Prediksi Tekanan Pori Pore Pressure Meng

!
Permana Citra Adi dan Angga Direzza
Eksplorasi PT.PERTAMINA EP
Email : permana.adi@pertamina ep.com ;angga.direzza@pertamina ep.com

Prediksi tekanan pori sebelum proses pengeboran menjadi
hal yang sangat penting karena dapat merepresentasikan
efektifitas tutupan, pemetaan migrasi hidrokarbon, serta
analisa konfigurasi tutupan dan geometri cekungan. Disisi
lain penentuan tekanan pori dapat membantu dalam
pembuatan desain program casing dan lumpur. Pada daerah
Matindok, tekanan pori diturunkan dari kecepatan seismik
2D yang diperoleh dari hasil pemodelan kecepatan interval
dengan menggunakan metode Coherency Inversion, dimana
metode coherency inversion mampu untuk memprediksi
kecepatan interval lebih akurat untuk daerah yang
berstruktur kompleks yang memiliki kurva moveout yang
non hiperbolik. Dengan menggunakan beberapa persamaan
empirik, tekanan pori diraih dengan menurunkan densitas
sebagai fungsi kedalaman, Total Stress (S), dan tekanan
hidrostatik (PH) yang selanjutnya tekanan pori ini akan

digunakan untuk melihat adanya zona overpressure dan
melihat efektifitas tutupan.
!
Pengetahuan akan kondisi tekanan pori pada formasi
sebelum dilakukan pengeboran sangat membantu untuk
memprediksi adanya “drilling hazard” . Tekanan pori dapat
diprediksi dari kecepatan elastik gelombang seismik yang
di ubah dengan persamaan empiris menjadi tekanan pori.
Untuk prediksi tekanan pori sebelum pengeboran,
kecepatan gelombang seismik yang dihasilkan dari hasil
prosesing sebenarnya tersedia, hanya saja resolusi dari
kecepatannya kurang baik karena diasumsikan raypath nya
simetris dan didekati dengan kurva hiperbola sehingga
kecepatan yang diperoleh untuk kepentingan prediksi
tekanan pori menjadi kurang akurat. Metode coherency
inversion mampu untuk mengakomodasi event event yang
non hyperbolic NMO curve, metode ini mampu untuk
memprediksi kecepatan interval lebih akurat.
Data kecepatan seismik yang akurat sangatlah diperlukan
untuk melakukan transform dari kecepatan ke tekanan pori.

Pendekatan dan rumus empiris yang digunakan adalah
metode Eaton (1975) dan Bowers (1995) untuk
memprediksikan tekanan pori dari kecepatan. Parameter
perhitungan dan hasil prediksi tekanan pori akan dikalibrasi
dengan sumur terdekat. Jika tidak ada data sumur, maka
prediksi tekanan pori ini akan di gunakan dan dikoreksi
selama pengeboran.

Sebelum dilakukan prediksi tekanan pori pada daerah
usulan pemboran, penulis ingin terlebih dahulu
mendapatkan gambaran bawah permukaan yang tepat baik
secara image maupun secara posisi baik horizantal maupun
vertikal dan juga mendapatkan model kecepatan interval
yang akurat yang nantinya akan digunakan dalam
penentuan tekanan pori. Proses Pre stack depth migration
(PSDM) merupakan salah satu metode yang sangat baik
untuk memperbaiki gambaran bawah permukaan dan
mendapatkan model kecepatan interval yang akurat.
Kecepatan yang diperoleh dari hasil prosesing seismik
kurang memiliki resolusi yang baik. Kecepatan didapatkan

dari stacking velocity yang diberi bobot menjadi kecepatan
migrasi atau Vrms yang kemudian diubah menjadi
kecepatan interval dengan menggunakan metode Dix.
Metode Dix ini menggunakan asumsi lapisannya datar,
sudut datang kecil, raypath nya simetris, dan hiperbolik.
Dengan menggunakan metoda Dix ini kecepatan akan
selalu naik seiring dengan peningkatan kedalaman sehingga
metode Dix ini memiliki kelemahan jika terdapat
pembalikan kecepatan yang cukup besar, begitu juga untuk
daerah yang berstruktur kompeks dimana kurva moveout
nya tidak hiperbolik prediksi kecepatannya menjadi tidak
tepat dan berakibat pada gambaran bawah permukaan yang
terbentuk pun menjadi tidak benar.
Dix merumuskan kecepatan untuk model berlapis sebagai
berikut:

