Percepatan Pertumbuhan Permudaan Alami M

Percepatan Pertumbuhan Permudaan Alami Melalui Perapihan
(Growth Acceleration of Natural Regeneration with Refinement)
Kiswanto
Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman
Jl. Ki Hajar Dewantara, Kampus Gn. Kelua Telp. (0541) 749074 Samarinda 75123
HP. 08125342125; Email : kiswantosardji@gmail.com

ABSTRACT
Refinement (perapihan) is the activity of weeding bush and weeds on selective cutting
area of natural forest to give more space growth and sunlight for growth. Refinement is not be
meant to lessen variety of plants, but lessen intruder plant for commercial seedling to grow
up. Refinement aim to improve plants quality and security work.
This researchs aim to identify the growth of natural regeneration with refinement and
untreated natural regeneration, which includes diameter and height increment. This researchs
was conducted in PT Balikpapan Forest Industries. Objects of this research include natural
regeneration was treated by refinement (perapihan) and untreated natural regeneration.
Parameters observed consist of diameter and height increment. Data were analysed by
statistical analysis.
As the result, natural regeneration was treated by refinement (perapihan) shows better
initial growth than those untreated natural regeneration. It caused by refinement, that had
given more space growth and sunlight for growth.

Keyword : refinement, growth, natural regeneration

PENDAHULUAN
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran dan berat kering tanaman yang tidak
dapat kembali lagi ke asalnya (irreversible). Pertambahan ukuran dan berat kering suatu
tanaman mencerminkan bertambahnya protoplasma serta jumlah dan ukuran selnya.
Sementara pertambahan berat kering tanaman tergantung pada jumlah hasil proses fotosintesis
dikurangi dengan bagian yang terpakai dalam proses respirasi (Bonner and Galston, 1952;
Meyer, 1952; Harjadi, 1984; Dwidjoseputro, 1985; Kustiawan dan Sutisna, 1988).
Pertumbuhan permudaan sangat dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Salah satu upaya
silvikultur untuk meningkatkan potensi kayu yang dipanen secara optimal adalah pengaturan
kerapatan sedemikian rupa. Pengaturan kerapatan berakibat pula pada perubahan kondisi
cahaya di dalam hutan. Salah satu kegiatan dalam pengaturan kerapatan adalah perapihan.
Perapihan merupakan kegiatan penebasan semak dan perambat yang terdapat pada areal
tebang pilih agar tegakan hutan alami produksi lebih mudah diinventarisasi, perbaikan
struktur dan komposisi, serta peningkatan produktivitasnya. Perapihan tidak dimaksudkan

untuk mengurangi keragaman, melainkan mengurangi penyaing permudaan atau menghalangi
jatuhnya biji. Perapihan dimaksudkan untuk memudahkan pekerjaan silvikultur selanjutnya,
mempertahankan permudaan alami, dan menyiapkan lahan bersih untuk jatuhnya biji baru

pada tempat kosong. Perapihan bertujuan meningkatkan mutu dan produktivitas tegakan,
meningkatkan keamanan dan kenyamanan bekerja (Sutisna, 2006).

METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di areal IUPHHK PT Balikpapan Forest Industries, Provinsi
Kalimantan Timur. Plot untuk pengamatan pertumbuhan permudaan alami menggunakan plot
ukur berukuran 20m x 20m yang letaknya di antara jalur tanam operasional dan masingmasing plot dibuat berdampingan di antara jalur tanam 30-35.
Penelitian dilaksanakan selama 18 bulan efektif di lapangan, mulai kegiatan persiapan
(pra penelitian), pembuatan plot pengamatan, pemberian perlakuan perapihan, pengamatan
pertumbuhan, pengolahan dan analisis data, serta penyusunan laporan.
B. Obyek Penelitian
Obyek pengamatan meliputi permudaan alami jenis niagawi yang ditemukan pada plot
penelitian berukuran 20m x 20m, yang dibedakan atas permudaan alami yang mendapatkan
perlakuan perapihan dan permudaan alami yang tidak diberikan perlakuan perapihan.
C. Parameter yang Diamati
Parameter yang diamati meliputi komposisi floristik, pertambahan diameter dan
pertambahan tinggi pada tahun pertama setelah perlakuan perapihan.
D. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji

