Kerangka Ilmu perspektif Ontologi episte
KERANGKA ILMU
(PERSPEKTIF ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas;
Mata Kuliah
: Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu
: Dr. Afiful Ikhwan.
Disusun Oleh :
Hanif Ikhsani (17160100)
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia
tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, dan tetap mencari kebenaran
dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun, tidak semua
kebenaran yang didapat itu dapat memuaskan manusia. Ia harus mengujinya
dengan metode ilmiah, demi mendapatkan kebenaran yang bersifat ilmiah, dan
bukan sekedar kebenaran semu.
Perkembangan
pengetahuan
yang
semakin
pesat,
tidaklah
menjadikan manusia berhenti mencari kebenaran. Melainkan menjadikan
manusia semakin berusaha untuk mencari kebenaran berlandaskan teori yang
sudah ada. Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut
memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai
jawaban dari berbagai pertamyaan yang muncul dalam kehidupan.
1
Maka, untuk menemukan nilai kegunaan sebuah ilmu pengetahuan
dapat ditinjau dari perspektif ontologi, yaitu hakikat ilmu, perspektif
epistemologi, yaitu bagaimana cara memperoleh ilmu, dan perspektif aksiologi,
yaitu nilai kegunaan ilmu.
B. Rumusan Masalah
1
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, (Jakarta : Kencana, 2014), hal. 191
2
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu?
2. Bagaimanakah perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan pembahasan adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu
2. Mengetahui perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERSPEKTIF ONTOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU
1. Definisi Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ‘ontos’ yang
berarti ‘berada’ (yang ada), dan kata ‘logia’ yaitu pengetahuan. Maka,
secara istilah, ontologi adalah ilmu hakikat yang mneyelidiki alam nyata ini
dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Dengan kata lain, ontologi
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada.
2
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling mendasar, ia membahas
secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang ada dalam setiap
kenyataan yang meliputi realitas. Bidang kajian ontologi berkaitan dengan
metafisika yaitu hakikat, oleh karenanya, hakikat ini tidak dapat dijangkau
oleh paca indra karena tak berbentuk, berwaktu, dan bertempat. Dengan
jalan mempelajari hakekat, maka dapat memperoleh pengetahuan dan
dapat menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu.
2. Hakikat Ontologi
I Dewa Gede, dkk, Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter Keilmuan Ilmu
Hukum (Malang: IKAPI, 2014), hal. 28
2
4
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani. Ontologi
juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari
seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan metafisika, yaitu studi filosofis
untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature)dari suatu benda
umtuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut.
3
Menurut Suruasumantri, ontologi membahas tentang apa yang ingin
diketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang ‘ada’. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan :
a. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?
b. Bagaimana wujud hakiki tentang objek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan menginderanya) yang
membuahkan pengetahuan?
Dalam
pemahaman
4
ontologi
dapat
pandangan-pandangan pokok pemikiran, antara lain:
dikemukakan
a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin ada dua. Baik yang
asal berupa materi atau non materi.
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan rohani. Dualisme
mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada secara
fisik dan mental atau beradanya tidak kelihatan secara fisik.
3
4
Ibid, hal. 29
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu................., hal. 185
5
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui
bahwa segala amcam bentuk ini semuanya nyata.
d. Agnotisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda. baik hakikat materi maupun non materi.
5
3. Dasar Ontologi Ilmu
Secara ontologis, ilmu membatasi diri terhadap masalah yang
dikajinya, yaitu hanya terfokus pada masalah yang terdapat pada ruang
jangkauan pengalaman manusia. Istilah yang dipakai untuk menunjukkan
sifat kejadian yang terjangkaufitrah pengalaman manusia disebut dunia
empiris.
Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurutnya
mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek yang
ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Inilah
yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.
Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa suatu hal terjadi. Dengan
kata lain, proses keilmuan bertujuan untuk mencari hakikat objek empiris
tertentu, untuk menemukan sari berupa ilmu pengetahuan. Untuk
mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa andaian (asumsi)
mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini diperlukan sebagai arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru
dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.