(

)


 Σ V int i 2 * ti 
Vrms = 

Σti



1

2

1)

Dengan demikian kecepatan interval didapat sbb :
2

V int ( A− B )

2


2

Vrms B * TB − Vrms A * T A
=
TB − T A

2)

Metoda Dix sangat terbatas karena tidak memperhitungkan
efek dari adanya struktur pada saat moveout. Metoda yang
lebih baik untuk mendapatkan kecepatan pada daerah yang
terkena struktur adalah dengan cara pemodelan, salah
satunya adalah metoda coherency inversion yang
diperkenalkan oleh Landa & Koren (1991). Metoda
coherency inversion dilakukan untuk memprediksi nilai
kecepatan interval yang lebih akurat menggunakan
raytracing untuk mendapatkan kurva moveout yang tepat.
Metode ini dilakukan dengan membuat semblance velocity

Hasil dari coherency inversion akan diiterasi dengan

menggunakan model based tomography sampai didapatkan
residual semblance horizontal dan vertikal yang nol atau
mendekati nol dan flat gather tentunya. Penulis
merekomendasikan melakukan iterasi maksimal 3 kali saja,
jika lebih dari angka itu sebaiknya kembali ke tahap
coherency inversion memperbaiki model yang dibentuk.
Setelah mendapatkan kecepatan interval dengan resolusi
yang baik, maka perkiraan untuk penentuan tekanan pori
dapat dilakukan.
Tekanan pori didefinisikan sebagai tekanan yang timbul
akibat adanya fluida yang mengisi pori batuan. Tekanan
hidrostatik (PH) adalah tekanan yang diakibatkan oleh berat

di sepanjang horizon interpretasi untuk mencari kemiripan
yang paling tinggi dari setiap tras dalam kisaran window
tertentu sehingga dapat membuat CMP gather menjadi
lurus. Metode ini mampu mengoreksi nilai kecepatan untuk
event event yang kurva moveout nya tidak hiperbola dan
juga mampu mereduksi error hanya menjadi 1% saja dari
yang sebelumnya 30 % jika menggunakan Dix. Metoda

coherency inversion dilakukan pada tahap awal
pembentukan model kecepatan, proses ini sangat penting
karena akan menentukan baik tidaknya kecepatan interval
yang kita raih. Penentuan kecepatan dilakukan secara coba
coba sampai didapatkan kondisi dimana CMP gather lurus,
namun demikian untuk kasus seperti di daerah Matindok
yang memiliki struktur kompleks, trend dari semblance
velocity pun harus diperhatikan agar kecepatan yang diraih
maksimal dan secara konsep geologi dapat dipertanggung
jawabkan.

" # $. Proses coherency inversion untuk memprediksi
kecepatan interval untuk horizon biru. Trend kecepatan
perlu diperhatikan dalam pemilihan nilai semblance.
Pemilihan kecepatan yang benar akan terlihat dari bentuk
gather yang lurus.

" # &. Skematik raypath yang diasumsikan dengan
metode Dix adalah simetris dan tidak memperhitungkan
pembelokan raypath saat mengenai lapisan yang berbeda

kecepatan, sehingga kecepatan moveout yang sebenarnya
akan lebih cepat dari kecepatan moveout yang diprediksi.
(Fagin,1999)

'

'

" # %. Final Velocity Interval hasil dari coherency
inversion dan telah dilakukan iterasi sebanyak 3
kali.Terlihat pada penampang kecepatan interval (Vint)
efek dari perubahan kecepatan secara lateral (tanda elips
putus putus) telah dikoreksi tidak seperti pada penampang
kecepatan RMS (Vrms).