t, yang hanya membandingkan pertumbuhan permudaan alami berdasarkan 2 perbedaan
perlakuan, yakni perapihan dan tanpa perlakuan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Floristik
Berdasarkan pengamatan permudaan alami pada 6 plot penelitian berukuran 20m x 20m
yang berada di antara jalur tanam operasional silvikultur intensif di PT Balikpapan Forest
Industries, ditemukan sebanyak 26 jenis permudaan alami dari 9 suku.

Tabel 1. Jenis Permudaan Alami di Plot Penelitian di PT Balikpapan Forest Industries.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Jenis Permudaan Alami
Artocarpus anisophyllus Lamk

Artocarpus elasticus Rienw.
Artocarpus odoratissimus Blanco
Cotylelobium melanoxylon Pierre
Diospyros borneensis L
Dipterocarpus borneensis V.Sl.
Durio dulcis Becc.
Durio lanceolatus Masters
Durio oxleyanus Griffith
Gluta renghas L.
Hopea borneensis Heim
Hopea dryobalanoides Miq.
Hopea mengarawan Miq.
Hopea nervosa King
Litsea firma Hook.f.
Litsea garciae Hook.f.
Ochanostachys amentaceae Mast.
Palaquim rostratum Burck.
Polyalthia glauca Mueller
Shorea acuminatissima Sym.
Shorea johorensis Foxw.

Shorea laevis Rild.
Shorea leprosula Miq.
Shorea ovalis Blume
Shorea parvifolia Dyer.
Shorea smithiana Sym.

Suku
Moraceae
Moraceae
Moraceae
Dipterocarpaceae
Ebenaceae
Dipterocarpaceae
Bombacaceae
Bombacaceae
Bombacaceae
Anacardiaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae

Dipterocarpaceae
Lauraceae
Lauraceae
Olacaceae
Sapotaceae
Annonaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae
Dipterocarpaceae

N (bt/ha)
20.83
16.67
8.33
4.17
16.67

4.17
8.33
4.17
4.17
16.67
12.50
8.33
12.50
20.83
4.17
20.83
8.33
4.17
8.33
54.17
25.00
179.17
283.33
79.17
91.67

12.50

F (%)
83.33
50.00
33.33
16.67
16.67
16.67
33.33
16.67
16.67
50.00
50.00
33.33
33.33
66.67
16.67
33.33
16.67

16.67
33.33
83.33
33.33
100.00
100.00
83.33
100.00
50.00

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jenis permudaan alami dari suku
Dipterocarpaceae cukup banyak dibandingkan jenis-jenis dari suku lainnya. Dari 26 jenis,
permudaan alami niagawi yang termasuk dalam suku Dipterocarpaceae ditemukan sebanyak
13 jenis. Sementara jenis permudaan alami lainnya yang ditemukan di antara jalur tanam
operasional di antaranya dari suku Bombacaceae dan Moraceae sebanyak 3 jenis, Lauraceae
sebanyak 2 jenis, sedangkan dari suku-suku Anacardiaceae, Annonaceae, Ebenaceae,
Olacaceae dan Sapotaceae masing-masing hanya ditemukan 1 jenis (Gambar 1).
Pada suku Dipterocarpaceae, marga yang terbanyak ditemukan pada plot penelitian
adalah marga Shorea sebanyak 7 jenis, yakni Meranti Kuning (Shorea acuminatissima Sym),
Kenuar (Shorea johorensis Foxw), Meranti Merembung (Shorea smithiana Sym), Bangkirai

