Menurut
Haron (1996) Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat
mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya.
Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.
Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank)
Pembayaran dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad. murabahah dapat
dilakukan secara tunai atau cicilan. Selain itu, dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda. Menurut
Usman (2002) Bank dapat memberikan potongan apabila
nasabah:
a. mempercepat pembayaran cicilan; atau b. melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo 2.1.3.
Pengertian Pembiayaan Murabahah
Produk penyaluran dana kepada masyarakat atau pada Bank Syariah disebut
juga dengan pembiayaan. Pembiayaan pada bank Syariah dapat terbagi menjadi beberapa jenis, yang salah satunya adalah pembiayaan jual beli.
Pembiayaan jual beli terdiri dari pembiayaan murabahah, salam dan istishna.
Namun pembiayaan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah pembiayaan murabahah.
Menurut Wiroso (2005) mendefinisikan pengertian pembiayaan
”
murabahah sebagai berikut; Pembiayaan murabahah adalah penjualan
barang oleh seseorang kepada pihak lain dengan pengaturan bahwa penjual
berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pembeli harga pokok daribarang dan marjin keuntungan yang dimasukkan ke dalam harga jual barang
tersebut. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai ataupun tangguh.”Pembiayaan murabahah menurut Muhammad (2005:94), adalah sebagai berikut:
“Pembiayaan Murabahah (dari kata ribhu= keuntungan); Bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan
secara tangguh.” Pembiayaan
murabahah menurut Adiwarman A Karim (2004:113), adalah sebagai berikut: “Pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu pihak
bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam presentase
tertentu bagi bank syariah sesuai kesepakatan.” Berdasarkan
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan dengan sistem jual beli yang harga jualnya di
tambah keuntungan dan pembayarannya dilakukan dengan tangguh. 2.1.4.
Skema Pembiayaan Murabahah
Skema pembiayaan murabahah menurut Muhammad (2005:94) adalah sebagai
berikut:
Gambar
2.2 Skema Kerja Murabahah 2.1.5. Landasan Syariah Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu memberikan fasilitas
‐fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak‐pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana dari bank. Dalam pembiayaan bank syariah terdapat
berbagai macam pembiayaan, namun dalam penelitian ini penulis lebih menitikberatkan terhadap pembiayaan jual beli yaitu murabahah. Pada saat ini pembiayaan
murabahah merupakan pembiayaan yang banyak digunakan oleh bank dalam penyaluran dana (pembiayaan), karena mudah dimplementasikan, pendapatan
bank dapat diprediksi, tidak perlu mengenal nasabah secara mendalam, menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif.
Dalam Islam, penetapan suatu hukum harus memiliki landasan berupa dalil
naqli dan dalil aqli. Dalil naqli yaitu landasan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an
dan Hadist. Sedangkan dalil aqli ialah landasan hukum berdasarkan ijtihad (hasil pemikiran)
para ulama. Pembiayaan murabahah memiliki landasan syariah yang cukup kuat, walaupun tidak dijelaskan secara rinci pada Al Qur’an dan Hadist, petunjuk
para ulama sudah cukup untuk melengkapinya. Karena memang pada umumnya Al Qur’an hanya menjelaskan secara global saja mengenai sesuatu hal, kemudian lebih di rinci kembali didalam Hadist. Akan tetapi, jika Al Qur’an dan
Hadist belum cukup rinci dan jelas maka diperlukan fatwa dan ijtihad para ulama selama
tidak melanggar ketentuan dan norma‐norma dalam agama Islam. Dalam
ketentuan BI No. 7/46/PBI/2005 pasal 9 ditegaskan lagi mengenai tatacara penyaluran dana murabahah tersebut, yaitu sebagai berikut :
Ayat (1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut : a.
Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli barang. b.
jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah; c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya; d. dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang,
maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank; e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani
kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah; f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang
yang dibiayai Bank; g. kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak berubah
selama periode Akad; h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara proporsional.
Ayat (2) Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a. dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang setelah membayar
uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang muka kepada nasabah.
Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugiannya
kepada nasabah; b. dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayarkan
nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesarkerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.
2.1.6
Manfaat dan Resiko dalam pembiayaan Murabahah Menurut
Abdullah (2003), sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi
murabahah memiliki beberapa manfaat bagi bank syariah, yaitu: a.
Adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dengan harga
jual kepada nasabah. Selain itu, sistem murabahah juga sangatsederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya.
b.
Mudah diimplementasikan, jual beli murabahah dengan cepat, mudah diimplementasikan dan dipahami, karena para pelaku bank syariah menyamakan murabahah ini sama dengan kredit investasi konsumtif seperti misalnya kredit kendaraan bermotor, kredit pemilik rumah, dan kredit lainnya.
c.