Gambar 2. Metode coherency inversion, kurva moveout
dihitung dan dibentuk melalui perhitungan semblance di
sepanjang model yang dibentuk dari horizon interpretasi
(Fagin,1999)


2

Overpressure biasanya diakibatkan oleh kompaksi yang
cukup cepat pada batuan yang permeabilitasnya rendah
sehingga air yang ada didalamnya tidak dapat keluar dan
terperangkap didalamnya yang berakibat terjadinya
penyimpang tekanan dari tekanan hidrostatiknya. Zona
overpressure akan memiliki nilai tekanan efektif yang
kecil dan memiliki porositas yang besar, sehingga dengan
besarnya porositas akan mengakibatkan penurunan pada
kecepatan. Hubungan inilah yang sering digunakan untuk
memprediksi tekanan pori menggunakan data seismik.
Proses prediksi tekanan pori dari kecepatan interval diawali
dengan perhitungan densitas sebagi fungsi dari kedalaman
dengan menggunakan metode Gardner yang secara empiris
hubungannya dapat ditulis sbb :

dari kolom fluida. Didefinisikan secara empiris sbb :

PH = ρ f gz


3)

dimana z, ρf, g adalah tinggi kolom fluida, densitas fluida
dan percepatan gravitasi. Densitas fluida sangat bergantung
pada jenis fluidanya tidak bergantung pada bentuk dan
ukuran fluidanya. Overburden pressure (S) adalah tekanan
yang timbul akibat berat dari matriks batuan dan fluida
yang mengisi pori pada formasi, dirumuskan sbb :
z

S = g ∫ ρ b ( z ) dz

4)

0

dimana ρb adalah bulk density sebagi fungsi kedalaman.
Tekanan efektif atau differential stress adalah tekanan yang
bekerja pada kerangka batuan, dirumuskan sbb :


σ =S− p

ρ b = a (V int) b

5)

6)

dimana ρ(h) merupakan nilai rata rata densitas sedimen
berdasarkan kedalamannya. Nilai densitas
ini akan
digunakan pada saat perhitungan S. Contoh dari
penggunaan differential stress untuk prediksi tekanan pori
telah dilakukan oleh Eaton (1975) dan Bowers (1995).
Eaton dan Bowers membuat hubungan empiris antara
kecepatan dengan differential stress sbb :

Nilai σ akan mengontrol proses kompaksi dari batuan
sedimen. Tidak semua batuan mengalami kompaksi yang
normal, ada kalanya batuan terganggu pada saat proses
kompaksi, sehingga akan menurunkan nilai σ dan
mengakibatkan terjadinya overpressure atau geopressure.
Geopressure dapat terjadi karena tekanan porinya
terganggu dan memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan
hidrostatiknya. Zona overpressure hanya berlaku untuk
litologi shale, karena batuan ini hanya terdiri dari dua
komponen saja yaitu air dan butiran shale yang seragam.

v = v0 + Aσ

B

7)

dimana v0 merupakan kecepatan dari sedimen yang belum
terkompaksi namun tersaturasi fluida (air) dalam kasus ini
diambil kecepatan 1500 m/s. Nilai A dan B menggunakan
nilai teoritis dimana nilai A=4.4567 dan B=0.8168. dengan
demikian differential stress dapat ditentukan sbb :

σ = (( v − v 0 ) / A ) 1 / B )

8)

Dengan didapatkannya nilai S dan σ, maka tekanan pori
dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan (5).