(Shorea laevis Rild), Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq), Meranti Kelungkung (Shorea
ovalis Blume), dan Meranti Bubur (Shorea parvifolia Dyer). Marga Hopea (Merawan) pada
plot penelitian ditemukan sebanyak 5 jenis, yakni Hopea borneensis Heim, Hopea

dryobalanoides Miq, Hopea mengarawan Miq. dan Hopea nervosa King. Sedangkan jenisjenis permudaan alami dari marga Cotylelobium dan Dipterocarpus ditemukan sebanyak 1

13

ea
e

1

po
ta
c

ca
ce

ae

ae
O
la

or

ac
e

ea
e
ac

en
a
Eb

1

D

ip
te
r

oc

ar
p

ac

ac
ba
c

La
ur

ea
e

ae
m
Bo

no
n

ac
e

ea
An

ia
c
rd
ac
a
An

1

ce
ae

1

ea
e

1

3

2

Sa

3

M

14
12
10
8
6
4
2
0
e

Jumlah Jenis

jenis, yaitu Cotylelobium melanoxylon Pierre dan Dipterocarpus borneensis V.Sl.

Gambar 1. Jumlah Jenis per Suku pada Plot Pengamatan di PT Balikpapan Forest Industries.
Dari Tabel 1 juga diketahui bahwa keberadaan permudaan alami suku Dipterocarpaceae
paling banyak dibandingkan jenis-jenis permudaan alami dari suku lainnya. Lima jenis
permudaan alami yang paling banyak ditemukan adalah marga Shorea, yaitu Meranti
Tembaga (Shorea leprosula Miq.) sebanyak 283.33 bt/ha, Bangkirai (Shorea laevis Rild.)
sebanyak 179.17 bt/ha dan Meranti bubur (Shorea parvifolia Dyer.) sebanyak 91.67 bt/ha.
Ketiga jenis tersebut ditemukan pada semua plot pengamatan (frekuensi kehadiran 100%).
Selain itu, Meranti Kelungkung (Shorea ovalis Blume) ditemukan sebanyak 79.17 bt/ha dan
Meranti Kuning (Shorea acuminatissima Sym.) sebanyak 54.17 bt/ha. Kedua jenis itu
ditemukan pada 5 plot pengamatan (frekuensi kehadiran 83.33%).

B. Pertambahan Diameter
Pertambahan diameter berdasarkan jenis permudaan alami yang ditemukan di plot
pengamatan disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa
permudaan alami dari jenis Artocarpus odoratissimus pada plot pengamatan yang
mendapatkan perlakuan perapihan menunjukkan pertambahan diameter tertinggi sebesar 2.76
cm/th, namun jumlahnya hanya 1 individu saja.

Tabel 2. Pertambahan Diameter Permudaan Alami Berdasarkan Perbedaan Perlakuan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Nama Ilmiah
Artocarpus anisophyllus Lamk
Artocarpus elasticus Rienw.
Artocarpus odoratissimus Blanco
Cotylelobium melanoxylon Pierre
Diospyros borneensis L
Dipterocarpus borneensis V.Sl.
Durio dulcis Becc.
Durio lanceolatus Masters
Durio oxleyanus Griffith
Gluta renghas L.
Hopea borneensis Heim
Hopea dryobalanoides Miq.
Hopea mengarawan Miq.
Hopea nervosa King
Litsea firma Hook.f.
Litsea garciae Hook.f.
Ochanostachys amentaceae Mast.
Palaquim rostaratum Burck.
Polyalthia glauca Mueller
Shorea acuminatissima Sym.
Shorea johorensis Foxw.
Shorea laevis Rild.
Shorea leprosula Miq.
Shorea ovalis Blume
Shorea parvifolia Dyer.
Shorea smithiana Sym.