5
6
Ibid, hal. 186-187
Ibid, hal. 188
6
6
B. PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU
1. Definisi Epistemologi
Dalam disiplin filsafat ilmu, masalah pengetahuan berkisar pada tiga
hal, yaitu aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Aspek pertama
membicarakan tentang hakikat ilmu yang mencakup, esensi, substansi,
termasuk ke dalamnya beberapa cabang. Aspek kedua berkaitan dengan
bagaimana cara memperoleh ilmu. Aspek ketiga berkaitan dengan nilai-nilai
yang terdapat pada ilmu pengetahuan.
7
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran, ilmu. Maka
secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual
untuk menempatkan sesuatu pada kedudukan setepatnya. Kajian pokok
8
epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan. Ada
beberapa pertanyaan yang bisa diajukan, yaitu apakah pengetahuan itu,
apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan, apakah pengetahuan
itu merupakan kebenaran atau dugaan.
9
Menurut Horald H. Titus, dkk, secara global terdapat 3 persoalan
pokok dalam bidang epistemologi, yaitu :
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Darimana pengetahuan
yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui?
b. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang riil diluar
akal, dan kalau ada, dapatkah kita mengetahui?
Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam (Jakarta: PT
Kharisma Putra Utama, 2015), hal.1-2
7
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2016), hal. 63
8
9
Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits......., hal.3
7
c. Apakah pengetahuan kita benar (valid)? Bagaimana kita
membedakan kebenaran dan kekeliruan?
10
2. Metode untuk Memperoleh Pengetahuan
1. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrim filsafat yang menekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan
11
peranan akal.
John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan
bahwa pada waktu dilahirkan akalnya merupakan catatan kosong (tabula
rasa), dan di dalam buku catatan itulah tercatat pengalaman indriawi.
Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan
serta
membandingkan
ide
yang
diperoleh
dari
12
penginderaan serta refleksi yang pertama-tama dan sederhana.
Ia memandang akal sebagai tempat penampungan, yang secara
pasif menerima hasil penginderaan. Ini berarti betapapun rumitnya
pengetahuan dapat dilacak kembali melalui pengalaman indrawi yang
pertama. Apa yang tidak dapat dan tidak perlu dilacak kembali bukanlah
13
pengetahuan, atau setidaknya bukan pengetahuan yang faktual.
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa
yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk
mengungkapkan kebenaran. Dengan menekankan kekuatan manusia
untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan,
10
11
12
13
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 64
Ibid,hal.73
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu.............., hal. 199
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 74
8
seorang rasionalis, pada hakekatnya berkata bahwa rasa (sense) itu
sendiri tidak dapat memberikan kita pertimbangan yang koheren dan
universal.
14
Rasionalis menganggap bahwa kebenaran terletak pada akal
budi dan pengalaman berfungsi sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Maka, kebenaran dan kesesatan terletak pada akal, bukan pada suatu
barang seperti pengalaman.
15
3. Fenomenalisme
Fenomenalisme adalah metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan menggali pengalaman dari dirinya sendiri.
Immanuel Kant, membuat uraian tentang pengalaman sesuatu dalam
dirinya, dengan merangsang alat indrawi kita dan diterima oleh akal kita
dalam
bentuk
pengalaman
dan
disusun
sistematis
melalui
penalaran.Karena itu, kita tidak pernah memiliki pengetahuan tentang
sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan apa yang nampak pada
kita, artinya pengetahuan tentang gejala (phenomenon).
16
4. Intuisionisme
Intuisionisme adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan
melalui intuisi untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Tokoh
yang terkenal dalam aliran ini adalah Henry Bergson. Salah satu yang
14
15
16
Ibid,hal.75
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat.........,hal.200
Ibid, hal.200
9
menarik, adalah adanya pengalaman di samping pengalaman yang
dihayati indra.
17
Intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman indrawi
yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Aliran ini
mengatakan bahwa pengetahuan dalam beberapa bentuk lebih lengkap
diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari nisbi yang sebagian saja
diberikan analitis.