Gambar 5. Profil tekanan pada cekungan klastik. Saat
terjadi gangguan pada proses kompaksi maka tekanan pori
akan lebih besar dari tekanan hidrostatik yang
mengakibatkan menurunnya nilai tekanan efektif dan
menyebabkan terjadinya geopressure atau overpressure
(Dutta,2002)

" # () Alur kerja penetuan tekanan pori berdasarkan
kecepatan interval data seismik.

3

Hasil migrasi domain kedalaman (PSDM) menggunakan
kecepatan interval hasil dari coherency inversion dan telah
diiterasi sebanyak 3 kali dengan menggunakan metode
model based tomography memperlihatkan bahwa model
kecepatan yang diraih sudah cukup baik. Hal ini terlihat
dari nilai semblance residual horizontal dan vertikal yang
mendekati nol, begitu juga dengan depth gather yang
memperlihatkan bentuk yang lurus. Dengan menggunakan
model kecepatan interval yang tepat, image dari suatu
penampang seismik dapat diperbaharui dan juga
mendapatkan model kecepatan interval yang dapat
digunakan untuk prediksi tekanan pori

,

-

" # *. Analisa overpressure pada sumur acuan M 01.
Terlihat adanya penurunan dari pola sonic pada litologi
yang sama yaitu shale (ditunjukkan oleh nilai log GR yang
sama). Penurunan nilai sonic ini merupakan akibat dari
adanya zona overpressure pada shale (warna peach). Kurva
yang paling kanan memperlihatkan prediksi tekanan pori
dengan menggunakan metode Traugott (1997) dimana pada
zona overpressure tekanan pori lebih besar dari tekanan
hidrostatiknya dan titik merah manunjukkan data UKL
yang nilainya 3064 psi pada kedalaman 2131m.

" #
+. Penampang seismik hasil migrasi domain
kedalaman (PSDM)
dengan menggunakan model
kecepatan interval hasil dari coherency inversion dan telah
di iterasi tiga kali dengan menggunakan model based
tomography.

Tekanan efektif yang dihasilkan dari transform kecepatan
interval dengan menggunakan metode Eatons dan Bowers
menunjukkan bahwa untuk daerah prospek M 0A
menunjukkan nilai tekanan efektif yang lebih rendah dari
sekitarnya pada zona shale yang berada tepat diatas zona
target yang berupa batugamping. Rendahnya tekanan
efektif ini kemungkinan besar berhubungan dengan adanya
zona overpressure pada shale yang cukup tebal. Hal ini
mirip dengan apa yang terjadi pada sumur acuan M 01.
Tekanan pori yang dihasilkan menunjukkan untuk daerah
prospek M 0A menunjukkan peningkatan tekanan pori dari
atas ke bawah sampai dengan shale, kemudian saat masuk
ke zona batugamping tekanan porinya menurun. Nilai
tekanan pori yang lebih rendah pada zona objektif
batugamping dari batuan penutupnya berupa shale dapat
mengindikasikan bahwa shale ini memiliki kapasitas
sebagai batuan penutup yang baik. Seperti diketahui bahwa
fluida akan bergerak dari tekanan yang tinggi ke tekanan
yang rendah. Jika tekanan pada reservoir lebih rendah dari

Analisa tekanan pori pada sumur acuan M 01 dilakukan
untuk melihat kemungkinan adanya zona overpressure
pada daerah penelitian, dan dijadikan sebagai acuan pada
daerah target jika terdapat pola seperti yang terdapat pada
sumur acuan. Dari gambar 7 dapat diketahui bahwa zona
overpressure terdapat pada kedalaman 1700 2000 mss
yaitu pada litologi shale yang diperlihatkan oleh penurunan
trend sonic dalam satu litologi yang sama. Dari hasil
prediksi dengan menggunakan persamaan Traugott,Eatons
dan Bowers,dapat terlihat bahwa untuk zona overpressure
terjadi kenaikan tekanan pori yang nilainya menjadi lebih
besar dari nilai tekanan hidrostatiknya. Data hasil uji
kandungan lapisan (UKL) pada sumur ini menunjukkan
3064 psi pada kedalaman 2131 mss. Saat diplot pada kurva
tekanan hasil prediksi memperlihatkan nilai yang cocok.
Hal ini bisa dijadikan sebagai validasi dari penggunaan
metode Traugott,Eatons dan Bowers untuk memprediksi
tekanan