Pertambahan Diameter (cm/th)
Perapihan
Tanpa Perlakuan
1.90
1.59
1.93
1.41
2.76
0.88
2.53
1.95
2.70
1.88
1.66
1.30
1.86
2.01
2.37
1.71
1.99
1.83
1.68
2.36
1.95
2.02
1.84
1.56
1.90
1.18
1.61
2.56
1.86
1.96
2.57
1.69
2.51
1.69
2.40
1.59
2.48
1.80
2.63
1.67

Sementara jumlah individu terbanyak yang ditemukan adalah Shorea leprosula
sebanyak 44 individu pada plot perapihan dan 24 individu pada plot tanpa perlakuan. Ratarata pertambahan diameter Shorea leprosula adalah 2.51 cm/th pada plot perapihan dan 1.69
cm/th pada plot tanpa perlakuan. Secara umum diketahui bahwa beberapa jenis permudaan
alami niagawi akan mengalami pertambahan diameter lebih besar jika mendapatkan perlakuan
perapihan, terutama jenis-jenis intoleran terhadap naungan.
Sedangkan jika diamati secara keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa perlakuan
perapihan memberikan pengaruh terhadap pertambahan diameter permudaan alami jenis
niagawi sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut diketahui
bahwa permudaan alami niagawi yang mendapatkan perlakuan perapihan menunjukkan ratarata pertambahan diameter sebesar 2.39 cm/th, sementara permudaan alami niagawi tanpa
perlakuan hanya sebesar 1.69 cm/th.

Pertambahan Diameter (cm/th)

3
2.5

2.39

2

1.69

1.5
1
0.5
0
Perapihan

Tanpa Perlakuan
Perlakuan

Gambar 2. Pertambahan Diameter Permudaan Alami Berdasarkan Perbedaan Perlakuan.
Pertambahan diameter berdasarkan perlakuan pembinaan hutan setiap bulan pengamatan
disajikan pada Gambar 3. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa permudaan alami yang
mendapatkan perlakuan perapihan memiliki rata-rata pertambahan diameter yang lebih besar

0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
05
/0
3/
06
05
/0
4/
06
06
/0
5/
06
06
/0
6/
06
05
/0
7/
06
06
/0
8/
06
07
/0
9/
06
05
/1
0/
06
07
/1
1/
06
08
/1
2/
06
06
/0
1/
07
05
/0
2/
07

Pertambahan Diameter (cm)

pada setiap bulannya dibandingkan dengan permudaan alami tanpa perlakuan.

Bulan Pengamatan
Perapihan

Tanpa Perlakuan

Gambar 3. Pertambahan Diameter Permudaan Alami pada Setiap Bulan Pengamatan
Berdasarkan Perbedaan Perlakuan.
Untuk mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan pembinaan hutan terhadap rata-rata
pertambahan diameter permudaan alami dilakukan uji t berdasarkan perbedaan nilai tengah
dari kedua perlakuan (Steel dan Torrie, 1993; Hanafiah, 2005). Hasil uji t pengaruh perlakuan
terhadap pertambahan diameter permudaan alami niagawi ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji t Pengaruh Perbedaan Perlakuan Terhadap Pertambahan Diameter.
Parameter yang Diuji
Jumlah Pertambahan Diameter
Jumlah Individu
Rata-Rata Pertambahan Diameter
Standar Deviasi (STDEV)
Ragam (S2)
Galat Baku (Sdm)
t (0.05)
t (0.01)
t hitung

Perapihan
267.72
112
2.39
0.35
0.1247

Berdasarkan hasil uji t di atas diketahui bahwa t

hitung

>t

Tanpa Perlakuan
187.80
111
1.69
0.41
0.1688
0.0513
1.9827
2.6211
13.6100 **

(0.01)