5. Kritisisme
18
Kritisisme dipelopori oleh Immanuel Kant. Dalam menyingkap
pengetahuan, aliran ini memulai dengan pertanyaan “Apa yang
sesuangguhnya dapat kita ketahui? Dan bagaimana caranya?”.
Pertama-tama, aliran ini menganut paham bahwa apapun yang kita
saksikan dalam kehidupan, realitas tersebut selalu berada dalam ruang
dan waktu. Selanjutnya, setiap manusia dalam mencandra realitas selalu
memprosesnya melalui sensasi menuju persepsi lalu ke konsepsi
sehingga menjadi pengetahuan.
19
Bagi kritisime, ada korelasi antara realitas empiris dan proses
penalaran dalam mengonstruksi pengetahuan. Dengan inilah, aliran ini
mengkritik empirisme yang memutlakkan pengalaman empiris dan
rasionalisme yang memutlakkan rasio. Sebab pengetahuan pada
hakekatnya adalah kerja nalar dan realitas empiris. Tepat pada titik ini
pula, kritisisme dianggap dapat mendamaikan keduanya.
6. Metode Ilmiah
17
18
19
Ibid, hal.201
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat.............,hal. 79
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal.76-7
10
Metode Ilmiah berusaha menggabungkan antara pengalaman
empiris (observasi) dan akal dalam memperoleh pengetahuan. Menurut
Harold H. Titus, dkk, terdapat enam langkah untuk memperoleh
pengetahuan secara rinci, yaitu : (1) keinsyafan tentang adanya
problema, (2) data yang relevan dan tersedia dikumpulkan, (3) data
ditertibkan, (4) hipotesis dibentuk, (5) deduksi dapat ditarik dari
hipotesis, (6) verifikasi.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Perspektif Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani.
Ontologi juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas, dengan matafisika sebagai bidang kajiannya.
2. Perspektif epistemologi adalah ilmu yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode, dan validitas suatu ilmu pengetahuan. Dalam
menemukan sumber ilmu pengetahuan, dapat dilakukan melalui beberapa
metode, yaitu: empirisme, kritisisme, intuisionisme, fenomenalisme,
rasionalisme, dan metode ilmiah.
12
DAFTAR PUSTAKA
BagusUtama, I GustiRai, 2013,FilsafatIlmudanLogika
Bahrum, O
ntologi, Epistimologi, danAksiologi. Vol 8, No.2 2013
Gede,I Dewa dkk, 2014,Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter
Keilmuan Ilmu Hukum, Malang: IKAPI
Idri, 2015,Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam,
Jakarta: PT Kharisma Putra Utama
Kanto,Mukhlis, dkk,FilsafatManajemen. Media perkasa
Latif, Mukhtar ,2014, O
rientasi ke Arah Filsafat Ilmu, Jakarta : Kencana
Monteiro, Josef M., 2015,PendidikanKewarganegaraan,
PerjuanganMembentukBangsa, Yogyakarta: Budi Utama
Sudibyo,Leis,dkk, 2014,FilsafatIlmuI, Yogyakarta: Budi Utama
Zaprulkhan, 2016, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2016
13
(PERSPEKTIF ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas;
Mata Kuliah
: Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu
: Dr. Afiful Ikhwan.
Disusun Oleh :
Hanif Ikhsani (17160100)
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia
tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, dan tetap mencari kebenaran
dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun, tidak semua
kebenaran yang didapat itu dapat memuaskan manusia. Ia harus mengujinya
dengan metode ilmiah, demi mendapatkan kebenaran yang bersifat ilmiah, dan
bukan sekedar kebenaran semu.
Perkembangan
pengetahuan
yang
semakin
pesat,
tidaklah
menjadikan manusia berhenti mencari kebenaran. Melainkan menjadikan
manusia semakin berusaha untuk mencari kebenaran berlandaskan teori yang
sudah ada. Jujun S. Suriasumantri mengatakan bahwa pengetahuan merupakan
khazanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut
memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai
jawaban dari berbagai pertamyaan yang muncul dalam kehidupan.