Pendapatan bank dapat diprediksi, dalam transaksi murabahah dapat
melakukan estimasi pendapatan yang akan diterima, karena dalam transaksi murabahah hutang nasabah adalah harga jual sedangkan dalam harga jual terkandung porsi pokok keuntungan. Sehingga dalam keadaan normal, bank dapat memprediksi pendapatan yang akan diterima.Menganalogikan murabahah dengan pembiayaan konsumtif, karena secara sepintas
terdapat persamaan antara jual beli murabahah dengan pembiayaan yang diberikan adalah komoditi (barang) bukan uang, dan pembayarannya dapat dilakuakn
dengan cara tangguh atau cicilan ataupun cara lainnya. Namun jika diperhatikan ketentuan fatwa yang ada dan dijalankan sesuai dengan konsep syariahnya,
keduanya mempunyai karakteristik yang berbeda. Sesuai
dengan sifat bisnis, pembiayaan murabahah juga memiliki manfaat dan resiko bagi bank yang harus dihadapi. Bagi bank, keuntungan murabahah diperoleh
dari selisih antara harga jual dari pemasok dengan harga jual ke pembeli (nasabah).
Selain itu murabahah merupakan transaksi yang cukup sederhana sehingga tidak memerlukan biaya administrasi yang besar. Menurut Asmita (2004) resiko
yang harus diantisipasi oleh bank adalah: a. Kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran. b.
Fluktuasi harga, hal ini terjadi bila ada kenaikan harga di pasar. Bank tidak bisa merubah harga barang yang telah disepakati dengan pembeli. c.
Terjadi penolakan oleh pembeli, bisa dikarenakan barang tersebut rusak pada saat pengiriman maupun tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan
oleh pembeli. Oleh sebab itu, bank perlu mengasuransikan barang yang dikirim. Bank juga harus berkonsultasi dengan pembeli tentang spesifikasi barang
yang diinginkan pembeli agar tidak terjadi kesalahan. Bila bank telah menandatangi kontrak dengan penjual atau supplier, maka barang tersebut menjadi
milik bank, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain jika pembeli/nasabah menolak untuk membeli barang tersebut. d. Barang yang telah dijual kepada nasabah menjadi hak milik nasabah, walaupun pembayarannya
masih dalam bentuk hutang cicilan. Nasabah bisa menjual kembali barangnya kepada pihak lain sehingga resiko kelalaian dari pihak nasabah
atas kewajibannya kepada bank menjadi lebih besar. Dalam
kegiatan usaha selalu ada resiko yang harus dihadapi, begitupun dalam melaksanakan pembiayaan murabahah ada resiko yang harus diantisipasi dengan
baik oleh bank syariah. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kredit bermasalah dikemudian hari. Bank harus melakukan seleksi terhadap nasabah yang mengajukan
pembiayaan ke bank, dan melakukan antisipasi dengan pengendalian internal yang bagus terhadap kemungkinan resiko yang mungkin timbul.
Pembiayaan berdasarkan pembagian resiko yang diidentikkan dengan model
teoritis perbankan Islam tidak tampak menjadi karakter utama praktek
murabahah bank‐bank Islam. Namun demikian, para pendukung bank syari’ah
mengatakan bahwa dalam murabahah, faktor pembagian resiko tetap ada, yang itu menjadi
alasan diambilnya laba, sampai nasabah memenuhi janji awal untuk membeli barang. Muhammad (2004) berikut ini adalah resiko‐resiko yang terkait dalam
murabahah sebagai berikut: 1. Resiko yang terkait dengan barang
Bank syari’ah membeli barang‐barang yang diminta oleh nasabah
murabahah
‐nya dan secara teoritis menanggung resiko kehilangan atau kerusakan pada barang‐barang tersebut dari saat pembelian sampai diserahkan kepada nasabah.
Dalam kontrak murabahah, bank syari’ah diwajibkan untuk menyerahkan barang kepada nasabah dalam kondisi yang baik. Bahkan, nasabah berhak menolak barang ‐barang yang rusak, yang kurang jumlahnya atau tidak menghindari resiko‐ resiko
tersebut dengan asuransi dan klausul kontrak, yang telah disusun sedemikian rupa sehingga membantu bank syari’ah untuk menghindari segala resiko yang terkait
dengan barang. Dengan demikian, segala resiko yang terkait dengan barang, yang secara teoritis harus ditanggung bank, secara efektif telah terhindarkan. 2.
Resiko yang terkait dengan nasabah Janji
nasabah murabahah untuk membeli barang yang dipesan dalam suatu transaksi murabahah, tidaklah mengikat. Oleh sebab itu, nasabah berhak menolak untuk