sehingga dapat dikatakan

bahwa perbedaan perlakuan pembinaan hutan berupa perapihan memberikan pengaruh sangat
signifikan hingga taraf 99% terhadap perbedaan pertambahan diameter permudaan alami.
Pertambahan diameter permudaan alami niagawi akan lebih besar jika diberikan
perlakuan perapihan. Hal tersebut disebabkan pemeliharaan intensif berupa perapihan dapat
mengurangi persaingan antar permudaan alami, termasuk dalam mendapatkan sinar matahari
maupun unsur hara. Dengan kurangnya persaingan tersebut, maka permudaan alami niagawi
yang mendapatkan pembinaan akan bertambah besar dengan cepat.
Pada plot yang diberikan perlakuan perapihan, permudaan alami tidak lagi ternaungi
oleh tumbuhan-tumbuhan lainnya yang bukan niagawi sehingga permudaan alami niagawi itu
mendapatkan sinar yang cukup untuk pertumbuhannya. Selain itu, perlakuan perapihan
permudaan juga bertujuan untuk menyingkirkan tumbuhan-tumbuhan pengganggu yang bisa
menimbulkan persaingan mendapatkan unsur hara.
C. Pertambahan Tinggi
Pertambahan tinggi berdasarkan jenis permudaan alami niagawi yang ditemukan pada
plot pengamatan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pertambahan Tinggi Permudaan Alami Berdasarkan Perbedaan Perlakuan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama Ilmiah
Artocarpus anisophyllus Lamk
Artocarpus elasticus Rienw.
Artocarpus odoratissimus Blanco
Cotylelobium melanoxylon Pierre
Diospyros borneensis L
Dipterocarpus borneensis V.Sl.
Durio dulcis Becc.
Durio lanceolatus Masters

Pertambahan Tinggi (m/th)
Perapihan
Tanpa Perlakuan
2.20
1.35
2.94
1.45
1.07
2.61
1.79
2.53
2.53
1.32
1.90

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Durio oxleyanus Griffith
Gluta renghas L.
Hopea borneensis Heim
Hopea dryobalanoides Miq.
Hopea mengarawan Miq.
Hopea nervosa King
Litsea firma Hook.f.
Litsea garciae Hook.f.
Ochanostachys amentaceae Mast.
Palaquim rostaratum Burck.
Polyalthia glauca Mueller
Shorea acuminatissima Sym.
Shorea johorensis Foxw.
Shorea laevis Rild.
Shorea leprosula Miq.
Shorea ovalis Blume
Shorea parvifolia Dyer.
Shorea smithiana Sym.

1.64
2.36
2.38
2.69
1.90
2.00
2.00
2.34
2.60
2.18
2.10
2.21
1.97
2.56

1.52
1.26
1.55
1.81
1.94
1.83
1.85
1.51
1.88
2.00
2.01
1.51
1.86
1.70
2.34

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pertambahan tinggi terbesar ditunjukkan jenis
Artocarpus elasticus yang diberikan perlakuan perapihan yakni 2.94 m/th, meskipun hanya
ditemukan 1 batang saja dalam plot penelitian. Sementara pertambahan tinggi terkecil
ditunjukkan oleh jenis Artocarpus anisophyllus yang tidak mendapatkan perlakuan perapihan
yakni 1.35 m/th. Dari tabel itu juga diketahui bahwa ada beberapa permudaan alami yang
memiliki pertambahan tinggi lebih besar jika mendapatkan perlakuan perapihan dibandingkan
permudaan yang tidak mendapatkan perlakuan perapihan, namun ada juga beberapa jenis
permudaan alami yang tidak menunjukkan hal tersebut. Namun secara keseluruhan, perlakuan
pembinaan hutan berupa perapihan memberikan pengaruh positif terhadap pertambahan tinggi
permudaan alami niagawi sebagaimana ditunjukkan secara ringkas pada Gambar 4.
Pertambahan Tinggi (m/th)

2.5
2.10
2

1.74

1.5
1
0.5
0
Perapihan

Tanpa Perlakuan
Perlakuan

Gambar 4. Pertambahan Tinggi Permudaan Alami Berdasarkan Perbedaan Perlakuan.