1
Maka, untuk menemukan nilai kegunaan sebuah ilmu pengetahuan
dapat ditinjau dari perspektif ontologi, yaitu hakikat ilmu, perspektif
epistemologi, yaitu bagaimana cara memperoleh ilmu, dan perspektif aksiologi,
yaitu nilai kegunaan ilmu.
B. Rumusan Masalah
1
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu, (Jakarta : Kencana, 2014), hal. 191
2
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu?
2. Bagaimanakah perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan pembahasan adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui perspektif ontologi nilai kegunaan ilmu
2. Mengetahui perspektif epistemologi nilai kegunaan ilmu
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERSPEKTIF ONTOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU
1. Definisi Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kata ‘ontos’ yang
berarti ‘berada’ (yang ada), dan kata ‘logia’ yaitu pengetahuan. Maka,
secara istilah, ontologi adalah ilmu hakikat yang mneyelidiki alam nyata ini
dan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Dengan kata lain, ontologi
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang ada.
2
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling mendasar, ia membahas
secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang ada dalam setiap
kenyataan yang meliputi realitas. Bidang kajian ontologi berkaitan dengan
metafisika yaitu hakikat, oleh karenanya, hakikat ini tidak dapat dijangkau
oleh paca indra karena tak berbentuk, berwaktu, dan bertempat. Dengan
jalan mempelajari hakekat, maka dapat memperoleh pengetahuan dan
dapat menjawab pertanyaan tentang hakikat ilmu.
2. Hakikat Ontologi
I Dewa Gede, dkk, Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter Keilmuan Ilmu
Hukum (Malang: IKAPI, 2014), hal. 28
2
4
Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani. Ontologi
juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik dasar dari
seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan metafisika, yaitu studi filosofis
untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature)dari suatu benda
umtuk menentukan arti, struktur, dan prinsip benda tersebut.
3
Menurut Suruasumantri, ontologi membahas tentang apa yang ingin
diketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang ‘ada’. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan :
a. Apakah objek ilmu yang akan ditelaah?
b. Bagaimana wujud hakiki tentang objek tersebut?
c. Bagaimana hubungan antara objek tersebut dengan daya tangkap
manusia (seperti berpikir, merasa, dan menginderanya) yang
membuahkan pengetahuan?
Dalam
pemahaman
4
ontologi
dapat
pandangan-pandangan pokok pemikiran, antara lain:
dikemukakan
a. Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin ada dua. Baik yang
asal berupa materi atau non materi.
b. Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan rohani. Dualisme
mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada secara
fisik dan mental atau beradanya tidak kelihatan secara fisik.
3
4
Ibid, hal. 29
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu................., hal. 185
5
c. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui
bahwa segala amcam bentuk ini semuanya nyata.
d. Agnotisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda. baik hakikat materi maupun non materi.
5
3. Dasar Ontologi Ilmu
Secara ontologis, ilmu membatasi diri terhadap masalah yang
dikajinya, yaitu hanya terfokus pada masalah yang terdapat pada ruang
jangkauan pengalaman manusia. Istilah yang dipakai untuk menunjukkan
sifat kejadian yang terjangkaufitrah pengalaman manusia disebut dunia
empiris.
Ilmu mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang menurutnya
mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek yang
ditelaahnya, maka ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris. Inilah
yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.
Ilmu bertujuan untuk mengerti mengapa suatu hal terjadi. Dengan
kata lain, proses keilmuan bertujuan untuk mencari hakikat objek empiris
tertentu, untuk menemukan sari berupa ilmu pengetahuan. Untuk
mendapatkan pengetahuan ini, ilmu membuat beberapa andaian (asumsi)
mengenai objek-objek empiris. Asumsi ini diperlukan sebagai arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan kita. Sebuah pengetahuan baru
dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya.