4

tekanan penutupnya maka fluida akan terperangkap dengan
baik di reservoir tersebut karena terhambat oleh batuan
penutupnya yang memiliki tekanan labih besar.
Jika di buat persamaan nilai spesific gravity (SG) yang
setara dengan tekanan pori dapat dilihat bahwa untuk zona
prospek nilai SG akan semakin meningkat bahkan langsung
melonjak naik pada shale. Hal ini diperkirakan adanya
overpressure sehingga diperlukan nilai SG yang lebih besar
untuk menahan tekanan ini. Saat memasuki zona target
berupa batugamping nilai SG menurun kembali, hal ini bisa
diindikasikan bahwa pada zona target yang berupa
batugamping bisa terjadi loss circulation dimana untuk
menanggulanginya bisa dilakukan dengan memberikan
nilai SG yang lebih rendah. Namun demikian ini semua
merupakan prediksi dari data seismik, sehingga tidak bisa
juga kita mempercayai 100% dan selama pengeboran bisa
dilakukan pemeriksaan terhadap prediksi ini. Namun
prediksi ini dapat dijadikan quick look untuk melihat
kondisi tekanan bawah permukaan.

" # 4. Penampang tekanan efektif hasil prediksi dari
kecepatan interval dengan menggunakan metode Eatons
dan Bowers. Warna hijau pada posisi usulan sumur M 0A
menunjukkan nilai yang lebih rendah dari shale sekitarnya,
sehingga diperkirakan rendahnya efektif pressure
berhubungan dengan keberadaan zona overpressure.

Penggunaan metode coherency inversion sangat membantu
dalam mendapatkan model kecepatan interval yang lebih
baik dan lebih benar dibandingkan dengan metoda Dix,
sehingga dengan didapatkannya model kecepatan interval
yang baik dapat menghasilkan image yang lebih baik pula
pada saat di migrasi dalam domain kedalaman (PSDM) dan
juga bisa dijadikan input untuk memprediksi tekanan pori
dengan lebih baik.
Hasil prediksi tekanan efektif dan tekanan pori pada posisi
umur usulan M 0A menunjukkan adanya nilai tekanan
efektif yang rendah pada zona shale tepat diatas reservoir
yang bisa diindikasikan sebagai adanya zona overpressure
seperti yang terdapat pada sumur acuan M 01. namun
demikian shale pada posisi ini memiliki sealing capacity
yang baik untuk bisa memerangkap hidrokarbon.
./ 0

" # &5. Penampang tekanan pori yang dihasilkan dari
hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai tekanan pori
untuk zona reservoir pada usulan M 0A lebih rendah
tekanannya dari shale yang ada diatasnya. Shale yang
berada diatas zona reservoir memiliki sealing capacity
yang baik.

Castagna, J. P., 1993, The Leading Edge, &1, 172–179.
Dutta, N.C, 2002, Geopressure Prediction Using Seismic
Data : Current Status and The Road Ahead,
GEOPHYSICS, (*, 2012 2041
Fagin, Stuart, 1999, Model Based Depth Imaging, Society
Of Exploration Geophysicists
Sayers, C.M, G.M. Johnson, and G. Denyer, 2002, Predrill
Pore pressure Prediction Using Seismic Data,
GEOPHYSICS, (*2 1286 1292.

3

!

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Eksplorasi
PT.PERTAMINA EP dan BPMIGAS yang telah
memberikan ijin dalam penggunaan data ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pimpinan dan rekan
rekan yang telah mendukung dalam penulisan paper ini.

5