Pada gambar tersebut diketahui bahwa permudaan alami yang diberikan perlakuan
perapihan menunjukkan rata-rata pertambahan tinggi sebesar 2.10 m/th, sementara permudaan
alami niagawi yang tidak mendapatkan perlakuan perapihan memiliki rata-rata pertambahan
tinggi sebesar 1.74 m/th. Pertambahan tinggi berdasarkan perlakuan yang diamati pada setiap
bulan pengamatan disajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa
permudaan alami yang mendapatkan perlakuan pembinaan hutan berupa perapihan memiliki
pertambahan tinggi yang lebih besar setiap bulannya dibandingkan permudaan alami yang
tidak mendapatkan perlakuan pembinaan hutan.

Pertambahan Tinggi (m)

0.20
0.15
0.10
0.05

05
/0
3/
06
05
/0
4/
06
06
/0
5/
06
06
/0
6/
06
05
/0
7/
06
06
/0
8/
06
07
/0
9/
06
05
/1
0/
06
07
/1
1/
06
08
/1
2/
06
06
/0
1/
07
05
/0
2/
07

0.00

Bulan Pengamatan
Perapihan

Tanpa Perlakuan

Gambar 5. Pertambahan Tinggi Permudaan Alami pada Setiap Bulan Pengamatan
Berdasarkan Perbedaan Perlakuan.
Pengaruh perbedaan perlakuan perapihan terhadap pertambahan tinggi permudaan alami
dapat diketahui dengan melakukan uji t berdasarkan perbedaan nilai tengah pertambahan
tinggi dari kedua (Steel dan Torrie, 1993; Hanafiah, 2005) seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji t Pengaruh Perbedaan Perlakuan Terhadap Pertambahan Tinggi.
Parameter yang Diuji
Jumlah Pertambahan Tinggi
Jumlah Individu
Rata-Rata Pertambahan Tinggi
Standar Deviasi (STDEV)
Ragam (S2)
Galat Baku (Sdm)
t (0.05)
t (0.01)
t hitung

Perapihan

Tanpa Perlakuan
234.71
192.77
112
111
2.10
1.74
0.60
0.51
0.3549
0.2587
0.0742
1.9817
2.6210
4.8396**

Dari hasil-hasil perhitungan yang ditampilkan di atas diketahui bahwa pertambahan
tinggi permudaan alami bisa menjadi lebih besar jika diberikan perlakuan pembinaan yang
salah satunya berupa kegiatan perapihan. Hal tersebut dikarenakan pemeliharaan secara
intensif berupa perapihan dapat mengurangi persaingan antar permudaan alami, termasuk
dalam mendapatkan sinar matahari. Pada plot dengan perapihan, permudaan alami tidak lagi
ternaungi oleh tumbuhan penyaing sehingga permudaan alami niagawi yang diberi perlakuan
pembinaan tersebut akan mendapatkan sinar matahari yang cukup dalam proses pertumbuhan
selanjutnya.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan permudaan alami selama setahun diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Permudaan alami yang diberikan perlakuan perapihan menunjukkan pertumbuhan yang
lebih baik dibandingkan permudaan alami tanpa perlakuan.
2. Perlakuan perapihan telah memberikan ruang tumbuh bagi permudaan alami berupa
cahaya untuk proses pertumbuhannya.

DAFTAR PUSTAKA
Bonner and Galston, A. W. 1952. Principles of Plant Physiology. W. h. Freeman and
Company. San Fransisco.
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta.
Hanafiah, K.A. 2005. Rancangan Percobaan; Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Harjadi, M. 1984. Pengantar Agronomi. PT Gramedia. Jakarta.
Kustiawan, W. dan Sutisna, M. 1988. Beberapa Aspek Teknis Pemeliharaan Hutan Tanaman
Industri. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.
Meyer, B. S. dan D. B. Anderson. 1952. Plant Physiology. D van Nostrand Company Inc.
London.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik; Suatu Pendekatan
Biometrik. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sutisna, M. 2006. Silvikultur Hutan Alami di Indonesia. Buku Ajar pada Fakultas Kehutanan
Universitas Mulawarman. Samarinda.