5
6
Ibid, hal. 186-187
Ibid, hal. 188
6
6
B. PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI NILAI KEGUNAAN ILMU
1. Definisi Epistemologi
Dalam disiplin filsafat ilmu, masalah pengetahuan berkisar pada tiga
hal, yaitu aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Aspek pertama
membicarakan tentang hakikat ilmu yang mencakup, esensi, substansi,
termasuk ke dalamnya beberapa cabang. Aspek kedua berkaitan dengan
bagaimana cara memperoleh ilmu. Aspek ketiga berkaitan dengan nilai-nilai
yang terdapat pada ilmu pengetahuan.
7
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti perkataan, pikiran, ilmu. Maka
secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual
untuk menempatkan sesuatu pada kedudukan setepatnya. Kajian pokok
8
epistemologi adalah sumber, asal mula, dan sifat dasar pengetahuan. Ada
beberapa pertanyaan yang bisa diajukan, yaitu apakah pengetahuan itu,
apakah yang menjadi sumber dan dasar pengetahuan, apakah pengetahuan
itu merupakan kebenaran atau dugaan.
9
Menurut Horald H. Titus, dkk, secara global terdapat 3 persoalan
pokok dalam bidang epistemologi, yaitu :
a. Apakah sumber-sumber pengetahuan? Darimana pengetahuan
yang benar itu datang, dan bagaimana kita dapat mengetahui?
b. Apakah watak dari pengetahuan? Adakah dunia yang riil diluar
akal, dan kalau ada, dapatkah kita mengetahui?
Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam (Jakarta: PT
Kharisma Putra Utama, 2015), hal.1-2
7
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2016), hal. 63
8
9
Idri, Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits......., hal.3
7
c. Apakah pengetahuan kita benar (valid)? Bagaimana kita
membedakan kebenaran dan kekeliruan?
10
2. Metode untuk Memperoleh Pengetahuan
1. Empirisme
Empirisme merupakan suatu doktrim filsafat yang menekankan
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan
11
peranan akal.
John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan
bahwa pada waktu dilahirkan akalnya merupakan catatan kosong (tabula
rasa), dan di dalam buku catatan itulah tercatat pengalaman indriawi.
Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan
menggunakan
serta
membandingkan
ide
yang
diperoleh
dari
12
penginderaan serta refleksi yang pertama-tama dan sederhana.
Ia memandang akal sebagai tempat penampungan, yang secara
pasif menerima hasil penginderaan. Ini berarti betapapun rumitnya
pengetahuan dapat dilacak kembali melalui pengalaman indrawi yang
pertama. Apa yang tidak dapat dan tidak perlu dilacak kembali bukanlah
13
pengetahuan, atau setidaknya bukan pengetahuan yang faktual.
2. Rasionalisme
Rasionalisme adalah pandangan bahwa kita mengetahui apa
yang kita pikirkan dan bahwa akal mempunyai kemampuan untuk
mengungkapkan kebenaran. Dengan menekankan kekuatan manusia
untuk berpikir dan apa yang diberikan oleh akal kepada pengetahuan,
10
11
12
13
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 64
Ibid,hal.73
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat Ilmu.............., hal. 199
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal. 74
8
seorang rasionalis, pada hakekatnya berkata bahwa rasa (sense) itu
sendiri tidak dapat memberikan kita pertimbangan yang koheren dan
universal.
14
Rasionalis menganggap bahwa kebenaran terletak pada akal
budi dan pengalaman berfungsi sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Maka, kebenaran dan kesesatan terletak pada akal, bukan pada suatu
barang seperti pengalaman.
15
3. Fenomenalisme
Fenomenalisme adalah metode dalam memperoleh sumber ilmu
pengetahuan dengan menggali pengalaman dari dirinya sendiri.
Immanuel Kant, membuat uraian tentang pengalaman sesuatu dalam
dirinya, dengan merangsang alat indrawi kita dan diterima oleh akal kita
dalam
bentuk
pengalaman
dan
disusun
sistematis
melalui
penalaran.Karena itu, kita tidak pernah memiliki pengetahuan tentang
sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan apa yang nampak pada
kita, artinya pengetahuan tentang gejala (phenomenon).
16
4. Intuisionisme
Intuisionisme adalah cara memperoleh ilmu pengetahuan
melalui intuisi untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Tokoh
yang terkenal dalam aliran ini adalah Henry Bergson. Salah satu yang
14
15
16
Ibid,hal.75
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat.........,hal.200
Ibid, hal.200
9
menarik, adalah adanya pengalaman di samping pengalaman yang
dihayati indra.
17
Intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman indrawi
yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Aliran ini
mengatakan bahwa pengetahuan dalam beberapa bentuk lebih lengkap
diperoleh melalui intuisi, sebagai lawan dari nisbi yang sebagian saja
diberikan analitis.
5. Kritisisme
18
Kritisisme dipelopori oleh Immanuel Kant. Dalam menyingkap
pengetahuan, aliran ini memulai dengan pertanyaan “Apa yang
sesuangguhnya dapat kita ketahui? Dan bagaimana caranya?”.
Pertama-tama, aliran ini menganut paham bahwa apapun yang kita
saksikan dalam kehidupan, realitas tersebut selalu berada dalam ruang
dan waktu. Selanjutnya, setiap manusia dalam mencandra realitas selalu
memprosesnya melalui sensasi menuju persepsi lalu ke konsepsi
sehingga menjadi pengetahuan.
19
Bagi kritisime, ada korelasi antara realitas empiris dan proses
penalaran dalam mengonstruksi pengetahuan. Dengan inilah, aliran ini
mengkritik empirisme yang memutlakkan pengalaman empiris dan
rasionalisme yang memutlakkan rasio. Sebab pengetahuan pada
hakekatnya adalah kerja nalar dan realitas empiris. Tepat pada titik ini
pula, kritisisme dianggap dapat mendamaikan keduanya.
6. Metode Ilmiah
17
18
19
Ibid, hal.201
Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Filsafat.............,hal. 79
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis..........., hal.76-7
10
Metode Ilmiah berusaha menggabungkan antara pengalaman
empiris (observasi) dan akal dalam memperoleh pengetahuan. Menurut
Harold H. Titus, dkk, terdapat enam langkah untuk memperoleh
pengetahuan secara rinci, yaitu : (1) keinsyafan tentang adanya
problema, (2) data yang relevan dan tersedia dikumpulkan, (3) data
ditertibkan, (4) hipotesis dibentuk, (5) deduksi dapat ditarik dari
hipotesis, (6) verifikasi.
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Perspektif Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality yang berbentuk jasmani dan rohani.
Ontologi juga berarti teori atau studi tentang wujud seperti karakteristik
dasar dari seluruh realitas, dengan matafisika sebagai bidang kajiannya.
2. Perspektif epistemologi adalah ilmu yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode, dan validitas suatu ilmu pengetahuan. Dalam
menemukan sumber ilmu pengetahuan, dapat dilakukan melalui beberapa
metode, yaitu: empirisme, kritisisme, intuisionisme, fenomenalisme,
rasionalisme, dan metode ilmiah.
12
DAFTAR PUSTAKA
BagusUtama, I GustiRai, 2013,FilsafatIlmudanLogika
Bahrum, O
ntologi, Epistimologi, danAksiologi. Vol 8, No.2 2013
Gede,I Dewa dkk, 2014,Filsafat Ilmu Dari Pohon Pengetahuan sampai Karakter
Keilmuan Ilmu Hukum, Malang: IKAPI
Idri, 2015,Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadits, dan Ilmu Hukum Islam,
Jakarta: PT Kharisma Putra Utama
Kanto,Mukhlis, dkk,FilsafatManajemen. Media perkasa
Latif, Mukhtar ,2014, O
rientasi ke Arah Filsafat Ilmu, Jakarta : Kencana
Monteiro, Josef M., 2015,PendidikanKewarganegaraan,
PerjuanganMembentukBangsa, Yogyakarta: Budi Utama
Sudibyo,Leis,dkk, 2014,FilsafatIlmuI, Yogyakarta: Budi Utama
Zaprulkhan, 2016, Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2016
13